PKMP-10-IPB-I Made-Potensi lumut sebagai-- (1)

advertisement
LAPORAN AKHIR
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG PENELITIAN
POTENSI LUMUT SEBAGAI ZAT ANTIMIKROB
Diusulkan oleh:
I Made Pradipta Krisnayana
(G34070068/2007)
Ivan Permana Putra
(G34070016/2007)
Anggianing Tyas Rahayu
(G34070038/2007)
Marinda Sari Sofiyana
(G34070006/2007)
Fitria Dewi
(G34080081/2008)
Pembimbing:
Dr. Triadiati, M.Si.
(NIP: 19600224 198603 2 001)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
i
LAPORAN AKHIR
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan
2. Bidang Kegiatan
:
:
3. Bidang Ilmu
:
Potensi Lumut sebagai Zat Antimikrob
(x) PKM-P
( ) PKM-K
( ) PKM-T
( ) PKM-M
( ) Kesehatan
( ) Pertanian
(x) MIPA
( ) Teknologi dan Rekayasa
( ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora
( ) Pendidikan
4.
a.
b.
c.
d.
e.
Ketua Pelaksana Kegiatan
Nama Lengkap
NIM
Jurusan
Universitas/Institut/Politeknik
Alamat Rumah dan No. Tel/Hp.
f.
5.
6.
a.
b.
c.
Alamat Email
Anggota Pelaksana Kegiatan / Penulis
Dosen Pembimbing
Nama Lengkap dan Gelar
NIP
Alamat Rumah dan No. Tel/Hp.
7. Biaya Kegiatan Total
a. DIKTI
8. Jangka Waktu Pelaksanaan
:
:
:
:
:
:
:
I Made Pradipta Krisnayana
G34070068
Biologi
Institut Pertanian Bogor
Bukit Cimanggu City, A8-17,
Cibadak, Tanah Sareal. Bogor-Jawa
Barat. 16166 (08988388727).
[email protected]
5 orang
:
:
:
Dr. Triadiati, M. Si
19600224 198603 2 001
Jl. Soka III/9 Taman Cimanggu,
Bogor
:
:
Rp. 7.000.000, 00
4 bulan
Bogor, 04 Juni 2010
Menyetujui
Sekretaris Program Studi
Ketua Pelaksana Kegiatan
(Dr.Ir. Iman Rusmana, M.Si.)
NIP. 19650720 199103 1 002
(I Made Pradipta Krisnayana)
NIM. G34070068
Wakil Rektor Bidang Akedemik dan
Kemahasiswaan
Dosen Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.)
NIP. 19581228 198503 1 003
(Dr. Triadiati, M.Si.)
NIP. 19600224 198603 2 001
ii
ABSTRAK
I Made Pradipta Krisnayana, Ivan Permana Putra, Anggianing Tyas
Rahayu, Marinda Sari Sofiyana, Fitria Dewi 2010. Potensi Lumut sebagai Zat
Antimikrob, Bimbingan Dr. Triadiati, M. Si.
Kelimpahan dan keanekaragaman jenis lumut di Indonesia sangat tinggi.
Hal ini didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan lumut. Lumut telah
diketahui mengandung senyawa penting antara lain: oligosakarida, polisakarida,
gula alkohol, asam amino, asam lemak, senyawa alifatik, zat aromatik dan fenolik.
Potensi lain yang terdapat dalam lumut adalah senyawa aktif baik senyawa
metabolit primer maupun sekunder yang dapat digunakan sebagai zat antimikrob.
Pemanfaatan potensi lumut di Indonesia belum banyak terungkap atau bahkan
belum diketahui sama sekali. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai potensi lumut. Koleksi lumut dilakukan di Taman Nasional
Gunung Halimun-Salak (TNGHS), Jawa Barat. Pengujian aktifitas antimikrob
lumut diawali dengan koleksi lumut berdasarkan kelimpahan dan keanekaragaman
spesies, serta dilanjutkan dengan identifikasi sampel lumut hingga tingkat spesies.
