(Kajian Veda dan Úaiwa Siddhanta) Oleh

advertisement
WIDHI ÚRADDHA
(Kajian Veda dan Úaiwa Siddhanta)
Oleh: Dr. I Made Surada, M.A
Abstract
In Hinduism teaching, confidence in the existence of super power of natural soul
by Veda teaching. Single traditional idea the existence of statement expressing that
Veda holy book Hinduism. As holy book of Hinduism, hence Veda believed and
guidance by Hindu people as single the source of needed information and tuition in
everyday life and or for the time of is certain.
Veda book have various - as religious idea growth phase. In Veda there are
materialization polytheism marking, organized polythe spreading Teaching Veda
through wide of area and also require very long time, because area broadness and
passed by time length, hence just Veda face earn change as according to passed by time
and room, but its remain to Veda esensi.
In Hinduism growth and spreading in Bali, realization arrange its execution is
constituted by source of Tattwa teaching specially Sivatattwa papyruss. In papyrus art,
year praised as Bhatara Siva, which its source always we meet in religion art, saa,
worship, upakara, And altars Arca-arca. Teaching like this conceived of [by]
Sivasiddhanta teaching.
God in Veda called by Agni or Indra or Waruna, in God Upanisad called by
Brahman, hence in Hinduism God Bali is called by the The Hyang Widhi or Siwa.
Esensi Teaching Believing in god in Tattwa Siwa equal to Believing in god teaching in
Veda. realized Teaching Siwa Tattwa in life believe in Hindi in Bali, henotheisme,
monoisme and monotheisme.
Existence of equality of principality between Believing in god teaching in Veda
and Saivasiddhanta. God Who are Single The most in which is many, what is many in
Single. Sat Agni, Yama, Matarisvan. Siva Mahadeva, Isvara, Paramesvara etcetera, and
Deity itself is Siwa. In Veda even also also in God Saivasiddhanta one with all is
existing.
Key Words : Widhi Sraddha, Veda, Úiwasiddhànta
Abstraksi
Dalam ajaran agama Hindu, keyakinan akan adanya kuasa yang super natural itu
dijiwai oleh ajaran Veda. Satu-satunya pemikiran tradisional adalah adanya pernyataan
yang menyatakan bahwa Veda adalah kitab suci agama Hindu. Sebagai kitab suci
agama Hindu, maka Veda diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satusatunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
ataupun untuk waktu-waktu tertentu
Kitab Veda memiliki berbagai – bagai fase perkembangan pemikiran
keagamaan. Dalam Veda terdapat perwujudan tanda-tanda politheisme, politheisme
yang diorganisir, henotheisme, monotheisme dan monoisme.
1
Penyebaran ajaran Veda melalui daerah yang luas serta membutuhkan waktu
yang sangat panjang, karena luasnya daerah dan panjangnya waktu yang dilaluinya,
maka wajah Veda dapat saja berubah sesuai dengan ruang dan waktu yang dilaluinya,
tetapi esensinya tetap esensi Veda.
Dalam penyebaran dan perkembangan agama Hindu di Bali, realisasi tata
pelaksanaannya didasari oleh sumber ajaran kitab-kitab Tattwa khususnya lontar-lontar
Sivatattwa. Dalam sastra-sastra lontar, tahun dipuji sebagai Bhatara Siva, yang
sumbernya selalu kita jumpai dalam sastra-sastra agama, saa, puja, upakara, Arca-arca
dan tempat-tempat pemujaan. Ajaran seperti ini disebut sebagai ajaran Sivasiddhanta.
Di dalam Veda Tuhan dipanggil Agni atau Indra atau Waruna, di dalam
Upanisad Tuhan dipanggil Brahman, maka dalam agama Hindu di Bali Tuhan dipanggil
Sang Hyang Widhi atau Siwa. Esensi ajaran Ketuhanan dalam Úiwa Tattwa sama
dengan ajaran Ketuhanan dalam Veda. Ajaran Siwa Tattwa lah yang direalisasikan
dalam hidup beragama Hindi di Bali.
Adanya kesamaan azas antara ajaran Ketuhanan dalam Veda dan
Saivasiddhanta. Tuhan Yang Maha Esa dalam Yang Banyak, Yang Banyak dalam Yang
Esa. Sat adalah Agni, Yama, Matarisvan. Siva adalah Mahadeva, Ìsvara, Paramesvara
dan sebagainya. Dan Dewa-Dewa itu sendiri adalah Siwa. Dalam Veda pun pula dalam
Saivasiddhanta Tuhan menyatu dengan segala yang ada.
Kata Kunci : Widhi Sraddha, Veda, Úiwasiddhànta
I. PENDAHULUAN
Berorientasi pada keyakinan terhadap adanya Brahman / Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, mengindikasikan bahwa telah memasuki wilayah kajian filsafat metafisika.
Secara umum, ide-ide tentang Brahman/Ketuhanan menyangkut keyakinan umat
manusia terhadap fenomena-fenomena alam yang ada di luar batas empirisme. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan nilai-nilai kemanusiaannya sesuai dengan ajaran yang
diajarkan menurut keyakinannya.
Dalam ajaran agama Hindu, keyakinan akan adanya kuasa yang super natural itu
dijiwai oleh ajaran Veda. Satu-satunya pemikiran tradisional adalah adanya pernyataan
yang menyatakan bahwa Veda adalah kitab suci agama Hindu. Sebagai kitab suci
agama Hindu, maka Veda diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satusatunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
ataupun untuk waktu-waktu tertentu (Ngurah, dkk, 1999 : 36).
Kitab Veda memiliki berbagai – bagai fase perkembangan pemikiran
keagamaan. Dalam Veda terdapat perwujudan tanda-tanda politheisme, politheisme
yang diorganisir, henotheisme, monotheisme dan monoisme (Sura, 1991 : 6).
2
Kitab Veda yang diwahyukan oleh Tuhan kepada para Maharsi kemudian
dikelompokkan menjadi empat macam yakni :
a. Rg. Veda yang terdiri dari 10.552 mantra (stanza)
b. Sama veda terdiri dari 1.875 mantra
c. Yajur Veda terdiri dari 1.975 (beberapa mantra berbentuk prosa).
d. Atharva Veda 5.987 (ada mantra-mantra yang berbentuk prosa)
Kumpulan Veda seluruhnya berjumlah 20.389 mantra, tidak termasuk kitabkitab yang bersumberkan Veda seperti Brahmana, Upanisad dan lain-lain. Namun
jumlah tersebut termasuk pengulangan, terutama ayat-ayat Rg. Veda yang diulang
dalam Veda-veda yang lain (Bose, 1990 : 1 ).
Penyebaran ajaran Veda didasarkan ketentuan pada Rg. Veda X.71.3.
Berdasarkan ayat tersebut, sabda-sabda dalam Veda akan tersebar luas serta menjadi
populer melalui nyanyian dan lagu yang disampaikan melalui yajna. Dengan demikian
maka Veda akan didengar oleh masyarakat umum tanpa mengenal batas golongan
(Pudja, 1998 : 65).
Penyebaran ajaran Veda melalui daerah yang luas serta membutuhkan waktu
yang sangat panjang. Menurut Sura, karena luasnya daerah dan panjangnya waktu yang
dilaluinya, maka wajah Veda dapat saja berubah sesuai dengan ruang dan waktu yang
dilaluinya, tetapi esensinya tetap esensi Veda (Sura, 2001 : 1).
