pola pembiayaan usaha kecil (ppuk) budidaya mutiara bank indonesia

advertisement
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
BUDIDAYA MUTIARA
BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : [email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan................................ ............... 4
a. Profil Usaha ................................ ................................ ............... 4
b. Pola Pembiayaan ................................ ................................ ........ 6
3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 8
a. Permintaan ................................ ................................ ................ 8
b. Penawaran................................ ................................ ................. 8
c. Harga................................ ................................ ........................ 9
d. Jalur Pemasaran ................................ ................................ ......... 9
e. Kendala Pemasaran ................................ ................................ ... 10
4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 11
a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ............ 11
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan ................................ .................. 13
c. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 18
d. Tenaga Kerja ................................ ................................ ........... 18
e. Teknologi................................ ................................ ................. 19
f. Proses Produksi ................................ ................................ ......... 19
g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ................................ ................. 23
h. Produksi Optimum ................................ ................................ .... 24
i. Kendala Produksi ................................ ................................ ....... 24
5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 25
a. Pemilihan Pola Usaha................................ ................................ . 25
b. Asumsi Dasar Perhitungan ................................ .......................... 25
c. Biaya Investasi dan Operasional ................................ .................. 26
d. Kebutuhan Kredit dan Modal Kerja ................................ ............... 28
e. Proyeksi Produksi dan Cashflow................................ ................... 28
f. Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point ................................ ...... 30
g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ................................ ...... 30
h. Analisis Sensitivitas dan Kelayakan Proyek................................ .... 31
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 33
a. Aspek Sosial Ekoomi................................ ................................ .. 33
b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 33
7. Penutup ................................ ................................ ..................... 34
a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 34
b. Saran ................................ ................................ ..................... 34
LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 36
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
1
1. Pendahuluan
Mutiara merupakan salah satu komoditas dari sektor kelautan yang bernilai
ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa datang.
Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan
harganya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Potensi
mutiara dari Indonesia yang diperdagangkan di pasar dunia sangat
berpotensi untuk ditingkatkan. Saat ini Indonesia baru memberikan porsi 26
persen dari kebutuhan di pasar dunia, dan angka ini masih dapat untuk
ditingkatkan sampai 50 persen. Sumber daya kelautan Indonesia masih
memungkinkan untuk dikembangkan, baik dilihat dari ketersediaan areal
budidaya, tenaga kerja yang dibutuhkan, maupun kebutuhan akan peralatan
pendukung budidaya mutiara.
Usaha untuk memperoleh mutiara saat ini mengalami perkembangan,
semula diperoleh dari hasil penyelaman di laut, sekarang sudah dilakukan
dalam bentuk budidaya. Hal ini dikarenakan penyediaan kerang mutiara dari
hasil tangkapan di laut bebas terus mengalami penurunan dari tahun ke
tahun sehingga tidak dapat memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Selain itu harganya pun dari waktu ke waktu semakin meningkat karena
besarnya permintaan mutiara, baik dari domestik maupun dari manca
negara. Mutiara menjadi barang mewah dan lebih disukai daripada emas,
terutama di Jepang. Untuk mengatasi hal itu, usaha menghasilkan mutiara
pada saat ini sudah dilakukan secara terintegrasi oleh perusahaan dengan
modal besar, dari mulai benih (spat) dari pembenihan atau hatchery hingga
pasca panen. Pembenihan secara buatan ini dilakukan oleh beberapa fihak,
diantaranya perusahaan besar dengan menggunakan tenaga asing ataupun
Balai Budidaya Laut sejak tahun 1991. Spat yang dihasilkan dari hatchery
lebih disukai oleh pengusaha budidaya mutiara karena ukurannya relatif
sama sehingga waktu pembudidayaan dapat dilakukan bersamaan dalam
jumlah yang besar.
Mutiara yang dibudidayakan di Indonesia, terutama di Nusa Tenggara Barat
(NTB), Lampung, Irian Jaya, Sulawesi, dan Halmahera merupakan jenis
kerang Pinctada Maxima atau di pasaran internasional dikenal dengan
Mutiara Laut Selatan (MLS) atau south sea pearl. Di Nusa Tenggara Barat,
budidaya mutiara terdapat di perairan laut Sumbawa yang memiliki arus
tenang. Jenis kerang ini konon hanya terdapat di perairan laut Indonesia dan
Australia. Dilihat dari ukurannya, kerang jenis ini ukurannya lebih besar dari
pada jenis lainnya. Ukuran kerang yang besar berpeluang menghasilkan
mutiara yang besar pula. Di pasar internasional, 26% MLS merupakan
mutiara yang berasal dari Indonesia. Selain Pinctada Maxima, ada pula jenis
lain, yaitu :




Pinctada margaritifera
Pinctada fucata
Pinctada chemnitzi
Pteria penguin.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
2
Tiram muda jenis Pinctada Maxima mempunyai warna cangkang bervariasi
dengan warna dasar kuning pucat, kuning tua, cokelat kemerahan, merah
anggur, dan kehijauan. Pada cangkang bagian luar, terdapat garis-garis
radier yang menonjol seperti sisik yang berwarna lebih terang daripada
warna dasar cangkang.
Bila dilihat dari jenis pinctada yang banyak di budidayakan di Indonesia, ada
perbedaan ciri dan karakteristik dari masing-masing jenis. Perbedaan jenis
dan karakteristik untuk jenis pinctada ini dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut
ini.
Tabel 1.1.
Perbandingan Tiga Jenis Pinctada Penghasil Mutiara
Sifat-sifat
P. Martensii
P.
P. Maxima
Margaritifera
Dewasa Penuh 4 inchi
4 inchi
4 inchi
Ukuran
Rata-rata
3 inchi
3 inchi
3 inchi
Cangkang Kecembungan Cembung
Agak cembung Rata
Warna Luar
Abu-abu kuning Kuning abu2
Coklat kuning
Garis Cangkang Coklat ungu
Garis bintik
Pucat
Nacre
Nacre
Perak kehijauan Warna baja
Putih perak
(interior)
Jingga kuning
Hijau metalik
Kuning emas
Sedang
Pendek
Sedang
60-100
15 cangkang tiap 9-10 cangkang
cangkang tiap
ikan
tiap ikan
kan
Sumber: Forek Indonesia 2001 - 2004.
Catatan : 1 kan = 8,267 pon; 1 pon = 2,205 pon
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
3
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
a. Profil Usaha
Usaha budidaya mutiara ini dapat dikembangkan di daerah yang memiliki
potensi perairan laut tenang dan luas. Karakteristik daerah di Indonesia
sangat mendukung pengembangan usaha budidaya mutiara ini, seperti di
Nusa Tenggara Barat, Halmahera, Lampung, Maluku Utara, dan Maluku
bagian Tenggara, Sulawesi Tenggara. Untuk Nusa Tenggara Barat dan
daerah sekitarnya, ada beberapa perusahaan budidaya mutiara maupun
pembesaran spat, diantaranya :
Tabel 2.1.
Beberapa Perusahaan Pembudidayaan Mutiara di Kawasan Timur Indonesia.
Nama Perusahaan
Lokasi
Selat Alas, Kesha Mutiara, Bumitama,
NTB Pearl, Mitra Usaha, Paloma
Agung,
Gita
Mandiri,
Cahaya
Cemerlang
Timor Outsuki Mutiara
Kesuma Mutiara
Proposindo, Mitra Nusra
Chamar Sentosa
Sumber : Forek Indonesia 2001 - 2004.
NTB
Kupang
Dompu
Lombok Timur
NTT
Diantara perusahaan budidaya biasanya menjalin kemitraan dalam bentuk
kerjasama pemasaran spat. Biasanya dari jumlah spat yang dimiliki, tidak
semuanya
dioperasi
karena
masing-masing
perusahaan
memiliki
keterbatasan sarana pembudidayaan sehingga spat tersebut harus dijual
kepada perusahaan lain. Begitupula sebaliknya, perusahaan yang
membutuhkan spat untuk dipelihara dan dibudidayakan akan membeli dari
perusahaan lain yang terdekat karena dalam kondisi saat ini, mencari induk
tiram dari penyelaman tidak dimungkinkan lagi. Selain jumlah tiram di laut
bebas semakin berkurang, ukurannya pun biasanya tidak seragam.
