1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian film antibakteri menarik dilakukan berkaitan dengan semakin banyaknya kebutuhan bagi industri makanan sebagai pengemas makanan ataupun dunia medis sebagai wound dressing ataupun wound healing. Salah satu material yang telah banyak dikembangkan untuk pembuatan film adalah kitosan. Kitosan memiliki keunggulan sebagai bahan film karena memiliki sifat mekanik kuat tarik (tensile strength) yang lebih baik dibanding polimer biodegradable lain dan sekaligus beraktivitas antibakteri. Menurut Bahrami et al. (2003), kitosan dapat membentuk film yang memiliki kuat tarik lebih baik dari pada film poli vinil alkohol (PVOH). Kuat tarik kitosan 57,2 ±1,6 MPa dan PVOH 53,3±1,9 MPa. Kuat tarik kitosan juga lebih baik dari polimer alam pati dimana dengan penambahan kitosan 20% mampu meningkatkan kuat tarik dari pati dari 30 MPa menjadi 43 MPa (Zhai et al., 2004). Kitosan telah banyak diteliti sebagai material yang beraktivitas antibakteri baik terhadap bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Kitosan 288 ppm mampu menghambat bakteri Staphylococcus aureus (S.aureus) dengan zona hambat 14 mm dan menghambat bakteri Salmonella paratyphi dengan zona hambat 16 mm (Islam et al., 2011). Sementara itu kitosan dalam bentuk film mampu menghambat S. aureus, Shigella sonnei, Salmonella typhimurium dan Escherichia coli (E.coli) pada area kontak (Nadarajah, 2005). Menurut Shameli et al. (2011) film kitosan tidak memiliki zona hambat untuk bakteri E.coli, Pseudomonas aeruginosa (P.aeruginosa), dan S. aureus. Aktivitas antibakteri kitosan dalam bentuk padatan kecil, sehingga untuk pembuatan film berbasis kitosan perlu diinkorporasi dengan material antibakteri lain. Beberapa peneliti mengkombinasikan dengan bahan yang beraktivitas antibakteri untuk meningkatkan aktivitas antibakteri film kitosan. Tripathi et al. (2011) menambahkan Ag2O nanopartikel pada kitosan membentuk film nanokomposit yang berhasil menghambat pertumbuhan bakteri pada daerah yang 2 bersentuhan langsung dengan situs nanokomposit ini. Sementara itu logam perak (Ag) nanopartikel yang diinkorporasikan dalam film kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli sampai 20 hari. Waktu hambat ini lebih lama jika dibandingkan dengan film kitosan yang hanya bisa menghambat dalam waktu 4 hari (Wei et al., 2009). Menurut Shameli et al. (2011), inkorporasi perak nanopartikel mampu menghambat bakteri E.coli, P. aeruginosa, dan S. aureus masing masing dengan zona hambat 10,9 mm, 10,5 mm dan 7,8 nm. Di samping meningkatkan aktivitas antibakteri, inkorporasi perak nanopartikel dalam kitosan juga mampu meningkatkan kuat tarik 9% dan menurunkan Water Vapor Permeability (WVP) 27% (Rhim et al., 2006). Oleh karena itu perak nanopartikel yang diinkorporasi dengan kitosan dalam material nanokomposit berpotensi digunakan sebagai film (plastik) yang beraktivitas antibakteri. Pembuatan film nanokomposit perak-kitosan sebagai material antibakteri belum banyak dikembangkan. Metode pembuatannya bisa melalui metode dua tahap dan metode satu tahap. Metode dua tahap dilakukan dengan cara membuat nanopartikel logam terlebih dahulu kemudian diinkorporasi dengan polimer kitosan, seperti yang dilakukan oleh Pinto et al. (2012). Pada tahap pertama, pembuatan Ag nanopartikel dilakukan dengan pendekatan bottom up dengan metode reduksi kimia menggunakan reduktor natrium sitrat yang sekaligus berfungsi sebagai stabilizer dan reduktor NaBH4 pada temperatur es untuk menghambat