ISSN . 2085·0905 Penanggung Jawab Ketua Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Syiah Kuala Dewan Editor Prof. Johan Silas Dr. Ir. I. Gusti Ngurah Antaryama Ir. Mirza Irwansyah, MBA, MLA, ·Ph.D Ir. Izziah, M.Se, Ph.D Dr. Safwan, ST, M.Eng Ir. Elysa Wulandari, MT Sylvia Agustina, ST,MUp , Raut adalah wacana bagi mahasiswa, staf Pengajar dan segenap masyarakat arsitektur untuk bertukar pandangan tentang Arsitektur dan Iingkungan, perkotaan dan Permukiman dan hal lain yang berkaitan dengannya. Raut akan mempertimbangkan untuk memuat naskah, yang merupakan tulisan yang terorganisisasi dangan baik, jelas terbaca, menarik, koheren, mempunyai nilai argumentasi intelektual dan memiliki cirri yang akurat, yang akan diterbitkan pada bulan Maret, Juli dan November Redakal Pelaksana Husnus Sawab, ST, MT Masdar Djamaluddin, ST Erna Mutia, ST, MT Hilda Mufiati, ST, M.Benv Cut Dewi, ST,MT, MSc Zulfikar Taqiuddin, S.Sn Alamat Redakai Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala JI. Tgk Syeh Abdurrauf NO.7 Darussalam-Banda Aceh Email: [email protected] Disain Kreatif; Masdar-Zulfikar Naskah diserahkan dalam bentuk hasil cetakan (print out) dan CD (file), dengan ketentuan penulisan sebagai berikut : • Nask~h harus asli yang berupa hasil penelitian atau studi Iiteratur yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. • Naskah bisa ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan dilengkapi Abstrak dalam bahasa Indonesia atau Inggrl5 termasuk kata kuncl dengan jumlah halaman berkisar antara 8 sid 10 halaman pada kertas A4. • Mencantumkan sumber dari sernua gambar, tabel, skema atau pemikiran yang bukan merupakan hasil karya penulis. • Kutipan pada naskah, baik dalam tulisan, tabel atau gambar ditulis : .... (5antosa, 1997) • Daftar pustaka ditulis dan diurutkan berdasarkan abjad dari nama pengarang dengan contoh sebagai berikut: Ruang Budiharjo, Eko.(1997). Perlrotaan. Bandung:Alumni. Hall, Edward T. (1966). Hidden Dimension. New York:Doubleday • Kata-kata atau istilah asing ditulis dengan rata Raut Jurnal Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Volume 1 NO.1 Januari 2012 Copyright to Raut all individual authors Terbit tiga kali setahun ISSN 2085-0905 hUruf miring. , RaUT Edisi I, - Vol. I, Januari - April 2012 Jurnal Arsitektur Edisi 1, Vol. 1, [anuari - April 2012 Diterbitkan oleh Lab. Desain dan Model Arsitektur Jurusan Arsitektur FT Unsyiah Darussalam - Banda Aceh 1 Ra UT Edisi I, Vol. I, Januari - April 2012 RaUT Jurnal Raut edisi perdana di tahun 2012 kembali terbit dengan beberapa artikel yang berasal d'l,{i berbagai metode penelitian. Tidak dapat dipungkiri memang bahwa penulis kali ini berasal dari institusi yang sarna yaitu Jurusan Arsitektur fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Hal ini bukan berarti menutup kemungkinan bagi penulis dari luar untuk menulis karya ilmiah di jumal ini. Oleh karena itu dengan harapan yang besar, kami harapkan untuk terbitan selanjutnya ada penulis dari instansi lain yang bersedia mengirim artike1 penelitiannya maupun pemikiran di bidang arsitektur. Bagi penulis yang terlibat pada terbitan ini, redaksi mengucapkan terimakasih dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. REDaKSi • RClUT Edisil, VO!.I, Januari-April2012 RaUT Jurnal , DatTaR lSi Redaksi Dari Redaksi Daftar lsi EVALUASI DESAIN PEMBAY ANGAN DALAM MENGURANGI RADIASI PANAS MATAHARI KE DALAM RUANG Husnus Sawab PEDOMAN PENATAAN REKLAME PADA BANGUNAN Studi Kasus Koridor Kertajaya Surabaya Halis Agussaini PERAN DESAIN VENTILASI DALAM MEMODIFIKASI KEBERADAAN ANGIN 1- 9 10 - 20 21 - 29 Nizarli REVITALISAT10N AND REBUILDING PLACE: A Preliminary Study Of Langsa City - Aceh Indonesia Evalina Z PERANAN MATEMATIKA TERHADAP PERKEMBANGAN DESAIN ARSITEKTUR Burhan Nasution SADAR LINGKUNGAN DALAM PERENCANAAN BANGUNAN (SEBUAH TINJAUAN TEMA) Muftiadi AKSESIBILITAS (Kajian Mengenai Syarat dan Penerapan Standar) Zainuddin dan Teuku Ivan .30 - 38 39 - 44 ,45 - 51 52 - 63 HUSllUS Sawab - E":'lLUA5)'!DE,)~LJlN PEiHBAYANGAN DALAM ... EVALUASI DESAIN PEMBAYANGAN DALAM MENGURANGI RADIASI PANAS MATAHARI KE DALAM RUANG Husnus Sawab [email protected] Staf Pengajar Jurusan Arsitektur FT Unsyiah , ABSTRAK Arsitektur tropis mempunyai ciri yang beragam dalam beradaptasi pada iklim. Salah satunya adalah permainan gelap terang yang menghasilkan pembayangan pada bangunan. Penggunaan kanopi pada elemen bukaan juga termasuk ke dalam hal tersebut di atas. Oleh karena itu penelitian ini melihat peran desain pembayangan pada sebuah bukaan dalam mengantisipasi radiasi panas matahari ke dalam ruang sebuah hun ian. Metode yang dilakukan mengamati kondisi termaI ruang yang sarna dengan dan tanpa menggunakan pembayangan selama 7 hari pada 3 waktu, yaitu pagi, siang dan sore hari. Data kondisi termal bukaan tanpa pembayangan merupakan data yang diambil pada penelitian terdahulu dan sudah pernah dipubl ikasikan tahun 20 II. Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan pembayangan bukaan pada objek kaji tidak mempunyai pengaruh dalam menurunkan kondisi termal kedalam keadaan yang lebih nyaman dan cenderung semakin meningkatkan kondisi T in. Hasil pengukuran temperatur rata-rata Tout 26,3 °C, T in tanpa pembayangan 27,9 °C, sedangkan T in Pembayangan adalah sebesar 28°C. Kata Kunci: pembayangan, temperatur, radiasi matahari PENDAHULUAN Lingkungan fisik merupakan lingkungan yang spesifik menandai suatu wilayahgeografis. Hal ini adalah iklim yang berinteraksi dengan bentukan yang ada dipennukaan bumi. Lingkungan tropis ditandai dengan keterkaitan antara elemen iklim yang sangat unik, khususnya suhu udara, kelernbaban relatif dan kecepatan angin yang ada (Santosa, 2003). Hayati (2006), menambahkan bahwa iklim tropis lembab seperti Indonesia merupakan suatu kondisi iklim yang sulit untuk menerapkan ventilasi alami sebagai pemberi kenyamanan termal bagi penghuni. Hal ini disebabkan temperatur dan kelernbaban serta radiasi matahari yang tinggi, sedangkan keberadaan angin tidak cukup, menyebabkan rasa gerah yang sangat mengganggu penghuni sebuah bangunan. Bangunan sebagai filter bagi penghuninya harus didesain sedemikian rupa untuk menghadapi kondisi lingkungan seperti yang tersebut di atas. Arsitektur tradisonal yang ada di Indonesia contohnya. Bangunan (arsitektur) ini sudah teruji dalam menghadapi kondisi lingkungan, seperti radiasi panas yang tinggi; membuat atap yang tebal dan Raul Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 HWinUJ Sawab - EVALUASf DESAJiVPEMBAYANGAN DALAAI... besar (yang lebih dikenal dengan sebutan arsitektur atap), mengatur posisi bangunan terhadap orientasi matahari. Dalam menghadapi kelembaban; salah satunya adalah bangunan dibuat berbentuk panggung dan bercelah pada dinding dan lantai, sehingga dengan kondisi ini pergantian angin selalu terjadi dan sinar matahari dapat mencapai lebih jauh ke dalam ruangan. Penjelasan secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut ini. , '<';~r ~ v-, 4. :jrr,,",)p' ,-~,{" Gambar I: Prinsip Dasar Bangunan di Daerah Tropis Lembab Sumber: Santosa (1988) Sehubungan dengan perkembangan budaya dan cara mengedepankan efisiensi, arsitektur tradisional mulai ditinggalkan. dengan munculnya beragam desain pada hunian modem. hidup yang Dapat dilihat Sebagaian besar masih mengadopsi ciri dan pemecahan masalah kondisi iklim, seperti arsitektur tradisional yang menerapkan pembayangan dalam mengantisipasi sinarl radiasi panas matahari. Hal yang sarna juga dilakukan pada objek teliti penelitian kali desain awal tidak menggunakan pembayangan pada bukaan (jendela). im, Pada Sehingga radiasi panas matahari sangat mengganggu yang menyebabkan kondisi termal ruang ini tidak nyaman untuk didiami (Sawab, 2011). Berdasarkan hal tersebut, maka muncullah ide penelitian ini untuk menjawab permasalahan penggunaan pembayangan, dengan membandingkan dua desain bukaan yang menggunakan dan tidak menggunakan pembayangan. 2 Raul Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 2012 • Humus Sawab -EVALUASJ DE,\~'llN PE'MBAL1NGAN DALAM ... KAJIAN PUSTAKA Pembayangan Shading device (selanjutnya disebut pembayangan) adalah pengontrol efek panas dengan cara pematahan laju panas ke dalam bangunan. Koenigberger (1973), menyebutkan bahwa pembayangan adalah sebuah usaha untuk menghindari masuknya cahaya matahari dari luar yang menyilaukan yang masuk melalui sebuah bukaan. Evan (1980) menyebutkan bahwa pembayangan ada 3 bentuk yaitu.horizohtal, vertikal dan penggabungan keduanya (egg - crate), dengan catatan pemilihan macam bentuk pembayangan tergantung kepada karakteristik cahaya matahari dan posisi bukaan. Qadri (2007) menyebutkan bahwa umumnya pembayangan arah horizontal merupakan sistem pembayangan yang sesuai untuk daerah dengan posisi matahari yang selalu tinggi, terutama untuk sisi timur dan barat. Untuk mengurangi sudut matahari, pembayangan harus memenuhi syarat pandangan keluar. Sedangkan pada sisi utara dan selatan, penggunaan pembayangan arah horizontal dapat dikurangi, selanjutnya dapat ditambahkan dengan pembayangan arah vertikal atau model egg ­ crate. Orientasi dan bentuk jendela menentukan desain detail dari pembayangan dan dapat membayangi secara menyeluruh dari bujur vertikal dan horizontal pada proporsi yang berbeda. Bukaan tanpa pembayangan objek kasus Gambar 2: Desain bukaan tanpa menggunakan pembayangan Sumber: Sawab (2011) Raut Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 2012 3 Husnus Sawab - EVALlJASl DESAIN PEA1BAYANGANDALAM.... Objek kasus adalah ruang tidur yang ada pada sebuah hunian. Ruang ini diapit oleh ruang tamu dan ruang kerja, dengan orientasi menghadap ke atah Barat (mengenai langsung radiasi panas pada pukul 12 siang hingga sore menjelang malam). Material bangunan untuk dinding adalah bata plesteran di kedua sisinya. Bagian Barat terdapat dua buah jendela dan 3 jendela kecil di atasnya. Bagian Timur (sisi dalam) terdapat 1 pintu dan 3 jendela monyet (saling berhadapan). Lingkungan luar sisi Barat terdapat halaman dengan lebar 7 meter yang dilanjuti dengan jalan ... aspal selebar 6 meter. Sedangkan sisi Timur dibatasi dengan ruang keluarga. Secara rinci dapat dilihat pada gambar di atas dan berikut ini. Gambar 3: Posisi Bukaan terhadap Ruang Luar Sumber: Sawab (20 I I) Desain pembayangan objek kasus Gambar 4: Desain Bukaan Setelah Penambahan Pembayangan Vertikal dan Horizontal 4 Raul Edisi I Vol. l, Januari - April 2012 HU.WlusSawab-EJ,ALUAS! DESAIN PEMBAYANGAN DALAM ... Pada gambar 4 di atas, memperlihatkan desain pembayangan yang mengelilingi bukaan dengan lebar 0,50 meter dan semakin keeil pada sisi bawah dengan ukuran 0,20 m. Sisi samping mengikuti ukuran atas dan bawah. Jarak dari kusen bukaan adalah 0,10 em. Sedangkan gambar di bawah ini memperlihatkan kondisi setelah pembangunan yang merinei posisi bukaan yang terbayangi terhadap ruang luar. - Gambar 5: Posisi Bukaan terhadap ruang Luar Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang berjudul Ventilation Designs in the Presense of Wind and the Impact of Dwellwer 's Thermal Perception dan sudah dipublikasikan pada prosiding ICRP tahun 2011. Tujuan penelitian lanjutan ini adalah melihat dampak desain pembayangan pada bukaan terhadap kondisi termal ruang. Pada penelitian lanjutan yang dilaksanakan kali ini, sebagian data kondisi terrnal ruang menggunakan data awal dan selanjutnya membandingkan dengan kondisi termal terbaru (hasil amatan saat ini). Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mengukur kondisi termal ruang hunian yang tidak menggunakan pembayangan dan (setelah menunggu beberapa waktu pembuatan pembayangan dilakukan pada objek bukaan yang sarna selesai dikerjakan) yang menggunakan pembayangan. Pengukuran kedua jenis objek tersebut dilakukan selama 7 (tujuh) hari pada; pagi, siang dan sore hari, dengan Raul Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 5 • Husnus Sawab - EVALUASI DES'AIN PEMlJAYANGAN DALAM.... menggunakan Digital Instrument. Hasil kedua kondisi tennal terse but akan dibandingkan untuk mengetahui apakah desain pembayangan yang dilakukan berpengaruh terhadap penurunan kondisi tennal ruang hunian atau malah sebaliknya. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Termal Ruang Hasil pengukuran seperti terlihat pada gambar berikut ini, menunjukkan seperti pada umumnya, kondisi termal indoor (f in) lebih tinggi dari outdoor (T out) yang disebabkan berbagai hal, salah satunya adalah penggunaan material bangunan. Bangunan menggunakan material batamerah yang diplester pada kedua sisinya. Seperti diketahui bahwa material ini mempunyai daya serap dan rambatan panas yang lama, Posisi ruang yang dijadikan objek kaji berhadapan langsung dengan orientasi (garis edar matahari, Timur - Barat), tanpa ada penghalang yang bisa mereduksi radiasi panas matahari. Pagi hari ruang ini menerima radiasi panas dari pukul 12 siang hari sampai pukul 18 sore hari. Waktu-waktu ini merupakan kondisi yang tidak nyaman, karena radiasi matahari sangat tinggi setiap harinya. Adapun hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel J: Hasil Pengamatan Kondisi Temperatur (T out dan T in pada Ventilasi Tanpa dan Memakai Pembayanagan) P AG I No. Data Tout 24 24 2 ..... ..... 23,2 ............ ....... ., .................. ?~!~...... 23,9 24 3 ............ ................. 23 ........................ .. ................... 24 24 ............. ...4 ............ ... 23,4 24 22 .... :.............................. 23 5 " 22 ......... 6 ............. ................ .... ................ 19,5 7 Rata-rata 6 22,3 G S 0 RE T in Tanpa I Pembygn Pembygn 23 24 ............ :................. 1 S IA N T in T out T in Tanpa Pembygn Pembygn 29 32 31,4 28,8 31 31 29 31 31 29 30,7 31 Tout 27,5 27 ................ ! Tanpa Pembygn Pembygn, 29 29 29,1 29 29,3 31 32,1 23,4 23,8 30 32 32 28,9 28 ................................. 29 . ...... ................ 28,5 27 28 ...... :............................. 