Dalam penyebaran dan perkembangan agama Hindu di Bali, realisasi tata
pelaksanaannya didasari oleh sumber ajaran kitab-kitab Tattwa khususnya lontar-lontar
Sivatattwa. Dalam sastra-sastra lontar, tahun dipuji sebagai Bhatara Siva, yang
sumbernya selalu kita jumpai dalam sastra-sastra agama, saat puja, upakara, Arca-arca
dan tempat-tempat pemujaan. Ajaran seperti ini disebut sebagai ajaran Sivasiddhanta.
Ajaran ini memiliki jalinan yang sangat erat dengan ajaran Upanisad (terutama
Svatasvatara Upanisad dan Upanisad-upanisad minor), ajaran – ajaran yang berasal dari
kitab-kitab Purana, ajaran-ajaran Samkhya, Yoga, Vedanta dan ajaran-ajaran yang
berasal dari kitab-kitab Tantra, yang kesemuanya itu mengalir dari kitab Veda. Wujud
pelaksanaan kehidupan beragama Hindu berbeda-beda antara satu tempat dengan
tempat lainnya, hakikatnya, jiwa dan semangatnya adalah sama (Tim, 200 : 25).
Namun realitasnya pada kehidupan sosial, memunculkan suatu isu yang
mengasumsikan bahwa konsep-konsep yang ada pada Veda dalam perkembangannya
3
mengalami suatu bentuk-bentuk yang baru sebagai implementasi penghayatan
ketuhanan dimana ajaran agama Hindu itu tumbuh dan berkembang. Hal ini sangat
nampak ada suatu masyarakat Hindu pada satu tempat dengan tempat lainnya tidak
menunjukkan unsur-unsur homogenitas bentuk-bentuk penghayatannya. Sebagai fokus
perhatian yang hangat dewasa ini diwacanakan adalah eksistensi umat Hindu di Bali.
Kalau diperhatikan secara seksama tentang keberadaan konsepsi tentang
ketuhanan pada masyarakat Hindu di Bali secara nyata menang menunjukkan perbedaan
penyebutan terhadap apa yang mereka yakini sebagai kekuatan yang super natural.
Adapun pebedaan tersebut seperti pemberian nama atau sebutan-sebutan yang melekat
pada keberadaan beliau yang memang bersifat nirguna. Ada beberapa penyebutan nama
yang memang tidak merujuk apa yang tersurat dalam kitab suci Veda.
Bertitik tolak dari perkembangan issu yang dikemukakan pada latar belakang di
atas, maka ada permasalahan yang diungkapkan yaitu : bagaimanakah konsepsi
Ketuhanan dalam ajaran kitab suci Veda sebagai sumber ajaran agama Hindu sehingga
umat Hindu yakin tentang keberadaannya, dan bagaimanakah Konsepsi Ketuhanan
dalam susastra Hindu menurut ajaran tattwa terutama Siwatattwa sehingga memberikan
fibrasi pada umat hindu menumbuhkan rasa bhakti dan sradanya lebih meningkat. Pelru
juga diketahui bagaimana umat Hindu di Bali menghayati tentang keberadaan adanya
keyakinan terhadap Brahman/Tuhan Yang Maha Esa sebagai suatu fenomena
keberagamaan sehingga Hindu mampu menjaga eksistensinya karena semakin genarnya
pengajaran agama pada umatnya.
II. PEMBAHASAN
2.1. Ketuhanan Dalam Kitab Suci Veda
Penghayatan Ketuhanan di dalam ajaran Veda ada beberapa konsepsoi mendasar
yang pada prinsipnya bertalian dnegan Raja Yoga (jalan mistik).
a. Tuhan Yang Tunggal
Dalam pandangan mistik Yang Utama itu adalah Yang Tunggal Ajaran ini
mengetengahkan kemanunggalan dalam keberanekaan, Mantra berikut menyatakan
kemanunggalan Yang Maha Suci.
Indram Mitrram Varunam Agnim ahuh
4
atho divyah sa suparno garutman,
ekam sad bahudha vadanthyagnim
yaman matrisvanam ahuh.
Rgveda I.164.46.
Mereka menyebut Indra, Mitra, Varuna, Agni : dan itulah Yang Maha Suci,
Garutman bersayap indah.
Yang Maha Esa yang oleh orang bijaksana disebut dengan banyak nama seperti
Agni, Yama, Matariswan.
Mantra ini menggambarkan kebenaran utama sbeagai ekam sad Yang Tunggal.
b. Kebenaran Tunggal Transendental
Mantra berikut Yang Tunggal (dalam wujud netrum) menyatakan Yang Maha
Suci pada tahap mula ketika belum ada apa-apa.
Na sad asitro sad asit tadano na sid rajo no vyama paro yat,kim
Avariyah kuha kasya sarma-tranbhah kik asid amretam na tahi (I)
Na mrtyur asid amrtam na tahina ratya aha asi praketah, a nid avatam
Svadhaya tad ekam, tasmad dhanyan na parah ke canasa (2)
Rgveda X.129.1.2
Pada mulanya tidak ada yang tidak nyata maupun yang nyata :
Tidak ada udara, juga tidak ada langit. Apa yang menyelimuti dan dimana ?
dan milik siapakah tempat berlindung itu? Apakah ada air, tak terduga dan
dalam ? Pada masa itu tidai ada kematian, juga tidak ada kehidupan yang
kekal, tidak ada tanda siang juga tidak ada tanda malam.
Yang Tunggal bernafas, di hampa udara, dengan kekuatan dalam diri : Di luar
itu tidak ada apa-apa sama sekali.
c. Yang Tunggal Beraneka
Untuk pemahaman kemanunggalan dalam keanekaan, faham mistik tidak menolak
keanekaan. Dalam faham ini, tunggal dalam keanekaan, keanekaan dalam keesaan.
Eka eva agnir bahudna smiddha, ekah suryo vidavam anu prabhutah
Ekaivoseh sarvanam idam vi bhutyekam, va vi bhauva sarvam
Rg veda VIII.58.2.
Agni Yang Tunggal menyala dimana-mana : Surya Yang Tunggal menyinari
seluruh alam : Usha Yang Tunggal menerangi semua, Yang Tunggal itu
menjadi semua ini.
5
Dalam mantra ini kebenaran utama digunakan bentuk maskulin (seperti halnya
dengan Agni dan Surya) dan bentuk feminim digunakan bentuk netrum (Ekam)
d. Tad (Ttu) berarti Semua
Dalam mantra berikut untuk kebenaran utama yaitu untuk menyatakan segi yang
berbeda-beda bagi Dewata seperti Agni, Vahyu dan lain-lain dan begitu pula untuk
menyamakannya.
Tad eva agnis tad adityas, tad vayus tad u candramah
Tad eva sukra tad prajha, ta apah sa prajepatih.
Yajur Veda 32.1.1.
Agni adalah itu, Aditya adalah itu
Vayu adalah itu, Brahman adalah itu,
Apah (air) semua itu, Prajapati adalah Dia
Mantra ini tiada mempermasalahkan jenis kelamin dan nama-nama Dewata juga
tidak ada masalah : semuanya membayangkan Tuhan. Maka untuk menyatakan banyak
Dewata, Apah (air) “Itu” dijadikan “semua itu” dan untuk menyatakan nama maskulin,
Prajapati (Dewa Pencipta). “Itu” dijadikan “Dia” (Sah).
e. Dewata yang Tunggal
Mantra beirkut menggambarkan Dewata (dalam bentuk Maskulin sebagai Yang
Tunggal)
Suparna iprah kevayo vacobhir, ekam santam bahudha kalpayanti
Chandramsi ca dadhato eghvarepr, grahan tsomasya mimate dvadasa
Rg veda. X.114.5.