Mutiara yang berkualitas baik di pasaran internasional juga datang dari Sri
Lanka, Australia, Jepang, Mexico, Panama, Venezuela dan Tahiti. Mutiara ini
dari perairan tawar didapatkan dari sungai Missisippi dan anak-anak
sungainya, juga dari Skotlandia dan China. Dalam perdagangan mutiara
terdapat beberapa merek dagang, diantaranya adalah berikut ini :
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
4
Tabel 2.2.
Jenis dan Karakteristik Mutiara di Pasar Internasional
Jenis atau Merek Dagang
Karakteristik Mutiara
Mutiara Asia Timur
mutiara yang di dapat dari teluk
Persia
Mutiara "Ceylon" atau "Madras"
mutiara yang mempunyai overtone
biru indah, hijau atau violet pada
warna dasar putih atau krem
Mutiara 'Venezuela'
putih atau kuning; lebih transparan
dari pada Asia Timur
Mutiara 'Tahiti'
mutiara
putih
dengan overtone
sedikit, kadang-kadang dengan abuabu metalik
Mutiara 'Australia'
putih
dengan
hampir
tidak
adaovertone
Mutiara 'Panama'
umumnya
hitam,
keabu-abuan,
ataukuning
Mutiara 'air tawar'
umumnya memiliki warnayang kuat
dan indah
Sumber: Forek Indonesia 2001 - 2004.
Hal yang terpenting dalam usaha budidaya mutiara adalah ketepatan dalam
pemilihan lokasi. Lokasi budidaya kerang mutiara hendaknya berada di
perairan atau pantai yang memiliki arus tenang dan terlindung dari pengaruh
angin musim. Selain itu, kualitas air disekitar budidaya kerang mutiara harus
terbebas dari polusi atau pencemaran serta jauh dari perumahan penduduk,
karena polusi dan pencemaran dapat mengakibatkan kegagalan usaha.
Lokasi yang sesuai adalah berupa teluk dan pulau-pulau kecil yang tenang.
Dasar perairan yang memiliki karang atau berpasir merupakan lokasi yang
baik untuk melakukan budidaya kerang. Kondisi suhu yang baik untuk
kerang adalah berkisar antara 25 - 30oC dan suhu air berkisar antara 27 31oC. Perubahan kondisi suhu yang drastis dapat mengakibatkan kematian
spat karena suhu air menentukan pola metabolisme.
Tabel 2.3.
Potensi Areal dan Potensi Produksi Mutiara di Nusa Tenggara Barat
Potensi areal
Potensi Produksi
Kabupaten
(Ha)
(Ha)
Sumbawa
100,00
0,65
Dompu
50,00
0,15
Bima
110,00
0,55
Lombok Barat
100,00
0,50
Lombok Tengah
50,00
0,15
Lombok Timur
90,00
0,30
Sumber : Forek Indonesia 2001 - 2004.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
5
b. Pola Pembiayaan
Untuk memulai usaha budidaya kerang mutiara memang dibutuhkan
investasi yang relatif besar, paling tidak 750 juta rupiah - 1 miliar rupiah
untuk 10.000 jumlah tiram yang dibudidayakan. Ada beberapa alasan bank
kurang berminat untuk menyalurkan kredit untuk budidaya tiram mutiara,
diantaranya adalah :
1. Bank belum mengetahui secara detail profil usaha budidaya mutiara
2. Bank belum memiliki tenaga yang berpengalaman dan ahli untuk
bidang budidaya mutiara.
3. Bank beranggapan bahwa budidaya tiram mutiara ini memiliki risiko
kegagalan yang tinggi.
4. Kurangnya perhatian pemerintah untuk pengembangan usaha
budidaya mutiara, misalnya dalam bentuk bantuan teknis.
Bila sampai saat ini ada bank yang menyalurkan kredit untuk usaha budidaya
mutiara, biasanya bank mensyaratkan adanya bisnis sampingan (sidebusiness) dari debitur yang mengajukan kredit untuk budidaya mutiara
sehingga apabila budidaya mutiara ini mengalami kegagalan, maka bisnis
lain tersebut dapat dijadikan sebagai pengganti sehingga tidak terjadi
kemacetan kredit.
Bank memberikan kredit untuk perusahaan (misalnya PT), dan tidak untuk
kelompok, apalagi secara individu. Kredit yang diberikan oleh bank biasanya
digunakan untuk investasi sebesar 70 persen dan untuk modal kerja sebesar
30 persen. Selain itu biasanya bank tidak mensyaratkan adanya bantuan
teknis yang berkaitan dengan usaha budidaya mutiara dari dinas terkait,
misalnya Dinas Perikanan dan Kelautan.
Dalam memberikan kreditnya, bank biasanya menilai beberapa aspek yang
dinilai penting dalam analisis aspek kelayakan usaha. Aspek tersebut
diantaranya adalah :
Tabel 2.4.
Aspek Penilaian Bank dalam Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Mutiara
Aspek
Jenis Aspek


Aspek Sosial Ekonomi


Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
Proyek budidaya ini dinilai prospektif dan
menguntungkan, baik dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang
Proyek ini dapat menyerap tenaga kerja
lokal
Mampu memberikan kontribusi terhadap
pendapatan daerah
Tidak menyebabkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan
6

Lokasi usaha jelas
Memiliki teknologi yang dibutuhkan untuk
usaha budidaya mutiara ini
Teknik produksi yang memadai dan tidak
tertinggal
Memiliki tenaga ahli yang dibutuhkan



Memiliki profesionalisme
Berkarakter bisnis
Kualitas organisasi yang baik



Produk yang dihasilkan memiliki peluang
pasar, baik pasar lokal maupun pasar
internasional
Memiliki sistem pemasaran yang baik
Pola pembayaran yang jelas



Struktur keuangan sehat
Kemampuan membayar (repayment)
Ketersediaan self financing

Aspek Yuridis
a. Legalitas usaha
b. Legalitas pendirian perusahaan
c. Legalitas permohonan
Aspek Yuridis
a. marketable dan nilainya mencover
b. sellable
c. dapat diikat sempurna
Lainnya: tidak tercatat dalam daftar hitam
Bank Indonesia


Aspek Lokasi Usaha
Aspek Manajemen
Aspek
Komersial/pemasaran
Aspek Finansial


Aspek Khusus

Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
7
3. Aspek Pemasaran
a. Permintaan
Permintaan mutiara dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan, baik
untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk kebutuhan ekspor. Sampai
saat ini, 26 persen mutiara yang diperdagangkan di dunia, berasal dari
Indonesia. Sebenarnya persentase ini dapat ditingkatkan sampai dengan
50% karena potensi kelautan di Indonesia yang sangat potensial. Sebagian
besar mutiara yang di perdagangkan di dunia, terserap ke pasar Jepang.
Pada tahun 1998, Jepang mengimpor 858.346 momme mutiara dari berbagai
negara. Satu momme setara dengan 3,7 gram mutiara. Jumlah ini meningkat
untuk tahun berikutnya yang menjadi 1.130.098 momme senilai Y
15.107.000. Secara rinci, jumlah ekspor Indonesia ke Jepang selama tahun
1998 - 200 adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1.
Nilai Ekspor Mutiara dari Indonesia ke Jepang Tahun 1998 - 2000
Tahun
Jumlah (momme)
Nilai (Yen)
1998
371.364
6.304.783.000
1999
521.232
7.470.429.000
2000
247.762
3.132.099.000
Penurunan ekpor ini dikarenakan berkurangnya jumlah perusahaan yang
melakukan budidaya mutiara di Indonesia. Berkurangnya perusahaan
tersebut dikarenakan perginya perusahaan budidaya yang dimiliki oleh orang
asing ke negara lain. Faktor jaminan keamanan dari pencurian dan
perampokan merupakan salah satu alasan utama pindahnya perusahaan itu
dari Indonesia.
