perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Konflik Menurut Veeger dalam bukunya Argyo Demartoto yang berjudul Mosaik Dalam Sosiologi, konflik menurut pendapat Lewis Coser adalah perselisihan mengenai nilai – nilai aau tuntutan – tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber – sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak – pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan, atau menghancurkan lawan mereka. Lebih lanjut, Coser menyatakan, bahwa perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara individu – individu, kumpulan – kumpulan (collectivities), atau antara individu dengan kumpulan. Bagaimanapun, konflik baik yang bersifat antar kelompok maupun yang intra kelompok senantiasa ada di tempat orang hidup bersama. Coser juga menyatakan, konflik itu merupakan unsur interaksi yang penting, dan sama sekali tidak boleh dikatakan bahwa konflik, selalu tidak baik atau memecah belah atau merusak. Konflik itu bisa menyumbang banyak kelestarian kelompok dan mempererat hubungan antar anggotanya. Orang telah lama mengetahui, bahwa hal seperti menghadapi musuh bersama dapat mengintegrasikan orang, menghasilkan solidaritas dan keterlibatan, dan commit to user 10 perpustakaan.uns.ac.id 11 digilib.uns.ac.id membuat orang lupa akan perselisihan intern mereka sendiri. (Demartoto, 2007: 92) Bagi Lewis A. Coser, konflik yang terjadi di dalam masyarakat tidak semata – mata menunjukkan fungsi negatifnya saja, melainkan dapat pula menimbulkan dampak positif dan oleh karena itu menguntungkan bagi sistem yang bersangkutan. Baginya, konflik adalah merupakan salah satu bentuk interaksi dan tak perlu mengingkari keberadaannya. Pemikiran Coser mengenai konflik sebagai berikut: a. Konflik Sebagai Bentuk Interaksi Menurut Coser, kita tidak perlu melihat konflik sebagai gejala patologis, atau gejala yang harus dihindari dari kehidupan sosial. Konflik merupakan gejala yang normal – normal saja, bahkan merupakan unsur yang penting di dalam interaksi segenap anggota masyarakat. b. Fungsi Positif Konflik Konflik dapat merupakan cara atau alat untuk mempertahankan, mempersatukan, dan bahkan mempertegas sistem sosial yang ada. c. Safety Valve (Katup Pengaman) Dalam setiap masyarakat seringkali berkembang suatu mekanisme untuk meredakan ketegangan yang ada, sehingga struktur sebagai keseluruhan tidak terancam keutuhannya. Mekanisme ini oleh Coser dinamakan Safety Valve (katup pengaman). Coser memang mengakui bahwa konflik itu dapat membahayakan persatuan, oleh karena itu perlu dikembangkan cara agar bahaya tersebut dapat dikurangi atau bahkan commit to user 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id diredam. Baginya katup pengaman ini sebagai institusi (Safety Valve Institution). Hal ini mengisyaratkan bahwa semua elemen yang terdapat dalam institusi sosial harus terdapat pula di katup pengaman ini. Menurut Coser, katup pengaman di samping dapat berbentuk intitusi sosial, dapat juga berbentuk tindakan – tindakan atau kebiasaan – kebiasaan yang dapat mengurangi ketegangan karena konflik tidak dapat tersalurkan. (Demartoto, 2007: 94-98) B. Konsep 1. Peranan Secara etimologi, peranan berasal dari kata peran yang berarti sesuatu yang mengambil peran atau yang memegang pimpinan terutama. Sedangkan sercara terminologi peranan berarti aspek dinamis dari suatu kedudukan, dimana seseorang melaksanakan hak – haknya dan kewajiban – kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Untuk itu peranan merujuk pada perilaku seseorang pada posisi atau status tertentu sebagai apa dan terhadap siapa. Artinya peranan dapat dilihat sebagai suatu peran sosial, tapi bukan individu yang berhenti pada dirinya (Soekanto, 2003:243) Dalam kehidupan bermasyarakat, peranan menentukan bagaimana seseorang harus bertingkah laku dalam masyarakat. Peranan tersebut dirumuskan dan diakui oleh masyarakat melalui norma sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 13 digilib.uns.ac.id Menurtut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt dalam buku Sosiologi Jilid 1, mengartikan peranan sebagai perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status. Mempelajari suatu peranan sekurang – kurangnya melibatkan dua aspek, yaitu: pertama, kita harus belajar