26,9 29 J?8,7 26 28,8 29 22 23 30,1 32,3 32 28,6 29 29 23,5 23,8 29,3 31,4 31,5 27,3 28,9 28,8 : Raut Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 :' Hu.H1US Sawab - EHLUASI D/:'SA1N PEJII13A J'ANGAN DALAM ... Tabel di atas memperlihatkan hasil pengukuran T out dan T in yang dilakukan selama 7 (tujuh) hari dalam 3 waktu pengambilan data setiap harinya Rentang waktu pengambilan data antara ventilasi yang tidak menggunakan pembayangan dan yang menggunakan pembayangan adalah 8 (delapan) hari (menunggu selesai pembuatan pembayangan dari bahan beton). Seperti pada umumnya dalam kondisi termal tropis lembab, tempertur ruang luar selalu lebih rendah dari temperatur dalam ruang. Demikian juga halnya dengan hasil pengamatsn pada objek teliti. Kondisi rata-rata tempertur ruang luar pada pagi hari adalah 22,3 °c siang hari sebesar 29,3 °c dan pada sore hari menjelang matahari terbenam. mulai menurun hingga 27,3 °c Kelembaban relatif pada saat pengukuran dilakukan berkisar antara 66 - 83 % dengan kecepatan angin yang sangat rendah yaitu sebesar 0,4 m/det. Sedangkan perbedaan rata-rata kondisi temperatur ruang yang tidak dengan yang menggunakan pembayangan adalah 0,3 K pada pagi hari dan 0,1 K pada siang hari serta sore hari. Untuk lebih rincinya, hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 4 berikut in!. -_._-~ 33 32 T E M I' E R .\ T I R SIA N G Tout ___ SiA N G Tin Tanps Pembayangal - > - S! AN G 31 30 29 28 Tin Pelnbayan.gar, SO R. E Tout SO R E' Tin Tarpa Pembavansan SO R. E Tin Pemba,'angan 27 26 25 24 23 22 ,, 21 20 --·-·PAGI Tout , ' .. - I I I - P A G I Tin Tanpa Pembavangan _.0- P A G I T in Pembayangan 19 1 2 3 4 5 6 7 Gambar 6: Kondisi Temperatur (T out dan Tin) Ruang yang diukur selama 7 hari dalam 3 waktu Raut Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 20/2 7 Husnus Sawab - EVALUASI DESAIN PEMBAYANGAIV DALAM. ... Garnbar grafik tersebut memperlihatkan, pada pagi hari profil kondisi ternperatur yang terjadi rnernperlihatkan T out dan T in tidak dalarn kondisi yang saling bersinggungan. Tout selalu dalarn kondisi di bawah T in tapi rnasih dalarn bentuk yang sarna, dengan rata-rata perbedaan 1,2 K. Sedangkan kondisi T in ventilasi tanpa dan dengan pernbayangan pada awal-awalnya rnernpunyai profil yang sarna tapi lama kelarnaan kondisi T in tanpa pernbayangan jauh lebih baik. Perbedaan keseluruhan kondisi ternperatur dipagi hari adalah 0,5 K. Siang hari yang rnerupakan kondisi puncak setiap harinya, kondisi tertinggi terjadi pada hari terakhir pengukuran yaitu sebesar 30,1 "c. Darnpak dari tingginya kondisi ternperatur luar (T out) tersebut berpengaruh kepada Tin, akibat rarnbatan radiasi panas yang diterirna oleh dinding ruang. Keberadaan angin yang dibutuhkan untuk rnenhapus rarnbatan radiasi panas tersebut tidak bisa diharapkan karen a kecepatan angin yang ada hanya 0,1 rn/det, dibutuhkan kecepatan angin yang lebih besar untuk dapat terjadinya evaporasi radiasi panas sehingga berpengaruh terhadap kondisi Tin. Profil ternperatur T in tanpa dan pernbayangan di siang hari adalah pada awalnya kondisi T in pernbayangan lebih baik dengan perbedaan 0,6 K, selanjutnya kedua kondisi T in terlihat sarna tapi rnendekati akhir pengukuran kondisi T in pernbayangan secara urnurn jadi lebih baik. Adapun perbedaan T in yang terjadi adalah sebesar 0,1 K. Ketika sore hari rnenjelang rnatahari terbenarn, kondisi Tout rnulai rnerarnbat turun rnencapai 28,6 °c dengan rata-rata pengukuran 27,3 0c. Dernikianjuga dengan T in ke 2 jenis bukaan, bukaan tanpa pernbayangan sedikitrnendorninasi sebesar 0,1 K. Profil kondisi T in pada awal dan akhir terlihat cenderung sarna, hanya pada pengarnatan ke 4 terjadi penurunan yang signifikan pada T in pernbayangan. Salah satunya disebabkan rneningkatnya kecepatan angin pada hari pengukuran rata-rata sebesar 1,4 m/det. 8 Raul Edisi 1 Vol. I, Januari - April 2012 ~ Husnus Sawab - E~ALUASI DE)'A1N PEMBA L4NGAN DALAM ... KESIMPULAN Dampak desain pembayangan bukaan pada objek kaji ternyata mempunyai pengaruh yang sangat kecil, apalagi kalau dirata-ratakan desain pembayangan bukaan tersebut tidak mempunyai arti sarna sekali, malah semakin meningkatkan T in ruang sebesar 0, I K, dengan keberadaan angin yang diharapkan untuk dapat mengevaporasi radiasi panas di kulit bangunan tidak terjadi, yaitu hanya sebesar 0,1 m/det. Hasil pengukuran temperatur rata-rata Tout 26,3 DC, T in tanpa pembayangan 27,9 DC, sedangkan T in Pembayangan adalah sebesar 28 DC. Oleh karena itu diperlukan redesain pembayangan pada bukaan objek kaji ataupun alternatif desain pada elemen dinding sehingga bisa menahan radiasi panas yang berdampak meningkatkan kondisi termal ruang. DAFTAR PUSTAKA Evans, Martin (1980), Housing, Climate and Comfort, The Architectural, Press, London. Hayati, Arina (2006), Increasing The Effectiveness Of Jalousie Window In Promoting Natural Ventilation In Tropical Houses, Journal of Architecture & Environment, Department of Architecture ITS, Surabaya. Koenigsberger O.H., Ingersoll T.G., Mayhew, Alan. Szokolay S.V (1973), Manual of Tropical Housing and Building, Longman, London. Qadri, Laila, et. al (2007), Laporan Penelitian; Pembayangan dengan Teritisan dalam Perannya Mengurangi Efek Panas Masuk ke Bangunan (Kasus Bangunan Pertokoan di Banda Aceh), Lemlit Unsyiah, Darussalam Banda Aceh. Santosa, Mas (2003), Totalitas Arsitektur Tropis, Tradisi, Modernitas dan teknologi, Pidato Pengukuhan untuk Jabatan Guru Besar dalam Sains Arsitektur, FTSP ITS Surabaya. Santosa, Mas, dkk (1988), Aspek Kepadatan Dan Bentuk Lingkungan Permukiman Pada Penggunaan Energi Alami, Laboratorium Sains Bangunan Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya. Sawab, Husnus (2011), Ventilation Designs in the Presense of Wind and the Impact of Dwellwer 's Thermal Perception, Prosiding ICRP 2011; Theme: From Culture to Art and Architecture, Lab. Desain dan Model Struktur, Architecture Depart. Unsyiah Darussalam - Banda Aceh. Raut Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 9 Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME... PEDOMAN PENATAAN REKLAME PADA BANGUNAN STUDI KASUS KORIDOR KERT AlAYA SURABAYA Halis Agussaini [email protected] Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Di jalan dan ruang terbuka kota sering dijumpai konflik dari berbagai pesan visual, lampu Jalu Jintas terbaur oleh kerJipan lampu tempat hiburan, pengarah jalan dikacaukan oleh petunjuk lokasi toko, bentuk dan fasade bangunan tertutup oleh bidang reklame. Akibatnya, informasi menjadi sulit dimengerti karena saling tumpang tindih. Ukuran dan kualitas rancangan dari reklame tersebut harus diatur untuk menciptakan kesesuaian, mengurangi pengaruh negatif secara visual dan mengurangi kompetisi antara privat sign untuk kepentingan tertentu dengan public sign untuk kepentingan umum. Aspek pengendalian rekJame meliputi: letak dan ukuran reklame, jarak dan sudut pandang, desain dan kualitas reklame, pemakaian iluminasi dan lokasi pemasangan. Kala kunci: Reklame pada Bangunan, Aspek pengendalian. PENDAHULUAN Pesatnya perkembangan suatu kawasan, khususnya kawasan perdagangan mendorong semakin meningkatnya penggunaan reklame sebagai alat informasi dan promosi. Reklame seringkali merupakan elemen visual yang cukup dominan pada kawasan tersebut. Dari sisi perancangan kota (urban design), ukuran dan kualitas rancangan dari reklame tersebut harus diatur untuk menciptakan kesesuaian, mengurangi pengaruh negatif secara visual dan yang penting adalah mengurangi kompetisi antara privat sign untuk kepentingan tertentu (pemasang iklan) dengan public sign untuk kepentingan umum (rambu lalu lintas, tanda bagi urnurn lainnya). Dari sisi bisnis, reklame memang sangat penting, tetapi suatu kualitas lingkungan fisik yang baik merupakan tanggung jawab bersama. Karena perancangan reklame yang baik akan menambah karakter fasade bangunan bersamaan dengan memeriahkan bentang jalan me1alui informasi mengenai barang dan jasa dari usaha (bisnis). Jalan Kertajaya yang saat ini sedang tumbuh cepat menjadi kawasan perdagangan yang berada pada jalur penghubung utama kawasan pusat kota dengan 10 Raul Edisi J Vol. 1, Januari - April 2012 Balis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME. .. kawasan timur kota meminjukan kecenderungan perkembangan yang tidak teratur, tak terkoordinir, yang ditandai dengan penempatan/pemasangan reklame menurut selera masing-masing tanpa menghiraukan ketertiban dan keharmonisan lingkungannya. TINJAUAN LITERATUR Kata reklame berasal dari bahasa Perancis, yaitu re-clamare yang artinya "meneriakan berulang-ulang". Sundiana dalam Handayani (1992) menjelaskan bahwa reklame adalah salah satu bentuk komunikas] yang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu produk yang ditunjukan kepada khalayak secara serempak agar memperoleh sambutan baik. Reklame mengandung usaha untuk memberikan informasi, membujuk dan meyakinkan. Koridor menurut Spreiregen (1965) adalah ruang untuk pergerakan linear. Jalan adalah linear ruang kota (urban space). Jika tertutup pada kedua sisinya atau mempunyai beberapa elemen dengan karakter yang mempersatukan, seperti pohon­ pohon atau bangunan-bangunan yang serupa. Pengertian yang sama juga diberikan oleh Tange (1971 ), dan Ching (1979). Fungsi koridor dalam kaitannya dengan perancangan kota diungkapkan oleh Lynch (1960) dalam buku The Image Of The City, bahwa path yang istimewa akan menjadi ciri-ciri yang penting dalam serangkaian jalan. Kosentrasi dari suatu penggunaan dan aktivitas yang spesial di sepanjang jalan, akan memberikan kesan tertentu dalam benak pengamat. Aspek Pengendalian Reklame Aspek pengendalian reklame meliputi letak dan ukuran reklame, jarak dan sudut pandang, disain dan kualitas reklame (jenis dan besar huruf, wama dan lain­ lain), pemakaian iluminasi serta integrasi dengan bangunan dan lingkungan adalah sebagai berikut : A. Letak dan ukuran reklame yang baik menurut Handayani (1992). 1) Menempel pada bangunan. Raul Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 11 Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME. .. a) Sejajar bangunan, reklame ini ditujukan bagi pengamat di depan bangunan, prosentase bidang reklame yang dipasang disesuaikan dengan ukuran dan tampak bangunan ( tidak lebih dari 30% luas bidang tampak). b) Tegak lurus banguan, reklame ini ditujukan bagi pejalan kaki dan pengendara bermotor. Reklame yang dipasang tegak lurus tidak menutupi bidang fasade bila diamati dari arah depan serta tidak mengganggu kosentrasi pengendara bermotor. 2) Diatas bangunan, Reklame ini ditujukan untuk petunjuk m~genali lokasi, ukuran reklame hams disesuaikan dengan bangunan dibawahnya, dan harus didukung oleh struktur atap bangunan yang kuat untuk menahan beban struktur tempat bidang reklame. 3) Pada ruang terbuka, Pemasangan reklame ruang terbuka kota berkaitan sekali dengan perijinan yang berlaku pada suatu negara atau kota, karena tergantung kebijaksanaan masing-masing negara atau kota. Reklame ruang terbuka ini tidak termasuk elemen yang akan diteliti dalam penelitian ini. B. Jarak dan sudut pandang. Segala sesuatu yang terlihat oleh pengamat tergantung pada seberapa jauh jarak pandang tersebut ke bangunan yang diamati, dengan sudut pandang sebagai berikut (Spreiregen, 1975) : 1) Sudut 45°, jarak pandang sama dengan tinggi bangunan, ketajaman objek fasade dapat diamati detail. 2) Sudut 30°, perbandingan bidang terlihat dengan jarak pandang seperdua (1: 2), keseluruhan fasade dan detailnya dapat diamati bersamaan. 3) Sudut 18°, perbandingan bidang terlihat dengan jarak pandang sepertiga (1: 3), objek yang diamati mempunyai hubungan dengan benda-benda sekelilingnya. 4) Sudut 14°, perbandingan bidang terlihat dengan jarak pandang seperempat (1: 4), objek cenderung untuk dilihat sebagai tepi (edge) depan dalam pemandangan keseluruhan. 12 Rout Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME... C. Bentuk dan kualitas desain. Meliputi pemilihan variasi berbagai tipologi huruf, ukuran, wama dan konstruksi huruf serta ilustrasi tersebut ke bidang dasamya, jumlah reklame yang dipasang pada bangunan. Ukuran reklame adalah perbandingan luas bidang reklame (tinggi dan lebar) terhadap bidang fasade tempat reklame tersebut dipasang. Bidang fasade adalahperrnukaan bangunan yang menghadap ke jalan dari lantai dasar hingga atapnya. D. Iluminasi. \ Reklame yang Juga dirancang untuk malam hari dapat dilengkapi dengan iluminasi, khususnya untuk restairan dan tempat-tempat hiburan. ANALISIS KAWASAN PENELITIAN Kecenderungan Perkembangan Pengalihan fungsi dari perumahan menjadi kegiatan perdagangan di koridor Kertajaya mendorong para pemilik kaveling untuk meningkatkan nilai ekonomis bangunannya dengan meJakukan berbagai jenis pengembangan fisik bangunan. Pengembangan yang dilakukan lebih mengutamakan kepentingan dan seleranya sendiri-sendiri, tanpa atau kurang memperhatikan keteraturan dan keharrnonisan antar bangunan satu dengan lainnya (Heru Purwadio, 1994). Kondisi ini makin diperparah dengan pembuatan/pemasangan reklame yang semrawut dan "overcrowding" baik yang melekat pada struktur bangunan ataupu pada struktur lainnya. Disamping itu juga banyak reklame-reklame yang menggangu vista dan kurang mempertimbangkan hal kecepatan dan jarak reaksi. Karakter Arsitektural Secara umum karakter arsitektural yang dijumpai di koridor Kertajaya adalah arsitektur "modem". Istilah "modem" dipakai pada bangunan-bangunan dengan bentuk geometris, yang merupakan gaya Bauhaus yang diperkenalkan sekitar tahun 1920-an (awal bentuk arsitektur yang menampilkan karakter kubus, sudut siku-siku, artikulasi fasade yang rasional dan bersih). Raut Edisi 1 Vol. I, Januari - Apri/2012 13 Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME. .. Teknik-teknik versi baru diperkenalkan, yang sebetulnya hanya meyempurnakan prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumnya. Dengan penemuan baru pada bahan bangunan juga dapat dilakukan perubahan-perubahan pada bangunan lama. Fungsi bangunan yang awalnya rumah tinggal berganti menjadi rumah toko (ruko), toko, showroom, kant or dan lain-lain. Jenis dan Letak Reklame Berdasarkan pengamatan di kawasan studi, dari bermacam jenis reklame yang dipasang pada bangunan jenis reklame yang dominan antara lain: 1) Reklame yang menempel sejajar bidang bangu~an (reklame tempel), 2) Reklame yang menempel tegak lurus bidang bangunan (reklame moncol), 3) Reklame neon sign (reklame lampu), 4) Reklame tiang di atas bangunan, dan 5) Reklame tiang di halaman persil bangunan. Reklame yang menempel sejajar bidang bangunan (reklame tempel) hanya dapat dilihat oleh pengamat yang berdiri di seberang bangunan tersebut. Reklame jenis ini terdapat pada semua semua bangunan di Koridor Kertajaya, baik berukuran kecil maupun besar. Berukuran besar banyak dijumpai pada showroom mobil, toko­ toko e1ektronik, toko kamera dan film, yang besarnya hampir menutupi seluruh bidang fasade bangunan. Pemasangan reklame moncol ditujukan bagi pengamat yang bergerak menyusuri bangunan, baik berjalan kaki maupun berkendaraan. Reklame moncol