1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyebab kematian sebanyak 7.4 juta kasus di dunia
(WHO, 2008). Menurut data WHO tahun 2014, insiden kanker meningkat dari
12,7 juta kasus tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus tahun 2012, dengan jumlah
kematian meningkat dari 7,6 juta orang tahun 2008 menjadi 8,2 juta pada tahun
2012. Kanker hingga saat ini menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk
Indonesia. Kanker menjadi penyebab kematian nomor dua di dunia sebesar 13%
setelah penyakit kardiovaskular (Anonim, 2014). Kanker payudara merupakan
jenis kanker yang paling lazim diderita oleh wanita. Pada tahun 2008, sekitar 1,7
juta wanita didiagnosa menderita kanker payudara hingga menjadi penyebab
kematian terbesar bagi kaum wanita (IARC, 2013). Penderita kanker payudara di
Indonesia mencapai 25.208 penderita per 100.000 jiwa dan sebanyak 43%
penderita mengalami kematian (Green and Riana, 2008).
Pada tahun 2014 sebanyak 21,4% kematian yang terjadi pada wanita
disebabkan oleh kanker payudara terutama setelah terjadinya metastasis, yaitu
suatu proses molekuler yang kompleks di mana sel kanker meninggalkan tempat
pertamanya tumbuh menuju organ lain dan berproliferasi membentuk massa
tumor baru (WHO, 2014; Brooks et al., 2010). Tahapan yang terjadi dalam proses
metastasis meliputi pelepasan sel dari tumor primer, invasi (berpindah ke jaringan
2
terdekat) dan migrasi sel, intravasasi (masuk ke pembuluh darah), transpor
melalui pembuluh limfa atau darah, ekstravasasi (keluar dari pembuluh darah)
serta pembentukkan tumor sekunder. Migrasi sel adalah proses yang sangat
krusial dalam invasi, yang memungkinkan tumor primer untuk bermetastasis.
Migrasi sel merupakan tahapan yang sangat terintegrasi yang diprakarsai oleh
penonjolan membran sel yang dipicu oleh siklus polimerisasi dan depolimerisasi
aktin akibat merespon signal kemotaksis (Bailly and Condeelis, 2002). Metastasis
juga terjadi karena adanya aktivitas metalloproteinase (MMP) khususnya MMP-9
yang bekerja memotong matriks collagenase VI (gelatin) pada sel kanker
payudara dan berperan penting dalam invasi (Liotta et al., 1991; StetlerStevenson, 1994). Secara molekuler MMP-9 memegang peranan penting dalam
jalur migrasi dan invasi. Adanya penghambatan ekspresi MMP-9 maka
menyebabkan terjadinya penghambatan pada migrasi dan invasi (Gondi and Rao,
2009; Chuang et al., 2007; Huang et al., 2004). Oleh karena itu penelitian lebih
lanjut mengenai metastasis dapat ditargetkan pada proses migrasi dan invasi salah
satunya dengan melihat ekspresi protein MMP-9.
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayati, salah
satunya jamur tiram (Pleurotus ostreatus (Jacq.) P. Kumm.). Jamur tiram
mempunyai aktivitas penghambatan proliferasi dan migrasi sel pada sel kanker
colon COLO-205 (Arora and Tendon, 2015). Jamur tiram mengandung senyawa
lovastatin (Lakshmanan and Radha, 2012). Lovastatin pada sel kanker melanoma
SK-MEL-28 mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan, migrasi dan invasi.
Lovastatin dilaporkan mampu menghambat ekspresi dan sekresi MMP-9 pada sel
3
NIH 3T3 dan v-H-Ras 3T3 (Wang et al., 2000). Lovastatin dilaporkan
menurunkan ekspresi dari VEGF, sehingga tidak ada sinyal yang diteruskan
melalui reseptor VEGF dan terjadi penghambatan jalur downstream VEGF, yakni
MMP (termasuk MMP-9) melalui salah satunya Ras-Raf-MEK-ERK pathway
(Zhao et al., 2010). Pada sel pembuluh endotel dan mesangial, lovastatin mampu
menghambat aktivitas faktor transkripsi NF-ĸB, yang merupakan jalur upstream
dari MMP-9 dan berpengaruh pada berbagai proses molekuler proliferasi,
apoptosis, dan metastasis (Guijarro et al., 1996; Lin and Pollard, 2007). Oleh
karena itu, kemampuan lovastatin yang terkandung di jamur tiram sebagai
penghambat NF-ĸB diprediksi juga dapat menghambat aktivitas MMP-9 sehingga
terjadinya metastasis dapat dihindari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanolik jamur
tiram (EEJT) dalam menghambat proliferasi, migrasi dan ekspresi protein MMP-9
pada sel kanker payudara dengan karakteristik metastasik kuat. Penelitian
dilakukan dengan mengamati efek sitotoksik menggunakan MTT Assay, migrasi
sel dengan metode scratch wound healing assay serta ekspresi protein MMP-9
menggunakan metode gelatin zymograph akibat pemberian EEJT. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan inovasi yang efektif, spesifik, dan tertarget
dalam menghambat proliferasi dan metastasis sel kanker payudara melalui
pengamatan migrasi dan ekspresi protein MMP-9.