Kemudian dilanjutkan dengan proses ekstraksi senyawa aktif lumut dari masingmasing spesies sampel. Masing-masing spesies lumut dibedakan berdasarkan
bobot basah dan bobot kering dan dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut air, nheksana, dan metanol. Pengujian aktifitas antimikrob dilakukan dengan
pengukuran zona bening yang terbentuk pada media kultur menggunakan bakteri
uji Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Dari hasil koleksi diperoleh 11 spesies
lumut dengan mempertimbangkan kelimpahan dan keanekaragaman spesies lumut
di TNGHS. Berdasarkan hasil aktifitas antimikrob, diketahui bahwa sebagian
besar jenis lumut yang berhasil diambil di TNGHS memiliki kandungan senyawa
aktif antimikrob. Diantara jenis lumut yang memiliki potensi antimikrob adalah
Jungermania. tetragona, Leucobryum javense, Vesicularia reticulata, Pogonatum
flexicaule, Heteroscyphus succulentus, Aneura pinguis, Marchantia polymorpha,
dan Leucobryum trichodes. Ekstrak lumut dengan pelarut air memberikan hasil
aktifitas antimikrob terbaik dibandingkan pelarut n-heksana dan metanol.
Kata kunci: Ekstrak air, Lumut, Antimikrob, Gunung Halimun Salak.
iii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga laporan akhir Program Kreatifitas
Mahasiswa (PKM) yang berjudul “Potensi Lumut sebagai Zat Antimikrob”
dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW dan para sahabat. Teriring doa dan harap semoga Allah
meridhoi upaya yang kami lakukan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Biologi FMIPA IPB
selaku departemen pengampu, Ibu Dr. Triadiati, M. Si. selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan masukan yang luar biasa kepada penulis. Tak lupa pula
kami sampaikan ucapan terima kasih kepada laboran Laboratorium Taksonomi,
Fisiologi Tumbuhan, dan Kimia Analitik IPB yang telah banyak membantu
terlaksananya penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
kemajuan dalam ranah ilmu pengetahuan selanjutnya.
Bogor, 04 Juni 2010
I Made Pradipta Krisnayana
Ivan Permana Putra
Anggianing Tyas Rahayu
Marinda Sari Sofiyana
Fitria Dewi
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Perumusan Masalah
Tujuan Program
Luaran yang Diharapkan
Kegunaan Program
TINJAUAN PUSTAKA
METODE
PELAKSANAAN PROGRAM
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Jadwal Pelaksanaan
Instrumen Pelaksanaan
Metodologi
Rancangan dan Realisasi Biaya
HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Halaman
i
ii
iii
iv
v
v
1
1
1
1
1
2
2
3
4
4
4
4
4
6
6
9
9
v
DAFTAR TABEL
No.
1.
2.
3.
Judul Tabel
Jadwal pelaksanaan program
Penggunaan biaya dalam pelaksanaan penelitian
Uji aktifitas antimikrob ekstrak sampel lumut basah dan kering
terhadap bakteri uji.
Halaman
4
6
8
DAFTAR GAMBAR
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Judul Gambar
Diagram alir pelaksanaan penelitian
Hasil identifikasi sampel lumut
Budidaya lumut skala laboratorium dengan media tanam
cocopeat
Hasil ekstraksi lumut
Hasil pengamatan zona bening pada media dengan bakteri uji
Halaman
3
6
7
7
8
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Lumut merupakan tumbuhan yang sangat berperan dalam siklus
biogeokimia. Lumut dapat digunakan untuk memonitor pencemaran udara, serta
berperan penting dalam konservasi air di hutan sehingga dapat meminimalisir
terjadinya banjir. Penyerapan air yang dilakukan oleh lumut dapat mencapai 80%
bobot tubuh lumut. Selain itu, lumut juga berperan dalam siklus air, karbon,
maupun nitrogen.
Pengetahuan mengenai potensi lumut dalam daur biogeokimia
memungkinkan masih terdapatnya potensi lain dari lumut selain dari potensi
lumut dalam daur biogeokimia tersebut. Potensi lain yang mungkin terdapat
dalam lumut adalah potensi biokimia berupa senyawa aktif baik senyawa
metabolit primer maupun metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai zat
antimikrob.