ini banyak dijumpai berukuran besar dan melewati batas trotoar jalan, hal ini dapat mengganggu konsentrasi pengendara kendaraan bermotor. Reklame tiang yang dipasang diatas bangunan cukup signifikan, walaupun tidak sedominan reklame tempe1 atau reklame moncol, tetapi karena ukurannya yang cukup besar menyebabkan kontras dengan lingkungan. Reklame ini dapat terlihat dari jauh dan dapat dikenali dalam suatu bentang kota (urbanscape). Disamping itu penggunaan reklame ini harus didukung oleh struktur atap yang kuat untuk menahan beban struktur tempat bidang reklame, bahkan beberapa literatur (Carr, Cullen, Spreiregen dan Appleyard) menyarankan bahwa reklame berskala besar tidak 14 Raul Edisi I Vol. 1. Januari - April 2012 ------ Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME. .. dipasang di atas bangunan karena dikhawatirkan mengganggu konsentrasi dan keselamatan pengemudi. Selain reklame tiang yang dipasang di atas bangunan, pada wilayah studi juga terdapat reklame tiang yang dipasang pada halaman persil bangunan, terutama bangunan yang mundur terhadap garis sempadan bangunan (GSB). Reklame jenis ini dianjurkan tidak melewati batas halaman persil karena dapat menggangu utilitas kota, seperti kabel tiang listrik atau kabel tiang telpon dan tidak boleh lebih tinggi dari bangunan disampingnya agar tidak tertutupi oleh bidang reklame tersebut. Reklame neon sign (reklame lampu), umumnya digunakan oleh bangunan yang juga berfungsi pada malam hari (seperti : restaurait, toko-toko elektonik, apotik, ATM Bank). Pemasangan reklame jenis ini menambah semaraknya malam hari, tetapi perlu juga diperhatikan ukurannya yang jangan terlalu besar dan lampu yang berkedip karena dapat mengganggu konsentrasi pengemudi kendaraan bermotor. Prosentasi ketertutupan fasade bangunan oleh reklame kategori sedang (31 % - 60 %) cukup banyak, khusunya pada bangunan showroom mobil, toko-toko elektronik, toko kamera dan film). Ketertutupan fasade bangunan oleh reklame kategori baik (0 % - 30 %) umumnya pada bangunan bank dan perkantooran. Ukuran reklame ini harus diatur agar karakter bangunan dan lingkungan tidak tenggelam oleh bidang reklame dan integrasi dengan arsitektur bangunan tercapai. Jarak dan Sudut Pandang Jarak dan sudut pandang dimaksudkan agar tercipta sekuential (serial vision). Serial vision dengan elemen reklame sebagai isi dari alur perjalanan tersebut diarahkan pada pemberian tekanan pada klimak perjalanan dan menciptakan vista pada setiap alur perjalanan yang sesuai dengan karakter lingkungan tersebut (memperkuat citra). Pemasangan rek~ame di kawasan studi umumnya belum memperhatikan jarak dan sudut pandang, sehingga banyak ukuran reklame yang terlalu besar atau terlalu kecil, akibatnya selain mengganggu pemakai jalan karena terlalu kontras atau juga tidak jelas terbaca karena huruf terlalu kecil, disamping itu serial vision yang diharapkan tidak tercipta tetapi malah menimbulkan kesan semraut. Raut Edisi I Vol. I, Januari - April 2012 15 ---, • Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME. .. Bentuk dan Kualitas Desain Reklame Suatu desain reklame yang integratif dengan baik dalam desain fasade jarang ditemui di kawasan studi, umumnya desain reklame dibuat setelah bangunan dihuni, kemudian penghuni yang memasangnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pemasangan papan reklame tersebut umumnya berdasarkan selera pemasangnya saja. Cara pemasangan di bangunan tidak diatur secara khusus oleh pengelola kota dalam kaitannya dengan informasi yang perlu diketahui oleh warga kota. Ada kalanya penggabungan (integrasi) reklame dengan bangunan "baik", artinya ukurannya disesuaikan dengan ukuran dan &'sade bangunan. Lokasi dan posisi reklamepun disesuaikan dengan kemungkinan arah, sudut dan jarak pandang pengamat. Desain reklame yang "baik", yang dirancang menjadi satu kesatuan dengan desain fasade sering dijumpai pada bangunan tunggal, misalnya Holland Bakery dan beberapa bangunan yang sejak awal perancangan sudah diketahui tujuan pemakainanya, atau bangunan lama yang direnovasi sesuai dengan tujuan pemakaiannya, misalnya beberapa bangunan bank. Disamping itu terdapat pula integrasi reklame dengan bangunan "kurang", karena reklame berdiri sendiri tanpa mengindahkan bangunan sebagai bidang dasarnya, bahkan juga dijumpai beberapa reklame yang tidak mempunyai keterkaitan dengan fungsi bangunannya. Misal toko-toko yang menjual alat-alat elektonik dan mobil. Pedoman penataan Dari hasil analisis sebelumnya agar keberadaan reklame-reklame terse but fungsional, tidak membahayakan orang yang lalu lalang disekitarnya, berintegrasi dengan bangunan dan dapat dinikmati oleh pemakai jalan (estetis) serta mengakomodasi kepentingan semua pihak perlu diberikan suatu pedoman (panduan) penataan reklame pada .bangunan di koridor Kertajaya. Luas Bidang Reklame Dalam kaitannya dengan fungsional (tujuan yang ingin dicapai) dan berintegrasi dengan bangunan, bentuk dan luas bidang reklame reklame hams 16 Rout Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME. .. memperhatikan proporsi, yaitu perbandingan tinggi dan lebar reklame dengan tinggi dan lebar bangunan. Prosentase luas bidang reklame yang dipasang sejajar bidang fasade bangunan (reklame tempel) antara 0 % - 30 % luas bidang fasade dapat menjadi pedoman agar komunikasi arsitektural yang menampilkan gaya atau karakter tertentu dapat tetap tampil baik. Reklame tegak lurus bidang fasade bangunan tidak menutupi bidang fasade bila diamati dari arah depan. Penempatan Reklame Berbagai kemungkinan perletakan reklame pada bangunan tetap mengutamakan kejelasan copy (huruf atau angka dalam desain) bila dibaca pada jarak tertentu. Layout copy dalam arah horisontal (reklame tempeI) ditujukan bagi pengamat yang berda di depan atau di seberang bangunan, sedangkan layout copy dalam arah vertikal atau tegak lurus (reklame moncol) ditujukan bagi pejalan kaki dan pengandara kendaraan. Reklame di atas bangunan harus dibatasi penempatannya karena dapat membahayakan keselamatan berlalu lintas. Ruang reklame bagi reklame moncol atau reklame tempel dipertahankan tingginya sampai dengan lantai dua. Dengan demikian garis tampak dapat dipertahankan kontunuitasnya melalui POSlSl reklame walaupun bangunan mengalami perubahan permanen pada arah vertikal (dari lantai dua ke lantai banyak). Dengan membatasi sampai lantai dua, pengemudi tetap dapat melihat dari jarak jauh dan pada jarak dekat dengan tidak perlu mendongak. Reklame bagi pejalan kaki jika digantung di langit-langit atau di atas pintu akan memudahkan pejalan kaki mengenali bangunan. Desain Reklame Selain memperh~tikan aspek keindahan (estetis), desain reklame juga harus memberikan rasa aman dari segi struktumya. Struktur khusus diperlukan bagi reklame permanen, agar dapat terpasang pada bangunan dan juga harus kuat, tidak mudah copot, patah/rubuh, yang dapat membahayakan orang disekitarnya. Bahan yang dipakai sebailnya dari bahan anti karat (galvanized atau stainless steel) dan bidang dasar reklame di pakai lembaran baja (stell deck). Selain itu bentuk Raul Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 17 • Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME. .. reklame dapat pula dibuat huruf-huruf timbul langsung pada bidang bangunan dan atau pada bidang dasar reklame. Khusus untuk reklame lampu (neon sign) yang diperuntukan pada malam hari, desain reklame tidak boleh dipasang yang dapat menimbulkan kesilauan (glare) atau berkedip-kedip yang dapat mengggangu kosentrasi pemakai jalan. KESIMPULAN Pertandaan (signages) dalam lingkungan 'perkotaan merupakan alat komunikasi visual yang cukup penting. Dari sisi perancangan kota (urban design), ukuran dan kualitas rancangan dari pertandaan tersebut harus diatur untuk menciptakan kesesuaian, mengurangi pengaruh negatif secara visual dan yang penting adalah mengurangi kompetisi antara privat sign untuk kepentingan tertentu (pemasang iklan) dengan public sign untuk kepentingan umum (rambu-rambu lalu lintas, tanda bagi umum lainnya). Perancangan reklame yang baik akan menambah karakter fasade bangunan bersamaari dengan memeriahkan bentang jalan melalui informasi mengenai barang dan j asa dari tiap-tiap usaha (bisnis). Aspek pengendalian pertandaan rneliputi letak dan ukuran reklame, jarak dan sudut pandang, disain dan, kualitas reklame (jenis dan besar huruf, wama dan lain­ lain), pernakaian iluminasi. A. Letak dan ukuran reklame 1) Menempel pada bangunan. a) Sejajar bangunan, reklame ini ditujukan bagi pengamat di depan bangunan, prosentase bidang reklame yang dipasang disesuaikan dengan ukuran dan tampak bangunan ( tidak lebih dari 30% luas bidang tampak). b) Tegak lurus banguan, reklame ini ditujukan bagi pejalan kaki dan pengendara bermotor. Reklame yang dipasang tegak lurus tidak menutupi bidang fasade bila diamati dari arah depan serta tidak mengganggu kosentrasi pengendara bermotor. 18 Raut Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME... 2). Diatas bangunan, Reklame ini ditujukan untuk petunjuk mengenali lokasi, ukuran reklame harus disesuaikan dengan bangunan dibawahnya, dan harus didukung oleh struktur atap bangunan yang kuat untuk menahan beban struktur tempat bidang reklame. B. Sudut Pandang Segala sesuatu yang terlihat oleh pengamat tergantung pada seberapa jauh jarak pandang tersebut ke bangunan yang diamati. Susdiit ideal bagi seorang pengamat adalah sudut 30° dimana perbandingan bidang terlihat dengan jarak pandang seperdua (l: 2), keseluruhan fasade dan detailnya dapat diamati bersamaan. C. Bentuk dan kualitas desain Pemilihan variasi berbagai tipologi huruf, ukuran, wama dan konstruksi huruf serta ilustrasi tersebut ke bidang dasamya. Jumlah reklame yang dipasang pada bangunan antara satu hingga lima jenis. D. Bahan dan Konstruksi Bahan yang dipakai sebailnya dari bahan anti karat (galvanized atau stainless steel) dan bidang dasar reklame di pakai lembaran baja (stell deck). Struktur khusus diperlukan bagi reklame permanen, agar dapat terpasang pada bangunan dan juga harus kuat, tidak mudah copot, patah, yang dapat membahayakan orang disekitamya. E. Iluminasi Khusus untuk reklame lampu (neon sign) yang diperuntukan pada malam hari, desain reklame tidak boleh dipasang yang dapat menimbulkan kesilauan (glare) atau berkedip-kedip yang dapat mengggangu kosentrasi pemakai jalan. Raul Edisi I Vol. 1. Januari -Apri/2012 19 Halis Agussaini: PEDOMAN PENATAAN REKLAME. .. DAFTAR PUSTAKA Ching, Francis D. K (1979), Architecture: Form, Space and Order, Van Nostrand Reinhold Company, New York. Handayani, Tri W (1992), Integrasi Reklame Dalam Komunikasi Arsitektural Di Pusat Kota Bandung, Tesis Pasca Sarjana Arsitektur, Program Sarjana ITB, Bandung. Lynch, Kevin (1960), The Image a/City, The Mit Press, London. McCluskey, Jim (1979), Road Form and Townscape, The Architectural Press, London. Peraturan Daerah (Perda) Kotamadya Tingkat II Surabaya No. 15 Tahun 1989. Purwadio, Hem (1994), Studi Penataan Bangunan Ditinjau Dari Perancangan Kota, Studi Kasus Jalan Kertajaya Sura baya, Laporan Penelitian, Lemlit ITS, Surabaya. Shirvani, Hamid (1985), The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company, New York. Spreiregen, Paul D (1965), Urban Design: The Architecture of Towns and Cities, Me Graw Hill Bookk Company, New York. SK Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya No. 1163 jonto 2231 Tahun 1986. Tange, Kenzo (1971), Toward and Urban Design, Architectural Record. 20 Raut Edisi J Vol. 1, Januari - April 2012 Nizarli: PERAN DESAIN VENTILASI DALAM ... PERAN DESAIN VENTILASI DALAM MEMODIFlKASI KEBERADAAN ANGIN Nizarli Nizar73@yahoo. com Dosen Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ABSTRAK Ketidaknyamanan terrnal pada daerah beriklim tropis lembab salah satunya disebabkan oleh tidak tersedianya angin sebagai penghapus keringat ditubuh. Oleh karena itu diperlukan teknik tersendiri dalam menyiasati keberadaan angin dala~ sebuah hunian sehingga proses evaporasi keringat dapat terjadi. Penelitian ini akan melihat peran ventilasi pada sebuah hunian dengan kondisi iklim kota Banda Aceh. Hasil pengukuran memperlihatkan profil kecepatan angin lebih baik jika pintu dan jendela dibuka, terlihat dari meningkatnya kecepatan angin khususnya pada lantai 2, sehingga dibutuhkan volume ventilasi yang lebih besar dari yang sudah ada, dengan posisi yang disesuaikan dengan bukaan (pintu dan jendela) dan arah angin dominan tiap tahunnya. Kata kunci: angin, ventilasi, nyaman termal PENDAHULUAN Konsep perancangan hemat energi sudah sangat dikenal dikalangan masyarakat, dari penggunaan material bangunan hingga pengaruh kehadiran bangunan itu sendiri ke dalam lingkungannya. Secara sederhana konsep ini sudah lama dipraktekkan masyarakat, khususnya dalam penggunaan energi penerangan di malam hari, sehingga pengeluaran (ekonomi) dapat diperkecil. Pemahaman ini sebenarnya tidak salah, sedikit banyak masyarakat sudah melaksanakan dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari dan kalau dilaksanakan secara bersama­ sarna dan dalam waktu yang lama tentu saja berdampak kepada penghematan energi listrik secara global. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan yang berpengaruh kepada perkembangan teknologi, konsep hemat energi ini mulai berkembang. Hal ini dapat dilihat pada pemikiran dalam menghadirkan bangunan, yang pada umumnya merujuk kepada kondisi iklim lingkungan. Lingkungan tropis lembab misalnya, masyarakat pada iklim ini mempunyai cara tersendiri dalam menghemat energi. Dapat dilihat pada bangunan tradisional rumoh Aceh. Agar terhindar dari temperatur yang tinggi, bangunan dibuat dengan bentuk atap yang besar dan lebar sehingga berkesan Raut Edisi 1 Vol. 1. Januari <April 2012 21 Nizarli: PERAN DESA/N VENT/LAS/ DALAM ... temaungi. Bahan atap yang digunakan juga mempunyai kemampuan menahan radiasi panas sehingga kondisi termal indoor bangunan masuk dalam kategori nyaman termal (Nursaniah (2007), Qadri (2004) dan Sawab (2007)). Akan tetapi ada faktor lain yang berpengaruh dalam memberikan kontribusi nyaman huni yaitu adanya aliran angin yang melewati celah-celah yang terdapat pada elemen lantai, dinding dan tolak angin (berupa ukiran tembus) sehingga: • meningkatkan kecepatan angin ke indoor bangunan yang menyebabkan penghuni tidaki perlu menggunakan altematif energi lain; • juga meningkatkan kecerlangan ruang akicat cahaya terang langit yang masuk melalui celah tersebut (meminimalkan pemborosan energi untuk penerangan indoor bangunan). Dari pengalaman yang terjadi pada rumoh Aceh dapat diambil suatu pembelajaran bahwa ventilasi merupakan salah satu altematif dalam memberikan kenyamanan melalui keberadaan angin tanpa melakukan pemborosan energi, paling tidak meminimalkan pemborosan energi. Oleh karen a itu penilitian ini akan melihat pengaruh desain ventilasi pada sebuah hunian dalam menyiasati pemborosan energi sehingga kenyamanan termal dapat dicapai melalui keberadaan angin. STUDIKEPUSTAKAAN Kajian hemat energi melalui pemanfaatan kondisi lingkungan sudah seharusnya ditingkatkan terus dari waktu kewaktu. Seperti kita ketahui bahwa iklim tropis lembab yang kita alami selama ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam kontribusinya terhadap kenyamanan termal. Suhu tinggi, keberadaan angin kurang, dilanjuti dengan meningkatnya kelembaban yang berpengaruh kepada rasa gerah akibat keringat yang melekat ditubuh. Ditambah lagi dengan kondisi udara pada iklim ini yang tidak bersih, dipenuhi partikel debu. Jadi bisa dibayangkan perasaan yang tidak nyaman akan muncul jika debu tersebut menempel dikulit yang berkeringat. 