BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang menumbuhkan gagasan dan mendasari usulan penelitian. Dasar-dasar usulan penelitian dapat berasal dari temuan dan hasil penelitian terdahulu yang terkait dan mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan penelitian. Dalam pembahasan kajian pustaka perlu diungkapkan kerangka acuan komprehensif mengenai konsep, prinsip, atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Uraian dalam kajian pustaka diharapkan menjadi landasan teoritik mengapa masalah yang dihadapi dalam penelitian perlu dipecahkan dengan strategi yang dipilih. Berikut adalah kajian pustaka untuk penelitian ini yaitu: 2.1.1. Konsep dan pengertian kualitas pelayanan Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Pengertian kualitas jasa menurut Wykof yang dikutip oleh Tjiptono (2006:59), yaitu kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu dirasakan expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau disarankan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. jika jasa yang diterima malampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal, Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan nya secara konsisten. Sedangkan menurut Berry, Parasuraman, dan Zithaml yang dikutip oleh Kotler (2005:123) mengungkapkan formulasi model kualitas jasa yang diperlukan dalam pelayanan jasa. Dalam model ini dijelaskan ada lima kesenjangan yang dapat menimbulkan kegagalan penyampaian jasa seperti terlihat pada gambar 2.3. 7 Sumber : A.Parasuraman, Valurie A, Zeithamland Leonarrd L. Berry, ‘A Conceptual Model Of Service Quality and Its Implications For Future Research. “Journal of Marketing fall (1985:4) 1. Kesenjangan harapan konsumen dan persepsi manajemen. Kesenjangan ini timbul karena manajemen tidak selalu awas, tidak mengetahui sepenuhnya apa keinginan konsumen, misalnya orang bengkel tidak saja ingin jangka waktu perbaikan jangka waktu terlalu lama, dan ia juga ingin mendapatkan petunjuk tentang pemeliharaan mobil, inti masalahnya disini adalah manajemen tidak mengetahui apa yang diharapkan oleh konsumen. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, dan adanya kelebihan permintaan. 3. Kesenjangan kualitas jasa dengan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang teliti (belum menguasai tugas-tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mugnkin para karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain, misalnya para juru rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluahan atau masalah pasien, tetapi di sisi lain mereka juga harus melayani para pasien dengan cepat. 4. Kesenjangan penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini terjadi akibat perbedaan antara jasa brosur atau media promosi lainnya. Temyata jasa yang diterima tidak sesuai dengan kenyataan, misainya brosur suatu rumah makan mengatakan bahwa rumah rnakannya merupakan yang terbaik memiliki menu makanan yang beragarn dan enak dengan pelayanan yang baik. Akan tetapi scat pelanggan datang dan merasakan ternyata makanan dan pelayanannya biasa-biasa saja. 5. Kesenjangan jasa yang dialami, dipersepsikan dengan jasa. Yang diharapkan kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja, prestasi perusahaan dengan cars yang berlainan atau bisa jugs keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut misalnya seseorang dokter bisa saja terus mengunjungi pasiennya untuk rnenunjukan perhatiannya akan tetapi dapat menginter prestasikan sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres berkenan dengan penyakitnya. Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungannya harus kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat tepat untuk melaknsanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan. Enam prinsip pokok tersebut menurut Wolkins, yang dikutip oleh Tjiptono (2006:75), yaitu: 1. Kepemimpinan Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan. 2. Pendidikan Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus ra?emperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalarn implementasi strategi kualitas. 3. Perencanaan Proses perencanaan strategi harus mencakup pengikurnn dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai visinya. 4. Review Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas. 5. Komunikasi Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruh.i oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi hares dilakukan dengan karyawan pelanggan, dart' stakeholder perusahaan lainnya, seperti : pemasok, pemehang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain. Pengharapan dan pengakuan (Total Human Reward) Penghargaan dan pengukuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi serategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi balk perlu diberi penghargaan dan prestasi tersebut diakui dengan demikian setiap orang dalam organisasi yang pada giliramya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani. Kualitas telah menjadi harapan dan impian bagi semua orang baik pelanggan maupun produsen, yang dimaksud dengan kualitas atau mutu suatu produk atau jasa yaitu: a. Konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang dan jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi yang telah dispesifikasikan, meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal (Gaspersz, 1998, p1). b. Derajat atau tingkatkan dimana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari customer (Wignjosoebroto, 2003, p251). c. Menurut (Yamit, 2004, p8) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu ”kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. d. Menurut (Utami, 2006, p245) Keunggulan atau keistimewaan yang dapat didenifikasikan sebagai penyampaian pelayanan yang relatif istimewa terhadap harapan pelanggan. Karena pelanggan biasanya terlibat langsung dalam proses tersebut. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk menekankan pada hasil, karena pelanggan umumnya tidak terlibat langsung dalam prosesnya. Untuk itu diperlukan sistem manajemen kualitas yang dapat memberikan jaminan kepada pihak pelanggan bahwa produk tersebut dihasilkan oleh proses yang berkualitas (Yamit, 2004, p9). Lima pendekatan kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, menurut David Garvin yang dikutip oleh (Yamit, 2004, pp9-10) yaitu : a. Transcendental Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioprasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam seni musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataanpernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank), tempat belanja yang nyaman (mall atau gerai). Definisi seperti ini sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manejemen kualitas. b. Product-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak menjelaskan perbedaan dalam preferensi individual. c. User-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memadangnya dan produk yang paling memuaskan prefensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehinnga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakan. d. Manufacturing-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinikasikan kualitas sebagai yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan pelanggan yang menggunakannya. e. Value-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinikasikan sebagai ”affrodable excellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli. Meskipun sulit mendefiniskan kualitas dengan tepat dan tidak ada definisi kualitas yang dapat diterima secara universal, dari persepktif