4
B. Perumusan Masalah
1.
Apakah ekstrak etanolik jamur tiram (EEJT) memiliki efek sitotoksik pada sel
kanker payudara 4T1?
2.
Apakah ekstrak etanolik jamur tiram (EEJT) mampu menghambat migrasi
pada sel kanker payudara 4T1?
3.
Apakah ekstrak etanolik jamur tiram (EEJT) mampu menurunkan ekspresi
MMP-9 pada sel kanker payudara 4T1?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengkaji potensi ekstrak etanolik jamur tiram sebagai agen antimetastatik
pada sel kanker payudara 4T1
2. Tujuan Khusus
b. Mengetahui efek sitotoksik ekstrak etanolik jamur tiram (EEJT) terhadap
sel payudara 4T1.
c. Mengetahui pengaruh ekstrak etanolik jamur tiram (EEJT) terhadap
penghambatan migrasi sel kanker payudara 4T1
d. Mengetahui pengaruh ekstrak etanolik jamur tiram (EEJT) terhadap
penurunan ekspresi MMP-9.
D. Urgensi Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi bahan alam Indonesia sebagai
agen ko-kemoterapi kanker payudara. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi
5
sumber data ilmiah yang valid mengenai potensi ekstrak etanolik jamur tiram
(Pleurotus ostreatus (Jacq.) P. Kumm.) dalam menghambat proliferasi dan
metastasis sel kanker payudara 4T1 secara in vitro. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat dipublikasikan ke dalam jurnal ilmiah sehingga bermanfaat sebagai acuan
data untuk penelitian selanjutnya serta dapat menjadi tambahan sumber informasi
bagi masyarakat Indonesia mengenai tanaman yang memiliki aktivitas antikanker.
E. Tinjauan Pustaka
1. Kanker Payudara dan Sel 4T1
Kanker payudara adalah kanker yang terjadi di jaringan payudara, terutama
pada ductus (saluran yang menyalurkan susu ke puting) dan lobulus (kelenjar
tempat memproduksi susu). Pada tahun 2012, kanker payudara menduduki
peringkat kelima penyebab kematian atau sekitar 521.000 kasus di seluruh dunia
dan peringkat pertama penyebab kematian pada wanita (WHO, 2014). Penyebab
kematian pada penderita kanker payudara diakibatkan oleh penyakit yang baru
terdeteksi setelah mengalami metastasis (Brooks et al., 2010). Kanker payudara
terjadi ketika sel-sel pada payudara tumbuh tidak terkendali dan dapat menginvasi
jaringan tubuh yang lain. Secara molekular mutasi pada onkogen c-myc, ERBB2
dan Ras, maupun mutasi pada gen breast cancer type 1 (BRCA1), breast cancer
type 2 (BRCA2) dan gen p53 atau inaktivasi gen p53 yang mengakibatkan
terjadinya kanker payudara karena hilangnya fungsi sebagai gen tumor supresor
(Ruddon, 2007).
6
Kanker payudara mempunyai beberapa klasifikasi subtipe yang nantinya
berkaitan dengan terapi pengobatannya. Klasifikasi subtipe kanker payudara
antara lain: subtipe basal atau disebut kanker triple negative yang bersifat negatif
terhadap penanda yakni reseptor estrogen (ER), reseptor progestin (PR), dan
reseptor Human Epidermal Growth Factor Reseptor-2 (HER-2). Subtipe basal
hanya ditemukan sebanyak 15% dari kasus kanker payudara, akan tetapi subtipe
ini bersifat agresif, tidak responsif terhadap pengobatan dan mempunyai tingkat
kesembuhan rendah. Subtipe Basal lebih sering dijumpai di daerah Afrika.
Dibandingkan dengan subtipe lain, subtipe jenis ini sulit dideteksi menggunakan
mamografi, akan lebih mudah jika deteksinya menggunakan MRI (Cadoo et al.,
2013).
Jenis subtipe yang kedua adalah kanker payudara over-ekspresi HER-2 yang
mempunyai ekstra kopi dari gen HER-2 dan memproduksi protein pertumbuhan
yang berlebih. Protein ini diekspresikan sebanyak 20% pada kasus kanker
payudara (Ross et al., 2009). Secara biologis, regulasi gen HER-2 berhubungan
dengan peningkatan proliferasi, angiogenesis dan invasi (Salmon et al., 2001).
Sifat tumor yang mengekspresikan HER-2 cenderung tumbuh dengan cepat akan
tetapi responsif terhadap obat yang ditargetkan terhadap HER-2 seperti
Trastuzumab, Lapatinib dan Pertuzumab (Hudis et al., 2007).
