peringatan - Perpustakaan UNISBA

advertisement
PERINGATAN !!!
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH
Studi Deskriptif dengan Data Kualitatif
Tentang Sosialisasi Kantor Bank Indonesia Bandung
Mengenai Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung
Oleh:
Nama
: Meganita Krameswari
NPM
: 10080003304
BIDANG KAJIAN MANAJEMEN KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2008
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: “Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah”
Sub Judul
: “Studi Deskriptif dengan Data Kualitatif Tentang Sosialisasi
Kantor Bank Indonesia Bandung Mengenai Ciri-ciri Keaslian
Uang Rupiah”
Nama
: Meganita Krameswari
NPM
: 10080003304
Bidang Kajian
: Manajemen Komunikasi
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(H. Aning Sofyan, Drs., M.Si.)
(Zulfebriges, Drs.)
Mengetahui,
Ketua Bidang Kajian Manajemen Komunikasi
(Nurhastuti, Dra., M.Si.)
Kupersembahkan hasil curahan pikiran ini untuk
(Alm.) Ayah dan Mama tercinta
sebagai bukti kasih sayang dan pengabdianku selama ini.
Serta untuk masa depanku nanti
yang Insya Allah akan menjadi lebih baik.
ABSTRAK
Pada umumnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang memahami
maupun mengenali tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah, yang dapat mengakibatkan
terjadinya peningkatan peredaran uang palsu. Untuk menanggulanginya, sebagian
besar kasir atau teller yang menangani pembayaran, telah diberi pelatihan untuk dapat
mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah sehingga dapat terhindar dari resiko
peredaran uang palsu. Untuk itu diperlukan program sosialisasi yang efektif dan
efisien melalui berbagai bentuk komunikasi dalam memasyarakatkan ciri-ciri keaslian
uang rupiah kepada masyarakat oleh Kantor Bank Indonesia Bandung. Ketepatan dan
keefisienan program sosialisasi sangat ditentukan oleh strategi komunikasi yang
ditetapkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung itu sendiri.
Strategi komunikasi tersebut antara lain:
1. Mengidentifikasi audiens sasaran,
2. Menentukan tujuan komunikasi,
3. Pemilihan saluran komunikasi,
4. Merancang pesan, dan
5. Mengevaluasi program.
Berdasarkan latar belakang dari permasalahan di atas, maka penelitian ini
mengambil judul “Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah”. Tujuannya untuk
mengetahui strategi sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada
masyarakat yang terdiri dari analisis audiens, penerapan tujuan, pemilihan saluran
komunikasi, perancangan dan pelaksanaan pesan, serta proses evaluasi program.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode
deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi
tertentu secara faktual. Adapun data yang diperoleh melalui data kualitatif. Data
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data tersebut
diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dengan karyawan Kantor Bank
Indonesia Bandung seksi Kas dibawah Bidang Sistem Pembayaran, studi pustaka dan
dokumen yang didapatkan di Jalan Braga No. 108 Bandung.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, penulis menyimpulkan bahwa
dalam melakukan sosialisasi Kantor Bank Indonesia Bandung menganalisis dan
membagi audiens sasaran berdasarkan daerah. Kantor Bank Indonesia Bandung
menghendaki respon kognitif, afektif, dan konatif dari audiens sasaran. Saluran
komunikasi yang dipakai yaitu saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi
non personal. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam merancang dan
melaksanakan pesan antara lain: isi pesan, struktur pesan, format pesan dan sumber
pesan. Dalam mengevaluasi program sosialisasi, Kantor Bank Indonesia Bandung
memeriksa jumlah masyarakat yang melaporkan dan menemukan uang palsu kepada
pihak yang berwajib.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur yang
sedalam-dalamnya kehadirat Allah SWT, Sang Khalik Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, yang telah begitu banyak memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penulis untuk dapat dengan sabar menyelesaikan skripsi ini.
Adapun masalah yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah “Sosialisasi
Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah”.
Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Bandung.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi maupun isi,
teknis maupun penyajian bahasanya, seperti dalam pepatah “tak ada gading yang tak
retak”. Namun penulis berharap dengan hasil pemikiran yang dituangkan dalam
penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat yang berguna.
Begitu banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini, namun berkat bimbingan, bantuan, dan masukan
ii
dari berbagai pihak, maka penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan
ini, penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak H. Aning Sofyan, Drs., M.Si. selaku dosen pembimbing I, yang telah
banyak membantu dan begitu sabar memberikan pengarahan serta kesediaannya
meluangkan waktu kepada penulis selama menjalani proses bimbingan.
2. Bapak Zulfebriges, Drs. selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan
bantuan, pengarahan, bimbingan, dan saran-saran kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak DR. Yusuf Hamdan, Drs., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
UNISBA
yang
telah
memberikan
kemudahan
kepada
penulis
untuk
menyelesaikan studi.
4. Ibu Nurhastuti, Dra., M.Si. selaku Ketua Bidang Kajian Manajemen Komunikasi
UNISBA yang telah memberikan berbagai bantuan dan kemudahan kepada
penulis.
5. Ibu Tresna Wiwitan, Dra., M.Si. selaku Dosen Wali penulis selama menjadi
mahasiswa Fikom UNISBA yang telah memberikan pengarahan, saran-saran,
serta kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan perkuliahan dan penulisan
skripsi dengan baik.
6. Seluruh Dosen UNISBA beserta karyawan yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
7. Seluruh staff tata usaha Fikom UNISBA yang telah banyak memberikan bantuan
kepada penulis.
iii
8. Ibu Indah, Bapak Sawirah, Bapak Dudum, Ibu Rani, Bapak Wahyu, Bapak
Nuzirwan, dan semua pegawai Kantor Bank Indonesia Bandung yang telah
membantu penulis dalam memberikan data-data untuk menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
9. (Alm.) Ayah tercinta, E. Hendarlan S., yang senantiasa memberikan inspirasi
yang sangat berarti, hasil karya ini penulis persembahkan kepada (Alm.) Ayah
sebagai bentuk kasih sayang, cinta, hormat, dan kebanggaan yang belum bisa
penulis berikan semasa hidupnya. Miss him much..!!
10. Mama tercinta, Hj. Evieta, Dra., B.Sc. yang selalu memberikan motivasi,
dukungan, doa, kasih sayang, dan kesabaran kepada penulis baik spirit maupun
materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan studi.
11. Tetehku Amanda Ayudhia yang telah memberikan kasih sayang, bantuan, doa
kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.
12. Keluarga besar (Alm) Rustan Effendi yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
motivasi, bantuan, dan dukungan kepada penulis.
13. Keluarga besar H. Ir. Dudih Hasanuddin dan Alam Maulana Mulya Hasan, S.E.
yang telah memberikan dukungan, doa, semangat, dan bantuan selama penulis
menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak buat
semuanya..!!
14. Keluarga besar Rakata 45 Brothers: Alam, Barkah, Femi “Dboy”, Beni, Hanief,
Febri “Ebut”, Ryan “Gedek”, Robby, Madi “Boim” yang selalu memberikan
semangat, bantuan, doa, dan canda tawa kepada penulis. Kalian selalu hadir
iv
disaat-saat penting dalam hidupku, saat aku butuh bantuan apapun kalian selalu
ada, luv u Bro..!!.
15. Sahabat-sahabatku: Patty Rahayu, Amanda Prihadini, Regiena Delia, Vonni
Natassa, Nurrani yang senantiasa memberikan inspirasi, semangat, doa, dan
bantuan kepada penulis. Terima kasih kalian selalu mendengarkan dengan sabar
”cerita gila” dan keluh kesah aku, selalu ada disaat aku membutuhkan kalian,
kehadiran kalian berarti banget buat aku, luv u always sist..!!
16. Anak-anak Uno’ers, Trini, Yustie, Heni, Espe, Hedi, Nawaf, Faldi, Andi, Fizky,
Soffan, Radit, yang selalu menemani penulis di saat jenuh mengerjakan skripsi.
Cukup dengan password Nguno yuks!!!! Maka mereka akan datang dan siap
menghibur dengan hinaan, canda tawa, bahkan kelicikan maen uno, hehe.. Terima
kasih banyak ya... Nguno lagi yuks, udah lulus nih...!!!
17. Sahabat seperjuanganku di kampus: Desti, Eva, Nia, Intan, dan Ria terima kasih
atas bantuan, semangat, kerjasamanya selama kita sama-sama berjuang di kampus
untuk jadi sarjana dan masa-masa kuliah yang penuh suka duka. Semangat ya cari
kerja!!
18. Rekan-rekan FIKOM angkatan 2003 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu, terima kasih banyak atas bantuan dan dukungannya.
19. Teh Muni yang dengan penuh kesabaran menemaniku di warnet, mendengarkan
“ocehan-ocehan ga penting” aku, terima kasih atas dukungan dan bantuannya.
Ayo semangat ngerjain skripsinya, pasti bisa ko!! Mari kita tutup tiket box “dunia
fantasi”nya ya..!!
v
20. Mas Avia, Bang Anton, dan teman-teman outsourcing BNI yang telah membantu
penulis, terima kasih atas kerjasama dan pengertiannya ya!
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan perhatian, dorongan, bantuan, dukungan, serta saran dan
kritik sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan. Semoga amal baik dan jasa yang
telah membantu penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT, amin. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya dan bagi
penulis pada khususnya.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung, Juni 2008
Penulis,
Meganita Krameswari
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAK ......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR....................................................................................
ii
DAFTAR ISI...................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................
7
1.3 Identifikasi Masalah .................................................................
8
1.4 Pembatasan Masalah dan Pengertian Istilah ............................
8
1.4.1
Pembatasan Masalah ....................................................
8
1.4.2
Pengertian Istilah..........................................................
9
1.5 Tujuan Penelitian .....................................................................
10
1.6 Kegunaan Penelitian ................................................................
10
1.7 Alasan Pemilihan Masalah.......................................................
11
vii
1.8 Kerangka Pemikiran.................................................................
11
1.9 Operasional Variabel................................................................
16
1.10 Metode Penelitian ...................................................................
17
1.10.1 Metode yang Digunakan ..............................................
17
1.10.2 Teknik Pengumpulan Data...........................................
18
1.10.3 Teknik Analisis Data....................................................
19
1.10.4 Populasi dan Sampel ....................................................
21
1.11 Organisasi Karangan ................................................................
21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aktivitas dan Proses Komunikasi ............................................
2.1.1
24
Lasswell’s Model (Model Lasswell) ............................
29
2.2 Sosialisasi.................................................................................
33
2.3 Strategi Komunikasi.................................................................
36
2.3.1
Strategi Komunikasi dalam Melakukan
Sosialisasi.....................................................................
39
BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG
3. 1 Bank Indonesia.........................................................................
61
3.2 Sejarah Singkat Kantor Bank Indonesia Bandung ...................
65
3.3 Struktur Organisasi ..................................................................
69
3.4 Tugas dan Fungsi .....................................................................
71
viii
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Analisis Khalayak ....................................................................
82
4.4.1
Wilayah Perkotaan .......................................................
83
4.4.2
Wilayah Kabupaten dan Kecamatan ............................
84
4.2 Penetapan Tujuan .....................................................................
86
4.3 Pemilihan Saluran Komunikasi................................................
88
4.3.1
Saluran Komunikasi Personal ......................................
89
4.3.2
Saluran Komunikasi Non Personal ..............................
91
4.4 Perancangan dan Pelaksanaan Pesan .......................................
95
4.4.1
Isi Pesan .......................................................................
96
4.4.2
Struktur Pesan ..............................................................
108
4.4.3
Format Pesan................................................................
118
4.4.4
Sumber Pesan ...............................................................
120
4.5
Mengevaluasi Program.................................................
125
5.1 Kesimpulan ..............................................................................
127
5.2 Saran ........................................................................................
130
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
132
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4 .1 Contoh Kegiatan Sosialisasi ..........................................................
x
81
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1
Tampak Depan Brosur ”Kenali Rupiah Anda”........................
92
Gambar 4.2
Tampak Belakang Brosur ”Kenali Rupiah Anda” ...................
93
Gambar 4.3
Uang Palsu Rp. 20.000,- Tampak Depan.................................
101
Gambar 4.4
Uang Palsu Rp. 20.000,- Tampak Belakang ............................
102
Gambar 4.5
Uang Asli Rp. 20.000,- Tampak Depan...................................
102
Gambar 4.6
Uang Asli Rp. 20.000,- Tampak Belakang ..............................
102
Gambar 4.7
Uang Palsu Rp. 100.000,- Tampak Depan...............................
104
Gambar 4.8
Uang Palsu Rp. 100.000,- Tampak Belakang ..........................
104
Gambar 4.9
Uang Asli Rp. 100.000,- Tampak Depan.................................
105
Gambar 4.10 Uang Asli Rp. 100.000,- Tampak Belakang ............................
105
Gambar 4.11 Juru bayar Pemkot Bekasi dalam mengenali keaslian uang
rupiah .......................................................................................
115
Gambar 4.12 Komunikator memberikan penyuluhan mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah.................................................................
xi
124
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pada umumnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang
memahami maupun mengenali tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah sebagai alat
pembayaran yang sah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan
peredaran uang palsu, yang dapat merugikan berbagai pihak, baik itu masyarakat
maupun terganggunya stabilitas ekonomi.
Pemalsuan uang rupiah ini dilakukan dengan berbagai motif dan teknik. Para
pemalsu rata-rata bermotifkan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara
merugikan orang lain, mengacaukan perekonomian, hingga ke motif yang
bertujuan untuk mengancam kestabilan politik. Teknik-teknik yang dilakukan
diantaranya dengan menggunakan bahan dan teknik cetak yang hampir
menyerupai uang asli sehingga sulit dibedakan secara kasat mata.
Untuk menanggulangi menjamurnya peredaran uang palsu, sebagian besar
kasir-kasir atau teller yang menangani pembayaran pada pusat perbelanjaan
modern ataupun bank telah diberi pelatihan untuk dapat mengenali ciri-ciri
keaslian uang rupiah sehingga dapat terhindar dari risiko peredaran uang palsu.
Selain itu, bank-bank dan pusat perbelanjaan modern juga sudah banyak yang
dilengkapi dengan alat pendeteksi keaslian uang. Maka, tak jarang apabila
pengedar uang palsu tertangkap oleh aparat ketika mengadakan transaksi
pembelian.
1
2
Karena pada umumnya para pengedar uang palsu sudah mengetahui
pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan oleh kasir-kasir atau teller pada pusat
perbelanjaan modern dan bank, maka mereka mengedarkan uang palsu melalui
jalan lain, yaitu dengan cara membeli barang kepada pedagang-pedagang kecil
yang dianggap belum memiliki informasi dan pengetahuan mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah dengan harapan untuk memperoleh uang kembalian, hal ini
lambat laun akan mengakibatkan beredarnya uang palsu di tengah-tengah
masyarakat dan merugikan masyarakat.
Menurut pemberitaan dari tayangan televisi LaTivi (sekarang TV One)
September 2007, diungkapkan bahwa telah ditemukan uang palsu senilai Rp21,3
juta di Subang, Jawa Barat oleh pihak kepolisian yang diedarkan oleh pasangan
suami istri. Uang palsu ini dicetak menggunakan mesin komputer milik redaksi
surat kabar setempat, dan peredaran uang palsu ini beroperasi juga di daerah
Purwakarta dan Karawang. Menurut pemberitaan ini, dapat dibuktikan bahwa
para pemalsu uang memalsukan uang dengan nominal yang besar yaitu pecahan
uang Rp. 50.000,- dan Rp. 100.000,-.
September 2007, Polsek Mauk Tangerang mengamankan empat tersangka
yang membawa uang palsu pecahan dolar Amerika senilai 1.066 dolar serta
ratusan pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. (Pikiran Rakyat, 14 September
2007).
Disebutkan pula oleh Unang Hartiwan, Kepala Bidang Sistem Pembayaran
Kantor Bank Indonesia Bandung, dalam harian umum Pikiran Rakyat tanggal 5
Oktober 2007, bahwa peredaran uang palsu di daerah Jawa Barat tendensinya
3
meningkat. Jumlah uang palsu yang beredar di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia Bandung hingga triwulan III tahun 2007 ini sudah mencapai Rp48 juta
atau naik dibandingkan triwulan II tahun 2007 yang sebesar Rp36 juta. Peredaran
uang palsu yang diungkap tersebut, beredar di daerah Sukabumi dan Bogor.
Dalam harian umum Kompas tanggal 13 Februari 2008, diberitakan pula
bahwa Kepolisian Resort Bandung Tengah telah menangkap pengedar uang palsu,
Elis Sri Hartati (42), Elis ditangkap saat membelanjakan uang sebesar Rp1,5 juta
di Pasar Balubur, Bandung. Saat ditangkap, perempuan ini hanya membawa 12
lembar uang kertas palsu pecahan Rp. 50.000 keluaran tahun 1999. Sementara itu,
uang palsu sejumlah Rp. 900.000 telah ia belanjakan di warung sekitar jalan
Kiaracondong, jalan Suci, dan terakhir di Pasar Balubur.
Untuk menanggulangi terjadinya peredaran uang palsu ditengah-tengah
kegiatan ekonomi masyarakat, maka harus dilakukan penanggulangan preventif
dan represif oleh pihak-pihak yang berkewajiban. Salah satu pihak yang
berkewajiban dalam penanggulangan peredaran uang palsu selain dari pihak
kepolisian adalah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia. Bank
Indonesia bertugas antara lain mengeluarkan uang rupiah sebagai alat pembayaran
yang sah. Fungsi Bank Indonesia dalam bidang pengedaran uang antara lain:
1. Hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan logam rupiah,
2. Memberi tanda tidak berharga pada uang rupiah,
3. Mencabut dan menarik kembali uang rupiah dari peredaran, dan
4. Menjaga kesegaran uang rupiah melalui kegiatan penukaran.
4
Penanggulangan represif yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam
menghadapi jaringan dan para pemalsu uang adalah melalui kerja sama dengan
lembaga-lembaga terkait dalam proses hukum terhadap semua pihak yang terlibat
dalam tindak pidana pemalsuan uang. Kerjasama tersebut meliputi berbagai hal
yang menyangkut masalah pelaporan penemuan uang palsu, penangkapan pelaku
pemalsuan uang serta proses pengadilannya. Dalam menanggulangi upaya
pemalsuan uang, Bank Indonesia selalu bekerja sama dengan Badan Koordinasi
Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL). BOTASUPAL diketuai oleh Kepala
Badan Intelijen Negara (BIN) dan beranggotakan pejabat-pejabat dari Kepolisian
Negara Republik Indonesia (POLRI), Bank Indonesia, Perum PERURI,
Kejaksaan Agung, Bea Cukai dan Imigrasi.
Langkah penanggulangan preventif atau pencegahan ditempuh oleh Bank
Indonesia melalui penerapan unsur pengaman yang lebih banyak pada bahan
uang, desain uang maupun pada teknik cetak uang sehingga pemalsuan uang
menjadi lebih sulit dilakukan, meningkatkan kerja sama antar instansi terkait,
serta meningkatkan kerjasama internasional. Langkah preventif lainnya dilakukan
melalui peningkatan program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian dan cara
mudah mengenali uang rupiah asli. Sosialisasi tersebut menggunakan berbagai
sarana yaitu penyuluhan, penyelenggaraan pameran, penyebaran brosur, poster
dan sticker, penulisan artikel dan iklan layanan masyarakat di surat kabar, serta
siaran radio maupun televisi. Sehingga diharapkan masyarakat dapat memiliki
informasi yang akurat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah dan mendorong
5
masyarakat agar selalu memeriksa keaslian uang rupiah serta melaporkan kepada
Bank Indonesia atau kepolisian apabila menemukan uang palsu.
Program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah ini telah
beberapa kali dilakukan oleh Bank Indonesia. Diantaranya program yang
dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia yang berkedudukan di Jakarta yang
telah mengeluarkan iklan layanan masyarakat melalui media massa cetak dan
elektronik dengan skala nasional. Tetapi minimnya informasi dan pengetahuan
yang sampai ke masyarakat-masyarakat yang mendiami kota-kota kecil dan
pedesaan, tidak begitu saja dapat menghentikan peredaran uang palsu, terlebih
menimbulkan reaksi dari masyarakat untuk memeriksa keaslian uang.
Untuk itu, diperlukan program sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor-kantor
Bank Indonesia yang berkedudukan di tiap-tiap daerah terhadap wilayah kerja
yang dibawahinya masing-masing. Salah satu diantaranya adalah Kantor Bank
Indonesia Bandung yang terletak di jalan Braga no. 108 Bandung. Kantor Bank
Indonesia Bandung ini memiliki wilayah kerja yang mencakup kota-kota seperti
Bandung, Sukabumi, Cianjur, Garut, Sumedang, Subang, Purwakarta dan
Karawang. Umumnya, kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Bank
Indonesia Bandung berbentuk komunikasi langsung dengan cara mengundang
pihak-pihak yang berkepentingan ke Kantor Bank Indonesia Bandung atau
mendatangi daerah-daerah sasaran yang termasuk dalam wilayah kerja.
Menurut Harold D. Lasswell dan Wright, sosialisasi merupakan salah satu
fungsi dari komunikasi terhadap masyarakat. Fungsi sosialisasi menunjuk pada
upaya transmisi dan pendidikan nilai-nilai serta norma-norma dari suatu generasi
kepada generasi yang berikutnya atau dari suatu kelompok masyarakat terhadap
para anggota kelompoknya yang baru (Sendjaja, 1993 : 173).
6
Dennis McQuail mengemukakan bahwa kegiatan komunikasi dengan
masyarakat luas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu;
1. Komunikasi massa, yakni komunikasi melalui media massa, seperti
radio, majalah, surat kabar, dan TV.
2. Langsung tanpa melalui media massa, misalnya ceramah atau pidato.
Sifat isi pesan komunikasi yang disampaikan menyangkut kepentingan
orang banyak, dan tidak bersifat pribadi
(Dennis McQuail dalam Sendjaja, 1993: 40).
Joseph R. Dominick mendefinisikan sosialisasi sebagai berikut: “Sosialisasi
merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu kepada
cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu
kelompok” (Joseph R. Dominick dalam Effendy, 1999: 31).
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh para ahli di atas,
diungkapkan bahwa sosialisasi merupakan salah satu fungsi dari khazanah ilmu
komunikasi. Dan berdasarkan dari tayangan yang diberitakan di televisi tentang
ditemukannya uang palsu dalam jumlah yang cukup besar, maka menurut hemat
penulis dapat disimpulkan bahwa peredaran uang palsu oleh para pemalsu uang
masih dapat terjadi dan berkeliaran selama masyarakat masih belum mengetahui
informasi yang jelas tentang cara-cara atau teknik untuk mengenali ciri-ciri
keaslian uang rupiah yang resmi. Untuk itu diperlukan program sosialisasi yang
efektif dan efisien melalui berbagai bentuk komunikasi dalam memasyarakatkan
ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat oleh Kantor Bank Indonesia
Bandung.
Ketepatan dan keefisienan program sosialisasi dalam menyebarkan
informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah terhadap masyarakat sangat
7
ditentukan oleh strategi komunikasi yang ditetapkan oleh Kantor Bank Indonesia
Bandung itu sendiri. Dalam rangka menyusun strategi komunikasi untuk
melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, diperlukan suatu
pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor
penghambat. Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponenkomponen komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap
komponen tersebut, seperti:
1. Mengidentifikasi audiens sasaran,
2. Menentukan tujuan komunikasi,
3. Pemilihan saluran komunikasi,
4. Merancang pesan, dan
5. Mengevaluasi program.
(Effendy, 1999 : 32-35)
Untuk itu, penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan itu
kedalam penulisan karya ilmiah ini.
