MODUL PERKULIAHAN FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul 5 Sejarah Filsafat Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas Program Studi Fakultas Psikologi Psikologi Tatap Muka 05 Kode MK Disusun Oleh MK Dr. H. Syahrial Syarbaini, MA. Ph.D. Abstract Kompetensi Setelah perkualiahan ini mahasiswa diharapan dapat menganalisis sejarah Filsafat sebagai ilmu dan logika berpikir manusia Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis filsafat khusus yang meliputi :. Sejarah filsafat barat Sejarah filsafat timur 86 Standarisasi Modul Latar Belakang Standarisasi Modul ini disusun dan diterapkan untuk 1. Menjaga Kualitas Modul dengan adanya acuan-acuan standar yang wajib dipenuhi oleh dosen pengampu dalam penyusunan modul 2. Mempermudah pengarsipan dengan adanya keseragaman dan penulisan yang sistematis 3. Menjaga Institution Identity (Identitas Institusi) dengan diaplikasikannya identitas dari Institusi kedalam modul sebagai pengenal dan pembeda dengan institusi lainnya 4. Membantu meningkatkan webometrics Institusi dengan menerapkan aturan-aturan yang dibutuhkan dalam penilaian berbasis webometric Sistematika Template Pada Dasarnya Template modul terdiri dari 2 bagian dasar, yaitu: 1. Bagian Sampul Berisi ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi oleh dosen pengampu penyusun modul. Ketentuan-ketentuan tersebut dituangkan kedalam kolom-kolom yang wajib diisi dosen pengampu dengan tepat, yaitu : Judul Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Logika Pokok Bahasan Modul Sejarah Filsafat Fakultas Psikologi Modul Untuk Tatap Muka Ke 5 Kode Mata Kuliah Penyusun : Dr. H.Syahrial Syarbaini, MA. Ph.D. Abstract (Deskripsi) sejarah Fisafat secara umum Kompetensi : Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis sejarah filsafat 87 MODUL 5 SEJARAH FILSAFAT Standar Kompetensi Setelah perkualiahan ini mahasiswa diharapan dapat menganalisis sejarah filsafat. Kompetensi Dasar Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis sejarah filsafat yang meliputi :. Sejarah filsafat barat Sejarah filsafat timur Materi Pembahasan A. Sejarah Filsafat Barat Kelahiran filsafat di Yunani pada abad ke-6 SM adalah suatu peristiwa yang ajaib (the greek miracle), dengan beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Menurut K. Bertens (Surajiyo. 2005: 153). Ada tiga faktor, yaitu sebagai berikut: 1. terdapat mitologi, suatu pertanyaan yang hidup dalam hati manusia, sebagai percobaan untuk mengerti. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah mucul seperti: dari mana dunia kita?, Dari mana kejadian alam? Apa penyebab matahari terbit? Lalu terbenam lagi?. Mulai mencari asal usul alam semesta yang disebut mite kosmogonis, asal usul sifat kejadian alam (mite komologis) Mereka mulai menyusun mite-mite yang disusun secara sistematis, sudah menampakkan rasional. 2. Kesusasteraan Yunani. Karya puisi Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea, semacam buku pendidikan rakyat Yunani. Puisi sangat digemari oleh rakyat untuk mengisi waktu terluang yang mempunyai nilai edukatif. 3. Pengaruh pengetahuan dari Timur Kuno, yang dari Mesir yang memberikan ilmu ukur dan ilmu bintang. Pengaruh Babilonia dalam ilmu astronomi. Namun orang Yunani telah menemukan ilmu pengetahuan yang cocok dan sungguh ilmiah dengan jawaban rasional tentang berbagai problem. Maka lahirlah filsafat dan ilmu, kata logos (akal budi dan rasio) menggantikan mythos. Periodesasi Filsafat Barat 88 Sejarah filsafat Barat dibagi atas empat periode, yaitu zaman kuno, abad pertengahan, zaman modern dan masa kini. 1. Zaman Kuno, (600-400 SM), disebut juga zaman fisafat alam atau pra- Socrates di Yunani. Mereka mencari unsur induk (arche) yang dianggap asal dari segala sesuatu, menurut Thales arche itu adalah air. Menurut Anaximenes arche itu udara. Pythagoras arche itu bilangan, Heraklitos arche itu api. Parmennedes segla sesuatu itu tetap tidak bergerak. (lasiyo dan Yuwono. 1985:52). 2. Zaman Kemasan Filsafat Yunani, Pada masa Ethena dipimpin oleh Perikles, kegiatan politik dan filsafat berkembang dengan baik. Ada golongan kaum yang pandai berpidato (retorika) dinamakan kaum sofis. Kegiatan mereka adalah mengajarkan pengetahuan pada kaum muda. Objek penyelidikan manusia yang mana ” manusia adalah ukuran untuk segala-galanya”. Tapi menurut Socrates mengatakan yang dipandang sebagai nilai objektif yang dijunjung tinggi oleh semua orang, akibatnya dia dihukum mati. Hasil pemikiran Socrates dilanjutkan muridnya Plato dalam filsafatnya mengatakan ”realitas seluruhnya terbagi dalam dua dunia yang hanya terbuka bagi panca indra dan dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita, dunia pertama adalah dunia jasmani dan yang kedua dunia ide”. Pendapat tersebut dikeritik oleh Aristoteles yang mengatakan manusia-manusia yang konkrit. ”Ide manusia” tidak terdapat dalam kenyataan, sumbangannya pada ilmu pengetahuan adalah abstraksi, yaitu aktifitas resional dimana orang memperoleh pengetahuan. Ada tiga macam abstraksi, yaitu fisi, matematis dan metafisis. Teori Aristoteles yang terkenal adalah tentang materi dan bentuk, keduanya merupakan prinsip-prinsip metafisis, materi adalah prinsip yang tidak ditentukan, sedangkan bentuk prinsip yang menentukan. Teori terkenal dengan sebutan ”Hylemorfisme” (K. Bertens. 