Subtipe yang terakhir adalah kanker payudara subtipe Luminal A dan B.
Keduanya mempunyai karakter estrogen reseptor positive (ER+). Luminal B
dibandingkan dengan luminal A menunjukkan ekspresi ER yang lebih rendah,
tidak mengekspresikan reseptor progesteron (PR), namun ekspresi yang lebih
7
tinggi pada gen yang berhubungan dengan proliferasi dan aktivasi faktor
pertumbuhan jalur reseptor sinyal. Tumor luminal B memiliki sensitivitas lebih
rendah terhadap pengobatan dibandingkan dengan tumor Luminal A (Creighton
C.J., 2012).
Selama ini, terdapat banyak pengobatan pada kasus kanker payudara.
Pengobatan kanker payudara meliputi; operasi, kemoterapi, radioterapi, hormon
terapi dan imunoterapi. Pilihan pengobatan didasarkan pada subtipe tumor dan
keganasan atau tahap penyakit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kombinasi dari beberapa pengobatan lebih efektif daripada terapi obat tunggal.
Kemoterapi lebih dianjurkan untuk kasus terapi tumor yang bersifat reseptornegatif, berkemungkinan resisten terhadap terapi hormonal dan terjadinya
metastasis (Valentina et al., 2004).
Sel kanker secara umum menurut Hanahan and Weinberg (2011) mampu
menghasilkan sinyal proliferasi dan menghindar dari jalur antiproliferasi secara
terus menerus secara mandiri sehingga akan terus membelah. Kanker bertahan
dari mekanisme apoptosis dan tidak mengalami senescence. Salah satu
kemampuan sel kanker adalah mampu mengadakan invasi dan metastasis melalui
pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis.
Sel kanker payudara 4T1 adalah sel tumor yang invasif dan spontan dapat
bermetastasis dari tumor primer di kelenjar susu ke beberapa tempat yang jauh
termasuk kelenjar getah bening, darah, hati, paru-paru, otak, dan tulang (Mehta et
al., 2013). Sel 4T1 memiliki beberapa karakteristik antara lain pertama, sel-sel
tumornya mudah ditransplantasikan ke dalam kelenjar susu sehingga tumor primer
8
tumbuh di kelenjar susu. Kedua, sel 4T1 mempunyai kemampuan metastasis dan
berkembang secara spontan dari tumor primer ke jaringan lain. Sel kanker
payudara 4T1 telah digunakan untuk menguji efikasi terapi dan mekanisme
molekuler dari agen kemoterapi yang relevan terhadap manusia (Gao, 2011).
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa sel 4T1 mampu bermetastasis melalui
sistem limfatik sebaik ketika melalui sistem pembuluh darah. Sel 4T1
mengekspresikan beberapa gen yang berkaitan dengan pergerakan sel, signaling
sel, pertumbuhan sel, proliferasi dan kematian serta interaksi antarsel yang
dikategorikan berdasarkan lokasi dan fungsi selulernya. Di antara gen-gen
tersebut terdapat sejumlah gen-gen penting yang terlibat dalam adesi sel, migrasi
sel, angiogenesis, dan modifikasi matriks ekstraseluler; fungsi sitoskeleton;
proliferasi sel, apoptosis dan kelangsungan sel; metabolisme seluler; serta
inflamasi dan respon imun (Eckhardt, 2005).
2. Metastasis
Metastasis merupakan suatu proses molekuler yang kompleks dimana sel
kanker meninggalkan tempat pertamanya tumbuh (massa tumor primer) menuju
organ lain dan berproliferasi membentuk massa tumor baru (massa tumor
sekunder). Metastasis sel kanker diperantarai adanya aktivitas proteolitik yang
mendegradasi komponen ekstraseluler. Hidrolisis matriks ekstraseluler ini
memfasilitasi migrasi sel yang berujung terjadinya metastasis sel kanker. Proses
yang komplek tersebut melibatkan beberapa langkah meliputi: pertumbuhan sel
tumor primer, angiogenesis tumor atau pembentukan pembuluh darah untuk
menuju dan ke dalam tumor demi mendukung pertumbuhan tumor, invasi
9
membran basal, intravasasi atau perpindahan sel tumor menuju pembuluh limfa
atau darah, keberadaan sel tumor di peredaran darah, ekstravasasi atau keluarnya
sel tumor dari aliran darah, dan akhirnya membentuk dan tumbuh menjadi lesi
pre-angiogenesis mikrometastasis menjadi metastasis (Chambers et al., 2002;
Fidler, 2003).
Tumor yang mengalami metastasis mempunyai level ekspresi epidermal
growth factor receptor (EGFR) yang tinggi dan dapat merespon epidermal growth
factor (EGF) yang berarti EGFR memegang peranan penting dalam mengatur
pertumbuhan sel overekspresi dari EGFR mengindikasikan kematian intravital
dan intravasasi (Xue et al., 2006). Angiogenesis yang melibatkan EGFR diatur
secara ketat dan menjadi target pengobatan. Penghambatan angiogenesis menjadi
target terapi yang memberikan harapan di masa depan. Pembelahan sel tumor
yang dipacu oleh angiogenic stimulatory peptides akan menyebabkan tumor
menjadi cepat tumbuh serta akan mudah invasi ke jaringan sekitar dan metastasis.