agregasi partikel. Tahap kedua, perak nanopartikel dicampurkan ke dalam kitosan membentuk nanokomposit perak-kitosan. Sementara itu untuk metode satu tahap, sintesis perak nanopartikel dilakukan dalam media polimer kitosan. Wei at al. (2009) melakukan pembuatan film perak-kitosan dengan pendekatan bottom up dengan menggunakan kitosan sebagai reduktor, stabilizer dan sekaligus pembentuk film. Metode satu tahap tersebut, secara teknis lebih praktis dilakukan, namun masih diperlukan temperatur tinggi dan waktu lama jika digunakan reduktor lemah. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian penggunaan reduktor yang tepat supaya secara teknis mudah dilakukan dan bisa berlangsung dalam waktu yang lebih singkat pada temperatur ruang. Di samping itu kajian 3 terhadap sifat mekanik film juga masih perlu dilakukan sehingga hasil penelitian lebih bersifat aplikatif. Banyak metode yang dapat digunakan dengan pendekatan bottom up untuk mensintesis logam perak nanopartikel di antaranya adalah metode reduksi kimia (Huang et al., 2004), reduksi biomassa dengan jamur (Duran et al., 2007), dengan ekstrak tumbuhan (Jegan et al., 2011), metode irradiasi sinar UV (Ahmad., et al., 2009), radiasi sinar matahari (Vimala et al., 2011), radiasi sinar gamma (Shameli et al., 2010) dan irradiasi microwave (He et al., 2002). Dari berbagai metode tersebut, maka metode reduksi kimia paling banyak diaplikasikan pada pembuatan perak . Reduktor yang dapat digunakan di antaranya adalah natrium borohidrat, tri natrium sitrat, asam askorbat, hidrazin, formalin. Senyawa natrium borohidrat (NaBH4) paling banyak digunakan sebagai reduktor pada pembuatan perak nanopartikel karena senyawa ini termasuk reduktor yang kuat. Penggunaan NaBH4 ini telah dilakukan di antaranya oleh Shameli et al. (2011), Honary et al. (2011), Huang et al. (2004), Ahmad et al. (2011b) dan Rao et al. (2012). Agen pereduksi yang kuat diperlukan untuk mengurangi temperatur dan waktu reaksi reduksi ion logam perak. Kelemahan reduktor yang kuat adalah bersifat sangat reaktif dan bertentangan dengan konsep green synthesis ramah lingkungan. Sebagai senyawa alternatif yang potensial adalah menggunakan reduktor lemah dalam sintesis perak nanopartikel. Beberapa peneliti telah mengembangkan penggunaan reduktor lemah, di antaranya trinatrium sitrat (Ratyakshi et al., 2009; sileikaite et al., 2009 dan Papp et al., 2007), kitosan (Wei et al., 2009) dan glukosa (Darroudi et al., 2010). Di antara tiga reduktor tersebut, maka glukosa merupakan reduktor yang menarik untuk digunakan karena relatif murah dan tidak memerlukan temperatur yang tinggi dalam prosesnya. Menurut Wei et al. (2009) kitosan bisa digunakan sebagai reduktor ion perak, namun diperlukan temperatur tinggi (95 oC) dan waktu yang relatif lama (12 jam). Penggunaan glukosa sebagai reduktor bisa dilakukan pada temperatur yang relatif rendah (60 oC) dalam waktu 15 menit (Darroudi et al., 2010). Di samping itu reduktor ini tidak toksik, biocompatible, mudah diperoleh dan tentunya ramah lingkungan. 