Yang bersayap indah, wlaupun Dia satu, dalam nyanyian orang bijaksana
menggambarkan dalam bentuk berbeda-beda.
Dan sambil mendengarkan lagu dalam upacara ini mereka itu minum dua belas
mangkuk soma.
Disini digambarkan satu Tuhan dengan cawan berbeda-beda oleh ornag-orang
bijaksana dan dipuji dnegan persembahan lagi serta sajian air soma pada upacara korban
suci-yajna.
f. Semua Dewata itu Perwujudan Yang Tunggal
6
Dewata-Dewata meurpakan aspek Tuhan dalam Keesaan, sesuai mantra berikut :
Tvam agne indro vripagah satam asi, tvam visnure urugayo namasyah
Tvam prajha rayi vid brahmanaspate, tvam vidhartah sacapte puranghya.
Rgveda II.1.3.
Tvam agne raja varuno ghrtavratas, tvam mitro bhavasi dasma ijyah,
Tvam aryama saptatir yasya sambhujam, tvam amso vidathe deva bhajuh.
Regveda. II.1.4
Engkau Ya Agni! Adalah Indra Dewa Pahlawan
Engkau adalah Vishnu Yang Maha Kuasa, patut dipuji.
Engkau : ya Brahmanaspati, adalah Brahman yang memiliki kekayaan, Engkau
pemberi kehidupan, memberikan kami kebijaksanaan.
Engkau Ya Agni, adalah Varuna yang hukumnya tegak :
Engkau sebagai Mitra, Yang Bijaksana, patut dipuji :
Engkau Ya Tuhan, Engkaulah Ansha dalam Upacara.
Engkau ! mempersembahkan sajian.
Mantra di atas menyamakan Agni dengan Dewa-Dewa lain, baik maskulin
maupun feminim. Ini berarti semua Dewata merupakan satu perwujudan Tuhan Yang
Maha Esa.
g. Semua Dewata Manunggal
Dalam mantra berikut ini smeua Dewata manunggal dalam Indra.
Mahat tad vah kavayascaru nama
Yaddha deva bavatha visva indre
Sakha rbhubhih puruhuta priyebhir
Iman dihiyam sataye tiksata nah
Rg veda. III.54.17
Itulah, engkau Penyanyi ! Sebutanmu yang agung dan indah …
Semua Dewata ada dalam Indra
Ya kawan, selalu dipuja ! Engkau dnegan Ribhu-Mu
Yang kau cintai, nikmatilah lagu kami demi kesejahteraan kami,
Juga dinyatakan dalam laghu itu bahwa ada “Yang Esa” memenuhi alam:
Ejad dhruva patyate visvag ekam
Carat patatri vigunam vi jatam
Rgveda. III.54.8
Yang Maha Esa ada pada yang bergerak dan yang tak bergerak, pada yang
jalan.
7
Dalam mantra ini, Yang Esa, Visvam Ekam, dalam bentuk netrum
menggmabarkan Yang Esa dan Maha Ada. Maka semua Dewata adalah Yang Esa, satu
dalam yang banyak, satu dengan aspek yang berbeda-beda. Oleh karena itu menurut
konsep ini, kalau mengatakan “Engkau Dewata Semua” (Visva Devah) dan mengatakan
“Engkau Semua Dewata” (Visva Deva) sesungguhnya maksudnya sama saja. Karena
“mereka semua” pada hakekatnya menyatakan Yang Esa (Evam).
Dalam mistik jumlah dan bilangan tidak dipersoalkan untuk mengambarkan Yang
Maha Utama.
Demikian juga halnya dalam bagian ulangan dalam lagu berikut :
Mahad Devanam asura tvam ekam
Agung dan Maha Tunggal sifat Tuhan.
h. Satu dalam yang Banyak
Tavamste maghavam mahimopo
Te tanvah satam, 44
Apo te vahue vaddhati yadi
Vasi nyarvudam, 45
Atharva veda. XIII.4
Demikianlah keagungan-Mu, Ya Tuhan Yang Maha Pemurah!
Bertaur-ratus wujud-Mu
Wujud-Mu terbilang jutaan, atau engkau sesungguhnya milyaran
i. Yang Tak Berwujud
Se paryagac chutram akayam acanam
Asnaviram suddham apapaviddham
Kavir manasi paribhuh svayambhur
Yatha tathyati’tharn
Vyaddhac chasvatibbyah samabhyah
Yajur Veda. XI.8
Ia (orang yang mengetahui) mendapat
Kecemerlangan, yang tak berwujud, tak terlukai, tak tersakiti, yang Suci, di
dapat Dialah yang tak terjamah oleh kejahatan.
Ia, penyanyi, orang bijaksana, yang meliputi segalanya, yang lahir
Sendiri, telah menetapkan tujuan sesuai dengan dasar-dasar hukum kekekalan.
j. Tuhan Ada Dimana-mana
Yas nistati carati yasca vanycati
Yo nilayam carati yah pratankam
8
Dvau samnisagha yanmantra yete
Raja tad veda varunas trtiyah
Atharva veda IV.16.2.
Mereka yang berdiri atau berjalan atau bergerak secara rahasia, yang mau tidur
dan yang mau bangun :
Dua orang yang sedang duduk bersama dan berbisik-bisik : smua itu Tuhan,
Sang Raja, Tahu :
Ia adalah sebagai orang ketiga yang hadir disana.
Savita pascatat savita purastat
Sarvito tat savitadharatat
Savita nah suvatu sarvatarti
Savita no rasatam dirgaham ayuh
Rg veda X. 36.14
Dewata dari arah barat, Dewata dari arah timur,
Dewata dari arah utara, Dewata dari arah Selatan
Semoga ia melimpahkan rahmat-Nya
Semoga ia mengaruniai kami umur panjang
Aditir dhyair aditir antariksam dyair
Aditir mata sa pita sa putrah,
Visve deva aditih papcajana
Aditir jatam aditir janitvam
Rg veda. I.89.10
Tuhan ada di langit, Tuhan ada di ruang angkasa :
Tuhan adalah Ibu, Bapa, Putra :
Tuhan adalah semua Dewata itu,
Tuhan adalah lima golongan manusia itu,
Tuhan adalah yang lahir dan akan lahir
Dalam mantra ini Tuhan digambarkan sebagai feminim. Aditi di bagian-bagian
lain Ia digambarkan sebagai Ibu Yang Maha Kuasa (Mataram mahim aditi nama)
Tuhan menjiwai alam, dalam hubungannya dengan manusia : Prinsip
kemanunggalan banyak Dewata dan keanekaan manusia (suku bangsa) : dan kekuasaan
Tuhan menyatukan alam semesta tidak hanya berarti ruang, tetapi juga dalam arti
waktu, yang meliputi dahulu, sekarang dan yang akan datang.
Tuhan sebagai jenis feminim menjadi obyek pemujaan dalam Tantra.
k. Tuhan dalam Manusia
9
Tasmad vai vidvan purusam idam
brahmeti manyate
Sarva hyasmin devata gavo gasti ivasate
Atharva veda, XI.8.32
Oleh sebab itu orang yang mengetahui manusia mengganggapnya sebagai
Brahman. Sesunguhnya semua dewata ada di dalamnya seperti sapi dalam
kandang.