untuk melaksanakan kewajiban dan menuntut hak – hak suatu peran; kedua, memiliki sikap, perasaan dan harapan – harapan yang sesuai dengan peran tersebut. Oleh karena itu, untuk mencapainya seseorang akan mengadakan interaksi dengan orang lain (baik dengan individu maupun dengan kelompok) yang dalam interaksi ini akan terjadi adanya tindakan sebagai suatu rangsangan dan tanggapan sebagai suatu respon ( Horton, 1987: 118) Peranan adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang atau kelompok yang mempunyai status. Sedangkan status sendiri sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain. Dalam arti tertentu, status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan kewajiban, sedangkan peranan adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak – hak tersebut. Sedangkan pengertian peranan menurut Bruce J. Cohen dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar adalah “suatu perilaku yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang menduduki status tertentu.” Bruce J. Cohen membagi peranan menjadi dua macam, yaitu: 1) Prescribed Role (peranan yang dianjurkan) yaitu jika dalam melaksanakan suatu peranan tertentu kita diharapkan oleh masyarakat agar menggunakan cara – cara yang sesuai dengan commit to user yang mereka harapkan. 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2) Enacted Role (peranan nyata) yaitu jika orang – orang yang diharapakan melaksanakan suatu peranan tidak berperilaku menurut cara – cara konsisten dengan harapan – harapan orang lain, tetapi mereka masih bisa dianggap menjalankan peranan yang diberikan oleh masyarakat walaupun tidak konsisten dengan harapan – harapan si pemberi peran. Menurut Hendropuspito dalam buku Sosiologi Sistematik, peranan adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan fungsi (tugas) seseorang dan dibuat atas tugas – tugas yang dilakukan seseorang. Peranan sebagai konsep yang menunjukkan apa yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Wujud dari status atau peran itu adalah adanya tugas – tugas yang dijalankan oleh seseorang berkaitan dengan posisi atau fungsinya dalam masyarakat. Salah satunya adalah peranan Bhabinkamtibmas, dalam kaitannya dengan upaya deteksi dini terhadap konflik pada masyarakat kota Semarang, khususnya di Kecamatan Banyumanik. Jadi, dapat disimpulkan pengertian peranan menurut peneliti adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Bhabinkamtibmas merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. (UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) Bhabinkamtibmas sendiri dibentuk sebagai pemantau potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang dimulai dari Desa atau Kelurahan oleh Polsek sebagai satuan operasional Kepolisian terdepan perlu adanya to user hubungan baik antara Polri dancommit masyarakat. 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Peran Bhabinkamtibmas disini sebagai; pembimbing masyarakat bagi terwujudnya kesadaran hukum, dan kamtibmas serta meningkatkan partisipasi masyarakat di Desa atau Kelurahan; pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat bagi terwujudnya rasa aman dan tentram di masyarakat Desa/ Kelurahan; mediator dan fasilitator dalam penyelesaian permasalahan – permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat Desa atau Kelurahan; serta dinamisator dan motivator masyarakat yang bersifat positif dalam rangka menciptakan dan memelihara kamtibmas. (SOP tentang Pelaksanaan Tugas Bhabinkamtibmas di Desa atau Kelurahan, Oktober 2011) Bhabinkamtibmas sebagai bagian dari Polri yang bertugas menjadi pengaman dan pelayanan masyarakat di setiap kelurahan atau desa. Menurut Dir Binmas Poldasu Kombes DR H Hery Subiansauri, SH, MH, MSi bahwa dalam sebulan personel Bhabinkamtibmas sudah dapat memetakan wilayah desa binaannya dan dapat mengetahui semua masyarakat yang ada di desa tersebut, baik pekerjaannya sehari-hari maupun nama-nama mereka, serta adat yang ada di desa tersebut. Sehingga keamanan dapat lebih terjaga dan masalahmasalah yang terjadi di antara masyarakat dapat terselesaikan tanpa harus diproses di (http://polsek- pengadilan. gunungpuyuh.blogspot.com/2012/08/peranan-dan-kehadiranbhabinkamtibmas.html) Peran Bhabinkamtibmas sendiri berupa pembinaan