1988:11-16). Masa Helinistis dan Romawi, pada zaman Alexander Yang Agung telah berkembang kebudayaan trans nasional yang disebut kebudayaan Hellinistis. Dalam bidang filsafat , Athena tetap menjadi pusat yang penting, tetapi lahir pula di Alexanderia. Ekspansi Romawi meluas ke Yunani, maka membuka kesempatan menerima filsafat Yunani. Pada masa ini muncul beberapa aliran, yaitu: 89 a. Stoisisme, menurut paham ini jagat raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut ”Logos”. Segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dihindari. b. Epikurisme, segala sesuatu terdiri dari atas atom-atom yang senantiasa bergerak. Manusia akan bahagia jika mau mengakui susunan dunia ini dan tidak boleh takut pada dewa-dewa. c. Skeptisisme, mereka berpikir bahwa bidang teoritis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran, sikap umum mereka adalah kesangsian. d. Elektisisme, suatu kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur . filsafat dari aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang sungguh-sungguh. e. Neo-Platonisme, paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato, tokohnya adalah Platinus. Seluruh filsafatnya berkaitan dengan Allah ”Yang Satu”. Segala sesuatu berasal dari ”Yang Satu” dan ingin kembali kepadanya. (K. Bertens. 1988:16-18). Beberapa filsuf besar yang lahir pada masa ini antara lain: - Thales. Ia berpendapat bahwa “Air adalah substansi dasar yang membentuk segala hal lainnya”. - Anaximander.Ia mengatakan bahwa segala hal berasal dari satu substansi asali, namun substansi itu bukan air atau substansi lain manapun yang kita ketahui. Substasi itu tak terbatas, abadi dan tak mengenal usia, dan ia melingkupi seluruh dunia-dunia”. - Anaximenes. Menurutnya, substansi yang paling dasar adalah udara. Jiwa adalah udara; api adalah udara yang encer; jika dipadatkan, pertama-tama udara akan menjadi air, dan jika dipadatkan lagi, menjadi tanah, dan akhirnya menjadi batu. - Pythagoras. Corak pemikirannya “Adiduniawi”, yaitu menempatkan semua nilai ke dalam persatuan gaib dengan Tuhan dan mengutuk dunia yang kasat mata ini sebagai kepalsuan dan hayalan. Ia berpendapat bahwa “jiwa tak dapat mati, dan jiwa itu berubah menjadi jenis-jenis makhluk hidup lain; kemudin, bahwa apapun yang bereksistensi dilahirkan kembali menurut perputaran siklus tertentu, sehingga tidak ada sesuatu pun yang benar-benar baru; dan bahwa segala sesuatu yang dilahirkan dengan disertai kehidupan di dalamnya harus dianggap berasal dari satu sumber”. - Xenophon. Ia meyakini bahwa segala sesuatu tercipta dari tanah dan air. Heraklitus. Ia api sebagai substansi dasar dari segala sesuatu, seperti pijar yang muncul dari api, terlahir berkat kematian sesuatu yang lain. Ia juga berpendapat bahwa “yang fana itu baka, dan yang baka itu fana, yang satu hidup berkat kematian yang lain”. 90 - Parmenides. Ia menganggap bahwa indera bersifat menipu, dan bahwa pelbagai benda inderawi hanyalah ilusi. Satu-satunya pengada yang sejati adalah “Yang Tunggal” yang tak terbatas dan tak terbagi-bagi. Yang Tunggal itu bukanlah kesatuan dari unsure-unsur yang berlawanan sebagaimana pandangan Heraklitus, karena memang tak ada unsure-unsur yang berlawanan itu. - Empedokles. Dialah yang menyatakan bahwa tanah, udara, api dan air adalah empat unsur (kendati istilah “unsur” belum dia gunakan). Masing-asing unsure itu abadi, tetapi unsure-unsur itu bisa saling berbaur dengan takaran yang berbeda-beda dan dengan demikian menghasilkan pelbagai ragam zat yang terus berubah sebagaimana kita temukan di dunia ini. Unsur-unsur itu dipadukan oleh Cinta dan Perselisihan. - Anaxagoras. Dialah orang pertama yang mengenalkan filsafat pada warga Athena, yang di kemudian hari melahirkan Sokrates dan Plato. Dalam bidang kosmologi ia berpendapat bahwa segala sesuatu bisa dibagi-bagi secara tak terbatas, dan bahwa materi yang paling kecil pun tetap mengandung semua unsure yang ada. Pelbagai benda tampil sebagaimana adanya sesuai dengan unsure apa yang paling banyak dikandungnya. - Leukippus dan Demokritus. Mereka dikenal dengan pelopor atomisme. Ini dikarenakan pendapatnya yang menyatakan bahwa segala sesuatu tersusun dari atom-atom yang yang tak dapat dibagi-bagi secara fisik, namun bukan secara geometris; bahwa di antara atom-atom itu terdapat ruang kosong; bahwa atom-atom tak bisa dimusnahkan; bahwa atom-atom itu senantiasa telah, dan senantiasa akan bergerak; bahwa jumlah atom-atom tak terbatas, dan demikian pula jenisnya, yang berbeda-beda bentuk dan ukurannya. - Protagoras. Ia merupakan pemimin kaum sofis, yaitu mereka yang mata pencahariannya mengajari anak-anak muda dengan sejumlah hal yang diharapkan akan berguna dalam kehidupan sehari-hari. 3. Zaman Abad