David Garvin tersebut dapat bermanfaat dalam mnegatasi konflik-konflik yang sering timbul di antara para manajer dalam departemen fungsional yang berbeda. Misalnya, departemen pemasaran lebih menekankan pada aspek keistimewaan, pelayanan, dan fokus pada pelanggan. Menghadapi konflik seperti ini sebaiknya pihak perusahaan menggunakan perpaduan antara beberapa perspektif kualitas dan secara aktif selalu melakukan perbaikan yang berkelanjutan atau melakukan secara terus-menerus. Bagian yang paling rumit dari pelayanan adalah kualitasnya yang sangat dipengaruhi oleh harapan pelanggan. Harapan pelanggan yang dapat bervariasi dari pelanggan yang satu dengan pelanggan yang lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten. Menurut Olsen dan Wycktoff (1978) yang dikutip oleh (Yamit, 2004, p22) melakukan pengamatan atas jasa pelayanan dan mendefinikasikan jasa pelayanan adalah sekelompok manfaat yang berdaya guna secara eksplisit mauput inplisit atas kemudahan untuk mendapatkan barang maupun jasa pelayanan. Dan definisi secara umum dari kualitas jasa pelayanan ini adalah dapat dilihat dari perbandingan antara harapan konsumen dengan kinerja kualitas jasa pelayanan. Coller (1987) memilih pandangan lain dari kualitas jasa pelayanan ini yaitu, lebih menggunakan pada kata pelanggan, pelayanan, kualitas dan level atau tingkat. Menurut Kotler yang dikutip oleh Alma (2007:284) mengungkapkan ada terdapat lima faktor dominan atau penentu kualitas jasa, kelima faktor dominan tersebut diantarnya yaitu: 1. Tangible (bukti fisik), yaitu berupa penampilan fisik, peralatan dan berbagai materi komunikasi yang baik.berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas layanan,peralatani perlengkapan, somber daya manusia, dan materi komunikasi perusahaan. 2. Emphaty, yaitu kesediaan karyawan untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan. Misalnya karyawan harus mencoba menempatkan dirinya sebagai pelanggan. Jika pelanggan mengeluh maka harus dicari solusi segera, agar selalu terjaga hubungan harmonis, dengan menunjukan rasa peduli yang talus. Dengan cars perhatian yang diberikan Para pegawai dalam melayani dan memberikan tanggapan atas Wuhan Para konsumen. 3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemauan dari karyawan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan kansumen. Dengan cara keinginan Para pegawai dalam membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap, kemampuan memberikan pelayanan dengan cepat dan benar, kesigapan para pegawai untuk ramah pada setiap konsumen, kesigapan para pegawai untuk bekerja sama dengan konsumen. 4. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat, serta konsisten. Contoh dalam hal ini antara lain, kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan yang terbaik, kemampuan pegawai dalam menangani kebutuhan konsumen dengan cepat dan benar, kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan harapan konsumen. 5. Assurance (kepastian), yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen. Contoh dalam hal ini antara lain, pengetahuan dan keterampilan pegawai dalam menjalankan tugasnya, pegawai dapat diandalkan, pegawai dapat memberikan kepercayaan kepada konsumen, pegawai memilki keahlian teknis yang baik. Selain kelima faktor tersebut ada pula yang dapat penetu kualitas, yaitu : 6. Value, yaitu evaluasi menyeluruh dari kegunaan suatu produk yang didasari oleh persepsi konsumen terhadap sejumlah manfaat yang akan diterima dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan atau secara umum dipikirkan konsumen value dikenal dengan istilah “value for money”, “Best value”, dan “you get what you pay for”, (Morris & Morris, 1990). 7. Prestige (Gengsi) menurut kamus Encarta, definisi kata gengsi (prestige) ranking posisi yang tinggi, terutama dalam suatu komunitas, lapangan kerja, atau organisasi. Sikap manusia yang senatiasa membandingkan sesuatu terhadap orang lain dan selalu ingin disanjung. Garvis yang dikutip oleh Tjiptono (2006:68) terdapat delapan dimensi kualitas jasa dan dapat digunakan sebagai kerangka dan perencanaan strategis dan analisis. Dimensi tersebut adalah : 1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, konsumsi listrik, jumlah kapasitas yang dapat dipakai konsumen, kemudahan dan kenyamanan dalam menggunakan jasa tersebut, dan sebagainya. 2. Ciri-ciri keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti AC, sound system, kursi, meja, dan sebegainya. 3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya computer yang tidak sering mengalami kendala dalam proses penggunaan. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan ruangan penyedia jasa, apakah tersedia pralatan keamanan apabila terjadi suatu kejadian yang tidak diinginkan seperti kebakaran atau gempa bumi. 5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup unsure teknis maupun ekonomis penggunaan computer. 6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah diperbaiki, serta penanganan keluhan yang memuaskan. 7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik yang menarik, model desain yang artistic, warna, dan sebagainya. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut produk yang dibeli, maka pembeli akan mempersepsikan kualitasnya dari segi harga, iklan, reputasi perusahaan, maupun Negara pembuatnya. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yang dikutip oleh Tjiptono (2006:69) mengidentifikasi ada sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa. Kesepuluh faktor tersebut adalah : 1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability), Hal ini berarti perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai jadwal yang disepakati. 2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. 3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. 4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu yang menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain. 5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan kermahan yang dimiliki para contact personnel (seperti receptionist, teller, operator telepon, dan lain-lain). 6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengar saran dan keluhan pelanggan. 7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik personnel, dan interaksi dengan pelanggan. 8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keraguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik, keamanan financial, dan kerahasiaan. 9. Understanding, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik dari jasa misalnya unit computer yang digunakan. 2.1.1.1. Karakteristik Pelayanan Beberapa perbedaan terhadap pengertian pelayanan secara terus menerus perbedaan akan mengganggu, beberapa karakteristik pelayanan berikut ini akan memberikan jawaban yang lebih mantap terhadap pengertian pelayanan. Karakteristik pelayanan tersebut menurut (Yamit, 2004, p21), adalah : a. Tidak dapat diraba (intangibility). Jasa adalah sesuatu yang sering kali tidak dapat disentuh atau tidak dapat diraba. Jasa mungkin berhubungan dengan sesuatu secara fisik, seperti pesawat udara, kursi dan meja. Bagaimanapun juga pada kenyataannya konsumen membeli dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat diraba. Oleh karena itu jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi penyebab khusus yang secara alami disediakan. b. Tidak dapat disimpan (innability to inventory). Salah satu ciri khusus dari jasa adalah tidak dapat disimpan. Misalnya, ketika meniginkan jasa tukang potong rambut, maka apabila pemotong rambut telah dilakukan tidak dapat sebagaiannya disimpan untuk besok. Ketika kita menginap di hotel tidak dapat dilakukan setengah malam dan setengahnya dilanjutkan lagi besok, jika hal ini dilakukan konsumen tetap dihitung menginap dua hari. c. Produksi dan konsumsi secara bersama. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama dengan produksi. Misalnya, tempat praktek dokter, salon, restoran, pengurusan asuransi dan lain sebagainya. d. Memasukinya lebih mudah, mendirikannya usaha dibanding jasa membutuhkan investasi yang lebih sedikit, mencari lokasi lebih mudah dan banyak tersedia, tidak membutuhkan teknologi tinggi. Kebanyakan usaha jasa hambatannya untuk memasukinya lebih rendah. e. Sangat dipengaruhi faktor dari luar. Jasa sangat dipengaruhi faktor dari luar seperti: teknologi, peraturan pemerintah dan kenaikan harga energi. Sektor jasa keuangan contoh yang paling banyak dipengaruhi oleh peraturan dan perundang-undangan pemerintah, dan teknologi komputer dengan kasus melinium bug pada abad dua satu. 2.1.1.2. Indikator Kualitas Pelayanan Zeithaml, Berry, dan Parasuraman dalam (Tjiptono 2008, p95) meneliti sejumlah industri jasa dan berhasil mengindentifikasikan lima indikator pokok kualitas jasa, yaitu: ralibilitas, responsive atau daya tanggap, kompetensi, akses, kesopanan, komunikasi, kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami pelanggan, dan bukti fisik (tangibels). Menemukan adanya overlapping diantara beberapa dimensi diatas. Sehingga menyederhanakan sepuluh indikator tersebut menjadi lima indikator pokok kualitas jasa, yaitu: a. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, peralatan/ pelengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. b. Realiability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan. c. Responsivenes (daya tangkap), yaitu kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan dengan segera, meliputi: 1.Ketanggapan karyawan dalam menangani masalah. d. Ketersediaan karyawan menjawab pertanyaan konsumen. e. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan pelanggan, meliputi: 1. Keramahan dan sopan santun karyawan dalam melayani pelanggan. 2. Pengetahuan karyawan tentang produk/jasa yang ditawarkan. 3. Keterampilan karyawan dalam melayani pelanggan. f. Empaty (empati), yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan. 2.1.1.3. Mengukur Kulaitas Layanan Pengukuran kualitas jasa tentu lebih rumit dibanding kualitas barang. Pengukuran kualitas layanan sesungguhnya bukan saja dapat dilakukan berdasarkan perspektif pelanggan saja dan untuk mengukur kualitas layanan bagi pelanggan, namun kualitas layanan juga dapat diukur untuk layanan internal (internal services) berdasarkan perspektif para karyawan secara internal di perusahaan bersangkutan (Kang, 2002:280). Model SERVPERF adalah model pengukuran kualitas layanan yang didasarkan pada performance pasca pembelian atau setelah pengkonsumsian. Dalam model ini diyakini, bahwa pengukuran kualitas layanan ini dapat diungkap melalui service performance. Itu sebabnya model ini disebut SERVPERF, pada SERVPERF peneliti tidak perlu membandingkan ekspektasi dengan kinerja, namun cukup mengukur sikap (attitude) pembeli setelah mengkonsumsi layanan bersangkutan. Dengan menggunakan model SERVPERF, maka proses pengukuran lebih sederhana dan menggunakan item atau butir pertanyaan lebih sedikit (Prayag, 2007:497). 2.1.2. Konsep dan pengertian bukti fisik Secara kontekstual, ada beberapa pendapat tentang definisi bukti fisik (tangibles) yaitu : Menurut Parasuraman et al., (1998) dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006) bukti fisik (tangibles) adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan perusahaan pemberi jasa. Bukti fisik tersebut meliputi penampilan fisik, peralatan, karyawan, mekanik, media komunikasi dan teknologi yang dipergunakan dalam memberikan pelayanan. Bukti fisik dari perusahaan penyedia jasa dapat mempengaruhi keyakinan dan persepsi pelanggan. Harapan pelanggan dapat meningkat dengan melihat bukti fisik dari perusahaan penyedia jasa. Dimensi tangibles dalam suatu penyewaan mobil dapat diukur dengan penampilan fisik kendaraan , karyawan yang rapi dan bersih, serta kelengkapan peralatan. Menurut Nasution (2004:47) mendefinisikan bukti fisik (tangibles) merupakan berkenaan dengan daya tarik fasilitas, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. Menurut Tjiptono (2006:70), bukti fisik (tangibles) merupakan meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Hal ini bias berarti penampilan fasilitas fisik, seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, keberhasilan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi, dan penampilan karyawan. Meskipun terlihat berbeda satu sama lain, semua definisi memiliki kesamaan yaitu bukti fisik berawal dari pelayanan, atau kemapuan perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal, yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat. Pengertian bukti fisik harus dapat dilihat dari dengan penampilan fisik kendaraan , karyawan yang rapi dan bersih, serta kelengkapan peralatan. Sebuah perusahaan jasa harus dapat meningkatkan harapan pelanggan dengan melihat bukti fisik nya. Dengan menerapkan definisi ini sebuah perusahaan jasa harus dapat menganalisis harapan pelanggan dari setiap sudut kemungkinan : Apa harapan nya? Apakah penampilan fisik kendaraan nya sesuai? Dapatkah penampilan karyawan yang rapih dan bersih meningkatkan harapan pelanggan? Apakah kelengkapan peralatan juga sesuai harapan pelanggan? inilah jenis analisis yang menerapkan definisi diatas yang sistematis. 2.1.2.1. Tipe-tipe sarana fisik Menurut Adrian Palmer (2004:p10) secara fisik merupakan lingkungan fisik tempat produk atu jasa diciptakan dan langsung berinteraksi dengan konsumen. Ada dua tipe sarana fisik 1. Essential evidence : merupakan keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemberi produk atau jasa mengenai desain dan layout gedung, ruang, dan lain-lain. 2. Peripheral evidence : merupakan nilai tambah yang bila berdiri sendiri tidak akan berarti apa-apa. Jadi hanya berfungsi sebagai pelengkap saja, sekalipun demikian peran nya sangat penting dalam produk jasa. 2.1.2.2. Pengukuran Bukti Fisik (tangibles) Pengukuran kualitas jasa tentu lebih rumit dibanding kualitas barang. Pengukuran kualitas layanan sesungguhnya bukan saja dapat dilakukan berdasarkan perspektif pelanggan saja dan untuk mengukur bukti fisik (tangibles) bagi pelanggan, namun bukti fisik (tangibles) juga dapat diukur untuk layanan internal (internal services) berdasarkan perspektif para karyawan secara internal di perusahaan bersangkutan (Kang, 2002:280). Model SERVPERF adalah model pengukuran bukti fisik (tangibles) yang didasarkan pada performance pasca pembelian atau setelah pengkonsumsian. Dalam model ini diyakini, bahwa pengukuran bukti fisik (tangibles) ini dapat diungkap melalui service performance. Itu sebabnya model ini disebut SERVPERF, pada SERVPERF peneliti tidak perlu membandingkan ekspektasi dengan kinerja, namun cukup mengukur sikap (attitude) pembeli setelah mengkonsumsi layanan bersangkutan. Dengan menggunakan model SERVPERF, maka proses pengukuran lebih sederhana dan menggunakan item atau butir pertanyaan lebih sedikit (Prayag, 2007:497). 2.1.3. Konsep dan pengertian jaminan layanan Secara kontekstual, ada beberapa pendapat tentang definisi jaminan layanan (assurance) yaitu : Menurut Parasuraman et al., dalam Zeithaml and Bitner, (2003:93) Assurance, yakni pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan. Menurut Nasution (2004:47) Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan, dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. 