Bentuk netrum tunggal “Brahman” (Tuhan) dan bentuk maskulin jamak “DewaDewa” Dewatalah merupakan sinonim
Devaso hi rama manave samanyavi
Visve sakam saratayah
Rg veda, VIII.27.14
Sesungguhnya Dewa-Dewa sejiwa dnegan manusia semuanya memiliki
kemuliaan.
l. Jiwa Universal
Citram devanam udagadhu anikam
Caksur mitrasya varunasya agneh
Apra gavaprthivi antarriksam
Surya atma jagatas tasthusastra
Rgveda. I. 115.1 (Juga Yajur dan Atharva)
Wajah yang indah para Dewata telah nampak,
Mata Mitra, Varuna dan Agni :
Jiwa semua yang bergerak atau yang diam,
Surya, menyinari langit, bumi dan angkasa
Dalam mantram Yajur Veda menyamakan manusia dengan jiwa universalnya :
Yo’savaditye purusah so ‘savaham
O um kham brahma
Yajur veda 40.17.
Jiwa (Purusha) yang ada dalam surya
Jiwa itu adalah Aku
Om Brahman yang kekal
Dalam Yajur Veda dinyatakan pula Dewa-Dewa itu Esa (Tad) seperti pada
mantra beirkut :
Tad evaganis tad adityas tad vayus
10
Tad u candraman
Tad eva sukram tad brahma ta apah sa prajapatih
Yajur veda 32.1
Agni adalah itu, aditya adalah Itu
Vayu adalah itu, candrama adalah Itu
Sukra adalah itu, Apah adalah itu
Ia adalah Prajapati.
o. Sumber Segala Bentuk
Tuhan yang satu itu, kemuliaan-Nya diwujudkan dalam banyak bentuk, seperti
mantra berikut :
Rupam rupam pratirupo babhuva
Tad asya rupam praticaksanaya
Yukta hyasa harayah sata das
Rg veda VI.47.18
Untuk setiap bentuk Ia-lah modalnya,
Bentuk-Nya lah satu-satunya yang
Kita lihat dimana-mana
Indra dengan kekuatan Maya-Nya
(Bayangan) ada di dalam segala bentuk :
Sesungguhnuya kuda coklat-Nya dipasang seribu kali
Kuda coklat merupakan cara puitis untuk melukiskan kemuliaannya. Menurut
Sankaracharya, andaikata nama dan bentuk tidak sebagai budi yang suci tidak kita
ketahui.
2.2. Ketuhana Dalam Ajaran Siwatattwa
a. Keesaan Tuhan
Dalam ajaran Siwatattwa dipanggil sebagai Bhatara Siwa. Pada prinsipnya, Sang
Hyang Widhi Wasa, Brahman, Siwa dan sebagainya itu Esa adanya namun meliputi
segala, mempunyai banyak nama (Sura, 2002:1). Ajaran tentang Keesaan Tuhan itu di
formulasikan dalam sloka beirkut :
Sa eko bhagavan sarvah, Siva karana jaranam
Aneka viditah sarvah, catur vidhasya karanam
Ekatwanekatwa swalaksana Bhattara, Ekatwa ngaranya, kahidep
Makalaksana ng Siwatattwa Ndan tunggal, tan rwatiga kahidepanira.
11
Mangekalaksana Siwa karana juga, tan paparabheda
Aneka ngarana kahidepan Bhattara makalaksanan caturrdha
Caturdha ngaranya laksanairan sthula suksma parasnya.
Jnanasiddhanta.8
Sifat Bhattara adalah eka aneka, Eka (esa) artinya Ia dibayangkan bersifat
Siwatattwa. Ia hanya Esa, tidak dibayangkan dua atau tiga. Ia bersifat Esa saja
sebagai Siwakarana (Siwa sebagai Pencipta), tiada sthula suksma para sunya.
Sloka ini mencadrakan bahwa yang aneka itu, yang meliputi segala yang ada
pada kesemestaan ini pada hakikatnya adalah tunggal adanya.
Dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular disebutkan :
Eka catreng sarira, nguripi sahananing bhur, bhuwah, swah prakirna
Kekawin Sutasoma
Tunggal Ia merupakan payung badan jasmani memberi hidup sekalian yang
ada di tri bhuana ini amat penuh.
Pada bagian lain disebutkan juga :
Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangruwa
Kekawin Sutasoma
Berbeda-beda sebutan tetapi tunggal itu, tidak ada Tuhan kedua
b. Tuhan Sumber segalanya
Dalam Siwatattwa, yang mencipta, memelihara dan mengembalikan semua yang
ada adalah Tuhan yang disebut sebagai Bhatara Siwa. Dia-lah yang mencipta
memelihara serta mengembalikan semua yang ada kepada Dirinya sendiri, asal semua
yang ada ini.
Brahmasrjayate lokam,Visnuve palakasthitam
Rudratve samharasceva,Trimurtih nama evaca
Lwir Bhatara Siwa magawe jagat, Brahma rupa siran pangraksa jagat, Wisnu
rupa siran pangraksa jagat, Rudra rupa sira mralayaken rat.
Nahan tawak nira, bheda nama.
Bhuanakosa III.76
Adapun penampakan Bhatara Siwa dalam menciptakan dunia ini adalah :
Brahma wujudNYA waktu menciptakan dunia ini
Wisnu wujudNYA waktu memelihara dunia ini,
12
Rudra wujudNYA waktu mempralina dunia ini
Demikianlah tiga wujudNYA (Tri Murti) hanya beda nama.
Aktivitas Bhatara Siwa waktu mencipta dunia disebut Utpatti, waktu menjaga
dan merawatnya disebut Sthiti dan waktu mengembalikan kepada asalnya disebut
pralina.
Utpatti bhagavan brahma, Sthiti visnuh tathevaca
Pralina bhagawan Indra, Trayastrailokasasrana
Bhatara Brahma sirotpatti, Bhatara Wisnu sira sthiti, Bhatara Rudra sira
pralina nahan tang tiga pinaka sarana ring loka.
Bhuanakosa VII.25
Bhatara Brahma adalah pencipta, Bhatara Wisnu adalah yang memelihara,
Bhatara Rudra adalah pemrelina. Demikianlah Dewa yang tiga itu sebagai
pelindung.
Bhatara Siwa juga sebagai disamping sebagai asal mula juga merupakan
tempat kembalinya dari semua yang ada ini.
Yathottamam iti sarve, Jagat tattwa va liyate
Yatha sambhava te sarvam, Tatra bhavati liyate
Sakweh ning jagat kabeh, mijil sangkeng Bhatara Siwa ika, Lina ring Bhatara
Siwa ya.
Bhuanakosa III.80
Seluruh alam ini muncul dari Bhatara Siwa, lenyap kembali kepada Bhatara
Siwa juga.
c. Bhatara Siwa Bersifat Immanen Dan Transenden
Bhatara Siwa bersifat immanen dan juga transenden. Immanen artinya hadir
dimana-mana, sedangkan transenden artinya mengatasi pikiran dan indria manusia.
Dalam seloka berikut menyatakan sifat-sifat immanen dan transenden Bhatar Siwa.
Sivas sarvagata suksmah, Bhutanam antariksavat
Acintya mahagrhyante, Na indriyam parigrhyante
Bhatara Siva sira vyapaka, sira suksma tar kneng angen-angen, kadyangga
ning akasa, tan kagrhita de ning manah mwang indriya
Bhuanakosa II.16
Bhatara Siwa meresapi segala, Ia gaib tak dapat dipikirkan, Ia seperti angkasa
tak terjangkau oleh fikiran dan indria.
