PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH Studi Deskriptif dengan Data Kualitatif Tentang Sosialisasi Kantor Bank Indonesia Bandung Mengenai Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung Oleh: Nama : Meganita Krameswari NPM : 10080003304 BIDANG KAJIAN MANAJEMEN KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul : “Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah” Sub Judul : “Studi Deskriptif dengan Data Kualitatif Tentang Sosialisasi Kantor Bank Indonesia Bandung Mengenai Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah” Nama : Meganita Krameswari NPM : 10080003304 Bidang Kajian : Manajemen Komunikasi Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, (H. Aning Sofyan, Drs., M.Si.) (Zulfebriges, Drs.) Mengetahui, Ketua Bidang Kajian Manajemen Komunikasi (Nurhastuti, Dra., M.Si.) Kupersembahkan hasil curahan pikiran ini untuk (Alm.) Ayah dan Mama tercinta sebagai bukti kasih sayang dan pengabdianku selama ini. Serta untuk masa depanku nanti yang Insya Allah akan menjadi lebih baik. ABSTRAK Pada umumnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang memahami maupun mengenali tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah, yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan peredaran uang palsu. Untuk menanggulanginya, sebagian besar kasir atau teller yang menangani pembayaran, telah diberi pelatihan untuk dapat mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah sehingga dapat terhindar dari resiko peredaran uang palsu. Untuk itu diperlukan program sosialisasi yang efektif dan efisien melalui berbagai bentuk komunikasi dalam memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat oleh Kantor Bank Indonesia Bandung. Ketepatan dan keefisienan program sosialisasi sangat ditentukan oleh strategi komunikasi yang ditetapkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung itu sendiri. Strategi komunikasi tersebut antara lain: 1. Mengidentifikasi audiens sasaran, 2. Menentukan tujuan komunikasi, 3. Pemilihan saluran komunikasi, 4. Merancang pesan, dan 5. Mengevaluasi program. Berdasarkan latar belakang dari permasalahan di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah”. Tujuannya untuk mengetahui strategi sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat yang terdiri dari analisis audiens, penerapan tujuan, pemilihan saluran komunikasi, perancangan dan pelaksanaan pesan, serta proses evaluasi program. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu secara faktual. Adapun data yang diperoleh melalui data kualitatif. Data kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dengan karyawan Kantor Bank Indonesia Bandung seksi Kas dibawah Bidang Sistem Pembayaran, studi pustaka dan dokumen yang didapatkan di Jalan Braga No. 108 Bandung. Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, penulis menyimpulkan bahwa dalam melakukan sosialisasi Kantor Bank Indonesia Bandung menganalisis dan membagi audiens sasaran berdasarkan daerah. Kantor Bank Indonesia Bandung menghendaki respon kognitif, afektif, dan konatif dari audiens sasaran. Saluran komunikasi yang dipakai yaitu saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi non personal. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam merancang dan melaksanakan pesan antara lain: isi pesan, struktur pesan, format pesan dan sumber pesan. Dalam mengevaluasi program sosialisasi, Kantor Bank Indonesia Bandung memeriksa jumlah masyarakat yang melaporkan dan menemukan uang palsu kepada pihak yang berwajib. i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur yang sedalam-dalamnya kehadirat Allah SWT, Sang Khalik Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah begitu banyak memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat dengan sabar menyelesaikan skripsi ini. Adapun masalah yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah “Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah”. Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi maupun isi, teknis maupun penyajian bahasanya, seperti dalam pepatah “tak ada gading yang tak retak”. Namun penulis berharap dengan hasil pemikiran yang dituangkan dalam penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat yang berguna. Begitu banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, namun berkat bimbingan, bantuan, dan masukan ii dari berbagai pihak, maka penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak H. Aning Sofyan, Drs., M.Si. selaku dosen pembimbing I, yang telah banyak membantu dan begitu sabar memberikan pengarahan serta kesediaannya meluangkan waktu kepada penulis selama menjalani proses bimbingan. 2. Bapak Zulfebriges, Drs. selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan bantuan, pengarahan, bimbingan, dan saran-saran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak DR. Yusuf Hamdan, Drs., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UNISBA yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan studi. 4. Ibu Nurhastuti, Dra., M.Si. selaku Ketua Bidang Kajian Manajemen Komunikasi UNISBA yang telah memberikan berbagai bantuan dan kemudahan kepada penulis. 5. Ibu Tresna Wiwitan, Dra., M.Si. selaku Dosen Wali penulis selama menjadi mahasiswa Fikom UNISBA yang telah memberikan pengarahan, saran-saran, serta kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi dengan baik. 6. Seluruh Dosen UNISBA beserta karyawan yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. 7. Seluruh staff tata usaha Fikom UNISBA yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis. iii 8. Ibu Indah, Bapak Sawirah, Bapak Dudum, Ibu Rani, Bapak Wahyu, Bapak Nuzirwan, dan semua pegawai Kantor Bank Indonesia Bandung yang telah membantu penulis dalam memberikan data-data untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 9. (Alm.) Ayah tercinta, E. Hendarlan S., yang senantiasa memberikan inspirasi yang sangat berarti, hasil karya ini penulis persembahkan kepada (Alm.) Ayah sebagai bentuk kasih sayang, cinta, hormat, dan kebanggaan yang belum bisa penulis berikan semasa hidupnya. Miss him much..!! 10. Mama tercinta, Hj. Evieta, Dra., B.Sc. yang selalu memberikan motivasi, dukungan, doa, kasih sayang, dan kesabaran kepada penulis baik spirit maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan studi. 11. Tetehku Amanda Ayudhia yang telah memberikan kasih sayang, bantuan, doa kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini. 12. Keluarga besar (Alm) Rustan Effendi yang selalu memberikan kasih sayang, doa, motivasi, bantuan, dan dukungan kepada penulis. 13. Keluarga besar H. Ir. Dudih Hasanuddin dan Alam Maulana Mulya Hasan, S.E. yang telah memberikan dukungan, doa, semangat, dan bantuan selama penulis menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak buat semuanya..!! 14. Keluarga besar Rakata 45 Brothers: Alam, Barkah, Femi “Dboy”, Beni, Hanief, Febri “Ebut”, Ryan “Gedek”, Robby, Madi “Boim” yang selalu memberikan semangat, bantuan, doa, dan canda tawa kepada penulis. Kalian selalu hadir iv disaat-saat penting dalam hidupku, saat aku butuh bantuan apapun kalian selalu ada, luv u Bro..!!. 15. Sahabat-sahabatku: Patty Rahayu, Amanda Prihadini, Regiena Delia, Vonni Natassa, Nurrani yang senantiasa memberikan inspirasi, semangat, doa, dan bantuan kepada penulis. Terima kasih kalian selalu mendengarkan dengan sabar ”cerita gila” dan keluh kesah aku, selalu ada disaat aku membutuhkan kalian, kehadiran kalian berarti banget buat aku, luv u always sist..!! 16. Anak-anak Uno’ers, Trini, Yustie, Heni, Espe, Hedi, Nawaf, Faldi, Andi, Fizky, Soffan, Radit, yang selalu menemani penulis di saat jenuh mengerjakan skripsi. Cukup dengan password Nguno yuks!!!! Maka mereka akan datang dan siap menghibur dengan hinaan, canda tawa, bahkan kelicikan maen uno, hehe.. Terima kasih banyak ya... Nguno lagi yuks, udah lulus nih...!!! 17. Sahabat seperjuanganku di kampus: Desti, Eva, Nia, Intan, dan Ria terima kasih atas bantuan, semangat, kerjasamanya selama kita sama-sama berjuang di kampus untuk jadi sarjana dan masa-masa kuliah yang penuh suka duka. Semangat ya cari kerja!! 18. Rekan-rekan FIKOM angkatan 2003 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih banyak atas bantuan dan dukungannya. 19. Teh Muni yang dengan penuh kesabaran menemaniku di warnet, mendengarkan “ocehan-ocehan ga penting” aku, terima kasih atas dukungan dan bantuannya. Ayo semangat ngerjain skripsinya, pasti bisa ko!! Mari kita tutup tiket box “dunia fantasi”nya ya..!! v 20. Mas Avia, Bang Anton, dan teman-teman outsourcing BNI yang telah membantu penulis, terima kasih atas kerjasama dan pengertiannya ya! Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian, dorongan, bantuan, dukungan, serta saran dan kritik sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan. Semoga amal baik dan jasa yang telah membantu penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT, amin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Wabillahi taufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bandung, Juni 2008 Penulis, Meganita Krameswari vi DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN MOTTO ABSTRAK ...................................................................................................... i KATA PENGANTAR.................................................................................... ii DAFTAR ISI................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah........................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 7 1.3 Identifikasi Masalah ................................................................. 8 1.4 Pembatasan Masalah dan Pengertian Istilah ............................ 8 1.4.1 Pembatasan Masalah .................................................... 8 1.4.2 Pengertian Istilah.......................................................... 9 1.5 Tujuan Penelitian ..................................................................... 10 1.6 Kegunaan Penelitian ................................................................ 10 1.7 Alasan Pemilihan Masalah....................................................... 11 vii 1.8 Kerangka Pemikiran................................................................. 11 1.9 Operasional Variabel................................................................ 16 1.10 Metode Penelitian ................................................................... 17 1.10.1 Metode yang Digunakan .............................................. 17 1.10.2 Teknik Pengumpulan Data........................................... 18 1.10.3 Teknik Analisis Data.................................................... 19 1.10.4 Populasi dan Sampel .................................................... 21 1.11 Organisasi Karangan ................................................................ 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas dan Proses Komunikasi ............................................ 2.1.1 24 Lasswell’s Model (Model Lasswell) ............................ 29 2.2 Sosialisasi................................................................................. 33 2.3 Strategi Komunikasi................................................................. 36 2.3.1 Strategi Komunikasi dalam Melakukan Sosialisasi..................................................................... 39 BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG 3. 1 Bank Indonesia......................................................................... 61 3.2 Sejarah Singkat Kantor Bank Indonesia Bandung ................... 65 3.3 Struktur Organisasi .................................................................. 69 3.4 Tugas dan Fungsi ..................................................................... 71 viii BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Khalayak .................................................................... 82 4.4.1 Wilayah Perkotaan ....................................................... 83 4.4.2 Wilayah Kabupaten dan Kecamatan ............................ 84 4.2 Penetapan Tujuan ..................................................................... 86 4.3 Pemilihan Saluran Komunikasi................................................ 88 4.3.1 Saluran Komunikasi Personal ...................................... 89 4.3.2 Saluran Komunikasi Non Personal .............................. 91 4.4 Perancangan dan Pelaksanaan Pesan ....................................... 95 4.4.1 Isi Pesan ....................................................................... 96 4.4.2 Struktur Pesan .............................................................. 108 4.4.3 Format Pesan................................................................ 118 4.4.4 Sumber Pesan ............................................................... 120 4.5 Mengevaluasi Program................................................. 125 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 127 5.2 Saran ........................................................................................ 130 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 132 BAB V PENUTUP LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP ix DAFTAR TABEL Tabel 4 .1 Contoh Kegiatan Sosialisasi .......................................................... x 81 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Tampak Depan Brosur ”Kenali Rupiah Anda”........................ 92 Gambar 4.2 Tampak Belakang Brosur ”Kenali Rupiah Anda” ................... 93 Gambar 4.3 Uang Palsu Rp. 20.000,- Tampak Depan................................. 101 Gambar 4.4 Uang Palsu Rp. 20.000,- Tampak Belakang ............................ 102 Gambar 4.5 Uang Asli Rp. 20.000,- Tampak Depan................................... 102 Gambar 4.6 Uang Asli Rp. 20.000,- Tampak Belakang .............................. 102 Gambar 4.7 Uang Palsu Rp. 100.000,- Tampak Depan............................... 104 Gambar 4.8 Uang Palsu Rp. 100.000,- Tampak Belakang .......................... 104 Gambar 4.9 Uang Asli Rp. 100.000,- Tampak Depan................................. 105 Gambar 4.10 Uang Asli Rp. 100.000,- Tampak Belakang ............................ 105 Gambar 4.11 Juru bayar Pemkot Bekasi dalam mengenali keaslian uang rupiah ....................................................................................... 115 Gambar 4.12 Komunikator memberikan penyuluhan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah................................................................. xi 124 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang memahami maupun mengenali tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan peredaran uang palsu, yang dapat merugikan berbagai pihak, baik itu masyarakat maupun terganggunya stabilitas ekonomi. Pemalsuan uang rupiah ini dilakukan dengan berbagai motif dan teknik. Para pemalsu rata-rata bermotifkan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara merugikan orang lain, mengacaukan perekonomian, hingga ke motif yang bertujuan untuk mengancam kestabilan politik. Teknik-teknik yang dilakukan diantaranya dengan menggunakan bahan dan teknik cetak yang hampir menyerupai uang asli sehingga sulit dibedakan secara kasat mata. Untuk menanggulangi menjamurnya peredaran uang palsu, sebagian besar kasir-kasir atau teller yang menangani pembayaran pada pusat perbelanjaan modern ataupun bank telah diberi pelatihan untuk dapat mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah sehingga dapat terhindar dari risiko peredaran uang palsu. Selain itu, bank-bank dan pusat perbelanjaan modern juga sudah banyak yang dilengkapi dengan alat pendeteksi keaslian uang. Maka, tak jarang apabila pengedar uang palsu tertangkap oleh aparat ketika mengadakan transaksi pembelian. 1 2 Karena pada umumnya para pengedar uang palsu sudah mengetahui pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan oleh kasir-kasir atau teller pada pusat perbelanjaan modern dan bank, maka mereka mengedarkan uang palsu melalui jalan lain, yaitu dengan cara membeli barang kepada pedagang-pedagang kecil yang dianggap belum memiliki informasi dan pengetahuan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dengan harapan untuk memperoleh uang kembalian, hal ini lambat laun akan mengakibatkan beredarnya uang palsu di tengah-tengah masyarakat dan merugikan masyarakat. Menurut pemberitaan dari tayangan televisi LaTivi (sekarang TV One) September 2007, diungkapkan bahwa telah ditemukan uang palsu senilai Rp21,3 juta di Subang, Jawa Barat oleh pihak kepolisian yang diedarkan oleh pasangan suami istri. Uang palsu ini dicetak menggunakan mesin komputer milik redaksi surat kabar setempat, dan peredaran uang palsu ini beroperasi juga di daerah Purwakarta dan Karawang. Menurut pemberitaan ini, dapat dibuktikan bahwa para pemalsu uang memalsukan uang dengan nominal yang besar yaitu pecahan uang Rp. 50.000,- dan Rp. 100.000,-. September 2007, Polsek Mauk Tangerang mengamankan empat tersangka yang membawa uang palsu pecahan dolar Amerika senilai 1.066 dolar serta ratusan pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. (Pikiran Rakyat, 14 September 2007). Disebutkan pula oleh Unang Hartiwan, Kepala Bidang Sistem Pembayaran Kantor Bank Indonesia Bandung, dalam harian umum Pikiran Rakyat tanggal 5 Oktober 2007, bahwa peredaran uang palsu di daerah Jawa Barat tendensinya 3 meningkat. Jumlah uang palsu yang beredar di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung hingga triwulan III tahun 2007 ini sudah mencapai Rp48 juta atau naik dibandingkan triwulan II tahun 2007 yang sebesar Rp36 juta. Peredaran uang palsu yang diungkap tersebut, beredar di daerah Sukabumi dan Bogor. Dalam harian umum Kompas tanggal 13 Februari 2008, diberitakan pula bahwa Kepolisian Resort Bandung Tengah telah menangkap pengedar uang palsu, Elis Sri Hartati (42), Elis ditangkap saat membelanjakan uang sebesar Rp1,5 juta di Pasar Balubur, Bandung. Saat ditangkap, perempuan ini hanya membawa 12 lembar uang kertas palsu pecahan Rp. 50.000 keluaran tahun 1999. Sementara itu, uang palsu sejumlah Rp. 900.000 telah ia belanjakan di warung sekitar jalan Kiaracondong, jalan Suci, dan terakhir di Pasar Balubur. Untuk menanggulangi terjadinya peredaran uang palsu ditengah-tengah kegiatan ekonomi masyarakat, maka harus dilakukan penanggulangan preventif dan represif oleh pihak-pihak yang berkewajiban. Salah satu pihak yang berkewajiban dalam penanggulangan peredaran uang palsu selain dari pihak kepolisian adalah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia. Bank Indonesia bertugas antara lain mengeluarkan uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Fungsi Bank Indonesia dalam bidang pengedaran uang antara lain: 1. Hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan logam rupiah, 2. Memberi tanda tidak berharga pada uang rupiah, 3. Mencabut dan menarik kembali uang rupiah dari peredaran, dan 4. Menjaga kesegaran uang rupiah melalui kegiatan penukaran. 4 Penanggulangan represif yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menghadapi jaringan dan para pemalsu uang adalah melalui kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait dalam proses hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam tindak pidana pemalsuan uang. Kerjasama tersebut meliputi berbagai hal yang menyangkut masalah pelaporan penemuan uang palsu, penangkapan pelaku pemalsuan uang serta proses pengadilannya. Dalam menanggulangi upaya pemalsuan uang, Bank Indonesia selalu bekerja sama dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL). BOTASUPAL diketuai oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan beranggotakan pejabat-pejabat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), Bank Indonesia, Perum PERURI, Kejaksaan Agung, Bea Cukai dan Imigrasi. Langkah penanggulangan preventif atau pencegahan ditempuh oleh Bank Indonesia melalui penerapan unsur pengaman yang lebih banyak pada bahan uang, desain uang maupun pada teknik cetak uang sehingga pemalsuan uang menjadi lebih sulit dilakukan, meningkatkan kerja sama antar instansi terkait, serta meningkatkan kerjasama internasional. Langkah preventif lainnya dilakukan melalui peningkatan program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian dan cara mudah mengenali uang rupiah asli. Sosialisasi tersebut menggunakan berbagai sarana yaitu penyuluhan, penyelenggaraan pameran, penyebaran brosur, poster dan sticker, penulisan artikel dan iklan layanan masyarakat di surat kabar, serta siaran radio maupun televisi. Sehingga diharapkan masyarakat dapat memiliki informasi yang akurat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah dan mendorong 5 masyarakat agar selalu memeriksa keaslian uang rupiah serta melaporkan kepada Bank Indonesia atau kepolisian apabila menemukan uang palsu. Program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah ini telah beberapa kali dilakukan oleh Bank Indonesia. Diantaranya program yang dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia yang berkedudukan di Jakarta yang telah mengeluarkan iklan layanan masyarakat melalui media massa cetak dan elektronik dengan skala nasional. Tetapi minimnya informasi dan pengetahuan yang sampai ke masyarakat-masyarakat yang mendiami kota-kota kecil dan pedesaan, tidak begitu saja dapat menghentikan peredaran uang palsu, terlebih menimbulkan reaksi dari masyarakat untuk memeriksa keaslian uang. Untuk itu, diperlukan program sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor-kantor Bank Indonesia yang berkedudukan di tiap-tiap daerah terhadap wilayah kerja yang dibawahinya masing-masing. Salah satu diantaranya adalah Kantor Bank Indonesia Bandung yang terletak di jalan Braga no. 108 Bandung. Kantor Bank Indonesia Bandung ini memiliki wilayah kerja yang mencakup kota-kota seperti Bandung, Sukabumi, Cianjur, Garut, Sumedang, Subang, Purwakarta dan Karawang. Umumnya, kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung berbentuk komunikasi langsung dengan cara mengundang pihak-pihak yang berkepentingan ke Kantor Bank Indonesia Bandung atau mendatangi daerah-daerah sasaran yang termasuk dalam wilayah kerja. Menurut Harold D. Lasswell dan Wright, sosialisasi merupakan salah satu fungsi dari komunikasi terhadap masyarakat. Fungsi sosialisasi menunjuk pada upaya transmisi dan pendidikan nilai-nilai serta norma-norma dari suatu generasi kepada generasi yang berikutnya atau dari suatu kelompok masyarakat terhadap para anggota kelompoknya yang baru (Sendjaja, 1993 : 173). 