1.2
Rumusan Masalah
Maka berdasarkan dengan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk
menelaah dan menuangkan masalah yang dihadapi dalam bentuk skripsi dengan
judul, “ Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah”
1.3
1
Identifikasi Masalah
Bagaimana proses identifikasi audiens sasaran yang dilakukan Kantor Bank
Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
8
2
Bagaimana penerapan tujuan yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung
dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
3
Bagaimana pemilihan saluran komunikasi yang dilakukan Kantor Bank
Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
4
Bagaimana perancangan dan pelaksanaan pesan yang dilakukan Kantor Bank
Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
5
Bagaimana proses evaluasi yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Bandung
dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
1.4
Pembatasan Masalah dan Pengertian Istilah
1.4.1 Pembatasan Masalah
Agar pembahasan masalah ini lebih terarah dan memudahkan dalam
pemecahannya, maka masalah yang akan diteliti perlu dibatasi. Menurut Winarno
Surakhmad (1992), pengertian pembatasan adalah sebagai berikut:
“Pembatasan diperlukan bukan saja untuk memudahkan menyederhanakan
masalah bagi penyelidik tetapi juga untuk dapat menetapkan lebih dahulu segala
sesuatu yang diperlukan untuk pemecahannya”.
Masalah yang akan diteliti adalah strategi komunikasi mengenai kegiatan
yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung dalam rangka
mensosialisasikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat yang berada
dibawah wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung.
1. Penelitian ini dilakukan di Kantor Bank Indonesia Bandung yang terletak di
jalan Braga No. 108 Bandung.
9
2. Objek penelitian di dalam masalah ini adalah karyawan Kantor Bank
Indonesia Bandung seksi Kas, yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
program sosialisasi.
1.4.2 Pengertian Istilah
1. Sosialisasi adalah transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu
kepada cara-cara di mana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari
suatu kelompok (Effendy, 1999:31).
2. Uang adalah alat penukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitung yang
sah, yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara yang sah, berupa kertas,
perak atau logam lain yang dicetak dengan bentuk atau gambar tertentu
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 931).
3. Rupiah adalah satuan mata uang Republik Indonesia yang bernilai 100 sen
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 971).
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui proses identifikasi audiens sasaran yang dilakukan Kantor
Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
2. Untuk mengetahui penerapan tujuan yang dilakukan Kantor Bank Indonesia
Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
3. Untuk mengetahui pemilihan saluran komunikasi yang dilakukan Kantor Bank
Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
10
4. Untuk mengetahui perancangan dan pelaksanaan pesan yang dilakukan
Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
5. Untuk mengetahui proses evaluasi yang dilakukan Kantor Bank Indonesia
Bandung dalam melakukan kegiatan sosialisasi.
1.6 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penulisan skripasi ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Praktis
Sebagai bahan masukan bagi Kantor Bank Indonesia Bandung
khususnya kegiatan sosialisasi dalam memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang
rupiah yang baik efektif dan efisien kepada masyarakat.
2. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kajian ilmu
komunikasi, yang berkaitan dengan kegiatan komunikasi oleh suatu
perusahaan/organisasi dalam mensosialisasikan arti penting ciri-ciri keaslian
rupiah kepada masyarakat.
1.7 Alasan Pemilihan Masalah
Alasan penulis mengambil masalah ini adalah:
1. Penulis merasa tertarik dengan kegiatan
yang dilakukan Kantor Bank
Indonesia Bandung dalam rangka mensosialisasikan ciri-ciri keaslian uang
rupiah kepada masyarakat.
11
2. Banyaknya kasus peredaran uang palsu di tengah-tengah masyarakat yang
menimbulkan kerugian untuk masyarakat.
3. Dengan adanya sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada
masyarakat, maka diharapkan peredaran uang palsu dalam masyarakat dapat
dihindari.
1.8 Kerangka Pemikiran
Sendjaja menyatakan bahwa: “Komunikasi merupakan proses pembentukan,
penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri
seseorang dan/atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu”
(Sendjaja, 1993 : 7-8).
Setiap kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan
tertentu, tujuan yang dimaksud menunjuk pada suatu hasil atau akibat yang
diinginkan oleh pelaku komunikasi.
Wilbur Schramm (1974) mengatakan bahwa tujuan komunikasi dapat dilihat
dari dua perspektif kepentingan, yakni:kepentingan sumber dan kepentingan
penerima. Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan sumber adalah memberikan
informasi, mendidik, menyenangkan/menghibur dan menganjurkan suatu
tindakan/persuasi. Sedangkan tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima
adalah memahami informasi, mempelajari, menikmati, dan menerima atau
menolak anjuran (Sendjaja, 1993: 44).
Lasswell’s Model (Model Lasswell) menyatakan bahwa cara yang terbaik
untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Who Says
What In Channel to Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui
Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa).
12
Jawaban bagi pertanyaan Lasswell itu merupakan unsur-unsur proses
komunikasi, yaitu communicator (komunikator), message (pesan), media (media),
receiver (komunikan/penerima), dan effect (efek).
Penerapan model Lasswell ini dalam program sosialisasi Kantor Bank
Indonesia Bandung bertujuan untuk memberikan informasi mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengenali
ciri-ciri uang rupiah asli dan dapat terhindar dari uang palsu.
Menurut Harold Lasswell komunikasi mempunyai tiga fungsi sosial, yaitu;
1. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan ini menunjuk pada upaya pengumpulan, pengolahan,
produksi dan penyebarluasan informasi mengenai peristiwa-peristiwa
yang terjadi baik di dalam ataupun di luar lingkungan masyarakat. Upaya
ini selanjutnya diarahkan pada tujuan untuk mengendalikan apa yang
terjadi di lingkungan masyarakat.
2. Fungsi Korelasi
Fungsi korelasi ini menunjuk pada upaya memberikan interpretasi atau
penafsiran informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi. Atas
dasar intreprestasi informasi ini diharapkan berbagai kalangan atau
bagian masyarakat mempunyai pemahaman, tindakan atau reaksi yang
sama atas peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain fungsi ini
diarahkan pada pencapaian konsensus. Kegiatan komunikasi yang
demikian lazim disebut sebagai kegiatan propaganda.
3. Fungsi Sosialisasi
Fungsi ini menunjuk pada upaya pendidikan dan pewarisan nilai-nilai,
norma-norma dan prinsip-prinsip dari satu generasi ke generasi lainnya
atau dari satu anggota/kelompok masyarakat ke anggota-anggota/
kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
(Sendjaja, 1993 : 44-45)
“Salah satu fungsi dari komunikasi adalah fungsi sosialisasi, sosialisasi
adalah suatu proses belajar berinteraksi dalam masyarakat” (Hakim dan Ningsih,
1999: 54 dalam Riana: 27).
Kegiatan sosialisasi seringkali menyangkut soal pengarahan, penguatan
(reinforcement), dan penggerakan kecenderungan yang ada ke arah tujuan yang
13
diperkenankan secara sosial seperti pemungutan suara, pemasaran produk, dan
lain sebagainya.
Tanggung jawab sosialisasi biasanya diletakkan pada tangan orangorang/lembaga tertentu dan sejumlah besar sosialisasi dilakukan dengan sengaja,
tetapi sosialisasi juga terjadi secara tak disadari ketika individu mengambil
petunjuk mengenai norma-norma sosial tanpa pengejaran khusus mengenai hal itu
(Rakhmat, 1988:183).
Pada hakikatnya sosialisasi bertujuan untuk memperoleh nilai, norma,
pengetahuan dan keterampilan-keterampilan sebagai pedoman dalam hidupnya.
Dengan proses sosialisasi, setiap individu diharapkan memperoleh hasil-hasil
sebagai berikut:
a. Memberikan keterampilan yang dibutuhkan bagi kehidupan sosial
b. Mengembangkan kemampuan komunikasi
c. Mengendalikan fungsi organik
d. Menambah nilai dan kepercayaan pokok masyarakat
(Sitorus, 2003: 74 dalam Riana: 29).
Dalam penelitian ini kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Bank
Indonesia Bandung, yang dirancang (sengaja) bertujuan untuk menyampaikan
ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat.
Agar sosialisasi secara tepat mengena pada sasaran yang hendak dicapainya,
maka suatu sosialisasi haruslah dilakukan secara terencana dan strategis. Suatu
sosialisasi yang diharapkan efektivitasnya tidaklah dilakukan serampangan,
melainkan membutuhkan persiapan-persiapan dan perencanaan yang matang.
Arifin dalam bukunya Strategi Komunikasi (1994: 10) menyatakan bahwa
strategi adalah:
14
“Keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan
guna
mencapai
tujuan.
Jadi
merumuskan
strategi
komunikasi,
berarti
memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang
akan mungkin dihadapi di masa depan, guna mencapai efektivitas”.
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya
“Techniques for Effectives Communication” menyatakan bahwa tujuan sentral
kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu :
ƒ To secure understanding
Yakni memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya.
ƒ To establish acceptance
Yakni memastikan bahwa komunikan mengerti dan menerima pesan yang
diterimanya.
ƒ To motivate action
Dan pada akhirnya kegiatan di motivasikan.
(Effendy, 1999 : 32-35).
Didalam melakukan kegiatan sosialisasi dibutuhkan strategi komunikasi
yang tepat untuk menunjang keberhasilan sosialisasi itu sendiri. Dalam rangka
menyusun
strategi
komunikasi
diperlukan
suatu
pemikiran
dengan
memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat.
Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponen-komponen
komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen
tersebut, yaitu:
a. Mengidentifikasi audiens sasaran,
Khalayak (audience) merupakan faktor penentu keberhasilan komunikasi.
b. Menentukan tujuan komunikasi,
Dari audiens sasaran, pemasar dapat mencari beberapa respons, yaitu:
1. respons kognitif,
2. respons afektif, atau
3. respons konatif.
15
c. Pemilihan saluran komunikasi,
Secara umum ada dua saluran komunikasi yang dapat dipergunakan dalam
upaya penyebarluasan pesan: saluran komunikasi personal dan saluran
komunikasi non-personal atau lazim disebut sebagai saluran komunikasi
melalui media massa.
d. Merancang pesan,
Merumuskan pesan membutuhkan pemecahan empat masalah, yaitu:
• Isi pesan,
• Struktur pesan,
• Format pesan, dan
• Sumber pesan.
e. Mengevaluasi program.
Setelah menerapkan rencana promosi, komunikator harus mengukur
pengaruhnya terhadap audiens sasaran.
(Effendy, 1999 : 32-35)
1.9
Operasional Variabel
Masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini mengandung satu variabel
yaitu strategi komunikasi dalam melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian
uang rupiah yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung.
Operasional variabel yang diteliti dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi Audiens Sasaran
•
Berdasarkan kelompok audiens sasaran yang dituju.
2. Menentukan Tujuan Komunikasi
•
Respon kognitif
- yaitu yang menyangkut kesadaran dan pengetahuan.
•
Respon afektif, dan
- yaitu yang menyangkut sikap atau perasaan/emosi.
•
Respon konatif
- yaitu yang menyangkut perilaku/tindakan.
16
3. Pemilihan Saluran Komunikasi
•
Saluran komunikasi personal
•
Saluran komunikasi non personal
4. Merancang Pesan
•
Isi pesan
- Daya tarik rasional,
- Daya tarik emosional, dan
- Daya tarik moral.
•
Struktur pesan
- Model ANSVA (attention, needs, satisfaction, visualization, action).
•
Format pesan
- Pesan melalui saluran komunikasi personal, dan
- Pesan melalui saluran komunikasi non personal.
•
Sumber pesan
- Kredibilitas sumber,
- Daya tarik sumber, dan
- Kekuatan/kekuasaan sumber.
5. Mengevaluasi Program
•
Evaluasi hasil program sosialisasi.
17
1.10
Metode Penelitian
1.10.1 Metode yang Digunakan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi deskriptif dengan data
kualitatif.
Metode deskriptif menurut Nazir (1999:63) berpendapat bahwa: “Metode
penelitian deskriptif adalah suatu metode meneliti status sekelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang”.
Issac dan Michael, yang dikutip kembali oleh Jalaluddin Rakhmat,
mengatakan bahwa :
“Metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau
karakteristik populasi tertentu secara faktual”.
Penelitian deskriptif ditujukan untuk :
1. Mengumpulkan informasi secara faktual secara rinci yang melukiskan gejala
yang ada,
2. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek
yang berlaku,
3. Membuat perbandingan dan evaluasi, dan
4. Menentukan apa yang dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana
dan keputusan pada masa yang akan datang.
(Rakhmat, 2001: 25).
Menurut Bogdan & Taylor “Data kualitatif adalah data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”
(Bogdan&Taylor, 1975:5).
18
1.10.2 Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui interaksi antara
peneliti dengan sumber, sedangkan data sekunder adalah data yang sudah tersedia.
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah:
1. Wawancara (interview), yaitu salah satu bagian yang penting dari setiap
survei, tanpa wawancara dapat mengalami kekurangan informasi yang dalam
kondisi tertentu hanya bisa diperoleh dengan cara tersebut. Data semacam ini
merupakan suatu penelitian survei.
Jenis wawancara yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
wawancara
semiterstruktur.
Wawancara
semiterstruktur
adalah
jenis
wawancara yang sudah termasuk dalam kategori in depth interview, dimana
dalam pelaksanaanya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara
lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ideidenya. Dalam melakukan wawancara penulis perlu mendengarkan secara
teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono,
2007:196).
Wawancara dilakukan melalui proses tanya jawab dengan pegawai Kantor
Bank Indonesia Bandung yang melakukan kegiatan sosialisasi sebagai sumber
data.
19
2. Studi Pustaka (library research)
Yang dimaksud dengan studi literatur adalah penelitian yang dilakukan
dengan mencari dan mengumpulkan data yang bersifat teoritis dengan jalan
membaca buku-buku, catatan-catatan kuliah, majalah-majalah yang berkaitan
dengan komunikasi, sosialisasi, metode penelitian, dan pedoman penulisan
skripsi.
1.10.3 Teknik Analisis Data
Menurut sifatnya data dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Data Kualitatif
Yaitu data yang disajikan dalam bentuk kalimat/non numerik. Data ini
dijabarkan untuk mendukung penelitian sehingga dapat menyatakan
kebenaran.
2. Data Kuantitatif
Yaitu data yang disajikan dalam bentuk angka/numerik yang dapat menjawab
hipotesis yang digunakan.
Didalam penelitan ini, penulis hanya menggunakan data kualitatif. “Data
kualitatif adalah data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati” (Bogdan&Taylor, 1975:5). Data yang
diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai Kantor Bank Indonesia
Bandung yang melakukan kegiatan sosialisasi sebagai sumber data.
20
Data yang terkumpul kemudian diproses dan dianalisis. Analisis itu sendiri
dibagi menjadi dua cara, yaitu:
1. Analisis Data Kualitatif
Yaitu dengan mendeskripsikan jawaban responden (audiens)..
2. Analisis Data Kuantitatif
Yaitu dengan menggunakan alat bantu statistik sehingga mempermudah
penafsiran data-data yang diperoleh.
Data kualitatif yang penulis peroleh, kemudian dianalisis dengan analisis
data kualitatif. Penulis menganalisis hasil data yang diperoleh dengan metode
deskriptif, yaitu metode yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau
karakteristik populasi tertentu secara faktual. Data yang diperoleh itu dipaparkan
secara verbal.
1.10.4 Populasi dan Sampel
Untuk mengumpulkan data, penelitian ini dilakukan terhadap sebagian
karyawan yang diambil dari populasi. Berikut ini definisi populasi dan sampel
menurut Moch. Nazir (2003:271), populasi adalah:
“kumpulan dari individu dengan kualitas dan ciri-ciri yang telah ditetapkan”.
Sedangkan sampel adalah:
“bagian dari populasi”.
Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah seluruh karyawan
Kantor Bank Indonesia Bandung.
21
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian adalah
sampling purposif yaitu memilih orang-orang tertentu karena dianggap
(berdasarkan penilaian tertentu) mewakili statistik dan signifikansi” (Rakhmat,
1998:78). Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini diambil karyawan
Kantor Bank Indonesia Bandung seksi Kas, dibawah Bidang Sistem Pembayaran,
yang bertanggung jawab dalam melakukan program sosialisasi mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah.
1.11 Organisasi Karangan
Dalam penulisan makalah ini penulis menguraikan dalam lima bab, yakni :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Identifikasi
Masalah, Pembatasan Masalah dan Pengertian Istilah, Tujuan Penelitian,
Kegunaan Penelitian, Alasan Pemilihan Masalah, Kerangka Pemikiran,
Operasional Variabel, Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data,
Populasi dan Sampel, dan Organisasi Karangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Bab II menguraikan dan menjelaskan mengenai teori yang relevan
dan berkaitan dengan masalah penelitian. Yaitu Aktivitas dan Proses
Komunikasi, Lasswell’s Model, Teori mengenai Proses Terjadinya
Sosialisasi, Tujuan Sosialisasi, Faktor-faktor Penunjang Keberhasilan
Sosialisasi,
Strategi
Melakukan Sosialisasi.
Komunikasi,
dan
Strategi
Komunikasi
dalam
22
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Dalam Bab III ini penulis membahas Sekilas Sejarah dan Perkembangan
Bank Indonesia, Struktur Organisasi, Job Description.
BAB IV ANALISIS DATA
Dalam Bab IV ini penulis membahas dan menguraikan tentang data hasil
penelitian yang diperoleh, mengenai Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang
Rupiah.
BAB V PENUTUP
Pada Bab V ini penulis memaparkan kesimpulan dan saran- saran yang
didapat dari hasil penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Aktivitas dan Proses Komunikasi
Pada dasarnya manusia tidak hidup sendiri, ia saling bergantung satu sama lain
baik kelangsungan hidupnya maupun untuk meneruskan keturunannya, jadi mau tidak
mau manusia pasti harus hidup dengan bermasyarakat.
Dalam masyarakat, antara manusia satu dengan manusia yang lainnya terjadi
interaksi, dimana mereka saling mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan
pribadinya masing-masing. Karena adanya saling interaksi yang terjadi diantara
mereka, maka saling terjadi pengungkapan pikiran serta perasaan dalam bentuk
percakapan atau yang lebih dikenal dengan istilah komunikasi.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata
Latin communis yang berarti “sama” (to take common). Istilah pertama (communis)
adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi.
“Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan
dianut secara sama” (Mulyana, 2001: 41).
Di dalam suatu aktivitas komunikasi terdapat empat elemen utama yang
diperlukan agar proses komunikasi dapat berfungsi dengan baik, yaitu: pengirim
(sender), pesan (message), saluran (channel), dan penerima (receiver).
Lasswell (1960) dalam Effendy (2000: 301) menuliskan bahwa:
24
25
“Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan ‘siapa’,
‘mengatakan apa’, ‘dengan saluran apa’, ‘kepada siapa’, dan ‘dengan akibat atau hasil
apa’ (Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? )”.
Definisi ini menunjukkan bahwa komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja
serta mempunyai tujuan.
Suatu proses atau kegiatan komunikasi akan berjalan baik apabila terdapat
overlapaing of interest (pertautan minat dan kepentingan) di antara sumber dan
penerima pesan. Untuk terjadinya overlapaing of interest dituntut adanya persamaan
(dalam tingkatan yang relatif) dalam hal “kerangka referensi” (frame of reference)
dari kedua pelaku komunikasi (sumber dan penerima). Yang dimaksud kerangka
referensi menunjuk pada tingkat pendidikan, pengetahuan, latar belakang budaya dan
dan kepentingan. Namun demikian, tidak berarti bahwa komunikasi baru terjadi
apabila kerangka referensi dari masing-masing pelaku (sumber dan penerima) relatif
sama. Dengan kata lain pihak sumber perlu mengenali karakteristik individual, sosial
dan budaya dari pihak penerima.
Bidang pengalaman (field of experience) juga merupakan faktor yang penting
dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator (sumber) sama dengan
bidang pengalaman komunikan (penerima), komunikasi akan berlangsung lancar.
Dalam praktik komunikasi yang terjadi antara sumber dan penerima sering tidak
dapat berjalan dengan baik karena adanya gangguan (noise). Gangguan ini antara lain
bisa menimbulkan tidak dapat diterimanya pesan dengan baik, dan terjadinya salah
26
interpretasi. Gangguan yang dimaksud umumnya menunjuk pada faktor-faktor fisik
maupun psikologis yang dapat mempengaruhi penyampaian pesan.
Menurut Muhammad, “komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non
verbal antara pengirim dengan penerima pesan untuk mengubah tingkah laku”
(Muhammad, 2005: 4). Komunikasi bukan saja merupakan suatu proses penyampaian
pesan, namun juga merupakan suatu proses yang dapat mengubah tingkah laku si
penerimanya, yaitu perubahan yang terjadi di dalam diri individu dan merupakan
proses timbal balik antara pengirim dan penerima pesan yang mempengaruhi satu
sama lain.
Berdasarkan tingkat partisipasi dari para pelaku yang terlibat, proses
komunikasi dapat dibagi dalam dua jenis: komunikasi satu arah (one way
communication) yaitu suatu bentuk proses komunikasi dimana yang aktif terlibat
hanyalah pihak sumber dan komunikasi dua arah (two way communication) dimana
sumber dan penerima masing-masing terlibat aktif dalam penyampaian pesan dan
umpan balik.
Sedangkan menurut Effendy, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap,
yakni:
a. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang
(symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam komunikasi
adalah bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya
yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan
komunikator (pengirim) kepada komunikan (penerima).
27
b. Proses komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai
media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang
komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya
karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh
atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio,
televisi, film adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.
Akan tetapi keefektifan dan keefisienan komunikasi menggunakan media
kedua diakui hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat
informatif. Sedangkan agar memperoleh keefektifan dalam menyampaikan
pesan persuasif adalah dengan melalui komunikasi tatap muka karena
kerangka acuan (frame of reference) dapat diketahui oleh komunikator.
(Effendy, 1999: 11).
Berdasarkan keterangan tersebut maka pengirim atau komunikator, yaitu
lembaga yang ingin mengkomunikasikan gagasannya, haruslah terlebih dahulu
menentukan sasaran atau target audience yang ingin dicapai.
Setiap kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan
tertentu, tujuan yang dimaksud menunjuk pada suatu hasil atau akibat yang
diinginkan oleh pelaku komunikasi.
Wilbur Schramm (1974) mengatakan bahwa tujuan komunikasi dapat dilihat
dari dua perspektif kepentingan, yakni: kepentingan sumber dan kepentingan
penerima. Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan sumber adalah memberikan
informasi, mendidik, menyenangkan/menghibur dan menganjurkan suatu
tindakan/persuasi. Sedangkan tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima
adalah memahami informasi, mempelajari, menikmati, dan menerima atau menolak
anjuran (Sendjaja, 1993: 44).
28
Harold D. Laswell mengatakan bahwa komunikasi mempunyai tiga fungsi
sosial:
1. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan ini menunjuk pada upaya pengumpulan, pengolahan,
produksi dan penyebarluasan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang
terjadi baik di dalam ataupun di luar lingkungan masyarakat. Upaya ini
selanjutnya diarahkan pada tujuan untuk mengendalikan apa yang terjadi di
lingkungan masyarakat.