Sebaliknya, pembelahan sel tumor yang diberikan inhibitors angiogenesis akan
menghambat pertumbuhan tumor, invasi dan mencegah metastasis. Kanker
stadium tiga yang sudah mengalami metastasis secara klinis tidak memungkinkan
untuk disembuhkan secara sempurna dan kebanyakan menyebabkan kematian
(Brooks et al., 2010).
Sel kanker yang bermetastasis mampu mempertahankan diri dari sistem imun,
dan tumbuh di lingkungan yang baru. Terdapat berbagai tahapan proses metastasis
yang sangat kompleks, antara lain: penyebaran, invasi, migrasi, dan kolonisasi.
10
Tumor merupakan kumpulan dari sel yang sudah berubah material genetiknya,
sehingga mampu terus berproliferasi (Chambers et al., 2002)
Pada tumor jinak, sel-sel dibatasi oleh membran sehingga hanya terjadi sedikit
kerusakan pada jaringan terdekat. Namun dalam kasus tumor ganas,
memungkinkan untuk terjadi penyebaran sel. Sitokeratin adalah penanda
molekuler pada sel epitel dan akan hilang ketika sel-sel ini mengalami transisi dari
sel epitel ke sel mesenkimal yang berlangsung selama proses metastasis (Ansieau
et al., 2008). Selama masa pertumbuhan tumor, terjadi kompetisi untuk
memperebutkan nutrisi, oksigen, dan keberadaan dari Reactive Oxygen Species
(ROS) (Pulaski and Ostrand-Rosenberg, 2010). Hipoksia disebut sebagai faktor
kunci yang bertanggung jawab atas penyebaran sel. Dalam kondisi hipoksia, gen
HIF diinduksi dan akan menginduksi gen lain seperti TWIST. Gen HIF juga
berperan meregulasi gen coding untuk beberapa protease, lysyl oksidase, reseptor
kemokin, dan lain-lain (Ansieau et al., 2008; Chiang, 2008).
Invasi adalah proses di mana sel-sel tumor menembus membran basal dan
masuk ke jaringan yang berdekatan sehingga dapat bermetastasis dengan masuk
ke dalam sirkulasi darah atau sistem limfa, melalui invasi stroma. Terdapat tiga
rute yang dilalui penyebaran sel tumor dari jaringan primer, menuju jaringan lain,
antara lain: hematogenous atau melalui sistem peredaran darah, rute ini dimulai
dari sel kanker yang berasal dari tulang dan jaringan lunak. Rute yang kedua
adalah melalui sistem limfa, sel kanker melewati sistem limfatik kemudian masuk
ke jalur hematogenous, sedangkan rute yang ketiga yakni transceolomic atau
melalui lapisan serosal dan jarang dilalui rute yang sering atau lazim dilewati sel
11
kanker adalah melalui sistem peredaran darah dan sistem limfa (Kawaguchi,
2005).
Migrasi dan mobilitas sel bukanlah hal yang umum terjadi pada sel normal.
Proses ini penting pada masa perkembangan embrio dan merupakan proses yang
penting pada sel imun seperti limfosit dan makrofag untuk bermigrasi ke seluruh
tubuh dan melawan patogen. Namun, apabila migrasi terjadi pada sel epitel
jaringan yang sudah berdiferensiasi, maka akan menyebabkan metastasis (Bacac
and Stamenkovi, 2008). Migrasi sel dapat terjadi hanya pada satu sel, yang
melibatkan perpindahan sel secara individual seperti leukosit dan fibroblast dan
juga migrasi secara bersamaan yang melibatkan perpindahan dari beberapa atau
kelompok sel yang saling menempel satu sama lain melalui intracellular junction
(Fenteany, 2000).
Tahap penting dalam metastasis yang pertama melibatkan polarisasi dari sel
dan pembentukan protrusi sitoplasmik, yang bentuknya seperti rambut tipis yang
disebut dengan filopodia atau lamellipodia (jika memanjang). Pembentukan
protrusi terjadi disebabkan oleh polimerasi filamen aktin (Friedl, 2003). Setelah
pembentukan protrusi, bagian protrusi diturunkan oleh interaksi antar molekul
adhesi seperti integrin. Proses ini diikuti dengan pembentukan protein linker agar
integrin membentuk titik focal adhesi (Burridge and Chrzanowska-Wodnicka,
1996). Jika sudah terbentuk satu bagian anchor, terjadi kontraksi ketika
berinteraksi dengan matrix metalloproteinase yang difasilitasi oleh pergerakan
dari filament F-actin. Kontraksi ini mengakhibatkan sel berpindah sesuai arah
interaksi (McSherry, 2007).