Pertengahan, Periode ini dikatakan sebagai “Abad Kegelapan” bagi filsafat. Namun ini hanya berlaku khusus bagi Eropa Barat. Karena pada masa ini, Cina di bawah naungan Dinasti Tang sedang mengalami masa keemasannya dalam banyak bidang, terutama pada bidang sastra. Pun dengan Jepang dan Kekhalifahan. Pada periode ini, sejarah filsafat ditandai dengan munculnya filsafat skolastik (abad ke-6) sampai dengan kebesaran nama Thomas Aquinas (1225 – 1274 M) yang terkenal dengan aliran Thomisme. Pada masa ini, filsafat mengalami masa kegelapan dikarenakan ia dianggap sebagai pelayan teologi, yaitu sebagai sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia. Thomas Aquinas berpendapat bahwa “kebenaran teologis yang diterima oleh kepercayaan melalui wahyu tidak dapat ditentang oleh suatu 91 kebenaran filsafat yang dicapai dengan akal manusia, karena kedua kebenaran tersebut mempunyai sumber yang sama pada Tuhan. Filsafat bebas menyelidiki dengan metod-metode yang rasional, asalkan kesimpulannya tidak bertentangan dengan kebenaran-kebenaran yang tetap dari teologi”. Corak pemikiran pada masa ini adalah teosentris (segala sesuatu berpusat pada asal usul Tuhan). Pada periode ini terdiri dari para filsuf Kristen, filsuf Islam dan filsuf Yahudi. Salah satu filsuf pada periode Filsafat Abad Pertengahan yang terkenal yaitu Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna) dengan pokok ajarannya yaitu tentang dunia yang didasarkan pada emanasi dari neo-Platonisme yaitu Tuhan adalah realitas sentral yang melahirkan segala yang lain. Periode ini berbeda dengan sebelumnya, yaitu terletak pada dominasi agama. Munculnya agama Kristen yang diajarkan oleh Nabi Isa AS, Agama Kristen menjadi problem kefilsafatan karena mengajarkan wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati, berbeda dengan pandangan Yunani Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Zaman ini memiliki dua sikap terhadap pemikiran filsafat Yunani, yaitu: a. Golombang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafirkarena tidak mengakui adanya wahyu. b. Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh sebab itu akal dapat dibantu oleh wahyu. Filsafat abad pertengahan mengalami dua periode, yaitu: a) periode Patristik, artinya bapa-bapa Gereja, yang mengalami dua tahap, yaitu, pertama permulaan agama Kristen yang memperkuat gereja dengan dogma-dogma. Kedua, Filsafat Agustinus dengan melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan. (Endang Daruni Asdi. 1978: 1-2) b) Periode Skolastik, yang dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu: pertama, Skolastik awal, ditandapai dengan pembentukan metode karena hubungan agama dan filsafat, terlihat ada persoalan universal. Kedua, puncak pertembangan skolastik, ditandai dengan pengaruh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yunani, tokoh utama adalah Thomas Aquinas. Ketiga, skolastik akhir, yang ditandai dengan pemikiran filsafat yang berkembang kearah nominalisme, iaitu aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum 92 mengenai adanya sesuatu hal. Pengetahuan umum hama momen yang tidak mempunyai nilai-nilai kebenaran yang objektif. 4. Zaman Modern, dimulai dengan masa renaissance yang berarti kelahiran kembali kebudayaan klasik (Yunani–Romawi). Pembaruan filsafatnya disebut ”antroposentrisme”. Pusat perhatian ada ”Manusia” bukan alam (Kuno) dan agama (Pertengahan). Manusia dianggap titik fokus dari kenyataan. Pada periode ini, diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu masa transisi dan masa modern itu sendiri. 1) Transisi (Abad ke- 15 – 16 M) Sebelum memasuki zaman modern, filsafat mengalami masa transisi, di mana masa ini dikenal dengan masa Renaisans (kelahiran kembali) dan Aufklarung (masa Pencerahan). Meskipun renaisans bukanlah sebuah periode prestasi besar dalam filsafat, tetapi ia telah melakukan sesuatu yang pasti sebagai permulaan penting bagi kebesaran abad ke-17. Periode ini ditandai dengan runtuhnya otoritas gereja dan menguatnya otoritas sains. Renaisans merupakan sebuah gerakan perlawanan atas cara pandang Abad Pertengahan. Ia bermula dari Italia dan hanya dilakukan oleh segelintir orang, di antaranya yang terkenal adalah Petrarch. Renaisans merupakan istilah yang berasal dari bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Michelet, kemudian dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan periode Abad Pertengahan. Menurut Mahmud Hamdi Zaqzuq, ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi kelahiran Renaisans, yaitu: - Implikasi yang sangat signifikan yang ditimbulkan oleh gerakan keilmuan dan filsafat. Gerakan tersebut lahir sebagai hasil dari penerjemahan ilmu-ilmu Islam ke dalam bahasa latin selama dua abad, yaitu abad ke-13 dan 14. Hal itu dilakukan setelah Barat sadar bahwa Arab memiliki kunci-kunci khazanah turas klasik Yunani. - Pasca penaklukan Konstantinopel oleh Turki Usmani, terjadi migrasi para pendeta dan sarjana ke Italia dan negara-negara Eropa lainnya. Para sarjana tersebut bahu-membahu menghidupkan turas klasik Yunani di Florensia, dengan membawa teks-teks dan manuskripmanuskrip yang belum dikenal sebelumnya. - Pendirian berbagai lembaga ilmiah yang mengajarkan beragam ilmu, seperti berdirinya Akademi Florensia dan College de France di Paris. 