2. Fungsi Korelasi
Fungsi korelasi ini menunjuk pada upaya memberikan interpretasi atau
penafsiran informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi. Atas dasar
intrepretasi informasi ini diharapkan berbagai kalangan atau bagian
masyarakat mempunyai pemahaman, tindakan atau reaksi yang sama atas
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain fungsi ini diarahkan pada
pencapaian konsensus. Kegiatan komunikasi yang demikian lazim disebut
sebagai kegiatan propaganda.
3. Fungsi Sosialisasi
Fungsi ini menunjuk pada upaya pendidikan dan pewarisan nilai-nilai,
norma-norma dan prinsip-prinsip dari satu generasi ke generasi lainnya atau
dari satu anggota/kelompok masyarakat ke anggota-anggota/kelompokkelompok masyarakat lainnya.
(Sendjaja, 1993 : 44-45)
Kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan pihak sumber tentunya juga
diharapkan menimbulkan suatu akibat atau hasil yang terjadi pada diri penerima yang
sesuai dengan keinginan pihak sumber. Secara umum akibat atau hasil komunikasi ini
dapat mencakup tiga aspek sebagai berikut :
a) Aspek kognitif, yaitu yang menyangkut kesadaran dan pengetahuan.
b) Aspek afektif, yaitu yang menyangkut sikap atau perasaan/emosi
c) Aspek konatif, yaitu yang menyangkut perilaku/tindakan
(Sendjaja, 1993 :45).
29
2.1.1
Lasswell’s Model (Model Lasswell)
Untuk mantapnya komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan
dengan komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus
Lasswell “Who- Say What- In Which Channel- To Whom- With What Effect”
(Effendy, 1990: 10). Dari pendapat Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi
meliputi unsur-unsur yang terdiri dari:
a. Komunikator
Komunikator atau penebar pesan adalah orang yang menyampaikan pesan
atau menghubungkan pesan dengan komunikan atau penerima pesan. Syaratsyarat yang perlu diperhatikan oleh seorang komunikator adalah:
1. Source credibility, artinya sumber kepercayaan bagi komunikan.
2. Kepercayaan komunikan kepada komunikator dalam bidang pekerjaannya dan
dapat atau tidaknya ia dipercaya.
3. Memiliki source attractiveness, artinya seorang komunikator akan
mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan, sikap, pendapat,
tingkah laku komunikator melalui mekanisme daya tarik pihak komunikan,
serta merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya atau merasa adanya
kesamaan antara komunikator dengan komunikan.
4. Mempunyai pengetahuan yang luas.
5. Komunikator harus memahami komunikan yang dituju, artinya bahwa
komunikan itu terdiri dari orang yang heterogen.
6. Komunikator harus memahami ethos dirinya, artinya sebagai komunikator
harus mawas diri, apakah ia mempunyai ethos sebagai komunikator. Ethos
adalah nilai pribadi seseorang yang merupakan perpaduan kemampuan,
kejujuran, integritas, dan itikad baik.
(Effendy, 1989: 104).
b. Pesan
Pesan merupakan salah satu unsur komponen penting dalam proses
komunikasi. Pesan adalah lambang bermakna, yakni lambang yang membawa
30
pikiran atau perasaan kita. Pesan komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Isi
pesan komunikasi bisa satu, tetapi lambang yang dipergunakan bisa bermacammacam. Lambang-lambang yang dipergunakan dalam komunikasi dapat berupa
bahasa, gambar, kial, dan sebagainya.
Pesan juga merupakan salah satu komponen dalam proses komunikasi yang
dapat menunjang komunikasi menjadi efektif, karena apabila pesan yang
disampaikan oleh komunikator itu tidak dapt dimengerti oleh komunikan, maka
tujuan atau sasaran komunikasi yaitu untuk untuk merubah sikap, perilaku, dan
pendapat tidak akan tercapai.
Berkaitan dengan hal tersebut, di dalam merumuskan suatu pesan perlu sekali
memperhatikan beberapa faktor yang penting guna mencapai apa yang
diharapkan. Karena itu menurut Sastropoetro yang mengutip penjelasan dari
Wilbur Schramm, mengemukakan bagaimana pesan itu harus disusun, antara lain:
1. Pesan harus dirancang dan sedemikian rupa sehingga dapat menarik
perhatian komunikan. Dengan adanya perhatian tersebut komunikan
diharapkan terangsang untuk menerimanya.
2. Lambang-lambang yang digunakan haruslah benar-benar dapat dipahami
oleh kedua belah pihak, komunikator dan komunikan.
(Sastropoetro, 1991: 132).
c. Media
Media adalah alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan
dan menyebarkan pesannya agar dapat sampai pada komunikan. Media yang
31
digunakan dalam komunikasi tergantung banyak tidaknya atau jauh tidaknya
komunikan yang akan ditentukan. Dengan demikian kita dapat menentukan media
apa yang akan kita gunakan dalam menyampaikan pesan komunikasi. Media ini
banyak jumlahnya, mulai dari tradisional hingga modern, oleh karena itu
komunikator harus menentukan media apa yang akan digunakan dalam
menyampaikan
pesannya
dengan
terlebih
dahulu
menentukan
sifat
komunikannya, yaitu individu, kelompok, atau massa.
Media mempunyai sifat-sifat yang dibagi menjadi dua kategori yaitu:
1. Media umum
Adalah media yang dapat dipergunakan oleh segala bentuk
komunikasi, baik komunikasi personal, komunikasi kelompok, atau
komunikasi massa. Contohnya seperti telepon, telex, surat, telegram, foto dan
lain-lain.
2. Media massa
Adalah media yang digunakan hanya untuk menyalurkan komunikasi
massa, karena memiliki karakteristik massa yaitu serempak dan serentak.
Contohnya seperti pers radio, televisi, dan film.
Bilamana komunikator mengharapkan efektivitas media, maka
komunikator harus memilih media yang tepat, media yang hendak dicapai
dalam penyampaian dalam suatu pesan.
32
d. Komunikan
Komunikan adalah seorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran
komunikator ketika ia menyampaikan pesannya. Komunikan yang akan dijadikan
sasaran tersebut dapat merupakan kelompok kecil atau kelompok besar, bersifat
homogen atau heterogen. Komunikan yang homogen merupakan orang-orang
yang terkait oleh suatu organisasi yang mempunyai kesamaan dalam suatu hal,
sedangkan komunikan yang heterogen adalah orang-orang yang tidak memiliki
kesamaan satu sama lain. Apabila ditinjau dari komponen komunikan, seorang
dapat dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi
berikut secara simultan:
1
2
Ia dapat dan benar-benar mengerti akan pesan.
Pada saat ini ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu
sesuai dengan tujuannya.
3 Pada saat ia mengambil keputusannya itu bersangkut dengan kepentingan
pribadinya.
4 Ia mampu menepatinya baik secara mental maupun secara fisik.
(Effendy, 1993: 42)
Pengetahuan
yang
melatarbelakangi
seorang
komunikan
juga
dapat
mempengaruhi efektifnya komunikasi. Komunikan yang berpendidikan rendah
harus diberikan pesan-pesan atau informasi yang dimengerti, tentunya dengan
bahasa yang sederhana, disesuaikan dengan pendidikan komunikan.
Sikap dari komunikan juga dapat menentukan efektifnya suatu komunikasi.
Apabila sudah tidak menyenangi pesan atau informasi yang ia terima, ia tidak
akan menerima pesan itu.
33
e. Efek
Efek adalah suatu dampak yang terjadi dalam proses penyampaian pesan,
yang dapat berakibat positif maupun negatif menyangkut tanggapan, persepsi, dan
opini dari hasil komunikasi.
Jika sikap dan tingkah laku orang itu sesuai maka komunikasi berhasil. Pada
dasarnya tujuan komunikasi bermula timbul pada seseorang yang akan
mengemukakan pikiran dan perasaannya, yakni agar terjadi perubahan sikap pada
orang lain yang dilibatkannya, perubahan sikap itu adalah efek atau akibat
penyampaian pikiran atau perasaan tadi.
2.2
Sosialisasi
Sosialisasi merupakan aktivitas komunikasi di dalam menyampaikan pesan
melalui jaringan komunikasi secara terpadu, dan mengorganisir aktivitas komunikasi
tersebut dengan tujuan menghasilkan dampak pada individu-individu dalam jumlah
besar, dan atau kelompok masyarakat sesuai target yang ingin dicapai, pada satuan
waktu tertentu.
Sosialisasi seringkali menyangkut soal pengarahan, pemerkuatan, dan
penggerakan kecenderungan yang ada ke arah tujuan yang diperkenankan secara
sosial seperti pemungutan suara, pembelian barang-barang, pengumpulan dana
peningkatan kesehatan dan keselamatan, sosialisasi, dan sebagainya.
34
Menurut Nasution, “sosialisasi adalah proses membimbing individu ke dalam
dunia sosial”. Sedangkan menurut Suprapto, “sosialisasi adalah suatu proses belajar
berinteraksi dalam masyarakat” (Hakim dan Ningsih, 1999: 54 dalam Riana: 27).
Sosialisasi merupakan upaya mengajarkan norma dan nilai yang mapan melalui
pujian dan hukuman simbolis bagi berbagai jenis perilaku. Pandangan lain adalah
bahwa hal itu merupakan proses belajar di mana kita mempelajari bagaimana cara
berperilaku dalam situasi tertentu dan mempelajari harapan yang sesuai dengan peran
atau status tertentu dalam masyarakat (McQuail, 1996: 251).
Dalam arti luas, “sosialisasi adalah proses pembelajaran masyarakat
‘menghantar’ warganya masuk ke dalam kebudayaan” (Sitorus, 2003: 62).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
sosialisasi adalah proses yang harus dijalani oleh seorang individu untuk menjadi
manusia dengan tujuan utama:
1. Membentuk kepribadian,
2. Mempelajari pola-pola kebudayaan, dan
3. Berperan aktif dalam kehidupan sehari-hari.
(Hakim dan Ningsih, 1999: 55 dalam Riana: 28).
Pada hakikatnya sosialisasi bertujuan untuk memperoleh nilai, norma,
pengetahuan dan keterampilan-keterampilan sebagai pedoman dalam hidupnya.
Dengan proses sosialisasi, setiap individu diharapkan memperoleh hasil-hasil sebagai
berikut:
a. Memberikan keterampilan yang dibutuhkan bagi kehidupan sosial,
b. Mengembangkan kemampuan komunikasi,
c. Mengendalikan fungsi organik, dan
35
d. Menambah nilai dan kepercayaan pokok masyarakat.
(Sitorus, 2003: 74 dalam Riana: 29).
Sosialisasi dapat terjadi secara langsung pada saat bertatap muka dalam
pergaulan sehari-hari, dapat juga terjadi secara tidak langsung, seperti melalui
telepon, surat, atau melalui media massa. Secara umum terjadinya sosialisasi dapat
melalui dua cara, yaitu:
1. Conditioning
Proses ini melalui keadaan lingkungan yang menyebabkan individu
mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti bahasa, cara
berjalan, cara duduk, cara makan, dan tingkah laku lainnya. Setiap
individu berusaha dalam pengembangan aktualisasi dirinya untuk
memperoleh sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan aturan.
2. Komunikasi
Proses sosialisasi dapat terwujud melalui komunikasi dan interaksi.
Manfaat komunikasi adalah untuk memperoleh pengalaman hidup,
kebiasaan-kebiasaan yang menjadi bekal pergaulan, sehingga individu
sadar akan dirinya sebagai pribadi yang tidak terlepas dari kedudukannya
sebagai anggota masyarakat.
(Hakim dan Ningsih, 1999: 57 dalam Riana: 29).
Faktor-Faktor Penunjang Keberhasilan Sosialisasi
Rogers dan Storey (1987) dalam Venus (2004: 135) menyimpulkan bahwa
untuk suksesnya sebuah sosialisasi biasanya ditandai oleh empat hal:
1. Penerapan pendekatan yang bersifat strategi dalam menganalisa khalayak
sasaran, dalam hal ini termasuk analisis sejauhmana pengetahuan khalayak
tentang topik, dan bagaimana persepsi mereka terhadapnya.
2. Pesan-pesan dirancang secara segmentatif sesuai dengan jenis-jenis
khalayak yang dihadapi. Segmentasi tersebut dapat berdasarkan usia, jenis
kelamin, pekerjaan, budaya, manafaat produk dan gagasan.
3. Penetapan tujuan yang realistis
4. Akhirnya lewat media akan lebih mudah meraih keberhasilan bila disertai
penyebaran personel untuk menindaklanjuti secara interpersonal.
36
Sementara itu, Schenk dan Dobler mengemukakan bahwa pemuka pendapat
(opinion leader) sangat menonjol dalam mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak
terutama ketika pesan yang disampaikan media massa berbeda dengan sikap dan
pengetahuan penerima pesan. Dalam situasi ini seringkali khalayak meminta saran
kepada opinion leader sebelum mereka mengambil keputusan. Komunikasi antar
pribadi antara khalayak dengan pemuka pendapat ini, lanjut Schenk dan Dobler,
mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap keberhasilan sosialisasi. Hal ini
dimungkinkan karena pembicaraan secara langsung tersebut umumnya mengarah
kepada evaluasi terinci tentang pesan-pesan yang diterima yang pada akhirnya
mampu membuat mereka mengambil kesimpulan.
Menurut kedua peneliti ini, pemuka pendapat dipandang sebagai penerus
pesan-pesan media massa dalam interaksi sehari-hari yang terjadi dalam jaringan
komunikasi kelompok kecil. Dalam interaksi tersebut pemuka pendapat seringkali
menambahkan berbagai penilaian yang relevan tentang isu-isu yang dihadapi. Peran
pemuka pendapat yang strategis seperti ini sepatutnya dipertimbangkan oleh
penyelenggara
ketika mendesain program. “Untuk memanfaatkan jasa pemuka
pendapat dalam maka diperlukan kemampuan untuk mengidentifikasi mereka secara
cermat” (Venus, 2004 : 139-140).
2.3
Strategi Komunikasi
Berhasil atau tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan
oleh strategi komunikasi.
37
Menurut Arifin, “strategi merupakan keseluruhan keputusan kondisional yang
akan dijalankan guna mencapai suatu tujuan” (Arifin, 1994: 59).
Arifin dalam bukunya Strategi Komunikasi menyatakan bahwa strategi adalah:
“Keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan
guna
mencapai
tujuan.
Jadi
merumuskan
strategi
komunikasi,
berarti
memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang
akan mungkin dihadapi di masa depan, guna mencapai efektivitas” (Arifin, 1994: 10).
Sementara Onong Uchjana Effendy berpendapat bahwa,
“Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk
mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi
sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arahnya saja, melainkan harus mampu
menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya” (Effendy, 2003: 300).
Menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert Jr. dalam Tjiptono (1997: 3), konsep
strategi dapat didefinisikan berdasarkan dua perspektif yang berbeda, yaitu:
1. Dari perspektif apa yang suatu organisasi ingin lakukan (intend to do)
Sebagai program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan
mengimplikasikan misinya.
2. Dari perspektif apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does)
Sebagai pola tanggapan atau respon organisasi terhadap lingkungannya
sepanjang waktu.
(Tjiptono, 1997: 3)
Demikian pula dengan strategi komunikasi yang merupakan paduan
perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi
(communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi
38
komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis
harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktuwaktu tergantung pada situasi dan kondisi.
Dengan strategi komunikasi ini, berarti ditempuh beberapa cara penggunaan
komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak dengan
mudah dan cepat.
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya
“Techniques for Effectives Communication” menyatakan bahwa tujuan sentral
kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu :
ƒ To secure understanding
Yakni memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya.
ƒ To establish acceptance
Yakni memastikan bahwa komunikan mengerti dan menerima pesan yang
diterimanya.
ƒ To motivate action
Dan pada akhirnya kegiatan di motivasikan.
(Effendy, 1999 : 32-35).
Ada baiknya apabila tujuan komunikasi dinyatakan secara tegas-tegas sebelum
komunikasi dilancarkan. Sebab, ini menyangkut khalayak sasaran (target audience)
yang dalam strategi komunikasi secara makro perlu dibagi-bagi lagi menjadi
kelompok sasaran (target group). Peliknya masalah target audience dan target
groups ini adalah karena berkaitan dengan aspek-aspek sosiologis, psikologis, dan
antropologis, mungkin pula politis dan ekonomis.
39
Semua media komunikasi penting bagi pihak yang akan melancarkan strategi
komunikasi untuk dioperasikan dalam rangka mencapai tujuan, baik tujuan jangka
panjang maupun tujuan jangka pendek.
Tanpa strategi komunikasi, bukan tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh
yang negatif. Ada baiknya tujuan komunikasi dinyatakan secara tegas sebelum
komunikasi dilancarkan. Strategi komunikasi baik secara makro (planned multy
media strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy)
mempunyai fungsi ganda, yaitu:
1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan
instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang
optimal.
2. Menjembatani “kesenjangan budaya” (cultural gap) akibat kemudahan
diperolehnya kemudian dioperasionalkannya media massa yang begitu
ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.
(Effendy, 1981: 32).
2.3.1
Strategi Komunikasi dalam Melakukan Sosialisasi
Komunikasi merupakan proses yang rumit. Berhasil atau tidaknya kegiatan
komunikasi secara efektif, banyak ditentukan oleh strategi komunikasi. Dalam rangka
menyusun strategi komunikasi dalam melakukan sosialisasi diperlukan suatu
pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor
penghambat. Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponenkomponen komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap
komponen tersebut.
40
1.
Mengidentifikasi Audiens Sasaran
Sendjaja menyatakan bahwa khalayak (audience) merupakan faktor penentu
keberhasilan komunikasi. Karena, bagi komunikator tentunya patokan keberhasilan
upaya komunikasi yang ia lakukan itu apabila pesan-pesan yang disampaikan melalui
suatu saluran/medium dapat diterima/sampai ke audiens sasaran, dipahami, dan
mendapatkan tanggapan positif, dalam arti sesuai dengan harapan si komunikator.
Dalam merancang suatu kegiatan komunikasi baik itu melalui saluran
komunikasi personal atau melalui media massa, komunikator seyogyanya berorientasi
ke audiens sasaran (audience oriented). Dalam hal ini, Schramm menyatakan secara
tegas bahwa seorang perancang komunikasi yang baik tidak akan memulai upayanya
dari “apa yang harus dikatakan”, “saluran apa yang akan dipergunakan”, atau
“bagaimana cara mengatakannya”, melainkan terlebih dahulu mempertanyakan
“siapa yang akan menjadi sasaran penyampaian pesan”. Dalam proses komunikasi
massa implikasi dari pertanyaan Schramm tersebut adalah: bahwa sebelum
komunikator mempengaruhi audiens melalui pesan-pesan yang disebarluaskannya,
audiens telah terlebih dahulu mempengaruhi komunikator. Komunikator akan
berusaha mengumpulkan data dan informasi mengenai karakteristik dari para warga
audiens yang akan dijadikan sasarannya. Atas dasar hal-hal inilah baru komunikator
akan dapat menentukan “apa” yang akan disampaikan, dan “bagaimana” cara
menyampaikannya.
Pada masa sekarang ini, konsepsi khalayak menunjuk pada sekumpulan orang
yang terbentuk segabai akibat atau hasil dari kegiatan komunikasi yang dilakukan
yang jumlahnya besar (bahkan mungkin tidak terbatas), tersebar secara luas, banyak
41
diantaranya yang saling tidak mengenal satu dengan yang lainnya, dan juga heterogen
(beragam) dalam hal ciri-ciri sosio-ekonomi dan demografisnya (Sendjaja, 1993:
221).
Dalam mengidentifikasi audiens komunikator pemasaran harus mulai dengan
audiens sasaran yang jelas. Audiens dapat berupa individu, kelompok, publik tertentu,
atau publik umum. Audiens sasaran akan mempengaruhi secara kritis keputusan
komunikator mengenai apa yang dikatakan, bagaimana mengatakannya, kapan
mengatakannya, dimana, dan kepada siapa mengatakannya. Bagian terbesar dari
analisis audiens adalah memperkirakan kesan audiens sekarang terhadap suatu
objek/ide yang akan dibahas. “Kesan adalah seperangkat keyakinan, ide, dan
pengaruh yang didapat seseorang dari suatu objek” (Kotler, 2001 : 778).
Sebelum melancarkan komunikasi, komunikator perlu mempelajari siapa-siapa
yang akan menjadi sasaran komunikasi. Ini tergantung pada tujuan komunikasi,
apakah agar komunikan hanya sekedar mengetahui (dengan metode informatif) atau
agar komunikan melakukan tindakan tertentu (metode persuasif atau instruktif).
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dari pihak komunikan adalah:
a. Faktor kerangka referensi
Kerangka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari
paduan pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial,
ideologi dan sebagainya. Kerangka referensi seseorang akan berbeda dengan
orang lain.
Dalam situasi komunikasi antar persona mudah untuk mengetahui kerangka
referensi seseorang karena ia hanya satu orang. Yang sukar adalah mengenal
kerangka referensi komunikan dalam komunikasi kelompok. Ada kelompok
yang individu-individunya sudah dikenal seperti kelompok karyawan atau
kelompok perwira. Ada juga yang tidak dikenal seperti pengunjung rawat
RW. Untuk mengenal kerangka referensi para komunikan dalam
komunikasi massa lebih sulit karena sifatnya sangat heterogen. Oleh karena
42
itu, pesan yang disampaikan kepada khalayak dalam media massa hanya
yang bersifat informatif atau umum, yang dapat dimengerti oleh semua
orang, mengenai hal yang menyangkut kepentingan semua orang. Jika pesan
yang akan disampaikan kepada khalayak adalah untuk dipersuasikan, maka
akan lebih efektif bila khalayak dibagi menjadi kelompok-kelompok khusus.
Lalu diadakan komunikasi kelompok dengan mereka, yang berarti
komunikasi dua arah secara timbal balik.
b. Faktor situasi dan kondisi
Yang dimaksud dengan situasi adalah situasi komunikasi pada saat
komunikan akan menerima pesan yang disampaikan. Situasi yang bisa
menghambat jalannya komunikasi dapat diduga sebelumnya, dapat juga
datang tiba-tiba pada saat komunikasi dilancarkan. Yang pertama dapat
dihindarkan dengan menangguhkan dan memajukan harinya, sedangkan
yang kedua dengan memberikan pidato yang singkat tetapi padat.
Yang dimaksud kondisi adalah state of personality komunikan, yaitu
keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat ia menerima pesan
komunikasi. Komunikasi tidak akan efektif apabila komunikan sedang
marah, sedih, bingung, sakit, atau lapar. Dalam menghadapi komunikan
dengan kondisi seperti itu kadang-kadang komunikator bisa menangguhkan
komunikasi sampai datangnya suasana yang lebih kondusif. Akan tetapi,
tidak jarang pula para komunikator harus melakukannya pada saat itu juga.
Di sini faktor manusiawi memegang peranan yang sangat penting.
(Effendy, 1999: 36-37)
2.
Menentukan Tujuan Komunikasi
Setiap kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan
tertentu, tujuan yang dimaksud menunjuk pada suatu hasil atau akibat yang
diinginkan oleh pelaku komunikasi. Wilbur Schramm (1974) mengatakan bahwa:
Tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yakni:
kepentingan sumber dan kepentingan penerima. Tujuan komunikasi dari sudut
kepentingan sumber: memberikan informasi, mendidik, menyenangkan/menghibur
dan menganjurkan suatu tindakan/persuasi. Sedangkan tujuan komunikasi dari sudut
kepentingan penerima: memahami informasi, mempelajari, menikmati dan menerima
atau menolak anjuran (Sendjaja, 1993: 44)
43
Dalam perspektif pemasaran Kotler mengemukakan bahwa begitu pasar sasaran
dan karakteristik telah diidentifikasi, komunikator pemasaran harus memutuskan
respons audiens yang diharapkan. Pemasar dapat mencari respons kognitif, respons
afektif, atau respons konatif (perilaku) dari audiens sasaran. Yaitu, “pemasar dapat
memasukan sesuatu ke dalam pikiran konsumen, mengubah sikap konsumen, atau
membuat konsumen bertindak” (Kotler, 2001 : 781).