Pemanfaatan potensi lumut di Indonesia belum banyak terungkap. Sebagian
besar masyarakat Indonesia belum memanfaatkan lumut secara maksimal sebagai
tanaman obat. Hanya sebagian kecil saja masyarakat lokal yang memanfaatkan
lumut sebagai tanaman obat. Adanya potensi pemanfaatan lumut yang belum
optimal khususnya dalam bidang pengobatan, serta adanya kelimpahan dan
keragaman yang tinggi pada lumut di Indonesia mendasari perlunya dilakukan
penelitian ini.
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang berada di Jawa
Barat merupakan salah satu tempat yang memiliki habitat pertumbuhan lumut
yang baik. Hal ini dikarenakan tempat ini berada pada ketinggian ± 1.100 - 1.600
m dpl. Untuk itu, lumut yang hidup di TNGHS berpotensi untuk diteliti lebih
lanjut khususnya dalam hal kandungan senyawa aktif dalam lumut sebagai zat
antimikrob.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian ini adalah:
1. Lumut merupakan tumbuhan yang melimpah dan pendayagunaannya belum
termanfaatkan dengan maksimal, salah satunya sebagai zat antimikrob.
2. Banyaknya mikrob yang merugikan kehidupan manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung yang hanya dapat dieliminasi dengan zat antimikrob.
Tujuan Program
Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi lumut yang dominan di
daerah Jawa Barat serta melakukan ekstraksi dan pengujian zat antimikrob.
Luaran yang Diharapkan
Luaran jangka pendek (Hasil penelitian)
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini ialah adanya penyediaan
referensi mengenai spesies lumut yang dapat dimanfaatkan sebagai zat
antimikrob. Selain itu, adanya penelitian ini diharapkan mampu melakukan
identifikasi, ekstraksi, serta optimalisasi penggunaan lumut, khususnya sebagai
zat antimikrob.
1
Luaran jangka panjang
Luaran jangka panjang yang diharapkan adalah dapat diperolehnya
identifikasi dan pemurnian senyawa aktif sebagai zat antimikrob dari lumut. Hasil
dari identifikasi dan pemurnian dapat diajukan hak patennya.
Kegunaan Program
Program penelitian ini berguna untuk mengetahui spesies lumut yang
memiliki aktifitas antimikrob sehingga dapat memberikan alternatif untuk
mensubsidi kebutuhan zat antimikrob dalam aplikasinya di masa yang akan
datang.
TINJAUAN PUSTAKA
Lumut merupakan anggota divisi Bryophyta yang terbagi menjadi tiga
kelas, yaitu Hepaticopsida, Anthocerotopsida, dan Bryopsida. Lumut (Bryophyta)
memiliki anggota kurang lebih 15.000 spesies dan 1.000 genus. Lumut merupakan
kelompok tumbuhan yang dapat ditemukan di semua habitat kecuali di laut, mulai
dari padang pasir sampai hutan hujan basah, daerah tropis sampai daerah subartik,
dan daerah dataran rendah sampai daerah Alpin. Lumut umumnya dijumpai pada
habitat terestrial, namun ada beberapa lumut yang hidup tenggelam atau
mengapung pada habitat perairan. Lumut termasuk tumbuhan poikilohidrik yang
tekanan turgornya sangat tergantung pada kelembapan lingkungan. Selama
periode kering lumut menjadi kering dan mungkin dorman. Sebaliknya, ketika
lingkungan basah lumut akan segera menyerap air dan melangsungkan
fotosintesis kembali. Lumut mempunyai siklus hidup diplobiontik dengan
pergiliran generasi heteromorfik. Kelompok tumbuhan ini menunjukkan pergiliran
generasi gametofit dan sporofit yang secara morfologi berbeda. Gametofit adalah
generasi dominan, sedangkan sporofit secara permanen melekat dan tergantung
pada gametofit (Gradstein et al. 2001).