13
Sloka ini menyatakan bahwa Bhatara Siswa meresapi segala, berada dimanamana, meliputi segala. Dengan demikian Ia pun hadir pula dalam pikiran dan indria,
namun pikiran dan indria, tidak mampu menggapai Ia. Ini berarti ia mengatasi pikiran
dan indria. Demikianlah aspek immanen dan transenden bhatara Siwa.
d. Bhatara Siwa Berada Dimana-mana
Tuhan berada dimana-mana. Ia bersifat wyapi wyapaka, meresapi segala. Tiada
tempat yang Ia tidak tempati. Sloka berikut menyatakan sifat-sifat Tuhan yang diberi
gelar Bhatara Swa menyatakan hal tersebut.
Kaste-kaste yatha bahnih, suksmatvam upalabhyate,
bhute-bhute mahadevah, suksma eno upalabhyate
sang hyang apuy harenikang kayu-kayu, ndatan katon, makanimitta
suksmanira, yatha, kadyangganing akasa, mangkana ta Bhatara
Mahadewa, an hana ring sarwa mawak, ndatar kapangguh sira,
makanimitta ng suksmanira.
Bhuanakosa II.18
Api itu ada pada kayu, namun tidak kelihatan, karena halusnya, ibarat
angkasa. Demikianlah Sang Hyang Mahadewa, hadir pada semua yang
berwujud, tetapi tidak tampak, karena halusnya.
Dalam karya Mpu Kanwa berupa kakawin Arjuna Wiwaha ajaran tersebut
digubah menjadi sangat halus seperti kutipan berikut ini.
Ong sembah ning anatha tinghalana de triloka sarana
Wahyadhyatmika sembah I nghulun I jong ra tan hana waneh
Sang Iwir agni sakeng tahaen kadi minyak sakeng dadhi kita
Sang saksat metu yang hana wang amuter tutur pinahayu.
Wyàpiwyàpaka sàrining parama tattwa durlabha kita,
Icchàntànghana tan hanà ganalalit lawan hala hayu,
Utpatti sthiti lìnaning dadi kità ta kàrananika,
Sang sangkan paraning saràt sakala niskalàtmaka kita.
Kekawin Arjuna Wiwaha X. 1 dan 2
Om sembah hamba yang lemah, perhatikanlah oleh Mu oh Bhatara Siwa
Lahir batin sembah hamba pada kakiMU tiadalah yang lain,
Engkau laksana api dalam kayu, laksana minyak di dalam dadih, Engkau
benar-benar menampakan diri bila ada orang yang menekuni
Ajaran suci yang ia itu Engkau berkati.
14
Engkau meresapi segala, intisari hakekat kebenaran yang tertinggi yang sulit
digapai.
Atas kehendakMu lah adanya hal yang ada dan yang tidak ada, yang besar
dan yang kecil, yang buruk dan yang baik
Lahir, hidup dan lenyapnya semua mahluk Engkaulah penyebabnya.
Engkaulah asal dan kembalinya alam ini, Engkau adalah pribadi yang nyata
dan yang tidak nyata.
Dari paparan ajaran Siwatattwa pada gubahan Mpu Kanwa tersebut, dicandrakan
bahwa meskipun bhatara siwa hadir dimana-mana, ia amat gaib. Hanya pada orangorang yang amuter tutur Ia akan menyatakan diri. Orang – orang yang demikian akan
merasakan hadirnya Tuhan dimana-mana. Dengan kehadiranNya dimana-mana berarti
Ia tiada terbatas. Ia berada pada yang nyata dan tidak nyata, yang kelihatan dan juga di
luar yang kelihatan.
Lontar Pametelu Bhatara memberikan ilustrasi bahwa bayangan matahari itu
akan tampak pada seribu jun yang disinari matahari itu, walaupun matahari itu hanya
satu saja. Demikianlah dianalogkan Tuhan Yang Maha Tunggal hadir pada segala.
e. Keberadaan Bhatara Siwa Pada Berbagai Tempat
Berhubung dengan kehadiranNYa dimana-mana, pada setiap tempat, pada
bebragai aktivitas, maka Bhatara Siwa diseru dengan berbagai nama pada berbagai
tempat dan berbagai aktivitas. Demikianlah bhatara siwa Yang Esa mempunyai banyak
nama. Dalam sloka berikut mancandrakan kehadiran bhatara siswa dalam berbagai
tempat.
Etesam abhiyogatvam, Jagat deho’bhijayate
Tatra-tatrasya bhutah, Sa eko siva tistati.
Ika ta kapasangan ikang tattwa rudradi, ya ta pinaka sarira jagat
Kabeh, Sira wyapaka ring rat, sira wisesa, sira munggah ring tattwa
kabeh.Bhuanakosa III.8
Itulah rangkaian tattwa Rudra dan sebagainya. Itulah dijadikan badannya
bumi seluruhnya. Adapun bhatara Siwa, Ia meresapi seluruh dunia. Ia amat
utama, berada pada semua tattwa (unsur).
Prathivya sarva ekayam, Salile bhava samrtah,
Agnimo pasupati jnayam, Bayo isanan evaca
Nihan wibhaga Bhatara munggwirikang tattwa kabeh.
Sarwa jnana ngaranya yan andel ring prethiwi.
Bhawa ngaranira yan andel ring toya
15
Pasupati ngaranira yan andel ing Sang Hyang Agni
Isaana ngaranira umandel ing bayu
Bhuanakosa III.9
Inilah perincian bhatara yang berada pada semua tattwa
Sarwajna namanya bila Ia berada pada tanah
Bhawa namanya bila Ia berada pada air
Pasupati namanya bila Ia berada pada api
Isana namanya bila ia berada pada angin
Demikian juga halnya bila Ia berada pada tempat-tempat sebagai berikut :
Akase bhagawan bhamah, Mahadevopi manasi,
Tanmatra sthe ca ugreyah, tejase rudra ucyate
Bhima ngaranira yan haneng akasa, kinahanan ta sira de ning asta
Guna. Mahadewa ngaranira yan haneng manah, tan pawak.
Urga ngaranira yang haneng panca tan matra
Rudra ngaranira yan haneng teja, makawak ahangkara
Bhuanakosa III.10
Bima namanya, bila ia berada di angkasa, Ia ditempati oleh asta guna.
Mahadewa namanya bila Ia berada pada pikiran. Ia tanpa badan
Ugra namanya bila ia berada pada panca tan matra
Rudra namanya bila ia berada pada sinar, ia berbadankan ahangkara.
f. Bhatara Siwa Sebagai Penguasa Penjuru
Pada pangider-ider bhatara Siwa memenuhi seluruh arah mata angin, bahkan
pula hadir dan Zenith. Bhatara Siwa berada di tengah-tengah, sebagai sentrum alam
semesta, sedangkan pada setiap arah mata angin Ia mempunyai nama sendiri-sendiri,
warna dan senjata.
Isa purvantu vijneyah, Agneya tu mahesvarah,
Brahmapi daksinajnayah, Nairityam rudra eva ca.
Ika ta dewata magawe idep ring purwa, mahesora ring agneya brahma ring
daksina, rudra ring neriti.
Bhuana sangksepa, II.
Demikianlah Dewata yang membuat hidup dalam hati. Isa di timur. Mahesora
di tenggara. Brahma di selatan. Rudra di barat daya.
Pascimantu mahadevah, Vayabhyam sangkaras tatha.
Visnu uttara vijeyah, Airsanyam sambhur eva ca.
Mahadewa ring pascima, sangkara ring bayabya. Wisnu ring uttara, sambu
ring ersannya.