Pesan komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Ini menentukan teknik yang
harus diambil, apakah itu teknik informasi, teknik persuasi, atau teknik instruksi.
Pesan komunikasi terdiri atas isi pesan dan lambang (symbol). Isi pesan bisa
satu, tetapi lambang yang digunakan bisa bermacam-macam. Lambang yang bisa
dipergunakan untuk menyampaikan isi komunikasi ialah bahasa, gambar, warna, kial
(gesture), dan sebagainya.
Lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi ialah bahasa, karena
hanya bahasalah yang dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, fakta, opini dan
sebagainya. Tanpa penguasaan bahasa, hasil pemikiran yang bagaimana pun baiknya
tak akan dapat di komunikasikan kepada orang lain secara tepat. Banyak kesalahan
informasi dan kesalahan interpretasi oleh bahasa. (Effendy, 1999 : 37-38)
3.
Pemilihan Saluran Komunikasi
Secara umum ada dua saluran komunikasi yang dapat dipergunakan dalam
upaya penyebarluasan pesan: saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi
non-personal atau lazim disebut sebagai saluran komunikasi melalui media massa.
Kedua jenis saluran tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya masingmasing.
44
a) Saluran Komunikasi Personal
Saluran komunikasi personal, baik yang bersifat langsung perorangan
(individual) ataupun melalui kelompok, lebih persuasif dibandingkan dengan
saluran media massa. Dalam hal dampaknya, upaya penyampaian pesan
melalui saluran komunikasi personal ini juga dipandang efektif. Namun
demikian, penggunaan saluran ini mempunyai kekurangan yakni: daya
jangkau dan kecepatan penyampaian pesannya terbatas.
Kotler menyatakan bahwa saluran komunikasi personal melibatkan dua
atau lebih orang langsung berkomunikasi satu sama lain. Mereka dapat
berkomunikasi dari muka ke muka, satu orang terhadap audiens, lewat telepon
atau lewat surat. Saluran komunikasi personal memperoleh efektifitasnya
lewat kesempatan memberikan presentasi dan umpan balik sendiri.
Perbedaan lebih lanjut dapat dilakukan antara saluran komunikasi
penganjur, ahli dan sosial. Saluran penganjur terdiri dari tenaga penjualan
perusahaan yang menghubungi pembeli di pasar sasaran. Saluran sosial terdiri
dari para tetangga, teman, anggota keluarga, dan kolega yang berbicara
kepada pembeli sasaran.
Banyak perusahaan yang semakin menyadari kekuatan “faktor
berbicara” atau “bahasa lisan” dari saluran sosial dan ahli dalam
menghasilkan bisnis baru. Mereka mencari cara untuk mendorong saluransaluran ini agar memberi rekomendasi bagi produk dan jasa mereka.
45
Perusahaan/lembaga
dapat
mengambil
beberapa
langkah
untuk
mendorong saluran pengaruh personal agar bertindak bagi kepentingan
mereka :
ƒ Identifikasi individu dan perusahaan yang berpengaruh dan curahkan
usaha tambahan bagi mereka.
ƒ Ciptakan opini tokoh dengan memberi orang-orang tertentu produk
dengan syarat yang menarik.
ƒ Bekerja sama dengan komunitas yang berpengaruh.
ƒ Gunakan orang yang berpengaruh dalam iklan yang bersifat pujian.
ƒ Kembangkan iklan yang memiliki “nilai percakapan” tinggi.
(Kotler, 2001 : 790-792)
b) Saluran Komunikasi Nonpersonal
Saluran komunikasi nonpersonal menyampaikan pesan tanpa kontak
personal atau interaksi. Saluran ini meliputi media, suasana dan peristiwa.
Media terdiri dari media cetak (surat kabar, majalah, surat langsung),
media siaran (radio, televisi), media elektronik (audiotape, videotape,
videodisk), dan media display (billboard, papan reklame, poster).
Suasana adalah “paket lingkungan” yang menciptakan atau memperkuat
pengetahuan pembeli akan pembelian produk. Sedangkan peristiwa adalah
kejadian yang dirancang untuk mengkomunikasikan pesan tertentu kepada
audiens sasaran.
”Media yang digunakan oleh para pelaku yang memainkan peran dalam
media turut menciptakan dan memodifikasi lambang-lambang signifikan”
(Nimmo, 1989: 199).
46
Walaupun komunikasi personal sering lebih efektif daripada komunikasi
massal, media massa dapat menjadi alat utama untuk mendorong komunikasi
personal. Komunikasi massal mempengaruhi sikap dan perilaku personal
lewat proses arus komunikasi dua tahap. ”Ide-ide sering mengalir dari radio
dan dicetak ke opini tokoh dan dari sini ke bagian populasi yang kurang aktif”
(Kotler, 2001 : 792-793).
Sendjaja (1993: 166-168) mengungkapkan bahwa khalayak akan tertarik
membaca surat kabar/majalah, menonton suatu program acara TV atau
mendengarkan radio, apabila isi pesan yang disampaikan media tersebut
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Novelty (sesuatu yang baru)
2. Jarak (dekat atau jauh)
3. Popularitas
4. Pertentangan (conflict)
5. Komedi
6. Seks dan keindahan
7. Emosi
8. Nostalgia
9. Human Interest.
(Sendjaja, 1993 : 166-168)
Secara teoritis, dampak penyebaran pesan melalui media massa
lazimnya hanya mampu sampai ke tahap kognitif dan afektif. Lebih lanjut,
dampak atau akibat dari penyebaran pesan melalui media massa terhadap
khalayak luas akan terjadi secara kuat, dan mungkin tidak hanya terjadi dalam
tahap kognitif dan afektif tetapi juga sampai ke tahap konatif, apabila
ditunjang oleh beberapa kondisi sebagai berikut:
47
1. Exposure (jangkauan pengenaan)
Dampak media massa akan timbul secara kuat dan cepat
apabila sebagian besar khalayak memang telah ter-expose media
massa.
2. Kredibilitas
Dampak media massa akan kuat apabila memiliki kredibilitas
yang cukup tinggi di mata khalayaknya, dalam arti bahwa dipercaya
kebenarannya.
3. Konsonansi
Penyebaran informasi melalui media massa akan menghasilkan
dampak yang lebih kuat apabila mengikuti prinsip “konsonansi”.
Dalam arti bahwa isi informasi tentang sesuatu hal yang
disampaikan oleh berbagai media massa relatif sama atau serupa,
baik dalam hal materi isi, arah, dan orientasinya maupun dalam hal
waktu, frekuensi, dan cara penyajiannya.
4. Signifikasi
Informasi yang disampaikan media massa akan menghasilkan
dampak yang kuat apabila materi isinya memang “signifikan”, dalam
arti berkaitan secara langsung dengan kepentingan dan kebutuhan
khalayak.
5. Sensitif
Informasi yang disampaikan media massa akan menimbulkan
dampak yang kuat, baik dampak positif maupun dampak yang
negatif apabila materi dan penyajian isinya menyentuh hal-hal yang
bersifat “sensitif”.
6. Situasi kritis
Informasi yang disampaikan media massa akan menimbulkan
dampak yang lebih kuat apabila masyarakat sedang berada dalam
situasi kritis akibat ketidakstabilan struktural.
7. Dukungan komunikasi antar pribadi
Penyebaran informasi melalui media massa juga akan
menghasilkan dampak yang kuat apabila didukung oleh komunikasi
antar pribadi, dalam arti bahwa informasi tersebut kemudian juga
akan ramai dibicarakan orang.
(Sendjaja, 1993: 180-181).
Pemilihan satu atau beberapa media komunikasi, seyogyanya
dilakukan atas dua pertimbangan, yaitu:
48
1. Karakteristik media
Tiap medium memiliki karakteristiknya sendiri yang berbeda satu
sama lainnya. Tiap medium juga secara khusus mempunyai kekuatan dan
kekurangannya. Oleh karena itu, penentuan suatu medium perlu
disesuaikan dengan tujuan dan kemampuan dari masing-masing medium.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain sebagai berikut:
•
Kebutuhan jangkauan dan kecepatan penetrasi
Apabila pesan yang akan disampaikan ditujukan kepada masyarakat
secara luas, maka media seperti radio dan televisi cukup tepat.
•
Kebutuhan pemeliharaan memori
Apabila penyampaian pesan lebih ditujukan pada upaya agar pesanpesan tetap diingat oleh khalayak dalam kurun waktu yang relatif
lama, maka media seperti media ruang (billboard, dll) dan majalah
lebih cocok.
•
Kebutuhan jangkauan khalayak yang selektif
Apabila
pesan-pesan
yang
disampaikan
dimaksudkan
untuk
kelompok-kelompok masyarakat tertentu/khusus, maka media seperti
surat kabar dan majalah lebih tepat.
49
•
Kebutuhan jangkauan khalayak lokal
Apabila khalayak sasaran yang dijangkau bersifat lokal (misalnya
terbatas pada kabupaten atau wilayah tertentu), maka penggunaan
media seperti radio lokal, bioskop, dan media luar ruang lebih tepat.
•
Kebutuhan frekuensi
Apabila pesan-pesan yang disampaikan membutuhkan frekuensi
penyampaian yang tinggi, maka penggunaan media seperti radio dan
media luar ruang akan lebih cocok.
2. Karakteristik kreatif
Karakteristik kreatif, yakni yang berkaitan dengan isi, bentuk, dan
teknik penyajian pesan, juga merupakan hal yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih media yang cocok. Dalam praktiknya, pemilihan suatu
medium justru seringkali didasarkan atas karakteristik kreatif.
•
•
•
•
Kebutuhan gerak
Apabila pesan yang akan disampaikan menuntut unsur gerak sebagai
faktor utama, maka media audio-visual seperti televisi dan film
merupakan media yang tepat.
Kebutuhan warna
Apabila warna merupakan faktor yang ingin ditonjolkan dari pesan,
maka televisi, film, dan juga majalah cocok untuk dipergunakan.
Kebutuhan suasana
Apabila pesan yang akan disampaikan memberikan penekanan pada
faktor suasana, maka media audio seperti radio dan media audio-visual
seperti televisi, dan film lebih tepat.
Kebutuhan demonstrasi
50
Apabila pesan yang disampaikan menuntuk adanya demonstrasi yang
menggambarkan tata cara, proses atau hasil, maka media audio-visual
seperti televisi dan film lebih cocok.
• Kebutuhan deskripsi
Apabila pesan yang disampaikan memerlukan uraian yang cukup
eksplisit, komprehensif, sitematis, dan rinci, maka media cetak seperti
surat kabar, majalah, brosur, dan leaflet lebih cocok. Karena media
cetak memiliki kemampuan editorial yang lebih baik dibandingkan
dengan media elektronika.
(Sendjaja, 1993: 214-217).
Disamping saluran komunikasi personal dan media massa, pada
masyarakat Indonesia juga dikenal adanya media lainnya yang lazim disebut
sebagai “media tradisional”. Media tradisional ini mencakup berbagai bentuk
kesenian seperti wayang golek, ludruk, ketoprak, lenong betawi dll.; forumforum komunikasi seperti “rembukdesa”, “banjar”, “slapanan”, dll., dan
berbagai bentuk budaya lainnya. Media tradisional ini juga cukup efektif
untuk dipergunakan sebagai saluran komunikasi persuasi atau promosi suatu
ide. Karena, selain popular dan dekat dengan masyarakat pendukungnya,
penyampaian pesan melalui media tradisional dapat dilakukan sesuai dengan
kerangka nilai budaya setempat. Hanya saja penyisipan pesannya harus
disesuaikan dengan karakteristik komunikasi dari masing-masing medium
tradisional (Sendjaja, 1993 : 214-215).
51
Teori Multi-Langkah
Salah satu teori komunikasi massa yang dapat dicapai untuk memilih saluran
komunikasi adalah teori multi-langkah.
Teori multi-langkah mengatakan bahwa pengaruh mengalir ulang-alik dari
media ke khalayak (yang juga berinteraksi satu sama lain), kembali lagi ke khalayak,
dan seterusnya. Singkatnya, ada banyak langkah yang harus ditelaah sebelum dapat
mulai menjelaskan pengaruh atau efek dari media.
Proses ulang-alik ini terutama berlaku untuk masa kini, dimana media
merupakan bagian penting dari kehidupan. Orang yang membuka diri terhadap satu
media juga akan terbuka terhadap media lain. Tidak terhindarkan bahwa hal yang
sama dan hal yang baru diberitakan di banyak media yang berbeda. Selanjutnya,
diasumsikan bahwa interaksi antar pribadi terjadi di antara paparan-paparan
(exposures) media. Selama pemaparan ini (baik terhadap media maupun dalam
interaksi antar pribadi), orang dipengaruhi dan mempengaruhi yang lain.
4.
Merancang Pesan
Pesan merupakan salah satu unsur atau komponen penting dalam proses
komunikasi. Di dalam merumuskan suatu pesan, perlu sekali memperhatikan
beberapa faktor yang penting guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Pesan merupakan unsur komunikasi yang mempunyai kedudukan yang sentral
dan tidak dapat diabaikan. Pesan yang dikomunikasikan mengharapkan respon positif
untuk menunjukkan komunikasi itu efektif. Banyak istilah yang digunakan untuk
52
mengartikan atau mendefinisikan mengenai pesan, namun pada dasarnya berbagai
definisi tersebut memiliki makna yang sama. H. A. W. Widjaja dalam bukunya Ilmu
Komunikasi Pengantar Studi merumuskan pesan sebagai ”keseluruhan dari apa yang
disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan (tema) yang
sebenarnya menjadi pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah
laku komunikan” (Widjaja, 2000: 32).
Sementara Abdullah Hanafi dalam Siahaan (1991:62) menjelaskan bahwa pesan
adalah:
”Produk fisik yang nyata yang dihasilkan oleh sumber encoder. Sewaktu kita
berbicara, pembicaraan itulah pesan. Ketika kita menulis surat, tulisan surat itulah
pesan. Ketika seorang bisu berisyarat, maka isyarat tangan, mimik, ekspresi wajah
itulah pesan” (Siahaan, 1991: 62).
Pesan yang akan kita komunikasikan harus ada unsur kepentingan bagi
komunikan agar mereka bersifat responsif. Wilbur Schramm pernah mengetengahkan
apa yang dinamakan the condition of success in communiaction yang dijabarkan
sebagai berikut:
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat
menarik perhatian komunikan.
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman
yang sama kepada komunikator dan komunikan sehingga sama-sama
mengerti.
3. Pesan harus dapat membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi
yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia
digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
(Effendy, 1993: 41).
53
Perumusan penyampaian pesan merupakan suatu kegiatan penting yang
menentukan. Pesan yang disampaikan harus tepat, ibarat kita membidik dan
menembak maka peluru yang keluar haruslah sesuai dengan sasaran.
Di dalam merumuskan pesan membutuhkan pemecahan empat masalah, yaitu:
a) Isi Pesan
Untuk dapat menyampaikan dan menciptakan pesan yang dapat
diterima oleh sasaran dari komunikasi, maka menurut Effendy,
“Isi pesan harus sesuai dengan kerangka referensi (frame of reference)
dan kerangka pengalaman (field of experience) yaitu merupakan kerangka
psikis yang menyangkut pandangan, pedoman, dan perasaan dari komunikan
yang bersangkutan” (Effendy, 1981: 41).
Komunikator harus memikirkan apa yang akan dikatakan kepada
audiens sasaran untuk menghasilkan respons yang diinginkan. Proses ini
merumuskan manfaat, motivasi, identifikasi, atau alasan mengapa audiens
harus memikirkan atau menyelidiki produk itu. Ada tiga jenis daya tarik yang
dapat dibedakan:
(1) Daya tarik rasional menarik minat audiens sendiri. Daya tarik ini
memperlihatkan bahwa produk itu akan mengahasilkan manfaat
yang dinyatakannya.
(2) Daya tarik emosional berusaha mendorong emosi negatif atau
positif yang akan memotivasi pembelian.
(3) Daya tarik moral diarahkan ke perasaan audiens mengenai apa
yang benar dan pantas. Daya tarik ini sering digunakan untuk
mendesak orang untuk alasan-alasan sosial.
(Kotler, 2001 : 784-786).
54
Selain itu, agar pesan mengena tepat pada sasaran harus memenuhi syaratsyarat:
1. Umum, yakni berisi hal-hal umum yang dipahami oleh komunikan, bukan
dipahami oleh seseorang atau kelompok tertentu.
2. Jelas dan gamblang, pesan haruslah jelas dan bukan samar-samar agar
tidak ditafsirkan menyimpang dari yang kita maksudkan.
3. Bahasa yang jelas, hindari penggunaan istilah-istilah yang tidak dipahami
oleh audiens atau khalayak.
4. Positif, secara kodrati manusia selalu tidak ingin mendengar dan hal-hal
yang tidak menyenangkan dirinya. Oleh karena itu setiap pesan agar
diutarakan dalam bentuk positif. Kemukakan pesan untuk lebih
mendapatkan simpati dan menarik.
5. Seimbang, pesan yang disampaikan hendaklah tidak ekstrim dan tidak
mempertentangkan dua kutub yang berbeda karena cenderung ditolak oleh
komunikan.
6. Sesuaikan dengan keinginan komunikan, sasaran dari komunikasi yang
kita lancarkan (komunikan) selalu mempunyai keinginan/kepentingan
tertentu. Dalam hal ini komunikator dapat menyesuaikan dengan keadaan,
waktu, dan tempat.
(Widjaja, 1998: 33-34).
Selanjutnya, agar pesan yang disampaikan itu mengena sasaran atau
komunikan, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perumusannya, seperti yang dikemukakan oleh Mulyana, bahwa pesan
tersebut haruslah:
1. Ada hubungan (relevansi) dengan penerima.
2. Sesuai dengan tujuan daripada komunikasi.
3. Sesuai dengan kemampuan mental, sosial, ekonomi, dan psikis daripada
penerima.
4. Jelas dan dapat dipahami dengan mudah.
5. Sederhana dan mempunyai kekhasan.
6. Tepat waktu dan tidak membosankan, up to date.
7. Menarik perhatian untuk ingin tahu lebih banyak lagi.
8. Dalam batas tampung penerima, tidak terlalu banyak pesan.
(Mulyana, 1981: 12).
55
Isi pesan biasanya dibalut dengan formulasi ysng memudahkan
penerimaan pesan, sementara wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus
inti pesan itu sendiri. Selanjutnya Onong U. Effendy mengemukakan bahwa
dalam menyampaikan pesan perlu diketahui:
1. Timing yang tepat untuk suatu pesan.
2. Bahasa yang dipergunakan agar pesan dapat dimengerti.
3. Sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif.
4. Jenis sasaran dimana komunikasi akan dilaksanakan.
(Effendy, 1981: 38).
b) Struktur Pesan
Struktur pesan menunjuk pada pengorganisasian elemen-elemen
pokok dari pesan. Salah satu model yang dapat digunakan untuk membuat
struktur pesan yang efektif adalah model “ANSVA”. Model ini memberikan
gambaran bahwa seorang komunikator harus mampu membangkitkan
perhatian orang lain (attention), mampu membangkitkan kebutuhan audiens
terhadap apa yang komunikator sampaikan (needs), memberikan pemuasan
terhadap kebutuhan audiens (satisfaction), mampu memproyeksikan gagasan
komunikator (visualization), dan menegaskan gagasan agar audiens bertindak
(action).
56
c) Format pesan
Komunikator harus mengembangkan format yang kuat untuk pesan
tersebut. Dalam iklan cetakan, komunikator harus memutuskan mengenai
berita utama, salinan, ilustrasi dan warna. Jika pesan itu diteruskan lewat
radio, komunikator harus berhati-hati dalam memilih kata, kualitas suara
(kecepatan bicara, irama, nada, artikulasi) dan vokalisasi (jeda, tarikan napas).
Jika pesan itu diteruskan lewat televisi atau sendiri, maka semua elemen ini
ditambah bahasa tubuh (petunjuk nonverbal) harus direncanakan. (Kotler,
2001 : 788)
d) Sumber Pesan
Unsur yang paling dominan daalm keseluruhan proses komunikasi
untuk mencapai efektivitas adalah komunikator atau sumber pesan, yaitu
mereka yang menyusun dan melontarkan pesan atau pernyataan umum kepada
audiens. Komunikator mempunyai peran daalm menentukan efektif tidaknya
pesan-pesan yang disampaikan.
Komunikator menurut Cangara adalah “pihak ynag mengirim pesan
kepada khalayak” (Cangara, 1998: 89), sedangkan menurut Effendy,
komunikator adalah “seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan
pikirannya atau perasaannya kepada orang lain” (Efendy, 1993: 14). Karena
itu komunikator disebut sebagai pengirim, sumber, source, atau encoder.
57
Pesan yang disampaikan oleh sumber yang menarik seringkali
memperoleh perhatian yang lebih besar dan mudah diingat. Untuk mencapai
komunikasi yang efektif terdapat tiga karakteristik sumber yang perlu
diperhatikan yakni: “credibility” (kredibilitas), “attractiveness” (daya tarik)
dan “power “ (kekuasaan/kekuatan).
-
Kredibilitas sumber
Komunikator dalam kegiatan komunikasi sangat berpengaruh bagi
kelancaran komunikasi itu sendiri. Begitu penting dan dominannya
peranan komunikator sehingga dalam suatu kegiatan komunikasi yang
terencana dibutuhkan strategi untuk menetapkan komunikator yang tepat.
Komunikator tersebut harus memiliki kredibilitas di mata komunikan.
Kredibilitas itu dapat diperoleh apabila komunikator tersebut memiliki
keterampilan berkomunikasi secara lisan maupun tertulis, berpengetahuan
luas, bersahabat, serta mampu beradaptasi dengan sistem sosial dan
budaya.
Suatu hal yang sering dilupakan oleh komunikator sebelum memulai
aktivitasnya adalah bercermin pada diri sendiri apakah syarat-syarat yang
harus dimiliki oleh seorang komunikator handal telah terpenuhi. Untuk itu
komunikator harus memiliki kredibilitas dan kepercayaan seperti yang
dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat:
Seorang komunikator dalam melakukan komunikasi harus memiliki
kredibilitas, dimana yang merupakan komponen-komponen dari
kredibilitas itu adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan
58
yang dibentuk komunikan tentang komunikator dalam hubungan dengan
topik yang dibicarakannya. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian
dianngap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman,
terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikator yang berkaitan dengan
wataknya. Apakah komuniktor jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis
atau ia dinilai sebaliknya (Rakhmat, 2002: 260).
Kredibilitas merujuk pada suatu kondisi dimana si sumber dinilai
mempunyai pengetahuan, keahlian atau pengalaman yang relevan dengan
topik pesan yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi
percaya bahwa pesan yang disampaikannya itu bersifat objektif. Lazimnya
faktor kredibilitas sumber ini dapat dilihat dalam dua dimensi: “expertice”
(keahlian atau kecakapan) dan “trustwordtiness” (kepercayaan).