Beberapa contoh lumut yang hidup di habitat perairan adalah Sphagnum
yang sering dijumpai pada perairan rawa dengan pH rendah, Ricciocarpus natans
yang hidup mengapung pada permukaan air, serta beberapa spesies yang hidup
tenggelam seperti Polytrichum commune, dan Scapania undulata. Lumut lainnya
dapat hidup pada habitat dengan kondisi lingkungan spesifik. Sebagai contoh
lumut yang biasa dijumpai pada habitat subur yang banyak mengandung humus
adalah Ditrichum flexicaule dan Encalypta streptocarpa, pada habitat asam
Polytrichum dan Rhacomitrium, sedangkan Dryotodon, dan Gymnocolea sering
tumbuh pada habitat kaya tembaga (Gradstein et al. 2001).
Salah satu alasan untuk meneliti kandungan metabolik dalam lumut adalah
potensinya dalam bidang medis. Lumut diketahui mengandung senyawa penting
antara lain: oligosakarida, polisakarida, gula alkohol, asam amino, asam lemak,
senyawa alifatik, phenylquinones, zat aromatik dan fenolik, serta masih banyak
penelitian yang masih menghubungkan kandungan senyawa lumut dengan bidang
medis (Pant & Tewari 1990). Lumut dapat memproduksi senyawa antibiotik yang
dapat diaplikasikan di dunia medis. Penggunaannya tidak terbatas pada Asia
(Frahm 2004), tetapi dikenal di Inggris (Wren 1956), dan Jerman (Frahm 2004),
dan juga di Cina (Wu 1982) dan India (Watts 1891).
2
Bau khas pada lumut mengindikasikan adanya senyawa kimia, terutama
pada lumut hati seperti Leptolejeunea, Moerckia (Schuster 1966), dan Lophozia
bicrenata. Bau khas ini merupakan hasil kombinasi dari berbagai senyawa
termasuk senyawa hidrokarbon, seperti monoterpen α-pinen, ß-pinen, camphen,
sabinen, myrcen, α-terpinen, limonen, asam lemak, dan metil ester dari berat
molekul rendah (Hayashi et al. 1977). Contoh lainnya adalah pada Isotachis
japonica yang setidaknya memiliki tiga senyawa aromatik ester (benzil benzoat,
benzil cinnamate, dan phenylethyl cinnamate) (Matsuo et al. 1971).
Sebanyak 18 lumut ditemukan mampu menghambat bakteri Gram positif,
Gram negatif, maupun keduanya, seperti Atrichum, Dicranum, Mnium,
Polytrichum, dan Sphagnum (McCleary & Walkington 1966). Adanya aktifitas
antibakteri yang cukup tinggi ditemukan pada Barbula sp. (Gupta & Singh 1971),
pada lumut hati Pallavicinia dan Reboulia (Belcik & Wiegner 1980), dan pada
Porella (1983). Ichikawa (1982) menemukan adanya aktifitas antimikrob di
hampir semua lumut yang diuji. Adanya tiga senyawa prenyl bibenzyls dari
Radula spp. menunjukkan bahwa senyawa bibenzyls dapat menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus (Asakawa et al. 1982).
Spesies lumut lainnya seperti Anomodon rostratus, Plagiomnium
cuspidatum, dan Orthotrichum rupestre menghasilkan zat-zat yang mampu
menghambat bakteri dan jamur (McCleary et al. 1960). Beberapa jenis lumut juga
ditemukan memiliki berbagai aktifitas penghambatan terhadap beberapa substansi,
seperti Plagiochasma, Marchantia tosana japonica yang menunjukkan aktifitas
antitumor, antifungal, antimikrob, penghambatan superoksida, penghambatan
aktifitas trombin, dan relaksasi otot (Lahlou et al. 2000).
METODE
Tahapan penelitian untuk mengetahui potensi lumut sebagai zat antimikrob
diawali dengan pengambilan sampel lumut dari habitat aslinya. Metode
pendekatan penelitian dapat dilihat pada alur penelitian Gambar 1.
Koleksi Lumut
Identifikasi Lumut
Penyiapan Media
Budidaya Lumut
Penyiapan Mikrob Uji
Ekstraksi Lumut
Peremajaan Mikrob
Pengujian Aktifitas Antimikrob
Pengamatan
Lumut yang potensial
Gambar 1 Diagram alir pelaksanaan penelitian.