22 Raut Edisi J Vol. J, Januari - April20J2 • Nizarli: PERAN DESAIN VENTILASI DALAM ... Kondisi ini jika ditinjau pada sebuah bangunan, seperti yang disebutkan Nursaniah (2007), pada iklim tropis lembab matahari bersinar hampir merata sepanjang tahun dan radiasinya masuk ke dalam bangunan menjadi energi panas yang akan menimbulkan stressing bagi penghuni. Untuk itu diperlukan keberadaan angin yang diperlukan untuk menghapus panas di ruang sebuah hunian. Fenomena tersebut lanjut Nursaniah (2007), menunjukkan bahwa diperlukan perlakuan khusus dalam desain sebuah bangunan sehingga energi panas yang diserap oleh material bangunan dapat diminimalkan dan angin dapat masuk seoptimal mungkin sehingga suhu di dalam ruang menjadi relatif lebih nyaman bagi penghuni, dengan kata lain penangkapan dan pendistribusian angin dizlalam bangunan sesuai dengan keperluannya. Oleh karena itu dalam memecahkan masalah ini diperlukan cara untuk menghadirkan angin ke dalam bangunan yang dapat dicapai dengan mendesain sedemikian rupa sebuah bukaan pada elemen dinding bangunan. Szokolay (1987) menyebutkan bahwa terdapat dua sistem ventilasi dalam menghadirkan angin ke dalam bangunan, yaitu: • Memanfaatkan angin hanya sebagai pendinginan fisiologis semata dengan membuat ventilasi hanya sebatas terjadi pergerakan keluar masuk udara • Memanfaatkan pergerakan angin selain untuk terjadinya keluar masuk udara sehingga angin yang masuk bisa lebih besar volume dan kecepatannya. Sawab et al (2008) melanjutkan bahwa salah satu cara untuk menghasilkan penghawaan untuk kenyamanan termal dapat dicapai dengan menggunakan stack effect (selanjutnya akan di Indonesiakan menjadi stek efek). Stek efek adalah fenomena fisik yang terjadi akibat adanya perbedaan ketinggian antara lubang masuk (inlet) dan lubang keluar (outlet) angin melalui ventilasi sebuah bangunan. Berikut ini pada gambar di bawah dapat dilihat secara rinci proses terjadinya stek efek. Gambar tersebut menjelaskan bahwa fenomena pergerakan angin akan terjadi jika perbedaan kondisi termperatur luar dan dalam bangunan. Hal ini disebabkan oleh karena terjadi ketidak seimbangan tekanan gradien dari internal Raul Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 23 Nizarli: PERAN DESAIN VENTILASI DALAM ... ekstemal massa udara yang dihasilkan dalam perbedaan tekanan vertikal. Pada saat temperatur udara di dalam ruang lebih tinggi, maka udara akan masuk melalui bukaan yang lebih rendah dan keluar melalui bukaan yang lebih tinggi. Demikian sebaliknya jika tekanan udara di dalam ruang lebih rendah dari luar bangunan (Santosa, 1999). Gambar I: Proses Terjadinya Stek Efek Sum ber: Santosa (1999) Metode penelitian Penelitian ini dilakukan selama 7 hari dengan mengambil data temperatur dan kecepatan angin di lantai 1 dan 2 objek kasus. Terdapat 2 jenis pengamatan yang dilakukan, yaitu kondisi termal pada saat pintu jendela tertutup dan pengamatan kedua dilakukan dengan membuka pintu dan jendela. Tujuan penilitian ini adalah untuk melihat apakah terjadi stek efek di dalam hunian ini, dan untuk melihat keberadaan angin yang terjadi di dalam hunian akibat ventilasi yang ada. Data yang diperoleh selanjutnya akan ditabelkan sehingga akan mudah untuk dibaca dianalisa dan dibandingkan. Pengukuran kondisi suhu dan kecepatan angin dilakukan dengan menggunakan digital instrument yang dilakukan dengan cara manual pada setiap jam. Posisi pengukuran dilakukan di tengah ruang hunian objek teliti. 24 Raul Edisi 1 Vol. 1. Januari - April 2012 Nizarli: PERAN DESAIN VENTILASI DALAM ... HASIL DAN DISKUSI Pada pengukuran dengan kondisi pintu dan jendela semuanya tertutup yang dilakukan pada bulan Januari 2011 selama 7 hari dengan menggunakan digital instrument, diperoleh data temperatur dan kecepat~n angin luar dan dalam bangunan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini. Tabel I: Hasil Pengukuran Suhu dan Kecepatan Angin Outdoor dan Indoor denzan Kondisi Pintu Jendela ditutup Outdoor No : Suhu (oC) - - - - - - -- - - - - -;- - - - - - - - -­ 29,6 Kec. Angin Indoor Suhu Kec. Angin A ( m/det) (oC) ( m/det) - - - - .. -- - - - - - - ­ - - - - - - - - - -- 0,88 29,9 -. - - - - - - - - - - - - - - - 0.00.... Kec. Angin B ( m/det) - - - - - - - - - - - - - - - - - -< 0,00 2 30,2 0,98 30,0 0,00 0,02 3 30,2 1,0 32,0 0,40 0.50 4 28,9 0,80 29,1 0,00 0,10 5 30,0 0,97 31, I 0,10 0,13 6 29,3 0,88 32.0 I 7 32 1,24 33,2 0,55 Rata-rata 30,02 0,96 31,4 0,20 0,11 Dari tabel di atas yang merupakan hasil pengukuran dengan kondisi pintu dan jendela tertutup dapat kita lihat bahwa pada umumnya keberadaan angin yang diharapkan akan memberi efek evaporasi dalam pelepasan perasaan gerah di tubuh tidak terjadi. Kecenderungan keberadaan angin pada lantai 1 lebih besar 0,09 m/det dibanding lantai 2. Seperti yang disyaratkan oleh Nursaniah (2007) bahwa kecepatan angin yang dibutuhkan untuk memberikan kesan sensasi nyaman bagi penghuni adalah 0,92 m/det. Dapat diambil kesimpulan bahwa pada kondisi seperti ini peran ventilasi pada hunian objek kasus sebagai sarana pengaliran udara dari luar ke dalam tidak terjadi, sehingga perlu dilakukan redesain ventilasi yang sesuai minimal mendekati fungsinya sebagai pengarah dan pengalir udara ke dalam hunian sehingga dapat berperan maksimal jika pintu dan jendela ditutup, yang umum dilakukan pada malam hari di Banda Aceh. Pada pengamatan kedua yang dilakukan dengan kondisi pintu dan jendela pada lantai 2 dibuka, terlihat kondisi keberadaan angin cenderung lebih baik. Raul Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 . 25 Nizarli: PERAN DESA1N VENT1LAS1 DALAM ... Adapun hasil pengamatan dan prediksi aliran angin tersebut dapat dilihat pada gam bar dan tabel berikut ini. I I fC. C:>Ar: R.TAMv' I I \ rJ P TIPUF-.\ I I I T / I I i\ ~IO/ T '/ /~ ,/ I ' /' Gambar 2: Arah Angin Ketika Pintu dan Jendela dibuka. .~ I - - - =­ - - - - - , -- - -~ I - Gambar 3: Potongan objek kaji yang memperlihatkan pergerakan angin pada saat pintu dan jendela dibuka 26 Raul Edisi 1 Vol. I, Januari - April 2012 Nizarli: PERAN DESAIN VENT/LASI DALAM ... Gambar tersebut memperlihatkan arah angin yang melewati pintu dan jendela pada lantai 1 (ventilasi A), yang selanjutnya bergerak perlahan menuju ventilasi belakang dan juga terdorong menuju lantai 2 melalui void (lihat gambar 3 di bawah) akibat adanya desakanltarikan dari angin yang masuk melalui pintu dan jendela yang ada di lantai 2. Tabel2: Hasil Pengukuran Suhu dan Kecepatan Angin Outdoor dan Indoor denzan Kondisi Pintu Jendela dibuka Outdoor No Suhu (oC) ------1- ------:- --2-9:6 -- Indoor Kec. Angin ( m/det) - -- ----- --- - - -- 0,88 Suhu Kec. Angin A (oC) ( m/det) -- - - - - - - - - - ­ - - - - - - - - - - - - - - - - 29,9 0.56 Kec. Angin B ( m/det) --------------+-­ 0,81 2 30,2 0,98 30,0 3 30,2 1,0 32,0 0,75 0.81 4 28,9 0,80 29,1 0,60 0,67 5 30,0 0,97 31, I 0,80 0,93 6 29,3 0,88 32.0 0,50 0,91 7 32 1,24 33,2 0,98 1 Rata-rata 30,02 0,96 31,4 0,71 0,86 0,92 Untuk lebih jelas kondisi suhu dan kecepatan angin dapat dilihat pada gam bar berikut ini. Gambar tersebut memperlihatkan profil suhu dan kecepatan angin indoor dan outdoor. Pada kondisi suhu, profil grafik yang dihasilkan mempunyai karakter yang berbeda. Terlihat suhu indoor lebih tinggi dibandingkan outdoor. Profil outdoor mempunyai kecenderungan stabil sedangkan rindoor cenderung lebih abstraktif yang pada akhimya naik secara perlahan hingga akhir pengukuran. Profil kecepatan angin mempunyai kecenderungan yang sama, dimana kondisi angin outdoor lebih baik dibandindingkan dengan kedua profil lainnya. Pengaruh kondisi pintu dan jendela yang dibuka pada saat pengukuran dilakukan terlihat, karena mampu membuat kecepatan angin indoor meningkat, apalagi dengan kecepatan angin pada lantai 2. Jika melihat rujukan dari Nursaniah (2007) kondisi kecepatan angin yang terjadi pada saat pintu dan jendela dibuka hampir mendekati Raul Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 27 Nizarli: PERAN DESAIN VENTILASI DALAM ... dari standar yang dibutuhkan (0,92 m/det) untuk bisa memberikan kenyamanan termal secara psikis. Hal yang sarna terjadi pada kedua pengukuran, sepertinya diperlukan redesain ventilasi agar pergerakan angin tidak terharnbat, dari pengematan kedua dapat diambil satu pembelajaran bahwa ventilasi yang dibutuhkan harus lebih besar volumenya, karena mengharapkan pintu yang selalu terbuka untuk menghadirkan angin ke dalarn ruang sepertinya tidak mungkin dilakukan karena beberapa alasan seperti kearnanan danprivasi. 34 33 S u 32 H 31 u 30 --+-Suhu Indoor ""-'-Suhu Outdoor 29 3 K E C. 2 1 A N G I N -.-Kec Angin Outdoor -....&- KecAngin Indoor B . kec Angin Indoor A 0,98 1 o 1 2 4 5 6 7 Gambar 5: Perbedaan Grafik Suhu dan Kecepatan Angin Indoor dengan Outdoor Pada Kondisi Pintu dan Jendela Terbuka 28 Raut Edisi 1 Vol. 1, Januari - Apri/2012 Nizarli: PERAN DESAIN VENT/LASI DALAM ... KESIMPULAN • Hasil pengukuran memperlihatkan profil kecepatan angin lebih baik jika pintu dan jendela dibuka, terlihat pada meningkatnya kecepatan angin khususnya pada lantai 2, sehingga dengan kondisi demikian tentu saja berdampak pada terjadinya stek efek, sehingga kecepatan angin dapat ditingkatkan dan proses evaporasi keringat tubuh dapat terjadi. • Dibutuhkan volume ventilasi yang lebih besar dari yang sudah ada, dengan posisi yang disesuaikan dengan bukaan (pintu dan jendela) dan arah angin dominan tiap tahunnya. DAFTAR PUST AKA Nursaniah, Cut (2007), Studi Penghawaan Alami Sebagai Strategi desain Pendingin Pasif Pada Perancangan Rumoh Atjeh: Kasus Rumah Tradisional Aceh di Kabupaten Aceh Besar, Jurnal Teknologi Rekayasa Teknorona ISSN 1410 ­ 2560, No.1, Vol. 6/2007, Fakultas Teknik Unsyiah, Banda Aceh. Qadri (2003), Sistem Penahanan Panas Pada Bangunan Tradisional Aceh, Tesis Program Pascasarjana Alur Lingkungan, FTSP ITS Surabaya Sawab, Husnus dan Nizarli (2008), Stack Effect, Jurnal Teknologi Rekayasa Teknorona ISSN 1410 - 2560, No.1, Vol. 7/2008, Fakultas Teknik Unsyiah, Banda Aceh. Santosa, M dan NE. Nastiti, Sri (1999), Konsep Insulation Thermal pada Hunian Daerah Berkepadatan Tinggi, sebuah Kajian Untuk Perbaikan Peraturan Pembangunan, Pusat Penelitian ITS, Surabaya. Szokolay (1987), Thermal Design of Buiding, RAIA Education Division, Australia. Raut Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 29 Evalina Z: REVITALISATION AND REBUILDING... REVITALISATION AND REBUILDING PLACE: A PRELIMINARY STUDY OF LANGSA CITY- ACEH INDONESIA Evalina Z. [email protected]. id Architecture Department, University of Syiah Kuala, Indonesia ABSTRAK Revitalisasi adalah sebuah upaya untuk menghidupkan kembali kawasan yang mati, yang pemah hidup di masa siJam, melalui intervensi fisik dan non fisiko Tulisan ini merupakan studi awaJ tentang revitalisasi perkotaan di Kota Langsa, Aceh-Indonesia. Fokus studi adalah melihat tebih dalam pendekatan apa yang sesuai dalam membangun kembali Kota Langsa agar lebih hidup secara ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk tempat tinggal masyarakat. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah kajian pustaka dan observasi lapangan. Temuan awal memperlihatkan bahwa sisa-sisa peninggalan fisik kota yang bemilai sejarah serta kegiatan ekonomi 'yang ada di pusat kota serta komitment pemerintah dalam usaha pengembangan pusat kota merupakan bentuk potensi yang dapat digunakan dalam usaha melakukan revitalisasi pada kota ini. Kata Kunci: Revitalisation, Rebuilding Place, Langsa City INTRODUCTION Many cities in Indonesia own old and inner-city areas of considerable historic and cultural value. Most of them served as centres of trade for decades. They enclose historic urban centre that initially functioned as the core of commerce. In majority of these cities, buildings, artefacts, and other features of historical and cultural value fell into neglect and often unintended because of rapid urbanization. These old cities are not only valuable as old assets but also have prospective to be revitalised for economic development and national cultural identity through rebuilding place. In the urban context, the term of revitalisation has the identical meaning to urban redevelopment, urban regeneration or urban renewal. The definition of urban revitalisation itself could be referred to reinvestment in the social, economic, cultural, and physical infrastructure of urbanized areas (couch, 1990). Holcomb and Beauregard (1981) add growth and process to define urban revitalisation. They describe urban revitalization involving growth, progress, and infusion of new 30 Raul Edisi I, Vol. 1, Januari - April 2012 • Evalina Z: REVITALISATlON AND REBUILDING... economic activities into stagnant or declining cities that are no longer attractive to investors or middle-class households. Langsa City in Aceh province Indonesia has the same characteristic as cities , explained above. It has an old inner-city area that has functioned as trade centre which is now look horrifying. The unpleasant appearance of the physical environment and the lost of cultural identity of the community are occurred in this city. Through reviewing some literatures and conducting field survey to observe the study area, this paper investigates the concept of revitalisation and place-making as an approach in rebuilding Langsa city to be more vital economically, socially, and environmentally for people to live in. This paper divided into three parts. First, it describes the