16
Bhuana sangksepa, 12.
Mahadewa di barat, sangkara di barat laut, Wisnu di utara, Sambu di timur
laut.
Adohara itijnayah, Madhyo capi sodasivah,
Urde paramasivapi. Iti devo pratishitah.
Sivatma ring adah, sadaiva ring madya, paramasiva ring urda.
Bhuana sangksepa, 13
Sivatma di bawah, Sadasiva di tengah, Parama Siwa di atas.
Dharma kalanca mrtyunca. Krodha visva kamastatha,
Pasupatisca satyasca. Pratistha marato udah
Dharma yantara ning purva lawan agneya, kala yantara ning agneya lawanb
daksina, mrtyu yantara ning daksina lawan neriti, krodha yantara ning neriti
lawan pascima, wiswe yantara ning pascima lawan bayabya, kama yantara
ning bayabya lawan uttara, pasupati riantara ning uttara lawan ersanya,
satya ri antara ning ersanya lawan purwa.
Bhuana Sangksepa, 14
Dharma antara timur dengan tenggara, kala di antara tenggara dnegan selatan.
Mrtyu diantara selatan dengan barat daya. Krodha di antara barat daya dengan
barat. Wiswa di antara barat dengan barat laut, Kama di antara barat laut
dengan utara. Pasupati diantara utara dengan timur laut. Satya diantara timur
laut dengan timur.
Dalam puja “nawaratna” disebutkan Dewa-Dewa pada sembilan mata angin itu
dinyatakan sebagai ratna yaitu dengan permata yang warnanya masing-masing sebagai
berikut :
Iswara berwarna sweta, putih. Brahma berwarna rakta, merah
Hahadewa berwarna pita, kuning, Wisnu berwarna krsna, hitam
Maheswara berwarna dadu, Rudra berwarna jingga.
Sangkara berwarna syana, hitam kekuning-kuningan. Sambu berwarna biru.
Ditengah tengah adalah Siwatma, yaitu Bhatara Siwa sendiri sebagai nawaratna,
sembilan permata. Ini berarti Bhatara Siwa adalah berwarna delapan warna yang
menjadi satu. Ini juga berarti bahwa semua Dewa-Dewa pada pengider-ider itu Bhatara
Siwa sendiri (Tim, 2000 : 41-42).
Dalam puja “Asta mahabaya” Menyebut nama-nama arah mata angin, nama
Dewa, warna dan senjata pada setiap arah mata angin dan suksmanira yaitu “halus”nya
17
dalam badan setiap manusia (mikrokosmos). Senjata-senjata dan suksmanira dalam
badan adalah sebagai berikut :
Timur adalah Bajra, Halusnya berada pada papusuh, jantung
Tenggara adalah Dhupa. Halusnya berada pada paru-paru.
Selatan adalah Danda. Halusnya berada pada hati
Barat daya adalah khadga. Halusnya berada pada usus
Barat laut adalah dhwaja. Halusnya berada pada palitlitan, batang pelir.
Utara adalah gada. Halusnya berada pada tikta (?)
Timur laut adalah trisula. Halusnya berada pada tutud
Di tengah bawah adalah cakra sudarsana. Halusnya berada pada pusar.
Di tengah adalah padamasana. Halusnya berada pada sela kedua alis
Di atas adalah pustaka. Halusnya berada pada …
Demikianlah perincian senjata dan suksmanira yang berada pada
Badan manusia menurut puja “asta maha bhaya” (Pemuda Bali, 2000:42).
g. Pemujaan Bhatara Siwa Dalam Siwastawa
Dalam Siwastawa di Bali memuat ajaran Siwatattwa yakni konsep Ketuhanan
seperti pada Stuti dan stawa berikut ini :
Om nama sivaya sarvaya, Dewa devaya vai namah
Rudraya bhuvanesaya, Siva rupaya vai namah
Om, hormat kepada Siwa, kepada sarva, Hormat kepada dewanya
Dewa, Kepada Rudra raja alam semesta, Hormat kepada Dia yang mukanya
manis.
Tvam sivah tvam mahadevah, Isvarah paramesvarah
Brahma visnusca rudrasca, Purusah prakertih tattha.
Engkau adalah Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara,
Brahma, Wisnu dan Rudra pun pula Purusa dan Prakerti.
Tvam kalas tvam yamo mrtyur. Varunas ivam kuverakah
Indrah suryah sasangkasca. Graha naksara tarakah
Engkau adalah Kala, Yama, Mrtyu.
Engkau adalah Waruna, Kubera
Indra, Surya dan Bulan
Planet, Naksatra dan Bintang-Bintang.
Prthivi salilam tvam hi, Tvam agnir vayur eva ca
Akasam tvam param sunyam, Sakalam niskalam tatha
Engkau adalah Bumi, air, Api pun pula angin.
18
Angkasa dan alam sunya yang tertinggi, juga yang berwujud dan tak
berwujud.
Asuranam patis tvam heDevanam tvam patis tatha
Uma patih pasu patir. Devanam sadasah patih
Engkau adalah rajanya Asura, Engkau adalah rajanya para Dewa.
Suami Dewi Uma, rajanya binatang, Tajanya para Dewa yang nyata.
Umange sanistitho yasco Karta harta karoti yah
Tvam eva devadevesah Karma krtva mahasivah
Engkau adalah rajanya para Dewa, Yang berada pada badan Dewi Uma,
Yang bekerja sebagai pencipta dan pemrelina.
Engkau adalah Mahasiswa waktu beraktivitas
(Sura, 2001, 2-3).
Menurut kutipan-kutipan sloka di atas nampaknya ada kesesuaian dengan
pendapat dari Goudriaan dan Hooykaas, bahwa siva diidentikkan bermacam-macam
dewa dan makhluk hidup sampai pada planet.
“…. Siva is identified with many deities and human being, thus with the sacrificer,
theacher… planets. (Goudriaan and Hookykaas, 1971:450).
Konsepsi bhatara Siwa dalam pengider-ider digubah dalam kidung, ditulis
pula dalam uraian-uraian prosa baik dalam bahasa Jawa maupun dalam bahasa Bali.
h. Bhatara Siwa Sebagai Sumber Alam Semesta
Dalam kitab Tattwa disebutkan bahwa alam semesta ini berasal dari Bhatara
Siwa sperti pada kutipan sloka berikut ini :
Tatvam tistantie, tatvam wahyuantite,
Yavad utpatti bhagavan. Tatvam tistanti nityasah
Sakweh nikang tattwa kabeh, mungguwing Bhatara Siwa,
I wekasan mijil sangkeng sira, apa matangnyan mangkana
Ri denyan paka sarira Bhatara Siwa. Langgeng hanan ikang sarwwa.
Tattwa.Bhuanakosa III.68
Semua unsur ada pada Sang Hyang Siwa, akhirnya keluar dari Sang Hyang
Siwa. Oleh karena Ia perwujudan dari Sang Hyang Siwa, maka unsur itu
kekal adanya.
2.3. Konsepsi Ketuhanan Dalam Persepsi Umat Hindu di Bali.
19
Berdasarkan kutipan mantra-mantra dalam kitab suci Veda dan sloka-sloka
dalam kitab-kitab Siwatattwa terdapat kesamaan-kesamaan yang esensial serta
perbedaan-perbedaan yang tidak terlalu mangazas tentang Kerangka Konseptual
Ketuhanan.