93 Beberapa filsuf besar yang lahir di masa ini antara lain: Nicolaus Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1642), dan Francis Bacon (1561-1626). 2) Periode Modern (Abad ke-17 – 18 M) Zaman modern ditandai dengan munculnya rasionalisme Rene Descartes (1596-1650), Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes merupakan orang pertama di akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Descartes juga memberikan uraian tentang bagaimana memperoleh hasil yang sahih dari metode yang ia canangkan. Hal ini dapat kita dijumpai dalam bagian kedua dari karyanya Anaximenes Discourse on Methode yang menjelaskan perlunya memperhatikan empat hal berikut ini: 1. Tidak menerima sesuatu apa pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat bahwa hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya. 2. Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak mungkin bagian, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya. 3. Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks. 4. Dalam proses pencarian dan penelaahan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat perhitunganperhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga kita menjadi yakin bahwa tidak ada satu pun yang terabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu. Corak khas pemikiran pada masa ini adalah antroposentris (segala sesuatu dipusatkan pada manusia). Pada periode ini terdiri dari aliran Rasionalisme dan Empirisme. Salah satu filsuf pada periode Filsafat Modern yang terkenal yaitu Rene Descrates dengan metodenya dinamakan keraguan metodologis yaitu keraguan bertujuan memperoleh kebenaran yang tercermin pada kata-kata “cogito ergo sum” yaitu saya berfikir maka saya ada. (BK) 94 Latarbelakangnya adalah: b. Pudarnya kekuasaan politik dan kekuasa spritual akibatnya lahirnya lahir semangat pembaruan dan kebebasan. c. Berkembang jiwa dan semangat individualisme, sebagai akibatnya warga masyarakat tidak lagi menerima dogma/agama yang digambarkan ada di tangan pada masingmasing diri manusia. Metode pendekatan ilmiah secara deduktif digantikan dengan metode induktif dan empiris untuk menemukan kebenaran-kebenaran individual. d. Timbulnya rasa kebanggan terhadap harta dan derajat manusia sebagai implementasi kebebasn, nilai individualis yang optimal dan kemampuan ilmiah yang merasa mampu menguasai alam semesta. Zaman modern ditandai dengan ”rasio atau akal budi manusia” (Rene Descartes, B. Spinoza dan G. Libniz). Zaman empirisme, yaitu pengalaman indrawi (aufklarung) tokohnya John Loke, Immanuel Kant dll. Juga muncul aliran ”idealisme” (G.W. Hegel). 3) Periode abad ke- 19 dan 20 dengan timbulnya beberapa aliran, seperti positivisme. Marxisme, Eksistensialisme, Pragmatisme, Neo-Kantianisme, Neo-Tomisme dan fenomenologi. Aliran-aliran ini sangat terikat kepada negara maupun lingkungan bahasa sehingga dalam perkembangan terakhir lahirlah filsafat analitis (Lasiyo dan Yuwono. 1985 54). a) Positivisme (August. Comte), mentkan bahwa pemikiran manusia melalui tiga tahap. Pertama, Teologis yaitu manusia percaya bahwa gejala alam terdapat kuasa adikodrati. Terdapat tiga periode, yaitu periode primitif yang menganggap benda memiliki jiwa (animisme), tahap kedua adalah percaya kepada dewa=dewa (politeisme) dan tahap akhir adalah Allah sebagai penguasa alam semesta (Monotheisme). Tahap Metafisis, dimana kuasa adikodrati diganti dengan konsep dan prinsip yang abstrak mencari penyeban dari latarbelakang penyebab. Akhirnya tahap positiv, mengutamakan observasi dengan menggunakan rasio, persamaan dan hubungan fakta-fakta yang menghasilkan pengetahuan sebenarnya.kemudian berkembang menjadi post-positisme (lingkaran Wina). b) Marxisme, yaitu materialisme dialektis dan materialisme historis. Materialisme dialektis yaitu proses = tesa – antitesa – sintesa. Materialisme historis ditemtukan oleh perkembangan sarana produksi yang materiil. Manusia dapat mempercepat proses ini menjadi lebih sadar dengan aksi-aksi revolusioner yang berdasar atas penyadaran itu. 95 c) Eksistensialisme, adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpankal kepada eksistensi (keberadaan) yaitu cara manusia berada dalam dunia. Benda menjadi berarti karena manusia, manusia berada dengan bersama-sama manusia, jadi manusia lah yang bereksistensi. d) Fenomenologi, harus menggunakan gejala-gejala dengan menggunakan intuisi. Aliran yang membicarakan fenomena atau gejala sesuatu yang menampakkan diri. Suatu fenomena tidak perlu harus dapat diamati dengan indra.tidak perlu suatu peristiwa. Fenomena dapat diartikan apa yang menampakkan diri dalam dirinya sendiri. e) Pragmatisme, merupakan aliran yang mengajarkan ide-ide tidak benar atau salah melainkan bahwa ide-ide dijadikan benar oleh suatu tindakan tertentu (Lahir