2.1.3.1 Pengukuran Jaminan Layanan Pengukuran kualitas jasa tentu lebih rumit dibanding kualitas barang. Pengukuran kualitas layanan sesungguhnya bukan saja dapat dilakukan berdasarkan perspektif pelanggan saja dan untuk mengukur jaminan (assurance) bagi pelanggan, namun jaminan (assurance) juga dapat diukur untuk layanan internal (internal services) berdasarkan perspektif para karyawan secara internal di perusahaan bersangkutan (Kang, 2002:280). Model SERVPERF adalah model pengukuran jaminan (assurance) yang didasarkan pada performance pasca pembelian atau setelah pengkonsumsian. Dalam model ini diyakini, bahwa pengukuran jaminan (assurance) ini dapat diungkap melalui service performance. Itu sebabnya model ini disebut SERVPERF, pada SERVPERF peneliti tidak perlu membandingkan ekspektasi dengan kinerja, namun cukup mengukur sikap (attitude) pembeli setelah mengkonsumsi layanan bersangkutan. Dengan menggunakan model SERVPERF, maka proses pengukuran lebih sederhana dan menggunakan item atau butir pertanyaan lebih sedikit (Prayag, 2007:497). 2.1.4 Kepuasan Pelanggan Konsep kepuasan masih bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana maupun kompleks dan rumit. Peranan setiap individu dalam pemberian service sangat penting dan berpengaruh terhdap kepuasan yang dibentuk (Arief, 2007, p.166). Konsep kepuasan pelanggan menurut beberapa ahli : 1. Menurut (Kotler, 2000) kepuasan pelanggan adalah tingkat persaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja yang dia rasakan atau alami terhdap harapannya. 2. Menurut Richard F. Gerson (Arief, 2005, p167) kepuasan pelanggan adalah jika harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. 3. Menurut Hoffman dan Beteson (Arief, 2005, p167) kepuasan atau ketidakpuasan adalah perbandingan dari ekspektasi konsumen kepada persepsi mengenai interaksi jasa (service encounter) yang sebenarnya. 4. Wikkie (Tjiptono, 2007, p349) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. 5. Munurut Wahyuddin dan Muryati (2001, p191) Ada dua pihak yang terlibat dalam proses jasa atau pelayanan, yaitu penyedia layanan (pelayan) dan pelanggan (yang dilayani). Dalam pelayanan yang disebut pelanggan (customer) adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan oleh organisasi atau petugas dari organisasi pemberi layanan tersebut. Kepuasan pelanggan terjadi setelah mengkonsumsi produk atau jasa yang dibelinya.Pelanggan umumnya mengevaluasi pengalaman penggunaan suatu produk untuk memutuskan apakah mereka akan menggunakan kembali produk atau jasa tersebut. Satisfaction (kepuasan) berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik,memadai) dan “factio” (artinya melakukan atau membuat). Secara sederhana, kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai (Tjiptono, 2005,p349). Menurut Kotler (2005,p70) kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang terhadap suatu produk setelah ia membandingkan hasil/prestasi produk yang dipikirkan terhadap kinerja atau hasil produk yang di harapkan. Jika kinerja memenuhi harapan, maka itu artinya pelanggan puas. Tetapi jika kinerja melebihi harapan pelanggan, maka hal ini berarti pelanggan puas atau amat puas. Menurut Simamora (2003,p18) kepuasan pelanggan adalah hasil pengalaman terhadap produk. Ini adalah sebuah perasaan pelanggan setelah membandingkan antara harapan (prepurchase expectation) dengan kinerja aktual (actual performance). Berdasarkan kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, maka pelanggan tidak puas. Jika kinerja sesuai dengan harapan, maka pelanggan puas. Definisi ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Kepuasan Pelanggan = f (harapan,kinerja) Dalam rangka mengembangkan suatu mekanisme pemberian layanan yang memuaskan bagi pelanggan, maka perusahaan perlu mengetahui hal-hal berikut : 1. Mengetahui apa yang pelanggan pikirkan tentang perusahaan, pelayanan yang diberikan perusahaan dan pesaing. 2. Mengukur dan meningkatkan kinerja perusahaan. 3. Mempergunakan kelebihan perusahaan dalam pemilihan pasar. 4. Memanfaatkan kelemahan perusahaan dalam peluang pengembangan, sebelum pesaing memulainya. 5. Membangun wahana komunikasi internal sehingga setiap personil mengetahui apa yang mereka kerjakan. 6. Menunjukan komitmen perusahaan terhadap kualitas dan pelanggan. 2.1.4.1. Elemen Program Kepuasan Pelanggan Menurut (Tjiptono, 2007, p.354) ada beberapa elemen program kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Kualitas produk dan jasa, perusahaan yang ingin menerapkan program kepuasan pelanggan harus memiliki produk berkualitas baik dan layanan prima. Biasanya perusahaan yang tingkat kepuasan pelanggannya tinggi menyediakan tingkat layanan pelanggan yang tinggi pula. 2. Program promosi loyalitas, program promosi loyalitas banyak diterapkan untuk menjalin relasi antara perusahaan dari pelanggan. Biasanya, program ini memberikan semacam ”penghargaan” (rewards) khusus (seperti bonus, diskon, voucher dan hadiah yang dikaitkan dengan frekuensi pembelian atau pemakaian produk atau jasa perusahaan) kepada pelanggan rutin agar tetap loyal pada produk dari perusahaan. 3. Sistem penanganan keluhan, menurut Schnaars, 1991 (Tjiptono, p355) penanganan komplain terkait erat dengan kualitas produk jasa yang dihasilkan benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya sejak awal. Setelah itu, jika ada masalah perusahaan segera berusaha memperbaikinya lewat sistem penanganan komplain. Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan pelanggan mengalami berbagai macam masalah, setidaknya berkaitan dengan konsumsi beberapa produk, waktu penyampaian, atau layanan pelanggan. Oleh sebab itu, setiap perusahaan harus memiliki sistem penanganan komplain yang efektif. Sistem penanganan komplain yang efektif membutuhkan beberapa aspek menurut (Tjiptono, 2000, p35) seperti : a. Permohonan maaf kepada pelanggan atas ketidak nyamanan. b. Empati terhadap pelanggan yang ramah. c. Kecepatan dalam penanganan keluhan. d. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan masalah atau keluhan. e. Kemudahan bagi konsumen untuk menghubungi perusahaan (via saluran telepon bebas pulsa, surat, email, fax , maupun tatap muka langsung) dalam rangka menyampaikan komentar, kritik, saran pertanyaan dan komplain. 4. Garansi, strategi unconditional guarantes menurut Hart, 1988 (Tjiptono, 2007, p356) mengungkapkan bahwa garansi dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan program kepuasan pelanggan. Garansi merupakan janji eksplisit yang disampaikan kepada para pelanggan mengenai tingkat kinerja yang dapat diharapkan akan mereka terima. Garansi yang baik harus memiliki beberapa karakteristik pokok, seperti : a. Tidak bersyarat, berarti tidak dibebebani dengan berbagai macam peraturan, ketentuan, atau pengecualian yang membatasi atau menghambat kebujakan pengembalian atau kompensesi. b. Spesifik, yaitu perusahaan menjanjikan pengiriman sesuai dengan kesepakatan perusahaan dan pelanggan. c. Realistis, seperti pemberian garansi yang realistis dan nyata. d. Meaningful, mencakup aspek-aspek penyampaian jasa yang penting bagi pelanggan. e. Dinyatakan dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, maksudnya tidak dalam bahasa hukum yang berbelit-belit. 