6 Dennis McQuail mengemukakan bahwa kegiatan komunikasi dengan masyarakat luas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; 1. Komunikasi massa, yakni komunikasi melalui media massa, seperti radio, majalah, surat kabar, dan TV. 2. Langsung tanpa melalui media massa, misalnya ceramah atau pidato. Sifat isi pesan komunikasi yang disampaikan menyangkut kepentingan orang banyak, dan tidak bersifat pribadi (Dennis McQuail dalam Sendjaja, 1993: 40). Joseph R. Dominick mendefinisikan sosialisasi sebagai berikut: “Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu kepada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu kelompok” (Joseph R. Dominick dalam Effendy, 1999: 31). Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, diungkapkan bahwa sosialisasi merupakan salah satu fungsi dari khazanah ilmu komunikasi. Dan berdasarkan dari tayangan yang diberitakan di televisi tentang ditemukannya uang palsu dalam jumlah yang cukup besar, maka menurut hemat penulis dapat disimpulkan bahwa peredaran uang palsu oleh para pemalsu uang masih dapat terjadi dan berkeliaran selama masyarakat masih belum mengetahui informasi yang jelas tentang cara-cara atau teknik untuk mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah yang resmi. Untuk itu diperlukan program sosialisasi yang efektif dan efisien melalui berbagai bentuk komunikasi dalam memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat oleh Kantor Bank Indonesia Bandung. Ketepatan dan keefisienan program sosialisasi dalam menyebarkan informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah terhadap masyarakat sangat 7 ditentukan oleh strategi komunikasi yang ditetapkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung itu sendiri. Dalam rangka menyusun strategi komunikasi untuk melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat. Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponenkomponen komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut, seperti: 1. Mengidentifikasi audiens sasaran, 2. Menentukan tujuan komunikasi, 3. Pemilihan saluran komunikasi, 4. Merancang pesan, dan 5. Mengevaluasi program. (Effendy, 1999 : 32-35) Untuk itu, penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan itu kedalam penulisan karya ilmiah ini. 1.2 Rumusan Masalah Maka berdasarkan dengan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk menelaah dan menuangkan masalah yang dihadapi dalam bentuk skripsi dengan judul, “ Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah” 1.3 1 Identifikasi Masalah Bagaimana proses identifikasi audiens sasaran yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 8 2 Bagaimana penerapan tujuan yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 3 Bagaimana pemilihan saluran komunikasi yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 4 Bagaimana perancangan dan pelaksanaan pesan yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 5 Bagaimana proses evaluasi yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 1.4 Pembatasan Masalah dan Pengertian Istilah 1.4.1 Pembatasan Masalah Agar pembahasan masalah ini lebih terarah dan memudahkan dalam pemecahannya, maka masalah yang akan diteliti perlu dibatasi. Menurut Winarno Surakhmad (1992), pengertian pembatasan adalah sebagai berikut: “Pembatasan diperlukan bukan saja untuk memudahkan menyederhanakan masalah bagi penyelidik tetapi juga untuk dapat menetapkan lebih dahulu segala sesuatu yang diperlukan untuk pemecahannya”. Masalah yang akan diteliti adalah strategi komunikasi mengenai kegiatan yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung dalam rangka mensosialisasikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat yang berada dibawah wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung. 1. Penelitian ini dilakukan di Kantor Bank Indonesia Bandung yang terletak di jalan Braga No. 108 Bandung. 9 2. Objek penelitian di dalam masalah ini adalah karyawan Kantor Bank Indonesia Bandung seksi Kas, yang bertanggung jawab dalam melaksanakan program sosialisasi. 1.4.2 Pengertian Istilah 1. Sosialisasi adalah transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu kepada cara-cara di mana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu kelompok (Effendy, 1999:31). 2. Uang adalah alat penukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitung yang sah, yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara yang sah, berupa kertas, perak atau logam lain yang dicetak dengan bentuk atau gambar tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 931). 3. Rupiah adalah satuan mata uang Republik Indonesia yang bernilai 100 sen (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 971). 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui proses identifikasi audiens sasaran yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 2. Untuk mengetahui penerapan tujuan yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 3. Untuk mengetahui pemilihan saluran komunikasi yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 10 4. Untuk mengetahui perancangan dan pelaksanaan pesan yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 5. Untuk mengetahui proses evaluasi yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi. 1.6 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penulisan skripasi ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Praktis Sebagai bahan masukan bagi Kantor Bank Indonesia Bandung khususnya kegiatan sosialisasi dalam memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah yang baik efektif dan efisien kepada masyarakat. 2. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kajian ilmu komunikasi, yang berkaitan dengan kegiatan komunikasi oleh suatu perusahaan/organisasi dalam mensosialisasikan arti penting ciri-ciri keaslian rupiah kepada masyarakat. 1.7 Alasan Pemilihan Masalah Alasan penulis mengambil masalah ini adalah: 1. Penulis merasa tertarik dengan kegiatan yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam rangka mensosialisasikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat. 11 2. Banyaknya kasus peredaran uang palsu di tengah-tengah masyarakat yang menimbulkan kerugian untuk masyarakat. 3. Dengan adanya sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat, maka diharapkan peredaran uang palsu dalam masyarakat dapat dihindari. 1.8 Kerangka Pemikiran Sendjaja menyatakan bahwa: “Komunikasi merupakan proses pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan/atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu” (Sendjaja, 1993 : 7-8). Setiap kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu, tujuan yang dimaksud menunjuk pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku komunikasi. Wilbur Schramm (1974) mengatakan bahwa tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yakni:kepentingan sumber dan kepentingan penerima. Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan sumber adalah memberikan informasi, mendidik, menyenangkan/menghibur dan menganjurkan suatu tindakan/persuasi. Sedangkan tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima adalah memahami informasi, mempelajari, menikmati, dan menerima atau menolak anjuran (Sendjaja, 1993: 44). Lasswell’s Model (Model Lasswell) menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Who Says What In Channel to Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). 12 Jawaban bagi pertanyaan Lasswell itu merupakan unsur-unsur proses komunikasi, yaitu communicator (komunikator), message (pesan), media (media), receiver (komunikan/penerima), dan effect (efek). Penerapan model Lasswell ini dalam program sosialisasi Kantor Bank Indonesia Bandung bertujuan untuk memberikan informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengenali ciri-ciri uang rupiah asli dan dapat terhindar dari uang palsu. Menurut Harold Lasswell komunikasi mempunyai tiga fungsi sosial, yaitu; 1. Fungsi Pengawasan Fungsi pengawasan ini menunjuk pada upaya pengumpulan, pengolahan, produksi dan penyebarluasan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi baik di dalam ataupun di luar lingkungan masyarakat. Upaya ini selanjutnya diarahkan pada tujuan untuk mengendalikan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat. 2. Fungsi Korelasi Fungsi korelasi ini menunjuk pada upaya memberikan interpretasi atau penafsiran informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi. Atas dasar intreprestasi informasi ini diharapkan berbagai kalangan atau bagian masyarakat mempunyai pemahaman, tindakan atau reaksi yang sama atas peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain fungsi ini diarahkan pada pencapaian konsensus. Kegiatan komunikasi yang demikian lazim disebut sebagai kegiatan propaganda. 3. Fungsi Sosialisasi Fungsi ini menunjuk pada upaya pendidikan dan pewarisan nilai-nilai, norma-norma dan prinsip-prinsip dari satu generasi ke generasi lainnya atau dari satu anggota/kelompok masyarakat ke anggota-anggota/ kelompok-kelompok masyarakat lainnya. (Sendjaja, 1993 : 44-45) “Salah satu fungsi dari komunikasi adalah fungsi sosialisasi, sosialisasi adalah suatu proses belajar berinteraksi dalam masyarakat” (Hakim dan Ningsih, 1999: 54 dalam Riana: 27). Kegiatan sosialisasi seringkali menyangkut soal pengarahan, penguatan (reinforcement), dan penggerakan kecenderungan yang ada ke arah tujuan yang 13 diperkenankan secara sosial seperti pemungutan suara, pemasaran produk, dan lain sebagainya. Tanggung jawab sosialisasi biasanya diletakkan pada tangan orangorang/lembaga tertentu dan sejumlah besar sosialisasi dilakukan dengan sengaja, tetapi sosialisasi juga terjadi secara tak disadari ketika individu mengambil petunjuk mengenai norma-norma sosial tanpa pengejaran khusus mengenai hal itu (Rakhmat, 1988:183). Pada hakikatnya sosialisasi bertujuan untuk memperoleh nilai, norma, pengetahuan dan keterampilan-keterampilan sebagai pedoman dalam hidupnya. Dengan proses sosialisasi, setiap individu diharapkan memperoleh hasil-hasil sebagai berikut: a. Memberikan keterampilan yang dibutuhkan bagi kehidupan sosial b. Mengembangkan kemampuan komunikasi c. Mengendalikan fungsi organik d. Menambah nilai dan kepercayaan pokok masyarakat (Sitorus, 2003: 74 dalam Riana: 29). Dalam penelitian ini kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, yang dirancang (sengaja) bertujuan untuk menyampaikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat. Agar sosialisasi secara tepat mengena pada sasaran yang hendak dicapainya, maka suatu sosialisasi haruslah dilakukan secara terencana dan strategis. Suatu sosialisasi yang diharapkan efektivitasnya tidaklah dilakukan serampangan, melainkan membutuhkan persiapan-persiapan dan perencanaan yang matang. Arifin dalam bukunya Strategi Komunikasi (1994: 10) menyatakan bahwa strategi adalah: 14 “Keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan. Jadi merumuskan strategi komunikasi, berarti memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang akan mungkin dihadapi di masa depan, guna mencapai efektivitas”. R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya “Techniques for Effectives Communication” menyatakan bahwa tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu : To secure understanding Yakni memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. To establish acceptance Yakni memastikan bahwa komunikan mengerti dan menerima pesan yang diterimanya. To motivate action Dan pada akhirnya kegiatan di motivasikan. (Effendy, 1999 : 32-35). Didalam melakukan kegiatan sosialisasi dibutuhkan strategi komunikasi yang tepat untuk menunjang keberhasilan sosialisasi itu sendiri. Dalam rangka menyusun strategi komunikasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat. Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponen-komponen komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut, yaitu: a. Mengidentifikasi audiens sasaran, Khalayak (audience) merupakan faktor penentu keberhasilan komunikasi. b. Menentukan tujuan komunikasi, Dari audiens sasaran, pemasar dapat mencari beberapa respons, yaitu: 1. respons kognitif, 2. respons afektif, atau 3. respons konatif. 15 c. Pemilihan saluran komunikasi, Secara umum ada dua saluran komunikasi yang dapat dipergunakan dalam upaya penyebarluasan pesan: saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi non-personal atau lazim disebut sebagai saluran komunikasi melalui media massa. d. Merancang pesan, Merumuskan pesan membutuhkan pemecahan empat masalah, yaitu: • Isi pesan, • Struktur pesan, • Format pesan, dan • Sumber pesan. e. Mengevaluasi program. Setelah menerapkan rencana promosi, komunikator harus mengukur pengaruhnya terhadap audiens sasaran. (Effendy, 1999 : 32-35) 1.9 Operasional Variabel Masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini mengandung satu variabel yaitu strategi komunikasi dalam melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung. Operasional variabel yang diteliti dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi Audiens Sasaran • Berdasarkan kelompok audiens sasaran yang dituju. 2. Menentukan Tujuan Komunikasi • Respon kognitif - yaitu yang menyangkut kesadaran dan pengetahuan. • Respon afektif, dan - yaitu yang menyangkut sikap atau perasaan/emosi. • Respon konatif - yaitu yang menyangkut perilaku/tindakan. 16 3. Pemilihan Saluran Komunikasi • Saluran komunikasi personal • Saluran komunikasi non personal 4. Merancang Pesan • Isi pesan - Daya tarik rasional, - Daya tarik emosional, dan - Daya tarik moral. • Struktur pesan - Model ANSVA (attention, needs, satisfaction, visualization, action). • Format pesan - Pesan melalui saluran komunikasi personal, dan - Pesan melalui saluran komunikasi non personal. • Sumber pesan - Kredibilitas sumber, - Daya tarik sumber, dan - Kekuatan/kekuasaan sumber. 5. Mengevaluasi Program • Evaluasi hasil program sosialisasi. 17 1.10 Metode Penelitian 1.10.1 Metode yang Digunakan Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi deskriptif dengan data kualitatif. Metode deskriptif menurut Nazir (1999:63) berpendapat bahwa: “Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”. Issac dan Michael, yang dikutip kembali oleh Jalaluddin Rakhmat, mengatakan bahwa : “Metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu secara faktual”. Penelitian deskriptif ditujukan untuk : 1. Mengumpulkan informasi secara faktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, 2. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, 3. Membuat perbandingan dan evaluasi, dan 4. Menentukan apa yang dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada masa yang akan datang. (Rakhmat, 2001: 25). Menurut Bogdan & Taylor “Data kualitatif adalah data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati” (Bogdan&Taylor, 1975:5). 18 1.10.2 Teknik Pengumpulan Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui interaksi antara peneliti dengan sumber, sedangkan data sekunder adalah data yang sudah tersedia. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah: 1. Wawancara (interview), yaitu salah satu bagian yang penting dari setiap survei, tanpa wawancara dapat mengalami kekurangan informasi yang dalam kondisi tertentu hanya bisa diperoleh dengan cara tersebut. Data semacam ini merupakan suatu penelitian survei. Jenis wawancara yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur. Wawancara semiterstruktur adalah jenis wawancara yang sudah termasuk dalam kategori in depth interview, dimana dalam pelaksanaanya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ideidenya. Dalam melakukan wawancara penulis perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2007:196). Wawancara dilakukan melalui proses tanya jawab dengan pegawai Kantor Bank Indonesia Bandung yang melakukan kegiatan sosialisasi sebagai sumber data. 19 2. Studi Pustaka (library research) Yang dimaksud dengan studi literatur adalah penelitian yang dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data yang bersifat teoritis dengan jalan membaca buku-buku, catatan-catatan kuliah, majalah-majalah yang berkaitan dengan komunikasi, sosialisasi, metode penelitian, dan pedoman penulisan skripsi. 1.10.3 Teknik Analisis Data Menurut sifatnya data dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Data Kualitatif Yaitu data yang disajikan dalam bentuk kalimat/non numerik. Data ini dijabarkan untuk mendukung penelitian sehingga dapat menyatakan kebenaran. 2. Data Kuantitatif Yaitu data yang disajikan dalam bentuk angka/numerik yang dapat menjawab hipotesis yang digunakan. Didalam penelitan ini, penulis hanya menggunakan data kualitatif. “Data kualitatif adalah data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati” (Bogdan&Taylor, 1975:5). Data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai Kantor Bank Indonesia Bandung yang melakukan kegiatan sosialisasi sebagai sumber data. 20 Data yang terkumpul kemudian diproses dan dianalisis. Analisis itu sendiri dibagi menjadi dua cara, yaitu: 1. Analisis Data Kualitatif Yaitu dengan mendeskripsikan jawaban responden (audiens).. 2. Analisis Data Kuantitatif Yaitu dengan menggunakan alat bantu statistik sehingga mempermudah penafsiran data-data yang diperoleh. Data kualitatif yang penulis peroleh, kemudian dianalisis dengan analisis data kualitatif. Penulis menganalisis hasil data yang diperoleh dengan metode deskriptif, yaitu metode yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu secara faktual. Data yang diperoleh itu dipaparkan secara verbal. 1.10.4 Populasi dan Sampel Untuk mengumpulkan data, penelitian ini dilakukan terhadap sebagian karyawan yang diambil dari populasi. Berikut ini definisi populasi dan sampel menurut Moch. Nazir (2003:271), populasi adalah: “kumpulan dari individu dengan kualitas dan ciri-ciri yang telah ditetapkan”. Sedangkan sampel adalah: “bagian dari populasi”. Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah seluruh karyawan Kantor Bank Indonesia Bandung. 21 Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian adalah sampling purposif yaitu memilih orang-orang tertentu karena dianggap (berdasarkan penilaian tertentu) mewakili statistik dan signifikansi” (Rakhmat, 1998:78). Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini diambil karyawan Kantor Bank Indonesia Bandung seksi Kas, dibawah Bidang Sistem Pembayaran, yang bertanggung jawab dalam melakukan program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. 1.11 Organisasi Karangan Dalam penulisan makalah ini penulis menguraikan dalam lima bab, yakni : BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri atas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan Pengertian Istilah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Alasan Pemilihan Masalah, Kerangka Pemikiran, Operasional Variabel, Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data, Populasi dan Sampel, dan Organisasi Karangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam Bab II menguraikan dan menjelaskan mengenai teori yang relevan dan berkaitan dengan masalah penelitian. Yaitu Aktivitas dan Proses Komunikasi, Lasswell’s Model, Teori mengenai Proses Terjadinya Sosialisasi, Tujuan Sosialisasi, Faktor-faktor Penunjang Keberhasilan Sosialisasi, Strategi Melakukan Sosialisasi. Komunikasi, dan Strategi Komunikasi dalam 22 BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Dalam Bab III ini penulis membahas Sekilas Sejarah dan Perkembangan Bank Indonesia, Struktur Organisasi, Job Description. BAB IV ANALISIS DATA Dalam Bab IV ini penulis membahas dan menguraikan tentang data hasil penelitian yang diperoleh, mengenai Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah. BAB V PENUTUP Pada Bab V ini penulis memaparkan kesimpulan dan saran- saran yang didapat dari hasil penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas dan Proses Komunikasi Pada dasarnya manusia tidak hidup sendiri, ia saling bergantung satu sama lain baik kelangsungan hidupnya maupun untuk meneruskan keturunannya, jadi mau tidak mau manusia pasti harus hidup dengan bermasyarakat. Dalam masyarakat, antara manusia satu dengan manusia yang lainnya terjadi interaksi, dimana mereka saling mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadinya masing-masing. Karena adanya saling interaksi yang terjadi diantara mereka, maka saling terjadi pengungkapan pikiran serta perasaan dalam bentuk percakapan atau yang lebih dikenal dengan istilah komunikasi. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama” (to take common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi. “Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama” (Mulyana, 2001: 41). Di dalam suatu aktivitas komunikasi terdapat empat elemen utama yang diperlukan agar proses komunikasi dapat berfungsi dengan baik, yaitu: pengirim (sender), pesan (message), saluran (channel), dan penerima (receiver). Lasswell (1960) dalam Effendy (2000: 301) menuliskan bahwa: 24 25 “Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan ‘siapa’, ‘mengatakan apa’, ‘dengan saluran apa’, ‘kepada siapa’, dan ‘dengan akibat atau hasil apa’ (Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? )”. Definisi ini menunjukkan bahwa komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Suatu proses atau kegiatan komunikasi akan berjalan baik apabila terdapat overlapaing of interest (pertautan minat dan kepentingan) di antara sumber dan penerima pesan. Untuk terjadinya overlapaing of interest dituntut adanya persamaan (dalam tingkatan yang relatif) dalam hal “kerangka referensi” (frame of reference) dari kedua pelaku komunikasi (sumber dan penerima). Yang dimaksud kerangka referensi menunjuk pada tingkat pendidikan, pengetahuan, latar belakang budaya dan dan kepentingan. Namun demikian, tidak berarti bahwa komunikasi baru terjadi apabila kerangka referensi dari masing-masing pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Dengan kata lain pihak sumber perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya dari pihak penerima. Bidang pengalaman (field of experience) juga merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator (sumber) sama dengan bidang pengalaman komunikan (penerima), komunikasi akan berlangsung lancar. Dalam praktik komunikasi yang terjadi antara sumber dan penerima sering tidak dapat berjalan dengan baik karena adanya gangguan (noise). Gangguan ini antara lain bisa menimbulkan tidak dapat diterimanya pesan dengan baik, dan terjadinya salah 26 interpretasi. Gangguan yang dimaksud umumnya menunjuk pada faktor-faktor fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi penyampaian pesan. Menurut Muhammad, “komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara pengirim dengan penerima pesan untuk mengubah tingkah laku” (Muhammad, 2005: 4). Komunikasi bukan saja merupakan suatu proses penyampaian pesan, namun juga merupakan suatu proses yang dapat mengubah tingkah laku si penerimanya, yaitu perubahan yang terjadi di dalam diri individu dan merupakan proses timbal balik antara pengirim dan penerima pesan yang mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan tingkat partisipasi dari para pelaku yang terlibat, proses komunikasi dapat dibagi dalam dua jenis: komunikasi satu arah (one way communication) yaitu suatu bentuk proses komunikasi dimana yang aktif terlibat hanyalah pihak sumber dan komunikasi dua arah (two way communication) dimana sumber dan penerima masing-masing terlibat aktif dalam penyampaian pesan dan umpan balik. Sedangkan menurut Effendy, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni: a. Proses komunikasi secara primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam komunikasi adalah bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator (pengirim) kepada komunikan (penerima). 27 b. Proses komunikasi secara sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Akan tetapi keefektifan dan keefisienan komunikasi menggunakan media kedua diakui hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat informatif. Sedangkan agar memperoleh keefektifan dalam menyampaikan pesan persuasif adalah dengan melalui komunikasi tatap muka karena kerangka acuan (frame of reference) dapat diketahui oleh komunikator. (Effendy, 1999: 11). Berdasarkan keterangan tersebut maka pengirim atau komunikator, yaitu lembaga yang ingin mengkomunikasikan gagasannya, haruslah terlebih dahulu menentukan sasaran atau target audience yang ingin dicapai. Setiap kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu, tujuan yang dimaksud menunjuk pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku komunikasi. Wilbur Schramm (1974) mengatakan bahwa tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yakni: kepentingan sumber dan kepentingan penerima. Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan sumber adalah memberikan informasi, mendidik, menyenangkan/menghibur dan menganjurkan suatu tindakan/persuasi. Sedangkan tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima adalah memahami informasi, mempelajari, menikmati, dan menerima atau menolak anjuran (Sendjaja, 1993: 44). 28 Harold D. Laswell mengatakan bahwa komunikasi mempunyai tiga fungsi sosial: 1. Fungsi Pengawasan Fungsi pengawasan ini menunjuk pada upaya pengumpulan, pengolahan, produksi dan penyebarluasan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi baik di dalam ataupun di luar lingkungan masyarakat. Upaya ini selanjutnya diarahkan pada tujuan untuk mengendalikan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat. 2. Fungsi Korelasi Fungsi korelasi ini menunjuk pada upaya memberikan interpretasi atau penafsiran informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi. Atas dasar intrepretasi informasi ini diharapkan berbagai kalangan atau bagian masyarakat mempunyai pemahaman, tindakan atau reaksi yang sama atas peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain fungsi ini diarahkan pada pencapaian konsensus. Kegiatan komunikasi yang demikian lazim disebut sebagai kegiatan propaganda. 3. Fungsi Sosialisasi Fungsi ini menunjuk pada upaya pendidikan dan pewarisan nilai-nilai, norma-norma dan prinsip-prinsip dari satu generasi ke generasi lainnya atau dari satu anggota/kelompok masyarakat ke anggota-anggota/kelompokkelompok masyarakat lainnya. (Sendjaja, 1993 : 44-45) Kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan pihak sumber tentunya juga diharapkan menimbulkan suatu akibat atau hasil yang terjadi pada diri penerima yang sesuai dengan keinginan pihak sumber. Secara umum akibat atau hasil komunikasi ini dapat mencakup tiga aspek sebagai berikut : a) Aspek kognitif, yaitu yang menyangkut kesadaran dan pengetahuan. b) Aspek afektif, yaitu yang menyangkut sikap atau perasaan/emosi c) Aspek konatif, yaitu yang menyangkut perilaku/tindakan (Sendjaja, 1993 :45). 29 2.1.1 Lasswell’s Model (Model Lasswell) Untuk mantapnya komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus Lasswell “Who- Say What- In Which Channel- To Whom- With What Effect” (Effendy, 1990: 10). Dari pendapat Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi unsur-unsur yang terdiri dari: a. Komunikator Komunikator atau penebar pesan adalah orang yang menyampaikan pesan atau menghubungkan pesan dengan komunikan atau penerima pesan. Syaratsyarat yang perlu diperhatikan oleh seorang komunikator adalah: 1. Source credibility, artinya sumber kepercayaan bagi komunikan. 2. Kepercayaan komunikan kepada komunikator dalam bidang pekerjaannya dan dapat atau tidaknya ia dipercaya. 3. Memiliki source attractiveness, artinya seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan, sikap, pendapat, tingkah laku komunikator melalui mekanisme daya tarik pihak komunikan, serta merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya atau merasa adanya kesamaan antara komunikator dengan komunikan. 4. Mempunyai pengetahuan yang luas. 5. Komunikator harus memahami komunikan yang dituju, artinya bahwa komunikan itu terdiri dari orang yang heterogen. 6. Komunikator harus memahami ethos dirinya, artinya sebagai komunikator harus mawas diri, apakah ia mempunyai ethos sebagai komunikator. Ethos adalah nilai pribadi seseorang yang merupakan perpaduan kemampuan, kejujuran, integritas, dan itikad baik. (Effendy, 1989: 104). b. Pesan Pesan merupakan salah satu unsur komponen penting dalam proses komunikasi. Pesan adalah lambang bermakna, yakni lambang yang membawa 30 pikiran atau perasaan kita. Pesan komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Isi pesan komunikasi bisa satu, tetapi lambang yang dipergunakan bisa bermacammacam. Lambang-lambang yang dipergunakan dalam komunikasi dapat berupa bahasa, gambar, kial, dan sebagainya. Pesan juga merupakan salah satu komponen dalam proses komunikasi yang dapat menunjang komunikasi menjadi efektif, karena apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator itu tidak dapt dimengerti oleh komunikan, maka tujuan atau sasaran komunikasi yaitu untuk untuk merubah sikap, perilaku, dan pendapat tidak akan tercapai. Berkaitan dengan hal tersebut, di dalam merumuskan suatu pesan perlu sekali memperhatikan beberapa faktor yang penting guna mencapai apa yang diharapkan. Karena itu menurut Sastropoetro yang mengutip penjelasan dari Wilbur Schramm, mengemukakan bagaimana pesan itu harus disusun, antara lain: 1. Pesan harus dirancang dan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan. Dengan adanya perhatian tersebut komunikan diharapkan terangsang untuk menerimanya. 2. Lambang-lambang yang digunakan haruslah benar-benar dapat dipahami oleh kedua belah pihak, komunikator dan komunikan. (Sastropoetro, 1991: 132). c. Media Media adalah alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan dan menyebarkan pesannya agar dapat sampai pada komunikan. Media yang 31 digunakan dalam komunikasi tergantung banyak tidaknya atau jauh tidaknya komunikan yang akan ditentukan. Dengan demikian kita dapat menentukan media apa yang akan kita gunakan dalam menyampaikan pesan komunikasi. Media ini banyak jumlahnya, mulai dari tradisional hingga modern, oleh karena itu komunikator harus menentukan media apa yang akan digunakan dalam menyampaikan pesannya dengan terlebih dahulu menentukan sifat komunikannya, yaitu individu, kelompok, atau massa. Media mempunyai sifat-sifat yang dibagi menjadi dua kategori yaitu: 1. Media umum Adalah media yang dapat dipergunakan oleh segala bentuk komunikasi, baik komunikasi personal, komunikasi kelompok, atau komunikasi massa. Contohnya seperti telepon, telex, surat, telegram, foto dan lain-lain. 2. Media massa Adalah media yang digunakan hanya untuk menyalurkan komunikasi massa, karena memiliki karakteristik massa yaitu serempak dan serentak. Contohnya seperti pers radio, televisi, dan film. Bilamana komunikator mengharapkan efektivitas media, maka komunikator harus memilih media yang tepat, media yang hendak dicapai dalam penyampaian dalam suatu pesan. 32 d. Komunikan Komunikan adalah seorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator ketika ia menyampaikan pesannya. Komunikan yang akan dijadikan sasaran tersebut dapat merupakan kelompok kecil atau kelompok besar, bersifat homogen atau heterogen. Komunikan yang homogen merupakan orang-orang yang terkait oleh suatu organisasi yang mempunyai kesamaan dalam suatu hal, sedangkan komunikan yang heterogen adalah orang-orang yang tidak memiliki kesamaan satu sama lain. Apabila ditinjau dari komponen komunikan, seorang dapat dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut secara simultan: 1 2 Ia dapat dan benar-benar mengerti akan pesan. Pada saat ini ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sesuai dengan tujuannya. 3 Pada saat ia mengambil keputusannya itu bersangkut dengan kepentingan pribadinya. 4 Ia mampu menepatinya baik secara mental maupun secara fisik. (Effendy, 1993: 42) Pengetahuan yang melatarbelakangi seorang komunikan juga dapat mempengaruhi efektifnya komunikasi. Komunikan yang berpendidikan rendah harus diberikan pesan-pesan atau informasi yang dimengerti, tentunya dengan bahasa yang sederhana, disesuaikan dengan pendidikan komunikan. Sikap dari komunikan juga dapat menentukan efektifnya suatu komunikasi. Apabila sudah tidak menyenangi pesan atau informasi yang ia terima, ia tidak akan menerima pesan itu. 33 e. Efek Efek adalah suatu dampak yang terjadi dalam proses penyampaian pesan, yang dapat berakibat positif maupun negatif menyangkut tanggapan, persepsi, dan opini dari hasil komunikasi. Jika sikap dan tingkah laku orang itu sesuai maka komunikasi berhasil. Pada dasarnya tujuan komunikasi bermula timbul pada seseorang yang akan mengemukakan pikiran dan perasaannya, yakni agar terjadi perubahan sikap pada orang lain yang dilibatkannya, perubahan sikap itu adalah efek atau akibat penyampaian pikiran atau perasaan tadi. 2.2 Sosialisasi Sosialisasi merupakan aktivitas komunikasi di dalam menyampaikan pesan melalui jaringan komunikasi secara terpadu, dan mengorganisir aktivitas komunikasi tersebut dengan tujuan menghasilkan dampak pada individu-individu dalam jumlah besar, dan atau kelompok masyarakat sesuai target yang ingin dicapai, pada satuan waktu tertentu. Sosialisasi seringkali menyangkut soal pengarahan, pemerkuatan, dan penggerakan kecenderungan yang ada ke arah tujuan yang diperkenankan secara sosial seperti pemungutan suara, pembelian barang-barang, pengumpulan dana peningkatan kesehatan dan keselamatan, sosialisasi, dan sebagainya. 34 Menurut Nasution, “sosialisasi adalah proses membimbing individu ke dalam dunia sosial”. Sedangkan menurut Suprapto, “sosialisasi adalah suatu proses belajar berinteraksi dalam masyarakat” (Hakim dan Ningsih, 1999: 54 dalam Riana: 27). Sosialisasi merupakan upaya mengajarkan norma dan nilai yang mapan melalui pujian dan hukuman simbolis bagi berbagai jenis perilaku. Pandangan lain adalah bahwa hal itu merupakan proses belajar di mana kita mempelajari bagaimana cara berperilaku dalam situasi tertentu dan mempelajari harapan yang sesuai dengan peran atau status tertentu dalam masyarakat (McQuail, 1996: 251). Dalam arti luas, “sosialisasi adalah proses pembelajaran masyarakat ‘menghantar’ warganya masuk ke dalam kebudayaan” (Sitorus, 2003: 62). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sosialisasi adalah proses yang harus dijalani oleh seorang individu untuk menjadi manusia dengan tujuan utama: 1. Membentuk kepribadian, 2. Mempelajari pola-pola kebudayaan, dan 3. Berperan aktif dalam kehidupan sehari-hari. (Hakim dan Ningsih, 1999: 55 dalam Riana: 28). Pada hakikatnya sosialisasi bertujuan untuk memperoleh nilai, norma, pengetahuan dan keterampilan-keterampilan sebagai pedoman dalam hidupnya. Dengan proses sosialisasi, setiap individu diharapkan memperoleh hasil-hasil sebagai berikut: a. Memberikan keterampilan yang dibutuhkan bagi kehidupan sosial, b. Mengembangkan kemampuan komunikasi, c. Mengendalikan fungsi organik, dan 35 d. Menambah nilai dan kepercayaan pokok masyarakat. (Sitorus, 2003: 74 dalam Riana: 29). Sosialisasi dapat terjadi secara langsung pada saat bertatap muka dalam pergaulan sehari-hari, dapat juga terjadi secara tidak langsung, seperti melalui telepon, surat, atau melalui media massa. Secara umum terjadinya sosialisasi dapat melalui dua cara, yaitu: 1. Conditioning Proses ini melalui keadaan lingkungan yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti bahasa, cara berjalan, cara duduk, cara makan, dan tingkah laku lainnya. Setiap individu berusaha dalam pengembangan aktualisasi dirinya untuk memperoleh sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan aturan. 2. Komunikasi Proses sosialisasi dapat terwujud melalui komunikasi dan interaksi. Manfaat komunikasi adalah untuk memperoleh pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan yang menjadi bekal pergaulan, sehingga individu sadar akan dirinya sebagai pribadi yang tidak terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat. (Hakim dan Ningsih, 1999: 57 dalam Riana: 29). Faktor-Faktor Penunjang Keberhasilan Sosialisasi Rogers dan Storey (1987) dalam Venus (2004: 135) menyimpulkan bahwa untuk suksesnya sebuah sosialisasi biasanya ditandai oleh empat hal: 1. Penerapan pendekatan yang bersifat strategi dalam menganalisa khalayak sasaran, dalam hal ini termasuk analisis sejauhmana pengetahuan khalayak tentang topik, dan bagaimana persepsi mereka terhadapnya. 2. Pesan-pesan dirancang secara segmentatif sesuai dengan jenis-jenis khalayak yang dihadapi. Segmentasi tersebut dapat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, budaya, manafaat produk dan gagasan. 3. Penetapan tujuan yang realistis 4. Akhirnya lewat media akan lebih mudah meraih keberhasilan bila disertai penyebaran personel untuk menindaklanjuti secara interpersonal. 36 Sementara itu, Schenk dan Dobler mengemukakan bahwa pemuka pendapat (opinion leader) sangat menonjol dalam mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak terutama ketika pesan yang disampaikan media massa berbeda dengan sikap dan pengetahuan penerima pesan. Dalam situasi ini seringkali khalayak meminta saran kepada opinion leader sebelum mereka mengambil keputusan. Komunikasi antar pribadi antara khalayak dengan pemuka pendapat ini, lanjut Schenk dan Dobler, mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap keberhasilan sosialisasi. Hal ini dimungkinkan karena pembicaraan secara langsung tersebut umumnya mengarah kepada evaluasi terinci tentang pesan-pesan yang diterima yang pada akhirnya mampu membuat mereka mengambil kesimpulan. Menurut kedua peneliti ini, pemuka pendapat dipandang sebagai penerus pesan-pesan media massa dalam interaksi sehari-hari yang terjadi dalam jaringan komunikasi kelompok kecil. Dalam interaksi tersebut pemuka pendapat seringkali menambahkan berbagai penilaian yang relevan tentang isu-isu yang dihadapi. Peran pemuka pendapat yang strategis seperti ini sepatutnya dipertimbangkan oleh penyelenggara ketika mendesain program. “Untuk memanfaatkan jasa pemuka pendapat dalam maka diperlukan kemampuan untuk mengidentifikasi mereka secara cermat” (Venus, 2004 : 139-140). 2.3 Strategi Komunikasi Berhasil atau tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi. 37 Menurut Arifin, “strategi merupakan keseluruhan keputusan kondisional yang akan dijalankan guna mencapai suatu tujuan” (Arifin, 1994: 59). Arifin dalam bukunya Strategi Komunikasi menyatakan bahwa strategi adalah: “Keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan. Jadi merumuskan strategi komunikasi, berarti memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang akan mungkin dihadapi di masa depan, guna mencapai efektivitas” (Arifin, 1994: 10). Sementara Onong Uchjana Effendy berpendapat bahwa, “Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arahnya saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya” (Effendy, 2003: 300). Menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert Jr. dalam Tjiptono (1997: 3), konsep strategi dapat didefinisikan berdasarkan dua perspektif yang berbeda, yaitu: 1. Dari perspektif apa yang suatu organisasi ingin lakukan (intend to do) Sebagai program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplikasikan misinya. 2. Dari perspektif apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does) Sebagai pola tanggapan atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. (Tjiptono, 1997: 3) Demikian pula dengan strategi komunikasi yang merupakan paduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi 38 komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktuwaktu tergantung pada situasi dan kondisi. Dengan strategi komunikasi ini, berarti ditempuh beberapa cara penggunaan komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak dengan mudah dan cepat. R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya “Techniques for Effectives Communication” menyatakan bahwa tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu : To secure understanding Yakni memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. To establish acceptance Yakni memastikan bahwa komunikan mengerti dan menerima pesan yang diterimanya. To motivate action Dan pada akhirnya kegiatan di motivasikan. (Effendy, 1999 : 32-35). Ada baiknya apabila tujuan komunikasi dinyatakan secara tegas-tegas sebelum komunikasi dilancarkan. Sebab, ini menyangkut khalayak sasaran (target audience) yang dalam strategi komunikasi secara makro perlu dibagi-bagi lagi menjadi kelompok sasaran (target group). Peliknya masalah target audience dan target groups ini adalah karena berkaitan dengan aspek-aspek sosiologis, psikologis, dan antropologis, mungkin pula politis dan ekonomis. 39 Semua media komunikasi penting bagi pihak yang akan melancarkan strategi komunikasi untuk dioperasikan dalam rangka mencapai tujuan, baik tujuan jangka panjang maupun tujuan jangka pendek. Tanpa strategi komunikasi, bukan tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh yang negatif. Ada baiknya tujuan komunikasi dinyatakan secara tegas sebelum komunikasi dilancarkan. Strategi komunikasi baik secara makro (planned multy media strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) mempunyai fungsi ganda, yaitu: 1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal. 2. Menjembatani “kesenjangan budaya” (cultural gap) akibat kemudahan diperolehnya kemudian dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya. (Effendy, 1981: 32). 2.3.1 Strategi Komunikasi dalam Melakukan Sosialisasi Komunikasi merupakan proses yang rumit. Berhasil atau tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif, banyak ditentukan oleh strategi komunikasi. Dalam rangka menyusun strategi komunikasi dalam melakukan sosialisasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat. Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponenkomponen komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut. 40 1. Mengidentifikasi Audiens Sasaran Sendjaja menyatakan bahwa khalayak (audience) merupakan faktor penentu keberhasilan komunikasi. Karena, bagi komunikator tentunya patokan keberhasilan upaya komunikasi yang ia lakukan itu apabila pesan-pesan yang disampaikan melalui suatu saluran/medium dapat diterima/sampai ke audiens sasaran, dipahami, dan mendapatkan tanggapan positif, dalam arti sesuai dengan harapan si komunikator. Dalam merancang suatu kegiatan komunikasi baik itu melalui saluran komunikasi personal atau melalui media massa, komunikator seyogyanya berorientasi ke audiens sasaran (audience oriented). Dalam hal ini, Schramm menyatakan secara tegas bahwa seorang perancang komunikasi yang baik tidak akan memulai upayanya dari “apa yang harus dikatakan”, “saluran apa yang akan dipergunakan”, atau “bagaimana cara mengatakannya”, melainkan terlebih dahulu mempertanyakan “siapa yang akan menjadi sasaran penyampaian pesan”. Dalam proses komunikasi massa implikasi dari pertanyaan Schramm tersebut adalah: bahwa sebelum komunikator mempengaruhi audiens melalui pesan-pesan yang disebarluaskannya, audiens telah terlebih dahulu mempengaruhi komunikator. Komunikator akan berusaha mengumpulkan data dan informasi mengenai karakteristik dari para warga audiens yang akan dijadikan sasarannya. Atas dasar hal-hal inilah baru komunikator akan dapat menentukan “apa” yang akan disampaikan, dan “bagaimana” cara menyampaikannya. Pada masa sekarang ini, konsepsi khalayak menunjuk pada sekumpulan orang yang terbentuk segabai akibat atau hasil dari kegiatan komunikasi yang dilakukan yang jumlahnya besar (bahkan mungkin tidak terbatas), tersebar secara luas, banyak 41 diantaranya yang saling tidak mengenal satu dengan yang lainnya, dan juga heterogen (beragam) dalam hal ciri-ciri sosio-ekonomi dan demografisnya (Sendjaja, 1993: 221). Dalam mengidentifikasi audiens komunikator pemasaran harus mulai dengan audiens sasaran yang jelas. Audiens dapat berupa individu, kelompok, publik tertentu, atau publik umum. Audiens sasaran akan mempengaruhi secara kritis keputusan komunikator mengenai apa yang dikatakan, bagaimana mengatakannya, kapan mengatakannya, dimana, dan kepada siapa mengatakannya. Bagian terbesar dari analisis audiens adalah memperkirakan kesan audiens sekarang terhadap suatu objek/ide yang akan dibahas. “Kesan adalah seperangkat keyakinan, ide, dan pengaruh yang didapat seseorang dari suatu objek” (Kotler, 2001 : 778). Sebelum melancarkan komunikasi, komunikator perlu mempelajari siapa-siapa yang akan menjadi sasaran komunikasi. Ini tergantung pada tujuan komunikasi, apakah agar komunikan hanya sekedar mengetahui (dengan metode informatif) atau agar komunikan melakukan tindakan tertentu (metode persuasif atau instruktif). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dari pihak komunikan adalah: a. Faktor kerangka referensi Kerangka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial, ideologi dan sebagainya. Kerangka referensi seseorang akan berbeda dengan orang lain. Dalam situasi komunikasi antar persona mudah untuk mengetahui kerangka referensi seseorang karena ia hanya satu orang. Yang sukar adalah mengenal kerangka referensi komunikan dalam komunikasi kelompok. Ada kelompok yang individu-individunya sudah dikenal seperti kelompok karyawan atau kelompok perwira. Ada juga yang tidak dikenal seperti pengunjung rawat RW. Untuk mengenal kerangka referensi para komunikan dalam komunikasi massa lebih sulit karena sifatnya sangat heterogen. Oleh karena 42 itu, pesan yang disampaikan kepada khalayak dalam media massa hanya yang bersifat informatif atau umum, yang dapat dimengerti oleh semua orang, mengenai hal yang menyangkut kepentingan semua orang. Jika pesan yang akan disampaikan kepada khalayak adalah untuk dipersuasikan, maka akan lebih efektif bila khalayak dibagi menjadi kelompok-kelompok khusus. Lalu diadakan komunikasi kelompok dengan mereka, yang berarti komunikasi dua arah secara timbal balik. b. Faktor situasi dan kondisi Yang dimaksud dengan situasi adalah situasi komunikasi pada saat komunikan akan menerima pesan yang disampaikan. Situasi yang bisa menghambat jalannya komunikasi dapat diduga sebelumnya, dapat juga datang tiba-tiba pada saat komunikasi dilancarkan. Yang pertama dapat dihindarkan dengan menangguhkan dan memajukan harinya, sedangkan yang kedua dengan memberikan pidato yang singkat tetapi padat. Yang dimaksud kondisi adalah state of personality komunikan, yaitu keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat ia menerima pesan komunikasi. Komunikasi tidak akan efektif apabila komunikan sedang marah, sedih, bingung, sakit, atau lapar. Dalam menghadapi komunikan dengan kondisi seperti itu kadang-kadang komunikator bisa menangguhkan komunikasi sampai datangnya suasana yang lebih kondusif. Akan tetapi, tidak jarang pula para komunikator harus melakukannya pada saat itu juga. Di sini faktor manusiawi memegang peranan yang sangat penting. (Effendy, 1999: 36-37) 2. Menentukan Tujuan Komunikasi Setiap kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu, tujuan yang dimaksud menunjuk pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku komunikasi. Wilbur Schramm (1974) mengatakan bahwa: Tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yakni: kepentingan sumber dan kepentingan penerima. Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan sumber: memberikan informasi, mendidik, menyenangkan/menghibur dan menganjurkan suatu tindakan/persuasi. Sedangkan tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima: memahami informasi, mempelajari, menikmati dan menerima atau menolak anjuran (Sendjaja, 1993: 44) 43 Dalam perspektif pemasaran Kotler mengemukakan bahwa begitu pasar sasaran dan karakteristik telah diidentifikasi, komunikator pemasaran harus memutuskan respons audiens yang diharapkan. Pemasar dapat mencari respons kognitif, respons afektif, atau respons konatif (perilaku) dari audiens sasaran. Yaitu, “pemasar dapat memasukan sesuatu ke dalam pikiran konsumen, mengubah sikap konsumen, atau membuat konsumen bertindak” (Kotler, 2001 : 781). Pesan komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Ini menentukan teknik yang harus diambil, apakah itu teknik informasi, teknik persuasi, atau teknik instruksi. Pesan komunikasi terdiri atas isi pesan dan lambang (symbol). Isi pesan bisa satu, tetapi lambang yang digunakan bisa bermacam-macam. Lambang yang bisa dipergunakan untuk menyampaikan isi komunikasi ialah bahasa, gambar, warna, kial (gesture), dan sebagainya. Lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi ialah bahasa, karena hanya bahasalah yang dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, fakta, opini dan sebagainya. Tanpa penguasaan bahasa, hasil pemikiran yang bagaimana pun baiknya tak akan dapat di komunikasikan kepada orang lain secara tepat. Banyak kesalahan informasi dan kesalahan interpretasi oleh bahasa. (Effendy, 1999 : 37-38) 3. Pemilihan Saluran Komunikasi Secara umum ada dua saluran komunikasi yang dapat dipergunakan dalam upaya penyebarluasan pesan: saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi non-personal atau lazim disebut sebagai saluran komunikasi melalui media massa. Kedua jenis saluran tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya masingmasing. 44 a) Saluran Komunikasi Personal Saluran komunikasi personal, baik yang bersifat langsung perorangan (individual) ataupun melalui kelompok, lebih persuasif dibandingkan dengan saluran media massa. Dalam hal dampaknya, upaya penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal ini juga dipandang efektif. Namun demikian, penggunaan saluran ini mempunyai kekurangan yakni: daya jangkau dan kecepatan penyampaian pesannya terbatas. Kotler menyatakan bahwa saluran komunikasi personal melibatkan dua atau lebih orang langsung berkomunikasi satu sama lain. Mereka dapat berkomunikasi dari muka ke muka, satu orang terhadap audiens, lewat telepon atau lewat surat. Saluran komunikasi personal memperoleh efektifitasnya lewat kesempatan memberikan presentasi dan umpan balik sendiri. Perbedaan lebih lanjut dapat dilakukan antara saluran komunikasi penganjur, ahli dan sosial. Saluran penganjur terdiri dari tenaga penjualan perusahaan yang menghubungi pembeli di pasar sasaran. Saluran sosial terdiri dari para tetangga, teman, anggota keluarga, dan kolega yang berbicara kepada pembeli sasaran. Banyak perusahaan yang semakin menyadari kekuatan “faktor berbicara” atau “bahasa lisan” dari saluran sosial dan ahli dalam menghasilkan bisnis baru. Mereka mencari cara untuk mendorong saluransaluran ini agar memberi rekomendasi bagi produk dan jasa mereka. 45 Perusahaan/lembaga dapat mengambil beberapa langkah untuk mendorong saluran pengaruh personal agar bertindak bagi kepentingan mereka : Identifikasi individu dan perusahaan yang berpengaruh dan curahkan usaha tambahan bagi mereka. Ciptakan opini tokoh dengan memberi orang-orang tertentu produk dengan syarat yang menarik. Bekerja sama dengan komunitas yang berpengaruh. Gunakan orang yang berpengaruh dalam iklan yang bersifat pujian. Kembangkan iklan yang memiliki “nilai percakapan” tinggi. (Kotler, 2001 : 790-792) b) Saluran Komunikasi Nonpersonal Saluran komunikasi nonpersonal menyampaikan pesan tanpa kontak personal atau interaksi. Saluran ini meliputi media, suasana dan peristiwa. Media terdiri dari media cetak (surat kabar, majalah, surat langsung), media siaran (radio, televisi), media elektronik (audiotape, videotape, videodisk), dan media display (billboard, papan reklame, poster). Suasana adalah “paket lingkungan” yang menciptakan atau memperkuat pengetahuan pembeli akan pembelian produk. Sedangkan peristiwa adalah kejadian yang dirancang untuk mengkomunikasikan pesan tertentu kepada audiens sasaran. ”Media yang digunakan oleh para pelaku yang memainkan peran dalam media turut menciptakan dan memodifikasi lambang-lambang signifikan” (Nimmo, 1989: 199). 46 Walaupun komunikasi personal sering lebih efektif daripada komunikasi massal, media massa dapat menjadi alat utama untuk mendorong komunikasi personal. Komunikasi massal mempengaruhi sikap dan perilaku personal lewat proses arus komunikasi dua tahap. ”Ide-ide sering mengalir dari radio dan dicetak ke opini tokoh dan dari sini ke bagian populasi yang kurang aktif” (Kotler, 2001 : 792-793). Sendjaja (1993: 166-168) mengungkapkan bahwa khalayak akan tertarik membaca surat kabar/majalah, menonton suatu program acara TV atau mendengarkan radio, apabila isi pesan yang disampaikan media tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1. Novelty (sesuatu yang baru) 2. Jarak (dekat atau jauh) 3. Popularitas 4. Pertentangan (conflict) 5. Komedi 6. Seks dan keindahan 7. Emosi 8. Nostalgia 9. Human Interest. (Sendjaja, 1993 : 166-168) Secara teoritis, dampak penyebaran pesan melalui media massa lazimnya hanya mampu sampai ke tahap kognitif dan afektif. Lebih lanjut, dampak atau akibat dari penyebaran pesan melalui media massa terhadap khalayak luas akan terjadi secara kuat, dan mungkin tidak hanya terjadi dalam tahap kognitif dan afektif tetapi juga sampai ke tahap konatif, apabila ditunjang oleh beberapa kondisi sebagai berikut: 47 1. Exposure (jangkauan pengenaan) Dampak media massa akan timbul secara kuat dan cepat apabila sebagian besar khalayak memang telah ter-expose media massa. 2. Kredibilitas Dampak media massa akan kuat apabila memiliki kredibilitas yang cukup tinggi di mata khalayaknya, dalam arti bahwa dipercaya kebenarannya. 3. Konsonansi Penyebaran informasi melalui media massa akan menghasilkan dampak yang lebih kuat apabila mengikuti prinsip “konsonansi”. Dalam arti bahwa isi informasi tentang sesuatu hal yang disampaikan oleh berbagai media massa relatif sama atau serupa, baik dalam hal materi isi, arah, dan orientasinya maupun dalam hal waktu, frekuensi, dan cara penyajiannya. 4. Signifikasi Informasi yang disampaikan media massa akan menghasilkan dampak yang kuat apabila materi isinya memang “signifikan”, dalam arti berkaitan secara langsung dengan kepentingan dan kebutuhan khalayak. 5. Sensitif Informasi yang disampaikan media massa akan menimbulkan dampak yang kuat, baik dampak positif maupun dampak yang negatif apabila materi dan penyajian isinya menyentuh hal-hal yang bersifat “sensitif”. 6. Situasi kritis Informasi yang disampaikan media massa akan menimbulkan dampak yang lebih kuat apabila masyarakat sedang berada dalam situasi kritis akibat ketidakstabilan struktural. 7. Dukungan komunikasi antar pribadi Penyebaran informasi melalui media massa juga akan menghasilkan dampak yang kuat apabila didukung oleh komunikasi antar pribadi, dalam arti bahwa informasi tersebut kemudian juga akan ramai dibicarakan orang. (Sendjaja, 1993: 180-181). Pemilihan satu atau beberapa media komunikasi, seyogyanya dilakukan atas dua pertimbangan, yaitu: 48 1. Karakteristik media Tiap medium memiliki karakteristiknya sendiri yang berbeda satu sama lainnya. Tiap medium juga secara khusus mempunyai kekuatan dan kekurangannya. Oleh karena itu, penentuan suatu medium perlu disesuaikan dengan tujuan dan kemampuan dari masing-masing medium. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain sebagai berikut: • Kebutuhan jangkauan dan kecepatan penetrasi Apabila pesan yang akan disampaikan ditujukan kepada masyarakat secara luas, maka media seperti radio dan televisi cukup tepat. • Kebutuhan pemeliharaan memori Apabila penyampaian pesan lebih ditujukan pada upaya agar pesanpesan tetap diingat oleh khalayak dalam kurun waktu yang relatif lama, maka media seperti media ruang (billboard, dll) dan majalah lebih cocok. • Kebutuhan jangkauan khalayak yang selektif Apabila pesan-pesan yang disampaikan dimaksudkan untuk kelompok-kelompok masyarakat tertentu/khusus, maka media seperti surat kabar dan majalah lebih tepat. 49 • Kebutuhan jangkauan khalayak lokal Apabila khalayak sasaran yang dijangkau bersifat lokal (misalnya terbatas pada kabupaten atau wilayah tertentu), maka penggunaan media seperti radio lokal, bioskop, dan media luar ruang lebih tepat. • Kebutuhan frekuensi Apabila pesan-pesan yang disampaikan membutuhkan frekuensi penyampaian yang tinggi, maka penggunaan media seperti radio dan media luar ruang akan lebih cocok. 2. Karakteristik kreatif Karakteristik kreatif, yakni yang berkaitan dengan isi, bentuk, dan teknik penyajian pesan, juga merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media yang cocok. Dalam praktiknya, pemilihan suatu medium justru seringkali didasarkan atas karakteristik kreatif. • • • • Kebutuhan gerak Apabila pesan yang akan disampaikan menuntut unsur gerak sebagai faktor utama, maka media audio-visual seperti televisi dan film merupakan media yang tepat. Kebutuhan warna Apabila warna merupakan faktor yang ingin ditonjolkan dari pesan, maka televisi, film, dan juga majalah cocok untuk dipergunakan. Kebutuhan suasana Apabila pesan yang akan disampaikan memberikan penekanan pada faktor suasana, maka media audio seperti radio dan media audio-visual seperti televisi, dan film lebih tepat. Kebutuhan demonstrasi 50 Apabila pesan yang disampaikan menuntuk adanya demonstrasi yang menggambarkan tata cara, proses atau hasil, maka media audio-visual seperti televisi dan film lebih cocok. • Kebutuhan deskripsi Apabila pesan yang disampaikan memerlukan uraian yang cukup eksplisit, komprehensif, sitematis, dan rinci, maka media cetak seperti surat kabar, majalah, brosur, dan leaflet lebih cocok. Karena media cetak memiliki kemampuan editorial yang lebih baik dibandingkan dengan media elektronika. (Sendjaja, 1993: 214-217). Disamping saluran komunikasi personal dan media massa, pada masyarakat Indonesia juga dikenal adanya media lainnya yang lazim disebut sebagai “media tradisional”. Media tradisional ini mencakup berbagai bentuk kesenian seperti wayang golek, ludruk, ketoprak, lenong betawi dll.; forumforum komunikasi seperti “rembukdesa”, “banjar”, “slapanan”, dll., dan berbagai bentuk budaya lainnya. Media tradisional ini juga cukup efektif untuk dipergunakan sebagai saluran komunikasi persuasi atau promosi suatu ide. Karena, selain popular dan dekat dengan masyarakat pendukungnya, penyampaian pesan melalui media tradisional dapat dilakukan sesuai dengan kerangka nilai budaya setempat. Hanya saja penyisipan pesannya harus disesuaikan dengan karakteristik komunikasi dari masing-masing medium tradisional (Sendjaja, 1993 : 214-215). 51 Teori Multi-Langkah Salah satu teori komunikasi massa yang dapat dicapai untuk memilih saluran komunikasi adalah teori multi-langkah. Teori multi-langkah mengatakan bahwa pengaruh mengalir ulang-alik dari media ke khalayak (yang juga berinteraksi satu sama lain), kembali lagi ke khalayak, dan seterusnya. Singkatnya, ada banyak langkah yang harus ditelaah sebelum dapat mulai menjelaskan pengaruh atau efek dari media. Proses ulang-alik ini terutama berlaku untuk masa kini, dimana media merupakan bagian penting dari kehidupan. Orang yang membuka diri terhadap satu media juga akan terbuka terhadap media lain. Tidak terhindarkan bahwa hal yang sama dan hal yang baru diberitakan di banyak media yang berbeda. Selanjutnya, diasumsikan bahwa interaksi antar pribadi terjadi di antara paparan-paparan (exposures) media. Selama pemaparan ini (baik terhadap media maupun dalam interaksi antar pribadi), orang dipengaruhi dan mempengaruhi yang lain. 4. Merancang Pesan Pesan merupakan salah satu unsur atau komponen penting dalam proses komunikasi. Di dalam merumuskan suatu pesan, perlu sekali memperhatikan beberapa faktor yang penting guna mencapai tujuan yang diharapkan. Pesan merupakan unsur komunikasi yang mempunyai kedudukan yang sentral dan tidak dapat diabaikan. Pesan yang dikomunikasikan mengharapkan respon positif untuk menunjukkan komunikasi itu efektif. Banyak istilah yang digunakan untuk 52 mengartikan atau mendefinisikan mengenai pesan, namun pada dasarnya berbagai definisi tersebut memiliki makna yang sama. H. A. W. Widjaja dalam bukunya Ilmu Komunikasi Pengantar Studi merumuskan pesan sebagai ”keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan (tema) yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan” (Widjaja, 2000: 32). Sementara Abdullah Hanafi dalam Siahaan (1991:62) menjelaskan bahwa pesan adalah: ”Produk fisik yang nyata yang dihasilkan oleh sumber encoder. Sewaktu kita berbicara, pembicaraan itulah pesan. Ketika kita menulis surat, tulisan surat itulah pesan. Ketika seorang bisu berisyarat, maka isyarat tangan, mimik, ekspresi wajah itulah pesan” (Siahaan, 1991: 62). Pesan yang akan kita komunikasikan harus ada unsur kepentingan bagi komunikan agar mereka bersifat responsif. Wilbur Schramm pernah mengetengahkan apa yang dinamakan the condition of success in communiaction yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan. 2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama kepada komunikator dan komunikan sehingga sama-sama mengerti. 3. Pesan harus dapat membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. 4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. (Effendy, 1993: 41). 53 Perumusan penyampaian pesan merupakan suatu kegiatan penting yang menentukan. Pesan yang disampaikan harus tepat, ibarat kita membidik dan menembak maka peluru yang keluar haruslah sesuai dengan sasaran. Di dalam merumuskan pesan membutuhkan pemecahan empat masalah, yaitu: a) Isi Pesan Untuk dapat menyampaikan dan menciptakan pesan yang dapat diterima oleh sasaran dari komunikasi, maka menurut Effendy, “Isi pesan harus sesuai dengan kerangka referensi (frame of reference) dan kerangka pengalaman (field of experience) yaitu merupakan kerangka psikis yang menyangkut pandangan, pedoman, dan perasaan dari komunikan yang bersangkutan” (Effendy, 1981: 41). Komunikator harus memikirkan apa yang akan dikatakan kepada audiens sasaran untuk menghasilkan respons yang diinginkan. Proses ini merumuskan manfaat, motivasi, identifikasi, atau alasan mengapa audiens harus memikirkan atau menyelidiki produk itu. Ada tiga jenis daya tarik yang dapat dibedakan: (1) Daya tarik rasional menarik minat audiens sendiri. Daya tarik ini memperlihatkan bahwa produk itu akan mengahasilkan manfaat yang dinyatakannya. (2) Daya tarik emosional berusaha mendorong emosi negatif atau positif yang akan memotivasi pembelian. (3) Daya tarik moral diarahkan ke perasaan audiens mengenai apa yang benar dan pantas. Daya tarik ini sering digunakan untuk mendesak orang untuk alasan-alasan sosial. (Kotler, 2001 : 784-786). 54 Selain itu, agar pesan mengena tepat pada sasaran harus memenuhi syaratsyarat: 1. Umum, yakni berisi hal-hal umum yang dipahami oleh komunikan, bukan dipahami oleh seseorang atau kelompok tertentu. 2. Jelas dan gamblang, pesan haruslah jelas dan bukan samar-samar agar tidak ditafsirkan menyimpang dari yang kita maksudkan. 3. Bahasa yang jelas, hindari penggunaan istilah-istilah yang tidak dipahami oleh audiens atau khalayak. 4. Positif, secara kodrati manusia selalu tidak ingin mendengar dan hal-hal yang tidak menyenangkan dirinya. Oleh karena itu setiap pesan agar diutarakan dalam bentuk positif. Kemukakan pesan untuk lebih mendapatkan simpati dan menarik. 5. Seimbang, pesan yang disampaikan hendaklah tidak ekstrim dan tidak mempertentangkan dua kutub yang berbeda karena cenderung ditolak oleh komunikan. 6. Sesuaikan dengan keinginan komunikan, sasaran dari komunikasi yang kita lancarkan (komunikan) selalu mempunyai keinginan/kepentingan tertentu. Dalam hal ini komunikator dapat menyesuaikan dengan keadaan, waktu, dan tempat. (Widjaja, 1998: 33-34). Selanjutnya, agar pesan yang disampaikan itu mengena sasaran atau komunikan, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perumusannya, seperti yang dikemukakan oleh Mulyana, bahwa pesan tersebut haruslah: 1. Ada hubungan (relevansi) dengan penerima. 2. Sesuai dengan tujuan daripada komunikasi. 3. Sesuai dengan kemampuan mental, sosial, ekonomi, dan psikis daripada penerima. 4. Jelas dan dapat dipahami dengan mudah. 5. Sederhana dan mempunyai kekhasan. 6. Tepat waktu dan tidak membosankan, up to date. 7. Menarik perhatian untuk ingin tahu lebih banyak lagi. 8. Dalam batas tampung penerima, tidak terlalu banyak pesan. (Mulyana, 1981: 12). 55 Isi pesan biasanya dibalut dengan formulasi ysng memudahkan penerimaan pesan, sementara wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri. Selanjutnya Onong U. Effendy mengemukakan bahwa dalam menyampaikan pesan perlu diketahui: 1. Timing yang tepat untuk suatu pesan. 2. Bahasa yang dipergunakan agar pesan dapat dimengerti. 3. Sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif. 4. Jenis sasaran dimana komunikasi akan dilaksanakan. (Effendy, 1981: 38). b) Struktur Pesan Struktur pesan menunjuk pada pengorganisasian elemen-elemen pokok dari pesan. Salah satu model yang dapat digunakan untuk membuat struktur pesan yang efektif adalah model “ANSVA”. Model ini memberikan gambaran bahwa seorang komunikator harus mampu membangkitkan perhatian orang lain (attention), mampu membangkitkan kebutuhan audiens terhadap apa yang komunikator sampaikan (needs), memberikan pemuasan terhadap kebutuhan audiens (satisfaction), mampu memproyeksikan gagasan komunikator (visualization), dan menegaskan gagasan agar audiens bertindak (action). 56 c) Format pesan Komunikator harus mengembangkan format yang kuat untuk pesan tersebut. Dalam iklan cetakan, komunikator harus memutuskan mengenai berita utama, salinan, ilustrasi dan warna. Jika pesan itu diteruskan lewat radio, komunikator harus berhati-hati dalam memilih kata, kualitas suara (kecepatan bicara, irama, nada, artikulasi) dan vokalisasi (jeda, tarikan napas). Jika pesan itu diteruskan lewat televisi atau sendiri, maka semua elemen ini ditambah bahasa tubuh (petunjuk nonverbal) harus direncanakan. (Kotler, 2001 : 788) d) Sumber Pesan Unsur yang paling dominan daalm keseluruhan proses komunikasi untuk mencapai efektivitas adalah komunikator atau sumber pesan, yaitu mereka yang menyusun dan melontarkan pesan atau pernyataan umum kepada audiens. Komunikator mempunyai peran daalm menentukan efektif tidaknya pesan-pesan yang disampaikan. Komunikator menurut Cangara adalah “pihak ynag mengirim pesan kepada khalayak” (Cangara, 1998: 89), sedangkan menurut Effendy, komunikator adalah “seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan pikirannya atau perasaannya kepada orang lain” (Efendy, 1993: 14). Karena itu komunikator disebut sebagai pengirim, sumber, source, atau encoder. 