4 Pada pembuatan nanokomposit perak-kitosan dengan metode satu tahap, maka kitosan yang digunakan sebagai pembentuk film sekaligus berfungsi sebagai agen stabilizer. Pembentukan perak nanopartikel menggunakan agen stabilizer kitosan telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, misalnya Mansor Bin Ahmad et al., 2009, Shameli et al. (2011), Honary et al. (2011), Haizhen Huang et al. (2004), Vimala et al. (2010), Vulmurugan et al. (2009), Saifuddin et al. (2011). Agen stabilizer ini berperan penting untuk mengontrol pembentukan nanopartikel yang terdispersi dengan baik dan dengan ukuran partikel yang seragam. Kitosan bisa bertindak sebagai agen stabilizer karena memiliki banyak gugus amina dan hidroksil. Mula-mula ion perak akan terikat dengan gugus amina dan hidroksil sebagai ligan membentuk komplek kelat. Kemudian adanya reduktor akan mengubah ion perak menjadi perak dengan valensi nol dan pertumbuhan kristalnya dibatasi oleh struktur kitosan menjadi berukuran nano (Shameli et al., 2011). Ukuran nano logam perak yang terdispersi dalam larutan kitosan akan membentuk sistem koloid yang selanjutnya pada penelitian ini disebut perakkitosan nanokomposit koloidal. Perpaduan antara kitosan sebagai stabilizer dan glukosa sebagai reduktor pada pembuatan film nanokomposit perak-kitosan bisa dikategorikan sebagai green chemistry. Permasalahan yang menarik untuk dikaji dari penggunaan kitosan sebagai stabilizer dengan reduktor glukosa adalah pH pada proses reduksi. Menurut penelitian Darroudi et al. (2010) reduksi ion perak menggunakan reduktor glukosa dengan agen stabilizer gelatin efektif jika dilakukan pada kondisi basa. Nanopartikel Ag dapat terbentuk dalam waktu 15 menit dengan temperatur 60 oC. Menurut Sharma et al. (2009) perak nanopartikel dengan ukuran 30-80 nm dapat dibuat menggunakan metode Tollens pada pH 11,3 dan ukuran partikel akan meningkat jika pH dinaikkan menjadi 12,5. Sementara itu Raveendran et al. (2003) melakukan sintesis Ag nanopartikel dengan reduktor glukosa dan stabilizer pati (starch) pada pH netral dan hembusan gas argon. Nanopartikel Ag dapat terbentuk dalam waktu 20 jam dengan temperatur 40 oC. Di sisi lain, pada kondisi basa dan netral, larutan kitosan sebagai stabilizer berubah menjadi gel. Hal ini menarik untuk dikaji apakah pada 5 kondisi gel ini kitosan masih efektif berperan sebagai agen stabilizer. Oleh karena itu perlu kajian pengaruh jumlah basa yang ditambahkan pada sintesis perak nanopartikel dengan penggunaan reduktor glukosa dengan agen stabilizer kitosan. Di samping itu perlu juga dikaji pengaruh parameter lainnya yaitu waktu reaksi dan konsentrasi garam prekursor dan reduktor. Pembuatan film berbasis kitosan bisa dilakukan dengan teknik casting. Pada teknik ini larutan kitosan dituang pada wadah dengan volume tertentu, kemudian dilakukan penguapan sampai terbentuk film (Rhim et al., 2006). Kitosan sebagai material film memiliki kelemahan karena memiliki elastisitas rendah. Menurut Bahrami et al. (2003) film kitosan memiliki elongasi 9,0±1,0% yang lebih rendah dari PVOH dengan elongasi 16,2 ±1,1%. Beberapa penelitian telah mengkombinasikan kitosan dengan plasticizer pada pembuatan filmnya. Plasticizer yang bisa digunakan pada pembuatan film berbasis kitosan misalnya sorbitol, gliserol dan polietilen glikol (PEG). Peningkatan konsentrasi plasticizer menurunkan tensile strength (kuat tarik), meningkatkan elongation (elongasi), water vapor permeability (WVP) dan kelarutan film. Penggunaan plasticizer sorbitol menghasilkan film yang paling rapuh, sedangkan penggunaan PEG meningkatkan WVP yang cukup besar (Bourtoon, 2008). Dari ketiga plasticizer, gliserol berpotensi digunakan untuk memperbaiki sifat mekanik film kitosan dan tidak terlalu besar meningkatkan nilai WVP. Oleh karena itu, supaya film nanokomposit perak-kitosan lebih aplikatif dan kompetitif, maka perlu digunakan plasticizer misalnya gliserol pada pembuatan filmnya. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan film nanokomposit perak-kitosan melalui sintesis nanokomposit perak-kitosan koloidal dilanjutkan dengan casting koloidal menjadi film. Nanokomposit-perak-kitosan koloidal dibuat melalui fase gel dengan metode reduksi kimia terhadap prekursor AgNO3 dengan reduktor glukosa, akselerator NaOH dan stabilizer kitosan dengan proses pada temperatur ruang. Plasticizer gliserol ditambahkan pada saat pembuatan film yang bertujuan untuk memperbaiki sifat mekanik film. Proses pembuatan film ini dapat dikategorikan dalam green synthesis karena menggunakan pelarut air dan bahan 6 kimia yang ramah lingkungan, serta semua tahapan dilakukan dalam temperatur ruang. Pada penelitian ini dikaji pengaruh konsentrasi NaOH, glukosa, AgNO3 dan waktu reaksi terhadap jumlah dan ukuran perak nanopartikel yang terbentuk. Pengaruh konsentrasi AgNO3 dan gliserol terhadap sifat mekanik dan fisik film juga dikaji. Aktivitas antibakteri film diamati berdasarkan daya hambat (diameter zona hambat) terhadap bakteri E.coli, S.aureus, MRSA dan ESBL. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap kestabilan nanokomposit koloidal maupun film nanokomposit selama penyimpanan. Hasil penelitian ini diharapkan diperolehnya produk berupa nanokomposit perak-kitosan yang dapat digunakan sebagai film yang beraktivitas antibakteri untuk keperluan wound dressing di dunia medis atau pengemas makanan antibakteri. 1.2 Perumusan Masalah Pembuatan film nanokomposit perak-kitosan dengan metode satu tahap melibatkan proses reduksi dengan stabilizer kitosan. Reduktor yang banyak digunakan oleh peneliti sebelumnya kebanyakan adalah reduktor kuat, misalnya NaBH4. Penggunaan reduktor kuat tidak ramah lingkungan, alternatifnya digunakan reduktor lemah yaitu glukosa. Penggunaan glukosa sebagai reduktor memerlukan waktu yang lama yaitu 20 jam pada temperatur 40 oC (Ravendreen et al., 2003). Sementara itu Darroudi et al. (2010) membuat perak nanopartikel menggunakan reduktor glukosa, gelatin sebagai stabilizer dan NaOH sebagai akselerator bisa berlangsung dalam waktu singkat (15 menit) tetapi temperatur masih relatif tinggi (60 oC). Pembuatan perak nanopartikel dengan stabilizer kitosan pada suhu ruang dan waktu yang relatif singkat memungkinkan dapat dilakukan dengan mengatur jumlah NaOH sebagai akselerator. Penggunaan kitosan sebagai stabilizer pada pH basa akan menghasilkan gel kitosan. Oleh karena itu pembentukan perak nanoparikel akan terjadi melalui fase gel. Beberapa parameter akan mempengaruhi jumlah dan ukuran perak nanopartikel yang disintesis melalui fase gel misalnya konsentrasi garam prekursor AgNO3, konsentrasi reduktor glukosa dan konsentrasi kitosannya. Oleh karena itu kajian terhadap hubungan antara pH (konsentrasi NaOH), konsentrasi garam prekursor 7 AgNO3, konsentrasi reduktor glukosa dan konsentrasi kitosan dengan ukuran dan distribusi perak nanopartikel yang dihasilkan perlu dilakukan. Film yang dibuat pada penelitian ini ditargetkan film nanokomposit perakkitosan dengan aktivitas antibakteri yang baik dan biodegradable sekaligus memiliki sifat mekanik dan fisik yang baik pula. Film ini menggunakan kitosan sebagai material pembentuk filmnya. Film kitosan memiliki kuat tarik yang lebih unggul dibandingkan dengan film biopolimer lain, misalnya selulosa dan pati. Namun film kitosan memiliki elongasi yang kurang baik. Untuk meningkatkan nilai elongasi ini ditambahkan plasticizer gliserol. Penambahan gliserol akan menurunkan gaya tarik intermolekular polimer kitosan