5. Harga, untuk pelanggan yang sensitif biasanya harga yang murah adalah sumber kepuasan, yang penting karena mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi. Namun bagi pelanggan yang tidak sensitif terhdap harga, akan melihat hasil jasa yang disampaikan perusahaan tersebut sesuai harga yang mereka bayar. Menurut Hannah and karp, 1991 (Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 2004, p126-127) menyatakan bahwa untuk menciptakan kepuasan pelanggan, suatu perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara umum dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang berhungan dengan produk a. Kualitas produk, yaitu merupakan mutu dari semua komponen-komponen yang membentuk produk, sehingga produk tersebut mempunyai nilai tambah. b. Hubungan antara nilai sampai pada harga, merupakan hubungan antara harga dan nilai produk yang ditentukan oleh perbedaan antara nilai yang diterima oleh pelanggan dengan harga yang dibayar oleh pelanggan terhadap suatu produk yang dihasilkan oleh badan usaha. c. Bentuk produk atau jasa, merupakan komponen-komponen fisik dari suatu produk atau jasa yang menghasilkan suatu manfaat. d. Keandalan, merupakan kemampuan dari suatu perusahaan untuk menghasilkan produk yang sesuia sengan apa yang dijanjikan oleh perusahaan. 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelayanan a. Jaminan, merupakan suatu jaminan yang ditawarkan perusahaan untuk haraga pembelian atau mengadakan perbaikan terhadap produk atau jasa yang rusak setlah pembelian. b. Respon dari cara pemecahan masalah, merupakan sikap dari karyawan dalam menggapi keluhan serta masalah yang dihadapi pelanggan. 3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pembelian a. Pengalaman karyawan, merupakan semua hubungan antara pelanggan dengan karyawan khususnya dalam komunikasi yang berhubungan dengan pembelian. b. Kemudahan dan kenyamanaan, yaaitu segala kemudahan dan kenyamanan yang diberikan oleh perusahaan terhadap produk atau jasa yang dihasilkannya. 2.1.4.2. Pengukuran Kepuasan Pelanggan Menurut (Tjiptono, 2000, p366) ada beberapa konsep inti mengenai objek pengukuran sebagai berikut : 1. Kepuasan pelanggan keseluruhan Cara yang paling sederhana dalam mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk atau jasa tertentu. Ada dua proses dalam pengukurannya, yaitu mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan dan menilai serta membandingkannya dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk atau jasa pesaing. 2. Harapan Dalam konsep ini kepauasan pelanggan diukur berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja perusahaan. 3. Minat pembelian ulang Kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan tersebut. 4. Kemudahan Faktor kemudahan yang dimaksudkan adalah kemudahan pelanggan dalam mendapatkan peroduk atau jasa tersebut. Pelanggan akan semakin puas apabila relative mudah dijangkau, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan produk maupun pelayanan. Pengukuran kualitas jasa tentu lebih rumit dibanding kualitas barang. Pengukuran kualitas layanan sesungguhnya bukan saja dapat dilakukan berdasarkan perspektif pelanggan saja dan untuk mengukur kepuasan pelanggan bagi pelanggan, namun kepuasan pelanggan juga dapat diukur untuk layanan internal (internal services) berdasarkan perspektif para karyawan secara internal di perusahaan bersangkutan (Kang, 2002:280). Model SERVPERF adalah model pengukuran kepuasan pelanggan yang didasarkan pada performance pasca pembelian atau setelah pengkonsumsian. Dalam model ini diyakini, bahwa pengukuran kepuasan pelanggan ini dapat diungkap melalui service performance. Itu sebabnya model ini disebut SERVPERF, pada SERVPERF peneliti tidak perlu membandingkan ekspektasi dengan kinerja, namun cukup mengukur sikap (attitude) pembeli setelah mengkonsumsi layanan bersangkutan. Dengan menggunakan model SERVPERF, maka proses pengukuran lebih sederhana dan menggunakan item atau butir pertanyaan lebih sedikit (Prayag, 2007:497). 2.1.5 Loyalitas Pelanggan Menurut Griffin (2005), loyalitas adalah : "Loyalty is defined as non random purchase expressed by some decision making unit." Sedangkan menurut Lovelock dalam Service Marketing (2 ; 352), loyalitas adalah : "Loyalty is describe a customer's willingness to continue patronizing a firm over the long term, purchasing and using its goods and services on a repeated and preferably exclusive basis, and recommending the ire's product to friends and associates' Artinya, loyalitas menggarnbarkan keinginan konsumen untuk terus berlangganan dalam jangka waktu yang panjang, melakukan pembelian dan menggunakan barang dan jasa secara berulang, dan merekonnendasikan produk perusahaan kepada teman atau koleganya. Dari, definisi di atas, loyalitas merupakan perilaku yang cenderung tetap dalarn melaksanakan keputusan pembelian dirnana keputusan tersebut mengesampingkan faktor-faktor lain yang berpengaruh. Dengan kata lain pelanggan yang loyal merupakan pelanggan yang dalam keputusan pembelinya tidak mempertimbangkan faktor-faktor seperti harga, kualitas, jarak dan atribut lainnya yang berpengaruh dalam menentukan pilihannya, karena dalam benaknya telah tertanam bahwa produk perusahaan yang akan dibeli telah memenuhi kriterianya. 2.1.5.1. Karakteristik Loyalitas Pelanggan Pelanggan yang loyal merupakan asset bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dart karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana yang diungkapkan Griffin (2005;31) pelanggan yang loyal rnemiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Melakukan pembelian ulang secara teratur (repeat purchase). 2. Melakukan pembelian terhadap produk dan jasa lainnya (purchase across product and service litres). 3. Mempengaruhi orang lain (refers other). 4. Menunjukkan Jaya tahan terhadap pesaing (demonstrates community to the pull competition) 2.1.5.2. Keuntungan Memilki Pelanggan yang Loyal Manfaat dari loyalitas dan dampaknya pada profitabilitas jauh dari sekedar penghematan biaya. Menurut Griffin (2005;13), lima alasan untuk menjadikan pelanggan pertama kali sebagai pembeli seurnur hidup: 1. Penjualan naik karena pelanggan membeli lebih banyak dari perusahaan 2. Perusahaan dapat memperkuat posisinya bila pelanggan membeli dari perusahaan bukan dari pesaing. 3. Biaya pemasaran menurun karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk promosi. 4. Perusahaan lebih terlindungi dari persaingan harga. 5. Pelanggan yang puas cenderung mencoba lini produk perusahaan, dengan demikian akan membentu perusahaan mendapatkan pangsa pasar yang Iebih besar. 2.1.5.3. Tipe-tipe Loyalitas Pelanggan Dalam cakupan yang lebih Was, loyalitas pelanggan (customer loyalty) dapat didefinisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Definisi tersebut mencakup data komponen penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku darn loyalitas sebagai sikap. Kombinasi kedua komponen itu menghasilkan empat situasi kemungkinan loyalitas atau disebut juga dengan tipe loyalitas pelanggan. Tipe-tipe loyalitas pelanggan menurut Dick dan Hasa dalam Tjiptono (2007;393) diantaranya adalah : 1. No Loyalty Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua penyebabnya, yang pertama sikap yang lemah (mendekati netral) dapat terjadi bila suatu produk / jasa baru diperkenalkan atau perusahaan tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan unik produknya. Penyebab kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama. 2. Spurious Loyalty Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembelian ulang yang kuat, maka yang terjadi adalah spurious loyalty. Situasi semacam in; ditandai dengan pengaruh faktor non sikap terhadap perilaku, misalnya faktor situasional. Situasi ini dapat dikatakan pula inertia, dimana konsumen sulit rnembedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah, sehingga pembelian clang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarity (penempatan produk yang strategis pada rak pajangan, atau lokasi outlet di persimpanganjalan yang ramai, atau faktor diskon. 