57 Pesan yang disampaikan oleh sumber yang menarik seringkali memperoleh perhatian yang lebih besar dan mudah diingat. Untuk mencapai komunikasi yang efektif terdapat tiga karakteristik sumber yang perlu diperhatikan yakni: “credibility” (kredibilitas), “attractiveness” (daya tarik) dan “power “ (kekuasaan/kekuatan). - Kredibilitas sumber Komunikator dalam kegiatan komunikasi sangat berpengaruh bagi kelancaran komunikasi itu sendiri. Begitu penting dan dominannya peranan komunikator sehingga dalam suatu kegiatan komunikasi yang terencana dibutuhkan strategi untuk menetapkan komunikator yang tepat. Komunikator tersebut harus memiliki kredibilitas di mata komunikan. Kredibilitas itu dapat diperoleh apabila komunikator tersebut memiliki keterampilan berkomunikasi secara lisan maupun tertulis, berpengetahuan luas, bersahabat, serta mampu beradaptasi dengan sistem sosial dan budaya. Suatu hal yang sering dilupakan oleh komunikator sebelum memulai aktivitasnya adalah bercermin pada diri sendiri apakah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang komunikator handal telah terpenuhi. Untuk itu komunikator harus memiliki kredibilitas dan kepercayaan seperti yang dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat: Seorang komunikator dalam melakukan komunikasi harus memiliki kredibilitas, dimana yang merupakan komponen-komponen dari kredibilitas itu adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan 58 yang dibentuk komunikan tentang komunikator dalam hubungan dengan topik yang dibicarakannya. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianngap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Apakah komuniktor jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis atau ia dinilai sebaliknya (Rakhmat, 2002: 260). Kredibilitas merujuk pada suatu kondisi dimana si sumber dinilai mempunyai pengetahuan, keahlian atau pengalaman yang relevan dengan topik pesan yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaikannya itu bersifat objektif. Lazimnya faktor kredibilitas sumber ini dapat dilihat dalam dua dimensi: “expertice” (keahlian atau kecakapan) dan “trustwordtiness” (kepercayaan). Rogers (1983), lebih lanjut membagi kredibilitas sumber menjadi dua bagian: “competence credibility” yakni kredibilitas yang berkaitan dengan status/kedudukan formal, dan “safety credibility” yang menunjuk pada kredibilitas yang tidak berkaitan dengan status/kedudukan formal. - Daya tarik sumber Suatu kecakapan utama yang disyaratkan bagi seorang komunikator adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien. Mampu menjaga agar pesan-pesan yang disampaikan dapat dimengerti dengan jelas. Sebagai penyampai pesan, faktor daya tarik dan kepercayaan sangat penting untuk keberhasilan komunikator dalam berkomunikasi. 59 Kedua faktor yang penting dalam melancarkan komunikasi tersebut dikemukakan Effendy sebagai berikut: 1. Sumber kepercayaan, Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya, mengetahui kebenaran, juga harus objektif dalam memotivasi apa yang diketahuinya. 2. Sumber daya tarik. Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik. (Effendy, 1993: 44). Berdasarkan kedua faktor tersebut, seorang komunikator dalam menghadapi komunikan harus bersikap empatik, yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Daya tarik sumber merupakan karakteristik berikutnya yang ikut menentukan keberhasilan upaya persuasi. Apabila sumber dinilai “menarik” oleh penerima, maka upaya persuasi akan lebih cepat berhasil karena adanya proses identifikasi dalam diri pihak penerima. Namun demikian, perlu dipertimbangkan bahwa proses identifikasi ini seringkali hanya bersifat temporer. Dalam arti, bahwa pihak penerima akan mengidentifikasikan dirinya dengan sumber selama si sumber masih dinilai menarik, masih pantas untuk ditiru, atau si sumbernya tidak berubah. 60 - Kekuatan atau kekuasaan sumber Kekuatan atau kekuasaan sumber terhadap pihak penerima, secara umum dapat terjadi melalui empat cara. Pertama, kharisma (faktor bawaan yang melekat pada seseorang, seseorang yang tergolong kharismatik lazimnya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang lain). Kedua, wibawa otoritas (faktor ini berkartan dengan kedudukan atau otoritas formal, seseorang yang mempunyai kedudukan formal sebagai pemimpin suatu kelompok atau organisasi akan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang yang menjadi bawahannya). Ketiga, kompetensi atau keahlian (kompetensi adalah sesuatu yang diperoleh seseorang melalui proses belajar). Keempat, “compliance” atau pemenuhan (sumber dinilai memiliki kekuatan atau kekuasaan apabila ia mampu memberikan imbalan dan hukuman kepada penerimanya). (Sendjaja, 1993: 204-205). 5. Mengevaluasi Program Setelah menerapkan rencana promosi, komunikator harus mengukur pengaruhnya terhadap audiens sasaran. Hal ini termasuk menanyakan audiens sasaran apakah mereka mengenal atau mengingat pesan tersebut, berapa kali mereka melihatnya, poin apa yang diingat, bagaimana kesan mereka terhadap pesan itu, dan sikap mereka sebelumnya dan sekarang terhadap produk atau gagasan tersebut. “Komunikator mungkin juga ingin mengumpulkan ukuran perilaku dari respons audiens, seperti berapa banyak orang yang membeli produk tersebut, menyukainya dan membicarakannya dengan orang lain” (Kotler, 2001:805). BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa gambaran umum dari Bank Indonesia, yang mencakup tentang profil Bank Indonesia, sejarah singkat Kantor Bank Indonesia Bandung dari beberapa periode, struktur organisasi Kantor Bank Indonesia Bandung serta tugas dan fungsi satuan-satuan kerja Kantor Bank Indonesia Bandung. 3.1 Bank Indonesia Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Peran bank sentral bermula dari bank sirkulasi dan kemudian berevolusi hingga menjadi bank sentral yang modern dengan tujuan yang fokus dan independent. Tujuan Bank Indonesia yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini terlihat dari dua aspek, yaitu kestabilan terhadap harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi dan kestabilan terhadap mata uang Negara lain, yang tercermin dari perkembanagn kurs rupiah terhadap mata uang Negara lain. Sedangkan tugas pokok Bank Indonesia yaitu: ¾ Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, ¾ Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan ¾ Mengatur dan mengawasi bank. 61 62 Undang-undang menetapkan status independent Bank Indonesia dengan mendudukkan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara lainnya serta berada di luar struktur pemerintahan sehingga kedudukannya juga tidak sejajar dengan kedudukan Departemen. Dengan demikian, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan dalam menjaga kestabilan nilai rupiah serta berkewajiban untuk membebaskan diri dari segala bentuk campur tangan dari pihak manapun juga, yang dapat berdampak pada kestabilan nilai rupiah. Bank Indonesia memiliki kewenangan menetapkan peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan kewenangannya serta bertindak atas namanya sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas pemerintah dan membantu pemerintah dalam urusan pinjaman luar negeri. Selain itu, Bank Indonesia juga membantu pemerintah dalam penerbitan Surat Utang Negara (SUN), namun tidak diperkenankan membeli SUN untuk diri sendiri di pasar primer, kecuali dalam keadaan darurat. Meskipun merupakan lembaga Negara yang independent, Bank Indonesia menyadari pentingnya koordinasi. Karena itu Bank Indonesia harus terus aktif berkoordinasi dengan pemerintah, antara lain dalam memberikan pendapat dan masukan dalam sidang-sidang kabinet dan penyusunan RAPBN, serta hal-hal lain yang terkait dengan tugas dan wewenangnya. 63 Visi dan Misi Bank Indonesia: ¾ Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. ¾ Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan berperilaku terdiri atas: ¾ Kompetensi Memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan. ¾ Integritas Konsisten dan selalu patuh terhadap nilai-nilai moral atau peraturan lainnya, terutama nilai kejujuran dan anti KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), serta mementingkan organisasi. 64 ¾ Transparansi Kejelasan dan keterbukaan dalam latar belakang dan hasil tujuan, keputusan ataupun langkah kerja baik organisasi maupun individu. ¾ Akuntabilitas Pertanggungjawaban yang jelas dari masing-masing individu atas semua tindakan yang diambil beserta konsekuensinya, terutama dalam hal penyelesaian tugas dan pengambilan keputusan. ¾ Kebersamaan Rasa persatuan atau kekompakkan yang ada di dalam organisasi dan kedekatan dengan sesama individu ataupun sesama satuan kerja yang mampu mendukung terciptanya komunikasi dan kerjasama yang baik. Sasaran Strategis Bank Indonesia ¾ Memelihara kestabilan moneter, ¾ Memelihara kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel, ¾ Meningkatkan efektivitas manajemen moneter, ¾ Meningkatkan sistem perbankan yang sehat dan efektif untuk mendukung sistem keuangan yang stabil, ¾ Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran, ¾ Meningkatkan efektivitas pelaksanaan “God Governance”, ¾ Memperkuat organisasi dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkompetensi tinggi dengan dukungan budaya kerja yang berbasis pengetahuan, 65 ¾ Mengintegrasikan transformasi Bank Indonesia sejalan dengan arah Bank Indonesia tahun 2008. 3.2 Sejarah Singkat Kantor Bank Indonesia Bandung Sebagai bank sentral, keberadaan Bank Indonesia memiliki peranan yang amat penting. Fungsi dan peranannya yang strategis tersebut terus berkembang, baik sejak tahun kelahirannya 1953 maupun sejak didirikannya sebagai Bank Umum dengan nama De Javasche Bank di tahun 1828. Seiring dengan perjalanannya, Bank Indonesia juga membuka kantor perwakilan di beberapa daerah, yang salah satunya berada di kota Bandung. Secara sederhana dapat diungkapkan bahwa keberadaan kantor-kantor perwakilan Bank Indonesia di daerah merupakan perpanjangan tangan dari kantor pusatnya di Jakarta. Dengan demikian fungsi dan perannya pada dasarnya identik dengan fungsi peran kantor pusatnya. Satu hal yang menarik sekaligus membedakan keberadaan De Javasche Bank cabang Bandung adalah pertimbangan pembukaannya di awal abad ke-20. Peride De Javasche Bank Agentschap Bandoeng Pendirian Kantor Bank Indonesia Bandung yang dulunya bernama De Javasche Bank Agentschap Bandoeng berawal dari adanya kekhawatiran pihak kalangan militer Hindia Belanda pada awal abad ke-20 terhadap kerajaan Inggris. Munculnya Inggris sebagai Negara super power, terutama armada lautnya dipandang sebagai ancaman 66 yang sewaktu-waktu dapat melakukan serangan ke seluruh koloni Belanda. Oleh karena itu, berdasarkan kesepakatan antara Presiden De Javasche Bank ke) 10, J. Reijsenbach dengan pemerintah Hindia Belanda, dilakukan upaya pengamanan kekayaan bank dari daerah pantai ke wilayah pedalaman, dan Bandung dianggap sebagai lokasi yang tepat dan strategis bagi penyimpanan kekayaan bank tersebut. Keinginan membangun kantor De Javasche Bank Agentschap Bandoeng dilaporkan kepada Dewan Militer dan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1902. selanjutnya keinginan tersebut ditanggapi oleh Sekretaris Pertama Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1903, yang mengharapkan kesediaan Direksi untuk menanggung biaya-biaya pendirian kelak ketika kantor cabang ini mulai memperoleh keuntungan. Pelaksanaan pembangunan sempat mengalami penundaan selama 3 tahun karena pertimbangan telah didirikannya kantor cabang De Nederlandsche Handlesbank (sekarang Bank Mandiri) pada tahun 1903. Persetujuan pendirian De Javasche Bank Agentschap Bandoeng dimulai setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Jenderal No. 44 tanggal 9 Desember 1908. Selanjutnya pada tanggal 30 Juni 1909 De Javasche Bank Agentschap Bandoeng resmi dibuka, meskipun masih menggunakan gedung sementara. Gedung De Javasche Bank Agentschap Bandoeng sendiri baru mulai dibangun secara permanent tahun 1915. Pada tanggal 5 Mei 1918 yaitu pada masa kepemimpinan L. W. Ven Suchtelen, pembangunan dinyatakan selesai dan mulai digunakan. 67 Masa Pendudukan Jepang Gedung kantor yang terletak di jalan Braga digunakan De Javasche Bank Agentschap Bandoeng hingga tahun 1942, yaitu pada masa penjajahan Jepang dimulai. Tidak diketahui dengan pasti penggunaan atas gedung kantor tersebut pada masa pendudukan Jepang. Besar kemungkinan gedung digunakan sebagai salah satu kantor bank Jepang yang beroperasi pada masa itu (misalnya Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, Mitsui Bank). Ketika Jepang menyerah pada Sekutu tahun 1945, salah satu yang dilakukan pemerintah Belanda saat kembali ke Indonesia adalah mengaktifkan bank-bank Belanda yang dilikuidasi pada masa pendudukan Jepang. Dalam rapat Direksi tanggal 9 Mei 1946, De Javasche Bank Agentschap Bandoeng dinyatakan dibuka kembali dengan tetap mengguanakn gedung kantor semula. Periode Bank Indonesia Kehadiran De Javasche Bank di Indonesia berakhir pada tahun 1953, setelah sebelumnya diputuskan UU Nasionalisasi De Javasche Bank dan ketika terjadi proses nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh Pemerintah Indonesia. Gedung De Javasche Bank Agentschap Bandoeng digunakan sebagai gedung Bank Indonesia cabang Bandung. Bank Indonesia ditetapkan sebagai bank sentral Republik Indonesia dan masih merupakan sebagai pengganti De Javasche Bank. Pada masa ini Bank Indonesia masih menjalankan fungsi bank komersial. Dengan disahkannya UU No. 13 tahun 1968 tentang bank sentral, maka berakhirlah aktivitas komersial Bank Indonesia yang dilakukan sejak jaman De 68 Javasche Bank. Sejak saat itu Bank Indonesia berperan sebagai agen pembangunan disamping peran utamanya sebagai bank sentral. Pada masa ini Bank Indonesia bertugas untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, mendorong produksi sehingga memperluas kesempatan kerja. Berkaitan dengan perannya yang baru ini, aktivitas Bank Indonesia semakin banyak dan beragam. Hal ini menyebabkan sarana pendukung yang digunakan pada waktu itu kurang memadai. Untuk memenuhi sarana pendukung tersebut, maka pada tahun 1982 dilakukan renovasi gedung kantor yang memakan waktu sekitar 9 bulan. Dengan melakukan penambahan ruang kerja dengan cara tidak mengubah sosok gedung asli, yaitu tambahan ruangan di lantai dua seluas ± 400 m2, sehingga luas kantor seluruhnya menjadi ± 800 m2. Sejak dikeluarkannya paket kebijakan tahun 1983, sektor perbankan nasional berkembang pesat. Di Jawa Barat kondisi ini menyebabkan timbulnya kebutuhan akan adanya koordinasi antar kantor Bank Indonesia di wilayah Jawa Barat agar memacu aktivitas perekonomian, khususnya sektor perbankan dapat berjalan lebih lancar. Sejalan dengan kepentingan ini, maka sejak tanggal 19 Maret 1986 Kantor Bank Indonesia Bandung ditetapkan sebagai Koordinator Kantor-Kantor Bank Indonesia di wilayah Jawa Barat (Tasikmalaya dan Cirebon). Fungsi Koordinator ini pada tahun 1996 diperluas hingga meliputi wilayah Bandar Lampung dan Palembang. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas Kantor Bank Indonesia Bandung dalam perekonomian regional dan nasional, daya tampung gedung lama dirasakan sudah kurang memadai. Untuk itu, Direksi Bank Indonesia memutuskan untuk memperluas 69 gedung Kantor Bank Indonesia Bandung. Perluasan bangunan baru tersebut menempati lahan seluas ± 13.370 m2, dengan luas banguan sekitar 11.900 m2 yang terdiri dari tujuh lantai. 3.3 Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan kerangka kerja yang mewujudkan pola kerja serta mengatur hubungan-hubungan di antara bidang-bidang kerja, maupun orangorang yang menunjukkan kedudukan dan peranan masing-masing jabatan dalam mewujudkan kerjasama suatu organisasi, dan agar adanya kesatuan arah dan langkah dalam pelaksanaan kegiatan suatu organisasi, serta adanya kejelasan pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari orang-orang yang melaksanakan tugas tersebut. Begitu pula halnya dengan Kantor Bank Indonesia Bandung mempunyai struktur organisasi. Dengan adanya struktur organisasi maka setiap pegawai akan mendapat kejelasan dan kepastian mengenai wewenang dan tanggung jawab dari setiap pegawai yang bekerja di Kantor Bank Indonesia Bandung. Struktur organisasi Kantor bank Indonesia Bandung terdiri dari pemimpin Bank Indonesia yang dibantu oleh seorang koordinator bidang yang membawahi tiga bidang, yaitu ekonomi dan moneter, sistem pembayaran, dan manajemen intern. Selain itu terdapat pengawas bank eksekutif senior yang bertugas sebagai koordinator bidang pengawasan bank. Pengawas bank eksekutif senior ini membawahi dua tim 70 pengawasan, yaitu pengawasan bank umum (BU) dan pengawasan bank perkreditan rakyat (BPR). Kepala bidang bertugas memimpin seksi-seksi yang berada pada bidangnya. Di Kantor Bank Indonesia Bandung terdapat tiga kepala bidang, yaitu: 1. Kepala Bidang Ekonomi dan Moneter yang membawahi tiga seksi, yaitu: a. Seksi Kajian Ekonomi dan Moneter (KEM), b. Seksi Pelaksanaan Kebijakan Moneter (PKM), dan c. Seksi Statistik Ekonomi dan Moneter. 2. Kepala Bidang Sistem Pembayaran yang membawahi empat seksi, yaitu: a. Seksi Kas, b. Seksi Pengedaran, c. Seksi Akunting, dan d. Seksi Kliring. 3. Kepala Bidang Manajemen Intern yang membawahi tiga seksi, yaitu a. Seksi Sumber Daya Manusia (SDM), dan b. Seksi Logistik, dan seksi Sekretariat, Komunikasi dan Pengamanan (SEKOPAM). Sedangkan pengawas bank terdiri dari Ketua Tim Pengawas Bank Umum dan Ketua Tim Pengawas Bank Perkreditan Rakyat. Tugas Ketua Tim Pengawas Umum adalah memimpin pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap bank umum, terutama bank umum yang berkator pusat di Bandung. Sedangkan Ketua Tim 71 Pengawas Bank Perkreditan Rakyat bertugas memimpin pengawasan terhadap Bank Perkreditan Rakyat yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung. Ketua tim pengawas ini setingkat pegawai pengawas bank eksekutif. Ketua Tim Pengawas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat membawahi seksi Administrasi dan Informasi Bank. 3.4 Tugas dan Fungsi Tugas dan fungsi satuan-satuan kerja Kantor Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut: Bidang Ekonomi Moneter A. Seksi Kajian Ekonomi Moneter (KEM) 1. Melakukan pengkajian ekonimi, moneter, dan perbankan di Jawa Barat, 2. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat untuk mendukung kebijakan Bank Indonesia, 3. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam rangka pengembangan perekonomian daerah, dan 4. Melaksanakan kegiatan kehumasan, B. Seksi Pelaksanaan Kebijakan Moneter (PKM) 1. Menatausahakan kredit likuiditas Bank Indonesia, 2. Melayani pemerintah dalam pembebanan rekening khusus pinjaman luar negeri (SPBSPM), 72 3. Melakukan kegiatan perizinan, pengawasan, dan pemeriksaan pedagang valuta asing (PVA), 4. Mengkoordinasikan pelaksanaan pemberian bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro dan kecil, 5. Bekerjasama dengan pemerintah daerah Jawa Barat membentuk dan mendukung pelaksanaan kegiatan P3UKM, 6. Menyelenggarakan pertemuan dengan instansi terkait dalam rangka pengembangan UMKM, dan 7. Menyediakan informasi yang berkaitan dengan pasar uang melalui terminal PIPU (Pusat Informasi Pasar Uang. C. Seksi Statistik Ekonomi dan Moneter (SEM) 1. Menerima, menyalidasi, mengirim, mencetak, mengkompitasi, dan menatausahan LBU, LHBU, dan SID, 2. Menyajikan data statistik ekonomi daerah dan perbankan, serta menyusun buku Sekda (Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah), 3. Menyelenggarakan kegiatan survei-survei antara lain SPE (Survei Penjualan Eceran), SK (Survei Konsumsi), SHPR (Survei Harga Properti Residensial), SPKOM (Survei Properti Komersial), 4. Memberikan informasi dalam rangka memenuhi permintaan data statistik baik dari intern maupun ekstern, 73 5. Memberikan informasi mengenai data debitur individual atas permintaan intern maupun ekstern, dan 6. Menatausahakan buku-buku, publikasi kantor pusat dan publikasi lainnya serta pelayanan perpustakaan. Bidang Sistem Pembayaran A. Seksi Kas 1. Mengelola uang dan warkat-warkat berharga dalam khazanah harian, 2. Membukukan dan melaksanakan pembayaran, penyetoran, dan penukaran uang kartal, 3. Membukukan dan melaksanakan jual-beli uang kertas asing, 4. Membuat laporan berkala mengenai per-kas-an, dan 5. Melakukan penelitian uang palsu. B. Seksi Pengedaran 1. Mengelola uang dan warkat-warkat berharga dalam khazanah harian, 2. Membuat perkiraan kebutuhan kas, 3. Merencanakan dan melaksanakan remise masuk dan keluar dari Kantor Pusat atau Kantor Bank Indonesia lain, 4. Melaksanakan kegiatan kas mobil, 5. Melaksnakan hitung ulang eks peti asli eks setoran bank-bank, 74 6. Melaksanakan dan menatausahakan kegiatan pemberian tanda tidak berharga (PTTB) dan pemusnahan uang, dan 7. Membuat laporan berkala mengenai pengedaran uang. C. Seksi Akunting 1. Mengelola rekening bank, pemerintah, dan pegawai, 2. Menatausahakan kartu contoh tanda tangan, 3. Menatausahakan warkat pembukuan yang akan diperhitungkan melalui kliring, 4. Membukukan warkat pembukuan hasil kliring, pemindahbukuan antar kantor, dan 5. Membuat laporan keuangan secara berkala. D. Seksi Kliring 1. Menyelenggarakan pertemuan kliring antar bank, 2. Menatausahakan peserta kliring, 3. Menatausahakan dan menyusun hasil kegiatan kliring, 4. Menatausahakan cek/bilyet giro kososng dan daftar hitam, dan 5. Membuat laporan perputaran kliring dan cel/bilyat giro kosong. 75 Bidang Manajemen Intern A. Seksi Sumber Daya Manusia (SDM) 1. Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan, penempatan, pembinaan, dan pemutusan hubungan kerja, 2. Menatausahakan data kepegawaian, 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan pegawai, dan 4. Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pembayaran gaji, upah, dan emolumen, deklarasi sakit, kerja lembur, pinjaman pegawai, cuti, absensi, THT, dan kesejahteraan pegawai lainnya. B. Seksi Logistik 1. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan dan anggaran tahunan (RKAT) dan mengevaluasinya, 2. Menatausahakan dan melaksanakan pengadaan barang dan jasa, 3. Melaksanakan pemeliharaan gedung, inventaris kantor, rumah dinas, rumah peristirahatan, dan perabotan serta sarana lainnya, 4. Menyelesaikan tagihan listrik, air, telepon, dan gas serta jasa pihak ketiga, dan 5. Membuat laporan berkala yang berkaitan dengan logistik. C. Seksi Sekretariat, Komunikasi, dan Pengamanan (SESKOPAM) 1. Menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek hukum, 2. Menatausahakan surat, warkat masuk dan keluar derta arsip sentral, 76 3. Melaksanakan kegiatan protokoler, 4. Mengoperasikan alay komunikasi masuk-keluar (telepon, teleks, fax), pemberian dan pencockan kode rahasia teleks, 5. Menatausahakan dan melaksanakan pengaman gedung kantor, tata tertib kantor, remise, kas mobil, rumah dinas, dan rumah peristirahatan serta sarana lainnya, 6. Merencanakan dan melaksanakan pelatihan yang berkaitan dengan tugas pengaman, dan 7. Membuat laporan berkala mengenai kesekretariatan, komunikasi, dan pengamanan. Bidang Perbankan A. Tim Pengawas Bank 1. Melakukan pembinaan terhadap bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang menjadi objek pengawasannya, 2. Melakukan pengawasan terhadap bank umum dan Bank Perkrediatan dalam wilayah kerja, 3. Menyelesaikan permohonan izin yang berkaitan dengan kelembagaan dan kegiatan operasional banu umum dan Bank Perkrediatan Rakyat dalam wilayah kerja, 4. Menyelesaikan proses pencabutan usaha bank umum dan Bank Perkrediatan Rakyat dalam wilayah kerja, 77 5. Memberikan bantuan atas pembinaan dan pengawasan kantor-kantor bank yang msempunyai Kantor Pusat di luar wilayah kerja, 6. Melakukan peran aktif dalam menciptakan perbankan yang sehat dalam wilayah kerja, dan 7. Melakukan evaluasi kesesuian antara komposisi tim pengawas dengan beban tugasnya. B. Seksi Administrasi dan Informasi Bank 1. Menyelenggarakan administrasi dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan bank, 2. Membuat data yang lengkap tentang profil bank umum dan Bank Perkrediatan Rakyat secara individu dan gabungan dalam wilayah kerja, 3. Menyampaikan laporan yang terkait dengan data base perbankan nasional secara berkala ke Kantor Pusat, 4. Memenuhi permintaan bank-bank tentang informasi ketentuan perbankan, dan 5. Melakukan pendendaan atas keterlambatan dan kesalahan laporan, BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini berisi pembahasan data dari hasil penelitian yaitu tentang sosialisasi Kantor Bank Indonesia Bandung mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang terkait, dengan tujuan penulisan yang telah dijelaskan pada bab pertama. Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan cara wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Data yang dibahas pada bab ini adalah data dari hasil wawancara dan studi kepustakaan yang dilakukan oleh penulis mulai dari bulan Desember 2007. Data yang diperoleh melalui tinjauan pustaka dipergunakan sebagai data pendukung untuk melengkapi dan menjelaskan data yang diperoleh melalui wawancara mendalam yang dilakukan oleh penulis. Wawancara utama dilakukan dengan seksi Kas Kantor Bank Indonesia Bandung, yang salah satu tugasnya adalah untuk memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposif sampling. Pertanyaan-pertanyaan dari hasil wawancara merupakan turunan dari variabelvariabel yang diteliti, yang diambil berdasarkan sosialisasi Kantor Bank Indonesia Bandung mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. Kantor Bank Indonesia Bandung sudah sejak lama melaksanakan program sosialisasi guna memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat. 78 . 79 Program sosialisasi diarahkan kepada kota-kota yang termasuk ke dalam wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung, kota-kota tersebut antara lain Bandung, Sukabumi, Cianjur, Sumedang, Garut, Subang, Purwakarta, dan Karawang. Program sosialisasi ini mulai diaktifkan kembali sejak tahun 2001. Umumnya, sosialisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia berbentuk penyuluhan langsung, penyelenggaraan pameran, penyebaran brosur, poster dan sticker, penulisan artikel dan iklan layanan masyarakat di surat kabar, serta siaran radio maupun televisi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dan penganjuran tindakan-tindakan yang perlu dilakukan masyarakat apabila menemukan uang palsu. Hal ini sesuai dengan definisi sosialisasi menurut Joseph R. Dominick: ”Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu kepada cara-cara di mana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu kelompok” (Effendy, 1999: 31). Di dalam melakukan kegiatan sosialisasi dibutuhkan strategi komunikasi yang tepat untuk menunjang keberhasilan sosialisasi itu sendiri. Dalam rangka menyusun strategi komunikasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktorfaktor pendukung dan faktor-faktor penghambat. Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponen-komponen komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut, yaitu: a. Mengidentifikasi audiens sasaran, Khalayak (audience) merupakan faktor penentu keberhasilan komunikasi. . 80 b. Menentukan tujuan komunikasi, Dari audiens sasaran, pemasar dapat mencari beberapa respons, yaitu: 1. respons kognitif, 2. respons afektif, atau 3. respons konatif (perilaku). c. Pemilihan saluran komunikasi, Secara umum ada dua saluran komunikasi yang dapat dipergunakan dalam upaya penyebarluasan pesan: saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi non-personal atau lazim disebut sebagai saluran komunikasi melalui media massa. d. Merancang pesan, Merumuskan pesan membutuhkan pemecahan empat masalah, yaitu: 1. Isi pesan, 2. Struktur pesan, 3. Format pesan, dan 4. Sumber pesan. e. Mengevaluasi program. Setelah menerapkan rencana promosi, komunikator harus mengukur pengaruhnya terhadap audiens sasaran. (Effendy, 1999 : 32-35) . 81 Tabel 4 .1 Contoh Kegiatan Sosialisasi KEGIATAN SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH 1. Acara : BI Sosialisasikan Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah 2. Tanggal : 31 Januari 2008 3. Tempat : Balai Patriot yang tepat berada di jantung kompleks perkantoran Pemkot Bekasi 4. Waktu : Pukul 09.00 WIB – 15.30 WIB 5. Penyelenggara : BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi 6. Pembicara : - Kasir Muda Senior Jimmy Eka Dungus - Kasir Muda Marzuki - Kasir Muda Mursid - Kasir Pertama Ismed 7. Peserta : 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi 8. Materi : sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada seluruh jajaran pegawai juru bayar di lingkungan Pemkot Bekasi. 9. Tujuan : sosialisasi antara lain bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah serta cara memperlakukan uang dengan baik. . 4.1 82 Analisis Audiens Sasaran Audiens adalah pihak yang mendapat pesan dari komunikator. Adapun audiens yang menjadi sasaran Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melaksanakan program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah adalah masyarakat yang berada di dalam wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung. Dalam upaya untuk mencapai keberhasilan sosialisasi, audiens merupakan faktor penentu keberhasilan. Sebelum melancarkan sosialisasi, komunikator terlebih dahulu harus mengetahui karakteristik audiensnya. Dalam mengidentifikasi audiens, Kantor Bank Indonesia Bandung membagi-bagi audiens sasarannya berdasarkan daerah yang termasuk ke dalam wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung (Bandung, Sukabumi, Cianjur, Sumedang, Garut, Subang, Purwakarta, dan Karawang), yaitu masyarakat yang mendiami wilayah perkotaan, kabupaten dan kecamatan. Dari hasil proses wawancara yang diperoleh penulis dari karyawan Kantor Bank Indonesia Bandung seksi Kas pada tanggal 4 Maret 2008, Bapak Wahyu menyebutkan bahwa didalam mengidentifikasi audiens sasarannya Kantor Bank Indonesia Bandung membagi kedalam dua kategori, yaitu: …., “Dalam mengidentifikasi audiens sasaran sosialisasi ini, Kantor Bank Indonesia Bandung membagi-bagi audiens sasarannya berdasarkan daerah yaitu audiens yang mendiami perkotaan serta audiens yang mendiami kabupaten dan kecamatan. Untuk wilayah perkotaan, audiens dibagi lagi ke dalam dua kelompok khusus” . 83 Seperti pada sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi oleh Kantor Bank Indonesia Bandung bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, target audiens yang hendak dicapai adalah 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi yang menghadiri acara sosialisasi tersebut. 4.1.1 Wilayah Perkotaan Pada masyarakat wilayah perkotaan, Kantor Bank Indonesia Bandung membagi-bagi audiens ke dalam kelompok dua khusus yaitu audiens berdasarkan profesi dan audiens berdasarkan tingkat pendidikan. Untuk audiens yang dibagi berdasarkan profesi antara lain: ¾ Teller/kasir perbankan, ¾ Pegawai negeri sipil (PNS), ¾ Pegawai swasta, ¾ Polisi, ¾ Jaksa, ¾ Wartawan, ¾ Pedagang, dan ¾ Guru. Sedangkan audiens yang dibagi berdasarkan tingkat pendidikan antara lain: ¾ Mahasiswa, ¾ Pelajar SD, . 84 ¾ Pelajar SMP, dan ¾ Pelajar SMU. Segmentasi audiens ini dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung agar komunikator dapat mengenal karakteristik audiens sasarannya. Karena selain kerangka referensinya dapat dipelajari sehingga pembicara dapat melakukan persuasif dengan efektif, juga dapat membantu Kantor Bank Indonesia Bandung dalam mengatasi peredaran uang palsu dan menyebarkan pesan kepada masyarakat lainnya. Selain itu, kelompok khusus dari kalangan para penegak hukum juga dapat membantu Kantor Bank Indonesia Bandung untuk menjadi tempat peraduan warga menemukan uang palsu dan menyelidiki lebih lanjut para pengedar uang palsu tersebut. Pada sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, audiens yang menjadi sasaran adalah 200 juru bayar yang bekerja di Pemkot Bekasi, yang pekerjaan sehari-harinya memang bergelut dengan uang dan bayar-membayar. Audiens dalam sosialisasi yang dilaksanakan di Bekasi ini berdasarkan audiens perkotaan berdasarkan tingkat profesi (pegawai negeri sipil). 4.1.2 Wilayah Kabupaten dan Kecamatan Pada wilayah kabupaten dan kecamatan, Kantor Bank Indonesia Bandung tidak membagi-bagi lagi audiens menjadi kelompok khusus, melainkan audiens disatukan . 85 dari berbagai profesi dan tingkat pendidikan ketika kegiatan penyuluhan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah berlangsung. Masyarakat yang hadir pada saat penyuluhan itu antara lain: ¾ Para pejabat setempat/camat, ¾ Guru-guru sekolah, ¾ Pedagang, ¾ Pemuka masyarakat, ¾ Bendahara dari berbagai instansi/dinas, perhotelan, dan ¾ Masyarakat umum lainnya. Masyarakat pada wilayah kabupaten dan kecamatan ini cenderung disatukan karena kesibukan masing-masing warga belum tinggi dan tingkat kebersamaan warga masih erat. Disini pihak Kantor Bank Indonesia Bandung mengajak orang-orang yang memiliki pengaruh untuk bekerja sama dalam menyampaikan pesan sehingga diharapkan dapat mempengaruhi dan mengajak masyarakat lainnya untuk menghadiri penyuluhan. Orang-orang yang memiliki pengaruh tersebut diantaranya: a. Para pejabat setempat/camat, b. Pemuka masyarakat, dan c. Ketua asosiasi pedagang. . 86 Orang-orang yang memiliki pengaruh di dalam masyarakat akan mempermudah dalam proses penyebaran pesan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, seperti yang dikemukakan oleh Kotler untuk mendorong pengaruh personal agar bertindak bagi kepentingan mereka sebagai berikut: Identifikasi individu dan perusahaan yang berpengaruh dan curahkan usaha tambahan bagi mereka. Ciptakan opini tokoh dengan memberi orang-orang tertentu produk dengan syarat yang menarik. Bekerja sama dengan komunitas yang berpengaruh. Gunakan orang yang berpengaruh dalam iklan yang bersifat pujian. Kembangkan iklan yang memiliki “nilai percakapan” tinggi. (Kotler, 2001 : 790-792) 4.2 Penetapan Tujuan Setiap kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu, tujuan yang dimaksud memunjuk pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku komunikasi. Wilbur Schramm (1974) mengatakan bahwa: Tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yakni: kepentingan sumber dan kepentingan penerima. Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan sumber: memberikan informasi, mendidik, menyenangkan/menghibur dan menganjurkan suatu tindakan/persuasi. Sedangkan tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima: memahami informasi, mempelajari, menikmati dan menerima atau menolak anjuran (Sendjaja, 1993: 44) Dari hasil proses wawancara mengenai tujuan dari diadakannya sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah pada tanggal 4 Maret 2008, Bapak Wahyu mengemukakan bahwa: Tujuan dari program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan kepada masyarakat yang berada di bawah wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung ini bertujuan agar masyarakat dapat membedakan antara uang asli . 87 dengan uang palsu, selain itu juga agar masyarakat mau membantu di dalam menanggulangi bertambah luasnya peredaran uang palsu, dengan cara melaporkan kepada polisi atau bank umum setempat apabila menemukan uang palsu….. Tujuan yang ditetapkan dalam melakukan kegiatan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung kepada audiens sasaran adalah: a. Agar audiens memiliki pengetahuan dan informasi yang akurat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, b. Agar audiens selalu memikirkan keselamatan dirinya masing-masing dari segala kerugian apabila memiliki uang palsu sehingga audiens terdorong agar selalu memeriksa keaslian setiap uang yang dimiliki, dan c. Agar audiens mau melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila menemukan uang palsu. Dalam wawancara dengan Kasir Muda BI Bandung Nuzirwan pada tanggal 4 Maret 2008 yang menyebutkan bahwa: “....Yang harus dilakukan, jika menemukan uang palsu, segeralah laporkan pada Bank Indonesia atau bank umum atau ke kantor polisi. Hal itu untuk menghentikan peredaran uang palsu”. Dalam sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, salah satu tujuan dari diadakannya acara sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap ciri-ciri keaslian uang . 88 rupiah serta cara memperlakukan uang dengan baik (respons kognitif). Seperti yang dikemukakan lagi oleh Kasir Muda BI Bandung Nuzirwan pada tanggal 2 Mei 2008, bahwa tujuan dari diadakannya sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi: ….diadakannya sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan detail tentang mengenali ciri-ciri uang rupiah yang asli, karena pekerjaan mereka yang kesehariannya memang berhubungan dengan transaksi dengan uang. Berdasarkan tujuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Kantor Bank Indonesia Bandung menghendaki respon kognitif (kesadaran dan pengetahuan), respon afektif (perasaan), dan respon konatif (perilaku/tindakan) dari audiens sasaran. Seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2001: 781) dalam Perspektif Pemasaran bahwa: …, Begitu pasar sasaran dan karakteristik telah diidentifikasi, komunikator pemasaran harus mememutuskan respons audiens yang diharapkan. Pemasar dapat mencari respons kognitif, afektif, atau perilaku dari audiens sasaran. Yaitu, pemasar dapat memasukkan sesuatu ke dalam pikiran konsumen, mengubah sikap konsumen, atau membuat konsumen bertindak. 4.3 Pemilihan Saluran Komunikasi Secara umum ada dua saluran komunikasi yang dapat dipergunakan dalam upaya penyebarluasan pesan: saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi nonpersonal atau lazim disebut sebagai saluran komunikasi melalui media massa . 89 Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dengan menggunakan kedua saluran komunikasi tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Bapak Wahyu pada tanggal 4 Maret 2008 bahwa: ”Saluran komunikasi yang dipakai oleh Kantor Bank Indonesia Bandung dalam malakukan sosialisasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah meliputi dua saluran komunikasi, yaitu saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi nonpersonal”. 4.3.1 Saluran Komunikasi Personal Saluran komunikasi personal, baik yang bersifat langsung perorangan (individual) ataupun melalui kelompok, lebih persuasif dibandingkan dengan saluran media massa. Dalam hal dampaknya, upaya penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal ini juga dipandang efektif. Namun demikian, penggunaan saluran ini mempunyai kekurangan yakni: daya jangkau dan kecepatan penyampaian pesannya terbatas. Kantor Bank Indonesia Bandung memakai saluran komunikasi personal dengan melakukan penyuluhan langsung melalui presentasi kepada audiens sasaran. Pada wilayah kabupaten dan kecamatan, Kantor Bank Indonesia Bandung melakukan penyuluhan terbuka kepada masyarakat dan bekerja sama dengan komunitas yang berpengaruh/para pemuka pendapat (opinion leader) dalam menyampaikan pesan sehingga diharapkan dapat menyebarkan pesannya kembali kepada masyarakat lainnya setelah penyuluhan berlangsung bersamaan dengan penyebaran brosur dan iklan layanan masyarakat (teori multi langkah). . 90 Sedangkan pada wilayah perkotaan penyuluhan dilakukan dengan cara mendatangi komunitas-komunitas sasaran yang telah dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan secara disengaja. Selain itu, Kantor Bank Indonesia Bandung juga mengundang komunitas-komunitas tertentu ke gedung Kantor Bank Indonesia Bandung untuk diberikan penyuluhan. Saluran komunikasi ini lebih efektif dalam mempengaruhi audiens karena memberikan kesempatan kepada komunikator untuk memberikan presentasi dan dapat langsung memperoleh umpan balik dari audiens yang menghadiri penyuluhan. Seperti dalam sosialisasi yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, sosialisasi dilakukan melalui penyuluhan langsung kepada 200 peserta sosialisasi. Ketika penyuluhan berlangsung, peserta sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah ini dengan seksama memperhatikan materi yang disampaikan oleh komunikator mengenai cara membedakan antara uang asli dan uang palsu. Sosialisasi yang dilaksanakan di Bekasi ini lebih efektif karena komunikator dapat secara langsung mengetahui respons dari audiens, dan adanya interaksi langsung antara komunikator dengan komunikan (audiens), misalnya jika ada yang kurang dipahami dari materi yang disampaikan oleh komunikator, peserta dapat langsung menanyakannya, dan akan mendapatkan jawaban langsung dari komunikator pada saat itu juga, seperti yang dikemukakan oleh Kasir Muda BI Nuzirwan pada wawancara tanggal 2 Mei 2008: . 91 ”...salah satu keunggulan diadakannya penyuluhan langsung sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi adalah komunikator dapat secara langsung mendapatkan respons dari audiens yang hadir...” 4.3.2 Saluran Komunikasi Non Personal Sedangkan untuk saluran komunikasi nonpersonal yang digunakan untuk menyebarkan pesan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung kepada audiens sasarannya antara lain melalui: a. Brosur, Brosur dipilih karena dapat menampilkan uraian mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah secara komprehensif, sitematis, dan rinci. Brosur ini disebarkan pada saat dilakukannya kegiatan penyuluhan, selain itu disebarkan juga pada tempat-tempat keramaian seperti pusat-pusat perbelanjaan, stasiun kereta api, terminal bus, dan lain-lain. Brosur juga dikirim kepada perbankan/lembaga-lembaga lainnya. Brosur disebarkan ketika penyuluhan berlangsung agar audiens dapat mengingat kembali pesan yang telah disampaikan dan diharap dapat menyebarkan pesan kepada audiens lainnya. Di bawah ini contoh dari brosur mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, cara memperlakikan uang dengan benar, dan sanksi pidana bagi pelaku pemalsuan uang rupiah yang disebarkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung. . Gambar 4.1 Tampak Depan Brosur “Kenali Rupiah Anda” 92 . Gambar 4.2 Tampak Belakang Brosur “Kenali Rupiah Anda” 93 . 94 b. Poster dan sticker, c. Iklan layanan masyarakat pada bioskop-bioskop lokal, Pemasangan iklan layanan masyarakat pada bioskop-bioskop lokal dipilih karena dapat menjangkau audiens lokal. d. Iklan layanan masyarakat pada radio, Iklan layanan masyarakat yang dipasang pada radio, biasanya berisi tentang bagaimana cara mengenali uang rupiah yang asli dengan cara 3D, yaitu dilihat, diraba, dan diterawang. e. Penulisan artikel pada surat kabar, f. Iklan layanan masyarakat pada surat kabar, dan g. Iklan layanan masyarakat pada stasiun TV nasional dan surat kabar nasional. Pemasangan iklan layanan masyarakat pada stasiun TV nasional dan surat kabar nasional dipilih karena pesan yang disampaikan dapat menjangkau audiens secara nasional. Tetapi sampai saat ini Kantor Bank Indonesia Bandung belum memasang iklan layanan masyarakat pada saluran televisi, radio, bioskop, dan surat kabar, baik yang berskala nasional maupun lokal. Untuk pemasangan iklan layanan masyarakat pada televisi, radio, maupun surat kabar mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah baru dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia yang berkedudukan di Jakarta. Kantor . 