Permintaan mutiara dunia tidak ada jumlah pastinya, karena dipengaruhi
oleh banyak hal, diantaranya tingkat pendapatan masyarakat, selera, dan
kondisi perekonomian secara umum. Berapapun mutiara yang dihasilkan,
akan selalu laku dijual dipasar lokal dan pasar internasioonal, asalkan
kualitas mutiara yang dihasilkan sesuai dengan yang diminta pasar. Bahkan
sebelum panen dilakukan, pembeli besar sudah memesan dan menunggu
hasil panen mutiara tersebut.
b. Penawaran
Jumlah produksi mutiara untuk setiap musim panen, tidak terdokumentasi
secara baik. Hal ini karena panen mutiara tidak berlangsung secara
bersamaan. Selain itu rentang waktu dari pembesaran sampai panen
mencapai 3 tahun. Alasan lain yang tidak kalah penting adalah, sistem
pemasaran hasil budidaya mutiara ini dilakukan dengan sistem pemasaran
secara individu kepada orang asing. Transaksi itu seringkali dilakukan tidak
di daerah tempat asal mutiara itu di budidayakan. Beberapa perusahaan
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
8
yang ada di Indonesia, terutama di NTB menyatakan bahwa jumlah produksi
keseluruhan per tahun mencapai 30 sampai 50 kilogram yang mampu
terserap ke pasar lokal maupun pasar internasional. Menurut sumber data
yang diperoleh dari Jewellery News Asia Magazine, Maret 2001 dan Global
Pearl Production Estimates in Value 2000 (dikutip dari Forek Indonesia 20012004), produksi mutiara Indonesia (south sea pearl) dibanding dengan
negara lain adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2.
Nilai Produksi Mutiara dari Beberapa Negara Tahun 1998 - 2000
Negara
Jumlah
Persentase
Australia
550 kan
47,9
Indonesia
500 kan
41,67
Filipina dan
Myanmar
150 kan
10,07
Sumber: Majalah Trubus, Edisi Desember 2003/ XXXIV.
Diinformasikan juga angka perkiraan volume produksi dan nilai ekspor dari
jenis mutiara di dunia pada 2000 adalah south sea pearl 4,5 ton (1.200 kan)
dan US$ 200 juta, black pearls 11,5 ton (3.100 kan) dan US$160 juta, akoya
pearls 3,8 ton (10.000 kan) atau US$220 juta dan chinese freshwater pearl
650 ton (173.000 kan) dan US$180 juta.
c. Harga
Harga mutiara sangat tergantung pada perubahan kurs yang terjadi, karena
harga mutiara dari pengusaha budidaya kepada pedagang besar dari dalam
dan luar negeri biasanya dalam bentuk dolar Amerika. Harga mutiara juga
sangat tergantung pada kualitas dan bentuk dari mutiara yang dihasilkan.
Untuk jenis Round (bundar sempurna) dan Semi round (agak bundar) untuk
kualitas A dapat mencapai harga 40 sampai 50 US $. Untuk jenis lain, seperti
Drop (bentuk tetesan air), Oval (lonjong), dan Barok (bentuk tidak
beraturan) harganya sangat bervariatif, rata-rata saat ini adalah US $ 20.
d. Jalur Pemasaran
Pengusaha mutiara tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pemasaran
produknya, hal ini dikarenakan pembeli yang berasal dari dalam dan luar
negeri akan menjadi pelanggan tetap dan selalu siap membeli berapapun
mutiara yang dihasilkan asalkan sesuai dengan standar kualitas yang
ditentukan. Konsumen akhir untuk produk mutiara ini biasanya adalah
perorangan atau individu, perancang busana, dan kolektor.
Perusahaan yang melakukan budidaya mutiara dapat menjual produknya
melalui dua pihak, yaitu :
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
9
a. dijual kepada pedagang besar dalam negeri;
b. ditawarkan dan dijual kepada importir luar negeri yang datang ke
Indonesia.
Gambar 3.1. Jalur Pemasaran Mutiara
e. Kendala Pemasaran
Secara umum, tidak ada kendala yang berarti dalam pemasaran mutiara
hasil budidaya ini. Mutiara yang dihasilkan, terutama hasil budidaya
perusahaan menengah dan besar sudah dapat dipastikan terserap pasar,
terutama pasar luar negeri dari Jepang.
Masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha budidaya mutiara adalah
terjadinya fluktuasi harga yang sangat rentan terhadap perubahan kurs.
Resesi ekonomi yang terjadi di beberapa belahan dunia mengakibatkan
permintaan mutiara mengalami penurunan. Selain itu pengusaha mutiara
mengalami kesulitan karena mutiara yang dihasilkan pada satu musim panen
tidak seragam baik keseragaman bentuk maupun keseragaman kualitas.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
10
4. Aspek Produksi
a. Lokasi Usaha
Ketepatan pemilihan lokasi merupakan salah satu syarat keberhasilan
budidaya tiram mutiara. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam pemilihan lokasi budidaya, yaitu :
(1). Faktor Ekologi
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup
tiram, diantaranya kualitas air, pakan, dan kondisi fisiologis organisme.
Batasan faktor ekologi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi lokasi
budidaya adalah :
1. Lokasi terlindung
Lokasi usaha untuk budidaya tiram mutiara ini berada di perairan laut
yang tenang. Pemilihan lokasi pembenihan maupun budidaya berada
dekat pantai dan terlindung dari pengaruh angin musim dan tidak
terdapat gelombang besar. Lokasi dengan arus tenang dan gelombang
kecil dibutuhkan untuk menghindari kekeruhan air dan stress fisiologis
yang akan mengganggu kerang mutiara, terutama induk.
2. Dasar peraira
Dasar perairan sebaiknya dipilih yang berkarang dan berpasir. Lokasi
yang terdapat pecahan-pecahan karang juga merupakan alternatif tempat
yang sesuai untuk melakukan budidaya tiram mutiara.
3. Arus air
Arus tenang merupakan tempat yang paling baik, hal ini bertujuan untuk
menghindari teraduknya pasir perairan yang masuk ke dalam tiram dan
mengganggu kualitas mutiara yang dihasilkan. Pasang surut air juga perlu
diperhatikan karena pasang surut air laut dapat menggantikan air secara
total dan terus-menerus sehingga perairan terhindar dari kemungkinan
adanya limbah dan pencemaran lain.
4. Salinitas
Dilihat dari habitatnya, tiram mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas
yang tinggi. Tiram mutiara dapat hidup pada salinitas 24 ppt dan 50 ppt
untuk jangka waktu yang pendek, yaitu 2 - 3 hari. Pemilihan lokasi
sebaiknya di perairan yang memiliki salinitas antara 32 - 35 ppt. Kondisi
ini baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram mutiara.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
11
5. Suhu
Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi
tiram di dalam air. Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram
mutiara adalah berkisar 25 - 30 0 C. Suhu air pada kisaran 27 - 31&degC
juga dianggap layak untuk tiram mutiara.
6. Kecerahan air
Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata
dalam air. Lama penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan
dan penutupan cangkang. Cangkang tiram akan terbuka sedikit apabila
ada cahaya dan terbuka lebar apabila keadaan gelap. Untuk pemeliharaan
sebaiknya kecerahan air antara 4,5 - 6,5 m. Jika kisaran melebihi batas
tersebut, maka proses pemeliharaan akan sulit dilakukan. Untuk
kenyamanan, induk tiram harus dipelihara di kedalaman melebihi tingkat
kecerahan yang ada.
7. Derajat keasaman
Derajat keasaman air yang layak untuk kehidupan tiram pinctada maxima
berkisar antara pH 7,8 - pH 8,6 agar tiram mutiara dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Pada prinsipnya, habitat tiram mutiara di
perairan adalah dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Tiram tidak akan dapat
berproduksi lagi apabila pH melebihi 9,00. Aktivitas tiram akan meningkat
pada pH 6,75 - pH 7,00 dan menurun pada pH 4,0 - 6,5.
8. Oksigen terlarut
Oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup dan
perkembangannya. Tiram mutiara akan dapat hidup baik pada perairan
dengan kandungan oksigen terlarut berkisar 5,2 - 6,6 ppm. Pinctada
Maxima untuk ukuran 40 - 50 mm mengkonsumsi oksigen sebanyak
1,339 l/l, ukuran 50 - 60 mm mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,650 l/l,
untuk ukuran 60 - 70 mm mengkonsumsi sebanyak 1,810 l/l.