concept of revitalisation and place making. Then, it illustrates the existing condition of study area in the second part. The paper ends with point up some potential features of study area that could be exploited for revitalisation effort. Revitalisation and Place-making Revitalisation Concept and Principles There are many definitions in regard to revitalisation suggested. However, Thomas (1995) argued that there is no generally agreed-upon definition exists for urban revitalisation. The issue is larger than economic and physical rebuilding. But, as defined in the introduction part, revitalisation in general could also be said as an effort to bring back the vitality of city life that has been depredated, through physical and non physical intervention including, economic rehabilitation, socio-economic, and institutional development. Etzioni in Thomas (1995) adds the promotion of "spirit of community" for strong families, positive 'core' social value, and citizen involvement in the life of the community. Moreover, for inner city area that have lost people and commerce, Thomas (1995) suggests that revitalisation might create the city that have a healthier mix of people, commerce, industry, and viable community life. Raul Edisi I Vol. I. Januari -i April 2012 31 • Evalina Z: REVITALISATION AND REBUILDING... The scale of revitalisation effort itself could be done at level of city micro such as street or building, and also at larger vicinity of the city. The goal is only to make new productive life that brings positive contribution for the socio-economic of the city. The approach should recognise and make use of the resource potential such as history, value, location uniqueness, and locale images (Purnawansani, 2008). In analysing the suitable approach for revitalisation effort, Thomas (1995) suggests three basic principles which are holistic, participatory, and consciously equitable strategies. The use of holistic strategies is suggested by Thomas (1995) as the most important principle in this view. He saw that various facets of urban distress are interconnected, and must be recognised, acknowledged, and addressed with comprehensive strategies. Involving local residents and institutions as partners is a second basic principle of urban revitalisation effort. This principle claims by CED (Committee for Economic Development), an independent research and policy organization, as the key principle for revitalizing urban areas. Many successful cases of their observation are because of the involving 'community building'. And the important facet of the community building itself is resident partnership in problem solving and the involvement of local institutions. The final principle is the improvement of social justice. It means that the rebuilding place must be to open choices to all citizen especially to those who have few or low income. So, the urban revitalisation agenda must take into account the goal of equity in every single step of its effort. Rebuilding Place through Place-making Beyond those principles, there is an approach called Place-making that can be used together in order to rebuild place that has lost their vitality. This approach is a comprehensive approach to the planning, design and management of spaces that provides communities' with the mechanism such as guidelines, that helps them to integrate diverse opinions into a vision, then translate that vision into a plan and program of uses, and finally see that the plan is properly implemented (PPS, 2011). It involves looking at, listening to, and asking questions of the people who live, work and play in a particular space, to discover their needs and aspirations. 32 Raut Edisi L Vol. 1, Januari - April 2012 Evalina Z: REVITALISATION AND REBUILDING... A 'Place-making' concept also strikes a balance between the physical, the social and even the spiritual qualities of a place. The concepts behind Place-making originated in the 1960s, when visionaries like Jane Jacobs and William "Holly" Whyte offered groundbreaking ideas about designing cities that catered to people, not just to cars and shopping centres. Moreover, Metropolitan Planning Council of Chicago (2011) stated that 'Place-making' is both an overarching idea and an applied tool for improving a neighbourhood, city or region. It has the potential to be one of the most transformative ideas of this century'. PPS (2011) identified some basic principles to create vibrant community places that would help citizens bring massive changes to their communities including parks, plazas, public squares, streets, sidewalks or outdoor and indoor spaces. These principles are: Community-driven, Visionary, Function· before form, Adaptable, Inclusive, Focused 'on creating destinations, Flexible, Culturally aware, ever changing, Multi-disciplinary, Transformative, Context-sensitive, Inspiring, Collaborative, and Sociable. CASE STUDY AREA , Langsa City Profile Langsa is a city that is located approximately 400km from Banda Aceh City, the capital city of Aceh province. This city also has a strategic location geographically, economically, and social culture. It has a lot of potency in term of industry, trade, and agriculture. According to census data from Langsa City Bureau of Statistical (Badan Pus at Statistik Kota Langsa), the population of Langsa City in 2009 is 145.351 persons who live within 5 (five) district area (figurel). The densest populations live in the inner city called Langsa Kota that is approx. 4.903 persons/ krrr', Langsa City is amixed society which has a variety of ethnic group including Aceh, Gayo, Jawa, Minang, dan Melayu. Although there are many ethnics live mix together in this place, there is no fundamental clash in their daily life. People in this city still could respect each other to maintain peacefulness in their neighborhood. Raut Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 33 Evalina Z: REVITALISATION AND REBUILDING... In history, the inner city of Langsa which is located in Langsa Kota district has some places that have historical value. The first site is in the Lapangan Merdeka quarter. This quarter was an administrative center of colonial regime in Langsa city. In this quarter, there are some buildings that have colonial style which used to function as military workplace, post office, school, administration offices, train station, and a major house (figure 2). Llll'lll~.a ro,,,. -;~~~..~: '~--'''''''''''''''" ""'•• '.>, ..~'" ",",'::;;'" ~",' "" "::;.. , .... •••••• ~_II-...' "'.~i:::- "'t" :,., .' " " :JCAMATAN\.ANGSA B.A"tO:: '. ' "''''4 ...•... .... ~ Figure 1. Langsa City map Source: Bappeda Kota Langsa (20 I0) Figure 2. Colonial heritage buildings Source: Survey (2010) Figure 3. Pecinan shop-houses in Kota Langsa (left). Pecinan shop-houses in Peunayoung-Banda Aceh (right) Source: teukukemalfasya. wordpress.com (20 I2) 34 Raut Edisi 1, Vol. 1, Januari - April 2012 Evalina Z: REVITALISATION AND REBUILDING... The second site is at Jalan Teuku Umar district that is a commercial center that agglomerates all economic activities especially business activity and services. This commercial center is an area that has historic character as an old trade center. Based on observation done on this site, there are two corridors of shops that built with Pecinan style that has same appearance with other Pecinan shops in other cities such as Peunayoung in Banda Aceh (figure 3). Those sites were vital in its era. According to the interviewees that own the shops at the study area, those site had a fundamental function as a central of economic and administrative service for the community in this county. However, the current situation is quite different regarding the vitality of those places. Based on field observation, it can be said that there is a decline on the visual quality on the site built environment manifest by horrific building condition, vague environmental aesthetic, air pollution, lack of vegetation, and traffic issue. In addition, there some other commercial center emerges in other places formless that create problems such as unpleasant appearance of the physical environment and missing of cultural identity of the community. In Jalan Teuku Umar quarter, appalling condition is noticed along the street. Physically, there is a quality degradation of commercial building construction and facade. Some of the shop-houses are vacant and unmaintained because of abandoned by the owner. Moreover, the infrastructure facilities no longer support the built environment in this area. There are holes along the walkways which is unsafe for pedestrians. The drainage also unmaintained with bulk of rubbish that frequently caused flooding in rainy season. In addition, the transformat.ion of building's facade of each shop-house inharmoniously creates unattractiveness of the urban facade. Economically, there is a decline on economic activities in this area. The growth of economic centre in other locations which are more attractive and more viable is the main causes of this problem. Jalan Teuku Umar becomes abandoned commercial place. As a historic commercial centre, this site is neglected because of poor in visual provision. People just disregard the street and pass the street to go to other commercial centre. This condition effects on the declining income of traders. Raut Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 35 Evalina Z: REVITALISATION AND REBUILDING... In Lapangan Merdeka quarter, some of colonial buildings are currently replaced by shop-houses with commercial function. Military residential buildings along Jalan Ahmad Yani that has colonial architecture style are replaced by shop-houses building with modem-minimalist architecture style. Urban heritage in this site manifest by many colonial buildings that should become the city asset are overlooked. Lapangan Merdeka, a green open space, placed in front of the mayor house is a city landmark that has historical and architectural value now lost its identity because of the refunction as public space that filled by community recreation activities including playground, temporary kiosk, and temporary food court (figure 4). These refunction is not supported by good supervision, thus the condition now looks unpleasant and destroy the historic value of the place. Figure 5. Lapangan Merdeka Park in the morning (left). Lapangan Merdeka Park in the afternoon (right) Source: survey (201 1) Rebuilding place of Langsa City After reviewing the concept of revitalisation and place making and observing the existing condition of the study area, there some limitations for rebuilding the city. First, the low capacity of local stakeholder to manage the population growth that requires places that support their economic activities. If the growth is not supported by good governance and provision, it will create social equity problems. Second, the capacity of community knowledge is low to understand how maintaining their built environment. Next, revitalization effort involves enormous budget especially regarding to physical revival. A mechanism such as Public Private Partnership (PPS) 36 Raut Edisi 1, Vol. 1, Januari - April 2012 Evalina Z: REVITALISATION AND REBUILDING... mechanism is needed to sort out this issue. Last, the land acquisition is the most crucial issue. In the inner city, there is a variety of land ownership including, the property of PT.PJKA (Perusahaan Jasa Kereta Api), TNI AD (army), and private occupancy. This variety of land tenure generates conflict of interest in the land acquisition scheme. However, the study also identifies some potential features of the city which can be explored to recover the inner city vitality. In term of economic recovery, some attributes can be used to develop the inner city center. The variety of business activities are the positive feature to attract people to come to this city. Additionally, the high density population in the inner city could support the economic activity in this area. The strategic location of the city center makes it easy to access by road and public transport mode. In term of physical environment, there some elements that can be improved in this city center. There some public facilities available including traditional market, social and cultural facilities such as 'Mesjid' and Klenteng' that can be used as a driven factor for inner city revival. As well, the infrastructure facilities are actually available on the site such as, basic drainage system and road albeit it needs to be improved to support the economic activity. In addition, historic buildings as artifacts from colonial era that still placed on the inner city center are potential features that can be used to create city image. Some buildings that have acknowledged as heritage buildings including 'Klenteng Cina' and Pecinan Shop-houses can be preserved as urban heritage that can increase the value of the area as an old city center. In term of social and institutional aspect, there has been a commitment from local government to develop this area as a central business district (CBD) by considering the sustainability concept in the development planning. It is stated on the Regional Spatial Planning of Langsa City 2027 (Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Langsa 2027). Besides, in 2011 there has a program from the national government of Indonesia through Public Work Department to make a revitalisation plan for Langsa City entitled Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan Kota Langsa. Raut Edisi I Vol. 1, Januari <April 2012 37 Evalina Z: REVITALISATION AND REBUILDING... CONCLUSION There are some approaches that can be used to revitalise Langsa City. The physical improvement including preserving Pecinan shop-houses in Jalan Teuku Umar and colonial heritage buildings in Lapangan Merdeka square is the first step to carry out in this effort. Besides, the economic enhancement in conjunction with the physical step up will recover intentionally. Also, the involvement of all groups of society both public and private sectors, and the local and national government commitment are needed to support this attempt. Langsa city is an old city that has dilapidated historic inner city. Limitations face the revitalisation process in this city. Low capacity of community to understand the revitalisation thoughtful, land acquisition, and budgeting are among the key issues. Recommendation to form an institution that would manage the revitalisation process in order to overcome such limitations is necessary. The member of the institution should represent all groups of communities in designated area including land vendors, economic players, and key stake holders. REFERENCES Bappeda Kota Langsa (2011), Draft Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Langsa Tahun 2027. Couch C. (1990), Urban Renewal: Theory and Practice, London Macmillan. Holcomb, H. B., & R. A. Beauregard. (1981), Revitalizing Cities, Pennsylvania, Commercial Printing, Inc. Badan Pusat Statistik Kota Langsa (2008), Langsa Dalam Angka Tahun 2008. PPS (2011), Eleven principles for creating great community places, accessed on 23 Sept 2011. <http://www.pps.org/articles/11 steps/> PPS (2011), What is Placemaking? accessed on 23 Sept 2011. <http://www.pps.org/articles/what is placemaking/> Purnawansani A. (2008), Revitalisasi Kawasan Kota, accessed on 15 Sept 2011. <http://ardypurnawansani.com/2008/06/ 15/revitalisasi-kawasan-kota/> Steinberg F. (2008), Revitalization ofhistoric inner-city areas in Asia: The potential for urban renewal in Ha Noi, Jakarta, and Manila, Mandaluyong City­ Philipine, Asian Development Bank. Thomas J. (1995), Rebuilding inner cities: Basic principles, Review ofblack political economy, vo1.24, pg.67. Teukukemalfasya.wordpress.com (2012), China Peunayong, accessed on 23 October 2012. <http://teukukemalfasya.wordpress.com/page/3/ >. 