Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 17-19 PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DAN KAITANNYA DENGAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS Dessy Herita1), Armiati2), dan Nilawasti3) 1) FMIPA UNP, email: dessy.herita @yahoo.co.id Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP 2,3) Abstract The purpose of this research is to observe and compare student’s mathematical reasoning abilitywhich implemented CTL approach with the student that taught in conventional way in grade VIII SMP Negeri 12 Padang. Research instruments that used are student’s essay test. Based on the data analysis obtained that student’s mathematical reasoning that implemented CTL is better than the student that taught in conventional way and it has positive influence for student’s mathematical reasoning development. Keywords: Contextual Teaching and Learning, Mathematical Reasoning PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Matematika berupaya mempersiapkan siswa agar dapat bersaing dengan menggunakan pola pikir yang kreatif, inovatif dan imajinatif. Sejalan dengan itu matematika disebut juga sebagai ratu ilmu.Jadi jelas matematika sangatlah penting dalam kehidupan terutama dalam berbagai bidang ilmu, karena matematika membantu ilmu-ilmu lain dalam operasional kerja yang di lakukan. Contoh saja dalam bidang biologi, meteorologi, asuransi, operasi-operasi bisnis, dan berbagai bidang eksperimen lainnya tidak akan pernah terlepas dari matematika. Tujuan pembelajaran matematika adalah membekali siswa untuk mampu memahami konsep metematika, menggunakan penalaran yang baik, mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol matematika, mampu memecahkan masalah matematika serta mempunyai sikap menghargai kegunaan matematika. Selanjutnya siswa dikatakan mahir matematika jika siswa mampu untuk mencapai kelima tujuan pembelajaran matematika tersebut (Sri, 2010 : 19). Salah satu tujuan pembelajaran tersebut adalah siswa menggunakan penalaran dan guru hendaknya mampu membimbing siswa untuk bisa mengembangkan kemampuan penalaran baik dalam proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran. Jika siswa mampu menggunakan penalarannya dengan baik maka siswa dapat memanfaatkannya baik untuk bersaing dalam bidang ilmu maupun dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, jika siswa mampu mengoptimalkan penalarannya dalam bidang ilmu, siswa dapat memanfaatkan penalarannya secara maksimal dalam suatu olimpiade karena biasanya soalsoal yang terkandung dalam olimpiade merupakan soalsoal penalaran. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari siswa dapat mengambil keputusan dalam suatu permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan penalarannya. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 15 September sampai 23 September 2013 di SMP Negeri 12 Padang, ditemukan bahwa ketika proses pembelajaran sebagian besar siswa memperhatikan materi yang disampaikan guru, tanpa ada umpan balik dari siswa. Dalam proses pembelajaran siswa mengalami kesulitan dalam menyampaikan hasil pekerjaannya kepada guru dan temannya. Terlihat juga guru belum mengikutsertakan siswa dalam berpikir dan mengkomunikasikan ide-idenya, sehingga siswa kurang terlatih dalam mengembangkan ide-idenya. Guru hanya menyampaikan materi, memberi contoh soal dan pada akhirnya guru memberikan latihan pada siswa. Hal ini menggambarkan bahwa proses pembelajaran belum berpusat pada siswa. Sebagian besar siswa tidak terbiasa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sebelum menyelesaikan soal. Siswa juga sering salah dalam menafsirkan maksud dari soal tersebut sehingga belum mampu menyajikan solusi dari permasalahan matematika secara rinci dan benar.Siswa juga cendrung menghapal rumus dan langkah-langkah pengerjaan soal tanpa melibatkan daya nalar yang optimal. Pada saat guru memberikan latihan, seringkali soalsoal latihan mirip dengan contoh yaitu soal-soal yang berisikan tentang pemahaman konsep siswa. Akibatnya ketika guru memberikan soal-soal yang membutuhkan penalaran yang agak berbeda dengan soal rutin, maka siswa akan kebingungan dalam menyelesaikannya.Siswa belum dibiasakan menggunakan dan menggembangkan penalaran yang dimilikinya. 