9. Parameter lain
a. Fosfat
Kandungan fosfat yang lebih tinggi dari batas toleransi akan
mengakibatkan
tiram
mutiara
mengalami
hambatan
pertumbuhan. Fosfat pada kisaran 0,1001 - 0,1615 g/l
merupakan batasan yang layak untuk normalitas hidup dan
pertumbuhan organisme budidaya. Lokasi budidaya dengan
fosfat berkisar antara 0,16 - 0,27 g/l merupakan kandungan
fosfat yang baik untuk budidaya mutiara.
b. Nitrat dan nitrit
Kisaran nitrat yang layak untuk organisme yang dibudidayakan
sekitar 0,2525 - 0,6645 mg/l dan nitrit sekitar 0,5 - 5 mg/l.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
12
Konsentrasi nitrit 0,25 mg/l dapat mengakibatkan stres dan
bahkan kematian pada organisme yang dipelihara.
c. Amoniak
Batas toleransi organisma akuatik terhadap amoniak berkisar
antara 0,4 - 3,1 g/l. Pada kisaran yang lebih tinggi dari angka
tersebut dapat mengakibatkan gangguan pernafasan dan
akhirnya
mengakibatkan
kematian
pada
organisme.
Pemilihan lokasi juga harus terhindar dari polusi dan
pencemaran air, misalnya pencemaran yang berasal dari limbah
rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri.
Pencemaran air akan mengakibatkan kematian, baik spat
maupun
induk
tiram
mutiara.
Selain itu kegiatan mulai dari pembenihan sampai dengan
budidaya induk tiram dapat dipilih lokasi di sekitar pantai yang
berdekatan dengan lokasi tempat tinggal pengelola usaha
budidaya. Hal ini untuk kemudahan dalam pengangkutan dan
pemindahan induk tiram mutiara, sehingga mengurangi risiko
kerugian akibat kematian.
(2). Faktor Risiko
1. Pencemaran
Lokasi budidaya tiram mutiara harus berada di lokasi yang bebas dari
pencemaran, misalnya limbah rumah tanga, pertanian, maupun
industri. Limbah rumah tangga dapat berupa deterjen, zat padat,
berbagai zat beracun, dan patogen yang menghasilkan berbagai zat
beracun. Pencemaran yang berasal dari kegiatan pertanian berupa
kotoran hewan, insektisida, dan herbisida akan membahayakan
kelangsungan hidup tiram mutiara.
2. Manusia
Pencurian dan sabotase merupakan faktor yang juga perlu
dipertimbangkan dalam menentukan lokasi budidaya mutiara. Risiko
ini terutama pada saat akan panen atau setelah satu tahun
penyuntikan inti bulat (nukleus).
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Fasilitas produksi dan peralatan utama yang dibutuhkan untuk budidaya
tiram mutiara ini adalah :
1. Rakit Pemeliharaan
Rakit apung selain sebagai tempat pemeliharaan induk, pendederan, dan
pembesaran, juga berfungsi sebagai tempat aklimatisasi (beradaptasi) induk
pasca pengangkutan. Bahan rakit dapat dibuat dari kayu dengan ukuran 7m
x 7m. selain kayu, bahan rakit dapat pula terbuat dari bambu, pipa paralon,
besi, ataupun alumunium. Bahan pembuat ini disesuaikan dengan anggaran,
ketersediaan bahan, dan umur ekonomis.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
13
Untuk menjaga agar rakit tetap terapung, digunakan pelampung seperti
pelampung yang terbuat dari styrofoam, drum plastik, dan drum besi. Agar
rakit tetap kokoh, maka sambungan sambungan kayu diikat dengan kawat
galvanizir. Apabila kayu berbentuk persegi, maka sambungan dapat
menggunakan baut. Pemasangan rakit hendaknya dilakukan pada saat air
pasang tertinggi dan diusahakan searah dengan arus air atau sejajar dengan
garis pantai. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerusakan rakit apabila
terjadi gelombang besar. Agar rakit tetap berada pada posisi semula, maka
rakit diberi jangkar berupa pemberat yang terbuat dari semen seberat 50-60
kg. Tali jangkar yang digunakan antara 4-5 kali kedalaman tempat.
Foto 4.1. Rakit Pemeliharaan Untuk Tiram Mutiara
2. Keranjang Pemeliharaan Induk
Keranjang pemeliharaan induk bisa terbuat dari kawat galvanizir, plastik,
atau kawat alumunium. Jika menggunakan bahan dari kawat, sebaiknya
keranjang dilapisi atau dicelupkan dengan bahan plastik atau aspal sehingga
daya tahan keranjang tersebut lebih lama. Ukuran keranjang 25 cm x 25cm
x 60 cm. Ukuran ini dapat bervariasi, tergantung ukuran induk, ketersediaan
bahan, biaya, dan kemudahan penanganannya. Satu keranjang pemeliharaan
dapat diisi dengan induk ukuran dorso ventral 17 - 20 cm (DVM) sebanyak 8
- 10 ekor.
Untuk pendederan atau pemeliharaan spat yang baru dipindahkan dari
hatchery, digunakan keranjang jaring ukuran 40 cm x 60 cm. Untuk spat
ukuran 2-3 cm dipelihara dalam keranjang dengan lebar jaring ukuran 0,5 1 cm. Lebar mata jaring yang digunakan disesuaikan dengan ukuran spat.
Semakin besar ukuran spat, maka digunakan jaring dengan mata jaring yang
lebih besar pula agar sirkulasi air dapat terjaga dengan baik.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
14
Foto 4.2. Keranjang Pemeliharaan Untuk Tiram Mutiara
3. Spat Kolektor
Bahan yang digunakan untuk tempat penempelan spat atau sebagai substrat
disebut kolektor. Spat kolektor dapat terbuat dari berbagai jenis bahan,
misalnya serabut tali PE, tali PE, senar plastik, paranet, asbes gelombang,
genteng fiber, atau bilah pipa paralon. Jika terbuat dari bahan paranet,
serabut tali, atau bahan lain berbentuk serabut, maka harus digunakan
kantong untuk meletakkan bahan tersebut. Keranjang jaring dengan
kerangka besi atau kawat ukuran 40 cm x 60 cm juga dapat digunakan
sebagai wadah kolektor. Potongan paranet atau serabut tali dimasukkan ke
dalam kantong-kantong jaring dan diikat erat.
Pipa paralon juga dapat digunakan sebagai kolektor. Caranya pipa paralon
berdiameter 2-3 inci dipotong sepanjang 30 - 50 cm, lalu dibelah menjadi
dua. Selanjutnya belahan pipa tersebut dijalin dengan tali PE (berdiameter 35 mm) sepanjang 40 - 50 cm.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
15
Foto 4.3. Keranjang Kawat Tiram Mutiara
4. Bak Pencucian
Bak pencucian digunakan untuk membersihkan tiram mutiara dari organisma
dan parasit lain yang menempel pada tiram mutiara. Organisma dan parasit
yang menempel di kulit tiram akan mengakibatkan lambatnya pertumbuhan
tiram mutiara. Bak pencucian biasanya terbuat dari fiberglass, tetapi ada
juga bak pencucian ini terbuat dari bahan lain yang awet, seperti dari semen,
plastik dan bahan lainnya.
Foto 4.4. Bak Pencucian Tiram Mutiara dari Fiberglass
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
16
Tabel 4.1.
Fasilitas yang Dibutuhkan dalam Usaha Budidaya Mutiara
No
Jenis Keranjang
Ukuran
1.
Keranjang jaring
40 cm x 60 cm
2.
Keranjang kawat
25 cm x 25 cm x 60 cm
3.
Keranjang waring
40 cm x 60 cm
Sumber: Winanto, Tjahjo, Memproduksi Benih Tiram Mutiara,
Seri Agribisnis, Tahun 2004
Tabel 4.2.