Disamping itu dalam masyaralat Hindu di Bali, penyebutan nama Dewa-Dewa
sebagai personifikasi Tuhan disesuaikan dnegan refleksi pemahaman umat yangs ecara
realita dihubungkan dnegan tempat serta munculnya nama-nama Dewa yang mereka
yakini memberikan anugrah dalam setiap prilaku kehidupan beragama. Sehingga secara
perspektif masyarakat Hindu di Bali munul nama Bhatara Melanting yang mereka
yakini memberikan anugerah dalam kaitannya dnegan pedagangan. Dalam Veda
memang tidak ada sebutan seperti itu. Namun mereka dengan penuh keyakinan memuja
eksistensi personifikasi itu dengan sarana upakara tertentu dan hari piodalan tertentu
sesuai dnegan desa, kala dan patra. Ada juga personifikasi Hyang Rare Angon, yang
distanakan di pura fungsional yang dipuja akan memberikan anugrah berupa
keberhaislan ternak bagi para poetani. Demikian pula munul personifikasi Dewa Nini
sebagai penguasa dalam bidang pertanian yang diyakini memberikan anugrah kesuburan
dan kebersihan dalam panen. Disamping itu banyak lagi bentuk-bentuk personifikasi
seperti itu yang memang dalam kitab suci Veda tidak tercantumkan.
Sekarang kalau dilihat secara kontekstual ini memang tidak disalahkan. Karena
secara tekstual tidak beradaannya dalam sumber sastra Veda sedangkan dalam bentuk
kehayatannya dilakukan secara mantap, ini mengindikasikan bahwa elatisitas ajaran
Hindu tersebut terhadap budaya yang digunakan sebagai media perkembangannya yang
sangat tinggi. Sehingga fenomena ini tidak boleh diindikasikan sebagai suatu bentuk
penyimpangan dari Veda. Malahan secara esensial kosep yang ada pada Veda diperkaya
lewat budaya dalam perkembangannya. Sehingga hal inilah yang memunculkan budaya
agama, dalam artian membudayakan ajaran agama dalam setiap perilaku kehidupan
umat.
Dalam kitab suci Veda, Dewa-dewa dipersonifikasikan sebagai kekuatankekuatan alam. Para Dewa itu dipersonifikasi Agni (Dewa Api), Surya (Dewa
Matahari), Usas (Dewa Fajar), Perthivi (Dewa Bumi), Dyus (Dewa Langit), Mitra
(Dewa Siang dan langit terang dan senja), Varuna (Dewa Awan dan Hujan), Maruts
Savitr (Dewa Matahari pagi) dan sebagainya.
20
Berdasarkan sebutan-sebutan yang diberikan kepada Yang Esa dan Ynag Esa
yang banyak sebagaimana dipersonifikasikan kepada kitab Suci Veda, di dalam kitabkitab Siwatattwa yang Esa dipanggil Siwa dimana Siwa itu sendiri adalah Sarwa, Rudra,
Kala Indra, dan lain sebagainya.
Dalam pertalianya dengan penyebutan nama-nama dari Dewa-dewa secara
berbeda-beda, namun esensinya adalah ada konsep yang memiliki koherensi dalam hal
wujud ide-ide tentang Ketuhanan yaitu politheisme yang anthropomorphis.
Dalam mantra-mantra Veda ditemukan pola-pola penyebutan dan pemujaan
Dewa-Dewa secara berkelompok/group. Dalam beberapa mantra dipanggil dua Dewa,
tiga Dewa, empat Dewa bahkan lebih. Namun kadang semua Dewa (Visve devah)
dipuja bersama-sama yang diyakini sebagai sebagai Tuhan yang Tertinggi Yang Esa.
Paham ini disebut sebagai Politheisme yang Diorganisir.
Paham politheisme yang diorganisir percaya dengan danya persekutuan DewaDewa, yang masing-masing digambarkan dengan jelas, memiliki sifat-sifat sendirisendiri, dan dibedakan menurut teks, sifat dan bahkan umur.
Berangsur-angsur Dewa-Dewa itu dihubungkan satu dengan yang lain sebagai
yang besar dan yang kecil, sebagai bergantung satu dengan yang lain. Sorga dan Bumi
adalah ibu Agni, Rudra adalah bapa maruts. Aditi itu Adityas. Asvin adalah bersaudara.
Indra mendukung bumi dan langit. Ia adalah Dewa-Dewa besar. Marut mendukung
Matahari, angin dan Dewa api di langit. Maruts adalah dan lebih unggul dari tiga Dewa
itu. Varuna, Mitra dan Aryaman menyalakan Agni dan Jaya melalui Agni mereka
bergantung dengan yang lain (Sura, 1991 : 9).
Dalam ajaran Siwatattwa pola pemikiran politheisme yang diorganisir terdapat
pada sloka-sloka puja Siwatattwa. Disebutkan bahwa bhatara Siwa suami Dewi Uma,
rajanya para dewa, rajanya Asura, rajanya binatang dan rajanya Dewa yang nyata.
Pada kitab suci Veda Dewa-Dewa yang banyak salah satu daripadanya
dipandang sebagai Dewa tertinggi waktu Ia sedang dipuja. Agni disamakan dengan
banyak Dewa dan diperlakukan sebagai yang atasan mereka.
O Agni, Engkau adalah Indra yang Maha Agung, Pahlawan bagi semua
Pahlawan, Engkau adalah Wisnu yang Maha Luas kekuasaan-Nya yang patut
dipuja. Engkau adalah Brahmanaspati Brahman yang memiliki kekayaan.
21
Engkau Raja Waruna, Mitra yang sangat baik, Aryaman Dewa semua makhluk.
Engkau adalah Wisnu yang Maha Luas kekuasaan_nya yang patut dipuja.
Engkau adalah Brahmanaspati Brahman yang memiliki kekayaan.
Engkau Raja Waruna, Mitra yang sangat baik, Aytyaman Dewa semua makhluk.
Engkau adalah Rudra, Maruts, Wayu dan Pusan. Engkau adalah Sawitr, Sawitr,
penganugrah kekayaan. Bhaga, penguasa kemakmuran, Rbhu, Aditi Bharati. Ila
dan Saraswati. Engkau satu dengan semua Dewa, sama dengan mereka dalam
hal kekuatan, bahkan melampaui mereka, bila kekuatan-Mu meluas atas langis
dan bumi. (terjemahan Rgveda, II.1 Mantra 3,4,11,15).
Dalam fase ini, Dewa Agni diperlakukan sebagai Dewa tertinggi mengatasi
Dewa-Dewa yang lainnya.
Ajaran Siwatattwa juga memiliki fase pemikiran keagamaan seperti ini. Dalam
Siwattawa Bhatara Siswa menjadi pusat pemujaan yang dianggap mengatasi DewaDewa yang lainnya saat dipuja. Dalam Siwastawa dijumpai :
Om.Hormat kepada Siwa,
kepada sarwa, hormat kepada Dewanya Dewa,
kepada Rudra raja alam semesta hormat kepada Dia yang mukanya manis.
Engkau adalah Rudra pun pula Purusa dan Prakrti.
Engkau adalah Kala, Yama, Mrtyu, Engkau adalah Waruna, Kubera Indra,
Surya dan Bulan, Planet, Naksatra dan bintang-bintang
Engkau adalah bumi, air, api pun pula angin,
angkasa dan alam sunya yang tertinggi
juga yang berwujud dan tak berwujud
(Sura, 2001, 2-3)
Kutipan-kutipan diatas menggambarkan suatu sikap yang menyerupai budaya
agama monotheisme dan politheisme. Persamaannya dengan monotheisme ialah dalam
hal penghayatan terhadap Tuhan sebagai Yang Esa. Dalam kaitannya dengan
Politheisme dalam hal penghayatan terhadap suatu Dewa atau Dewi. Kepercayaan ini
mengenal banyak Dewa dan Dewi. Namun pada dasarnya henotheisme tidaklah sama
dengan monotheisme dan politheisme. Dalam kenyataannya henotheisme menghayati
Ketuhanan secara umum, dan penghayatan itu tidak berubah walaupun Dewa-Dewa
yang dipuja berubah.