Rogers (1983), lebih lanjut membagi kredibilitas sumber menjadi dua
bagian: “competence credibility” yakni kredibilitas yang berkaitan dengan
status/kedudukan formal, dan “safety credibility” yang menunjuk pada
kredibilitas yang tidak berkaitan dengan status/kedudukan formal.
-
Daya tarik sumber
Suatu kecakapan utama yang disyaratkan bagi seorang komunikator
adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien.
Mampu menjaga agar pesan-pesan yang disampaikan dapat dimengerti
dengan jelas. Sebagai penyampai pesan, faktor daya tarik dan kepercayaan
sangat penting untuk keberhasilan komunikator dalam berkomunikasi.
59
Kedua faktor yang penting dalam melancarkan komunikasi tersebut
dikemukakan Effendy sebagai berikut:
1. Sumber kepercayaan,
Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan
dapat tidaknya ia dipercaya, mengetahui kebenaran, juga harus
objektif dalam memotivasi apa yang diketahuinya.
2. Sumber daya tarik.
Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk
melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik.
(Effendy, 1993: 44).
Berdasarkan kedua faktor tersebut, seorang komunikator dalam
menghadapi komunikan harus bersikap empatik, yaitu kemampuan
seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.
Daya tarik sumber merupakan karakteristik berikutnya yang ikut
menentukan keberhasilan upaya persuasi. Apabila sumber dinilai
“menarik” oleh penerima, maka upaya persuasi akan lebih cepat berhasil
karena adanya proses identifikasi dalam diri pihak penerima.
Namun demikian, perlu dipertimbangkan bahwa proses identifikasi ini
seringkali hanya bersifat temporer. Dalam arti, bahwa pihak penerima
akan mengidentifikasikan dirinya dengan sumber selama si sumber masih
dinilai menarik, masih pantas untuk ditiru, atau si sumbernya tidak
berubah.
60
-
Kekuatan atau kekuasaan sumber
Kekuatan atau kekuasaan sumber terhadap pihak penerima, secara
umum dapat terjadi melalui empat cara. Pertama, kharisma (faktor bawaan
yang melekat pada seseorang, seseorang yang tergolong kharismatik
lazimnya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang lain). Kedua,
wibawa otoritas (faktor ini berkartan dengan kedudukan atau otoritas
formal, seseorang yang mempunyai kedudukan formal sebagai pemimpin
suatu kelompok atau organisasi akan memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi orang yang menjadi bawahannya). Ketiga, kompetensi atau
keahlian (kompetensi adalah sesuatu yang diperoleh seseorang melalui
proses belajar). Keempat, “compliance” atau pemenuhan (sumber dinilai
memiliki kekuatan atau kekuasaan apabila ia mampu memberikan imbalan
dan hukuman kepada penerimanya).
(Sendjaja, 1993: 204-205).
5.
Mengevaluasi Program
Setelah
menerapkan
rencana
promosi,
komunikator
harus
mengukur
pengaruhnya terhadap audiens sasaran. Hal ini termasuk menanyakan audiens sasaran
apakah mereka mengenal atau mengingat pesan tersebut, berapa kali mereka
melihatnya, poin apa yang diingat, bagaimana kesan mereka terhadap pesan itu, dan
sikap mereka sebelumnya dan sekarang terhadap produk atau gagasan tersebut.
“Komunikator mungkin juga ingin mengumpulkan ukuran perilaku dari respons
audiens, seperti berapa banyak orang yang membeli produk tersebut, menyukainya
dan membicarakannya dengan orang lain” (Kotler, 2001:805).
BAB III
GAMBARAN UMUM KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG
Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa gambaran umum dari Bank
Indonesia, yang mencakup tentang profil Bank Indonesia, sejarah singkat Kantor
Bank Indonesia Bandung dari beberapa periode, struktur organisasi Kantor Bank
Indonesia Bandung serta tugas dan fungsi satuan-satuan kerja Kantor Bank Indonesia
Bandung.
3.1
Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Peran bank sentral
bermula dari bank sirkulasi dan kemudian berevolusi hingga menjadi bank sentral
yang modern dengan tujuan yang fokus dan independent. Tujuan Bank Indonesia
yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini terlihat dari dua
aspek, yaitu kestabilan terhadap harga barang dan jasa yang tercermin dari
perkembangan laju inflasi dan kestabilan terhadap mata uang Negara lain, yang
tercermin dari perkembanagn kurs rupiah terhadap mata uang Negara lain. Sedangkan
tugas pokok Bank Indonesia yaitu:
¾ Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
¾ Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
¾ Mengatur dan mengawasi bank.
61
62
Undang-undang menetapkan status independent Bank Indonesia dengan
mendudukkan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara lainnya
serta berada di luar struktur pemerintahan sehingga kedudukannya juga tidak sejajar
dengan kedudukan Departemen. Dengan demikian, Bank Indonesia memiliki
kewenangan penuh untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan dalam
menjaga kestabilan nilai rupiah serta berkewajiban untuk membebaskan diri dari
segala bentuk campur tangan dari pihak manapun juga, yang dapat berdampak pada
kestabilan nilai rupiah.
Bank Indonesia memiliki kewenangan menetapkan peraturan yang mengikat
masyarakat luas sesuai dengan tugas dan kewenangannya serta bertindak atas
namanya sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas pemerintah dan membantu
pemerintah dalam urusan pinjaman luar negeri. Selain itu, Bank Indonesia juga
membantu pemerintah dalam penerbitan Surat Utang Negara (SUN), namun tidak
diperkenankan membeli SUN untuk diri sendiri di pasar primer, kecuali dalam
keadaan darurat.
Meskipun merupakan lembaga Negara yang independent, Bank Indonesia
menyadari pentingnya koordinasi. Karena itu Bank Indonesia harus terus aktif
berkoordinasi dengan pemerintah, antara lain dalam memberikan pendapat dan
masukan dalam sidang-sidang kabinet dan penyusunan RAPBN, serta hal-hal lain
yang terkait dengan tugas dan wewenangnya.
63
Visi dan Misi Bank Indonesia:
¾ Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara
nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang
dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.
¾ Misi Bank Indonesia
Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan
kestabilan moneter dan pengembangan sistem keuangan untuk pembangunan
nasional jangka panjang yang berkesinambungan.
Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia
Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk
bertindak dan berperilaku terdiri atas:
¾ Kompetensi
Memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan
untuk melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan kualitas
yang telah ditetapkan.
¾ Integritas
Konsisten dan selalu patuh terhadap nilai-nilai moral atau peraturan
lainnya, terutama nilai kejujuran dan anti KKN (korupsi, kolusi dan
nepotisme), serta mementingkan organisasi.
64
¾ Transparansi
Kejelasan dan keterbukaan dalam latar belakang dan hasil tujuan,
keputusan ataupun langkah kerja baik organisasi maupun individu.
¾ Akuntabilitas
Pertanggungjawaban yang jelas dari masing-masing individu atas semua
tindakan yang diambil beserta konsekuensinya, terutama dalam hal
penyelesaian tugas dan pengambilan keputusan.
¾ Kebersamaan
Rasa persatuan atau kekompakkan yang ada di dalam organisasi dan
kedekatan dengan sesama individu ataupun sesama satuan kerja yang mampu
mendukung terciptanya komunikasi dan kerjasama yang baik.
Sasaran Strategis Bank Indonesia
¾ Memelihara kestabilan moneter,
¾ Memelihara kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel,
¾ Meningkatkan efektivitas manajemen moneter,
¾ Meningkatkan sistem perbankan yang sehat dan efektif untuk mendukung sistem
keuangan yang stabil,
¾ Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran,
¾ Meningkatkan efektivitas pelaksanaan “God Governance”,
¾ Memperkuat organisasi dan mengembangkan sumber daya manusia yang
berkompetensi tinggi dengan dukungan budaya kerja yang berbasis pengetahuan,
65
¾ Mengintegrasikan transformasi Bank Indonesia sejalan dengan arah Bank
Indonesia tahun 2008.
3.2
Sejarah Singkat Kantor Bank Indonesia Bandung
Sebagai bank sentral, keberadaan Bank Indonesia memiliki peranan yang amat
penting. Fungsi dan peranannya yang strategis tersebut terus berkembang, baik sejak
tahun kelahirannya 1953 maupun sejak didirikannya sebagai Bank Umum dengan
nama De Javasche Bank di tahun 1828. Seiring dengan perjalanannya, Bank
Indonesia juga membuka kantor perwakilan di beberapa daerah, yang salah satunya
berada di kota Bandung.
Secara sederhana dapat diungkapkan bahwa keberadaan kantor-kantor
perwakilan Bank Indonesia di daerah merupakan perpanjangan tangan dari kantor
pusatnya di Jakarta. Dengan demikian fungsi dan perannya pada dasarnya identik
dengan fungsi peran kantor pusatnya. Satu hal yang menarik sekaligus membedakan
keberadaan De Javasche Bank cabang Bandung adalah pertimbangan pembukaannya
di awal abad ke-20.
Peride De Javasche Bank Agentschap Bandoeng
Pendirian Kantor Bank Indonesia Bandung yang dulunya bernama De Javasche
Bank Agentschap Bandoeng berawal dari adanya kekhawatiran pihak kalangan militer
Hindia Belanda pada awal abad ke-20 terhadap kerajaan Inggris. Munculnya Inggris
sebagai Negara super power, terutama armada lautnya dipandang sebagai ancaman
66
yang sewaktu-waktu dapat melakukan serangan ke seluruh koloni Belanda. Oleh
karena itu, berdasarkan kesepakatan antara Presiden De Javasche Bank ke) 10,
J. Reijsenbach dengan pemerintah Hindia Belanda, dilakukan upaya pengamanan
kekayaan bank dari daerah pantai ke wilayah pedalaman, dan Bandung dianggap
sebagai lokasi yang tepat dan strategis bagi penyimpanan kekayaan bank tersebut.
Keinginan membangun kantor De Javasche Bank Agentschap Bandoeng
dilaporkan kepada Dewan Militer dan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1902.
selanjutnya keinginan tersebut ditanggapi oleh Sekretaris Pertama Gubernur Jenderal
Hindia Belanda pada tahun 1903, yang mengharapkan kesediaan Direksi untuk
menanggung biaya-biaya pendirian kelak ketika kantor cabang ini mulai memperoleh
keuntungan. Pelaksanaan pembangunan sempat mengalami penundaan selama 3
tahun karena pertimbangan telah didirikannya kantor cabang De Nederlandsche
Handlesbank (sekarang Bank Mandiri) pada tahun 1903.
Persetujuan pendirian De Javasche Bank Agentschap Bandoeng dimulai setelah
dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Jenderal No. 44 tanggal 9 Desember 1908.
Selanjutnya pada tanggal 30 Juni 1909 De Javasche Bank Agentschap Bandoeng
resmi dibuka, meskipun masih menggunakan gedung sementara. Gedung De
Javasche Bank Agentschap Bandoeng sendiri baru mulai dibangun secara permanent
tahun 1915. Pada tanggal 5 Mei 1918 yaitu pada masa kepemimpinan L. W. Ven
Suchtelen, pembangunan dinyatakan selesai dan mulai digunakan.
67
Masa Pendudukan Jepang
Gedung kantor yang terletak di jalan Braga digunakan De Javasche Bank
Agentschap Bandoeng hingga tahun 1942, yaitu pada masa penjajahan Jepang
dimulai. Tidak diketahui dengan pasti penggunaan atas gedung kantor tersebut pada
masa pendudukan Jepang. Besar kemungkinan gedung digunakan sebagai salah satu
kantor bank Jepang yang beroperasi pada masa itu (misalnya Yokohama Specie Bank,
Taiwan Bank, Mitsui Bank). Ketika Jepang menyerah pada Sekutu tahun 1945, salah
satu yang dilakukan pemerintah Belanda saat kembali ke Indonesia adalah
mengaktifkan bank-bank Belanda yang dilikuidasi pada masa pendudukan Jepang.
Dalam rapat Direksi tanggal 9 Mei 1946, De Javasche Bank Agentschap Bandoeng
dinyatakan dibuka kembali dengan tetap mengguanakn gedung kantor semula.
Periode Bank Indonesia
Kehadiran De Javasche Bank di Indonesia berakhir pada tahun 1953, setelah
sebelumnya diputuskan UU Nasionalisasi De Javasche Bank dan ketika terjadi proses
nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh Pemerintah Indonesia. Gedung De
Javasche Bank Agentschap Bandoeng digunakan sebagai gedung Bank Indonesia
cabang Bandung. Bank Indonesia ditetapkan sebagai bank sentral Republik Indonesia
dan masih merupakan sebagai pengganti De Javasche Bank. Pada masa ini Bank
Indonesia masih menjalankan fungsi bank komersial.
Dengan disahkannya UU No. 13 tahun 1968 tentang bank sentral, maka
berakhirlah aktivitas komersial Bank Indonesia yang dilakukan sejak jaman De
68
Javasche Bank. Sejak saat itu Bank Indonesia berperan sebagai agen pembangunan
disamping peran utamanya sebagai bank sentral. Pada masa ini Bank Indonesia
bertugas untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, mendorong produksi sehingga
memperluas kesempatan kerja.
Berkaitan dengan perannya yang baru ini, aktivitas Bank Indonesia semakin
banyak dan beragam. Hal ini menyebabkan sarana pendukung yang digunakan pada
waktu itu kurang memadai. Untuk memenuhi sarana pendukung tersebut, maka pada
tahun 1982 dilakukan renovasi gedung kantor yang memakan waktu sekitar 9 bulan.
Dengan melakukan penambahan ruang kerja dengan cara tidak mengubah sosok
gedung asli, yaitu tambahan ruangan di lantai dua seluas ± 400 m2, sehingga luas
kantor seluruhnya menjadi ± 800 m2.
Sejak dikeluarkannya paket kebijakan tahun 1983, sektor perbankan nasional
berkembang pesat. Di Jawa Barat kondisi ini menyebabkan timbulnya kebutuhan
akan adanya koordinasi antar kantor Bank Indonesia di wilayah Jawa Barat agar
memacu aktivitas perekonomian, khususnya sektor perbankan dapat berjalan lebih
lancar. Sejalan dengan kepentingan ini, maka sejak tanggal 19 Maret 1986 Kantor
Bank Indonesia Bandung ditetapkan sebagai Koordinator Kantor-Kantor Bank
Indonesia di wilayah Jawa Barat (Tasikmalaya dan Cirebon). Fungsi Koordinator ini
pada tahun 1996 diperluas hingga meliputi wilayah Bandar Lampung dan Palembang.
Sejalan dengan meningkatnya aktivitas Kantor Bank Indonesia Bandung dalam
perekonomian regional dan nasional, daya tampung gedung lama dirasakan sudah
kurang memadai. Untuk itu, Direksi Bank Indonesia memutuskan untuk memperluas
69
gedung Kantor Bank Indonesia Bandung. Perluasan bangunan baru tersebut
menempati lahan seluas ± 13.370 m2, dengan luas banguan sekitar 11.900 m2 yang
terdiri dari tujuh lantai.
3.3
Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan kerangka kerja yang mewujudkan pola kerja
serta mengatur hubungan-hubungan di antara bidang-bidang kerja, maupun orangorang yang menunjukkan kedudukan dan peranan masing-masing jabatan dalam
mewujudkan kerjasama suatu organisasi, dan agar adanya kesatuan arah dan langkah
dalam pelaksanaan kegiatan suatu organisasi, serta adanya kejelasan pembagian
tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari orang-orang yang melaksanakan tugas
tersebut.
Begitu pula halnya dengan Kantor Bank Indonesia Bandung mempunyai
struktur organisasi. Dengan adanya struktur organisasi maka setiap pegawai akan
mendapat kejelasan dan kepastian mengenai wewenang dan tanggung jawab dari
setiap pegawai yang bekerja di Kantor Bank Indonesia Bandung.
Struktur organisasi Kantor bank Indonesia Bandung terdiri dari pemimpin Bank
Indonesia yang dibantu oleh seorang koordinator bidang yang membawahi tiga
bidang, yaitu ekonomi dan moneter, sistem pembayaran, dan manajemen intern.
Selain itu terdapat pengawas bank eksekutif senior yang bertugas sebagai koordinator
bidang pengawasan bank. Pengawas bank eksekutif senior ini membawahi dua tim
70
pengawasan, yaitu pengawasan bank umum (BU) dan pengawasan bank perkreditan
rakyat (BPR).
Kepala bidang bertugas memimpin seksi-seksi yang berada pada bidangnya. Di
Kantor Bank Indonesia Bandung terdapat tiga kepala bidang, yaitu:
1. Kepala Bidang Ekonomi dan Moneter yang membawahi tiga seksi, yaitu:
a. Seksi Kajian Ekonomi dan Moneter (KEM),
b. Seksi Pelaksanaan Kebijakan Moneter (PKM), dan
c. Seksi Statistik Ekonomi dan Moneter.
2. Kepala Bidang Sistem Pembayaran yang membawahi empat seksi, yaitu:
a. Seksi Kas,
b. Seksi Pengedaran,
c. Seksi Akunting, dan
d. Seksi Kliring.
3. Kepala Bidang Manajemen Intern yang membawahi tiga seksi, yaitu
a. Seksi Sumber Daya Manusia (SDM), dan
b. Seksi Logistik, dan seksi Sekretariat, Komunikasi dan Pengamanan
(SEKOPAM).
Sedangkan pengawas bank terdiri dari Ketua Tim Pengawas Bank Umum dan
Ketua Tim Pengawas Bank Perkreditan Rakyat. Tugas Ketua Tim Pengawas Umum
adalah memimpin pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap bank
umum, terutama bank umum yang berkator pusat di Bandung. Sedangkan Ketua Tim
71
Pengawas Bank Perkreditan Rakyat bertugas memimpin pengawasan terhadap Bank
Perkreditan Rakyat yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung.
Ketua tim pengawas ini setingkat pegawai pengawas bank eksekutif. Ketua Tim
Pengawas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat membawahi seksi Administrasi
dan Informasi Bank.
3.4 Tugas dan Fungsi
Tugas dan fungsi satuan-satuan kerja Kantor Bank Indonesia Bandung adalah
sebagai berikut:
Bidang Ekonomi Moneter
A. Seksi Kajian Ekonomi Moneter (KEM)
1. Melakukan pengkajian ekonimi, moneter, dan perbankan di Jawa Barat,
2. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat untuk mendukung kebijakan Bank
Indonesia,
3. Memberikan
masukan
kepada
pemerintah
daerah
dalam
rangka
pengembangan perekonomian daerah, dan
4. Melaksanakan kegiatan kehumasan,
B. Seksi Pelaksanaan Kebijakan Moneter (PKM)
1. Menatausahakan kredit likuiditas Bank Indonesia,
2. Melayani pemerintah dalam pembebanan rekening khusus pinjaman luar
negeri (SPBSPM),
72
3. Melakukan kegiatan perizinan, pengawasan, dan pemeriksaan pedagang
valuta asing (PVA),
4. Mengkoordinasikan pelaksanaan pemberian bantuan teknis dalam rangka
pengembangan usaha mikro dan kecil,
5. Bekerjasama dengan pemerintah daerah Jawa Barat membentuk dan
mendukung pelaksanaan kegiatan P3UKM,
6. Menyelenggarakan pertemuan dengan instansi terkait dalam rangka
pengembangan UMKM, dan
7. Menyediakan informasi yang berkaitan dengan pasar uang melalui terminal
PIPU (Pusat Informasi Pasar Uang.
C. Seksi Statistik Ekonomi dan Moneter (SEM)
1. Menerima,
menyalidasi,
mengirim,
mencetak,
mengkompitasi,
dan
menatausahan LBU, LHBU, dan SID,
2. Menyajikan data statistik ekonomi daerah dan perbankan, serta menyusun
buku Sekda (Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah),
3. Menyelenggarakan kegiatan survei-survei antara lain SPE (Survei Penjualan
Eceran), SK (Survei Konsumsi), SHPR (Survei Harga Properti Residensial),
SPKOM (Survei Properti Komersial),
4. Memberikan informasi dalam rangka memenuhi permintaan data statistik baik
dari intern maupun ekstern,
73
5. Memberikan informasi mengenai data debitur individual atas permintaan
intern maupun ekstern, dan
6. Menatausahakan buku-buku, publikasi kantor pusat dan publikasi lainnya
serta pelayanan perpustakaan.
Bidang Sistem Pembayaran
A. Seksi Kas
1. Mengelola uang dan warkat-warkat berharga dalam khazanah harian,
2. Membukukan dan melaksanakan pembayaran, penyetoran, dan penukaran
uang kartal,
3. Membukukan dan melaksanakan jual-beli uang kertas asing,
4. Membuat laporan berkala mengenai per-kas-an, dan
5. Melakukan penelitian uang palsu.
B. Seksi Pengedaran
1. Mengelola uang dan warkat-warkat berharga dalam khazanah harian,
2. Membuat perkiraan kebutuhan kas,
3. Merencanakan dan melaksanakan remise masuk dan keluar dari Kantor Pusat
atau Kantor Bank Indonesia lain,
4. Melaksanakan kegiatan kas mobil,
5. Melaksnakan hitung ulang eks peti asli eks setoran bank-bank,
74
6. Melaksanakan dan menatausahakan kegiatan pemberian tanda tidak berharga
(PTTB) dan pemusnahan uang, dan
7. Membuat laporan berkala mengenai pengedaran uang.
C. Seksi Akunting
1. Mengelola rekening bank, pemerintah, dan pegawai,
2. Menatausahakan kartu contoh tanda tangan,
3. Menatausahakan warkat pembukuan yang akan diperhitungkan melalui
kliring,
4. Membukukan warkat pembukuan hasil kliring, pemindahbukuan antar kantor,
dan
5. Membuat laporan keuangan secara berkala.
D. Seksi Kliring
1. Menyelenggarakan pertemuan kliring antar bank,
2. Menatausahakan peserta kliring,
3. Menatausahakan dan menyusun hasil kegiatan kliring,
4. Menatausahakan cek/bilyet giro kososng dan daftar hitam, dan
5. Membuat laporan perputaran kliring dan cel/bilyat giro kosong.
75
Bidang Manajemen Intern
A. Seksi Sumber Daya Manusia (SDM)
1. Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan, penempatan,
pembinaan, dan pemutusan hubungan kerja,
2. Menatausahakan data kepegawaian,
3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan pegawai, dan
4. Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pembayaran gaji, upah, dan
emolumen, deklarasi sakit, kerja lembur, pinjaman pegawai, cuti, absensi,
THT, dan kesejahteraan pegawai lainnya.
B. Seksi Logistik
1. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kegiatan dan anggaran tahunan
(RKAT) dan mengevaluasinya,
2. Menatausahakan dan melaksanakan pengadaan barang dan jasa,
3. Melaksanakan pemeliharaan gedung, inventaris kantor, rumah dinas, rumah
peristirahatan, dan perabotan serta sarana lainnya,
4. Menyelesaikan tagihan listrik, air, telepon, dan gas serta jasa pihak ketiga, dan
5. Membuat laporan berkala yang berkaitan dengan logistik.
C. Seksi Sekretariat, Komunikasi, dan Pengamanan (SESKOPAM)
1. Menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek hukum,
2. Menatausahakan surat, warkat masuk dan keluar derta arsip sentral,
76
3. Melaksanakan kegiatan protokoler,
4. Mengoperasikan alay komunikasi masuk-keluar (telepon, teleks, fax),
pemberian dan pencockan kode rahasia teleks,
5. Menatausahakan dan melaksanakan pengaman gedung kantor, tata tertib
kantor, remise, kas mobil, rumah dinas, dan rumah peristirahatan serta sarana
lainnya,
6. Merencanakan dan melaksanakan pelatihan yang berkaitan dengan tugas
pengaman, dan
7. Membuat laporan berkala mengenai kesekretariatan, komunikasi, dan
pengamanan.