ketertiban masyarakat, pembinaan keamanan swakarsa, masyarakat, dan pembinaan potensi masyarakat. commit to user pembinaan perpolisian 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Deteksi Dini Terdapat dua pengertian deteksi dini yaitu menurut UNDP/UNISDR dan PP No.50/2005 a. Menurut UNDP/UNISDR Suatu mekanisme yang berupa pemberian informasi secara tepat waktu dan efektif, melalui institusi yang dipilih, agar masyarakat atau individu di daerah rawan mampu mengambil tindakan menghindari atau mengurangi resiko dan mampu bersiap – siap untuk merespon secara efektif. b. Menurut PP No.50/2005 Upaya memberitahukan kepada warga yang berpotensi dilanda suatu masalah untuk menyiagakan mereka dalam menghadapi kondisi dan situasi suatu masalah. Jadi, pengertiam Deteksi Dini menurut penulis adalah memberitahukan informasi untuk mengenali dan menandai suatu gejala atau ciri – ciri akan adanya suatu permasalahan agar dapat diambil tindakan untuk mengindari atau mengurangi resiko tersebut, dalam hal ini adalah konflik. Fungsi dari deteksi dini antara lain: a. Untuk mengetahui lebih awal akan kemungkinan terjadinya suatu konflik. Dengan melakukan deteksi dini, kita dapat membaca adanya kemungkinan terjadinya suatu konflik sejak awal, artinya kita dapat melakukan upaya penanggulangan sejak konflik tersebut masih berskala kecil. commit to user 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Untuk menghindari keterkejutan akan terjadinya suatu konflik. Dengan pengetahuan akan kemungkinan terjadinya suatu konflik, maka kita akan lebih siap dalam menghadapi segala kemungkinan atau perkembangan kondisi yang terjadi. Sehingga, apabila konflik benar terjadi, kita sudah sigap dan cepat dalam memberikan reaksi penanggulangan atas konflik tersebut. c. Menyiapkan lebih awal langkah – langkah penanggulangan konflik apabila konflik yang sudah terdeteksi tidak dapat dicegah. Dengan demikian kita dapat mereduksi kerusakan yang mungkin timbul akibat konflik tersebut serta mencegah konflik tersebut membesar. Dengan persiapan langkah – langkah penanggulangan atas konflik yang mungkin terjadi, maka dampak yang mungkin timbul dapat direduksi atau diminimalisir sedemikian rupa sehingga tidak jatuh korban yang lebih besar (baik korban jiwa, materiil, dan imateriil). Selain itu, dengan upaya penanggulangan yang dini atas konflik, maka eskalasi konflik untuk menjadi lebih besar dapat ditekan atau dihindari. (http://gombinx.blogspot.com/2008) Cara Deteksi Dini a. Pemahaman konflik yang sudah pernah terjadi (Database konflik) 1) Pemetaan konflik (yang sudah pernah terjadi dan upaya penyelesaiannya) Tujuan dari pemetaan konflik ini adalah bilamana kita berada di suatu tempat atau wilayah baru yang harus dilakukan adalah melakukan commit to user 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pemetaan konflik terlebih dahulu, yakni konflik – konflik yang sudah pernah terjadi beserta upaya – upaya penyelesaian yang pernah dilakukan. Dari pemetaan tersebut, dapat diketahui perkembangan yang terjadi saat ini mengenai berbagai konflik yang pernah ada di wilayah tersebut. Hal ini akan berkaitan dengan upaya pendeteksian konflik yang terjadi, baik konflik yang merupakan konflik lanjutan atau laten dari konflik yang pernah terjadi sebelumnya, maupun konflik yang baru pertama kali muncul atau terjadi. 2) Koordinasi antar instansi yang terkait Menjaga hubungan dengan instansi – instansi yang terkait antara lain pihak Polri, TNI, Kejaksaan, Imigrasi, bea cukai, dan unsur terkait lainnya dalam penyelesaian konflik di masa lalu atau yang pernah terjadi di daerah atau tempat tersebut. Hal ini perlu dilakukan guna tetap menjalin hubungan dalam rangka koordinasi dalam penangan konflik yang terjadi di masa datang. 3) Peran serta masyarakat Peran serta masyarakat yang telah terbina selama ini dapat dilihat sebagai bagian dari sejarah penyelesaian konflik yang terjadi sebelumnya. Masyarakat dalam hal ini dapat dijadikan bahan pembelajaran atau sejarah dalam penyelesaian konflik yang akan datang. commit to user 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Pemahaman tentang indikasi terjadinya konflik baru. 1) Pemahaman tentang situasi dan kondisi terkini (current affairs) Kondisi terkini atau termutakhir dapat kita gunakan sebagai tahap awal dari upaya pendeteksian kemungkinan terjadinya suatu konflik. Dalam hal ini, kita harus memahami situasi dan kondisi terkini dalam semua aspek kehidupan (ipoleksosbudhankam) yang dapat memicu terjadinya konflik. Sehingga apabila terjadi konflik, kita selaku aparat, tidak terlalu terkejut dan dapat lebih sigap dalam melakukan penanganan terhadap konflik yang muncul tersebut. 