3
PELAKSANAAN PROGRAM
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pengambilan sampel lumut dilaksanakan di Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak. Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Departemen
Kimia, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan dan Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan, Departemen Biologi Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor dari
bulan Februari sampai bulan Juni 2010.
Jadwal Pelaksanaan
Tabel 1 Jadwal pelaksanaan program.
No
Kegiatan
Bulan ke1
Bulan
Bulan ke- Bulan ke2
3
Bulan ke4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Studi pustaka
Koleksi sampel lumut
Pembudidayaan lumut
Identifikasi lumut
Pembuatan ekstrak lumut
Persiapan media dan
mikroorganisme uji
Peremajaan bakteri
Uji aktifitas antimikrob
Pengamatan dan analisis
Pengolahan data
Penyusunan laporan kemajuan
Penyerahan laporan kemajuan
Monitoring dan Evaluasi
Penyusunan laporan akhir
Penyerahan laporan akhir
Instrumen Pelaksanaan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, kaca pembesar,
mikroskop cahaya, cawan petri, pipet Mohr, gelas reaksi, kertas saring, autoklaf,
kertas saring Whatman No.1, Laminar Air Flow Cabinet, pipet 20μl, penangas air,
oven, Erlenmeyer, mortir, inkubator, batang pengaduk, cakram, bunsen, lup
inokulasi, dan kapas penyumbat.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies lumut di Jawa
Barat, Nutrien Agar, Nutrien Broth, metanol, air, n-heksana, biakan bakteri
Escherichia coli, dan Bacillus subtilis.
Metodologi:
Koleksi lumut
Koleksi lumut dilakukan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa
Barat, Indonesia. Koleksi dilakukan dengan mengambil beberapa spesies lumut
dengan mempertimbangkan kelimpahan dan keanekaragaman jenis lumut
tersebut.
4
Identifikasi dan budidaya lumut
Lumut yang telah dikoleksi kemudian diidentifikasi di Laboratorium
Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Identifikasi lumut
dilakukan sampai tingkat spesies. Identifikasi dilakukan berdasarkan kunci
identifikasi lumut hati dan lumut tanduk di Jawa Barat (Gradstein et al. 2009).
Lumut yang didapat dari hasil koleksi sampel dibudidayakan pada media
cocopeat. Lumut akan selalu dijaga hidup pada kondisi kelembapan yang sesuai.
Pembudidayaan lumut dilakukan di Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Ekstraksi lumut
Ekstraksi lumut dilakukan terhadap sampel basah dan sampel kering lumut.
Ekstraksi sampel kering lumut dilakukan dengan menghilangkan kandungan air
lumut dengan cara dioven pada suhu 60 ºC selama ± 4 hari, sedangkan ekstraksi
sampel basah lumut dilakukan tanpa proses pengeringan sebelumnya. Kedua
ekstrak lumut tersebut kemudian dibuat menjadi serbuk dengan cara maserasi.
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah pelarut polar (air dan metanol),
serta pelarut nonpolar (n-heksana).
Penyiapan media dan mikrob uji
Media yang digunakan dalam penelitian adalah media Nutrien Agar double
layer. Media Nutrien Agar bagian atas adalah media semisolid yang telah
dicampur dengan bakteri uji, sedangkan media Nutrien Agar bagian bawah adalah
media solid.
Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bakteri yang
umum digunakan untuk studi klinis. Bakteri ini digunakan sebagai indikator
kandungan antibiotik yang terdapat dalam ekstrak yang digunakan. Bakteri yang
digunakan pada uji ini adalah Eschericia coli yang mewakili bakteri Gram negatif,
dan Bacillus subtilis yang mewakili bakteri Gram positif. Kultur bakteri dipelihara
pada media Agar dan Nutrien Broth.
Pengujian aktifitas antimikrob
Uji aktifitas antimikrob dilakukan dengan metode uji menggunakan zona
bening yang dihasilkan dari aktifitas inhibisi zat antimikrob ekstrak sampel lumut
pada media kultur bakteri. Aktifitas antimikrob dari berbagai pelarut ekstrak
lumut diuji dengan mengukur zona bening menggunakan metode cakram difusi.