di AS). Benar itu apbila mempunyai akiat praktis, landasannya adalah logika pengamatan, mistis boleh asal bermanfaat secara praktis. f) Neo-Kantianisme dan Neo-tomisme, berkemang di Jermanadalah aliran yang dianggap sebagai epistemologi dan kritik ilmu pengetahuan. Neo-tomisme berkembang di dunia khatolik Eropa dan AS. 4) Periode Masa Kini (Abad ke- 19 M - Sekarang) Pada masa ini, filsafat mulai mengalami perkembangan yang amat pesat. Ini ditandai dengan lahirnya beragam aliran yang berpengaruh besar dalam filsafat. Antara lain: Positivisme, Marxisme, Eksistensialisme, Pragmatisme, Neo-Kantianisme, Neo-Tomisme, dan Fenomenologi. Beragam aliran pemikiran di atas kemudian terkumpul dalam sebuah aliran filsafat besar, Posmodernisme. Meskipun sedemikian beragamnya, namun kiranya kita masih dapat mengidentifikasikannya dalam dua kelompok. a. Kelompok “Dekonstruktif”. Kelompok ini bekerja dengan cara membongkar segala bentuk pemikiran yang dianggap oleh banyak orang, telah mapan. Dalam kelompok ini, dapat kita masukkan pemikiran-pemikiran Derrida, Lyotard, Foucault, dan mungkin Rorty. Kelompok inilah yang ditidung sebagai sekedar mode intelektual yang dangkal dan kosong atau sekedar refleksi yang bersifat reaksioner belaka atas perubahan-perubhan social yang kini sedang berlangsung. b. Kelompok “Konstruktif” Dalam kelompok ini, kita dapat memasukkan pemikiran Haidegger, Gadamer, Ricoeur, Mary Hesse, dari tradisi Hermeneutika; lalu David R. Griffin, Frederic Ferre, D. Bohm, dari tradisi 96 Studi Proses Whiteheadian; juga F. Capra, J. Lovelock, Gary Zukav, I. Prigogine, dari tradisi fisika yang berwawasan holistic. Kelompok ini diketakan "Kelompok Konstruktif” atau “Revisioner”, karena mereka bukan hanya membongkar beberapa aspek dari gambaran-dunia modern, tetapi juga mencoba membangun kembali reruntuhan itu, serta mengolahnya secara baru dalam upaya mengkonstruksikan sebuah gambaran-dunia yang baru pula. Akan tetapi kelompok ini nyaris tak pernah dibicarakan sama sekali karena kecenderungan umum yang yang mengidentikkan postmodernisme itu hanya dengan kelompok poststrukturalis yang umumnya kaum neo-Nietzschean saja. Akibatnya postmodernisme jadi identik dengan kaum Dekonstruksionis belaka, yang kerjanya hanya membongkar-bongkar segala tatanan dan lantas menihilkan segala hal. B. Sejarah Filsafat Timur Filsafat Timur meliputi Filsafat Cina, India, Islam. 1. Filsafat Cina, Filsafat Cina erat hubungannya dengan keadaan alam dan masyarakat , mempunyai ciri khusus, yaitu menjadikan tema dari filsafat dan kebudayaan adalah perikemanusiaan atau ”jen”. Menurut Confusius ”jen” itu mempunyai dua segi, yaitu: Segi positif (Chung), mengatakan bahwa ”Apa yang kau suka dari orang lain berbuat kepadamu berbuatlah hal itu kepadanya”. Segi negartif (Shu), mengatakan ”Apa yang tidak kau suka orang lain berbuat kepadamu janganlah kau berbuat hal itu kepadanya”. Filsafat Cina lebih antroposentris dan pragmatis. Karena dalam sejarah Cina fokusnya masalah manusia, pragmatis dalam arti bagaimana manusia itu ada keseimbangan antara dunia dan surga dapat tercapai. Filsafat Tiongkok dibagi atas empat periode besar: Jaman Klasik (600-200 S.M.) Menurut tradisi, periode ini ditandai oleh seratus sekolah filsafat: seratus aliran yang semuanya mempunyai ajaran yang berbeda. Namun, kelihatan juga sejumlah konsep yang dipentingkan secara umum, misalnya “tao” (“jalan”), “te” (“keutamaan” atau “seni hidup”), “yen” (“perikemanusiaan”), “i” (“keadilan”), “t’ien” (“surga”) dan “yin- yang” (harmoni kedua prinsip induk, prinsip aktif-lakilaki dan prinsip pasif-perempuan). Sekolah-sekolah terpenting dalam jaman klasik adalah: 97 1. Konfusianisme . Konfusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse, “guru dari suku Kung”) hidup antara 551 dan 497 S.M. Ia mengajar bahwa Tao (“jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (“yen”), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.. Dalam bahasa Mandarin aliran ini disebut 儒家 Rujia. Rujia memang sering diartikan sebagai filsafat Khonghucu. Sebenarnya Rujia berarti filsafat cendikiawan, 儒 Ru sendiri berarti cendikiawan atau sarjana. 2. Taoisme. Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (“guru tua”) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih-lebih etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di India (ajaran “neti”, “na-itu”: “tidak begitu”) dan dalam filsafat Barat (di mana kesadaran ini disebut “docta ignorantia”, “ketidaktahuan yang berilmu”).Taoisme di sini adalah 道家 Daojia (=filsafat Jalan/Tao). Mula-mula oleh Sima Tan aliran ini disebut 道德家 Daodejia (filsafat jalan dan kebajikan), belakangan disebut Daojia. Harap dibedakan pengertiannya dengan 道教 Daojiao (agama Tao). Umumnya keduanya sama2 ditulis dalam bahasa Inggris sebagai Taoism. Daojia juga harus dibedakan dengan 道學 Daoxue, yang merupakan aliran kebangkitan Rujia baru yang muncul ketika Dinasti Song. Oleh orang Barat Daoxue disebut Neo-Confucianism. 