Fasiltas dan Perlengkapan Lain yang Dibutuhkan dalam Budidaya Mutiatra
Umur
Jenis Fasilitas dan Peralatan
Satuan
Jumlah
Ekonomis
Kontruksi tambak
rakit apung ukuran 7m x 7m
unit
2
5
tali tambang untuk jalur*)
gulung
30
5
pelampung jalur tambang
unit
300
5
Jangkar untuk 30 jalur
unit
60
10
Peralatan Budidaya Mutiara
pengebor siput
unit
2
5
tang pembuka siput
unit
2
5
keranjang kawat
unit
120
5
spat kolektor
unit
300
5
keranjang jaring
unit
1.500
5
genset
unit
2
5
bak pencucian
unit
5
5
mesin semprot jaring
unit
2
5
body perahu tanpa mesin
unit
1
5
mesin perahu 40 pk
unit
1
5
lampu sorot
unit
2
5
bola lampu sorot
unit
2
1
Bangunan
bangunan kantor
m2
150
5
sewa bangunan gudang
m2
200
5
menara pengawas
unit
1
5
Sumber : Lampiran 1, Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan
Budidaya Mutiara
*) = per gulung 100 meter
Bila dilihat dari umur ekonomisnya, masing-masing peralatan memiliki umur
ekonomi relatif pendek, terutama untuk keranjang jaring, keranjang kawat,
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
17
tali tambang, pelampung jalur tambang, dan spat kolektor. Hal ini
dikarenakan peralatan dan fasilitas tersebut rentan terhadap korosi air laut.
c. Bahan Baku
Bahan baku yang dibutuhkan untuk budidaya mutiara ini ada dua macam,
yaitu : (1). spat (benih) tiram mutiara jenis pinctada maxima; dan (2) inti
bundar (nukleus) .
Kedua jenis bahan baku ini merupakan bahan baku utama yang harus ada
dalam proses budidaya tiram mutiara. Inti bundar atau nukleus merupakan
benda yang disuntikkan kedalam tiram untuk menghasilkan mutiara.
Tabel 4.3.
Bahan Baku Yang Dibutuhkan dalam Usaha Budidaya Mutiara
Bahan Baku
Diperoleh dari
Harga Bahan Baku
Kerang anakan (spat) pengembangbiakan sendiri
(hatchery)
membeli dari hatchery
Nukleus
membeli dari perusahaan
lain
Impor dari Jepang
Sumber: Data Primer
Rp 2.000- 2.800 /
cm
US $ 500 / kg
d. Tenaga Kerja
Tenaga kerja untuk budidaya mutiara ini harus memiliki keahlian khusus,
terutama untuk melakukan operasi penyuntikan nukleus kedalam tiram
mutiara. Ketidaktepatan dalam penempatan nukleus akan mengakibatkan
kegagalan panen karena nukleus yang sudah dimasukkan akan dimuntahkan
kembali. Untuk tenaga kerja lain, seperti tenaga kerja untuk perawatan tiram
mutiara dan tenaga kerja untuk keamanan tidak memerlukan keahlian
khusus. Jumlah tenaga kerja untuk keamanan relatif banyak karena
budidaya ini rentan terhadap perampokan dan pencurian.
Tabel 4.4.
Pengeluaran Untuk Tenaga Kerja pada Budidaya Tiram Mutiara Per Tahun
Jenis Tenaga Kerja
Satuan
Gaji/Upah
Tenaga kerja tetap
a. Jumlah
orang
5
b. Bulan kerja
bulan
12
c. Gaji
Rp/bln
1.500.000
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
18
d. Jumlah
Rp
90.000.000
Tenaga tidak tetap (panen)
a. Jumlah
orang
b. Jumlah Hari
Hari
c. Upah
Rp/hari
d. Jumlah
Rp
3
365
15.000
16.425.000
Tenaga keamanan
a. Jumlah
orang
9
b. Bulan kerja
bulan
12
c. Gaji
orang/bulan
d. Jumlah
Rp
1.200.000
129.600.000
Sumber : Lampiran 3
e. Teknologi
Teknologi yang digunakan pada budidaya tiram mutiara ini merupakan
kombinasi antara teknologi sederhana dan teknologi modern. Teknologi
sederhana yang digunakan dalam budidaya mutiara ini adalah penggunaan
fasilitas rakit apung, sedangkan teknologi modern yang digunakan adalah
bioteknologi untuk perawatan tiram dari spat sampai tiram siap untuk
dioperasi. Teknologi operasi peletakan nukleus pada kerang yang telah cukup
umur (ukuran minimal 9 cm) sangatlah rumit dan kompleks. Untuk
pengoperasian ini digunakan tenaga kerja asing yang sebagian besar berasal
dari Jepang.
f. Proses Produksi
Proses budidaya tiram mutiara secara garis besar melalui tiga tahapan,
yaitu:
a. Pengoperasian tiram
b. Pemeliharaan
c. Panen
Untuk proses produksi usaha budidaya mutiara ini, spat yang berukuran 700
milimikron dipelihara dan dibersihkan, serta diseleksi untuk dibudidayakan.
Setelah tiram diseleksi, maka tahap selanjutnya adalah memasukkannya
kedalam kolektor. Isi satu kolektor untuk ukuran ini adalah 200 - 300 buah.
Spat yang dipelihara tersebut akan dipelihara selama 2 bulan. Setelah 2
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
19
bulan, maka spat akan bertambah menjadi 2 - 3 centimeter. Dalam jangka
waktu tersebut, ukuran masing-masing tiram tidak selalu sama. Langkah
selanjutnya adalah memasukkan tiram ukuran 2-3 cm tersebut kedalam
waring (net) yang berisi 20 buah. Tiram mutiara yang telah dipelihara dalam
kurun waktu tersebut akan siap dioperasi apabila ukuran minimalnya 9 cm.
Rata rata pertumbuhan tergantung pada suhu dan kondisi air. Apabila kondisi
air berkurang, maka tiram kemungkinan tidak terjadi pertumbuhan. Setelah
satu setengah tahun dioperasi maka tiram sudah dapat menghasilkan
mutiara yang siap untuk diperdagangkan.
Gambar 4.1. Proses Budidaya Tiram Mutiara
(1). Pengoperasian Tiram Mutiara
Cara pemasangan inti mutiara bulat pada tiram mutiara yang telah terbuka
cangkangnya, dengan menempatkannya dalam penjepit dengan posisi bagian
anterior menghadap ke pemasang inti. Setelah posisi organ bagian dalam
terlihat jelas, dibuat sayatan mulai dari pangkal kaki menuju gonad dengan
hati-hati. Kemudian dengan graft carrier masukkan graft tissue (potongan
mantel) ke dalam torehan yang dibuat. Inti dimasukkan dengan nucleus
carrier
secara
hati-hati
sejalur
dengan
masuknya
mantel
dan
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
20
penempatannya harus bersinggungan dengan mantel. Setelah pemasangan
inti selesai, tiram mutiara dipelihara dalam keranjang pemeliharaan.
Untuk pemasangan inti mutiara setengah bulat (blister), tiram mutiara yang
telah terbuka cangkangnya diletakkan dalam penjepit dengan posisi bagian
ventral menghadap arah pemasang inti. Inti mutiara blister bentuknya
setengah bundar, jantung atau tetes air. Diameter inti mutiara blister
berkisar 1 ~ 2 cm. Setelah itu sibakkan mantel yang menutupi cangkang
dengan spatula, sehingga cangkang bagian dalam (nacre) terlihat jelas. Inti
mutiara blister yang telah diberi lem/perekat dengan alat blister carrier
ditempatkan pada posisi yang dikehendaki; minimal 3 mm di atas otot
adducator.
Setelah cangkang bagian atas diisi inti mutiara blister, kemudian tiram
mutiara dibalik untuk pemasangan inti cangkang yang satunya. Diusahakan
pemasangan inti ini tidak saling bersinggungan bila cangkang menutup. Satu
ekor tiram mutiara dapat dipasangi inti mutiara blister sebanyak 8 ~ 12
buah, dimana setiap belahan cangkang dipasangi 4 ~ 6 buah, setelah
pemasangan inti mutiara blister selesai, tiram mutiara dipelihara dalam
keranjang pemeliharaan di laut.
Gambar 4.2. Bagian Dalam Tiram Mutiara dan
Cara Pemasangan Nukleus
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
21
Gambar 4.3. Cara Pemasangan Mutiara Blister
(2). Proses Pemeliharaan
1. Tiram mutiara yang dipasangi inti mutiara bulat perlu dilakukan
pengaturan posisi pada waktu awal pemeliharaan, agar inti tidak
dimuntahkan keluar. Disamping itu tempat dimasukkan inti pada saat
operasi harus tetap berada dibagian atas.