38 Raut Edisi 1, Vo!. 1, Januari - April 2012 Burhan Nasution:PERANAN A'!ATEi\4ATlKA ... PERANAN MATEMATIKA TERHADAP PERKEMBANGAN DESAIN ARSITEKTUR Burhan Nasution [email protected] Dosen Jurusan Arsitektur FT Unsyiah Banda Aceh ABSTRAK Matematika merupakan matakuliah yang menjadi momok yang menakutkan bagi mahasiswa arsitektur dan mahasiswa beranggapan bahwa matematika tidak penting untuk mereka. Sedangkan jika dikaji dari awal munculnya arsitektur, mulai dari era kJasik hingga post modem keberadaan matematika memegang peranan penting dalam perkembangan desain arsitektur. Desain arsitektur pada masa kini yang menuntut suatu karya desain arsitektur dengan bentuk geometri yang komplek, yang tidak dapat lagi diturunkan dari bentuk-bentuk dua dimensi. Perancangan didesain langsung menggunakan bentuk tiga demensi dengan menggunakan metode desain generatif yang mengandalkan parameter-parameter matematik untuk menghasilkan bentuk geometri yang diinginkan. Kata Kunci: Matematika, desain, arsitektur PENDAHULUAN Dari pengalaman selama beberapa tahun mengajarkan matematika teknik pada jurusan Arsitektur Unsyiah, terlihat bahwa banyak mahasiswa arsitektur yang tidak menyukai maternatika, matematika rnenjadi momok yang menakutkan, dan mereka beranggapan bahwa matematika tidak penting untuk mereka. Hal ini terlihat dari tingkat keseriusan mereka mengikuti perkuliahan matematika. Sedangkan jika dikaji dari awal munculnya arsitektur, mulai dari era klasik hingga post modem keberadaan matematika memegang peranan penting dalam perkembangan arsitektur. Arsitektur selalu saja berkaitan dengan perihal 'indah' dan 'tidak indah, dan tanpa disadari perihal inilah yang berkaitan dengan geometri, tidak ada arsitektur tanpa geometri. Geometri adalah bahasa arsitektur. Matematika dan arsitektur selalu dekat, bukan hanya karena arsitektur tergantung pada perkembangan dalam maternatika, tetapi juga pencarian bersama mereka untuk ketertiban dan keindahan, dimulai dari bentuk-bentuk yang bersumber dari alam hingga dalam konstruksi. Raut Edisi 1 Vol. l.Januari <April 2012 39 Burhan Nasution:PE"RANAN ivl4T[:"M4T1J<..A ... Matematika sangat diperlukan untuk memahami konsep-konsep struktural dan perhitungan. Hal ini juga digunakan sebagai elemen memesan visual atau sebagai sarana untuk mencapai keselarasan dengan alam semesta. SEJARAH MATEMATIKA Kata "matematika" berasal dari kata ~aerH1.a(mathema) dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai "sains, ilmu pengetahuan, atau belajar" juga ~aell~attl(6~ (mathematik6s) yang diartikan sebagai "suka belajar". Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan perubahan. Ilmu tentang ruang berawal dari geometri, yaitu geometri Euclid dan trigonometri dari ruang tiga dimensi (yang juga dapat diterapkan ke dimensi lainnya); kemudian belakangan juga digeneralisasi ke geometri Non-euclid yang memainkan peran sentral dalam teori relativitas umum. Leonardo da Vinci adalah matematikawan pertama yang menemukan perbandingan geometri yang digunakan oleh bangunan-bangunan yang indah seperti contohnya Parthenon. Perbandingan ini disebut rasio emas, Rasio emas berdasarkan pada bilangan Fibonacci, dimana setiap bilangan dalam barisan (setelah suku kedua) adalahjumlah 2 bilangan sebelumnya: 1, 1,2,3,5,8, 13,21, ... Dalam arsitektur Yunani, rasio emas menjadi senjata utama untuk perencanaan semua desain arsitektur. Masih banyak hal menarik dalam matematika yang berhubungan dengan keindahan. Fraktal misalnya, merupakan desain geometri berdimensi pecahan yang sering dipakai dalam grafik komputer. Cangkang Nautilus dan bentuk galaksi yang melibatkan pangkat dan trigonometri. Citra Lissajous yang melibatkan bentuk trigonometri dan diferensial. Kaligrafi Arab dan Metal yang menerapkan prinsip simetri. Dan lain sebagainya. Hubungan Matematika dengan Arsitektur Pengertian Geometri (dari bahasa Yunani YE())~Etpia; geo= bumi, metria= pengukuran) secara harafiah berarti pengukuran tentang bumi, adalah cabang dari matematika yang mempelajari hubungan di dalam mango Dari pengalaman, atau 40 Raul Edisi 1, Vol.I, Januari --April20IJ • Burhan Nasut;on:PERANANMATf'M4T1KA ... mungkin seeara intuitif, orang dapat mengetahui ruang dari em dasarnya, yang diistilahkan sebagai aksioma dalam geometri. Cabang ilmu ini pun berkembang sesuai dengan perkembangan arsitektur yang pada dasarnya memiliki keterkaitan satu sama lain. Satu hal yang menjadi pemikiran dalam arsitektur adalah bahwa seorang peraneang tidak bisa lepas/terpisahkan dari geometri. Dalam dunia arsitektur tidak ada batasan dalam geometri. Tidak ada suatu titik dimana kita tidak perlu lagi memikirkan geometri dari sebuah raneangan. Seluruhnya mempunyai aturan geometri. Mungkin memang bukan aturan geometri mendasar seperti yang dikemukakan oleh Euclid, tetapi lebih luas lagi pengertian geometri meneakup kenyataan bahwa selalu saja ada aturan, selalu saja ada alasan atau argumentasi mengapa sebuah bentuk itu memiliki bentuk yang demikian. Sejak manusia mulai membangun, arsitektur selalu bertumpu pada matematika untuk mendapatkan keserasian visual, integritas struktur, dan logika konstruksi. Pada sebagian besar bangunan bersejarah, arsitek telah menerapkan prinsip-prinsip geometri Euclid seperti pendeskripsian titik, garis, bidang, sesuai dengan tiga sumbu ruang. Proses Perancangan yang 'Irreversible' Saat ini, arsitektur telah berkembang pesat, bentuk geometri tidaklah se-kaku masa arsitektur klasik, bentuk-bentuk geometri telah berkembang bebas. Metode peraneangan baru memuneulkan Bentuk -bentuk yang in-konvensional, sebuah bentuk geometri baru. Terbukti bahwa definisi geometri sejak masa klasik hingga saat ini telah berubah dan mungkin saja kedepannya akan ditemukan bentuk atau definisi geometri baru, semuanya bersifat relatif. Arsitek yang memiliki pemahaman ruang yang luas dan mampu mengeksploitasi bentuk akan menghasilkan karya arsitektur yang kaya, bebas dan tidak kaku. Dengan berkembangnya alat-alat peraneangan digital dan kemampuan komputer yang meningkat, bersamaan dengan meningkatnya peminatan dalam fisika dan matematika murni, telah memberikan arsitek sebuah sarana untuk menjelaskan dan membangun konstruksi spasial yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Rant Edisi I Vol. I.Januari - April 2012 41 Burhan Nasution:PE'RAI'v'Af\l MATE'M4TIAA ... Perancangan Parametrik Seperti kita ketahui, para arsitek selalu berusaha untuk melakukan inovasi dan mengeksplorasi bentuk geometri untuk dapat diaplikasikan dalam desain arsitektur yang dirancangnya. Gubahan-gubahan geometri yang kompleks, seperti yang terlihat pada alam, suiit dilakukan secara manual. Untuk mencapai gubahan geometri yang kompleks tentunya perlu mempergunakan alat bantu, dalam hal ini CAD, yang dapat membantu arsitek untuk "melahirkan", mengeksplorasi, menyimulasikan, menganalisa dan mengontrol elemen-elemen/komponen-komponen gubahan geometrik yang kompleks terse but secara proporsional untuk diterapkan pada disain arsitektur 3D. Metoda Generative Algorithm dalam piranti CAD dapat menjadi salah satu metoda yang mengakomodir kebutuhan tersebut. Metoda Generative Algorithm memberikan kemudahan bagi arsitek dalam membangun geometri dari desain arsitektumya melalui parameter yang dijadikan input ke dalam applikasi CAD. Sehingga bentuk geometri dapat diubah tanpa harus mengulang proses pembuatannya, melainkan dengan hanya memberikan input yang berbeda kepada parameter dasar yang membangun geometri tersebut. Perancangan parametrik dikembangkan lebih lanjut untuk membantu para arsitek dalam mengembangkan/mencapai eksplorasi dan aplikasi dari bentuk-bentuk geometri yang kompleks. Salah satu proses desain yang muncul dari aplikasi CAD parametrik ini di antaranya, metoda generative design. Generative Design Desain generatif adalah metode desain di mana output - gambar, suara, model arsitektur, animasi - yang dihasilkan oleh seperangkat aturan atau suatu Algoritma, biasanya dengan menggunakan program komputer. Desain yang paling generatif didasarkan pada pemodelan parametrik. Ini adalah metode cepat mengeksplorasi kemungkinan desain yang digunakan dalam bidang desain Arsitektur, desain generatif memiliki: Sebuah skema desain Sebuah sarana untuk menciptakan variasi Sebuah cara memilih hasil yang diinginkan 42 Raul Edis i I, Vol. f. Jauuari .- April ]0 f 2 Burhan Namt;on:PE'RANAN lvlATEMATIKA ... Beberapa skema generatif menggunakan algoritma genetika untuk menciptakan variasi. Desain generatif telah terinspirasi oleh desain proses alami, dimana desain yang dikembangkan sebagai variasi genetik melalui mutasi dan crossover. Desain generatif dalam arsitektur (juga sering disebut sebagai desain komputasi) terutama diterapkan untuk bentuk-temuan proses dan untuk simulasi struktur arsitektur. Menurut Khabazi (2009), pada Generative algorithm, selain menggambar/membuat objek 3d digital, desainer dituntut untuk memahami aspek­ aspek dasar geometri (umumnya matematika geometri) yang akan ditranslasikan ke dalam bentuk parameter angka atau persamaan matematik . Angka dan persamaan matematik tersebut menjadi langkah-Iangkah atau satu set aturan (algorithm) untuk membuat objek dalam ruang virtual. Satu objek yang terbentuk dari algorithm ini selanjutnya akan menjadi input dasar atau bahkan bentuk dasar yang dikenakan algorithm tersebut untuk menghasilkan bentuk selanjutnya. Proses ini dikenal sebagai proses "algorithmic". Sehingga setiap komponen/bentuk yang ter-generate dari proses ini akan saling terhubung satu sarna lain dan parameter yang menjadi generatornya (Dani Hermawan (.......)). kuhl oangunan bklang transparan ran9ka truss Sumber gambar : http://www.iaijabar.org /ruang-publikasi/l237-teknologi-digital-disain­ arsitektur.html Raut Edisi 1 Vol. l.Januari - April 2012 43 • Burhan Nasul;on:PERANAN M4TE,\L4TlKA ... Dengan metode ini kita dapat membuat banyak alternatif desain arsitektur, dan pada akhirnya akan diperoleh suatu desain yang terbaik. KESIMPULAN Perkeinbangan desain arsitektur sejalan dengan perkembangan ilmu matematika, pada era kalsik ilmu matematika yang ada pada masa itu masih sangat sederhana, demikian juga dengan bentuk desain arsitektur yang dihasilkan memiliki bentuk geometri yang sederhana. Tidak demikian halnya dengam masa kini dimana perkembangan matematika telah melahirkan era digital yang menggunakan rumus­ rumus matematika tingkat tinggi, telah menghasilkan program-program komputer pengolah gambar yang sangat handal yang dapat membantu arsitek untuk merancang objek tiga dimensi yang lebih kompleks. DAFTAR PUSTAKA Ufi Luthfiyah Saeruroh (16/06/2010), Sejarah Matematika, Wikipedia.com. Jane Burry and Mark Burry (2010), The New Mathematics Of Architecture, First published in the United Kingdom, Thames & Hudson Ltd, 181 a High Holborn, London we Iv 7qx, ISBN 978-0-500-34264-0. ......(2003), FRACTAL GEOMETRY: Mathematical Foundations and Applications Fractal, Second Edition Kenneth Falconer, John Wiley & Sons, Ltd ISBNs: 0-470-84861-8 (HB); 0-470-84862-6 (PB) Glenn Wilcox ( ), Generative Design Computing, http://www. generativedesigncomputing.net/20 11 /1O/origami-rhinoscript python .html Dani Hermawan ( ), Peranan dan Penggunaan Teknologi Digital dalam Proses Disain Arsitektur, http://www.iaijabar.org lruang-publikasi/1237­ teknologi-digital-disain-arsitektur.html 44 Raut Edisi 1, Vol.I, Januari-rApril lilll Muftiadi: SADAR LINGKUNGAN DALAM PERENCANAAN ... SADAR LINGKUNGAN DALAM PERENCANAAN BANGUNAN (SEBUAH TINJAUAN TEMA) Muftiadi [email protected] Dosen Jurusan Arsitektur FT Unsyiah Banda Aceh Dampak pemanasan global muncul akibat mulai rusaknya lingkungan hidup manusia. Walau demikian patut kita syukuri bahwa mulai terlihat usaha-usaha perbaikan kondisi lingkungan tersebut oleh sebagian kecil masyarakat, salah satu dari sekian banyak usaha tersebut adalah munculnya slogan sebuah konsep kehidupan "go green". Konsep ini diterapkan mulai dari perilaku/kegiatan kecil sehari-hari (seperti membuang sampai memproses sampah) hingga kegiatan yang lebih besar (seperti mengeksploitasi lingkungan alami menjadi sebuah lingkungan binaan). Makalah ini berupa hasil pemikiran yang dikutip dan dikembangkan dari beberapa peneliti terdahulu, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan sederhana yang akan membuka wawasan kita semua dalam beradaptasi dan menghargai lingkungan yang sedikit banyak akan berdampak kearah perbaikan dan kelestarian lingkungan. Kata kunci: lingkungan, go green, perilaku manusia PENDAHULUAN Manusia merupakan bagian dari lingkungan. Dari waktu kewaktu populasinya terus bertambah sehingga ruang gerak beraktifitas mulai berkurang. Oleh karena itu manusia mulai berfikir cara untuk membuka ruang baru sehingga kebutuhan ruang untuk beraktifitas lebih lapang dan lega, dengan membuka lingkungan kecil dalam sebuah lingkungan yang lebih besar dan alami. Jika demikian pasti akan timbul pertanyaan bagaimana dengan lingkungan itu sendiri akibat populasi dan aktifitas manusia tersebut? Berbicara mengenai rusaknya sebuah lingkungan, tentu tidak terlepas dari perilaku manusia itu sendiri terhadap