Bila ditelusuri lebih jauh realisasi dan aktualisasi ajaran Veda dalam kehidupan
masyarakat Hindu di Bali maka ada beberapa faktor penting yang dapat diperoleh
seperti :
22
a.
Kreatifitas dan Inovatif, yaitu mendorong umat Hindu untuk berkreasi dan
mengadakan pembaharuan pada diri dan lingkungannya terkait dengan konteks
perkembangan jaman
b.
Motivatif, yaitu memberikan dorongan umat untuk menentukan sikap serta
meningkatkan sumber daya manusianya, karena ajaran Ketuhanan menuntun
umat untuk berbuat yang baik dan benar.
c.
Integratif, yaitu memiliki wawasan yang holistik terhadap kebenaran ajaran
agama yang direfleksikan dalam pengalaman berupa tingkah laku yang baik
dan benar.
d.
Transpormatif dan Sublimatif, yaitu mampu mengubah sikap dan perilaku yang
disesuaikan menurut ajaran agama Hindu.
e.
Inspirastif, yaitu memberikan ilham kepada umat tentang hakikat perbuatan
dalam refleksi terhadap karmaphala.
f.
Edukatif, yaitu adanya dorongan untuk melakukan proses pembelajaran dan
pendidikan demi kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan umat.
III. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
5.1 Kerangka konseptual keyakinan terhadap adanya Brahman atau Konsep
Ketuhanan dalam kitab suci Veda adalah penyebutan serta pemujaan nama-nama
Tuhan sebagai personifikasi kemahakuasaan-Nya. Dalam perkembangannya
terdapat fase-fase seperti politeisme, politheisme yang diorganisir, henotheisme,
monotheisme dan monisme.
5.2 Kerangka konseptual Ketuhanan
yang terdapat dalam ajaran Siwatattwa
memiliki corak Siwaistik dimana Siwa merupakan personifikasi Tuhan dalam
segala aspek-NYA yang dimanifestasikan dengan Bhatara Bhatari.
5.3 Dalam
konsepsi
Ketuhanan
pada
masyarakat
Hindu
di
Bali
Tuhan
dipersonifikasikan sebagai Bhatara-Bhatari yang secara fungsional berkaitan
dengan kepentingan pemujaan. Beliau diwujudkan sebagai Ista Dewata, sehingga
Ia menjadi banyak Bhatara bhatari yang masing-masing mempunyai tempat
pemujaan, banten, pangatawa, rerainan dan sebagainya.
23
5.4 Melihat formulasi yang terdapat dalam kerangka konseptual Ketuhanan dalam
sumber-sumber ajaran agama Hindu, secara esensial memiliki koherensi maka
tidaklah perlu adanya sinyalemen yang berlebihan terhadap tata prilaku
kehidupan beragama. Dengan demikian perlu memiliki pengetahuan yang
komprehensip dalam memahami ajaran agama sehingga bukanlah merupakan
pemahaman yang kusut.
DAFTAR PUSTAKA
Abinash Candra Bosh, 1990, Panggilan Weda, Terjemahan I Wayan Sadia, Jakarta :
Dharma Sarati
Arthur A. Valons, 1991, Mahanirwana Tantra, Terjemahan Nila.K, Denpasar : Upada
sastra
Cudamani, 1998, Bagaimana Umat Hindu Menghayati Ida Sang Hyang Widhi,
Surabaya : Paramita.
Griffith Ralph T.H., 1986, The Hymns of The Rg. Veda, Delhi : Motilal Banarsidass.
Goundriaan T. and Hooykaas C, 1971, Stuti and Stava, Amsterdam-London : NorthHolland Publishing Company.
Maria Sussai Dhavamony, 1995, Pehnomenologi Agama, Yogyakarta : Kanisius.
Pitana, I Gede (Editor), 1994, Dinamika Masyarakat Dan Kebudayaan Denpasar : BP.
Pudja, G, 1977, Theologi Hindu, Jakarta, Mayasari
___________, 1985, Suatu Pengantar Dalam Ilmu Veda, Jakarta : Dharma Sarati
Pudja dan Sudharta, Tjok, Rai, 1973, Manawa Dharmasastra, Jakarta, Lembaga
Penerjemah KItab suci.
Pritchard E.E. Eva, 1984, Agama-Agama Primitif, Yogyakarta.
Rai Mirsa, Dkk. 1994, Wrhaspati Tattwa, Denpasar : UPD Kadokbud Bali
____________, 1994, Ganapati Tattwa, Denpasar : UPD. Kadokbud Bali
____________, 1994, Tattwa Jnana, Denpasar : UPD. Kadokbud Bali
_____________, 1994, Buana Kosa, Denpasar : Upada Sastra
Rai Arnita I.G.A., Sura I G., Dunia I W., Sindhu I.B., Dalem I G.K. Sukayasa I W.,
1995, Bhuana Sangkspa, Denpasar : Kadokbud Bali.
24
_____________, 1995, Sang Hyang Mahajnana, Denpasar : Kadokbud Bali
______________, 1995, Siwa Tattwa Purana, Denpasar : Kadokbud Bali
Sudharta Tjok,. Rai, 2000, Arti Dan Fungsi Upakara, Denpasar : team Penyusun
Pemprop Bali.
Suparta Ngurah Oka, 1999, Upacara Ngusaba Desa, Denpasar : Pemda Tingkat I Bali.
Sura I Gede, 1994, Agama Hindu, Sebuah Pengantar, Denpasar : Kayumas Agung.
_________, 1991, Pengantar Veda Dan Upanisad, Denpasar, Sari Sri Sedana
_________, 2001, “Ajaran Ketuhanan Dalam Agama Hindu Di Bali”, Denpasar :
Makalah yang tidak dipublikasikan.
__________, tt, “Filsafat Agama”, paper tidak dipublikasikan.
__________, 1982, Transkripsi Lontar Pametelu Bhatara, Denpasar, Kadokbud Bali.
Sastra, Sara Gede, 1994, Konsepsi Monotheisme Dalam Agama Hindu, Denpasar :
Upada Sastra
Sivananda Sri Svami, 1993, Intisari Ajaran Hindu, Surabaya, Paramita
Team Penyusun, 2000, Siwatattwa, Denpasar: Pemprop Bali
Titib I Made, 1995, Ketuhanan Dalam Weda, Denpasar : Pustaka Manikgeni
____________, 1997, Pengantar Veda, Jakarta : Hanuman Sakti
____________, 1998, Veda, Sabda Suci, Pedoman Praktis Kehidupan, Surabaya :
Paramita
____________, 2000, Purana Susastra Hindu Komprehensif, Surabaya Paramita
Wiana I Ketut, 1993, Bagaimana Umat Hindu Menghayati Tuhan, Jakarta : Pustaka
Manikgeni.
____________, 1997, Cara Belajar Agama Hindu Yang Baik, Denpasar : Dharma
Naradha.
Yuda Triguna I.B., 2000, Teori Tentang Simbol, Denpasar : Widya Dharma
25
Download