3. Latent Loyalty Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor non sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat daripada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang. Contohnya, seseorang yang bersikap positif terhadap restoran tertentu, namun tetap Baja berusaha mencari variasi karena pertimbangan harga atau preferensi terhadap berbagai vartasi makanan. 4. Loyalty Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan pars pemasar, dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. Sedangkan menurut Griffin (2005;22), jenis-jenis loyalitas adalah: 1. Tanpa Loyalitas Perusahaan hares menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal,mereka hanya berkontribusi sedikit pada kekuatan dan kekurangan perusahaan. Tantangannya adalah menghindari membidik sebanyak rnungkrn orang prang seperti ini dan lebih memilih pelanggan yang loyalotasnya dapat dikembangakan. 2. Loyalitas yang Lemah Keterkaitan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi rnenghasilkan loyalitas yang lemah. Pelanggan ini meinbeli karena kebiasaan. Paktor nonsikap dan faktor situasi merupakan alasan utama membeli. Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan, atau minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. 3. Loyalitas Tersembunyi Tingkat preferensi yang relative tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. 4. Loyalitas Premium Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. 2.1.5.4. Proses Pengembangan Pelanggan Harus disadari bahwa pelanggan akan menjadi pergi, karena sebabsebab tertentu seperti perusahaan mengalami kebangkrutan, berpindah lokasi, konsumen merasa tidak puas, dan lain sebagainya. Tantangan perusahaan adalah mengaktifkan kembali pada pelanggan yang tidak puas meialui strategi mendapatkan kembali pelanggan. Sering kali tidak mudah untuk menarik bekas pelanggan dari pada mendapatkan pelanggan yang baru. Proses seorang calon pelanggan menjadi pelanggan yang loyal terhadap perusahaan terbentuk melalui beberapa tahapan. Tahapan loyalitas yang diungkapkan oleh Griffin dikenal dengan dengan istilah Profit Generator System seperti terlihat pada Gambar dibawah ini. LOYALTY Suspect Prospek First Time Disqualified Prospect Repeat Customer Client Advokat In Active Client or Cutomer Sumber : Griffin (2005 ; 36) Gambar 2.5 Proses Pengembangan Pelanggan Pertama, seluruh suspect masuk ke dalam system pemasaran, kemudian akan tersaring menjadi qualified prospect dan disqualified prospect, dalam hal ini disqualified prospect tidak menguntungkan bagi perusahaan, maka disqualified prospect keluar dari sistem, sementara qualified prospect masuk ke proses selanjutnya. Semakin cepat menentukan disqualified prospect, semakin menguntungkan bagi perusahaan karena proses ini manghabiskan uang dan waktu yang dimiliki. Kemudian seluruh disqualified prospect di fokuskan menjadi first time buyers, setelah itu didorong menjadi repeat costumer, loyal client dan yang paling akhir menjadikan mereka sebagai advocates bagi perusahaan dimana para advocates ini akan mempengaruhi orang lain agar membeli produk dari perusahaan. Bagi perusahaan yang telah memiliki first time buyers, repeat customers atau client tidak selamanya menguntunglan bagi perusahaan, karena setiap saat sebagian dari mereka dapat menghilang dari perusahaan atau tidak kembali lagi pada perusahaan, mereka dinamakan inactive customers/clients. Hal ini harus diperhitungkan karena kehilangan mereka berarti kerugian bagi perusahaan. 2.1.5.5. Agar Pelanggan Tetap Loyal Loyalitas pelanggan memiliki peranan penting dalam sebuah perusahaan, memperhatikan mereka berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hat ini menjadi alasan utara bagi perusahaan untuk menarik dan mempertahankan mereka. Menurut Griffin (2005;183), agar pelanggan tetap loyal adalah: Permudahlah pelanggan untuk memberi umpan batik. Salah satu kegiatan yang paling menguntungkan bagi perusahaan adalah mencari keluhan pelanggan, memudahkan pelanggan untuk memberi umpan batik. Bila pelanggan membutuhkan bantuan, berikanlah dengan segera. Setelah mendapatkan umpan batik dari pelanggan, langkah selanjutnya harus bertindak cepat untuk member respon dengan segera j ika ada yang member keluhan. Kurangi kejengkelan atas reparasi, pembayaran kembali, dan pemberian jarninan. Reparasi, pembayaran kembali, dan pemberian jaminan sering menjadi sumber kekecewaan para pelanggan. Perhatikan bagaimana sebuah perusahaan bekerja untuk mencegah ketidakpuasan yang timbul selama penanganan masalah semacam itu. Belajar cara menghibur pelanggan yang marsh. Dengan system umpan batik dan keluhan pelanggan yang meningkat mutunya, terjadi lebih banyak interaksi dengan pelanggan. 2.1.5.6. Dasar-dasar Program Loyalitas Menurut Griffin (2005;200), dasar-dasar program loyalitas adalah: 1. Ukur dan telusuri loyalitas dengan menggunakan variable pengukuran loyalitas. 2. Perkenalkan terhadap semua pegawai perusahaan arti dan pentingnya loyalitas klien. 3. Masukkan sasaran loyalitas pelanggan dan Mien kedalam pengukuran kinerja pegawai dan rencana kompensasi 4. Evaluasi dan tinjau kembali tingkat loyalitas setiap bulannya. 5. Libatkan para pegawai dalarn mengembangkan dan mempertahankan program loyalitas. 6. Susunlah gabungan alat-alat pemasaran, penjualan, dan customer care yang ditujukan untuk memupuk loyalitas pads masing-masing tahapan pelanggan. 7. Identifikasikan lima penyebab utama hancurnya loyalitas pelanggan di perusahaan. 8. Lanjutkan dengan memodifikasi, fine-tune, dan course-correct system loyalitas. 2.1.5.7 Pengukuran Loyalitas Pelanggan Pengukuran kualitas jasa tentu lebih rumit dibanding kualitas barang. Pengukuran kualitas layanan sesungguhnya bukan saja dapat dilakukan berdasarkan perspektif pelanggan saja dan untuk mengukur loyalitas pelanggan bagi pelanggan, namun loyalitas pelanggan juga dapat diukur untuk layanan internal (internal services) berdasarkan perspektif para karyawan secara internal di perusahaan bersangkutan (Kang, 2002:280). Model SERVPERF adalah model pengukuran loyalitas pelanggan yang didasarkan pada performance pasca pembelian atau setelah pengkonsumsian. Dalam model ini diyakini, bahwa pengukuran loyalitas pelanggan ini dapat diungkap melalui service performance. Itu sebabnya model ini disebut SERVPERF, pada SERVPERF peneliti tidak perlu membandingkan ekspektasi dengan kinerja, namun cukup mengukur sikap (attitude) pembeli setelah mengkonsumsi layanan bersangkutan. Dengan menggunakan model SERVPERF, maka proses pengukuran lebih sederhana dan menggunakan item atau butir pertanyaan lebih sedikit (Prayag, 2007:497) 2.1.6 Hubungan Bukti Fisik dan Jaminan Pelayanan Dengan Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Banyak studi yang mengelaborasi kausalitas (sebab-akibat) antara kualitas layanan dengan kepuasan dan pengaruhnya terhadap loyalitas pelanggan. Berkenaan dengan studi kualitas layanan dan hubungan nya dengan kepuasan serta loyalitas pelanggan, di bawah ini disajikan kajian pustaka mengenai hal dimaksud. Saat ini, iklim kompetisi dalam dunia perdagangan semakin terasa. Di sisi lain perubahan lingkungan yang demikian pesat semakin mendukung kompetisi yang sedang terjadi saat ini. Menurut Dick dan Basu (1994), salah satu