95 Bank Indonesia Bandung baru menggunakan saluran komunikasi brosur, poster, dan sticker untuk memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Wakyu dalam wawancara tanggal 4 Maret 2008 yang menjelaskan bahwa: Untuk saluran komunikasi nonpersonal dalam mensosialisasikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat, Kantor Bank Indonesia Bandung baru melakukannya melalui media brosur, poster, dan sticker. Selebihnya sosialisasi melalui iklan layanan masyarakat pada surat kabar, televisi, maupun radio dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia Jakarta. Ketika acara penyuluhan langsung sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, selain memberikan penyuluhan secara langsung kepada 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi, BI juga menyebarkan brosur kepada para peserta penyuluhan tersebut (teori multi langkah), hal ini dilakukan agar para 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi yang menghadiri penyuluhan ini dapat mendapatkan pengetahuan yang lebih mengenai cara mengenali keaslian uang rupiah selain dari materi yang diberikan oleh komunikator, serta agar brosur tersebut dapat disebarkan lagi kepada orang lain. 4.4 Perancangan dan Pelaksanaan Pesan Sebelum program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dilaksanakan, maka Kantor Bank Indonesia Bandung terlebih dahulu harus menetapkan pesan apa yang akan disampaikan kepada audiens yang dituju. Jadi didalam menjalankan sebuah program, pesan sangatlah penting. Pesan yang . 96 dimaksud tentunya harus berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam program tersebut. Beberapa faktor dalam merancang dan melaksanakan pesan yang diperhatikan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah antara lain: 4.4.1 Isi Pesan Komunikator harus memikirkan apa yang akan dikatakan kepada audiens sasaran untuk menghasilkan respons yang diinginkan. Proses ini merumuskan manfaat, motivasi, identifikasi, atau alasan mengapa audiens harus memikirkan atau menyelidiki produk itu. Isi pesan biasanya dibalut dengan formulasi yang memudahkan penerimaan pesan, sementara wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri. Selanjutnya isi pesan yang disampaikan oleh komunikator ketika penyuluhan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung berlangsung antara lain : • Daya tarik rasional Komunikator menegaskan kepada audiens tentang betapa pentingnya mengetahui ciri-ciri keaslian uang rupiah agar terhindar dari resiko-resiko yang akan menimpa . 97 apabila memiliki uang palsu. Dalam hal ini diharapkan audiens menyadari betapa pentingnya informasi dan pengetahuan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah. • Daya tarik emosional Komunikator menyampaikan kepada audiens agar selalu memikirkan keselamatan masing-masing dari segala kerugian apabila memegang uang palsu. Dalam hal ini diharapkan audiens menjadi terdorong untuk selalu memeriksa uang yang dimiliki masing-masing. • Daya tarik moral Komunikator menyampaikan kepada audiens agar ikut berpartisipasi dalam mengatasi peredaran uang palsu dengan cara segera melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila menemukan uang palsu dan tidak mengedarkan kembali/menipu orang lain dengan uang palsu tersebut. Dalam hal ini disampaikan mengenai sanksi hukum terhadap para pengedar uang palsu. Di dalam sosialisasi yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, materi (isi pesan) yang hendak disampaikan kepada 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi adalah mengenai bagaimana cara membedakan antara uang rupiah asli dengan uang rupiah palsu dengan cara-cara tertentu agar dapat terhindar dari peredaran uang palsu yang dapat menimbulkan kerugian. Untuk dapat menyampaikan dan menciptakan pesan yang dapat diterima oleh sasaran komunikasi, maka menurut Effendy: . 98 “Pesan tidak hanya sekedar disampaikan dan tidak peduli apakah pesan tersebut efektif atau tidak. Pesan haruslah jelas dan mempunyai daya tarik tersendiri, sehingga komunikan yang terkena terpaan pesan akan mengerti pesan yang disampaikan” (Effendy, 1990: 14). Sedangkan untuk pesan dalam media cetak yang berbentuk brosur, Kantor Bank Indonesia Bandung menyampaikan pesan sebagai berikut : • Himbauan agar selalu mengenali keaslian uang dari rupiah yang sah, • Ciri-ciri dan teknik untuk mengenali keaslian uang dari berbagai pecahan uang kertas dan logam secara detail dan sistematis, 1. Ciri-ciri umum pada uang kertas rupiah: ¾ Bahan uang kertas adalah kertas/plastik dengan spesifikasi khusus yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, ¾ Tanda air – Pada uang kertas terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya, ¾ Benang pengaman – Ditanam di tengan ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultra violet dengan satu warna atau beberapa warna, ¾ Cetak intaglio – Cetakan timbul yang terasa kasar apabila diraba, . 99 ¾ Rectoverso – Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya, ¾ Optical Variable Ink – Hasil cetak mengkilap (glitteing) yang berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda, ¾ Tulisan Makro – tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar, ¾ Invisible Ink – Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di bawah sinar ultra violet, ¾ Multi layer latent image/metal layer – Teknik cetak dimana dalam satu bidang cetakan terlihat lebih dari satu obyek gambar bila dilihat dai sudut pandang tertentu, dan ¾ Color window/clear window – Pada kertas uang terdapat bagian yang terbuat dari plastik transparan berwarna/tidak berwarna. 2. Teknik mengenali keaslian uang rupiah: Dikenal dengan 3D, yaitu: ¾ Dilihat Artinya, bila dilihat, ciri-ciri uang asli tersebut gambar dan warna uang terlihat terang dan jelas, terdapat benang pengaman yang tertanam pada kertas uang dan tampak seperti garis melintang, seta tinta yang berubah warna bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda (optically variable ink) terletak di sudut kanan bawah bagian depan. . 100 ¾ Diraba Berikutnya bila diraba, bagian angka, tulisan dan gambar utama dicetak intaglio sehingga terasa kasar/timbul bila diraba. ¾ Diterawang Terakhir, bila diterawang terlihat tanda air (watermark) berupa gambar pahlawan nasional, dan terlihat gambar saling isi (rectoverso) yang beradu tepat atau saling mengisi antara depan dan belakang. Seperti yang dijelaskan oleh Nuzirwan, Kasir Muda Senior pada tanggal 4 Maret 2008, bahwa: “yang paling sederhana untuk orang awam agar memahami ciri-ciri uang asli adalah 3D, yaitu dilihat, diraba, dan diterawang”. Di bawah ini dapat dilihat perbedaan ciri-ciri uang kertas antara uang kertas asli dengan uang kertas palsu pecahan Rp. 20.000,- dan Rp. 100.000,-: . 101 Gambar 4.3 Uang Palsu Rp. 20.000,- Tampak Depan Gambar 4.4 Uang Palsu Rp. 20.000,- Tampak Belakang . 102 Gambar 4.5 Uang Asli Rp. 20.000,- Tampak Depan Gambar 4.6 Uang Asli Rp. 20.000,- Tampak Belakang . 103 Perbedaan antara uang asli dan uang palsu pecahan Rp. 20.000,- dapat dilihat dari: Gambar logo-logo Bank Indonesia pada pecahan Rp. 20.000,- terlihat lebih kecil dan warna lebih pudar dibandingkan dengan yang asli. Warna silver benang pengaman terlihat lebih buram (kurang mengkilap) dari yang asli. Tulisan “Gubernur”, “Deputi Gubernur”, dan tanda tangan terlihat lebih tebal. Lipatan-lipatan kertas uang palsu pecahan Rp. 20.000,- terlihat seperti kertas biasa yang kusut, berbeda dengan lipatan-lipatan kertas uang asli. Sekilas uang pecahan Rp. 20.000,- terlihat sama dengan uang aslinya. Hampir sulit dibedakan dengan kasat mata. Pemalsuan yang cukup sempurna. Permukaan uang palsu lebih licin seperti kertas faksimili serta ketebalannya pun lebih tipis dibandingkan dengan uang asli. Bila diraba, bagian angka, tulisan, dan gambar utama tidak terasa kasar/timbul. Panjang dan lebar uang palsu lebih kecil dari uang asli. Semua ciri-ciri tersebut berlaku pada setiap pecahan uang kertas palsu Rp. 20.000,-, Rp. 50.000,-, dan Rp. 100.000,-. . 104 Gambar 4.7 Uang Palsu Rp. 100.000,- Tampak Depan Gambar 4.8 Uang Palsu Rp. 100.000,- Tampak Belakang . 105 Gambar 4.9 Uang Asli Rp. 100.000,- Tampak Depan Gambar 4.10 Uang Asli Rp. 100.000,- Tampak Belakang . 106 Sedangkan untuk membandingkan antara uang asli dan uang palsu pecahan Rp. 100.000,- dapat dilihat dengan ciri-ciri sebagai berikut: Pada pecahan Rp. 100.000,-, tulisan “Bank Indonesia”, “Seratus Ribu Rupiah”, “Rp. 100.000,-“, dan bacaan Proklamasi mempergunakan huruf yang lebih tebal serta gambar background, baik tampak depan maupun tampak belakang terlihat samar dan kurang jelas. Gambar “Soekarno” lebih buram dibandingkan dengan uang asli. Yang paling menonjol dari uang palsu pecahan Rp. 100.000,- ini adalah tidak terdapatnya benang pengaman. Uang palsu pecahan Rp.100.000,- digunting karena penulis meminjam uang tersebut dari salah satu bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang berkedudukan di Bandung, yang apabila mendapatkan uang palsu akan langsung digunting untuk menghindari terjadinya perputaran peredaran uang palsu dan melaporkannya kepada Kantor Bank Indonesia setempat guna mendukung program Bank Indonesia dalam mensosialisasikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat. Permukaan uang palsu lebih licin seperti kertas faksimili serta ketebalannya pun lebih tipis dibandingkan dengan uang asli. Bila diraba, bagian angka, tulisan, dan gambar utama tidak terasa . 107 kasar/timbul. Panjang dan lebar uang palsu lebih kecil dari uang asli. Semua ciri-ciri tersebut berlaku pada setiap pecahan uang kertas palsu Rp. 20.000,-, Rp. 50.000,-, dan Rp. 100.000,-. • Tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat apabila menemukan uang yang diragukan keasliannya, 1. Masyarakat melaporkan uang tersebut kepada Bank Indonesia, Bank umum, atau pihak Kepolisian. 2. Bank umum melakukan hal-hal sebagai berikut: ¾ Menahan uang tersebut dan tidak memberi penggantian, ¾ Menjaga fisik uang agar tidak rusak, ¾ Mencatat identitas pelapor/penyetor, dan ¾ Menyampaikan laporan ke Bank Indonesia. • Cara-cara untuk memperlakukan uang dengan benar, dan 1. Simpanlah uang secara benar pada tempatnya, 2. Hindarkan perusakan fisik uang dari coretan, staples, selotip, peremesan, dan sebagainya, dan 3. Tukarkan uang lusuh, rusak, terbakar sebagian, dan cacat ke Bank Indonesia. • Mencantumkan sanksi pidana terhadap para pengedar dan pemalsu uang. Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau . 108 menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli atau tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (vide Pasal 244 KUHP). Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa isi pesan yang disebarkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung dalam penyuluhan mengikuti pernyataan Kotler, sedangkan brosur tidak mengikuti pernyataan Kotler tentang aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam merancang isi pesan. Menurut Kotler, terdapat tiga jenis daya tarik, yaitu: (1) Daya tarik rasional menarik minat audiens sendiri. Daya tarik ini memperlihatkan bahwa produk itu akan mengahasilkan manfaat yang dinyatakannya. (2) Daya tarik emosional berusaha mendorong emosi negatif atau positif yang akan memotivasi pembelian. (3) Daya tarik moral diarahkan ke perasaan audiens mengenai apa yang benar dan pantas. Daya tarik ini sering digunakan untuk mendesak orang untuk alasan-alasan sosial. (Kotler, 2001 : 784-786). 4.4.2 Struktur Pesan Untuk mengajak audiens agar menghadiri penyuluhan di kabupaten dan keacamatan, Kantor Bank Indonesia Bandung selalu bekerja sama dengan pejabatpejabat setempat dalam mengadakan penyuluhan. Sehingga pejabat-pejabat itu bisa mengajak masyarakat-masyarakat wilayahnya dari berbagai macam profesi untuk menghadiri penyuluhan. Kantor Bank Indonesia Bandung juga mencantumkan namanama pejabat dan orang yang berpengaruh yang akan memberikan sambutan pada . 109 undangan dan spanduk seperti pemuka pendapat. Hal ini dapat membangkitkan perhatian audiens, karena tingkat keeratan antar warga dan rasa hormat terhadap orang yang berpengaruh masih sangat kuat sehingga mendorong audiens untuk menghadiri penyuluhan tersebut. Selain pejabat setempat, Kantor Bank Indonesia Bandung juga bekerja sama dengan orang-orang yang berpengaruh lainnya, seperti ketua asosiasi pedagang yang dapat membawa para pedagang untuk menghadiri penyuluhan dan memberikan kesadaran kepada para pedagang lainnya, betapa pentingnya untuk mengetahui ciriciri keaslian uang rupiah demi keselamatan masing-masing. Seperti yang dikemukakan oleh Nuzirwan, Kasir Muda Senior, pada tanggal 2 Mei 2008, mengemukakan bahwa dalam sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi menyebutkan bahwa: “Bila ada uang palsu yang ditemukan maka masyarakat merasa dirugikan. Untuk itu masyarakat perlu mengetahui lebih banyak mengenai ciri-ciri uang asli dan palsu.....” Sedangkan pada wilayah perkotaan, Kantor Bank Indonesia Bandung mengundang audiens untuk berkunjung ke gedung Kantor Bank Indonesia Bandung yang berkedudukan di jalan Braga nomor 108 Bandung untuk diberikan penyuluhan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selain mengundang audiens untuk datang, Kantor Bank Indonesia Bandung juga mendatangi tempat-tempat/lembaga-lembaga untuk memberikan penyuluhan. . 110 Kantor Bank Indonesia Bandung membangkitkan kebutuhan audiens sasarannya dengan cara menekankan agar audiens terhindar dari segala kerugian yang akan menimpa apabila memiliki uang palsu. Baik itu kerugian materiil maupun kerugian fisik. Dalam hal ini Kantor Bank Indonesia Bandung menyampaikan pentingnya keselamatan audiens dari peredaran uang palsu. Sehingga diharap audiens dapat mengikuti segala himbauan-himbauan yang disampaikan. Ketika penyuluhan berlangsung, audiens yang hadir diberikan makanan berupa snack dan diberikan uang sebesar Rp. 35.000,- per orang untuk mengganti segala biaya dan waktu yang dikeluarkan audiens untuk menghadiri penyuluhan. Hal ini dimaksudkan untuk memuaskan audiens yang hadir dan mengharapkan agar audiens dapat menyampaikan kembali pesan tersebut kepada masyarakat lainnya yang tidak menghadiri penyuluhan. Pada wilayah kabupaten dan kecamatan dari kota sasaran, presentasi diberikan sambil diiringi dengan lagu-lagu khas daerah dan diselingi dengan pengucapan bahasa khas daerah masing-masing. Pembicara menyampaikan pesan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dan teknik-teknik untuk membedakan mana uang yang asli dan palsu. Pembicara (komunikator) mendemonstrasikan teknik tersebut dan meminta audiens agar mempraktikkan demonstrasi tersebut dengan memakai uang masing-masing. Demonstrasi ini berlangsung sambil diselingi dengan games yang menghibur audiens. Seperti mengajak salah seorang audiens untuk mencoba membedakan dan memilih uang palsu yang telah disusun secara acak, Kantor Bank Indonesia Bandung memberikan hadiah berupa souvenir. . 111 Dalam sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi oleh Pemkot Bekasi, BI mendatangi audiens sasaran untuk melakukan penyuluhan langsung. Sosialisasi penyuluhan langsung ini diadakan di Balai Kota yang tepat berada di jantung kompleks perkantoran Pemkot Bekasi. Berdasarkan keterangan di atas, struktur pesan yang dipakai Bank Indonesia dalam melakukan sosialisasi secara langsung kepada audiens memakai model “ANSVA”, yaitu : • Attention Membangkitkan perhatian audiens dengan cara bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki pengaruh dan mencantumkan nama orang-orang yang memiliki pengaruh tersebut pada undangan dan spanduk. • Needs Membangkitkan kebutuhan audiens dengan mengajak audiens agar selamat dari segala kerugian yang akan menimpa apabila memiliki uang palsu. • Satisfaction Memberikan pemuasan kepada audiens yang menghadiri dengan memberikan snack dan uang untuk mengganti segala biaya dan waktu yang telah dikeluarkan untuk menghadiri penyuluhan. Selain itu, penyuluhan juga diselingi dengan permainan / games yang menghibur audiens. . • 112 Visualization Mendemonstrasikan ciri-ciri dan teknik-teknik untuk mengenali keaslian uang rupiah oleh komunikator sekaligus mengajak audiens agar mempraktikkan demontrasi tersebut dengan memakai uang masing-masing. • Action Memberikan kesimpulan dan menegaskan kepaada audiens agar ikut berpartisipasi dalam mengatasi peredaran uang palsu dengan cara selalu memeriksa uang dan melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila menemukan dan menerima uang palsu. Sedangkan untuk pesan dalam media cetak yang berbentuk brosur, Kantor Bank Indonesia Bandung menyampaikan pesan sebagai berikut : • Himbauan agar selalu mengenali uang rupiah yang sah. • Ciri-ciri dan teknik untuk mengenali keaslian uang dari berbagai pecahan uang kertas dan logam secara detil dan sistematis. 1. Ciri-ciri umum pada uang kertas rupiah: ¾ Bahan uang kertas adalah kertas/plastik dengan spesifikasi khusus yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, ¾ Tanda air – Pada uang kertas terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya, . 113 ¾ Benang pengaman – Ditanam di tengan ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultra violet dengan satu warna atau beberapa warna, ¾ Cetak intaglio – Cetakan timbul yang terasa kasar apabila diraba, ¾ Rectoverso – Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya, ¾ Optical Variable Ink – Hasil cetak mengkilap (glitteing) yang berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda, ¾ Tulisan Makro – tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar, ¾ Invisible Ink – Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di bawah sinar ultra violet, ¾ Multi layer latent image/metal layer – Teknik cetak dimana dalam satu bidang cetakan terlihat lebih dari satu obyek gambar bila dilihat dai sudut pandang terterntu, dan ¾ Color window/clear window – Pada kertas uang terdapat bagian yang terbuat dari plastik transparan berwarna/tidak berwarna. 2. Teknik mengenali keaslian uang rupiah: Dikenal dengan 3D, yaitu: . 114 ¾ Dilihat Artinya, bila dilihat, ciri-ciri uang asli tersebut gambar dan warna uang terlihat terang dan jelas, terdapat benang pengaman yang tertanam pada kertas uang dan tampak seperti garis melintang, seta tinta yang berubah warna bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda (optically variable ink) terletak di sudut kanan bawah bagian depan. ¾ Diraba Berikutnya bila diraba, bagian angka, tulisan dan gambar utama dicetak intaglio sehingga terasa kasar/timbul bila diraba. ¾ Diterawang Terakhir, bila diterawang terlihat tanda air (watermark) berupa gambar pahlawan nasional, dan terlihat gambar saling isi (rectoverso) yang beradu tepat atau saling mengisi antara depan dan belakang. . 115 Gambar 4.11 Juru bayar Pemkot Bekasi dalam mengenali keaslian uang rupiah Pada Gambar 4.11 di atas, dapat dilihat para peserta acara sosialisasi ciriciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi, yaitu para juru bayar Pemkot Bekasi sedang mempraktekkan cara mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah dengan cara 3D, yaitu dilihat, diraba, dan diterawang, Setelah komunikator menyampaikan materi mengenai bagaimana mengenai ciri-ciri uang rupiah yang asli, 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi diminta untuk membedakannya dengan menggunakan uang masing-masing dengan cara 3D tersebut, sesuai dengan materi yang telah diberikan oleh komuniktor ketika penyuluhan tadi. Seperti yang . 116 dijelaskan oleh Kasir Muda Nuzirwan pada wawancara tanggal 2 Mei 2008 bahwa: ....pada saat 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi diminta untuk mempraktekkan bagaimana cara mengenali keaslian uang rupiah tersebutdengan memakai uang masing-masing dengan cara 3D sesuai dengan materi yang telah diberikan, mereka terlihat sangat antusias dan mempraktekkannya beramai-ramai dengan peserta yang lain sambil sesekali berdiskusi. • Tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat apabila menemukan uang yang diragukan keasliannya. 1. Masyarakat melaporkan uang tersebut kepada Bank Indonesia, bank umum, atau pihak Kepolisian. 2. Bank umum melakukan hal-hal sebagai berikut: ¾ Menahan uang tersebut dan tidak memberi penggantian, ¾ Menjaga fisik uang agar tidak rusak, ¾ Mencatat identitas pelapor/penyetor, dan ¾ Menyampaikan laporan ke Bank Indonesia. • Cara-cara untuk memperlakukan uang dengan benar, dan 1. Simpanlah uang secara benar pada tempatnya, 2. Hindarkan perusakan fisik uang dari coretan, staples, selotip, peremesan, dan sebagainya, dan . 117 3. Tukarkan uang lusuh, rusak, terbakar sebagian, dan cacat ke Bank Indonesia. • Mencantumkan sanksi pidana terhadap para pengedar uang palsu. Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli atau tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (vide Pasal 244 KUHP). Mengacu kepada model “ANSVA” untuk pembuatan struktur pesan yang efektif, maka isi pesan dalam brosur yang disebarkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung dapat digambarkan sebagai berikut : • Attention Memberikan himbauan agar selalu mengenali uang rupiah. • Needs Mencantumkan keterangan yang sangat rinci, komprehensif dan sistematis untuk mengenali keaslian uang rupiah. • Satisfaction Menyediakan ciri-ciri untuk mengenali keaslian uang kertas dan logam dari berbagai pecahan. . 118 • Visualization Memberikan gambar/citra yang telah diperbesar tentang bagian-bagian uang kertas dan logam yang dapat dipakai untuk mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah. • Action Memberikan informasi tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan apabila menemukan uang palsu dan cara-cara memperlakukan uang dengan benar. Hal tersebut sesuai dengan salah satu model yang dapat digunakan untuk membuat struktur pesan yang efektif yaitu model “ANSVA”. Model ini memberikan gambaran bahwa seorang komunikator harus mampu membangkitkan perhatian orang lain (attention), mampu membangkitkan kebutuhan audiens terhadap apa yang komunikator sampaikan (needs), memberikan pemuasan terhadap kebutuhan audiens (satisfaction), mampu memproyeksikan gagasan komunikator (visualization), dan menegaskan gagasan agar audiens bertindak (action). 4.4.3 Format Pesan Komunikator harus mengembangkan format pesan yang kuat untuk menyampaikan pesan agar tujuan dari pesan yang disampaikan tersebut dapat tercapai dengan efektif dan efisien. . 