2. Pemeriksaan inti dengan sinar-X dilakukan setelah tiram mutiara
dipelihara selama 2 - 3 bulan, dengan maksud untuk mengetahui
apabila inti yang dipasang dimuntahkan atau tetap pada tempatnya.
3. Pembersihan cangkang tiram mutiara dan keranjang pemeliharaannya
harus dilakukan secara berkala; tergantung dari kecepatan/
kelimpahan organisme penempel.
(3). Panen
Waktu yang dibutuhkan dari setelah dioperasi (nukleus dimasukkan kedalam
kerang) sampai dengan masa panen adalah 1,5 tahun. Jadi jangka waktu
dari mulai spat sampai dengan panen dibutuhkan waktu kurang lebih tiga
tahun. Dalam satu tahun dapat dilakukan 2-3 kali operasi sehingga dalam
satu tahun dapat dipanen lebih dari satu kali. Setelah kerang menghasilkan
mutiara, maka kerang dewasa tersebut dapat dioperasi lagi sebanyak 2
sampai 3 kali (cukunyo), dengan setiap masa panen menunggu jangka waktu
1 tahun.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
22
Foto 4.5. Tiram Mutiara yang Telah Dibuka dan Menghasilkan Mutiara
g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi
(1). Jumlah Produksi
Jumlah produksi mutiara tergantung pada jumlah kerang yang sudah
dioperasi. Setiap kerang akan menghasilkan satu butir mutiara seberat
antara 2,5 sampai 3 gram. Risiko kegagalan dari budidaya ini cukup tinggi,
yaitu rata-rata 30 persen. Artinya dari 10.000 kerang yang dipelihara dan
dioperasi, 3.000 diantaranya akan mati atau gagal panen.
(2). Jenis Produksi
Dengan cara pembudidayaan yang benar, maka
dihasilkan dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu :
jenis
mutiara
yang
a. Round (bundar sempurna)
b. Semi round (agak bundar)
c. Drop (bentuk tetesan air)
d. Oval (lonjong)
e. Barok (bentuk tidak beraturan)
(3). Mutu Produksi
Mutiara yang dihasilkan sangat tergantung dari teknik menyuntik dan kondisi
alam selama proses penyuntikan sampai dengan panen. Mutiara yang
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
23
dihasilkan dengan cara budidaya yang biasa, terbagi menjadi 3 tingkatan,
yaitu :
a. Grade A : 40 persen
b. Grade B : 30 persen
c. Grade C : 30 persen.
h. Produksi Optimum
Kapasitas produksi optimum tergantung pada jumlah blok yang dimiliki,
setiap blok biasanya berukuran lebar 10 meter dan panjang rentang tali 100
meter. Untuk setiap blok terdapat 11 buah rentang tali yang berjarak
masing-masing 1 meter. Rata-rata jarak antar blok 10 - 15 meter dan sangat
tergantung pada ketersediaan lokasi. Jumlah kerang berukuran 10
centimeter yang siap dioperasi sekitar 10 persen dari jumlah seluruh kerang
yang dimiliki. Kerang besar dimasukkan ke dalam kantung jaring berbingkai
besi dengan ukuran 40 cm x 70 cm untuk 8 - 12 kerang.
i. Kendala Produksi
Pengusaha mutiara mengalami kesulitan karena mutiara yang dihasilkan
pada satu musim panen tidak seragam baik keseragaman bentuk maupun
keseragaman kualitas.
Selain itu risiko keamanan dari pencurian dan perampokan merupakan
kendala produksi yang seringkali mengakibatkan kerugian sampai miliaran
rupiah, bahkan kebangkrutan.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
24
5. Aspek Keuangan
a. Pemilihan Pola Usaha
Budidaya tiram mutiara ini menggunakan teknologi sederhana dan modern.
Teknologi sederhana berupa rakit tempat pemeliharaan sedangkan
tekonologi modern yang digunakan adalah bioteknologi untuk perawatan
tiram dari spat sampai tiram siap untuk dioperasi. Usaha budidaya mutiara
menggunakan tenaga kerja keamanan dengan biaya yang cukup besar untuk
mencegah terjadinya penjarahan.
Siklus produksi adalah 5 tahun sejak awal usaha dengan melakukan
penyuntikan pada spat umur 1,5 tahun. Mutiara dapat dipanen 1,5 tahun
setelah penyuntikan. Masa tunggu panen kedua dan ketiga dari proses
penyuntikan hanya 1 tahun. Setelah panen pertama, tiram dapat disuntik
lagi untuk dipanen 1 tahun berikutnya. Penyuntikan dapat dilakukan 3 kali
pada tiram yang sama sehingga selama 5 tahun dapat dilakukan 3 kali
panen.
b. Asumsi Dasar Perhitungan
Tabel 5.1.
Asumsi dan jadwal Kegiatan Budidaya Mutiara
No
Asumsi
Satuan Jumlah/nilai
1 Periode proyek
Tahun
6
2 Luas tanah dan area budidaya
Luas tanah untuk kantor dan
gudang
m2
2.500
Jumlah jalur area budidaya
jalur
30
3 Pembenihan
Siklus usaha
Tahun
5
Lama pemeliharaan
Tahun
1.5
Ukuran spat
cm
2-3 cm
Ukuran siap dioperasi
cm
minimal 9 cm
Intensitas operasi tiap siput
kali
2 - 3 kali
Jangka waktu panen 1 dan ke 2
Tahun
1
Jangka waktu panen 2 dan ke 3
Tahun
1
4 Harga mutiara dan siput
a. Spat ukuran 2 - 3 cm
Rp/cm
2.500
b. Harga mutiara
Rp/gram
400.000
5 Tenaga kerja
a. Tetap (termasuk manajemen)
orang
5
b. Tidak tetap
orang
3
c. Tenaga keamanan
orang
9
6 Pakan untuk spat sampai panen
tidak ada
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
25
7
8
9
10
11
12
13
14
15
jumlah
bulan
Resiko kegagalan panen
persen
Isi kolektor
ekor
Isi net (waring)
ekor
Isi keranjang
ekor
Harga nukleus
Rp/kg
Kebutuhan nukleus
kg
Biaya operasi nukleus ke siput
Rp
Jumlah spat yang dipelihara
ekor
Sumber : Lampiran 1
Satu tahun
12
30
200 - 300
20
10
4.000.000
10
10.000
5.000
c. Biaya Investasi dan Operasional
(1). Kebutuhan Investasi
Secara rinci, kebutuhan investasi untuk proyek budidaya mutiara ini adalah
sebagai berikut :
Tabel 5.2.
Investasi Budidaya Tiram Mutiara
Penyusutan
Jenis Investasi
Nilai (Rp)
(Rp)
Perijinan
25.000.000
Sewa tanah
75.000.000
15.000.000
Kontruksi tambak
59.700.000
16.500.000
Peralatan Budidaya
Mutiara
110.100.000
22.260.000
Bangunan
156.000.000
31.200.000
425.800.000
84.960.000
a. Kredit
70 %
298.060.000
b. Dana sendiri
30 %
127.740.000
Jumlah
Sumber dana investasi:
Sumber : Lampiran 2
Investasi yang dibutuhkan untuk budidaya mutiara ini adalah Rp
425.800.000 dengan umur proyek selama 5 tahun, maka nilai penyusutan
per tahunnya adalah Rp. 84.960.000. Investasi merupakan biaya tetap (fixed
cost) yang terdiri dari beberapa komponen seperti biaya perijinan, sewa
tanah, sewa bangunan, kontruksi rakit untuk budidaya, dan peralatan-
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
26
peralatan lainnya. Dalam proyek ini, areal budidaya adalah diperairan laut
tenang sehingga luas areal budidaya diukur dalam satuan jalur penggantung
tiram untuk budidaya mutiara.