tujuan utama aktivitas pemasaran seringkali dilihat dari pencapaian loyalitas pelanggan melalui strategi pemasaran (Siregar, 2004). Loyalitas pelanggan merupakan bagian terpenting pada pengulangan pembelian pada pelanggan (Caruana, 2002). Menurut Reichheld dan Sasser (1990), loyalitas pelanggan memiliki korelasi yang positif dengan performa bisnis (Beerli dkk., 2004). Menurut Castro dan Armario (1999), loyalitas pelang-gan tidak hanya meningkatkan nilai dalam bisnis, tetapi juga dapat menarik pelanggan baru (Beerli dkk., 2004). Pada jangka pendek, memperbaiki loyalitas pelanggan akan membawa profit pada penjualan. Profit merupakan motif utama konsistensi bisnis, karena dengan keuntungan maka roda perputaran bisnis dari variasi produk dan jasa yang ditawarkan maupun perluasan pasar yang dilayani (Soeling, 2007). Dalam jangka panjang, memperbaiki loyalitas umumnya akan lebih _ystem_tiv, yakni pelanggan bersedia membayar harga lebih tinggi, penyediaan layanan yang lebih murah dan bersedia merekomendasikan ke pelanggan yang baru (“Managing Customer”, 1995). Kepuasan pelanggan merupakan kunci dalam menciptakan loyalitas pelanggan. Banyak manfaat yang diterima oleh perusahaan dengan tercapainya tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi, yakni selain dapat meningkatkan loyalitas pelanggan tapi juga dapat mencegah terjadinya perputaran pelanggan, mengurangi sensitivitas pelanggan terhadap harga, mengurangi biaya kegagalan pemasaran, mengurangi biaya operasi yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah pelanggan, meningkatkan efektivitas iklan, dan meningkatkan reputasi bisnis (Fornell, 1992). Keputusan perusahaan melakukan tindakan perbaikan pelayanan yang sistematis merupakan _ystem yang menentukan dalam menindaklanjuti ystem konsumen dari suatu kegagalan sehingga pada akhirnya mampu mengikat loyalitasi konsumen (Elu, 2005). Kepuasan pelanggan menjadi parameter penting sehingga bisnis dapat terus berkelanjutan. Sebuah riset tahun 2004 yang dilakukan oleh J.D. Power, perusahaan spesialis pengukur kepuasan pelanggan dalam _ystem_t otomotif, membuktikan bahwa perusahaan yang berhasil meningkatkan kepuasan pelanggan dalam jangka waktu lima tahun (1999-2004) mengalami kenaikan nilai bagi pemegang sahamnya sebesar +52%. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami penurunan nilai kepuasan pelanggan, pemegang sahamnya juga mengalami penurunan nilai sebesar -28%. Riset Claes Fornell juga membuktikan, di masa krisis 2008, saham perusahaan dengan Indeks Kepuasan Pelanggan Amerika (American Customer Satisfaction Index/ACSI) yang baik, hanya menurun -33%, sedangkan perusahaan dengan indeks yang buruk menurun -55%. Jadi, kepuasan konsumen bukan saja berharga di masa ekonomi baik, tetapi juga di saat ekonomi buruk (Lestari, 2009). Menurut para akademisi, kepuasan pelanggan merupakan konstruk yang berdiri sendiri dan dipengaruhi oleh kualitas layanan (Oliver, 1980). Kualitas layanan juga dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan secara langsung (Zeithaml dkk., 1996) dan mempengaruhi loyalitas pelanggan secara tidak langsung melalui kepuasan (Caruana, 2002). Kualitas layanan mendorong pelanggan untuk komitmen kepada produk dan layanan suatu perusahaan sehingga berdampak kepada peningkatan market share suatu produk. Kualitas layanan sangat krusial dalam mempertahankan pelanggan dalam waktu yang lama. Perusahaan yang memiliki layanan yang superior akan dapat memaksimalkan performa keuangan perusahaan (Gilbert dkk., 2004). Semakin tingginya tingkat persaingan, akan menyebabkan pelanggan menghadapi lebih banyak alternatif produk, harga dan kualitas yang bervariasi, sehingga pelanggan akan selalu mencari nilai yang dianggap paling tinggi dari beberapa produk (Kotler, 2005). Kualitas yang rendah akan menimbulkan ketidakpuasan pada pelanggan, tidak hanya pelanggan yang makan di restoran tersebut tapi juga berdampak pada orang lain. Karena pelanggan yang kecewa akan bercerita paling sedikit kepada 15 orang lainnya. Dampaknya, calon pelanggan akan menjatuhkan pilihannya kepada pesaing (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006). Upaya perbaikan _ystem kualitas pelayanan, akan jauh lebih efektif bagi keberlangsungan bisnis. Menurut hasil riset Wharton Business School, upaya perbaikan ini akan menjadikan konsumen makin loyal kepada perusahaan (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006). Konsep dari kualitas layanan, kepuasan dan loyalitas saling berhubungan satu dengan yang lain. Secara teoritis, dalam prosesnya dapat memberikan acuan pada penelitian ini, dimana kualitas layanan mempengaruhi loyalitas baik secara langsung maupun mempengaruhi loyalitas secara tidak langsung melalui kepuasan pelanggan. Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu Peneliti Zeithaml, Penelitian Tentang Kualitas Pelayanan Variabel Tangible Variabel yang dievaluasi dalam penelitian ini Tangible,yaitu meliputi fasilitas fisik, Berry&Parasuraman Empathy peralatan/pelengkapan, pegawai, dan sarana (1983) Reliable komunikasi Responsiveness Assurance Assurance, yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan pelanggan, meliputi: Keramahan dan sopan santun karyawan dalam melayani pelanggan. , Pengetahuan karyawan tentang produk/jasa yang ditawarkan, Keterampilan karyawan dalam melayani pelanggan. Tjiptono (2007) Kepuasan Pelanggan Kualitas produk dan jasa. Kualitas produk dan jasa, perusahaan, Program promosi loyalitas, program kepuasan pelanggan harus memiliki Sistem penanganan keluhan; produk berkualitas baik dan layanan prima. Garansi, Harga, Program promosi loyalitas, program ini memberikan semacam ”penghargaan” (rewards) khusus (seperti bonus, diskon, voucher dan hadiah yang dikaitkan dengan frekuensi pembelian atau pemakaian produk atau jasa perusahaan) kepada pelanggan rutin agar tetap loyal pada produk dari perusahaan. Sistem penanganan keluhan; Permohonan maaf kepada pelanggan atas ketidak nyamanan, Empati terhadap pelanggan yang ramah. , Kecepatan dalam penanganan keluhan, Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan masalah atau keluhan, Kemudahan bagi konsumen untuk menghubungi perusahaan (via saluran telepon bebas pulsa, surat, email, fax , maupun tatap muka langsung) dalam rangka menyampaikan komentar, kritik, saran pertanyaan dan komplain. Garansi, dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan program kepuasan pelanggan. Harga, untuk pelanggan yang sensitif biasanya harga yang murah adalah sumber kepuasan, Namun bagi pelanggan yang tidak sensitif terhdap harga, akan melihat hasil jasa yang disampaikan perusahaan tersebut sesuai harga yang mereka bayar. Menurut Griffin (2005) Lovelock dalam Service Marketing (2 ; 352) Loyalitas Pelanggan Loyalty is defined as non random purchase expressed by some decision making unit. Loyalty is describe a customer's willingness to continue patronizing a firm over the long term, purchasing and using its goods and services on a repeated and preferably exclusive basis, and recommending the ire's product to friends and associates 2.2 Kerangka Pemikiran Menurut teori kognitif disonansi (Schifman&Kanuk, 2000) ketidak nyamanan atau disonansi terjadi ketika konsumen memiliki pemikiran yang bertentangan tentang suatu keyakinan atau suatu obyek sikap. Misalnya, ketika konsumen telah membuat komitmen melakukan pembayaran dimuka atau menaruh pesanan untuk suatu produk, khususnya yang mahal seperti mobil atau komputer pribadi mereka sering mulai merasakan disonansi kognitif ketika mereka berpikir yang