sehingga bisa meningkatkan nilai elongasi dan film lebih fleksibel. Karena gliserol mengandung banyak gugus hidroksil, maka film yang dihasilkan kemungkinan lebih bersifat hidrofilik sehingga berpengaruh terhadap kelarutan film dan WVP. Oleh karena itu perlu dikaji hubungan antara jumlah gliserol yang ditambahkan terhadap sifat mekanik dan sekaligus sifat fisiknya. Aktivitas dan kestabilan perak nanopartikel merupakan aspek penting untuk dikaji karena berkaitan dengan aplikasi material film nanokomposit perakkitosan. Penggunaan perak nanopartikel dimungkinkan berpengaruh terhadap aktivitas film nanokomposit perak-kitosan yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dipelajari pengaruh jumlah partikel perak terhadap sifat biodengadable dan aktivitas antibakteri dari film tersebut. Kualitas suatu produk ditentukan oleh kestabilan produk selama penyimpanan. Perak nanopartikel dimungkinkan akan teroksidasi selama terpapar oleh oksigen di udara. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan terhadap kestabilan perak nanopartikel baik dalam larutan koloidal maupun filmnya. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membuat film nanokomposit perak-kitosan dari larutan koloidalnya. Secara terperinci tujuan penelitian yang dilakukan adalah: 8 1. Diketahuinya pengaruh konsentrasi NaOH, rasio molar AgNO3/glukosa, konsentrasi AgNO3 dan waktu reaksi terhadap LSPR perak nanopartikel pada nanokomposit perak-kitosan koloidal. 2. Diperolehnya hubungan antara konsentrasi AgNO3 dan gliserol dengan sifat mekanik dan sifat fisik film nanokomposit perak-kitosan 3. Diperolehnya hubungan antara jumlah perak nanopartikel terhadap aktivitas antibakteri dan sifat biodegradable film nanokomposit perak-kitosan. 4. Diperolehnya informasi kestabilan koloidal dan film perak-kitosan selama penyimpanan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi berbagai fihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan sumbangan terhadap pengetahuan mengenai pengaruh parameter sintesis pada pembuatan film nanokomposit perak-kitosan dengan pendekatan green synthesis dan bisa menjadi pijakan bagi peneliti lain dalam mengembangkan film nanokomposit. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan kitosan sebagai film nanokomposit perak-kitosan yang beraktivitas antibakteri sehingga akan memberikan solusi dalam pengolahan limbah udang atau kepiting yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. 3. Memberikan dukungan pada Pemerintah dalam upaya menyelesaikan masalah kesehatan dan lingkungan dari aplikasi hasil penelitian ini. 1.5 Keaslian dan Kedalaman Penelitian Keaslian dari penelitian ini terletak pada proses pembentukan perak nanopartikel menggunakan reduktor glukosa, akselerator NaOH dan stabilizer kitosan pada temperatur ruang yang belum pernah dilakukan peneliti sebelumnya. Penggunaan glukosa sebagai reduktor pada pembentukan perak nanopartikel pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Raveendran et al. (2003) membuat perak nanopartikel menggunakan glukosa sebagai reduktor, pati sebagai stabilizer dan gas argon untuk mengusir oksigen. Nanopartikel terbentuk selama 20 jam 9 pada temperatur 40 oC. Hal ini berarti dari sisi waktu masih belum efisien. Darroudi et al. (2010) membuat perak nanopartikel menggunakan reduktor glukosa, gelatin sebagai stabilizer dan NaOH sebagai akselerator. Nanopartikel terbentuk selama 15 menit pada temperatur 60 oC. Walaupun waktu relatif singkat, namun temperatur yang digunakan masih