Kertas cakram Whatman No. 1 dengan diameter 5 mm diletakkan di atas
media Nutrien Agar bagian atas yang selanjutnya ditetesi dengan 10 μL ekstrak
lumut. Aktifitas antimikrob ditentukan dengan mengukur diameter zona inhibisi
sekitar cakram. Sebagai kontrol positif pertumbuhan inhibisi, digunakan antibiotik
Ampisilin dengan konsentrasi 100 ppm. Pengukuran zona bening dilakukan
setelah media double layer tersebut diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.
Semua eksperimen dilakukan dalam dua kali pengulangan.
Luas zona bening yang dihasilkan dari aktifitas zat antimikrob menunjukkan
tingginya aktifitas inhibisi zat antimikrob pada pertumbuhan bakteri uji. Diameter
zona bening tersebut kemudian diukur sebagai perbandingan terhadap masingmasing bakteri yang diuji. Diameter zona bening diukur dengan rumus sebagai
berikut.
Zona inhibisi = Diameter zona bening yang dihasilkan – Diameter kertas cakram
5
Pengamatan lumut yang potensial
Lumut yang memiliki aktifitas penghambatan yang baik terhadap bakteri
uji, ditentukan sebagai lumut yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai zat
antimikrob. Hal ini dapat dilihat dari luasnya zona bening yang dihasilkan ekstrak
lumut.
Rancangan dan Realisasi Biaya
Tabel 2 Penggunaan biaya dalam pelaksanaan penelitian.
Januari
Dana DIKTI tahap 1
Pemasukan
(Rp)
1.000.000
Februari
Dana DIKTI tahap 2
3.900.000
Mei
Dana DIKTI tahap 3
2.100.000
9-14 Februari
Koleksi sampel di T.N. Gunung
Halimun-Salak
15 Februari
Budidaya lumut
60.000
6 Maret-24 April
Ekstraksi lumut
2.786.000
20-29 April
Uji aktifitas antimikroba
1.491.300
Oktober 2009 –
Mei 2010
Pembuatan dan perbanyakan
proposal dan laporan kemajuan
PKM
TOTAL
Tanggal
Transaksi
Pengeluaran
(Rp)
Saldo
(Rp)
2.522.700
266.000
7.000.000
7.000.000
HASIL DAN PEMBAHASAN
Koleksi dan identifikasi lumut
Koleksi lumut yang dilakukan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
berhasil memperoleh 11 spesies lumut dengan mempertimbangkan kelimpahan
dan keanekaragaman jenis lumut tersebut. Hasil identifikasi sampel lumut
disajikan pada Gambar 2.
(a)
(b)
(c)
(d)
(f)
(g)
(h)
(i)
(e)
(j)
(k)
6
0
Gambar 2
Hasil identifikasi sampel lumut (a) Pogonatum flexicaule; (b)
Pogonatum microphyllum; (c) Polytrichadelphus archboldii; (d)
Leucobryum javanse; (e) Campylopus aureus; (f) Vesicularia
reticulata; (g) Jungermannia tetragona; (h) Heteroscyphus
succulentus; (i) Aneura pinguis; (j) Marchantia polymorpha; dan
(k) Lepidozia trichodes.
Budidaya lumut
Lumut yang didapat dari hasil koleksi sampel dibudidayakan pada media
tanam cocopeat. Lumut selalu dijaga hidup pada kondisi lembap dengan suhu
ruang ± 16 oC. Lumut memiliki kemampuan untuk tetap hidup walaupun bukan
pada substrat aslinya. Hal ini dapat diketahui dari tetap tumbuhnya lumut yang
diambil dari kayu lapuk, pohon, maupun batu. Lumut memiliki laju pertumbuhan
pada kondisi budidaya di dalam laboratorium sebesar 0,5 cm2/bulan. Hasil
budidaya lumut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Budidaya lumut skala laboratorium dengan media tanam cocopeat.
Ekstraksi Lumut
Ekstraksi lumut dibedakan berdasarkan ekstrak sampel lumut kering dan
basah, kemudian diekstraksi menggunakan tiga macam pelarut, yaitu: air, nheksana, dan metanol. Hasil ekstraksi sampel lumut disajikan pada Gambar 4.
a
b
c
d
e
f
Gambar 4 Hasil ekstraksi lumut (a) ekstrak sampel basah pelarut metanol; (b)
ekstrak sampel basah pelarut n-heksana; (c) ekstrak sampel basah
pelarut air; (d) ekstrak sampel kering pelarut metanol; (e) ekstrak
sampel kering pelarut n-heksana; dan (f) ekstrak sampel kering pelarut
air.
