PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TERPADU (Bagian 1) Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Daerah Aliran Sungai (DAS) istilah ini banyak digunakan oleh beberapa ahli dengan makna atau pengertian yang berbeda-beda, ada yang menyamakan dengan cacthment area, watershed, atau drainage basin. Menurut Soemarwoto (1985), mengemukakan batasan DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh igir-igir gunung yang semua aliran permukaannya mengalir ke suatu sungai utama. Martopo (1994), memberi pengertian bahwa, Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh topografi pemisah air yang terkeringkan oleh sungai atau sistem saling berhubungan sedemikian rupa sehingga semua aliran sungai yang jatuh di dalam akan keluar dari saluran lepas tunggal dari wilayah tersebut. Notohadiprawiro (1985) Daerah Aliran Sungai merupakan keseluruhan kawasan pengumpul suatu sistem tunggal, sehingga dapat disamakan dengan cacthment area. Atas dasar difinisi tersebut diatas maka Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang yang terdiri atas unsur abiotik (tanah, air, udara), biotik (vegetasi, binatang dan organisme hidup lainnya) dan kegiatan manusia yang saling berinteraksi dan saling ketergantungan satu sama lain, sehingga merupakan satu kesatuan ekosistem, hal ini berarti bahwa apabila keterkaitan sudah terselenggara maka pengelolaan hutan, tanah, air, masyarakat dan lain-lain harus memperhatikan peranan dari komponen-komponen ekosistem tersebut. Definisi dalam Permen PUPR Nomor 4/PRT/M/2015, Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Secara sektoral pengelolaan komponen ekosistem tidak menemui banyak masalah artinya mudah untuk dilaksanakan, misalnya pengelolaan hutan dengan mempertimbangkan keserasian lingkungan. Akan tetapi apabila pengelolaan hutan dikaitkan juga dengan pengelolaan komponen yang lain seperti, tanah, air, udara, dan kegiatan masyarakat sebagai satu kesatuan dengan mempertimbangkan masalah lingkungan, maka penyelesaiannya menjadi tidak mudah. Oleh karena itu keterkaitan diantara komponen tersebut harus dikaji lebih lanjut dan dirinci untuk tiap-tiap komponen ekosistem. Sasaran tersebut dapat dicapai apabila ada penataan ekosistem, dan kegiatan ini tidak dilakukan pada pengelolaan sektoral. Seperti diketahui bersama bahwa kondisi umum yang ada selama ini, konsep pembangungan berkelanjutan hanyalah sebagai kebijaksanaan saja. Namun, di dalam prakteknya justru pengelolaan sumberdaya alam yang tidak terkendali dengan akibat kerusakan lingkungan yang dapat meng-ganggu kelestarian alam. Sebenarnya upaya pengelolaan DAS terpadu di Indonesia telah lama diperkenalkan dengan melakukan berbagai kegiatan yang bercirikan lintas sektoral dan multidisipliner, sebagai contoh yaitu pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu di DAS Brantas, Jratunseluna, yang direncanakan akan diimplementasikan pada DAS-DAS lain di seluruh Indonesia. Hal ini sejalan dengan visi pengelolaan sumber daya air (2011-2030) “Sumber daya air terkelola secara adil, menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat”, dan 5 misi pengelolaan sumber daya air : (1) Meningkatkan konservasi SDA secara terus menerus; (2) Mendayagunakan SDA untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat; (3) Mengendalikan dan mengurangi daya rusak air; (4) Meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan SDA; (5) Membangun jaringan sistem informasi SDA yang terpadu antarsektor dan antarwilayah. Karena kompleksnya permasalahan yang harus dihadapi dan banyaknya DAS yang harus ditangani, serta menyangkut kendala teknis dan non-teknis lainnya yang harus disempurnakan dan diselesaikan, maka banyak DAS yang belum dapat tertanggani dengan baik, bahkan yang terjadi adalah kerusakan DAS semakin meluas dan semakin parah. PENGELOLAAN DAS TERPADU Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat kaitannya dengan pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem DAS merupakan sistem yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik dan sosial ekonomi dan budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Kompleksitas ekosistem DAS mempersyaratkan suatu pendekatan pengelolaan yang bersifat multi-sektor, lintas daerah, termasuk kelembagaan dengan kepentingan masing-masing serta mempertimbangkan prinsip prinsip saling ketergantungan. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS : a) Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam; b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan yang tidak selalu saling mendukung; c) Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik dalam bentuk daur hidrologi. Menurut Haeruman (1979), pengelolaan terpadu pada dasarnya merupakan pengembangan keserasian tujuan antar berbagai sistem pengelolaan sumberdaya alam. Bilamana suatu obyek dikelola oleh banyak pengelola sesuai dengan keterkaitan dan kepentingannya terhadap obyek yang dikelola itu. Lebih lanjut Haeruman mengatakan, bahwa keterpaduan di dalam pengelolaan kegiatan harus dapat terciptakan: (1) terkoordinasinya para pengelola suatu obyek saling kait-mengkait dalam suatu sistem untuk mencapai suatu kerasian tujuan; (2) memadukan setiap usaha pemanfaatan penataan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian serta pengembangan yang didasarkan pada unsur keterkaitan atau ketergantungan dari obyek yang dikelola. Sementara Copeland (1961) mengatakan, bahwa pengelolaan DAS adalah merupakan ilmu terapan untuk perlindungan, perbaikan, dan pengelolaan DAS, dan obyek dasarnya adalah meningkatkan suplai air, mengurangi kisaran aliran maksimum dan minimum, mengurangi hasil sedimen dan meningkatkan kualitas air untuk berbagai penggunaan. Notohadiprawiro (1985) berpendapat bahwa pengelolaan DAS harus diselenggarakan secara terpadu, karena : (1) adanya keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam penggunaannya; (2) dari segi jenis ilmu yang mendasarinya, pengelolaan DAS bercirikan multidisiplin; (3) penyelenggaraan pengelolaan DAS bersifat lintas sektoral, sehingga tidak ada instansi yang mempunyai kewenangan secara utuh. Berdasarkan pengertian batasan diatas, maka dapat diberikan pengertian bahwa pengelolaan DAS terpadu adalah upaya terpadu dalam pengelolaan sumberdaya alam, meliputi tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Dilihat dari aspek pengelolaan terpadu hutan, tanah, air, masyarakat dan lain-lain tersebut merupakan sasaran atau obyek yang akan dikelola, dengan demikian dapat dilihat adanya keterkaitan antara ekosistem, DAS dan pengelolaan terpadu. Pengelolaan DAS terpadu harus mengupayakan agar unsur-unsur struktur ekosistem seperti : hutan, tanah, air, masyarakat dan lain-lain tetap dalam keseimbangan dan keserasian. Pengelolaan DAS di Indonesia sebenarnya telah lama diperkenalkan, yaitu sejak jaman Belanda, khususnya dalam praktek pengelolaan hutan, dimana pembagian-pembagian daerah hutan diatur berdasarkan satuan DAS. Pada tahun 1961 diadakan gerakan penghijauan secara massal dalam bentuk Pekan Penghijauan Nasional Pertama, di Gunung Mas, Puncak, Bogor, Juga pada masa orde baru, gerakan penghijauan sudah menjadi agenda rutin baik di Instansi yang membidangi kehutanan yang bekerjasama dengan ABRI pada masa itu. Upaya pengelolaan DAS terpadu yang pertama dilaksanakan di DAS Citanduy pada tahun 1981, dimana berbagai kegiatan yang bersifat lintas sektoral dan lintas disiplin dilakukan. Selanjutnya pengelolaan DAS terpadu dikembangkan di DAS Brantas, Jratunseluna. Namun proyek-proyek pengelolaan DAS saat itu lebih menekankan pada pembangunan infrastruktur fisik kegiatan konservasi tanah untuk mencegah erosi dan banjir yang hampir seluruhnya dibiayai oleh dana pemerintah. Baru pada tahun 1994 konsep partisipasi mulai diterapkan dalam penyelengaraan Inpres Penghijauan dan Reboisasi, walaupun dalam taraf perencanaan. Pada tahun 1973 sampai 1981, FAO dan UNDP telah melakukan berbagai uji coba untuk memperoleh metoda yang tepat dalam rangka rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang ditinjau dari aspek fisik maupun sosial ekonomi di DAS Solo. Hasil-hasil pengujian ini antara lain diterapkan dalam proyek Inpres Penghijauan dan Reboisasi sejak tahun 1976 pada 36 DAS di Indonesia. KERANGKA PIKIR PENGELOLAAN DAS Pengelolaan DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk pengelolaan yang bersifat partisipatif dari berbagai pihak - pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan dan konservasi sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pengelolaan partisipatif ini mempersyaratkan adanya rasa saling mempercayai, keterbukaan, rasa tanggung jawab, dan mempunyai rasa ketergantungan (interdependency) di antara sesama stakeholder. Demikian pula masing-masing stakeholder harus jelas kedudukan dan tanggung jawab yang harus diperankan. Hal lain yang cukup penting dalam pengelolaan DAS terpadu adalah adanya distribusi pembiayaan dan keuntungan yang proporsional di antara pihak - pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang diinginkan harus dinyatakan dengan jelas. TUJUAN PENGELOLAAN DAS Tujuan dari pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada dasarnya adalah : (1) Pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dengan terlanjutkan (sustainable) sehingga tidak membahayakan lingkungan lokal, regional, nasional dan bahkan global; (2) Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS; (3) Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS dengan kegiatan manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. SASARAN PENGELOLAAN DAS Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya adalah: (1). Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal. (2). Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat. (3). Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi tanah. (4). Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS secara berkelanjutan. (5). Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan. IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAS Pengelolaan Terpadu DAS pada dasarnya merupakan pengelolaan partisipasi berbagai sektor/sub sektor yang berkepentigan dalam pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu DAS, sehingga di antara mereka saling mempercayai, ada keterbukaan, mempunyai rasa tanggung jawab dan saling mempunyai ketergantungan (inter-dependency). Demikian pula dengan biaya kegiatan pengelolaan DAS, selayaknya tidak lagi seluruhnya dibebankan kepada pemerintah tetapi harus ditanggung oleh semua pihak yang memanfaatkan dan semua yang berkepentingan dengan kelestariannya. Untuk dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan pengelolaan DAS harus mengikuti prinsip prinsip dasar hidrologi. Pengertian hidrologi menurut definisi Singh (1992), mengatakan bahwa pengertian hidrologi adalah ilmu yang membahas karakteristik menurut waktu dan ruang tentang kuantitas dan kualitas air dibumi termasuk proses hidrologi, pergerakan, penyebaran, sirkulasi tampungan, eksplorasi, pengembangan dan manajemen. Menurut definisi Marta dan Adidarma (1983) dalam pengertian hidrologi yang mengatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya pergerakan dan distribusi air di bumi baik diatas maupun di bahwa permukaan bumi, tentang sifat kimia dan fisika air dengan reaksi terhadap lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan. Sedangkan menurut Ray K. Linsley dalam Yandi Hermawan (1986) pengertian hidrologi adalah ilmu yang membicarakan tentang air yang ada dibumi yaitu mengenai kejadian, perputaran dan pembagiannya, sifat fisika dan kimia serta reaksinya terhadap lingkungan termasuk hubungan dengan kehidupan. Siklus hidrologi adalah sirkulasi air tanpa henti dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan transpirasi. Siklus hidrologi dapat juga berarti lebih sederhana yaitu peredaran air dari laut ke atmosfer melalui penguapan, kemudian akan jatuh pada permukaan bumi dalam bentuk hujan, yang mengalir didalam tanah dan diatas permukaan tanah sebagai sungai yang menuju ke laut. Panasnya air laut didukung oleh sinar matahari karna matahari merupakan kunci sukses dari siklus hidrologi sehingga mampu berjalan secara terus menerus kemudian dalam terjadinya air berevoporasi, lalu akan jatuh ke bumi sebagai prespitasi dengan bentuk salju, gerimis atau kabut, hujan, hujan es dan salju, dan hujan batu. Setelah prespitasi, pada perjalanannya kebumi akan berevoporasi kembali keatas atau langsung jatuh yang diinterepsi oleh tanaman disaat sebelum mencapai tanah. Apabila telah mencapai tanah, siklus hidrologi akan terus bergerak secara terus menerus dengan 3 cara yang berbeda yaitu sebagai berikut: Evaporasi (Transpirasi) - Air di laut, sungai, daratan, tanaman. sbb. kemudian akan kembali menguap ke atmosfer menjadi awan lalu menjadi bintik-bintik air yang akan jatuh dalam bentuk es, hujan, salju. Infiltrasi (Perkolasi ke dalam Tanah) - Air bergerak melalui celah-celah dan pori-pori serta batuan yang ada dibawah tanah yang dapat bergerak secara vertikal dan horzontal dibawah permukaan tanah hingga ke sistem air permukaan. Air Permukaan - Air yang bergerak diatas permukaan tanah yang dapat kita lihat pada daerah urban. Macam-Macam Siklus Hidrologi - Proses terjadinya siklus hidrologi dibedakan menjadi 3 jenis atau macam siklus hidrologi seperti yang ada dibawah ini: Siklus Pendek : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas dari matahari lalu terjadi kondensasi membentuk awan yang pada akhirnya jatuh ke permukaan laut. Siklus Sedang : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas dari matahari lalu terjadi evaporasi yang terbawa angin lalu membentuk awan yang pada akhirnya jatuh ke permukaan daratan dan kembali ke lautan. Siklus Panjang : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas dari matahari lalu uap air mengalami sublimasi membentuk awan yang mengandung kristal es dan pada akhirnya jatuh dalam bentuk salju kemudian akan membentuk gletser yang mencair membentuk aliran sungai dan kembali kelaut. Dalam sistem ekologi DAS, komponen masukan utama terdiri atas curah hujan sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah, topografi, air/sungai, dan manusia berfungsi sebagai prosesor. DAFTAR PUSTAKA 1. Sudaryono, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu, Konsep Pembangunan Berkelanjutan. 2. Anonim (1998). Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (1994/1995 – 2019/2020). Kantor Menteri Lingkungan Hidup. 3. Anonim (1997). Agenda 21 Indonesia. Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 4. Copeland, O.L., (1961). Watershed Management and Reservoir Life. Journal American Water Works Association. Vol 53 No. 5, USA. 5. Haeruman H. (1979). Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sekolah Pasca Sarjana, Jurusan PSL, IPB, Bogor. 6. Karyana, A.. (1985). Pembangunan Partisipatoris Dalam Pengelolaan DAS. [email protected]. 7. Martopo, S. dkk. (1994). Dasar-dasar Ekologi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 8. Notohadiprawiro T., (1988). Tanah, Tataguna Lahan dan Tata Ruang dalam Analisis Dampak Lingkungan. PPLH-UGM, Yogyakarta 9. Soemarwoto, Otto (1985). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Jambatan, Jakarta.