lingkungannya. Disadari atau tidak setiap langkah yang kita pijak dan ambil akan berpengaruh kepada lingkungan. Hal yang sangat dasar untuk menghindari kerusakan lingkungan adalah memanfaatkan seminimal mungkin sumber daya lingkungan dan segera memperbaikinya. Seiring bertambahnya populasi manusia yang berpengaruh kepada perkembangan disegala bidang seperti pendidikan dan lain sebagainya, muncullah berbagai profesi dari kesehatan hingga desainer (arsitek). Yang terakhir tersebutkan Raut Edisi / Vol. 1, Januari - April 2012 45 Muftiadi: SADAR LINGKUNGAN DALAM PERENCANAAN ... ini oleh sebagian yang lain menyebutnya sebagai yang paling bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup, dengan karyanya yaitu lingkungan terbangun. Tetapi tidak dapat dipungkiri juga banyak arsitek yang berfikir sebaliknya untuk kebaikan lingkungan dan menyumbang berbagai ide sehingga sangat berarti bagi lingkungan itu sendiri. Diantara dari sekian banyak pemerhati lingkungan adalah Brown, GZ (1990), Crosbie (1994), Yeang (1999), Brenda (1991) dan banyak lagi yang muncul dengan ide dan pemikiran yang lebih modem. Beberapa ide dan pemikiran mengenai green tersebut diantaranya adalah: • Hemat energi : meminimalkan kebutuhan bahan bakar organik (energi yang tidak dapat diperbaharui) baik dalam menghasilkan material baru hingga dalam penggunaannya dan dampak kepada lingkungan; • Beradaptasi dengan lingkungan: dalam menghadirkan lingkungan harus memperhatikan kondisi iklim dan sumber daya alam setempat, seperti pemanfaatan cahaya matahari dan angin sebagai unsure penting dan utama dalam bangunan; • Meminimalkan penggunaan sumber daya baru: pemikiran dan perencanaan yang matang akan menghasilkan desain yang berkualitas dengan meminimalkan penggunaan dalam pemakaian material bangunan, semakin sedikit (tidak boros) penggunaan material baru akan mengurangi biaya produksi dan energi dalam menghasilkan material tersebut. Dengan kata lainakan lebaih baik jika menggunakan bahan/ material bekas yang masih layak pakai untuk pembangunan. Dari simpulan .mengenai perencanaan sadar lingkungan yang dijelaskan mereka, pada umumnya konsep green lebih ditekankan kepada hemat energi (meminimalkan penggunaan sumber daya lingkungan, memanfaatkan kekurangan yang ada di alam lingkungan menjadi kelebihan dalam sebuah lingkungan binaan). 46 Raul Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 2012 Muftiadi: SADAR LINGKUNGAN DALAM PERENCANAAN ... Oleh karena itu makalah ini selanjutnya akan banyak membicarakan masalah "hemat energi" dengan memanfaatkan kelebihan dan kekurangan yang ada di lingkungan. BEMAT ENERGI Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa perancangan yang mengusung tema sadar lingkungan lebih ditekankan pada penghematan energi dalam penghadiran sebuah arsitektur dan meminimalkan dampak negatif kehadirannya pada lingkungan. Vale (1991) menjelaskan bahwa secara urnurn penerapan hemat energi dapat dilakukan dengan cara: membatasi penggunaan sum bel' energi barn, memperhatikan penghuni dan memperhatikan kondisi lahan. • Membatasi penggunaan sUl1!ber energi baru: Ariatsyah (2004) menyebutkan bahwa sumber energi terbagi 2 jenis, yang pertarna adalah sumber energi yang dapat diperbahurui (air, angin, cahaya matahari, kondisi tanah); dan yang kedua adalah sumbel' energi yang tidak dapat diperbahurui (minyak bumi, batu bara, gas alarn dan lain sebaginya). Oleh karena itu sangat diperlukan kecermatan dan kepintaran dalam menggunakan sumber-sumber energi tersebut. • Mernperhatikan lahan: Dalam penghadirannya arsitektur memerlukan lahan untuk berdiri dengan gagah dan kokoh, sehingga perannya sangat penting dalarn memulai perancangan. Hal ataupun prinsip yang sangat penting dalam konteks ini adalah kondisi lahan harus sarna ketika pembangunan arsitektur selesai dikerjakan dengan kata lain arsitektur hadir dengan menyentuh bumi dengan sehalus mungkin. • Memperhatikan penghuni; Selain .memperhatikan lahan, arsitektur perlu juga memperhatikan aspek humanis. Hal ini dapat dilakukan dengan carameletakkan peran manusia sebagai subyek dan obyek karena memiliki peran yang saling terikat satu sarna lain. Arsitektur harus bisa memanusiakan manusia, yang mempengaruhi tingkah laku serta memberlakukan standar-standar yang manusiawi dalam Raul Edisi I Vol. J. Januari -Apri120J2 47 Muftiadi: SADAR LINGKUNGAN DALAM PERENCANAAN '" sebuah fungsi arsitektur, seperti keamanan dan kenyamanan termal dan lain sebaginya. Ariatsyah (2004) menambahkan bahwa selain fungsi arsitektur yang diperhatikan dalam penghadirannya, fungsi psikis penghuni juga harus diperhatikan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan variasi dalam pengolahan massa serta permainan elemen shading yang nantinya akan menghasilkan dan terciptanya suasana ruang (eksterior dan interior) yang berbeda-beda pula. Kondisi seperti ini aakan berdampak kepada penghuni, seperti timbulnya perasaan nyaman, aman dan lain sebagainya. Untuk lebih jelas prinsip hemat energi yang lebih sering ditekankan pada sebuah arsitektur hunian akan dijelaskan pada poin berikut ini. • Mengusahakan terjadinya pertukaran udara alami: Seperti yang disebutkan beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa kondisi termal indoor selalu lebih tinggi dari outdoor, yang disebabkan berbagai faktor diantaranya adalah keberadaan angin yang tidak bisa memberikan kesegaran tubuh akibat terjadi proses evaporasi keringat. Oleh karena itu diperlukan perancangan yang matang dalam mengantisipasi masalah kekurangan angin, sehingga tidak perlu menggunakan energi buatan lain untuk memberikan kenyamanan termal. Perencanaan dapat dilakukan dengan pemilihan dan penempatan ventilasi sehingga memungkinkan terjadinya pergantian udara (penggunaan stack effect); penzoningan ruang dengan menempatkan ruang yang paling lama ditempati pada arah aliran angin dominan dan memperhatikan orientasi matahari. Holcim, sebuah produsen material bangunan (2012) menambahkan bahwa prinsip ventilasi alami adalah menciptakan sirkulasi udara dengan memasukkan udara dingin ke dalam ruangan dan mengalirkan udara panas keluar melalui bukaan-bukaan yang diposisikan secara strategis. Posisi bukaan yang baik untuk menciptakan sirkulasi udara adalah bukaan atas dan bukaan bawah. 48 Raul Edisil Vol. 1, Januari -April2012 Muftiadi: SADAR LINGKUNGAN DALAM PERENCANAAN ... Yeang (1995) menyebutkan bahwa fungsi arsitektur yang tanggap terhadap alam (iklim) adalah membuat variasi pengurangan (substraction), seperti yang dilakukan pa da rancangannya (menara Mesiniaga (IBM Tower)). Bentuk menara tersebut (lihat gambar di bawah ini) akibat adanya bagian-bagian yang dikurangi sehingga membentuk permainan gelap terang. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi sekaligus menangkap aliran angin, sehingga evek evaporasi beban panas e1emen bangunan dapat dikurangi. Gambar J: Sketsa menara Mesiniaga (IBM Tower) Sumber: Ariatsyah (2004) • Pencahayaan alami Daerah tropis lembab dikenal dengan daerah yang mempunyai curah sinar matahari .yang banyak, sehingga berdampak kepada ketidaknyamanan terrnal. Kekurangan ini disatu sisi malah menguntungkan disisi yang lain, karena sinar matahari selain membawa radiasi panas yang tidak menyenangkan, juga membawa cahaya terang (daylight) yang berlimpah. Cahaya terang tersebut jika dimanfaatkan secara optimal akan memberi nilai positif disisi penghematan energi lain. Raut Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 Dengan desain yang tepat, arah 49 Muftiadi: SADAR LlNGKUNGAN DALAM PERENCANAAN ... bukaan dan material yang digunakan serta olahan desain lingkungan ruang luar akan memberi kontribusi kecerlangan di dalam ruang. Selain membawa terang seperti yang disebutkan di atas, cahaya terang juga bisa memberikan fenomena tersendiri, seperti yang disebutkan Muftiadi (2009), cahaya terang yang memunculkan fenomena tertentu akan menimbulkan perasaan nyaman dan betah dan dengan pengaturan yang tepat akan memberikan perasaan kondusif dan rasa sosialisasi dengan sesama akan meningkat. Munir (--) menambahkan bahwa tujuan dari pencahayaan alami adalah untuk mendapatkan kuantitas cahaya yang cukup dan menyenangkan sehingga tugas visual dapat .mudah diselcsaikan. Holcim (2012), menambahkan bahwa untuk menghadirkan sebuah bangunan sebaiknya ukuran lebar ruangan 2 kali ukuran tinggi bukaan, hal ini bertujuan agar cahaya matahari dapat masuk dan menerangi ruangan secara maksimal, • Menghindari pemborosan produk yang tidak perlu Dalam mendesain kita harus memperhatikan perlindungan dan pelestarian material misalnya menggunakan bahan-bahan yang tidak merusak alam dan lain sebagainya. Imelda et.al (2007), menyebutkan bahwa kegiatan konstruksi merupakan penyumbang kerusakan lingkungan terbesar, akibat: pengambilan material, proses pengolahan material dan pendistribusian dari sumber ke pemakai, Oleh karena itu sudah sepatutnya kita menyadari dan segera mengambil sikap bahwa dalam setiap melakukan perancangan hingga fisik bangunan akan selalu memperhatikan hal ters.ebut. Banyak hal yang dilakukan salah satunya adalah merancang dengan memperhatikan modul material dan pemanfaatan barang atau material yang masih layak pakai. Hasil yang didapat dari pemikiran ini adalah berkurangnya potongan atau sisa-sisa material yang terbuang sia-sia, sehingga tentu saja berdampak kepada alam, seperti yang disebutkan Imelda et. al (2007) di atas. 50 Raul Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 2012 1 Muftiadi: SADAR LlNGKUNGAN DALAM PERENCANAAN... KESIMPULAN Pada dasamya perancangan sadar lingkungan yang ditekankan pada pemikiran hemat energi adalah: • meminimalisir dampak hasil rancangan (arsitektur) tersebut pada sebuah lingkungan dengan memanfaatkan segala sesuatu yang ada dilingkungan, yaitu sinar matahari yang berlimpah, keberadaan angin yang kurang, kondisi kontur, air, vegetasi dan lain sebagainya; • mengurangi pemakaian energi yang tidak bisa diperbaharui sehingga lingkungan akan selalu terjaga kelestariannya. DAFTAR PUSTAKA Ariatsyah, Ardian (2004), Green Architecture "Rental Office Building" sebuah royek 2 desain berkelanjutan, Alur Lingkungan, FTSP ITS Surabaya. Brown, GZ (1990), Matahari, Angin dan Cahaya - Strategi Perancangan Arsitektur, alih bahasa: Ir. Aris K. Onggodiputro, Intermatra, Bandung; Crosbie Michael J (1994), Green Architecture - A Guide to Sustainable Design, Rockport Publisher Inc. Massachusetts. Evans, Martin (1980), Housing. Climate and Comfort, The Architectural Press ­ London, Halsted Press Division, John Wiley & Sons, New York; Imelda et. al (2007), Sustainable Construction, Apa Saja Penyumbang Kerusakan Lingkungan?, Seri Rumah Ide, Edisi Spesial, Gramedia, Jakarta. Munir, AM et al (....), Sains Arsitektur, Progdi Teknik Arsitektur FTSP Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur. Muftiadi (2009), Fenomena Daylight pada sebuah Blue Cross/Blue shield of Connecticut, Jurnal Raut, Edisi September -Desember 2009, Jurusan Arsitektur FT Unsyiah, Darussalam Banda Aceh. Vale, Brenda and Robert (1991), Green Architecture - Design for Sustainable Future, Thames and Hudson Ltd, London. Yeang, Ken (1995), Designing With Nature - The Ecological Basic for Architectural Design, McGraw-Hill, New York. HoIcim <I> Membangun Bersama <http://www.membangunbersama.com/registrations/>Friday 13th of Jan 2012 11:54:16AM Raut Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 51 • Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBILITAS (SEBUAH KAJIAN. .. AKSESIBILIT AS (Kajian Mengenai Syarat dan Penerapan Standar) Zainuddin dan Teuku Ivan Zainuddin4673@gmail. com dan [email protected] Dosen Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ABSTRAK Aksesibilitas adalah bebas, aman dan mandiri untuk bergerak bagi semua orang pada sebuah lingkungan terbangun. Setiap orang berhak untuk dapat menikmati lingkungan tanpa mengganggu hak orang lain, apalagi dalam menghadapi orang yang difabel. Data kajian persyaratan yang diperkenalkan pada tulisan ini diambil dari laporan kegiatan kerja praktek Keumala (2009). Tujuan tulisan ini adalah untuk memperkenalkan standar dan syarat yang diperlukan bagi para difabel untuk beraktifitas, sehingga dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan desainer dalam merancang bangunan yang nantinya bisa digunakan bagi semua orang tanpa mengenal dan menghargai "ketidakmampuan' orang lain sebagai suatu kelebihan. Kata kunci: aksesibilitas, difabel. PENDAHULUAN Lingkungan dengan segala kelebihan dan kekurangannya merupakan anugerah bagi manusia, dan sudah seharusnya manusia harus bisa dan pandai untuk beradaptasi dengannya. Seperti kondisi iklim misalnya, setiap manusia yang hidup dengan kondisi lingkungan beriklim dingin tentu berbeda cara hidup dan beradaptasi dengan mereka yang hidup dibelahan bumi lain yang beriklim panas. Terlihat dari pakaian yang dikenakan, rumah yang didiami menggunakan bahan dan bentuk yang berbeda. Demikian juga kalau kita lihat dibidang lain seperti kondisi tanah, tentu bagi mereka yang hidup di lahan yang gersang akan berbeda dengan mereka yang hidup dengan lahan yang subur dalam menaman bahan makanan dan yang mereka makan. Lingkungan terbangun adalah bagian dari merupakan salah satu hasil karya manusia. sebuah lingkungan, yang Lingkungan ini adalah sebuah wadah bagi manusia untuk beraktifitas dan harus bisa memberikan kesempatan bagi setiap orang tanpa memberi batasan tertentu asalkan tidak menggangu/membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. 