Uji Aktifitas Antimikrob
Uji aktifitas antimikrob dilakukan dengan metode uji menggunakan zona
bening yang dihasilkan dari aktifitas antimikrob ekstrak sampel lumut pada media
kultur bakteri (Gambar 5). Beberapa sampel ekstrak lumut diketahui memiliki
hasil aktifitas antimikrob yang baik dengan adanya zona bening yang dihasilkan
pada media uji seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.
7
Tabel 3 Uji aktifitas antimikrob ekstrak sampel lumut basah dan kering terhadap bakteri uji.
Zona inhibisi (cm)
Nama Spesies
Pogonatum flexicaule
Jungermannia tetragona
Pogonatum microphyllum
Pogonatum archboldii
Heteroscyphus
succulentus
Aneura pinguis
Marchantia polymorpha
Leucobryum javense
Campylopus aureus
Vesicularia reticulata
Lepidozia trichodes
Kontrol positif
Ampisilin 100 ppm
Bakteri Uji Bacillus subtilis
Ekstrak Sampel Basah
Ekstrak Sampel Kering
Air Metanol n-Heksana Air Metanol n-Heksana
0,2
0,2
0,3
0,3
0,2
0,6
0,2
0,5
0,5
0,3
0,3
0,3
0,3
0,3
0,4
-
Bakteri Uji Escherichia coli
Ekstrak Sampel Basah
Ekstrak Sampel Kering
Air Metanol n-Heksana Air Metanol n-Heksana
0,7
0,2
0,4
0,6
0,2
0,4
0,4
0,2
0,6
0,4
0,5
0,5
0,5
0,4
0,3
0,5
0,4
0,3
0,3
0,2
0,2
0,3
0,2
0,3
-
0,3
0,2
0,5
0,6
0,5
0,4
0,5
0,7
0,3
0,5
0,2
0,3
0,3
0,2
-
0,3
0,2
0,2
0,3
0,2
0,5
0,3
0,4
0,4
0,4
0,5
0,4
0,2
0,3
0,3
0,5
0,3
0,3
0,3
0,4
0,3
0,7
0,4
0,5
0,4
0,4
0,5
0,5
0,3
0,4
0,2
-
0,3
0,4
0,4
0,2
0,4
0,6
0,4
0,4
0,4
0,6
0,6
0,3
0,3
0,5
0,4
0,3
0,3
0,3
0,3
0,4
0,4
0,6
-
0,2
a
zona bening
b
Gambar 5 Hasil pengamatan zona bening pada media dengan bakteri uji (a) diameter zona bening; (b) diameter kertas cakram.
8
Uji aktifitas antimikrob dilakukan terhadap 11 sampel lumut yang diperoleh
dari T.N. Gunung Halimun Salak. Hasil uji aktifitas antimikrob menunjukkan
bahwa hampir sebagian besar sampel yang diperoleh memiliki aktifitas
antimikrob. Hal ini ditunjukkan dari adanya zona bening yang dihasilkan pada
pengujian aktifitas antimikrob. Sampel-sampel lumut yang memiliki aktifitas
antimikrob terbaik terhadap bakteri uji Bacillus subtilis diantaranya adalah J.
tetragona, L. javense, dan V. reticulata, sedangkan lumut yang memiliki aktifitas
antimikrob terbaik terhadap bakteri Escherichia coli adalah J. tetragona, P.
flexicaule, H. succulentes, A. pinguis, M. polymorpha, dan L. trichodes.
Jika dibandingkan dengan kontrol positif Ampisilin 100 ppm, sampelsampel lumut yang diperoleh dari T.N. Gunung Halimun Salak memiliki aktifitas
penghambatan yang lebih baik terhadap bakteri uji. Kontrol positif Ampisilin
hanya memiliki zona inhibisi sebesar 0,2 cm terhadap bakteri Eschericia coli.