Bidang Perbankan
A. Tim Pengawas Bank
1. Melakukan pembinaan terhadap bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat
yang menjadi objek pengawasannya,
2. Melakukan pengawasan terhadap bank umum dan Bank Perkrediatan dalam
wilayah kerja,
3. Menyelesaikan permohonan izin yang berkaitan dengan kelembagaan dan
kegiatan operasional banu umum dan Bank Perkrediatan Rakyat dalam
wilayah kerja,
4. Menyelesaikan proses pencabutan usaha bank umum dan Bank Perkrediatan
Rakyat dalam wilayah kerja,
77
5. Memberikan bantuan atas pembinaan dan pengawasan kantor-kantor bank
yang msempunyai Kantor Pusat di luar wilayah kerja,
6. Melakukan peran aktif dalam menciptakan perbankan yang sehat dalam
wilayah kerja, dan
7. Melakukan evaluasi kesesuian antara komposisi tim pengawas dengan beban
tugasnya.
B. Seksi Administrasi dan Informasi Bank
1. Menyelenggarakan administrasi dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan
bank,
2. Membuat data yang lengkap tentang profil bank umum dan Bank Perkrediatan
Rakyat secara individu dan gabungan dalam wilayah kerja,
3. Menyampaikan laporan yang terkait dengan data base perbankan nasional
secara berkala ke Kantor Pusat,
4. Memenuhi permintaan bank-bank tentang informasi ketentuan perbankan, dan
5. Melakukan pendendaan atas keterlambatan dan kesalahan laporan,
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi pembahasan data dari hasil penelitian yaitu tentang
sosialisasi Kantor Bank Indonesia Bandung mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah
yang terkait, dengan tujuan penulisan yang telah dijelaskan pada bab pertama.
Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan cara wawancara mendalam dan
studi kepustakaan. Data yang dibahas pada bab ini adalah data dari hasil wawancara
dan studi kepustakaan yang dilakukan oleh penulis mulai dari bulan Desember 2007.
Data yang diperoleh melalui tinjauan pustaka dipergunakan sebagai data pendukung
untuk melengkapi dan menjelaskan data yang diperoleh melalui wawancara
mendalam yang dilakukan oleh penulis.
Wawancara utama dilakukan dengan seksi Kas Kantor Bank Indonesia
Bandung, yang salah satu tugasnya adalah untuk memasyarakatkan ciri-ciri keaslian
uang rupiah kepada masyarakat. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
purposif sampling.
Pertanyaan-pertanyaan dari hasil wawancara merupakan turunan dari variabelvariabel yang diteliti, yang diambil berdasarkan sosialisasi Kantor Bank Indonesia
Bandung mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Kantor Bank Indonesia Bandung sudah sejak lama melaksanakan program
sosialisasi guna memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat.
78
.
79
Program sosialisasi diarahkan kepada kota-kota yang termasuk ke dalam
wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung, kota-kota tersebut antara lain
Bandung, Sukabumi, Cianjur, Sumedang, Garut, Subang, Purwakarta, dan Karawang.
Program sosialisasi ini mulai diaktifkan kembali sejak tahun 2001. Umumnya,
sosialisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia berbentuk penyuluhan langsung,
penyelenggaraan pameran, penyebaran brosur, poster dan sticker, penulisan artikel
dan iklan layanan masyarakat di surat kabar, serta siaran radio maupun televisi
mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dan penganjuran tindakan-tindakan yang
perlu dilakukan masyarakat apabila menemukan uang palsu. Hal ini sesuai dengan
definisi sosialisasi menurut Joseph R. Dominick:
”Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang
mengacu kepada cara-cara di mana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai
dari suatu kelompok” (Effendy, 1999: 31).
Di dalam melakukan kegiatan sosialisasi dibutuhkan strategi komunikasi yang
tepat untuk menunjang keberhasilan sosialisasi itu sendiri. Dalam rangka menyusun
strategi komunikasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktorfaktor pendukung dan faktor-faktor penghambat.
Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponen-komponen
komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen
tersebut, yaitu:
a. Mengidentifikasi audiens sasaran,
Khalayak (audience) merupakan faktor penentu keberhasilan komunikasi.
.
80
b. Menentukan tujuan komunikasi,
Dari audiens sasaran, pemasar dapat mencari beberapa respons, yaitu:
1. respons kognitif,
2. respons afektif, atau
3. respons konatif (perilaku).
c. Pemilihan saluran komunikasi,
Secara umum ada dua saluran komunikasi yang dapat dipergunakan dalam
upaya penyebarluasan pesan: saluran komunikasi personal dan saluran
komunikasi non-personal atau lazim disebut sebagai saluran komunikasi
melalui media massa.
d. Merancang pesan,
Merumuskan pesan membutuhkan pemecahan empat masalah, yaitu:
1. Isi pesan,
2. Struktur pesan,
3. Format pesan, dan
4. Sumber pesan.
e. Mengevaluasi program.
Setelah menerapkan rencana promosi, komunikator harus mengukur
pengaruhnya terhadap audiens sasaran.
(Effendy, 1999 : 32-35)
.
81
Tabel 4 .1 Contoh Kegiatan Sosialisasi
KEGIATAN SOSIALISASI
CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH
1. Acara
: BI Sosialisasikan Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah
2. Tanggal
: 31 Januari 2008
3. Tempat
: Balai Patriot yang tepat berada di jantung kompleks
perkantoran Pemkot Bekasi
4. Waktu
: Pukul 09.00 WIB – 15.30 WIB
5. Penyelenggara
: BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi
6. Pembicara
: - Kasir Muda Senior Jimmy Eka Dungus
- Kasir Muda Marzuki
- Kasir Muda Mursid
- Kasir Pertama Ismed
7. Peserta
: 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi
8. Materi
: sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada
seluruh jajaran pegawai juru bayar di lingkungan Pemkot
Bekasi.
9. Tujuan
: sosialisasi antara lain bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman terhadap ciri-ciri keaslian uang
rupiah serta cara memperlakukan uang dengan baik.
.
4.1
82
Analisis Audiens Sasaran
Audiens adalah pihak yang mendapat pesan dari komunikator. Adapun audiens
yang menjadi sasaran Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melaksanakan program
sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah adalah masyarakat yang berada di
dalam wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung.
Dalam upaya untuk mencapai keberhasilan sosialisasi, audiens merupakan
faktor penentu keberhasilan. Sebelum melancarkan sosialisasi, komunikator terlebih
dahulu harus mengetahui karakteristik audiensnya. Dalam mengidentifikasi audiens,
Kantor Bank Indonesia Bandung membagi-bagi audiens sasarannya berdasarkan
daerah yang termasuk ke dalam wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung
(Bandung, Sukabumi, Cianjur, Sumedang, Garut, Subang, Purwakarta, dan
Karawang), yaitu masyarakat yang mendiami wilayah perkotaan, kabupaten dan
kecamatan.
Dari hasil proses wawancara yang diperoleh penulis dari karyawan Kantor Bank
Indonesia Bandung seksi Kas pada tanggal 4 Maret 2008, Bapak Wahyu
menyebutkan bahwa didalam mengidentifikasi audiens sasarannya Kantor Bank
Indonesia Bandung membagi kedalam dua kategori, yaitu:
…., “Dalam mengidentifikasi audiens sasaran sosialisasi ini, Kantor Bank
Indonesia Bandung membagi-bagi audiens sasarannya berdasarkan daerah yaitu
audiens yang mendiami perkotaan serta audiens yang mendiami kabupaten dan
kecamatan. Untuk wilayah perkotaan, audiens dibagi lagi ke dalam dua kelompok
khusus”
.
83
Seperti pada sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di
Bekasi oleh Kantor Bank Indonesia Bandung bekerjasama dengan Pemkot Bekasi,
target audiens yang hendak dicapai adalah 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi yang
menghadiri acara sosialisasi tersebut.
4.1.1 Wilayah Perkotaan
Pada masyarakat wilayah perkotaan, Kantor Bank Indonesia Bandung
membagi-bagi audiens ke dalam kelompok dua khusus yaitu audiens berdasarkan
profesi dan audiens berdasarkan tingkat pendidikan.
Untuk audiens yang dibagi berdasarkan profesi antara lain:
¾ Teller/kasir perbankan,
¾ Pegawai negeri sipil (PNS),
¾ Pegawai swasta,
¾ Polisi,
¾ Jaksa,
¾ Wartawan,
¾ Pedagang, dan
¾ Guru.
Sedangkan audiens yang dibagi berdasarkan tingkat pendidikan antara lain:
¾ Mahasiswa,
¾ Pelajar SD,
.
84
¾ Pelajar SMP, dan
¾ Pelajar SMU.
Segmentasi audiens ini dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung agar
komunikator dapat mengenal karakteristik audiens sasarannya. Karena selain
kerangka referensinya dapat dipelajari sehingga pembicara dapat melakukan persuasif
dengan efektif, juga dapat membantu Kantor Bank Indonesia Bandung dalam
mengatasi peredaran uang palsu dan menyebarkan pesan kepada masyarakat lainnya.
Selain itu, kelompok khusus dari kalangan para penegak hukum juga dapat
membantu Kantor Bank Indonesia Bandung untuk menjadi tempat peraduan warga
menemukan uang palsu dan menyelidiki lebih lanjut para pengedar uang palsu
tersebut.
Pada sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi oleh
BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, audiens yang menjadi sasaran adalah 200
juru bayar yang bekerja di Pemkot Bekasi, yang pekerjaan sehari-harinya memang
bergelut dengan uang dan bayar-membayar. Audiens dalam sosialisasi yang
dilaksanakan di Bekasi ini berdasarkan audiens perkotaan berdasarkan tingkat profesi
(pegawai negeri sipil).
4.1.2 Wilayah Kabupaten dan Kecamatan
Pada wilayah kabupaten dan kecamatan, Kantor Bank Indonesia Bandung tidak
membagi-bagi lagi audiens menjadi kelompok khusus, melainkan audiens disatukan
.
85
dari berbagai profesi dan tingkat pendidikan ketika kegiatan penyuluhan sosialisasi
mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah berlangsung.
Masyarakat yang hadir pada saat penyuluhan itu antara lain:
¾ Para pejabat setempat/camat,
¾ Guru-guru sekolah,
¾ Pedagang,
¾ Pemuka masyarakat,
¾ Bendahara dari berbagai instansi/dinas, perhotelan, dan
¾ Masyarakat umum lainnya.
Masyarakat pada wilayah kabupaten dan kecamatan ini cenderung disatukan
karena kesibukan masing-masing warga belum tinggi dan tingkat kebersamaan warga
masih erat.
Disini pihak Kantor Bank Indonesia Bandung mengajak orang-orang yang
memiliki pengaruh untuk bekerja sama dalam menyampaikan pesan sehingga
diharapkan dapat mempengaruhi dan mengajak masyarakat lainnya untuk menghadiri
penyuluhan. Orang-orang yang memiliki pengaruh tersebut diantaranya:
a. Para pejabat setempat/camat,
b. Pemuka masyarakat, dan
c. Ketua asosiasi pedagang.
.
86
Orang-orang yang memiliki pengaruh di dalam masyarakat akan mempermudah
dalam proses penyebaran pesan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah,
seperti yang dikemukakan oleh Kotler untuk mendorong pengaruh personal agar
bertindak bagi kepentingan mereka sebagai berikut:
ƒ
Identifikasi individu dan perusahaan yang berpengaruh dan curahkan usaha
tambahan bagi mereka.
ƒ Ciptakan opini tokoh dengan memberi orang-orang tertentu produk dengan
syarat yang menarik.
ƒ Bekerja sama dengan komunitas yang berpengaruh.
ƒ Gunakan orang yang berpengaruh dalam iklan yang bersifat pujian.
ƒ Kembangkan iklan yang memiliki “nilai percakapan” tinggi.
(Kotler, 2001 : 790-792)
4.2
Penetapan Tujuan
Setiap kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan
tertentu, tujuan yang dimaksud memunjuk pada suatu hasil atau akibat yang
diinginkan oleh pelaku komunikasi. Wilbur Schramm (1974) mengatakan bahwa:
Tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yakni:
kepentingan sumber dan kepentingan penerima. Tujuan komunikasi dari sudut
kepentingan sumber: memberikan informasi, mendidik, menyenangkan/menghibur
dan menganjurkan suatu tindakan/persuasi. Sedangkan tujuan komunikasi dari sudut
kepentingan penerima: memahami informasi, mempelajari, menikmati dan menerima
atau menolak anjuran (Sendjaja, 1993: 44)
Dari hasil proses wawancara mengenai tujuan dari diadakannya sosialisasi
mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah pada tanggal 4 Maret 2008, Bapak Wahyu
mengemukakan bahwa:
Tujuan dari program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang
dilakukan kepada masyarakat yang berada di bawah wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia Bandung ini bertujuan agar masyarakat dapat membedakan antara uang asli
.
87
dengan uang palsu, selain itu juga agar masyarakat mau membantu di dalam
menanggulangi bertambah luasnya peredaran uang palsu, dengan cara melaporkan
kepada polisi atau bank umum setempat apabila menemukan uang palsu…..
Tujuan yang ditetapkan dalam melakukan kegiatan sosialisasi mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung kepada
audiens sasaran adalah:
a. Agar audiens memiliki pengetahuan dan informasi yang akurat mengenai
ciri-ciri keaslian uang rupiah,
b. Agar audiens selalu memikirkan keselamatan dirinya masing-masing dari
segala kerugian apabila memiliki uang palsu sehingga audiens terdorong
agar selalu memeriksa keaslian setiap uang yang dimiliki, dan
c. Agar audiens mau melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila
menemukan uang palsu.
Dalam wawancara dengan Kasir Muda BI Bandung Nuzirwan pada tanggal 4
Maret 2008 yang menyebutkan bahwa:
“....Yang harus dilakukan, jika menemukan uang palsu, segeralah laporkan pada
Bank Indonesia atau bank umum atau ke kantor polisi. Hal itu untuk menghentikan
peredaran uang palsu”.
Dalam sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi
oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, salah satu tujuan dari diadakannya acara
sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap ciri-ciri keaslian uang
.
88
rupiah serta cara memperlakukan uang dengan baik (respons kognitif). Seperti yang
dikemukakan lagi oleh Kasir Muda BI Bandung Nuzirwan pada tanggal 2 Mei 2008,
bahwa tujuan dari diadakannya sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang
dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi:
….diadakannya sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada 200 orang juru
bayar Pemkot Bekasi adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam
dan detail tentang mengenali ciri-ciri uang rupiah yang asli, karena pekerjaan mereka
yang kesehariannya memang berhubungan dengan transaksi dengan uang.
Berdasarkan tujuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Kantor Bank
Indonesia Bandung menghendaki respon kognitif (kesadaran dan pengetahuan),
respon afektif (perasaan), dan respon konatif (perilaku/tindakan) dari audiens sasaran.
Seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2001: 781) dalam Perspektif Pemasaran
bahwa:
…, Begitu pasar sasaran dan karakteristik telah diidentifikasi, komunikator
pemasaran harus mememutuskan respons audiens yang diharapkan. Pemasar dapat
mencari respons kognitif, afektif, atau perilaku dari audiens sasaran. Yaitu, pemasar
dapat memasukkan sesuatu ke dalam pikiran konsumen, mengubah sikap konsumen,
atau membuat konsumen bertindak.
4.3
Pemilihan Saluran Komunikasi
Secara umum ada dua saluran komunikasi yang dapat dipergunakan dalam
upaya penyebarluasan pesan: saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi
nonpersonal atau lazim disebut sebagai saluran komunikasi melalui media massa
.
89
Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah dengan menggunakan kedua saluran komunikasi tersebut,
seperti yang dikemukakan oleh Bapak Wahyu pada tanggal 4 Maret 2008 bahwa:
”Saluran komunikasi yang dipakai oleh Kantor Bank Indonesia Bandung dalam
malakukan sosialisasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah meliputi dua saluran
komunikasi, yaitu saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi nonpersonal”.
4.3.1 Saluran Komunikasi Personal
Saluran komunikasi personal, baik yang bersifat langsung perorangan
(individual) ataupun melalui kelompok, lebih persuasif dibandingkan dengan saluran
media massa. Dalam hal dampaknya, upaya penyampaian pesan melalui saluran
komunikasi personal ini juga dipandang efektif. Namun demikian, penggunaan
saluran ini mempunyai kekurangan yakni: daya jangkau dan kecepatan penyampaian
pesannya terbatas.
Kantor Bank Indonesia Bandung memakai saluran komunikasi personal dengan
melakukan penyuluhan langsung melalui presentasi kepada audiens sasaran. Pada
wilayah kabupaten dan kecamatan, Kantor Bank Indonesia Bandung melakukan
penyuluhan terbuka kepada masyarakat dan bekerja sama dengan komunitas yang
berpengaruh/para pemuka pendapat (opinion leader) dalam menyampaikan pesan
sehingga diharapkan dapat menyebarkan pesannya kembali kepada masyarakat
lainnya setelah penyuluhan berlangsung bersamaan dengan penyebaran brosur dan
iklan layanan masyarakat (teori multi langkah).
.
90
Sedangkan pada wilayah perkotaan penyuluhan dilakukan dengan cara
mendatangi komunitas-komunitas sasaran yang telah dibedakan berdasarkan jenis
pekerjaan dan tingkat pendidikan secara disengaja. Selain itu, Kantor Bank Indonesia
Bandung juga mengundang komunitas-komunitas tertentu ke gedung Kantor Bank
Indonesia Bandung untuk diberikan penyuluhan.
Saluran komunikasi ini lebih efektif dalam mempengaruhi audiens karena
memberikan kesempatan kepada komunikator untuk memberikan presentasi dan
dapat langsung memperoleh umpan balik dari audiens yang menghadiri penyuluhan.
Seperti dalam sosialisasi yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama
dengan Pemkot Bekasi, sosialisasi dilakukan melalui penyuluhan langsung kepada
200 peserta sosialisasi. Ketika penyuluhan berlangsung, peserta sosialisasi ciri-ciri
keaslian uang rupiah ini dengan seksama memperhatikan materi yang disampaikan
oleh komunikator mengenai cara membedakan antara uang asli dan uang palsu.
Sosialisasi yang dilaksanakan di Bekasi ini lebih efektif karena komunikator
dapat secara langsung mengetahui respons dari audiens, dan adanya interaksi
langsung antara komunikator dengan komunikan (audiens), misalnya jika ada yang
kurang dipahami dari materi yang disampaikan oleh komunikator, peserta dapat
langsung menanyakannya, dan akan mendapatkan jawaban langsung dari
komunikator pada saat itu juga, seperti yang dikemukakan oleh Kasir Muda BI
Nuzirwan pada wawancara tanggal 2 Mei 2008:
.
91
”...salah satu keunggulan diadakannya penyuluhan langsung sosialisasi ciri-ciri
keaslian uang rupiah kepada 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi adalah komunikator
dapat secara langsung mendapatkan respons dari audiens yang hadir...”
4.3.2 Saluran Komunikasi Non Personal
Sedangkan untuk saluran komunikasi nonpersonal yang digunakan untuk
menyebarkan pesan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan oleh
Kantor Bank Indonesia Bandung kepada audiens sasarannya antara lain melalui:
a. Brosur,
Brosur dipilih karena dapat menampilkan uraian mengenai ciri-ciri keaslian
uang rupiah secara komprehensif, sitematis, dan rinci. Brosur ini disebarkan
pada saat dilakukannya kegiatan penyuluhan, selain itu disebarkan juga pada
tempat-tempat keramaian seperti pusat-pusat perbelanjaan, stasiun kereta
api,
terminal
bus,
dan
lain-lain.
Brosur
juga
dikirim
kepada
perbankan/lembaga-lembaga lainnya. Brosur disebarkan ketika penyuluhan
berlangsung agar audiens dapat mengingat kembali pesan yang telah
disampaikan dan diharap dapat menyebarkan pesan kepada audiens lainnya.
Di bawah ini contoh dari brosur mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah,
cara memperlakikan uang dengan benar, dan sanksi pidana bagi pelaku
pemalsuan uang rupiah yang disebarkan oleh Kantor Bank Indonesia
Bandung.
.
Gambar 4.1 Tampak Depan Brosur “Kenali Rupiah Anda”
92
.
Gambar 4.2 Tampak Belakang Brosur “Kenali Rupiah Anda”
93
.
94
b. Poster dan sticker,
c. Iklan layanan masyarakat pada bioskop-bioskop lokal,
Pemasangan iklan layanan masyarakat pada bioskop-bioskop lokal dipilih
karena dapat menjangkau audiens lokal.
d. Iklan layanan masyarakat pada radio,
Iklan layanan masyarakat yang dipasang pada radio, biasanya berisi tentang
bagaimana cara mengenali uang rupiah yang asli dengan cara 3D, yaitu
dilihat, diraba, dan diterawang.
e. Penulisan artikel pada surat kabar,
f. Iklan layanan masyarakat pada surat kabar, dan
g. Iklan layanan masyarakat pada stasiun TV nasional dan surat kabar
nasional.
Pemasangan iklan layanan masyarakat pada stasiun TV nasional dan surat
kabar nasional dipilih karena pesan yang disampaikan dapat menjangkau
audiens secara nasional.
Tetapi sampai saat ini Kantor Bank Indonesia Bandung belum memasang iklan
layanan masyarakat pada saluran televisi, radio, bioskop, dan surat kabar, baik yang
berskala nasional maupun lokal. Untuk pemasangan iklan layanan masyarakat pada
televisi, radio, maupun surat kabar mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah baru
dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia yang berkedudukan di Jakarta. Kantor
.
95
Bank Indonesia Bandung baru menggunakan saluran komunikasi brosur, poster, dan
sticker untuk memasyarakatkan ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Wakyu dalam wawancara tanggal 4
Maret 2008 yang menjelaskan bahwa:
Untuk saluran komunikasi nonpersonal dalam mensosialisasikan ciri-ciri
keaslian uang rupiah kepada masyarakat, Kantor Bank Indonesia Bandung baru
melakukannya melalui media brosur, poster, dan sticker. Selebihnya sosialisasi
melalui iklan layanan masyarakat pada surat kabar, televisi, maupun radio dilakukan
oleh Kantor Pusat Bank Indonesia Jakarta.
Ketika acara penyuluhan langsung sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang
dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, selain
memberikan penyuluhan secara langsung kepada 200 orang juru bayar Pemkot
Bekasi, BI juga menyebarkan brosur kepada para peserta penyuluhan tersebut (teori
multi langkah), hal ini dilakukan agar para 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi yang
menghadiri penyuluhan ini dapat mendapatkan pengetahuan yang lebih mengenai
cara mengenali keaslian uang rupiah selain dari materi yang diberikan oleh
komunikator, serta agar brosur tersebut dapat disebarkan lagi kepada orang lain.
4.4
Perancangan dan Pelaksanaan Pesan
Sebelum program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah
dilaksanakan, maka Kantor Bank Indonesia Bandung terlebih dahulu harus
menetapkan pesan apa yang akan disampaikan kepada audiens yang dituju. Jadi
didalam menjalankan sebuah program, pesan sangatlah penting. Pesan yang
.
96
dimaksud tentunya harus berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam program
tersebut.