17 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 17-19 Siswa juga masih ragu–ragu dalam menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Hal ini terlihat ketika siswa disuruh menyatakan fungsi dengan diagram panah, cartesius, dan himpunan pasangan berurutan siswa mengalami kesulitan. Sebagian besar siswa juga mengalami kesulitan ketika disuruh membaca diagram panah, diagram cartesius, dan himpunan pasangan berurutan, mereka belum bisa menganalisa informasi dari masalah yang diberikan. Berdasarkan kenyataan ini, maka dapat diketahui bahwa tingkat kemampuan penalaran matematis siswa masih relatif rendah. Berbagai masalah yang diungkapkan di atas diduga berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Hal ini terlihat ketika siswa mengerjakan soal ulangan, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang di berikan.Soal UH 1 ini memuat kemampuan penalaran matematis.Contoh soal yang diberikan seperti berikut ini. Suatu relasi dua himpunan dinyatakan dengan {(1,a), (2,b), (1,c), (3,c), (4,d)}, apakah relasi di atas menyatakan fungsi atau bukan? Berikan penjelasanmu! Setelah dikoreksi jawaban siswa, sebagian besar siswa hanya menjawab hubungan di atas bukan fungsi.Mereka belum bisa menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Menurut [1] penalaran adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan.Sementara dengan masalah yang dihadapi siswatersebut terus dibiarkan maka siswa akan semakin kurang mampu bernalarsecara matematis.Oleh karena itu dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang daya nalar siswa melalui masalah yang ada di sekitar siswa.Pendekatan yang memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk berpikir mengajukan dugaan melalui masalah kontekstual, melihat pola melalui pemodelan dan menarik kesimpulan dari pernyataan matematika.Pembelajaran ini juga diharapkan dapat menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan serta mampu menganalisa ide atau gagasan matematikanya. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu melalui penerapan pendekatan kontekstual. Menurut [3] pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia nyata kehidupan siswa.Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih banyak melibatkan siswa.Siswa sendiri yang aktif untuk menemukan konsep yang sedang dipelajari.Siswa dibimbing untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang telah didapat sebelumnya. Dengan demikian diperkirakan kemampuan penalaran siswa dengan menggunakan pendekatan kontekstualakan dapat terasah karena siswa mengalami sendiri dan membangun sendiri konsep-konsep dalam matematika. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen.Rancangan penelitian yang digunakan adalah Static Group Design.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Padang.Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Random Sampling untuk menententukan kelas eksperimen dan kelas kontrol.Setelah melakukan beberapa prosedur dalam penarikan sampel maka terpilihlah kelas VIII4 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII5 sebagai kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pendekatan kontekstual dan pendekatan konvensional dan variabel terikat yaitukemampuan penalaran matematis setelah penerapan pendekatan konstektual dan konvensional. Prosedur penelitian yang digunakan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar.Tes hasil belajar yang diberikan berupa soal essay dengan soal tes memuat kemampuan penalaran matematis. Menurut [2] ”Rubrik analitik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan”. Dengan menggunakan rubrik ini dapat dianalisa kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada kriteria yang mana. Jadi kita dapat mengetahui di indikator penalaran yang mana siswa yang banyak rendah, sehingga dapat dijadikan evaluasi bagi guru. Rubrik penskoran dapat menilai penyelesaian soal penalaran yang dikerjakan siswa. Skala 1 dapat dianggap unjuk kerja yang tidak memuaskan, skala 2 dianggap kurang memuaskan, skala 3 dianggap memuaskan, dan skala 4 dianggap unjuk kerja yang sangat memuaskan [3]. Dari hasil penilaian jawaban siswa akan dianalisa untuk menguji hipotesis penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan penalaran matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Padang yang diajar dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hipotesis penelitian di uji dengan menggunakan uji t [4]. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak. HASIL DAN PEMBAHASAN Tes akhir yang diberikan terdiri dari lima soal essay, tes ini dilakukan untuk menilai kemampuan penalaran matematis siswa. Berdasarkan hasil perhitungan nilai ratarata kelas eksperimen lebih tinggi dari nilai rata-rata kelas kontrol. Nilai rata-rata kelas eksperimen yaitu 83,9 dan nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 76,4. Dilihat dari KKM yang ditetapkan sekolah (KKM = 80), 18 orang siswa kelas eksperimen nilainya sudah berada di atas KKM dengan persentase ketuntasan 58,06%, sedangkan pada kelas kontrol 11 orang yang nilainya di atas KKM dengan persentase ketuntasan 34,37%. Data ini menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada tingkat ketuntasan belajar kelas kontrol. 