(2). Biaya Operasional
Biaya operasional pada budidaya mutiara sedikit berbeda dengan biaya
operasional untuk budidaya produk perikanan lainnya. Biaya operasional
pada budidaya mutiara lebih banyak bersifat tetap sepanjang waktu, mulai
dari penebaran spat sampai dengan masa panen. Hal ini dikarenakan pada
budidaya mutiara, tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk pakan. Biaya
operasional pada budidaya mutiara terdiri dari biaya pembelian spat (anakan
tiram mutiara), biaya tenaga kerja, dan biaya operasional lainnya, seperti
penyuntikan/operasi tiram mutiara.
No
Tabel 5.3.
Biaya Operasional Budidaya Tiram Mutiara
Jenis Biaya
Nilai
1
Biaya pembelian spat dan nukleus
2
Biaya tenaga kerja tetap
3
Biaya tenaga kerja tidak tetap
4
Biaya tenaga keamanan
5
Biaya bola lampu sorot
6
Biaya Operasional dan lain-lain
Jumlah
52.500.000
450.000.000
82.125.000
648.000.000
1.500.000
268.406.250
1.502.531.250
Sumber : Lampiran 4
Tabel di atas menunjukkan besarnya pengeluaran biaya operasional budidaya
tiram mutiara selama lima tahun. Secara rinci (pada lampiran 4) dapat dilihat
bahwa biaya operasional untuk tahun pertama adalah Rp. 311.606.250.
untuk tahun kedua biaya operasionalnya adalah Rp. 309.606.250. Perbedaan
ini disebabkan karena adanya biaya yang harus dikeluarkan pada tahun
kedua dan tahun ketiga untuk penyuntikan/operasi tiram mutiara, yang
biayanya Rp. 10.000 per tiram mutiara.
Dana yang digunakan untuk investasi ini dilakukan pada tahun nol proyek.
Sumber dana pembiayaan investasi diasumsikan 70 persen berasal dari
kredit (Rp. 298.060.000) dan 30 persennya modal sendiri (Rp.
127.740.000.). Sumber kredit berasal dari perbankan dan jenis kredit
komersial, yang syarat dan tingkat bunganya disesuaikan dengan kondisi
masing-masing bank. Untuk proyek budidaya mutiara ini, suku bunga kredit
adalah 17% menurun.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
27
d. Kebutuhan Kredit dan Modal Kerja
Dana yang dibutuhkan untuk budidaya mutiara ini diperoleh dari dua
sumber, yaitu dari modal sendiri dan dari kredit bank. Secara rinci, sumber
dana untuk budidaya mutiara ini adalah sebagai berikut:
Tabel 5.4.
Kebutuhan Kredit dan Modal Kerja
Rincian Biaya Proyek
Total Biaya
No
1 Dana investasi yang bersumber dari
a. Kredit (70%)
298.060.000
b. Dana sendiri (30%)
127.740.000
Jumlah dana investasi
425.800.000
2 Dana modal kerja yang bersumber dari
a. Kredit (0%)
0
b. Dana sendiri (100%)
Jumlah dana modal kerja
621.212.500
621.212.500
3 Total dana proyek yang bersumber dari
a. Kredit
298.060.000
b. Dana sendiri
748.952.500
Jumlah dana proyek
1.047.012.500
Sumber : Lampiran 5
Dana untuk biaya investasi yang diperlukan adalah sebesar seluruh biaya
investasi pada tahun 0 proyek, yaitu Rp. 425.800.000. Modal kerja yang
diperlukan sampai dengan perusahaan memperoleh penghasilan (tahun 1
dan tahun 2) adalah sebesar Rp. 621.212.500.
Jenis kredit yang diberikan dari bank adalah jenis kredit komersial dengan
tingkat bunga yang sama untuk jenis usaha lainnya yang berlaku di masingmasing bank.
e. Proyeksi Produksi dan Cashflow
Setelah dilakukan penyuntikan atau operasi memasukkan inti bundar pada
ukuran tiram mutiara 9 - 10 centimeter atau setelah 1,5 tahun, maka
produksi tiram mutiara akan terjadi pada 1,5 tahun kemudian atau pada
tahun ke 3. Dengan mengoperasi 5.000 tiram mutiara, maka akan diperoleh
hasil Rp 1.750.000.000 angka ini memperhitungkan kegagalan maksimal 50
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
28
persen dengan harga Rp 400.000 per gram. Secara lengkap, total aliran kas
untuk budidaya mutiara ini selama 5 tahun adalah sebagai berikut :
Tabel 5.5.
Total Aliran Kas Selama Umur Proyek Budidaya Tiram Mutiara
No
Pendapatan dan Pengeluaran
Nilai (Rp)
1
Pendapatan
Penjualan mutiara
2
Pengeluaran
0
a. Investasi
0
(1) Perijinan
25.000.000
(2) sewa tanah dan bangunan
75.000.000
(3) Kontruksi tambak
59.700.000
(4) Peralatan Budidaya Mutiara
110.100.000
(5) Bangunan
156.000.000
Jumlah Biaya Investasi
425.800.000
b. Biaya operasional dan lain-lain
0
Biaya pembelian spat
12.500.000
Biaya pembelian nukleus
40.000.000
Perawatan benih sampai operasi
Biaya tenaga kerja tetap
Biaya tenaga kerja tidak tetap
Biaya tenaga keamanan
Biaya bola lampu sorot
Biaya Operasional dan lain-lain
Jumlah biaya operasional
3
5.250.000.000
Surplus/defisit
0
450.000.000
82.125.000
648.000.000
1.500.000
268.406.250
1.502.531.250
3.321.668.750
Sumber : Lampiran 8
Dilihat dari cash flow selama lima tahun (dapat dilihat pada Lampiran 8)
bahwa pada pada tahun 0 sampai tahun 2, proyek ini mengalami defisit
karena tiram yang dibudidayakan belum menghasilkan mutiara. Pada tahun
ketiga sampai tahun ke-5, proyek budidaya ini akan memberikan keuntungan
Rp 3.321.668.750.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
29
f. Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point
Hasil produksi mutiara tergantung pada jumlah tiram yang disuntik atau
dioperasi. 5.000 ekor dioperasi akan menghasilkan Rp. 1.750.000.000. Hasil
produksi dari budidaya mutiara ini adalah butiran mutiara, untuk daging
tiram dan kulit tiram tidak dijual sehingga tidak memberikan nilai ekonomis.
Proyeksi pendapatan bersih adalah sebagai berikut :
Tabel 5.6.
Proyeksi Keuntungan dan Kerugian Budidaya Tiram Mutiara
Selama 5 Tahun
Tahun
Surplus/Defisit (Rp)
1
-402.066.250
2
-474.581.250
3
1.126.180.938
4
1.083.255.938
5
1.083.255.938
Jumlah
2.416.045.313
Sumber : Lampiran 9
Keuntungan ini akan terus dinikmati petani budidaya mutiara seteleh panen
tahun pertama sampai dengan panen ke dua dan ketiga karena satu tiram
mutiara dapat menghasilkan mutiara 2 sampai 3 kali (sesuai asumsi). BEP
rata-rata penjualan adalah Rp. 192.936.286.
g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Dari hasil perhitungan arus kas diperoleh IRR sebesar 24,49%n, NPV Rp.
365.855.344,17 dan Net B/C Ratio lebih besar dari 1, hal ini menunjukkan
bahwa proyek ini layak dilaksanakan. PBP (payback period) untuk proyek
budidaya mutiara ini adalah 3 tahun 8 bulan. Artinya seluruh biaya investasi
pada proyek tersebut dapat dikembalikan dalam masa tersebut dan hasil
penjualan pada tahun-tahun berikutnya merupakan pendapatan bersih dari
investasi proyek.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
30
Tabel 5.7.
Kelayakan Proyek Budidaya Mutiara
Kriteria Kelayakan
Nilai
NPV DF 17% (Rp)
365.855.344,17
Net B/C Ratio DF 17%
1,2321
IRR (%)
24,49%
PBP Usaha
3 tahun 8 bulan
PBP Kredit
2 tahun 9 bulan
Sumber : Lampiran 10
h. Analisis Sensitivitas dan Kelayakan Proyek
Dalam suatu proyek, penerimaan dan biaya operasional diasumsikan dapat
diperkirakan sebelumnya. Dalam kenyataannya penerimaan dan biaya
operasional mungkin saja mengalami perubahan. Untuk melihat bagaimana
pengaruh perubahan pendapatan dan biaya operasional terhadap kelayakan
proyek, maka dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas ini dibagi
menjadi dua, yaitu analisis sensitivitas pendapatan dan analisis sensitivitas
biaya operasional.