unik, positif kualitas merek tidak dipilih (tertinggal). Ketika disonansi kognitif terjadi setelah pembelian, hal itu disebut disonansi setelah pembelian. Karena keputusan pembelian sering membutuhkan beberapa jumlah kompromi, disonansi setelah pembelian cukup normal. Namun demikian, kemungkinan untuk meninggalkan konsumen dengan perasaan tidak enak tentang keyakinan mereka sebelumnya atau tindakan perasaan bahwa mereka akan berusaha menyelesaikan dengan mengubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku mereka. Demikian. dalam kasus disonansi setalah pembelian, perubahan sikap yang sering merupakan hasil dari suatu tindakan atau pikiran yang saling bertentangan dengan behavior. Teori kognitif disonansi informasi menyusul pembelian adalah faktor utama yang mendorong konsumen untuk mengubah attitudes mereka sehingga mereka akan sejalan dengan perilaku mereka pada pembelian aktual. Apa yang membuat disonansi setelah pembelian relevan dengan strategi pemasaran adalah premis bahwa disonansi mendorong konsumen untuk mengurangi perasaan tidak menyenangkan yang diciptakan oleh pikiran saingan. Berbagai taktik terbuka kepada konsumen untuk mengurangi disonansi setelah pembelian. Konsumen dapat merasionalisasi keputusan yang bijaksana, mencari iklan yang mendukung pilihan (sambil menghindari disonansi menciptakan iklan kompetitif ), mencoba untuk menjual teman-teman pada fitur positif dari merek, atau melihat ke dikenal pemilik puas untuk meyakinkan . Sebagai contoh, perhatikan respon dari sebuah pemuda yang baru saja membeli sebuah cincin pertunangan untuk pacarnya: Bagaimana Anda bisa membuat gaji dua bulan terakhir selamanya. Pikiran ini dan sisanya dari pesan cenderung untuk menangkap perhatiannya. Ia mengatakan untuk bahwa meskipun sebuah cincin pertunangan biaya banyak uang, itu berlangsung selamanya karena pengantin masa depan akan menghargai itu selama sisa hidupnya. Pesan seperti ini terikat untuk membantu dia mengurangi setiap disonansi tersisa bahwa ia mungkin memiliki tentang bagaimana banyak dia hanya menghabiskan pada cincin. Selain taktik konsumen yang diprakarsai tersebut untuk mengurangi ketidakpastian setelah pembelian, pemasar dapat meredakan disonansi konsumen dengan menyertakan pesan dalam nya iklan khusus ditujukan untuk memperkuat keputusan konsumen dengan memuji kebijaksanaan mereka, menawarkan jaminan kuat atau jaminan, meningkatkan jumlah dan efektivitas layanan, atau memberikan brosur rinci tentang cara menggunakan nya produk dengan benar. Komponen Kognitif Bagian pertama dari model sikap trikomponen terdiri dari seseorang, kognisi yaitu pengetahuan dan persepsi yang diperoleh dengan kombinasi pengalaman langsung dengan obyek sikap dan informasi terkait dari berbagai sumber. pengetahuan ini dan menghasilkan persepsi umumnya mengambil bentuk keyakinan yaitu, konsumen percaya bahwa obyek sikap memiliki berbagai atribut dan bahwa perilaku tertentu akan menyebabkan hasil yang spesifikasi jasa rental kendaraan. Meskipun hanya menangkap bagian dari sistem kepercayaan namun dijelaskan tentang dua jenis variabel (bukti fisik dan jaminan layanan), menggambarkan komposisi sistem kepercayaan konsumen tentang dua variabel. Sistem kepercayaan untuk kedua jenis variabel terdiri dari dasar yang sama empat atribute: kecepatan, ketersediaan, keandalan, dan fitur lainnya. Sehubungan dengan ini. bukti fisik (tangibles) Misalnya, adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan saran dan prasaranan fisik serta keadaan lingkunan sekitarnya adalah bukti nyata dari palayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya dan jaminan layanan (assurance) yaitu pengetahuan, kesopananan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan pada perusahaan trmasuk kedalam komponen kognitf. Komponen yang Efektif Kepuasan pelanggan merupakan komponen afektif dari sikap. emosi dan perasaan sering dipergunakan oleh para peneliti konsumen terutama evaluasi di alam, yaitu mereka menangkap penilaian langsung maupun global individu dari objek sikap (yaitu, sejauh mana tingkat individu objek sikap yang menguntungkan atau tidak menguntungkan (baik atau buruk). Pengalaman Mempengaruhi sarat juga bermanifestasi sebagai mereka sendiri secara emosional (misalnya, kebahagiaan, kesedihan, malu, jijik, marah, tertekan, bersalah, atau kejutan). Penelitian menunjukkan bahwa keadaan emosional tersebut dapat meningkatkan atau memperkuat pengalaman positif atau negatif dan bahwa ingatan kemudian pengalaman tersebut dapat mempengaruhi apa yang terlintas dalam pikiran dan bagaimana individu tersebut. Misalnya, seseorang yang mengunjungi outlet mall kemungkinan akan dipengaruhi oleh nya atau emosional nya pada saat itu. Jika pelanggan merasa sangat gembira saat ini, respon positif terhadap keluar mall dapat diperkuat. Para emosional ditingkatkan respon terhadap outlet mall dapat menyebabkan pembelanja untuk mengingat dengan senang waktu yang dihabiskan di outlet mall. Hal ini juga dapat mempengaruhi individu untuk membujuk teman-teman dan kenalan untuk mengunjungi outlet mall yang sama dan membuat keputusan pribadi untuk meninjau mal. Selain menggunakan langkah-langkah evaluatif langsung maupun global obyek sikap, peneliti konsumen juga dapat menggunakan baterai skala respon afektif (misalnya, yang mengukur perasaan dan emosi) untuk membangun sebuah gambaran perasaan keseluruhan konsumen tentang produk, layanan, atau iklan. Komponen Konatif Konatif, adalah komponen akhir dari model sikap trikomponen, berkaitan dengan kemungkinan atau kecenderungan bahwa seorang individu akan melakukan tindakan khusus atau berperilaku dengan cara tertentu berkaitan dengan objek sikap. Menurut beberapa interpretasi, komponen konatif mungkin mencakup perilaku sesungguhnya itu sendiri. Dalam pemasaran dan riset konsumen, komponen konatif sering diperlakukan sebagai ekspresi konsumen niat untuk membeli. Skala niat Pembeli yang digunakan untuk menilai kemungkinan dari pembelian konsumen produk atau berperilaku dengan cara tertentu. Menariknya, konsumen yang diminta untuk merespon niat-untuk-membeli pertanyaan tampaknya lebih mungkin untuk benar-benar melakukan pembelian merek untuk merek dievaluasi secara positif (misalnya, loyalitas), sebagai kontras dengan konsumen yang makan tidak diminta untuk menanggapi niat ini menunjukkan bahwa komitmen merek yang positif dalam bentuk jawaban positif terhadap sikap niat dampak pertanyaan dengan cara yang positif pada pembelian merek yang sebenarnya. Gambar 2.6 Model Hipotesis Kerangka Pemikiran Bukti Fisik (X1) Kepuasan Pelanggan (Y) Jaminan Layanan (X2) Loyalitas Pelanggan (Z) 2.3 Hipotesis Berdasarkan pengertian dan kerangka penelitian, maka untuk mengetahui operasionalisasinya penulis menetapkan hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih dibuktikan kebenarannya. Sugiyono (2008:51) mengemukakan bahwa: “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan factor-faktor empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban empiris.” Berdasarkan pengertian hipotesis di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis I yaitu Tangible (bukti fisik) efektif dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan dalam menggunakan jasa penyewaan mobil 2. Hipotesis II yaitu Assurance (kepatian) efektif dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan dalam menggunakan jasa penyewaan mobil 3. Hipotesis III yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh kepuasaan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan dalam menggunakan jasa penyewaan mobil