3. Yin-Yang. “Yin” dan “Yang” adalah dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api, dan lakilaki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin tertentudan derajat Yang tertentu. 4. Moisme . Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatu yang tidak berguna, maka jelek. 5. Ming Chia. Ming Chia atau “sekolah nama-nama”, menyibukkan diri dengan analisis istilahistilah dan perkataan-perkataan. Ming Chia, yang juga disebut “sekolah dialektik”, dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai 98 analisis dan kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang memperkembangkan logika dan tatabahasa. Selain itu dalam Ming Chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal seperti “eksistensi”, “relativitas”, “kausalitas”, “ruang” dan “waktu”. 6. Fa Chia. Fa Chia atau “sekolah hukum”, cukup berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum tidak berpikir tentang manusia, surga atau dunia, melainkan tentang soal-soal praktis dan politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus mulai dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu sistem undang-undang yang keras sekali. 2. Filsafat India, Filsafat India berpangkal pada keyakinan bahwa ada kesatuan fundamental antara manusia dan alam, harmoni antara individu dan kosmos. Harmoni harus disadari supaya dunia tidak dialami sebagai tempat keterasingan ataupun sebagai penjara. Orang India bukan belajar untuk menguasai dunia, tetapi untuk berteman dengan dunia. Filsafat India juga bermula dari pemikiran keagamaan, karena kurang puas dengan pemikiran keagamaan atau sebab lainnya, maka akal manusia dipakai untuk memberi jawaban atas segala persoalan yang dihadapi. Di India filsafat senantiasa bersifat religius dengan tujuan akhirnya keselamatan manusia di akhirat. Filsafat India keluar dari agama melalui proses yang pelan-pelan. Jika zaman Upanisad pada umumnya dipandang sebagai saat kelahiran sang bayi filsafat India, maka bayi sudah ada di dalam kandungan sang ibu ”Agama Hindu” selama lebih dari 10 abad. Dalam waktu yang lama itu ”embrio filsafat India” berkembang sehingga akhirnya sebagai filsafat India, sekalipun setelah kelahirannya filsafat India pernah melepaskan diri dari sang ibu ”Agama Hindu”. Filsafat India bersifat religius dan etis melalui kronologis mulai periode Weda, Wiracarita, Sutra-sutra dan terakhir periode Skolatik. Enam sistem filsafat didirikan oleh para Rhisis berdasarkan kontempelasi yang sungguh-sungguh dengan melihat realitas yang sama. Enam sistem filsafat ini adalah jalan menuju pencerahan sejati; bukan tujuan itu sendiri, namun sebuah jalan menuju tujuan yakni Realitas yang absolut. Enam sistem filsafat dapat dikelompokkan dalam tiga bagian besar (sehingga terdapat tiga pasang) antara lain: Nyaya-Vaisheshika, Samkhya-Yoga, dan Mimamsa-Vedanta. Setiap pasangan saling melengkapi. Nyaya-Vaisheshika adalah pasangan sistem filsafat yang menjadikan argumen, logika, dan kemampuan menganalisis pengalaman sebagai tema sentralnya. Mencuplik Nyaya-Vaisheshika, dapat mengingatkan kita pada Plato (yang sama mirip dengan apa yang ada pada Nyaya-Vaisheshika) tentang “substansi” dan “kategori” serta 99 “bagian inteligibel” dan “bagian “sensibel.” Bagi Plato, pengetahuan dapat diperoleh dengan jalan yang “sensibel” (yaitu ilusi, opini, dan penginderaan); dan jalan yang inteligibel (dengan pengetahuan, intelek, dan sains). Pada Nyaya-Vaisheshika pun demikian. Manusia memiliki kemampuan sensibel dan inteligibel untuk melakukan “penyimpulan” atas hubungan “sebab-akibat” (dan sebaliknya), dan penyimpulan atas absrtak persepsi. Ciri yang menarik dalam kedua sistem yang berpasangan ini adalah teori subatomis yang menerima adanya empat unsur dasar yaitu tanah, air, api, dan udara. Pasangan yang kedua adalah Sankhya-Yoga. Sankhya berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya adalah “renungan.” Melalui Sankhya, fakta filsafat tertinggi dapat dicapai dengan pengetahuan. Namun seperti pasangan sistem filsafat yang lain, Sankhya pun memiliki keterkaitan dengan Yoga. Sankhya dapat dicapai dengan baik jika melakukan praktik Yoga (dengan delapan aspek utamanya yang mencakup: tidak melukai, kesucian, berpuas diri, studi, berserah pada Tuhan, postur tubuh, pernafasan, pengendalian indera, konsentrasi, meditasi, dan ekstasis). Selain itu, Yoga adalah jalan menuju “pembebasan.” Jika demikian, maka tidak berlebihan jika Yoga diklaim sebagai pendamai seluruh sistem filsafat India—sebab dengan mempraktikkan Yoga, pengetahuan dan pencapaian tujuan memahami realitas melalui lima sistem filsafat yang lainnya dapat dicapai. Bagaimanapun kompleksitas pengertian tentang Yoga, Yoga dapat mencapai berbagai tujuan manusia seperti: penyatuan (Samadhi), transendensi diri, disiplin diri, dan berbagai tujuan pemurnian diri lainnya (tentunya dengan tahapan-tahapan yang benar. Mendalami sistem filsafat India, pengetahuan tertinggi bukan saja “ada” tetapi “sangat mungkin” dipahami dengan pengetahuan manusia. 