12
Tahap terakhir adalah pembalikan interaksi, sehingga memungkinkan untuk
pembentukan protrusi baru dengan mengurangi tekanan dan mengulang siklus
kembali. Proses untuk mengurangi tekanan dibantu dengan cara pengeluaran
matrix metalloproteinase. Matriks ekstraseluler berinteraksi dengan integrin
kemudian menghasilkan invadopodia (McSherry, 2007; Lorenz et al., 2004).
Invadopodia adalah istilah yang digunakan untuk pseudopodia ketika mereka
dibentuk (Friedl, 2003).
Pelepasan enzim proteolitik seperti kolagenase tipe IV, aktivator plasminogen
dan metalloproteinase oleh endotel dan tumor sel mengakhibatkan pembuluh
kapiler dari basa lamina dan matriks ekstraseluler tumor terdegradasi (Liotta et al.,
1991). Selanjutnya, sel endotel dibebaskan karena migrasi proteolisis yang akan
membentuk sprout. Interkalasi dari sel-sel endotel mengakibatkan perpanjangan
dari sprout, diikuti oleh fusi mikrovili. Proses ini diatur oleh sitokin dan faktor
pertumbuhan sedangkan adesi sel memainkan peran penting dalam menemukan
jalur baru ke dalam tumor. P-selektin membantu pembentukan stroma
angiogenesis (Fox, 1996). Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) juga terlibat
dalam pembentukan pembuluh darah baru. Perbanyakan sel-sel endotel
dipengaruh beberapa faktor yang disekresikan oleh tumor atau sel-sel di dekatnya,
seperti Fibroblast Growth Factor (FGF), Transformasi Growth Factor alpha
(TGFα), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), hasilnya adalah
pembentukan membran basal dan kapiler baru sehingga dapat memasok darah ke
bagian dalam tumor. Setelah kapiler baru terbentuk, bagian pendukung sel seperti
sel-sel otot polos dan pericytes untuk proses neovaskularisasi (Folkman, 1992).
13
3. Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)
Jamur tiram telah banyak dimanfaatkan untuk obat dan makanan (Gambar 1).
Jamur hanya tumbuh pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu, dan lama
hidupnya terbatas. Jamur tiram mempunyai sifat yang dapat menetralkan racun
dan zat-zat radioaktif dalam tanah. Jamur tiram dipercaya mampu menghentikan
pendarahan, mempercepat pengeringan luka, mencegah penyakit diabetes melitus,
menurunkan kolesterol darah, menambah daya tahan tubuh, dan mencegah
penyakit kanker atau tumor (Fairuzah et al., 2008).
Klasifikasi jamur tiram adalah sebagai berikut (Alexopoulus and Mims, 1979)
Divisi
: Amastigomycota
Sub divisi
: Eumycota
Kelas
: Basidiomycetes
Bangsa
: Agaricales
Suku
: Agaricaceae
Genus
: Pleurotus
Jenis
: Pleurotus ostreatus (Jacq.) P. Kumm.
Ditinjau dari segi morfologisnya, tubuh jamur tiram terdiri dari tudung
(pileus) dan tangkai (stipe). Pileus berbentuk mirip cangkang telinga dengan
ukuran diameter 5-15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis-lapis seperti
insang berwarna putih dan lunak yang berisi basidiospora. Bentuk pelekatan
lamella adalah memanjang sampai tangkai, sedangkan tangkai dapat pendek atau
panjang (2-6 cm) tergantung kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi
pertumbuhannya (Alexopoulus and Mims, 1979). Jamur tiram merupakan salah
14
satu jenis jamur yang dapat dikonsumsi (edible mushroom) karena memiliki
berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, serat, karbohidrat,
mineral, protein dan rendah lemak (Hernandez et al., 2003; Kalmis et al., 2008;
Ramirez et al., 2011). Jamur ini tumbuh dengan baik di wilayah tropis dan
subtropis (Kues and Liu, 2000). Jamur tiram putih merupakan jenis jamur tiram
yang banyak dibudidayakan petani di Indonesia karena sifatnya yang adaptif
terhadap perubahan lingkungan dan memiliki produktifitas tinggi (Cahyana,
2001).
Kandungan protein jamur tiram rata-rata 3,5-4% dari berat basah, dan jumlah
ini dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis. Bila dihitung dari
berat kering jamur tiram kandungan proteinnya adalah 19-35%, sementara beras
7,3%, gandum 13,2%, kedelai 39,1% dan susu sapi 25,2%. Jamur tiram juga
mengandung sembilan asam amino esensial yang tidak bisa disintesis dalam tubuh
yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin dan
fenilalanin (Suriawiria, 1986).