Beberapa faktor dalam merancang dan melaksanakan pesan yang diperhatikan
oleh Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah antara lain:
4.4.1
Isi Pesan
Komunikator harus memikirkan apa yang akan dikatakan kepada audiens
sasaran untuk menghasilkan respons yang diinginkan. Proses ini merumuskan
manfaat, motivasi, identifikasi, atau alasan mengapa audiens harus memikirkan atau
menyelidiki produk itu.
Isi pesan biasanya dibalut dengan formulasi yang memudahkan penerimaan
pesan, sementara wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu
sendiri.
Selanjutnya isi pesan yang disampaikan oleh komunikator ketika penyuluhan
sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan oleh Kantor Bank
Indonesia Bandung berlangsung antara lain :
•
Daya tarik rasional
Komunikator menegaskan kepada audiens tentang betapa pentingnya mengetahui
ciri-ciri keaslian uang rupiah agar terhindar dari resiko-resiko yang akan menimpa
.
97
apabila memiliki uang palsu. Dalam hal ini diharapkan audiens menyadari betapa
pentingnya informasi dan pengetahuan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah.
•
Daya tarik emosional
Komunikator menyampaikan kepada audiens agar selalu memikirkan keselamatan
masing-masing dari segala kerugian apabila memegang uang palsu. Dalam hal ini
diharapkan audiens menjadi terdorong untuk selalu memeriksa uang yang dimiliki
masing-masing.
•
Daya tarik moral
Komunikator menyampaikan kepada audiens agar ikut berpartisipasi dalam
mengatasi peredaran uang palsu dengan cara segera melaporkan kepada pihak
yang berwajib apabila menemukan uang palsu dan tidak mengedarkan
kembali/menipu orang lain dengan uang palsu tersebut. Dalam hal ini
disampaikan mengenai sanksi hukum terhadap para pengedar uang palsu.
Di dalam sosialisasi yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama dengan
Pemkot Bekasi, materi (isi pesan) yang hendak disampaikan kepada 200 orang juru
bayar Pemkot Bekasi adalah mengenai bagaimana cara membedakan antara uang
rupiah asli dengan uang rupiah palsu dengan cara-cara tertentu agar dapat terhindar
dari peredaran uang palsu yang dapat menimbulkan kerugian.
Untuk dapat menyampaikan dan menciptakan pesan yang dapat diterima oleh
sasaran komunikasi, maka menurut Effendy:
.
98
“Pesan tidak hanya sekedar disampaikan dan tidak peduli apakah pesan
tersebut efektif atau tidak. Pesan haruslah jelas dan mempunyai daya tarik tersendiri,
sehingga komunikan yang terkena terpaan pesan akan mengerti pesan yang
disampaikan” (Effendy, 1990: 14).
Sedangkan untuk pesan dalam media cetak yang berbentuk brosur, Kantor
Bank Indonesia Bandung menyampaikan pesan sebagai berikut :
•
Himbauan agar selalu mengenali keaslian uang dari rupiah yang sah,
•
Ciri-ciri dan teknik untuk mengenali keaslian uang dari berbagai pecahan
uang kertas dan logam secara detail dan sistematis,
1. Ciri-ciri umum pada uang kertas rupiah:
¾ Bahan uang kertas adalah kertas/plastik dengan spesifikasi khusus
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
¾ Tanda air – Pada uang kertas terdapat tanda air berupa gambar yang
akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya,
¾ Benang pengaman – Ditanam di tengan ketebalan kertas atau terlihat
seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke
bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah
sinar ultra violet dengan satu warna atau beberapa warna,
¾ Cetak intaglio – Cetakan timbul yang terasa kasar apabila diraba,
.
99
¾ Rectoverso – Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan
cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling
mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya,
¾ Optical Variable Ink – Hasil cetak mengkilap (glitteing) yang
berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda,
¾ Tulisan Makro – tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat
dibaca dengan menggunakan kaca pembesar,
¾ Invisible Ink – Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di
bawah sinar ultra violet,
¾ Multi layer latent image/metal layer – Teknik cetak dimana dalam satu
bidang cetakan terlihat lebih dari satu obyek gambar bila dilihat dai
sudut pandang tertentu, dan
¾ Color window/clear window – Pada kertas uang terdapat bagian yang
terbuat dari plastik transparan berwarna/tidak berwarna.
2. Teknik mengenali keaslian uang rupiah:
Dikenal dengan 3D, yaitu:
¾ Dilihat
Artinya, bila dilihat, ciri-ciri uang asli tersebut gambar dan warna uang
terlihat terang dan jelas, terdapat benang pengaman yang tertanam
pada kertas uang dan tampak seperti garis melintang, seta tinta yang
berubah warna bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda (optically
variable ink) terletak di sudut kanan bawah bagian depan.
.
100
¾ Diraba
Berikutnya bila diraba, bagian angka, tulisan dan gambar utama
dicetak intaglio sehingga terasa kasar/timbul bila diraba.
¾ Diterawang
Terakhir, bila diterawang terlihat tanda air (watermark) berupa gambar
pahlawan nasional, dan terlihat gambar saling isi (rectoverso) yang
beradu tepat atau saling mengisi antara depan dan belakang.
Seperti yang dijelaskan oleh Nuzirwan, Kasir Muda Senior pada
tanggal 4 Maret 2008, bahwa: “yang paling sederhana untuk orang awam
agar memahami ciri-ciri uang asli adalah 3D, yaitu dilihat, diraba, dan
diterawang”.
Di bawah ini dapat dilihat perbedaan ciri-ciri uang kertas antara uang
kertas asli dengan uang kertas palsu pecahan Rp. 20.000,- dan Rp.
100.000,-:
.
101
Gambar 4.3 Uang Palsu Rp. 20.000,- Tampak Depan
Gambar 4.4 Uang Palsu Rp. 20.000,- Tampak Belakang
.
102
Gambar 4.5 Uang Asli Rp. 20.000,- Tampak Depan
Gambar 4.6 Uang Asli Rp. 20.000,- Tampak Belakang
.
103
Perbedaan antara uang asli dan uang palsu pecahan Rp. 20.000,- dapat
dilihat dari:
™ Gambar logo-logo Bank Indonesia pada pecahan Rp. 20.000,- terlihat
lebih kecil dan warna lebih pudar dibandingkan dengan yang asli.
Warna silver benang pengaman terlihat lebih buram (kurang
mengkilap) dari yang asli. Tulisan “Gubernur”, “Deputi Gubernur”,
dan tanda tangan terlihat lebih tebal.
™ Lipatan-lipatan kertas uang palsu pecahan Rp. 20.000,- terlihat seperti
kertas biasa yang kusut, berbeda dengan lipatan-lipatan kertas uang
asli.
™ Sekilas uang pecahan Rp. 20.000,- terlihat sama dengan uang aslinya.
Hampir sulit dibedakan dengan kasat mata. Pemalsuan yang cukup
sempurna.
™ Permukaan uang palsu lebih licin seperti kertas faksimili serta
ketebalannya pun lebih tipis dibandingkan dengan uang asli. Bila
diraba, bagian angka, tulisan, dan gambar utama tidak terasa
kasar/timbul. Panjang dan lebar uang palsu lebih kecil dari uang asli.
Semua ciri-ciri tersebut berlaku pada setiap pecahan uang kertas palsu
Rp. 20.000,-, Rp. 50.000,-, dan Rp. 100.000,-.
.
104
Gambar 4.7 Uang Palsu Rp. 100.000,- Tampak Depan
Gambar 4.8 Uang Palsu Rp. 100.000,- Tampak Belakang
.
105
Gambar 4.9 Uang Asli Rp. 100.000,- Tampak Depan
Gambar 4.10 Uang Asli Rp. 100.000,- Tampak Belakang
.
106
Sedangkan untuk membandingkan antara uang asli dan uang palsu
pecahan Rp. 100.000,- dapat dilihat dengan ciri-ciri sebagai berikut:
™ Pada pecahan Rp. 100.000,-, tulisan “Bank Indonesia”, “Seratus Ribu
Rupiah”, “Rp. 100.000,-“, dan bacaan Proklamasi mempergunakan
huruf yang lebih tebal serta gambar background, baik tampak depan
maupun tampak belakang terlihat samar dan kurang jelas. Gambar
“Soekarno” lebih buram dibandingkan dengan uang asli. Yang paling
menonjol dari uang palsu pecahan Rp. 100.000,- ini adalah tidak
terdapatnya benang pengaman.
™ Uang palsu pecahan Rp.100.000,- digunting karena penulis meminjam
uang tersebut dari salah satu bank BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) yang berkedudukan di Bandung, yang apabila mendapatkan
uang palsu akan langsung digunting untuk menghindari terjadinya
perputaran peredaran uang palsu dan melaporkannya kepada Kantor
Bank Indonesia setempat guna mendukung program Bank Indonesia
dalam mensosialisasikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada
masyarakat.
™ Permukaan uang palsu lebih licin seperti kertas faksimili serta
ketebalannya pun lebih tipis dibandingkan dengan uang asli. Bila
diraba, bagian angka, tulisan, dan gambar utama tidak terasa
.
107
kasar/timbul. Panjang dan lebar uang palsu lebih kecil dari uang asli.
Semua ciri-ciri tersebut berlaku pada setiap pecahan uang kertas palsu
Rp. 20.000,-, Rp. 50.000,-, dan Rp. 100.000,-.
•
Tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat apabila menemukan
uang yang diragukan keasliannya,
1. Masyarakat melaporkan uang tersebut kepada Bank Indonesia, Bank
umum, atau pihak Kepolisian.
2. Bank umum melakukan hal-hal sebagai berikut:
¾ Menahan uang tersebut dan tidak memberi penggantian,
¾ Menjaga fisik uang agar tidak rusak,
¾ Mencatat identitas pelapor/penyetor, dan
¾ Menyampaikan laporan ke Bank Indonesia.
•
Cara-cara untuk memperlakukan uang dengan benar, dan
1. Simpanlah uang secara benar pada tempatnya,
2. Hindarkan perusakan fisik uang dari coretan, staples, selotip, peremesan,
dan sebagainya, dan
3. Tukarkan uang lusuh, rusak, terbakar sebagian, dan cacat ke Bank
Indonesia.
•
Mencantumkan sanksi pidana terhadap para pengedar dan pemalsu uang.
Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau
.
108
menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli atau tidak
dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (vide
Pasal 244 KUHP).
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa isi pesan yang
disebarkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung dalam penyuluhan mengikuti
pernyataan Kotler, sedangkan brosur tidak mengikuti pernyataan Kotler tentang
aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam merancang isi pesan. Menurut Kotler,
terdapat tiga jenis daya tarik, yaitu:
(1) Daya tarik rasional menarik minat audiens sendiri. Daya tarik ini
memperlihatkan bahwa produk itu akan mengahasilkan manfaat yang
dinyatakannya.
(2) Daya tarik emosional berusaha mendorong emosi negatif atau positif yang
akan memotivasi pembelian.
(3) Daya tarik moral diarahkan ke perasaan audiens mengenai apa yang benar
dan pantas. Daya tarik ini sering digunakan untuk mendesak orang untuk
alasan-alasan sosial.
(Kotler, 2001 : 784-786).
4.4.2
Struktur Pesan
Untuk mengajak audiens agar menghadiri penyuluhan di kabupaten dan
keacamatan, Kantor Bank Indonesia Bandung selalu bekerja sama dengan pejabatpejabat setempat dalam mengadakan penyuluhan. Sehingga pejabat-pejabat itu bisa
mengajak masyarakat-masyarakat wilayahnya dari berbagai macam profesi untuk
menghadiri penyuluhan. Kantor Bank Indonesia Bandung juga mencantumkan namanama pejabat dan orang yang berpengaruh yang akan memberikan sambutan pada
.
109
undangan dan spanduk seperti pemuka pendapat. Hal ini dapat membangkitkan
perhatian audiens, karena tingkat keeratan antar warga dan rasa hormat terhadap
orang yang berpengaruh masih sangat kuat sehingga mendorong audiens untuk
menghadiri penyuluhan tersebut.
Selain pejabat setempat, Kantor Bank Indonesia Bandung juga bekerja sama
dengan orang-orang yang berpengaruh lainnya, seperti ketua asosiasi pedagang yang
dapat membawa para pedagang untuk menghadiri penyuluhan dan memberikan
kesadaran kepada para pedagang lainnya, betapa pentingnya untuk mengetahui ciriciri keaslian uang rupiah demi keselamatan masing-masing.
Seperti yang dikemukakan oleh Nuzirwan, Kasir Muda Senior, pada tanggal 2
Mei 2008, mengemukakan bahwa dalam sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah
yang dilaksanakan di Bekasi menyebutkan bahwa:
“Bila ada uang palsu yang ditemukan maka masyarakat merasa dirugikan.
Untuk itu masyarakat perlu mengetahui lebih banyak mengenai ciri-ciri uang asli dan
palsu.....”
Sedangkan pada wilayah perkotaan, Kantor Bank Indonesia Bandung
mengundang audiens untuk berkunjung ke gedung Kantor Bank Indonesia Bandung
yang berkedudukan di jalan Braga nomor 108 Bandung untuk diberikan penyuluhan
mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selain mengundang audiens untuk datang,
Kantor Bank Indonesia Bandung juga mendatangi tempat-tempat/lembaga-lembaga
untuk memberikan penyuluhan.
.
110
Kantor Bank Indonesia Bandung membangkitkan kebutuhan audiens
sasarannya dengan cara menekankan agar audiens terhindar dari segala kerugian yang
akan menimpa apabila memiliki uang palsu. Baik itu kerugian materiil maupun
kerugian fisik. Dalam hal ini Kantor Bank Indonesia Bandung menyampaikan
pentingnya keselamatan audiens dari peredaran uang palsu. Sehingga diharap audiens
dapat mengikuti segala himbauan-himbauan yang disampaikan.
Ketika penyuluhan berlangsung, audiens yang hadir diberikan makanan
berupa snack dan diberikan uang sebesar Rp. 35.000,- per orang untuk mengganti
segala biaya dan waktu yang dikeluarkan audiens untuk menghadiri penyuluhan. Hal
ini dimaksudkan untuk memuaskan audiens yang hadir dan mengharapkan agar
audiens dapat menyampaikan kembali pesan tersebut kepada masyarakat lainnya
yang tidak menghadiri penyuluhan. Pada wilayah kabupaten dan kecamatan dari kota
sasaran, presentasi diberikan sambil diiringi dengan lagu-lagu khas daerah dan
diselingi dengan pengucapan bahasa khas daerah masing-masing.
Pembicara menyampaikan pesan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dan
teknik-teknik untuk membedakan mana uang yang asli dan palsu. Pembicara
(komunikator) mendemonstrasikan teknik tersebut dan meminta audiens agar
mempraktikkan demonstrasi tersebut dengan memakai uang masing-masing.
Demonstrasi ini berlangsung sambil diselingi dengan games yang menghibur audiens.
Seperti mengajak salah seorang audiens untuk mencoba membedakan dan memilih
uang palsu yang telah disusun secara acak, Kantor Bank Indonesia Bandung
memberikan hadiah berupa souvenir.
.
111
Dalam sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi
oleh Pemkot Bekasi, BI mendatangi audiens sasaran untuk melakukan penyuluhan
langsung. Sosialisasi penyuluhan langsung ini diadakan di Balai Kota yang tepat
berada di jantung kompleks perkantoran Pemkot Bekasi.
Berdasarkan keterangan di atas, struktur pesan yang dipakai Bank Indonesia
dalam melakukan sosialisasi secara langsung kepada audiens memakai model
“ANSVA”, yaitu :
•
Attention
Membangkitkan perhatian audiens dengan cara bekerja sama dengan orang-orang
yang memiliki pengaruh dan mencantumkan nama orang-orang yang memiliki
pengaruh tersebut pada undangan dan spanduk.
•
Needs
Membangkitkan kebutuhan audiens dengan mengajak audiens agar selamat dari
segala kerugian yang akan menimpa apabila memiliki uang palsu.
•
Satisfaction
Memberikan pemuasan kepada audiens yang menghadiri dengan memberikan
snack dan uang untuk mengganti segala biaya dan waktu yang telah dikeluarkan
untuk menghadiri penyuluhan. Selain itu, penyuluhan juga diselingi dengan
permainan / games yang menghibur audiens.
.
•
112
Visualization
Mendemonstrasikan ciri-ciri dan teknik-teknik untuk mengenali keaslian uang
rupiah oleh komunikator sekaligus mengajak audiens agar mempraktikkan
demontrasi tersebut dengan memakai uang masing-masing.
•
Action
Memberikan
kesimpulan
dan
menegaskan
kepaada
audiens
agar
ikut
berpartisipasi dalam mengatasi peredaran uang palsu dengan cara selalu
memeriksa uang dan melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila
menemukan dan menerima uang palsu.
Sedangkan untuk pesan dalam media cetak yang berbentuk brosur, Kantor Bank
Indonesia Bandung menyampaikan pesan sebagai berikut :
•
Himbauan agar selalu mengenali uang rupiah yang sah.
•
Ciri-ciri dan teknik untuk mengenali keaslian uang dari berbagai pecahan
uang kertas dan logam secara detil dan sistematis.
1. Ciri-ciri umum pada uang kertas rupiah:
¾ Bahan uang kertas adalah kertas/plastik dengan spesifikasi khusus
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
¾ Tanda air – Pada uang kertas terdapat tanda air berupa gambar yang
akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya,
.
113
¾ Benang pengaman – Ditanam di tengan ketebalan kertas atau terlihat
seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke
bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah
sinar ultra violet dengan satu warna atau beberapa warna,
¾ Cetak intaglio – Cetakan timbul yang terasa kasar apabila diraba,
¾ Rectoverso – Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan
cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling
mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya,
¾ Optical Variable Ink – Hasil cetak mengkilap (glitteing) yang
berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda,
¾ Tulisan Makro – tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat
dibaca dengan menggunakan kaca pembesar,
¾ Invisible Ink – Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di
bawah sinar ultra violet,
¾ Multi layer latent image/metal layer – Teknik cetak dimana dalam satu
bidang cetakan terlihat lebih dari satu obyek gambar bila dilihat dai
sudut pandang terterntu, dan
¾ Color window/clear window – Pada kertas uang terdapat bagian yang
terbuat dari plastik transparan berwarna/tidak berwarna.
2. Teknik mengenali keaslian uang rupiah:
Dikenal dengan 3D, yaitu:
.
114
¾ Dilihat
Artinya, bila dilihat, ciri-ciri uang asli tersebut gambar dan warna uang
terlihat terang dan jelas, terdapat benang pengaman yang tertanam
pada kertas uang dan tampak seperti garis melintang, seta tinta yang
berubah warna bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda (optically
variable ink) terletak di sudut kanan bawah bagian depan.
¾ Diraba
Berikutnya bila diraba, bagian angka, tulisan dan gambar utama
dicetak intaglio sehingga terasa kasar/timbul bila diraba.
¾ Diterawang
Terakhir, bila diterawang terlihat tanda air (watermark) berupa gambar
pahlawan nasional, dan terlihat gambar saling isi (rectoverso) yang
beradu tepat atau saling mengisi antara depan dan belakang.
.
115
Gambar 4.11 Juru bayar Pemkot Bekasi dalam mengenali
keaslian uang rupiah
Pada Gambar 4.11 di atas, dapat dilihat para peserta acara sosialisasi ciriciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di Bekasi, yaitu para juru
bayar Pemkot Bekasi sedang mempraktekkan cara mengenali ciri-ciri
keaslian uang rupiah dengan cara 3D, yaitu dilihat, diraba, dan
diterawang, Setelah komunikator menyampaikan materi mengenai
bagaimana mengenai ciri-ciri uang rupiah yang asli, 200 orang juru bayar
Pemkot Bekasi diminta untuk membedakannya dengan menggunakan
uang masing-masing dengan cara 3D tersebut, sesuai dengan materi yang
telah diberikan oleh komuniktor ketika penyuluhan tadi. Seperti yang
.
116
dijelaskan oleh Kasir Muda Nuzirwan pada wawancara tanggal 2 Mei
2008 bahwa:
....pada saat 200 orang juru bayar Pemkot Bekasi diminta untuk
mempraktekkan bagaimana cara mengenali keaslian uang rupiah
tersebutdengan memakai uang masing-masing dengan cara 3D sesuai
dengan materi yang telah diberikan, mereka terlihat sangat antusias dan
mempraktekkannya beramai-ramai dengan peserta yang lain sambil
sesekali berdiskusi.
•
Tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat apabila menemukan
uang yang diragukan keasliannya.
1. Masyarakat melaporkan uang tersebut kepada Bank Indonesia, bank
umum, atau pihak Kepolisian.
2. Bank umum melakukan hal-hal sebagai berikut:
¾ Menahan uang tersebut dan tidak memberi penggantian,
¾ Menjaga fisik uang agar tidak rusak,
¾ Mencatat identitas pelapor/penyetor, dan
¾ Menyampaikan laporan ke Bank Indonesia.
•
Cara-cara untuk memperlakukan uang dengan benar, dan
1. Simpanlah uang secara benar pada tempatnya,
2. Hindarkan perusakan fisik uang dari coretan, staples, selotip, peremesan,
dan sebagainya, dan
.
117
3. Tukarkan uang lusuh, rusak, terbakar sebagian, dan cacat ke Bank
Indonesia.
•
Mencantumkan sanksi pidana terhadap para pengedar uang palsu.
Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau
menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli atau tidak
dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (vide
Pasal 244 KUHP).
Mengacu kepada model “ANSVA” untuk pembuatan struktur pesan yang efektif,
maka isi pesan dalam brosur yang disebarkan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung
dapat digambarkan sebagai berikut :
•
Attention
Memberikan himbauan agar selalu mengenali uang rupiah.
•
Needs
Mencantumkan keterangan yang sangat rinci, komprehensif dan sistematis
untuk mengenali keaslian uang rupiah.
•
Satisfaction
Menyediakan ciri-ciri untuk mengenali keaslian uang kertas dan logam dari
berbagai pecahan.
.
118
•
Visualization
Memberikan gambar/citra yang telah diperbesar tentang bagian-bagian uang
kertas dan logam yang dapat dipakai untuk mengenali ciri-ciri keaslian uang
rupiah.
•
Action
Memberikan informasi tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan
apabila menemukan uang palsu dan cara-cara memperlakukan uang dengan
benar.
Hal tersebut sesuai dengan salah satu model yang dapat digunakan untuk
membuat struktur pesan yang efektif yaitu model “ANSVA”. Model ini memberikan
gambaran bahwa seorang komunikator harus mampu membangkitkan perhatian orang
lain (attention), mampu membangkitkan kebutuhan audiens terhadap apa yang
komunikator sampaikan (needs), memberikan pemuasan terhadap kebutuhan audiens
(satisfaction), mampu memproyeksikan gagasan komunikator (visualization), dan
menegaskan gagasan agar audiens bertindak (action).
4.4.3
Format Pesan
Komunikator harus mengembangkan format pesan yang kuat untuk
menyampaikan pesan agar tujuan dari pesan yang disampaikan tersebut dapat tercapai
dengan efektif dan efisien.
.
119
Format pesan mengacu kepada penyajian pesan yang akan disampaikan.
Dalam melakukan sosialisasi melalui penyuluhan langsung dengan audiens pada
wilayah kabupaten dan kecamatan, komunikator menyampaikan presentasi mengenai
ciri-ciri keaslian uang rupiah diiringi dengan lagu-lagu daerah dan pengucapan satu
atau dua patah kata dengan menggunakan bahasa daerah dari wilayah audiens
sasaran.