18 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 17-19 Standar deviasi dari kelas eksperimen lebih rendah dibandingkan dengan kelas kontrol, yaitu 10,05 dan 13,81. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pada kelas eksperimen lebih seragam. Skor tertinggi dari kelas eksperimen adalah 100,0 dan skor terendah dari kelas eksperimen adalah 60,7, dan skor tertinggi yang dimiliki kelas kontrol juga 100,0 sedangkan skor terendah kelas kontrol adalah 46,4. Indikator kemampuan penalaran yang umum digunakan dalam tes adalah menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi, kemampuan melakukan manipulasi matematika, dan kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan. Dari hasil yang diperoleh siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat memenuhi indikator-indikator tersebut dengan cukup baik. Siswa sudah mampu menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi,kemampuan melakukan manipulasi matematika, dan kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan. Berikut ini deskripsi dari indikator kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen selama penelitian berlangsung. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Soal untuk indikator menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi Pada liburan Idul Fitri, penjual kue memberikan diskon besar-besaran.Diantaranya kue kukus dan kue tar.Daftar harga kue tersebut seperti berikut: Rp 60.000,00 Rp 56.000,00 Tentukan harga satu kue kukus dan satu kue tar tersebut! Penyelesaian siswa dapat dilihat pada Gambar 1: Gambar 1 : Jawaban Siswa untuk Indikatormenemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi Pada Gambar 1 terlihat siswa membuat model yang awalnya merupakan situasi yang akrab dengan siswa, dari jawaban siswa terlihat bahwa siswa telah meggunakan ide-idemetode eliminasi dan substitusi. Dengan suatu proses generalisasi, model tersebut akhirnya menjadi suatu model sesuai penalaran matematis. Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan Dari hasil analisis jawaban siswa untuk indikator kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan terlihat bahwa siswa sudah mampu menarik kesimpulan dari pernyataan. Siswa memulai dengan memodelkan masingmasing variabel, dandiakhir jawaban siswa menarik kesimpulan Melakukan manipulasi matematika Dari hasil analisis jawabn siswa untuk indikator melakukan manipulasi matematika terlihat siswa mampu menganalisa informasi yang diberikan, siswa membuat manipulasi untuk model matematika penyelesaian soal. Kemampuan penalaran matematis siswa didukung dengan adanya presentasi dalam komponen pendekatan kontekstual. Setiap komponen pendekatan kontekstual menekankan agar siswa menyampaikan daya nalar yang didapatnya serta yang ia pahami dengan memberikan penjelasan. Dengan adanya proses ini siswa dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematisnya. Pada komponen masyarakat belajar siswa diminta untuk mempresentasikan proses berpikirnya kepada teman-temannya dan siswa lainnya diminta untuk menanggapi hasil kerja tersebut. Setelah itu, guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan. Jadi komponen pendekatan kontekstual menekankan agar siswa menyampaikan daya nalar yang didapatnya serta yang ia pahami dengan memberikan penjelasan.Dengan adanya proses ini siswa dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematisnya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwakemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan beberapa hal antara lain : Diharapkan kepada guru matematika untuk menggunakan pendekatan kontekstual pada materi pelajaran selain persamaan linier dua variabel dalam pembelajaran di kelas. Bagi peneliti lain yang tertarik, juga diharapkan dapat meneliti kemampuan pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah secara lebih mendalam. DAFTAR PUSTAKA [1] Depdiknas. (2004). Penalaran, Pemecahan Masa lah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPG Matematika. [2] Iryanti, Puji. 2004. Penilaian Unjuk Kerja. Yogya karta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika. [3] Muslich, Masnur. 2011. KTSP Pembelajaran Berba sis Kompetensi dan Kontekstual. Malang : Bumi Aksara [4] Sudjana. 2002. Metode Statistika (Edisi Keenam). Bandung: Tarsito. 19