Jamur tiram merupakan sumber mineral yang baik, Kandungan mineral
utama yang tertinggi adalah kalium (K), fosfor (P), natrium (Na), kalsium (Ca)
dan magnesium (Mg). Namun, jamur tiram juga merupakan sumber mineral
minor yang baik karena mengandung seng, besi, mangan, molibdenum,
kadmium, dan tembaga. Konsentrasi K, P, Na, Ca, dan Mg mencapai 56-70
persen dari total abu, dengan kandungan kalium sangat tinggi mencapai 45
persen. Jamur tiram bermanfaat untuk menekan kolesterol jahat di dalam darah,
menyerap kelebihan kadar gula dalam darah dan menyeimbangkan metabolisme
15
tubuh (Suriawiria, 1986).
Gambar 1. Jamur Tiram (sumber: koleksi CCRC)
Ekstrak air jamur tiram (Pleurotus ostreatus (Jacq.) P. Kumm.) mempunyai
aktivitas penghambatan proliferasi dan migrasi sel pada sel kanker colon COLO205 (Arora and Tendon, 2015). Jamur tiram telah menunjukkan aktivitas
penghambatan proliferasi kanker payudara (MCF-7, MDA-MB-231) dan kanker
usus besar (HT-29, HCT-116), tanpa mempengaruhi proliferasi sel epitel
mammary MCF-10A dan sel usus normal FHC. Penghambatan proliferasi sel oleh
jamur tiram dikaitkan dengan siklus sel pada fase G0/G1 pada sel MCF-7 dan HT29. Jamur tiram juga menginduksi ekspresi dari tumor supresor p53 dan cyclindependent kinase inhibitor p21 (CIP1/WAF1). Dimungkinkan jamur tiram
menekan proliferasi sel kanker payudara dan usus besar baik melalui jalur p53independen ataupun p53-dependent (Jedinak and Sliva, 2008).
Ekstrak air jamur tiram mempunyai aktivitas anti-neoplastik dan anti-migrasi
melalui penginduksian kematian sel dan penghambatan proliferasi sel (Hasan et
al., 2011; Patel et al., 2012). Ekstrak jamur tiram juga diteliti mempunyai
aktivitas
sitotoksisitas
dan
aktivitas
anti-proliferasi
terhadap
sel
akut
promyelocytic leukemia (HL-60), sehingga dimungkinkan dapat menghambat
16
jalur setelahnya (Wong et al., 2007; Venkatakrishnana et al., 2010). Induksi
kematian sel terprogram atau apoptosis juga diamati pada sel kanker usus besar
HT-29 dengan pemberian ekstrak air jamur tiram, menyebabkan peningkatan
kadar molekul pro-apoptosis Bax, peningkatan caspase-9, caspase-3 dan Bax,
diikuti oleh penurunan ekspresi gen Bcl-2 (Jedinak and Sliva, 2008)
Gunde-Cimerman and Cimerman (1995) berhasil mengisolasi lovastatin dari
jamur tiram (Gambar. 2) yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antikanker
melalui penghambatan proliferasi sel dan induksi apoptosis (Wong et al., 2002;
Wu et al., 2004). Lovastatin menghambat migrasi pada sel limfosit transendotel
otak (Greenwood et al., 2003).
Gambar 2. Struktur Lovastatin
Lovastatin dilaporkan menurunkan ekspresi dari VEGF, sehingga tidak ada
sinyal yang diteruskan melalui reseptor VEGF, sehingga memungkinkan
terjadinya penghambatan jalur downstream VEGF yakni MMP-9, melalui RasRaf-MEK-ERK pathway (Zhao et al., 2010). Lovastatin menghambat invasi dan
ekspresi MMP-9 pada sel NIH 3T3 dan v-H-Ras 3T3 fibroblast, selain itu juga
menghambat sekresi MMP-9 pada sel otot polos pembuluh darah (Wang et al.,
2000; Luan et al., 2003).
17
4. Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) dan Perannya dalam Metastasis
Metastasis sel kanker diperantarai adanya aktivitas proteolitik yang
mendegradasi komponen ekstraseluler. Hidrolisis matriks ekstraseluler ini
memfasilitasi migrasi sel yang berujung terjadinya metastasis sel kanker.
Beberapa kelompok enzim protease dilaporkan berpengaruh langsung terhadap
metastasis kanker, salah satunya adalah matrix metalloproteinases (MMP) yang
bekerja memotong protein ekstraseluler (Liotta et al., 1991). Protein MMP-2 dan
MMP-9 merupakan dua anggota keluarga MMP yang telah diketahui memiliki
peran dalam invasi dan metastasis sel kanker dan dikelompokkan ke dalam
collagenase tipe IV berdasarkan kemampuannya menghidrolisis collagen IV
(gelatin) (Wilhelm et al., 1989).