Sensitivitas Pendapatan
Pada skenario yang pertama ini, pendapatan diasumsikan mengalami
penurunan sebesar 12%, sehingga total pendapatan yang diperoleh hanya
88%. Nilai Net BC Ratio dengan penurunan pendapatan ini adalah lebih besar
dari 1 sehingga masih layak dilaksanakan. Apabila pendapatan turun 13%,
maka proyek ini sudah tidak layak lagi untuk dilaksanakan karena Net BC
Ratio dibawah 1 dan NPV lebih kecil dari nol (negatif). Secara rinci, hasil
skenario ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.8.
Kelayakan Proyek Budidaya Mutiara
Biaya Operasional Naik
Kriteria Kelayakan
12%
13%
NPV DF 17% (Rp)
26.887.675,20 -1.359.630,55
Net B/C Ratio DF
17%
1,0171
0,9991
IRR
17,59%
16,97%
4 tahun 6
4 tahun 6
PBP Usaha
bulan
bulan
3 tahun 3
3 tahun 3
PBP Kredit
bulan
bulan
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
31
Sumber : Lampiran 11
Sensitivitas Biaya Operasional
Tabel 5.9.
Kelayakan Proyek Budidaya Mutiara
Biaya Operasional Naik
Kriteria Kelayakan
38%
39%
NPV DF 17% (Rp)
169.796,63 -9.453.507,25
Net B/C Ratio DF
17%
1,0001
0,9947
IRR
17%
16,81%
4 tahun 6
4 tahun 6
PBP Usaha
bulan
bulan
3 tahun 3
3 tahun 3
PBP Kredit
bulan
bulan
Sumber : Lampiran 13 dan Lampiran14
Kenaikan biaya operasional lebih dari 38% akan mengakibatkan usaha ini
menjadi tidak layak dengan IRR sebesar 16,81% dan Net B/C Ratio lebih
kecil dari 1.
Sensitivitas Gabungan
Tabel 5.10.
Kelayakan Proyek Budidaya Mutiara Sensitivitas Gabungan
Pendapatan = 91 %
Pendapatan = 90 %
Kriteria Kelayakan
Biaya Operasional =
Biaya Operasional =
109%
110%
NPV DF 17% (Rp)
25.019.857,50
-12.850.752,13
Net B/C Ratio DF 17%
1,0154
0,9921
IRR
17,54%
16,72%
PBP Usaha
4 Tahun 6 Bulan
4 Tahun 6 Bulan
PBP Kredit
3 Tahun 3 Bulan
3 Tahun 3 Bulan
Sumber : Lampiran 15 dan Lampiran 16
Gabungan perubahan penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional
sebesar 9% masih layak untuk usaha budidaya mutiara ini. Proyek menjadi
tidak layak pada penurunan pendapatan sebesar 10% dan pda saat yang
bersamaan terjadi kenaikan biaya operasional sebesar 10%.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
32
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan
a. Aspek Sosial Ekoomi
Secara sosial, perkembangan usaha budidaya mutiara ini juga
menguntungkan masyarakat disekitar lokasi budidaya. Keuntungan yang
diperoleh diantaranya adalah kesempatan kerja yang tersedia dan
peningkatan kesejahteraan karena dibangunnya sarana dan prasarana sosial.
Di sisi lain, pengusaha budidaya juga diuntungkan oleh masyarakat
sekitarnya, yaitu berkaitan dengan aspek keamanan yang sangat rentan dari
risiko pencurian dan perampokan. Dukungan dari masyarakat sekitar dan
nelayan yang beroperasi diperairan sekitar lokasi budidaya sangat
diperlukan. Pengusaha budidaya mutiara membantu masyarakat sekitar,
terutama secara materi berupa sumbangan dana yang digunakan untuk
pesta laut dan membangun prasarana umum berupa jalan, mesjid, dan
fasilitas umum lainnya. Selain itu, dalam musim sepi tangkapan ikan,
nelayan yang berada disekitar lokasi sering kali diberikan bantuan berupa
beras dan kebutuhan keseharian meraka. Nelayan disekitar lokasi akan
memberitahukan atau melaporkan keberadaan kapal yang berada dekat
lokasi yang dicurigai akan mencuri.
Secara ekonomi, budidaya tiram mutiara di sekitar Laut Sumbawa dan Selat
Alas di Propinsi Nusa Tenggara Barat ini memberikan dampak ekonomi yang
positif, diantaranya adalah terciptanya lapangan pekerjaan bagi penduduk
yang ada disekitar lokasi budidaya mutiara. Bagi pemerintah daerah, dengan
adanya budidaya mutiara ini akan menambah PAD, misalnya untuk pajak,
biaya perijinan, dan retribusi (setiap tiram yang dijual dikenakan retribusi
100 rupiah) yang setiap tahun berjumlah antara 25 sampai 100 juta untuk
setiap perusahaan.
b. Dampak Lingkungan
Budidaya mensyaratkan lokasi yang bebas dari polusi dan pencemaran air
serta arus yang tenang. Selama masa pemeliharaan sampai dengan masa
panen, tiram mutiara tidak diberikan pakan, akan tetapi tiram mutiara
mencari makan dari plankton yang ada didalam laut. Dengan demikian
budidaya mutiara ini tidak mencemari dan merusak lingkungan disekitar.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
33
7. Penutup
a. Kesimpulan
1. Proyek
budidaya
mutiara
ini
secara
menguntungkan untuk dilaksanakan.
ekonomi
layak
dan
2. Teknologi yang digunakan untuk budidaya mutiara ini bersifat semimodern karena tidak semua tenaga kerja memiliki peralatan dan
kemampuan dalam melakukan operasi pada tiram mutiara.
3. Untuk masa yang akan datang, budidaya mutiara ini sangat prospektif,
karena permintaan produk mutiara dari mancanegara, terutama
Jepang bersifat tidak terbatas.
4. Dari pihak bank, tidak terdapat skema kredit khusus untuk budidaya
mutiara. Kredit yang diberikan adalah kredit umum dengan
persyaratan umum. Kredit investasi memiliki suku bunga 17% efektif,
periode angsuran bulanan dan tidak ada grace period (periode bebas
cicilan) dan jangka pelunasan 48 bulan.
5. Analisis keuangan budidaya mutiara menunjukkan bahwa usaha ini
menguntungkan. Pada umur usaha 5 tahun dan tingkat discount rate
17%, usaha ini memiliki Net BC Ratio 1,2321; NPV Rp.
365.855.344,17 dan IRR 24,49%. Dari segi PBP, usaha ini mampu
mengembalikan modal investasinya dalam waktu 3 tahun 8 bulan dan
mampu mengembalikan kredit dalam waktu 2 tahun 9 bulan.
6. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan menunjukkan
bahwa usaha ini sensitif terhadap penurunan penerimaan sampai
dengan 12% dengan asumsi biaya konstan (ceteris paribus). Pada
tingkat penurunan penerimaan 13%, usaha ini tidak layak.
7. Analisis
sensitivitas
terhadap
perubahan
biaya
operasional
menunjukkan bahwa usaha ini sensitif terhadap kenaikan biaya
operasional sampai dengan 38% dengan asumsi pendapatan konstan
(ceteris paribus). Pada tingkat kenaikan biaya operasional sampai
dengan 39%, usaha ini tidak layak.
b. Saran
1. Usaha ini layak dibiayai oleh bank, meskipun demikian bank perlu
melakukan analisis kredit yang lebih komprehensif dengan prinsip
kehati-hatian.
2. Kredit dapat diberikan dengan mempertimbangkan rentang waktu
budidaya mutiara dari awal investasi hingga diperoleh hasil panen
pertama umumnya pada tahun ketiga.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
34
3. Perlu dikembangkan penggunaan bioteknologi mutakhir agar dapat
diperoleh keseragaman bentuk maupun keseragaman kualitas mutiara
hasil budidaya dan mengurangi risiko kegagalan panen.
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
35
LAMPIRAN
Bank Indonesia – Budidaya Mutiara
36
Download