Dalam hal ini, komunikator mengacu kepada prinsip homofili. Homofili yaitu
tuntutan bagi pembicara agar berusaha mengetengahkan persamaan-persamaan dalam
hal kebiasaan atau adat istiadat dengan audiens ketika melakukan kegiatan
sosialisasi..
Ketika
penyuluhan
berlangsung,
presentasi
yang
disampaikan
oleh
komunikator selalu diiringi dengan permainan/games yang menghibur audiens. Hal
ini berbeda dengan audiens pada wilayah perkotaan yang telah dibagi-bagi menjadi
kelompok sasaran berdasarkan profesi dan tingkat pendidikan. Permainan/games
umumnya hanya digunakan pada kelompok sasaran para pelajar sekolah dasar.
Sedangkan untuk format pesan yang disebarkan melalui brosur dicantumkan
berbagai ilustrasi untuk mengenali keaslian uang rupiah dari berbagai pecahan uang.
Setiap pecahan diberikan gambar mengenai bagian-bagian yang menjadi ciri-ciri
untuk mengenali keaslian uang rupiah. Informasi yang disampaikan adalah mengenai
tindakan-tindakan yang harus dilakukan audiens apabila menemukan uang palsu, cara
memperlakukan uang dengan benar dan sanksi pidana bagi para pengedar dan
pemalsu uang.
.
120
Seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2001: 788) bahwa:
“…, Dalam iklan cetakan, komunikator harus memutuskan mengenai berita
utama, salinan, ilustrasi dan warna….”.
4.4.4
Sumber Pesan
Sumber pesan atau komunikator yang menarik dalam menyampaikan pesan
seringkali memperoleh perhatian yang lebih besar dan juga mudah untuk diingat.
Dalam rangka mencapai komunikasi yang efektif agar tujuan komunikasi
dapat tercapai, terdapat tiga karakteristik sumber atau komunikator yang perlu
diperhatikan, yakni: “credibility” (kredibilitas), “attractiveness” (daya tarik) dan
“power “ (kekuasaan/kekuatan).
Komunikator yang menyampaikan pesan ketika penyuluhan mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah berlangsung adalah kasir-kasir Kantor Bank Indonesia Bandung
yang memiliki keahlian untuk mengenali ciri-ciri uang palsu dan menguasai teknikteknik untuk membedakan antara uang palsu dan uang asli.
Dan pada wilayah kabupaten dan kecamatan, Kantor Bank Indonesia Bandung
selalu bekerja sama dengan para pejabat setempat dan orang-orang yang berpengaruh
lainnya seperti pemuka masyarakat serta ketua asosiasi pedagang untuk
menyampaikan pesan dan memberikan pidato mengenai pentingnya mengetahui
keaslian uang rupiah.
.
121
a. credibility (kredibilitas),
Kredibilitas merujuk pada suatu kondisi dimana si sumber dinilai
mempunyai pengetahuan, keahlian atau pengalaman yang relevan dengan
topik pesan yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi
percaya bahwa pesan yang disampaikannya itu bersifat objektif.
Kasir Kantor Bank Indonesia Bandung dianggap memiliki kredibilitas
karena memiliki keahlian dan pengetahuan mengenai uang palsu. Selain itu,
kedudukan pembicara sebagai kasir Kantor Bank Indonesia Bandung dapat
menambah kepercayaan audiens untuk menyimak pesan yang disampaikan.
Sedangkan bagi para pejabat setempat dianggap dapat mempengaruhi orangorang yang menjadi bawahannya.
Seperti yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat dalam bukunya yang
berjudul Psikologi Komunikasi bahwa:
Seorang komunikator dalam melakukan komunikasi harus memiliki
kredibilitas, dimana yang merupakan komponen-komponen dari
kredibilitas itu adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan
yang dibentuk komunikan tentang komunikator dalam hubungan dengan
topic yang dibicarakannya. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian
dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman,
terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikator yang berkaitan dengan
wataknya. Apakah komuniktor jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis
atau ia dinilai sebaliknya (Rakhmat, 2002: 260).
b. attractiveness (daya tarik), dan
Daya tarik sumber merupakan karakteristik berikutnya yang ikut
menentukan keberhasilan upaya persuasi dalam menyampaikan pesan.
.
122
Apabila sumber dinilai “menarik” oleh penerima, maka upaya persuasi akan
lebih cepat berhasil karena adanya proses identifikasi dalam diri pihak
penerima.
Untuk orang-orang seperti pemuka masyarakat dan ketua asosiasi
pedagang dianggap dapat mempengaruhi audiens karena memiliki kharisma
tersendiri bagi masyarakat tersebut. Seringkali masyarakat akan selalu
meminta saran kepada para pemuka pendapat. Komunikasi antar pribadi
antara masyarakat dan pemuka pendapat ini memberikan kontribusi yang
penting bagi keberhasilan sosialisasi. Begitu pula dengan para pedagang,
mereka sering meminta saran kepada ketua asosiasi pedagang.
Hal ini dikemukakan oleh Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Teori dan Filsafat Komunikasi bahwa:
“..., 2. Sumber daya tarik.
Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk
melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik”
(Effendy, 1993: 44).
c. power (kekuasaan/kekuatan).
Pemuka masyarakat dinilai memiliki kekuatan dalam mempengaruhi
masyarakat untuk mengikuti apa yang dikemukakannya, dalam hal ini
pemuka masyarakat mengemukakan mengenai sosialisasi mengenai ciri-ciri
keaslian uang rupiah, karena pemuka masyarakat mempunyai kharisma dan
wibawa otoritas.
.
123
Kekuatan atau kekuasaan sumber terhadap pihak penerima, secara
umum dapat terjadi melalui empat cara. Pertama, kharisma (faktor bawaan
yang melekat pada seseorang, seseorang yang tergolong kharismatik
lazimnya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang lain). Kedua,
wibawa otoritas (faktor ini berkaitan dengan kedudukan atau otoritas
formal, seseorang yang mempunyai kedudukan formal sebagai pemimpin
suatu kelompok atau organisasi akan memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi orang yang menjadi bawahannya)…….(Sendjaja, 1993:
204-205).
Selain itu ketua asosiasi pedagang juga memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi para pedagang karena mereka mengikuti langkah-langkah
yang dilakukan oleh ketua asosiasi pedagang karena dianggap profesional.
Hal ini sebagaimana dipaparkan oleh Bapak Wahyu pada saat wawancara
pada tanggal 4 Maret 2008, bahwa:
”Ketua asosiasi pedagang mempunyai peranan penting dalam membantu
Kantor Bank Indonesia Bandung di dalam melakukan sosialisasi ini, karena
para ketua asosiasi pedagang ini mempunyai kekuatan yang kuat untuk
mempengaruhi pedagang-pedagang lainnya.....”
Pada kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan di Bekasi oleh BI bekerjasama
dengan Pemkot Bekasi, sumber pesan (komunikator) saat kegiatan penyuluhan
sosialisasi berlangsung adalah:
-
Kasir Muda Senior Jimmy Eka Dungus
-
Kasir Muda Marzuki
-
Kasir Muda Mursid
-
Kasir Pertama Ismed
.
124
Kasir-kasir Kantor Bank Indonesia Bandung ini dinilai memiliki kredibilitas
di dalam menyampaikan pesan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada
audiens, karena kasir-kasir Kantor Bank Indonesia Bandung ini memiliki keahlian
dan pengetahuan yang baik mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selain itu juga,
dengan dipilihnya kasir-kasir Kantor Bank Indonesia Bandung untuk menyampaikan
pesan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dapat menambah kepercayaan dan
ketertarikan audiens untuk menyimak pesan yang disampaikan ketika penyuluhan itu
berlangsung.
Gambar 4.12 Komunikator memberikan penyuluhan
mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah
.
125
Dapat dilihat pada Gambar 4.12, pembicara (komunikator) dalam acara
sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan di Bekasi, sedang
memberikan materi penyuluhan mengenai ciri-ciri uang rupiah.
4.5
Mengevaluasi Program
Dalam mengevaluasi program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah, Kantor Bank Indonesia Bandung memeriksa jumlah masyarakat yang
melaporkan dan menemukan uang palsu.
Selain itu, Kantor Bank Indonesia Bandung juga bekerja sama dengan Badan
Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL). BOTASUPAL diketuai oleh
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan beranggotakan pejabat-pejabat dari
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), Bank Indonesia, Perum PERURI,
Kejaksaan Agung, Bea Cukai dan Imigrasi, serta Bank Umum.
Dalam hal ini, Bank Umum dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
(POLRI) meminta klarifikasi kepada Bank Indonesia tentang uang palsu yang telah
dilaporkan oleh masyarakat untuk diuji apakah uang tersebut palsu atau tidak.
Tetapi sampai saat dengan ini belum dilakukan program evaluasi yang lebih
jauh untuk menguji keefektifan program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah yang telah dilaksanakan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, Bapak Wahyu
tanggal 4 Maret 2008 kembali menuturkan bahwa:
.
126
“Untuk mengevaluasi program sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah ini, Kantor Bank Indonesia Bandung belum melakukan evaluasi yang cukup
jauh”.
Menurut Nuzirwan, Kasir Muda BI tanggal 4 Maret 2008, menjelaskan pula
bahwa:
“BI akan terus mengupayakan penuntasan penanganan kasus uang palsu.
Barang bukti uang palsu yang selama ini diserahkan kepada pihak kepolisian belum
ada tindak lanjutnya secara nyata. Biasanya, setiap kali menyerahkan barang bukti
itu, kami juga menyertakan nama penyetornya agar bisa diselidiki lebih lanjut...”
Nuzirwan Kasir Muda BI menjelaskan pula dalam wawancara tanggal 2 Mei
2008 bahwa:
“.:..untuk evaluasi dari hasil penyuluhan langsung yang diadakan di Bekasi,
belum ada tindak lanjut evaluasi program yang lebih jauh, dan sampai sejauh ini juga
kami belum menerima laporan dari Pemkot Bekasi mengenai penemuan uang palsu di
wilayah kerja Pemkot Bekasi”.
Dalam acara sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilaksanakan di
Bekasi oleh BI bekerjasama dengan Pemkot Bekasi, sampai sejauh ini belum ada
evaluasi hasil program yang lebih jauh.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab berikut ini, penulis akan mencoba untuk menguraikan tentang
rangkuman dari bab-bab yang telah diuraikan sebelumnya. Kemudian setelah itu akan
dikemukakan tentang kesimpulan dari hasil penelitian ini dan memberikan saransaran secara garis besar.
5.1
Kesimpulan
Dari pembahasan identifikasi masalah yang telah dipaparkan dalam bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam mengidentifikasi audiens sasaran, Kantor Bank Indonesia Bandung
membagi-bagi audiens sasarannya berdasarkan daerah yaitu masyarakat
yang tinggal di wilayah perkotaan, kabupaten maupun kecamatan. Pada
masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan, audiens dibagi-bagi menjadi
kelompok khusus berdasarkan profesi dan tingkat pendidikan. Kelompok
khusus itu antara lain: teller/kasir-kasir perbankan, pegawai negeri sipil
(PNS), pegawai swasta, jaksa, polisi, wartawan, pedagang, guru
(berdasarkan profesi), serta mahasiswa, pelajar SMU, pelajar SMP, pelajar
SD (berdasarkan tingkat pendidikan). Sedangkan pada wilayah kabupaten
dan kecamatan, audiens tidak dibagi-bagi lagi menjadi beberapa kelompok.
127
128
2. Kantor Bank Indonesia Bandung menghendaki respon kognitif, respon
afektif dan respon konatif dari audiens sasaran. Tujuan yang ditetapkan oleh
Kantor Bank Indonesia Bandung adalah memberikan pengetahuan dan
informasi yang akurat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, mengajak
khalayak (audiens) agar selalu memikirkan keselamatan dirinya masingmasing dari segala kerugian apabila memiliki uang palsu dan mengajak
khalayak (audiens) agar ikut berpartisipasi dalam mencegah peredaran uang
palsu dengan cara memeriksa uang dan melaporkan kepada pihak berwajib
apabila menemukan uang palsu.
3. Dalam menyebarkan pesan, Kantor Bank Indonesia Bandung memakai
saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi nonpersonal. Saluran
komunikasi personal karena Kantor Bank Indonesia Bandung melakukan
penyuluhan langsung secara tatap muka melalui presentasi kepada audiens.
Saluran komunikasi nonpersonal karena Kantor Bank Indonesia Bandung
menyebarkan brosur, poster, dan sticker. Sedangkan untuk iklan layanan
masyarakat pada televisi, radio, bioskop, dan surat kabar baru dilakukan
oleh Kantor Pusat Bank Indonesia yang berkedudukan di Jakarta melalui
media elektronik dan media cetak nasional.
4. Dalam merancang dan melaksanakan pesan, faktor-faktor yang diperhatikan
oleh Kantor Bank Indonesia Bandung adalah : (1) isi pesan yang
disampaikan oleh komunikator ketika penyuluhan berlangsung, (2) struktur
pesan yang dipakai oleh Kantor Bank Indonesia Bandung memakai model
129
“ANSVA” yakni bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki pengaruh
dan mencantumkan nama-nama orang yang memiliki pengaruh pada
undangan dan spanduk (attention), mengajak khalayak agar selamat dan
terhindar dari kerugian-kerugian yang akan menimpa apabila memiliki uang
palsu (needs), memberikan snack dan uang untuk mengganti segala biaya
dan waktu yang telah dikeluarkan untuk menghadiri penyuluhan
(satisfaction), mendemonstrasikan teknik-teknik untuk mengenali keaslian
uang rupiah sekaligus mengajak audiens agar ikut mempraktekkan
demonstrasi tersebut (visualization), dan menegaskan kepada audiens agar
ikut berpartisipasi dalam mengatasi peredaran uang palsu dengan cara selalu
memeriksa uang dan melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila
menemukan uang palsu (action), (3) format pesan yang dipakai dalam
menyampaikan pesan dalam menyampaikan pesan dalam penyuluhan
langsung antara lain: presentasi diiringi dengan lagu-lagu daerah dari daerah
sasaran dan selalu diselingi dengan permainan pada wilayah kabupaten dan
kecamatan. Sedangkan untuk brosur dicantumkan berbagai ilustrasi untuk
mengenali keaslian uang rupiah dari berbagai pecahan uang. Informasi yang
diberikan adalah mengenai tindakan yang harus dilakukan apabila
menemukan uang palsu, cara memperlakukan uang dengan benar dan sanksi
pidana bagi para pengedar dan pemalsu uang, (4) sumber yang
menyampaikan pesan ketika penyuluhan berlangsung adalah kasir Bank
Indonesia. Pada wilayah kabupaten dan kecamatan, Kantor Bank Indonesia
130
Bandung bekerja sama dengan para pejabat setempat dan orang-orang yang
berpengaruh dalam menyampaikan pesan.
5. Dalam mengevaluasi program sosialisasi, Kantor Bank Indonesia Bandung
memeriksa jumlah masyarakat yang melaporkan dan menemukan uang
palsu kepada Bank Indonesia. Selain itu, Kantor Bank Indonesia Bandung
juga bekerja sama dengan kepolisian dan bank umum dalam memeriksa
yang telah dilaporkan oleh masyarakat. Tetapi sampai saat ini, Kantor Bank
Indonesia Bandung belum melakukan evaluasi lebih jauh mengenai hasil
program sosialisasi yang telah dilakukan.
5.2 Saran
Untuk lebih memaksimalkan program sosiasisasi mengenai ciri-ciri keaslian
uang rupiah yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung penulis
menyarankan agar:
1. Memakai daya tarik emosional berupa anjuran agar selalu memikirkan
keselamatan pada isi pesan dan brosur dan media cetak lainnya, sehingga
diharap audiens menjadi terdorong
untuk
mengikuti
pesan
yang
disampaikan agar terhindar dari segala kerugian apabila menemukan uang
palsu.
2. Bekerja sama dengan para budayawan dan seniman lokal dalam
menyampaikan pesan pada saat penyuluhan sehingga diharapkan dapat
menjadi daya tarik bagi audiens.
131
3. Memakai saluran komunikasi nonpersonal berupa poster, billboard, dan
iklan layanan masyarakat pada surat kabar lokal dan TV lokal yang lebih
sering dikonsumsi oleh audiens sasaran. Pesan yang disampaikan harus
disesuaikan dengan karakteristik dan budaya audiens setempat.
4. Memakai media-media tradisional yang berkembang di tiap-tiap daerah,
seperti menyisipkan pesan ketika acara wayang golek, layar tancap, dan
lain-lain. Isi pesan harus disesuaikan dengan karakterisitik media tradisional
tersebut.
5. Melakukan program evaluasi yang lebih jauh untuk mengukur keberhasilan
sosialisasi. Dalam hal ini, Kantor Bank Indonesia Bandung dapat
menanyakan kepada audiens sasaran apakah mereka mengenal serta
mengingat pesan yang telah disampaikan, bagaimana kesan audiens
terhadap pesan tersebut, dan sikap khalayak sebelumnya dan sekarang
terhadap pesan tersebut. Kegiatan tersebut dapat dilakukan beberapa bulan
setelah diadakannya program sosialisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ami, Muhammad. 1995. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Amir.
2007.
Dasar-dasar
Penulisan
Karya
Ilmiah.
Surakarta:
Lembaga
Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan
UNS (UNS Press).
Arifin, Anwar. 1994. Strategi Komunikasi. Bandung: Amrico.
------- 1984. Strategi Komunikasi. Bandung: Amrico.
Bogdan, Robert C. & Sari Knopp Biklen. 1982. Qualitative Research for Education:
An. Introduction to Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Effendy, Onong U.E. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
------- 2000. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remadja Rosda Karya.
------- 1999. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung: Remadja Rosda Karya.
------- 1993. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Remadja Rosda Karya.
------- 1990. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung: Remadja Rosda Karya.
------- 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru). 2007. Jakarta: Team Pustaka
Phoenix.
132
133
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Balai Pustaka.
Kotler, Philip. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Enceng. 1982. Pengantar Komunikasi Publikasi. Bandung: IKIP.
Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Balai Aksara.
Nimmo, Dan. 1989. Komunikasi Politik. Bandung: Remadja Karya.
Rakhmat, Djalaluddin. 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rakhmat, Djalaludin. 1998. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1993. Pengantar Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Siahaan, S.M. 1978. Komunikasi, Pemahaman dan Penerapan. Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia.
Sugiyono. 1999. Metedologi Penelitian Bisnis, Cetakan keenam. Bandung : Alpha
Betha.
------- 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alpha Beta.
Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset.
134
Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Press.
Widjaja, H. A. W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Sumber lainnya:
ƒ
Website: (http://www.bi.co.id).
ƒ
Website: (http://www.yahoo.com).
ƒ
Website: (http://www.google.com).
ƒ
Riana, Ana. 2003. Tanggapan Pelajar terhadap Program Sosialisasi Kereta
Api yang Dilakukan Humas DAOP 2 Bandung.
ƒ
Harian Umum Pikiran Rakyat tanggal 14 September 2007.
ƒ
Stasiun televisi LaTivi September 2007 (sekarang TV One).
ƒ
Catatan perkuliahan penulis.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama
: Meganita Krameswari
Tempat/tanggal lahir
: Bandung, 4 November 1984
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Sunda
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Jalan Malangbong Raya No. 33 Antapani, Bandung
Telepon
: 022-91888114/08562000992
B. DATA KELUARGA
Nama Ayah
: (Alm.) E. Hendarlan Suharman
Nama Ibu
: Hj. Evieta, Dra., B.Sc.
Status dalam Keluarga : Anak ke-2 dari 2 bersaudara
C. PENDIDIKAN
1. 1991-1997
: SD Priangan Bandung
2. 1997-2000
: SLTP Negeri 7 Bandung
3. 2000-2003
: SMU Negeri 23 Bandung
4. 2003-2008
: Universitas Islam Bandung, Fakultas Ilmu
Komunikasi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
1. Sejak kapan Kantor Bank Indonesia Bandung melakukan program kampanye
sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat?
2. Program-program apa saja yang telah dilakukan?
3. Bagian/divisi apa yang bertanggung jawab melaksanakan program kampanye
sosialisasi?
4. Mencakup kota apa saja wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Bandung?
5. Sebelum melakukan penyuluhan, apakah Kantor Bank Indonesia Bandung
membagi-bagi dan menganalisis audiens menjadi beberapa bagian tertentu? (jika
ya, berdasarkan apa?)
6. Sebelum melakukan penyuluhan, apakah Kantor Bank Indonesia Bandung
menyelidiki pengetahuan dan persepsi audiens tentang topik yang akan
disampaikan?
7. Tujuan apa yang ditetapkan Kantor Bank Indonesia Bandung dalam melakukan
kampanye sosialisasi?
8. Saluran komunikasi apa yang dipakai dalam melakukan kampanye sosialisasi?
-
Kepada siapa saja pesan diarahkan dalam melakukan kampanye sosialisasi?
-
Media apa saja yang dipakai dalam melakukan kampanye sosialisasi?
-
Apabila menggunakan brosur/poster, media tersebut disebarkan dimana saja?
-
Dalam iklan TV/radio bagaimana bentuk pesan yang disampaikan?
9. Apakah Kantor Bank Indonesia Bandung pernah bekerja sama/mengajak para
budayawan/seniman lokal untuk melakukan kampanye sosialisasi dengan
menggunakan media tradisional di daerah-daerah? (wayang golek, layar tancap,
dangdut, dll.)? (Apakah dibedakan tiap kelompok masyarakat tertentu?)
10. Agar audiens memahami pesan, apakah Kantor Bank Indonesia Bandung
menyampaikan kerugian yang dialami audiens apabila memiliki uang palsu atau
hanya menginformasikan ciri-ciri keaslian uang saja? (Apakah dibedakan tiap
kelompok masyarakat tertentu?)
11. Dalam menganjurkan tindakan terhadap audiens, apakah disampaikan kerugian
yang akan dialami? (Apakah dibedakan tiap kelompok masyarakat tertentu?)
12. Setelah menyampaikan pesan dan menganjurkan tindakan, apakah pembicara
suka memberikan kesimpulan terhadap topik yang telah dibicarakan? (Apakah
dibedakan tiap kelompok masyarakat tertentu?)
13. Bagaimana cara Kantor Bank Indonesia Bandung dalam menarik perhatian
khalayak (audiens) agar menghadiri penyuluhan? (Apakah dibedakan tiap
kelompok masyarakat tertentu?)
14. Bagaimana cara Kantor Bank Indonesia Bandung dalam memuaskan audiens
yang menghadiri penyuluhan? (Apakah dibedakan tiap kelompok masyarakat
tertentu?)
15. Siapa yang menyampaikan pesan pada saat penyuluhan berlangsung?
Berdasarkan apa?
16. Apakah Kantor Bank Indonesia Bandung bekerja sama dengan orang lain dalam
menyampaikan pesan? (ahli/kepala desa/pemimpin kelompok, dll.)
17. Apakah
pembicara
yang
melakukan
penyuluhan
menyesuaikan
dengan
kebudayaan/kebiasaan wilayah sasaran?
18. Bagaimana cara Kantor Bank Indonesia Bandung dalam mengevaluasi program
kampanye sosialisasi yang sudah dilaksanakan?
-
Menanyakan audiens apakah mengingat pesan tersebut atau tidak?
-
Mengumpulkan ukuran perilaku dari respons audiens (berapa banyak orang
yang menemukan dan menukarkanuang palsu) ?
19. Bagaimana tindakan Kantor Bank Indonesia Bandung terhadap orang yang
menemukan dan menukarkan uang palsu? (mengganti uang tersebut/tidak)
Download