3. Filsafat Islam Pemikiran filsafat Islam dimulai tahun 700, dimana pemikiran skolastik, yaitu berusaha memecahkan secara rasional mengenai persoalan-persoalan logika, sifat ada, kebendaan, kerohanian dan akhlak dengan tetap menyesuaikan dengan kitab suci. Istilah skolatik lebih populer dalam Islam adalah ilmu kalam (Filsafat Islam). Terdapat dua periode yaitu Mutakallimin dan Filsafat Islam. Periode Mutakallimin, muncul beberapa mazhab, yaitu: a) Mazhab Al-Khawarij, berpendapat bahwa setiap dari umat Muhammad yang terus menerus berbuat dosa besar dan hingga mati belum tobat, maka orang ini dihumkum kafir dan kekal dalam neraka. b) Mazhab Murjiah, artinya ”melambatkan dau menagguhkan” pada balasan Tuhan di hari akhir. Keputusan tentang baik dan buruknya seorang khalifah bukan urusan manusia, akan tetapi terserah kepada Tuhan.. 100 c) Mazhab Qodariah (di Irak), berpendapat bahwa kalau Tuhan itu adil, maka Tuhan akan menghukum orang bersalah dan memberi pahala orang berbuat baik. Manusia bebas memilih nasibnya dengan memilih perbuatan yang atau yang buruk. Kalau Tuhan telah menentukan nasib manusia maka Tuhan adalah zalim. Jadi manusia harus merdeka (ikhtiar) dan bebas (free will). d) Mazhab Jabariah, berpandangan bahwa Allah menentukan memutuskan segala amal perbuatan manusia. Segala amal perbuatan amnusia sejak awal telah diketahui Allah. Semua amal perbuatan itu hanya berlaku dengan kodrat dan iradat Allah saja, manusia tidak ikut mencampurinya. e) Mazhab Mu’tazilah, berpendapat bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar termasuk golongan yang tidak mukmin dan tidak kafir, diantara keduanya, mazhab ini disebut mazhab rasionalistis. f) Mazhab Ahli Sunnah Wal Jamaah, berpendapat bahwa iman adalah kepercayaan di dalam hati yang diucapkan dengan lissan, amal perbuatannya merupakan syarat sempurnanya iman itu. Orang yang berbuat dosa besar kemudian meninggal sebelum bertobat, hukumnya terserah pada Allah, Allah dan menyiksanya dan dapat pula mengampuninya. (Lasiyo dan Yuwono. 1985: 55-57) Periode filsafat Islam mulai muncul untuk menyelidiki hakikat sesuatu termasuk Ketuahan dan Alam. Tokohnya Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd. Akibat terjadinya pertukaran kebudayaan antar bangsa seluruh dunia, maka pemikiran filsafat Islam ikut masuk ke negara-negara Barat. Perkembangan filsafat Islam, hidup dan memainkan peran signifikan dalam kehidupan intelektual dunia Islam. Jamal al-Dīn al-Afgani, seorang murid Mazhab Mulla Shadra saat di Persia, menghidupkan kembali kajian filsafat Islam di Mesir. Di Mesir, sebagian tokoh agama dan intelektual terkemuka seperti Abd. al-Halim Mahmud, Syaikh al-Azhar al-marhum, menjadi pengikutnya. Filsafat Islam di Persia, juga terus berkembang dan memainkan peran yang sangat penting meskipun terdapat pertentangan dari kelompok ulama Syi’ah. Tetapi patut dicatat bahwa Ayatullah Khoemeni, juga mempelajari dan mengajarkan al-hikmah (filsafat Islam) selama berpuluh puluh tahun di Qum, sebelum memasuki arena politik, dan juga Murtadha Muthahhari, pemimpin pertama Dewan Revolusi Islam, setelah revolusi Iran 1979, adalah seorang filosof terkemuka. Demikian pula di Irak, Muhammad Baqir al-Shadr, pemimpin politik dan agama yang terkenal, adalah juga pakar filsafat Islam. Secara harfiah/etimologi, teologi berasal dari bahasa Inggris: theo berarti Tuhan, logos berarti pengetahuan. 101 Teologi Dalam Islam Secara istilah/terminologi teologi berarti pembahasan tentang suatu ilmu yang membicarakan bagaimana Tuhan berhubungan dengan manusia dan alam. Istilah lain dari teologi adalah Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Aqaid, dan Ilmu Kalam atau Filsafat Islam. Bagaimana Sejarah lahirnya Filsafat Islam ? Pembahasan Pokok dalam Teolgi Islam adalah: 1) Akal dan wahyu 2) Fungsi wahyu 3) Perbuatan manusia (free will and Predestination) 4) Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan 5) Keadilan Tuhan 6) Perbuatan-perbuatan Tuhan 7) Sifat-Sifat Tuhan 8) Konsep Iman dan Kafir. Lahirnya Teologi/Ilmu Kalam Dalam Islam Setelah Nabi wafat, muncul persoalan: Siapa dan golongan mana pengganti Nabi sebagai kepala Negara dan agama? Al-Qur’an dan Hadis Nabi tidak menyebut secara tegas siapa pengganti beliau. Terpilihnya secara musyawarah (demokrasi) Abu Bakar dan selanjutnya Umar ibn Khattab sebagai khalifah I dan II, roda pemerintahan berjalan dengan baik. Persoalan muncul setelah 6 tahun Khalifah Usman ibn Affan mengambil kebijakan penggantian beberapa penjabat secara nepotisme. Kebijakan ini melahirkan pihak oposisi dan demontrasi penolakan atas kebijakan Usman yang berakhir dengan pembunuhan terhadap Usman ibn Affan. Ali ibn Thalib menjadi khalifah baru, tapi pengangkatannya tidak disetujui oleh sebagian golongan. Timbul berbagai oposisi yang berakhir dengan perang. Penolakan pertama ini berakhir dengan Perang Jamal di tahun 656 M dan Perang Siffin. Perang Jamal terjadi akibat penolakan Ali sebagai khalifah dari Mekah yang diotori oleh Thalhah dan Zubeir yang didukung oleh `Aisyah. Perang Siffein terjadi antara pihak Ali dengan gubernur Damaskus Mu`awiyah