52 Raut Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 2012 Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBILITAS (SEBUAH KAJIAN... Setiap orang tidak berencana dan tidak ingin lahir dalam keadaan tidak sempuma serta ingin selalu dalam keadaan sehat (tidak pemah tua). Semua itu bertujuan untuk dapat selalu beraktifitas yang menyenangkan dalam lingkungannya. Bagi yang sehat tentu tidak masalah untuk melakukan aktifitas dan mempunyai akses ke lingkungannya, bagaimana dengan mereka yang tidak sehat (difabel) untuk beraktifitas di sebuah lingkungan? Apakah mereka harus dikucilkan akibat kedifabelan mereka? Jika kemudian muncul pertanyaan mengapa perlu adanya tindakan untuk membuat akses bagi semua orang? Evalina, et al (2010) menyebutkan bahwa: • aksesibilitas merupakan bagian dari hukum internasional (konvensi PBB tanggal 13 Desember 2006, artikel 9); • sebuah lingkungan yang dapat diakses merupakan faktor utama keikutsertaan dan sosialisasi para difabel dalam masyarakat, peningkatan partisipasi dan pergerakan mereka. Hal ini merupakan syarat awal untuk penciptaan masyarakat inklusif; • masalah terbesar bagi para difabel adalah hambatan yang ada di lingkungan mereka, bukan karena kedifabelan mereka. Berdasarkan permasalahan yang tersirat di atas, maka diperlukan suatu standar dan syarat yang dibutuhkan untuk menghargai kehadiran mereka dalam lingkungan terbangun agar kesetaraan dan kesejahteraan dalam menikmati lingkungan binaan dapat dicapai. AKSESIBILIT AS Aksesibilitas adalah suatu kesempatan, jalan, cara, dimana setiap orang mempunyai akses yang sarna untuk menciptakan lingkungan tanpa diskriminasi yang didasarkan pada tingkat kemampuan seseorang. Seperti kita ketahui bahwa ketidakmampuan seseorang itu berbeda-beda, seperti umur, jenis kelamin, kesehatan (kecacatan) hingga ketidakmampuan sementara (hamil, memiliki bayi, kegemukan, penderita penyakit jantung, dll). Evalina et al (2009) menjelaskan bahwa aksesibiltas juga adalah bebas, aman dan mandiri untuk bergerak bagi semua orang pada sebuah lingkungan terbangun. Raul Edisi I Vol. 1, Januari «April 2012 53 Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBILlTAS (SEBUAH KAJIAN .. Setiap orang mempunyai akses yang sarna tanpa melihat umur, jenis kelamin dan kondisi fisiknya, dalam sebuah lingkungan tanpa diskriminasi yang didasarkan pada tingkat kemampuan seseorang. Handicap International (2005) menyebutkan bahwa aksesibilitas merupakan sebuah konsep praktis untuk para difable termasuk para penyandang cacat agar mereka mendapatkan ruang gerak dan dapat beraktifitas dengan nyaman dalam sebuah lingkungan. Evalina et. al (2010), menambahkan bahwa tujuan dari konsep praktis tersebut adalah agar para difabel termasuk penyandang cacat ini dapat meningkat rasa percaya diri dan semangat hidupnya karena merasa dihormati dan dihargai keberadaannya. Persyaratan aksesibilitas Berikut mengenai ini akan dibicarakan mengenai persyaratan fasilitas yang minimal harus ada pada sebuah lingkungan binaan agar dapat dinyatakan sebagai lingkungan binaan yang beraksesibilitas. Adapun fasilitis minimal tersebut adalah: 1. Besaran Ruang A. Ukuran Dasar Ruang: adalah dimensi sebuah ruang yang mewadahi manusia dan peralatan yang digunakan. Gambar 1: Ruang Gerak yang dibutuhkan bagi Pemakai Kruk Sumber: Keumala (2009) Gambar di atas memperlihatkan besaran yang dibutuhkan seseorang saat menggunakan kruk (tongkat bantu untuk berjalan). Posisi depan ruang yang dibutuhkan adalah minimal sebesar 0,95 m sedangkan posisi samping minimal sebesar 1,20 m, sehingga minimal total ruang yang dibutuhkan untuk pergerakan mereka adalah 1,14 m2• 54 Raul Edisi 1 Vol. I, Januari - April 2012 Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBlLITAS (SEBUAH KAJIAN. .. Bagi penyandang tunanetra, mereka membutuhkan ruang untuk berjalan jika tanpa menggunakan tongkat membutuhkan lebar ruang yang minimal sebesar 0,63 m dan ruang bebas untuk menggerakkan tangan sebesar 0,6 m dengan ketinggian 0,75 m bila tidak menggerakkan tangan. Secara rinci ruang yang mereka butuhkan unutk beraktifitas dapat dilihat pada gam bar 2 berikut ini . •• .. ....~_9Jl._ ... ~ Gambar 2: Ruang Gerak para Tuna Netra Sumber Keumala (2009) Dari gambar di atas dapat dicatat bahwa mereka lebih membutuhkan ruang yang luas dari pengguna kruk, oleh karena kita harus menyediakan ruang untuk jangkauan tingi yang luas agar bebas untuk menghindari tabrakan dengan barang minimal berkisar antara 1,5 m hingga 2, 10m. Pada gambar di atas juga dapat dilihat bahwa pengguna tongkat mempunyai bidang ruang yang lebih kecil, yaitu bidang lebar sebesar 0,90 m dan panjang 0,95 m, karena mereka tidak memerlukan lagi jangkauan yang luas dan hanya menjangkau seadanya menggunakan tongkat. Bagi pengguna kursi roda ruang yang dibutuhkan dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini, dengan catatan tinjauan kursi roda biasa dan kursi roda rumah sakit. 110an •L Gambar 3: Dimensi Kursi Roda Sumber: Keumala (2009) Raul Edisi 1 Vol. I, Januari -Apri/2012 55 • Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBILITAS (SEBUAH KAJIAN. .. Seperti pada umumnya kursi roda biasa mempunyai ukuran dimensi yang lebih kecil dibandingkan dengan kursi roda rumah sakit. Kursi roda biasa hanya membutuhkan besaran ruang dengan panjang 1,10 m dan 0,75 m lebar. Sedangkan kursi roda rumah sakit mempunyai besaran ruang yang lebih luas karen a menampung dan menahan kaki pasien yang terbentang serta membutuhkan pergerakannya yang lebih fleksibel. Adapun panjang yang dibutuhkan adalah berkisar antara 1,50 - 1,60 m dan lebar sebesar 0,80 m. Gambar 4: Dimensi Kursi Roda Rumah Sakit yang mepunyai ukuran panjang yang lebih dari kursi roda biasa, karena dirancang untuk sewaktu-waktu harus menumpu kaki pasien Sumber: Keumala (2009) JlI'llIcbMIl 30em ......... ]Li Gambar 5: Ruang yang dibutuhkan untuk bermanuver seorang diri dan jika bersisian. Sumber: Keumala (2009) Gambar gambar 5 di atas, memperlihatkan pergerakan (sirkulasi) kursi roda. Pada gambar memperlihatkan ruang yang tercipta harus mampu memberikan kemudahan bagi pengguna untuk leluasa bergerak dengan memperhatikan dimensi 56 Raul Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 2012 Zainuddln dan Teuku Ivan: AKSESIBILITAS (SEBUAH KAlIAN. .. dan kemampuan manuver maksima1 sebuah kursi roda serta tidak saling bertabrakan jika bersisian. Untuk berrnanuver 180° seorang diri jika menggunakan kursi roda ruang yang dibutuhkan ada1ah minimal sebesar 1,80 m dan mempunyai jarak bebas minimal 0,30 m pada saat membuka pintu. Se1anjutnya jika melakukan manuver untuk berbelok 90° dibutuhkan ruang minimall, 10m, dengan keterangan minimal 0,85 untuk ruang/ukuran kursi roda sisanya digunakan untuk ruang gerak tangan kiri dan kanan dengan besar minimal 0,125 m untuk tiap sisinya. Untuk kegiatan gerak berputar jika menggunakan kursi roda membutuhkan ruang minimal sebesar 1,80 m, dengan anggapan besaran ini digunakan untuk 2 buah kursi roda yang bersisian (2 arah). Sedangkan jika pengguna kursi roda me1akukan kegiatan menjangkau harus diperhitungkan batas jangkauan (kemampuan untuk menjangkau) sebesar 1,30 m. B. Jalur Pemandu: adalah inforrnasi fisik yang bertujuan memberi penunjuk arah maupun peringatan yang diletakkan pada e1emen 1antai eksterior dan interior bangunan berupa guiding bloks (ubin). Adapun syarat inforrnasi fisik ini ada1ah: • ubin yang bertekstur garis-garis menunjukkan arah, tekstur berbentuk bulat memberi peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitar; • ubin bertekstur ini di1etakkan pada tempat tertentu seperti: di depan jalur la1u lintas kenderaan, di depan pintu masuk/ke1uar, tangga, perbedaan level 1antai, dan banyak lagi tempat yang 1ainnya. .. 1 ,. 3J e... 1111 ;,:1';' -J:-L~. ~ ~ )~ em Ir 1 'I' 3: c'n 00000 00000 0000 0000 00000 0000 F v ~ ~ ~, ~ . Ir .1 ...F ~ ...E-~ i"'" ~ (.: ;; )] y ~., 1 or llll~ ~ ~ .~ Gambar 6: Contoh tipe guiding bloks, yang bergaris lurus digunakan untukjalan lurus, sedangkan yang bulat untukjalan berbelok. Sumber: Keumala (2009) Raul Edisi I Vol. 1, Januari - April 2012 57 Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBILITAS (SEBUAH KAJIAN .. C. Area Pintu Dalam arsitektur pintu adalah penghubung antara ruang dalam dan luar bangunan, tempat keluar masuk dari suatu lingkungan (outdoor) ke lingkungan lain (indoor), demikian sebaliknya yang dilengkapi dengan penutup (daun pintu). Jika digunakan pada sebuah bangunan danagar dapat diakses oleh setiap orang dengan segala keterbatasan, sudah barang tentu pintu mempunyai stan dar dan syarat yang harus dipenuhi. Berikut ini standar dan syarat tersebut, selain dapat membuka dan menutup dengan sempurna: • Mudah dibuka dan ditutup serta digunakan oleh semua orang dalam setiap keterbatasan dengan lebar minimum 0,90 m dan memperhatikan arah buka keluar; • Jika menggunakan pintu otomatis, sudah seharusnya memikirkan kepekaan terhadap kebakaran dan dapat membuka serta menutup dengan sempurna; • Sedapat mungkin menghindari ram dan beda level ketinggian lantai; D. Ram Adalah salah satu jalur sirkulasi yang mempunyai sudut kemiringan tertentu yang berfungsi sebagai pengganti tangga. Samahalnya dengan item lain bahwa ram ini juga memiliki syarat tertentu dalam penggunaannya pada sebuah lingkungan, beberapa diantaranya adalah: • Jika ram dibuat di luar bangunan sudut kemiringan tidak lebih dari 6°, sedangkan kalau di dalam bangunan harus lebih kecil (tidak lebih dari 7°) dan dengan kemiringan ini panjang maksimal 9 m. Jika lebih rendah dari kemiringan ini, ram dapat lebih panjang; • Untuk ukuran lebar, jika menggunakan pengaman tepi minimal 1,20 m sedangkan jika tidak menggunakan pengaman tepi ukuran lebar minimal adalah 0,95 m. • Penerangan untuk ram harus diperhatikan, dengan menyediakan pencahayaan pada bagian tertentu seperti pada bagian ram yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah dan bagian lain yang membahayakan. 58 Raul Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 2012 Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBILITAS (SEBUAH KAJIAN... Berikut ini salah satu gambar ram yang direkomendasikan. mempunyai kemiringan 1 : 10 dengan lebar 1,20 m. Ram ini Pada gambar tersebut memperlihatkan pada titik tertentu mempunyai area istirahat (sarna seperti tangga yang mempunyai bordes) pada awal, belokan dan akhiran ram. Gambar 7: Bentuk ram yang memiliki area tertentu yang berfungsi sebagai rest area Sumber: Keumala (2009) E. Toilet Adalah sebuah fasilitas sanitasi yang digunakan untuk keperluan pribadi sehari-hari manusia, seperti mandi, buang air besar dan kecil. Toilet saat ini terus berkembang fungsinya sehingga menjadi fasilitas merias diri (merapikan diri). Oleh karena aktifitas dan fasilitas yang terus berkembang dan sifatnya pribadi, toilet sudah selayaknya mampu diakses oleh semua orang dengan segala keterbatasan. Untuk bisa diakses toilet harus mempunyai syarat tertentu jika dihadirkan pada sebuah arsitektur yang saat ini sudah mulai menanamkan prinsip-prinsip aksesisibilitas. Berikut ini beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantaranya adalah: • Mempunyai tampilan yang mudah dipahami oleh setiap orang dan dilengkapi dengan rambu serta simbul tertentu serta dan berbahan lantai yang tidak licin. Alangkah baiknya jika simbul tersebut dicetak timbul agar memudahkan bagi penyandang cacat; Raut Edisi I Vol. 1. Januari - April 2012 59 Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBILITAS (SEBUAH KAJIAN... • Ukuran pintu dan toilet mempunyai ukuran minimal untuk manuver yang nantinya memudahkan bagi pengguna kursi roda dan dilengkapi dengan pegangan yang berketinggian sesuai dengan pengguna kursi roda; • Aksesoris toilet harus dipasang sedemikian rupa sehingga memudahkan dijangkau oleh setiap orang; • Pada tempat tertentu seperti pintu sebaiknya mempunyai penanda darurat (emergency sound button) yang akan dibunyikan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Berikut ini adalah gambar yang akan merinci ukuran dan detail toilet yang aksesibilitas. Pegangan Rambat ~. Gambar 8: Ruang gerak dan tinggi peletakan aksesoris sebuah toilet Sumber: Keumala (2009) II. RAMBU DAN MARKA Seperti umumnya lalu lintas, rambu dan marka juga sangat dibutuhkan dan merupakan bagian dari aksesibilitas. Fungsi dari rambu dan marka adalah sebagai penunjuk arah dan alat untuk berkomunikasi serta pemberi inforrnasi. Rambu dan marka umumnya digunakan pada nama fasilitas dan tempat; arah dan tujuan pedestrian; KM/WC dan telepon umum; tempat parkir bagi para penyandang cacat (difabel). Walaupun demikian ada beberapa persyaratan yang harus ada dalam penggunaan ram bu dan marka ini. 60 Raul Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 2012 Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSES1B1LITAS (SEBUAH KAJ1AN. .. Berikut ini adalah beberapa syarat yang harus ada tersebut: • Jika dalam penggunaannya menggunakan huruf ataupun angka, maka harus menggunakan huruf dan angka timbul atau huruf Braille, sehingga dapat dibaca juga oleh penyandang tunanetra dan memudahkan dalam menafsirkan artinya bagi para difabel dan orang lain; • Rambu dan marka ini ini harus menggunakan tanda ataupun simbol yang sudah dikenal oleh masyarakat luas dan intemasional dan menerapkan metode khusus, seperti wama, permainan karakter gelap terang dan lain-lain; • Harus mempunyai proporsi lebar dan tinggi antara 3:5 hingga 1:I dengan ketebalan 1:10 hingga 1:5; • Penempatan rambu dan marka ini harus sesuai dengan jarak/sudut pandang dan bebas penghalang serta mempunyai pencahayaan yang cukup. Berikut ini adalah beberapa contoh rambu dan marka yang lazim digunakan pada bangunan yang beraksesibilitas. Simhol tunarungu simbol tunadaksa simbol tunanetra Gambar 9: Simbol yang digunakan untuklpemberitahuan tentang keberadaan para difabel Sumber: Keumala (2009) Raul Edisi 1 Vol. I, Januari -April 2012 61 Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBILITAS (SEBUAH KAJIAN... Symbol telepon Symbol ramp penyandang cacat penyandang cacat Symbol ramp dua arah Symbol telepon untuk tunarungu Gambar 10: Simbol fasilitas bagi para difabel Sumber: Keumala (2009) KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah lingkungan binaanlterbangun untuk dapat dikatakan mempunyai aksesibilitas jika mampu memberikan kesempatan bagi orang yang berkemampuan sehat dan yang tidak (difabel) untuk dapat menikmati dan menggunakan segal a fasilitas yang ada pada lingkungan tersebut. Sebuah lingkungan tersebut kalau ditinjau pada bangunan, dimulai dari sikuen main enterance, lobi, ruang yang dituju (lantai per lantai), hingga keluar dari bangunan ini. Hal ini dapat dicapai penyediaan sarana seperti besaran ruang, jalur pemandu, areal pintu, ram dan rambu/ marka seperti yang telah disebutkan di atas. 62 Raut Edisi 1 Vol. 1, Januari - April 2012 Zainuddin dan Teuku Ivan: AKSESIBlLITAS (SEBUAH KAJIAN. .. DAFTAR PUSTAKA Evalina, at. al (2010), Sosialisasi Aksesibilitas Kepada Masyarakat: sebuah laporan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Keumala, Cut RN (2009), Pembangunan Aksesibilitasn Kota Banda Aceh dan Aceh Besar Provinsi Aceh: laporan praktek profesi, Jurusan Arsitektur FT Unsyiah, Darussalam Banda Aceh. Bibliografi Harber at al (1991), The Accesible Housing, Design File. John Wiley & Sons, Inc, New York. Lidwell, at al (2003), Universal Principles Of Design, Rockport Publisher, Beverly Masachusetts. Lawlor (2008), Residential Design for Aging in Place, John Wiley & Sons Inc, New York. Raut Edisi I Vol. 1, Januari -Apri/2012 63