Bahkan terhadap bakteri Bacillus subtilis, Ampisilin tidak memiliki aktifitas
penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri tersebut. Hal ini terlihat dari tidak
dihasilkannya zona bening pada media uji.
Ekstrak lumut yang diberikan dalam media kultur bakteri akan berdifusi dan
akan menghambat pertumbuhan bakteri pada media double layer sampai batas
tertentu. Penghambatan pertumbuhan tersebut ditunjukkan dengan zona bening
pada media yang menggambarkan tidak adanya pertumbuhan bakteri pada daerah
tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sebagian besar jenis lumut yang berhasil diambil di T.N. Gunung HalimunSalak memiliki kandungan senyawa aktif antimikrob. Diantara jenis lumut yang
memiliki potensi antimikrob adalah J. tetragona, L. javense, V. reticulata, P.
flexicaule, H. succulentus, A. pinguis, M. polymorpha, dan L. Trichodes. Ekstrak
lumut dengan pelarut air memiliki hasil paling baik.
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui jenis senyawa aktif
sebagai zat antimikrob yang terkandung dalam lumut untuk memaksimalkan
pemanfaatannya. Perlu dilakukan uji toksisitas pada ekstrak lumut sebelum
diaplikasikan sebagai zat antimikrob. Bila berhasil dilakukan identifikasi dan
pemurnian jenis senyawa aktif dari ekstrak lumut dari hasil penelitian ini, maka
berpeluang untuk diajukan hak patennya.
DAFTAR PUSTAKA
Belcik FP, Wiegner N. 1980. Antimicrobial activities or antibiosis of certain
eastern U.S. liverwort, lichen and moss extracts. J. Elisha Mitchell Sci. Soc.
96: 94.
Frahm JP. 2004. New frontiers in bryology and lichenology: Recent developments
of commercial products from bryophytes. Bryologist 107: 277-28
9
Gradstein SR, Churcill SP, Sallazar AN. 2001. Guide to the Bryophytes of Tropical
America. Memoirs of The New York: Botanical Garden 86 : 577.
Gradstein SR. 2009. Morfology of Bryophytes. Dalam Gradstein, Churchill, Allen S.
2001. Guide to the Bryophytes of Tropical America, Compilation of Lecture
Notes related to Biotrop 3rd Regional Training Course on Biodiversity
Conservation of Bryophytes and Lichens. Bogor: SEAMEO Biotrop.
Gupta KG, Singh B. 1971. Occurrence of antibacterial activity in moss extracts. Res
Bull Punjab Univ 22: 237-239.
Hayashi S, Kami T, Matsuo A, Ando H, Seki T. 1977. The smell of liverworts. Proc
Bryol Soc Jap 2: 38-40.
Ichikawa T. 1982. Biologically active substances in mosses. Bryon (Kanagawa Koke
no kai) 2: 1-2.
Isoe S. 1983. Terpene dials. Biological activity and synthetic study. 48th Annual
Meeting of the Chemical Society of Japan. Proceedings Papers II. pp. 849-850.
Lahlou EH, Hashimoto T, Asakawa Y. 2000. Chemical constituents of the liverworts
Plagiochasma japonica and Marchantia tosana. J Hattori Bot Lab 88: 271-275.
Matsuo A, Nakayama M, Hayashi S. 1971. Aromatic esters from the liverwort
Isotachis japonica. Z. Naturforsch. 26: 1023-1025.
McCleary JA, Sypherd PS, Walkington DL. 1960. Mosses as possible sources of
antibiotics. Science 131: 108.
Pant G, Tewari SD. 1990. Bryophytes and mankind. Ethnobotany 2: 97-103.
Schuster RM. 1966. The Hepaticae and Anthocerotae of North America. Vol. 1.
Columbia Univ. Press. N. Y. 1344 pp.
Watts G. 1891. A Dictionary of the Economic Products of India. Part V. Delhi.
Wren RW. 1956. Potters New Encyclopedia of Botanical Drugs and Preparations. 7th
ed. Harper & Row, London.
Wu PC. 1982. Some uses of mosses in China. Bryol Times 13:5.
10
Download