bin Abi Sofyan. Ketika tentara Ali akan memenangkan perang, terjadi perdamaian (tahkim/arbitrase) di antara kedua belah pihak, namun atas kelicikan politik pihak Muawiyah, Ali terkalahkan. Sikap Ali yang menerima tahkim, menimbulkan perpecahan dalam barisan Ali. Sebagian memisahkan diri dari Ali, dikenal sebagai kelompok al-Khawarij. Kaum Khawarij menganggap Ali, Muawiyah, dan lainnya telah keluar dari Islam, karena tidak menetapkan hukum berdasarkan Islam (La hukma illa Lillah). Karena itu, mereka digolongkan kedalam status kafir, tidak lagi mukmin (Al-Maidah ayat 44). Persoalan siapa yang kafir dan mukmin meluas kepada persoalan teologis (seperti masalah pelaku dosa besar/murtakib al-Kabair. Yang akhirnya dikenal dengan masalah teologi (kalam) dalam sejarah Islam. Aliran-Aliran Dalam Teologi Islam adalah: 102 1) Pada awalnya Aliran Khawarij a) Aliran Murji’ah b) Aliran Muktazilah Belakangan muncul: c) Jabariyah dan Qadariyah d) Asy’ariah dan Al-Maturidiah e) Salafiyah Faktor penyebab Munculnya Filsafat Islam, adalah: 1) Kontak dunia Islam dengan peradaban Yunani. 2) Internasionalisasi imperium Sassaniyah. 3) Transfer pengetahuan yang pesat pada masa Abbasiyah, terutama masa Al-Ma’mun dan Harun al-Rasyid. 4) Konversi agama dari kalangan Kristiani ke Islam. 5) Migrasi orang-orang Kristiani ke dunia Muslim. 6) Relasi filsafat dengan perkembangan ilmu-ilmu sains, sehingga mendorong Muslim untuk mempelajari filsafat Yunani/Helenistik. 7) Kaitan antara Filsafat, Qur’an dan Hadist. Qur’an dan Hadis menjadi sumber inspirasi bagi filosuf Islam dalam mengembangkan kajiannya. Para filosuf Muslim dalam argumentasinya selalu menggunakan konsep-konsep filosofis yang tertera dalam Qur’an dan Hadis. Contoh: a) konsep al-haqiqah (kebenaran) sesuai dengan salah satu nama Tuhan al-Haqq (Yang Benar). b) Konsep al-hikmah (Q.S. Ali-Imran (3): 48, 81). “Dan Allah mengajarkan kepadanya Kitab dan kebijaksanaan (al-hikmah).” c) Konsep tentang penciptaan, tentang roh dan eskatologi bersumber dari al-Qur’an dan Hadis. Perbedaan Filsafat Yunani dan Filsafat Islam Filsafat Islam berlandaskan Qur’an, Hadits dan keimanan, semenatara Filsafat Yunani mengandalkan rasio semata. Filosof Muslim menolak pemikiran filsafat Yunani, kecuali tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam. Filosof mengembangkan pemikiran filsafat Yunani sedemikian rupa sehingga tersedia ruang bagi tampilnya kebenaran azasi dalam Islam. Contoh: • Filsafat Yunani: Tuhan adalah penggerak pertama bagi alam atau penggerak yang tidak bergerak, filsafat Islam: Tuhan adalah pencipta alam semesta. 103 • Filsafat Yunani: Tuhan adalah wujud yang hanya mengetahui diri-Nya, filsafat Islam: Tuhan mengetahui diri-Nya dan seluruh ciptaan-Nya. Signifikan Teologi Terhadap Perilaku Umat Islam Untuk memahami keragaman pemikiran dalam Islam, Perbedaan pendapat seharusnya tidak menimbulkan konflik dan perpecahan. Kepentingan politik seringkali mengalahkan ikatan persaudaraan berdasarkan iman. Teologi Islam dan Isu-isu kontemporer 1) Teologi Islam Tentang Pembebasan : ketertindasan, kemiskinan dan ketimpangan sosial (Surat al-Ma`un:1-7). 2) Teologi Islam Tentang masalah Transpormasi social, 3) Teologi Islam tentang Etos Kerja (al-`Ashar 1-3, 4) Teologi Islam dan Lingkungan (al-Mulk 15, al-Qashash : 77, al-Rum: 41). 5) Teologi Islam tentang Gender (Kesetaraan). Teologi Islam tentang Tata Masyarakat dunia (al-Baqarah : 213). Soal / Tugas Jawablah pertanyaan berikut ini! 1. Jelaskanlah tiga faktor yang melatarbelakangi lahirnya filsafat Yunani? 2. Jelaskanlah pemikiran dari periodisasi Filsafat Barat? 3. Apakah perkembangan yang dibawa oleh Filsafat Barat zaman pertengahan dengan zaman modern? 4. Bagaimana pekikiran filsafat masa kita di zaman Barat? 5. Apakah substansi yang dibawa oleh filsafat Cina? 6. Bagaimana perkembangan pemikiran filsafat India? 7. Ringkaskanlah sejarah filsafat Islam? Daftar Pustaka: 1. R.G. Soekardijo. 2003. Logika Dasar. Gamedia. 2. Kartanegara, Mulyadi. 2005. The Best Chicken Soup of The Philosophers (terj. Ahmad Fadhil). Jakarta. Himah 3. Rapar, Jan Hndrik. 2005. Pengantar Filsafat. Cet. Ke-10. Jokyakarta. Kanisius. 4. Osborne, Richard. 2001. Filsafat Untuk Pemula (terj.) Cet. Ke-1. Jokyakarta. Kanisius. 5. A. Sonny Keraf. 2001. Ilmu Pengetahuan. Sebuah Tinjauan Filsafat. Yokyakarta. Kanisius. 6. Bertens, K. 1988. Ringkasan sejarah Filsafat. Yokyakarta. Kanisius. 7. Mundari. 2005. Logika. Jakarta. RadjaGrafindo Persada. 8. Alex Lanur OFM. 1983 Logika: Selayang Pandang. Yokyakarta. Kanisius. 9. Endang Daruni Asdi. 1978. Sejarah Filsafat Barat Abad Pertengahan. Yokyakarta. Yayasan pembina Fakultas Filsafat UGM. 10. Jujun S. Suriasumantri. 1986. Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik. Jakarta. Gramedia. 11. Lasiyo dan Yuwono. 1985. Pengantar Ilmu Filsafat. Yokyakarta. Liberty. 12. Lorens Bagus. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta. Gramedia 13. Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat: Suatu pengantar. Jakarta. Bina Aksara. 104