Dari keseluruhan jenis MMP yang pernah ditemukan sampai sekarang ini,
jenis Gelatinase dalam hal ini MMP-2 dan MMP-9 (Gambar 3) merupakan enzim
utama untuk mendegradasi kolagen tipe IV, V, VII, X, XI dan XIV, gelatin,
elastin, proteoglycan core protein, myelin basic protein, fibronektin, fibrilin-1 dan
prekursor TNF-α dan IL-1b dan mampu memecah kolagen tipe I, komponen
utama yang membentuk struktur molekul stroma (Amalinei et al., 2007; Chen,
2011).
Gambar 3. Struktur domain gelatinase. (Vasala, 2008)
Protein MMP-2 dan MMP-9 adalah jenis enzim yang pernah diteliti dan
dipelajari perannya dalam pertumbuhan dan perkembangan sel kanker (Rundhaug,
2005). Ekspresi MMP-2 dan MMP-9 berperan dalam invasi sel melalui degradasi
18
kolagen tipe IV yang merupakan komponen utama membran basal (Yoshizaki,
1998).
Protein MMP-9 (92-kDa gelatinase) pertama kali ditemukan dari makrofag
manusia. Ekspresi MMP-9 terbatas di osteoklas, makrofag, trofoblas, dan
dikontrol oleh growth factor, kemokin dan sinyal stimulus lainnya (Vasala, 2008).
Peranan MMP berhubungan dengan regulasi sitokin, growth factor, dan cell
adhesion. MMP-3, MMP-7, MMP-9 dan MMP-19 melepaskan IGF (insulin-like
growth factor) yang menstimulasi proliferasi tumor. Permukaan yang telah
berikatan dengan MMP-9 akan mengaktifkan TGF-β yang berperan dalam invasi
tumor dan angiogenesis. MMP-2, MMP-3, MMP-7, MMP-9, MMP-12, MMP-13
dan MMP-20 melepas angiostatin, selain itu MMP-3, MMP-7, MMP-9 dan MMP19 juga melepas VEGF yang menstimulasi angiogenesis tumor (Amalinei et. al.,
2007).
Peran serta MMP dalam proses malignasi mulai banyak dipelajari. Tahapan
peranan MMP dalam proses malignansi, yaitu: MMP membantu pembentukan
microenvironment yang mendukung bagi pertumbuhan tumor yang diperkirakan
melalui ECM growth factor. Protein MMP membantu proses angiogenesis tumor
dan peningkatan kemampuan sel tumor untuk bermigrasi dan menginvasi stroma
di sekitarnya. Keluarga MMP berperan dalam kerusakan membran basalis dinding
pembuluh darah, sehingga memudahkan masuknya sel tumor ke dalam sirkulasi
darah (intravasasi) dan keluar dari sirkulasi darah (ekstravasasi) (Chrestella,
2009).
19
Ekspresi MMP kemudian juga berperan dalam modifikasi microenvironment
baru di tempat metastasis. Hal ini akan membantu proses pertumbuhan sel tumor
metastasis di lingkungan barunya, MMP juga berperan dalam proses angiogenesis
pada lokasi metastasis sehingga mendukung kelangsungan hidup sel tumor
metastasis (Chrestella, 2009). Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) disintesis dan
disekresi oleh sel-sel metastatik dan sel host (Coussens and Werb, 1996;
Deryugina and Quigley 2006). Protein MMP-9 berkontribusi dalam metastasis
tumor yakni dalam pembelahan berbagai molekul matriks ekstraselular, yang
menyebabkan sel-sel metastatik menjadi lebih motil dan invasif (Chang and
Werb, 2001; Egeblad and Werb, 2002).
Karakteristik pertama dari sel-sel metastatik dalam proses metastasis adalah
invasi dan bermigrasi. Sel invasif ditandai dengan motilitas menuju pembuluh
darah yang berdekatan dan peningkatan enzim proteolitik untuk mendegradasi
komponen ekstraseluler (Cavallaro and Christofori, 2001). Sel yang saling
berikatan, tidak hanya melakukan invasi dan motil, tetapi juga menghasilkan
transduksi sinyal intraseluler, yang memodulasi polaritas seluler dan gerakan.
Setelah proses metastasis mencapai darah atau pembuluh limfatik, sel-sel masuk
ke dalam pembuluh (intravasation) dan mengikuti sirkulasi darah (dissemiation),
dan adanya sinyal tertentu membuat sel akan berhenti di jaringan yang disukai
seperti hati, paru-paru, tulang dan lymph node (Chambers et al., 2002).
Seiring dengan penambahan jumlah MMPs lainnya, jumlah berlebih
MMP-9 khususnya berkorelasi dengan berbagai pasien kanker dengan prognosis
buruk (Coussens and Werb, 1996; Deryugina and Quigley, 2006; Kupferman et
20
al, 2000). Protein MMP-9 telah dikaitkan dengan perkembangan tumor ganas,
mempengaruhi baik tahap awal konversi karsinoma in situ penyakit invasif serta
langkah-langkah terakhir dari kaskade metastasis. Selain itu, MMP-9 juga
berperan dalam proliferasi dan pertumbuhan tumor primer pada karsinoma
prostat, limfoma, neuroblastoma dan glioblastoma (Chang and Werb, 2001).