cukup tinggi. Dari kedua temuan itu, maka perlu diupayakan penurunan waktu sekaligus penurunan temperatur sintesis melalui penggunaan kitosan sebagai stabilizer dengan NaOH sebagai akselerator. Pada penelitian ini kitosan telah ditetapkan sebagai stabilizer karena target akhir penelitian adalah membuat film berbasis kitosan. Penggunaan akselerator NaOH memungkinkan juga kitosan berperan sebagai sebagai reduktor berkaitan adanya gugus hidroksil pada kitosan. Kombinasi penggunaan reduktor glukosa, stabilizer kitosan dan NaOH akan memungkinkan perak nanopartikel semakin mudah terbentuk pada temperatur ruang. Selain proses pembentukan perak nanopartikel, keaslian penelitian terletak pada penggunaan gliserol sebagai plasticizer pada film nanokomposit perakkitosan yang belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Film berbasis kitosan memiliki sifat mekanik kurang baik. Menurut penelitian Nadarajah (2005), % elongasi film kitosan masih rendah yaitu 25-45%. Sementara film dari polimer sintesis LDPE berkisar 300 – 500%. Alternatifnya digunakan plasticizer yang ramah lingkungan yaitu gliserol. Penambahan plasticizer gliserol meningkatkan nilai elongasi yang membuat film lebih fleksibel karena plasticizer mengurangi ikatan intermolekular antar biopolimer. Dibandingkan dengan plasticizer lain, maka gliserol baling baik untuk meningkatkan elongasi (Bourtoon, 2008). Penggunaan plasticizer dari senyawa poliol dimungkinkan membuat film lebih besifat higroskopis. Oleh karena itu, di samping mempengaruhi sifat mekanik film, plasticizer juga memungkinkan mempengaruhi sifat fisiknya, misalnya kelarutan, swelling dan WVP. Pada penelitian ini akan dikaji pengaruh konsentrasi plasticizer gliserol terhadap sifat mekanik dan fisik film nanokomposit perak-kitosan. Perak nanopartikel merupakan material yang “aktif” sekaligus sebagai fase diskontinyu atau filler dalam nanokomposit perak-kitosan. Keberadaan perak 10 nanopartikel baik dari sisi jumlah, ukuran maupun bentuk partikel perlu menjadi hal yang perlu diperhatikan karena berkaitan dengan aktivitasnya. Beberapa peneliti telah mengamati stabilitas perak nanopartikel dalam bentuk koloidalnya, namun masih dalam waktu yang relatif singkat (Sileikaite et al., 2006). Kajian terhadap kestabilan nanokomposit koloidal dan film perak-kitosan nanokomposit selama penyimpanan sampai 16 pekan merupakan orisinalitas pada penelitian ini yang belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Hasil yang diperoleh dari pengamatan kestabilan perak nanopartikel pada film perakkitosan ini menjadi informasi yang menarik untuk diperhatikan. Ketika perak nanopartikel teroksidasi kembali menjadi perak dengan bilangan oksidasi +1 maka dimungkinkan terjadi perubahan sifat fisik, mekanik dan aktivitasnya. Untuk mengetahui terjadinya proses oksidasi perak nanopartikel dilakukan pengamatan terhadap kristalinitas film (termogram). Sementara itu untuk membuktikan bahwa oksigen yang berperan dalam proses oksidasi perak nanopartikel, maka dilakukan pengamatan penyimpanan film dalam atmosfer nitrogen dan atmosfer oksigen. Kajian terhadap aktivitas film nanokomposit perak-kitosan teroksidasi dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga merupakan orsinalitas dari penelitian ini. Kajian ini dilakukan untuk memperoleh informasi kemungkinan mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri dari film nanokomposit perakkitosan. Pengujian ini ditunjang dengan pengamatan proses leaching perak nanopartikel dalam pelarut air.