119 Format pesan mengacu kepada penyajian pesan yang akan disampaikan. Dalam melakukan sosialisasi melalui penyuluhan langsung dengan audiens pada wilayah kabupaten dan kecamatan, komunikator menyampaikan presentasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah diiringi dengan lagu-lagu daerah dan pengucapan satu atau dua patah kata dengan menggunakan bahasa daerah dari wilayah audiens sasaran. Dalam hal ini, komunikator mengacu kepada prinsip homofili. Homofili yaitu tuntutan bagi pembicara agar berusaha mengetengahkan persamaan-persamaan dalam hal kebiasaan atau adat istiadat dengan audiens ketika melakukan kegiatan sosialisasi.. Ketika penyuluhan berlangsung, presentasi yang disampaikan oleh komunikator selalu diiringi dengan permainan/games yang menghibur audiens. Hal ini berbeda dengan audiens pada wilayah perkotaan yang telah dibagi-bagi menjadi kelompok sasaran berdasarkan profesi dan tingkat pendidikan. Permainan/games umumnya hanya digunakan pada kelompok sasaran para pelajar sekolah dasar. Sedangkan untuk format pesan yang disebarkan melalui brosur dicantumkan berbagai ilustrasi untuk mengenali keaslian uang rupiah dari berbagai pecahan uang. Setiap pecahan diberikan gambar mengenai bagian-bagian yang menjadi ciri-ciri untuk mengenali keaslian uang rupiah. Informasi yang disampaikan adalah mengenai tindakan-tindakan yang harus dilakukan audiens apabila menemukan uang palsu, cara memperlakukan uang dengan benar dan sanksi pidana bagi para pengedar dan pemalsu uang. . 120 Seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2001: 788) bahwa: “…, Dalam iklan cetakan, komunikator harus memutuskan mengenai berita utama, salinan, ilustrasi dan warna….”. 4.4.4 Sumber Pesan Sumber pesan atau komunikator yang menarik dalam menyampaikan pesan seringkali memperoleh perhatian yang lebih besar dan juga mudah untuk diingat. Dalam rangka mencapai komunikasi yang efektif agar tujuan komunikasi dapat tercapai, terdapat tiga karakteristik sumber atau komunikator yang perlu diperhatikan, yakni: “credibility” (kredibilitas), “attractiveness” (daya tarik) dan “power “ (kekuasaan/kekuatan). Komunikator yang menyampaikan pesan ketika penyuluhan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah berlangsung adalah kasir-kasir Kantor Bank Indonesia Bandung yang memiliki keahlian untuk mengenali ciri-ciri uang palsu dan menguasai teknikteknik untuk membedakan antara uang palsu dan uang asli. Dan pada wilayah kabupaten dan kecamatan, Kantor Bank Indonesia Bandung selalu bekerja sama dengan para pejabat setempat dan orang-orang yang berpengaruh lainnya seperti pemuka masyarakat serta ketua asosiasi pedagang untuk menyampaikan pesan dan memberikan pidato mengenai pentingnya mengetahui keaslian uang rupiah. . 121 a. credibility (kredibilitas), Kredibilitas merujuk pada suatu kondisi dimana si sumber dinilai mempunyai pengetahuan, keahlian atau pengalaman yang relevan dengan topik pesan yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaikannya itu bersifat objektif. Kasir Kantor Bank Indonesia Bandung dianggap memiliki kredibilitas karena memiliki keahlian dan pengetahuan mengenai uang palsu. Selain itu, kedudukan pembicara sebagai kasir Kantor Bank Indonesia Bandung dapat menambah kepercayaan audiens untuk menyimak pesan yang disampaikan. Sedangkan bagi para pejabat setempat dianggap dapat mempengaruhi orangorang yang menjadi bawahannya. Seperti yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Psikologi Komunikasi bahwa: Seorang komunikator dalam melakukan komunikasi harus memiliki kredibilitas, dimana yang merupakan komponen-komponen dari kredibilitas itu adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang komunikator dalam hubungan dengan topic yang dibicarakannya. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Apakah komuniktor jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis atau ia dinilai sebaliknya (Rakhmat, 2002: 260). b. attractiveness (daya tarik), dan Daya tarik sumber merupakan karakteristik berikutnya yang ikut menentukan keberhasilan upaya persuasi dalam menyampaikan pesan. . 122 Apabila sumber dinilai “menarik” oleh penerima, maka upaya persuasi akan lebih cepat berhasil karena adanya proses identifikasi dalam diri pihak penerima. Untuk orang-orang seperti pemuka masyarakat dan ketua asosiasi pedagang dianggap dapat mempengaruhi audiens karena memiliki kharisma tersendiri bagi masyarakat tersebut. Seringkali masyarakat akan selalu meminta saran kepada para pemuka pendapat. Komunikasi antar pribadi antara masyarakat dan pemuka pendapat ini memberikan kontribusi yang penting bagi keberhasilan sosialisasi. Begitu pula dengan para pedagang, mereka sering meminta saran kepada ketua asosiasi pedagang. Hal ini dikemukakan oleh Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi bahwa: “..., 2. Sumber daya tarik. Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik” (Effendy, 1993: 44). c. power (kekuasaan/kekuatan). Pemuka masyarakat dinilai memiliki kekuatan dalam mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti apa yang dikemukakannya, dalam hal ini pemuka masyarakat mengemukakan mengenai sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, karena pemuka masyarakat mempunyai kharisma dan wibawa otoritas. . 123 Kekuatan atau kekuasaan sumber terhadap pihak penerima, secara umum dapat terjadi melalui empat cara. Pertama, kharisma (faktor bawaan yang melekat pada seseorang, seseorang yang tergolong kharismatik lazimnya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang lain). Kedua, wibawa otoritas (faktor ini berkaitan dengan kedudukan atau otoritas formal, seseorang yang mempunyai kedudukan formal sebagai pemimpin suatu kelompok atau organisasi akan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang yang menjadi bawahannya)…….(Sendjaja, 1993: 204-205). Selain itu ketua asosiasi pedagang juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi para pedagang karena mereka mengikuti langkah-langkah yang dilakukan oleh ketua asosiasi pedagang karena dianggap profesional. Hal ini sebagaimana dipaparkan oleh Bapak Wahyu pada saat wawancara pada tanggal 4 Maret 2008, bahwa: ”Ketua asosiasi pedagang mempunyai peranan penting dalam membantu Kantor Bank Indonesia Bandung di dalam melakukan sosialisasi ini, karena para ketua asosiasi pedagang ini mempunyai kekuatan yang kuat untuk mempengaruhi pedagang-pedagang lainnya.....” Pada kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, sumber pesan (komunikator) saat kegiatan penyuluhan sosialisasi berlangsung adalah: - Kasir Muda Senior Jimmy Eka Dungus - Kasir Muda Marzuki - Kasir Muda Mursid - Kasir Pertama Ismed . 124 Kasir-kasir Kantor Bank Indonesia Bandung ini dinilai memiliki kredibilitas di dalam menyampaikan pesan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada audiens, karena kasir-kasir Kantor Bank Indonesia Bandung ini memiliki keahlian dan pengetahuan yang baik mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selain itu juga, dengan dipilihnya kasir-kasir Kantor Bank Indonesia Bandung untuk menyampaikan pesan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dapat menambah kepercayaan dan ketertarikan audiens untuk menyimak pesan yang disampaikan ketika penyuluhan itu berlangsung. Gambar 4.12 Komunikator memberikan penyuluhan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah . 125 Dapat dilihat pada Gambar 4.12, pembicara (komunikator) dalam acara sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan di Bekasi, sedang memberikan materi penyuluhan mengenai ciri-ciri uang rupiah. 4.5 Mengevaluasi Program Dalam mengevaluasi program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Bank Indonesia Bandung memeriksa jumlah masyarakat yang melaporkan dan menemukan uang palsu. Selain itu, Kantor Bank Indonesia Bandung juga bekerja sama dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL). BOTASUPAL diketuai oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan beranggotakan pejabat-pejabat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), Bank Indonesia, Perum PERURI, Kejaksaan Agung, Bea Cukai dan Imigrasi, serta Bank Umum. Dalam hal ini, Bank Umum dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) meminta klarifikasi kepada Bank Indonesia tentang uang palsu yang telah dilaporkan oleh masyarakat untuk diuji apakah uang tersebut palsu atau tidak. Tetapi sampai saat dengan ini belum dilakukan program evaluasi yang lebih jauh untuk menguji keefektifan program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang telah dilaksanakan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, Bapak Wahyu tanggal 4 Maret 2008 kembali menuturkan bahwa: . 126 “Untuk mengevaluasi program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah ini, Kantor Bank Indonesia Bandung belum melakukan evaluasi yang cukup jauh”. Menurut Nuzirwan, Kasir Muda BI tanggal 4 Maret 2008, menjelaskan pula bahwa: “BI akan terus mengupayakan penuntasan penanganan kasus uang palsu. Barang bukti uang palsu yang selama ini diserahkan kepada pihak kepolisian belum ada tindak lanjutnya secara nyata. Biasanya, setiap kali menyerahkan barang bukti itu, kami juga menyertakan nama penyetornya agar bisa diselidiki lebih lanjut...” Nuzirwan Kasir Muda BI menjelaskan pula dalam wawancara tanggal 2 Mei 2008 bahwa: “.:..untuk evaluasi dari hasil penyuluhan langsung yang diadakan di Bekasi, belum ada tindak lanjut evaluasi program yang lebih jauh, dan sampai sejauh ini juga kami belum menerima laporan dari Pemkot Bekasi mengenai penemuan uang palsu di wilayah kerja Pemkot Bekasi”. Dalam acara sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, sampai sejauh ini belum ada evaluasi hasil program yang lebih jauh. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab berikut ini, penulis akan mencoba untuk menguraikan tentang rangkuman dari bab-bab yang telah diuraikan sebelumnya. Kemudian setelah itu akan dikemukakan tentang kesimpulan dari hasil penelitian ini dan memberikan saransaran secara garis besar. 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan identifikasi masalah yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Dalam mengidentifikasi audiens sasaran, Kantor Bank Indonesia Bandung membagi-bagi audiens sasarannya berdasarkan daerah yaitu masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan, kabupaten maupun kecamatan. Pada masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan, audiens dibagi-bagi menjadi kelompok khusus berdasarkan profesi dan tingkat pendidikan. Kelompok khusus itu antara lain: teller/kasir-kasir perbankan, pegawai negeri sipil (PNS), pegawai swasta, jaksa, polisi, wartawan, pedagang, guru (berdasarkan profesi), serta mahasiswa, pelajar SMU, pelajar SMP, pelajar SD (berdasarkan tingkat pendidikan). Sedangkan pada wilayah kabupaten dan kecamatan, audiens tidak dibagi-bagi lagi menjadi beberapa kelompok. 127 128 2. Kantor Bank Indonesia Bandung menghendaki respon kognitif, respon afektif dan respon konatif dari audiens sasaran. Tujuan yang ditetapkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung adalah memberikan pengetahuan dan informasi yang akurat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, mengajak khalayak (audiens) agar selalu memikirkan keselamatan dirinya masingmasing dari segala kerugian apabila memiliki uang palsu dan mengajak khalayak (audiens) agar ikut berpartisipasi dalam mencegah peredaran uang palsu dengan cara memeriksa uang dan melaporkan kepada pihak berwajib apabila menemukan uang palsu. 3. Dalam menyebarkan pesan, Kantor Bank Indonesia Bandung memakai saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi nonpersonal. Saluran komunikasi personal karena Kantor Bank Indonesia Bandung melakukan penyuluhan langsung secara tatap muka melalui presentasi kepada audiens. Saluran komunikasi nonpersonal karena Kantor Bank Indonesia Bandung menyebarkan brosur, poster, dan sticker. Sedangkan untuk iklan layanan masyarakat pada televisi, radio, bioskop, dan surat kabar baru dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia yang berkedudukan di Jakarta melalui media elektronik dan media cetak nasional. 4. Dalam merancang dan melaksanakan pesan, faktor-faktor yang diperhatikan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung adalah : (1) isi pesan yang disampaikan oleh komunikator ketika penyuluhan berlangsung, (2) struktur pesan yang dipakai oleh Kantor Bank Indonesia Bandung memakai model 129 “ANSVA” yakni bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki pengaruh dan mencantumkan nama-nama orang yang memiliki pengaruh pada undangan dan spanduk (attention), mengajak khalayak agar selamat dan terhindar dari kerugian-kerugian yang akan menimpa apabila memiliki uang palsu (needs), memberikan snack dan uang untuk mengganti segala biaya dan waktu yang telah dikeluarkan untuk menghadiri penyuluhan (satisfaction), mendemonstrasikan teknik-teknik untuk mengenali keaslian uang rupiah sekaligus mengajak audiens agar ikut mempraktekkan demonstrasi tersebut (visualization), dan menegaskan kepada audiens agar ikut berpartisipasi dalam mengatasi peredaran uang palsu dengan cara selalu memeriksa uang dan melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila menemukan uang palsu (action), (3) format pesan yang dipakai dalam menyampaikan pesan dalam menyampaikan pesan dalam penyuluhan langsung antara lain: presentasi diiringi dengan lagu-lagu daerah dari daerah sasaran dan selalu diselingi dengan permainan pada wilayah kabupaten dan kecamatan. Sedangkan untuk brosur dicantumkan berbagai ilustrasi untuk mengenali keaslian uang rupiah dari berbagai pecahan uang. Informasi yang diberikan adalah mengenai tindakan yang harus dilakukan apabila menemukan uang palsu, cara memperlakukan uang dengan benar dan sanksi pidana bagi para pengedar dan pemalsu uang, (4) sumber yang menyampaikan pesan ketika penyuluhan berlangsung adalah kasir Bank Indonesia. Pada wilayah kabupaten dan kecamatan, Kantor Bank Indonesia 130 Bandung bekerja sama dengan para pejabat setempat dan orang-orang yang berpengaruh dalam menyampaikan pesan. 5. Dalam mengevaluasi program sosialisasi, Kantor Bank Indonesia Bandung memeriksa jumlah masyarakat yang melaporkan dan menemukan uang palsu kepada Bank Indonesia. Selain itu, Kantor Bank Indonesia Bandung juga bekerja sama dengan kepolisian dan bank umum dalam memeriksa yang telah dilaporkan oleh masyarakat. Tetapi sampai saat ini, Kantor Bank Indonesia Bandung belum melakukan evaluasi lebih jauh mengenai hasil program sosialisasi yang telah dilakukan. 5.2 Saran Untuk lebih memaksimalkan program sosiasisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung penulis menyarankan agar: 1. Memakai daya tarik emosional berupa anjuran agar selalu memikirkan keselamatan pada isi pesan dan brosur dan media cetak lainnya, sehingga diharap audiens menjadi terdorong untuk mengikuti pesan yang disampaikan agar terhindar dari segala kerugian apabila menemukan uang palsu. 2. Bekerja sama dengan para budayawan dan seniman lokal dalam menyampaikan pesan pada saat penyuluhan sehingga diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi audiens. 131 3. Memakai saluran komunikasi nonpersonal berupa poster, billboard, dan iklan layanan masyarakat pada surat kabar lokal dan TV lokal yang lebih sering dikonsumsi oleh audiens sasaran. Pesan yang disampaikan harus disesuaikan dengan karakteristik dan budaya audiens setempat. 4. Memakai media-media tradisional yang berkembang di tiap-tiap daerah, seperti menyisipkan pesan ketika acara wayang golek, layar tancap, dan lain-lain. Isi pesan harus disesuaikan dengan karakterisitik media tradisional tersebut. 5. Melakukan program evaluasi yang lebih jauh untuk mengukur keberhasilan sosialisasi. Dalam hal ini, Kantor Bank Indonesia Bandung dapat menanyakan kepada audiens sasaran apakah mereka mengenal serta mengingat pesan yang telah disampaikan, bagaimana kesan audiens terhadap pesan tersebut, dan sikap khalayak sebelumnya dan sekarang terhadap pesan tersebut. Kegiatan tersebut dapat dilakukan beberapa bulan setelah diadakannya program sosialisasi. DAFTAR PUSTAKA Ami, Muhammad. 1995. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Amir. 2007. Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press). Arifin, Anwar. 1994. Strategi Komunikasi. Bandung: Amrico. ------- 1984. Strategi Komunikasi. Bandung: Amrico. Bogdan, Robert C. & Sari Knopp Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An. Introduction to Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon, Inc. Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Effendy, Onong U.E. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. ------- 2000. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remadja Rosda Karya. ------- 1999. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung: Remadja Rosda Karya. ------- 1993. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Remadja Rosda Karya. ------- 1990. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung: Remadja Rosda Karya. ------- 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru). 2007. Jakarta: Team Pustaka Phoenix. 132 133 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Balai Pustaka. Kotler, Philip. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga. McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Enceng. 1982. Pengantar Komunikasi Publikasi. Bandung: IKIP. Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Balai Aksara. Nimmo, Dan. 1989. Komunikasi Politik. Bandung: Remadja Karya. Rakhmat, Djalaluddin. 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Djalaludin. 1998. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1993. Pengantar Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka. Siahaan, S.M. 1978. Komunikasi, Pemahaman dan Penerapan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Sugiyono. 1999. Metedologi Penelitian Bisnis, Cetakan keenam. Bandung : Alpha Betha. ------- 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alpha Beta. Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset. 134 Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Press. Widjaja, H. A. W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sumber lainnya: Website: (http://www.bi.co.id). Website: (http://www.yahoo.com). Website: (http://www.google.com). Riana, Ana. 2003. Tanggapan Pelajar terhadap Program Sosialisasi Kereta Api yang Dilakukan Humas DAOP 2 Bandung. Harian Umum Pikiran Rakyat tanggal 14 September 2007. Stasiun televisi LaTivi September 2007 (sekarang TV One). Catatan perkuliahan penulis. DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI Nama : Meganita Krameswari Tempat/tanggal lahir : Bandung, 4 November 1984 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Suku Bangsa : Sunda Kewarganegaraan : Indonesia Alamat : Jalan Malangbong Raya No. 33 Antapani, Bandung Telepon : 022-91888114/08562000992 B. DATA KELUARGA Nama Ayah : (Alm.) E. Hendarlan Suharman Nama Ibu : Hj. Evieta, Dra., B.Sc. Status dalam Keluarga : Anak ke-2 dari 2 bersaudara C. PENDIDIKAN 1. 1991-1997 : SD Priangan Bandung 2. 1997-2000 : SLTP Negeri 7 Bandung 3. 2000-2003 : SMU Negeri 23 Bandung 4. 2003-2008 : Universitas Islam Bandung, Fakultas Ilmu Komunikasi LAMPIRAN-LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA 1. Sejak kapan Kantor Bank Indonesia Bandung melakukan program kampanye sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat? 2. Program-program apa saja yang telah dilakukan? 3. Bagian/divisi apa yang bertanggung jawab melaksanakan program kampanye sosialisasi? 4. Mencakup kota apa saja wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung? 5. Sebelum melakukan penyuluhan, apakah Kantor Bank Indonesia Bandung membagi-bagi dan menganalisis audiens menjadi beberapa bagian tertentu? (jika ya, berdasarkan apa?) 6. Sebelum melakukan penyuluhan, apakah Kantor Bank Indonesia Bandung menyelidiki pengetahuan dan persepsi audiens tentang topik yang akan disampaikan? 7. Tujuan apa yang ditetapkan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kampanye sosialisasi? 8. Saluran komunikasi apa yang dipakai dalam melakukan kampanye sosialisasi? - Kepada siapa saja pesan diarahkan dalam melakukan kampanye sosialisasi? - Media apa saja yang dipakai dalam melakukan kampanye sosialisasi? - Apabila menggunakan brosur/poster, media tersebut disebarkan dimana saja? - Dalam iklan TV/radio bagaimana bentuk pesan yang disampaikan? 9. Apakah Kantor Bank Indonesia Bandung pernah bekerja sama/mengajak para budayawan/seniman lokal untuk melakukan kampanye sosialisasi dengan menggunakan media tradisional di daerah-daerah? (wayang golek, layar tancap, dangdut, dll.)? (Apakah dibedakan tiap kelompok masyarakat tertentu?) 10. Agar audiens memahami pesan, apakah Kantor Bank Indonesia Bandung menyampaikan kerugian yang dialami audiens apabila memiliki uang palsu atau hanya menginformasikan ciri-ciri keaslian uang saja? (Apakah dibedakan tiap kelompok masyarakat tertentu?) 11. Dalam menganjurkan tindakan terhadap audiens, apakah disampaikan kerugian yang akan dialami? (Apakah dibedakan tiap kelompok masyarakat tertentu?) 12. Setelah menyampaikan pesan dan menganjurkan tindakan, apakah pembicara suka memberikan kesimpulan terhadap topik yang telah dibicarakan? (Apakah dibedakan tiap kelompok masyarakat tertentu?) 13. Bagaimana cara Kantor Bank Indonesia Bandung dalam menarik perhatian khalayak (audiens) agar menghadiri penyuluhan? (Apakah dibedakan tiap kelompok masyarakat tertentu?) 14. Bagaimana cara Kantor Bank Indonesia Bandung dalam memuaskan audiens yang menghadiri penyuluhan? (Apakah dibedakan tiap kelompok masyarakat tertentu?) 15. Siapa yang menyampaikan pesan pada saat penyuluhan berlangsung? Berdasarkan apa? 16. Apakah Kantor Bank Indonesia Bandung bekerja sama dengan orang lain dalam menyampaikan pesan? (ahli/kepala desa/pemimpin kelompok, dll.) 17. Apakah pembicara yang melakukan penyuluhan menyesuaikan dengan kebudayaan/kebiasaan wilayah sasaran? 18. Bagaimana cara Kantor Bank Indonesia Bandung dalam mengevaluasi program kampanye sosialisasi yang sudah dilaksanakan? - Menanyakan audiens apakah mengingat pesan tersebut atau tidak? - Mengumpulkan ukuran perilaku dari respons audiens (berapa banyak orang yang menemukan dan menukarkanuang palsu) ? 19. Bagaimana tindakan Kantor Bank Indonesia Bandung terhadap orang yang menemukan dan menukarkan uang palsu? (mengganti uang tersebut/tidak)