Invasi merupakan masuknya sel kanker ke jaringan di dekatnya yang biasanya
diperantarai oleh aktivitas dari matrix metalloproteinase (MMP), pada kanker
payudara utamanya adalah MMP-9 (Ueda et al., 2005). Secara molekuler,
ekspresi MMP-9 diregulasi oleh faktor transkripsi NF-ĸB (Cho et al., 2007).
Selain itu, MMP mampu mendegradasi matrik ekstraseluler (ECM) dan
meregulasi pertumbuhan tumor itu sendiri. MMP-2 dan MMP-9 mengeluarkan
tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan ligan Fas yang mencegah sel kanker
terinduksi apoptosis. Secara langsung, jalur upstream dari TNF-α juga melalui
NF-ĸB, yang mana aktivasi NF-ĸB dapat mengaktifkan TNF-α. Protein MMP-2
dan MMP-9 juga berperan dalam pertumbuhan sel kanker melalui proteolysis
ECM dan penghambatan apoptosis, sehingga upstream pathway dari MMP-2 dan
mmp-9 adalah NF-ĸB baik melalui aktivasi dari TNF-α (Mitsiades et al., 2001;
Nyormoi et al., 2003; Tamura et al., 2004). Dalam kaitannya protein MMP-9
dengan migrasi sel yakni migrasi sel salah satunya dipengaruhi oleh tingginya
ekspresi MMP2 dan MMP9. MAPK terlibat dalam induksi promotor MMP
melalui NF-κB dan AP-1 (Gondi and Rao, 2009). NF-κB dan AP-1 mengikat
promotor MMP-2 dan MMP-9 dalam induksi ekspresi gen MMP-2 dan MMP-9
yang terkait dengan invasi sel tumor (Chuang et al., 2007; Huang et al., 2002).
21
Oleh karena itu, protein MMP khususnya MMP-9 pada kanker payudara erat
kaitannya dengan proses migrasi dan invasi karena penting dalam mendegradasi
ECM.
Selain proses mekanis penyebab invasi dan migrasi, transduksi sinyal
intraseluler juga berperan penting dalam metastasis kanker. Jalur utama yang
berperan adalah jalur Rho/GTPase, Wnt/Catenin, JAK/STAT, Ras dan natch.
Molekul utama dalam tranduksi sinyal yaitu focal adhesi kinase (FAK), Rac,
RhoGAP, dan Cdc42 (Cavallaro and Christofori, 2001; Guo and Giancotti, 2004).
F. Landasan Teori
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus (Jacq.) P. Kumm.) merupakan golongan
jamur yang banyak digunakan untuk pengobatan selain sebagai bahan pangan.
Ekstrak jamur tiram terbukti memiliki aktivitas sitotoksik pada beberapa jenis sel
kanker. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ekstrak jamur tiram mempunyai
aktivitas penghambatan proliferasi sel kanker colon, payudara MCF-7, MDA-MB231, MCF-10 terinduksi RAS, dan paru. Ekstrak jamur tiram juga diketahui
mempunyai efek apoptosis pada kanker darah (leukemia). Oleh karena itu diduga,
ekstrak etanolik jamur tiram memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker
payudara 4T1.
Metastasis merupakan penyebab kematian utama pada kanker payudara.
Migrasi merupakan suatu tahap penting dalam proses metastasis sel kanker.
Ekstrak jamur tiram dilaporkan menghambat migrasi pada sel kanker colon
COLO-205 dan sel limfosit transendotelial pada otak. Ekstrak etanolik jamur
22
tiram mempunyai kemampuan dalam menghambat migrasi sel kanker payudara
4T1.
Penghambatan invasi dipengaruhi oleh penghambatan ekspresi protein MMP
melalui jalur upstream salah satunya yakni penghambatan aktivasi faktor
transkripsi NF-ĸB. NF-ĸB merupakan faktor transkripsi MMP-9. Lovastatin yang
terkandung dalam jamur tiram dilaporkan mempunyai kemampuan dalam
menghambat ekspresi dan sekresi MMP-9 pada sel otot polos pembuluh darah, sel
NIH 3T3 dan v-H-Ras 3T3. Lovastatin juga mempunyai aktivitas penghambatan
NF-ĸB pada sel pembuluh endotel dan mesangial. Oleh karena itu, ekstrak
etanolik jamur tiram yang mengandung lovastatin mampu menghambat ekspresi
protein MMP-9.
G. Hipotesis
1.
Ekstrak Etanolik Jamur Tiram bersifat sitotoksik terhadap sel kanker
payudara 4T1.
2.
Ekstrak Etanolik Jamur Tiram mampu menghambat migrasi sel kanker
Payudara 4T1.
3.
Ekstrak Etanolik Jamur Tiram mampu menurunkan ekspresi MMP-9 pada
sel kanker Payudara 4T1.
Download