2) Memahami reaksi masyarakat Setelah memahami situasi dan kondisi terkini, kita harus dapat membaca dan memahami reaksi yang timbul di masyarakat akibat adanya perkembangan dari situasi dan kondisi terkini tersebut. Adapun reaksi masyarakat ini dapat kita lihat dalam berbagai bentuk, seperti reaktif maupun reaksi yang “laten” atau bergerak di bawah permukaan, maupun tidak memberikan reaksi yang berarti terhadap perkembangan situasi kondisi terkini. 3) Memahami peristiwa yang menyertai atau muncul pada tahap awal indikasi adanya konflik Adanya reaksi yang muncul di masyarakat akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Gejolak – gejolak yang terjadi dapat dijadikan indikasi awal adanya konflik, karena apabila gejala – gejala tersebut tidak commit to user perpustakaan.uns.ac.id 20 digilib.uns.ac.id ditangani dengan baik, maka dari gejala tersebut dapat bergerak atau berkembang ke arah eskalasi konflik yang lebih besar lagi. 4) Pengumpulan dan pemetaan dari peristiwa-peristiwa yang ada Maksudnya, dari peristiwa – peristiwa yang ada, dalam hal ini yang berkaitan dengan isu atau perkembangan terkini tersebut mulai untuk dikumpulkan, untuk selanjutnya dilakukan kategorisasi (mana saja yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya konflik). Setelah dilakukan pengumpulan dan pemilihan, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pemetaan masalah. Adapun tujuan dari pemetaan masalah adalah tidak hanya sekedar memisah – misahkan permasalahan yang ada, tetapi juga membaca jaring yang terhubung dari rangkaian peristiwa tersebut. 5) Koordinasi antar instansi yang terkait Koordinasi dengan instansi – instansi yang terkait antara lain pihak Polri, TNI, Kejaksaan, Imigrasi, bea cukai, dan unsur terkait lainnya dalam rangka memberikan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan adanya indikasi awal terjadinya suatu konflik. Pihak – pihak tersebut memberikan informasi dan melakukan pengawasan atau pengamatan terhadap kegiatan – kegiatan yang mencurigakan, misal pengajian yang menyimpang atau adanya kerumunan massa yang menyebarkan berita yang berpotensi menciptakan ketegangan antar SARA. 6) Peran serta masyarakat Peran serta masyarakat di sini lebih kepada lingkar terluar dalam sistem deteksi dini konflik dan pengamanan. Peran lingkar luar adalah commit to user 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id masyarakat dapat dijadikan sumber informasi yang berkaitan tentang hal-hal mencurigakan yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan oleh masyarakat karena masyarakat bersentuhan langsung dengan kondisi sehari – hari di lapangan dan saling berinteraksi satu sama lain, sehingga adanya info – info mengenai indikasi kemunculan suatu konflik dapat lebih mudah diketahui. Hal ini dapat dilakukan dengan pembangunan central informasi atau pusat informasi terutama di daerah yang dinilai rawan terhadap konflik. Sedangkan peran sebagai pengamanan adalah masyarakat berperan untuk menjaga situasi dan kondisi di lingkungan masyarakat agar tetap aman, dan terhindar dari upaya – upaya untuk terjadinya konflik dengan cara membangun kesadaran diri dan masyarakat serta pengawasan melekat terhadap lingkungan sekitar. (http://gombinx.blogspot.com/2008) 3. Konflik Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Sedangkan menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku commit to user 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan. (id.wikipedia.org/wiki/Konflik) Robert M. Z Lawang mengemukakan bahwa konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, dan kekuasan dimana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya. Sedangkan Soerjono Soekanto, konflik merupakan proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Jadi, pengertian konflik menurut penulis adalah benturan antara berbagai nilai dan kepentingan tertentu yang terjadi pada masyarakat atau kelompok untuk mendapatkan atau memperjuangkan kedudukan atau suatu keuntungan. Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri – ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan – perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 23 digilib.uns.ac.id lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri – ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Konflik sebagai suatu gejala sosial, akan kita dapatkan dalam kehidupan bersama artinya konflik merupakan gejala yang bersifat universal. Tidak ada kehidupan bersama tanpa adanya konflik, baik pada skala besar maupun skala kecil. Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel jenis-jenis konflik terbagi atas : a. Konflik intrapersonal. Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. b. Konflik interpersonal. Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena memiliki perbedaan keinginan dan tujuan. Konflik antar individu – individu dan kelompok – kelompok, Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan – tekanan commit to user 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada kelompok kerja mereka. Sebagai contoh seorang individu dapat dikenai hukuman karena tidak memenuhi norma – norma yang ada. Konflik interorganisasi. Konflik antar grup dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa terjadi, yang tentu menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan integrasi dalam kegiatan yang menyangkut tugas – tugas dan pekerjaan. Karena hal ini tak selalu bisa dihindari maka perlu adanya pengaturan agar kolaborasi tetap terjaga dan menghindari disfungsional. 4. Masyarakat Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata masyarakat sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan – hubungan antar entitas – entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. (http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat) Masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu kecil atau besar yang terikat oleh satuan, adat ritus atau hukum khas dalam hidup bersama. J.L. Gillin dan J.P. Gillin mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar dan memiliki kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan commit to user 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang sama. Sedangkan R. Linton seorang ahli antropologi mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas – batas tertentu. Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma – norma, adat istiadat yang sama – sama ditaati dalam lingkungannya. Masyarakat dalam arti luas adalah keseluruhan hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Sedangkan dalam arti sempit, masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek – aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan lain sebagainya. Dalam kehidupan sehari – hari, kita menemukan kenyataaan bahwa manusia sebagai makhluk sosial ada kecenderungan untuk melakukan kesalahan sesama manusia. Kecenderungan yang bersifat sosial ini selalu timbul pada diri setiap manusia ada sesuatu yang saling membutuhkan. Dari kenyataan ini kemudian timbulah suatu struktur antar hubungan yang beraneka ragam. Keragaman itu dalam bentuk kolektivitas - kolektivitas serta kelompok – kelompok dan pada tiap – tiap kelompok tersebut terdiri dari kelompok – kelompok yang lebih kecil. Apabila kolektivitas – kolektivitas itu dan kelompok – kelompok mengadakan persekutuan dalam bentuk yang lebih besar, maka terbentuklah apa yang kita kenal dengan masyarakat. commit to user 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pada setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial tidak hanya satu, disamping itu individu sebagai warga masyarakat dapat menjadi bagian dari berbagai kelompok dan atau kesatuan sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut. C. Penelitian Terdahulu 1. Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Perjudian di Wilayah Kecamatan Jebres. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Arif Madya Prasetya (2007) mahasiswa FKIP UNS yang berjudul Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Perjudian di Wilayah Kecamatan Jebres ini bertujuan untuk mengetahui tindak perjudian di wilayah Kecamatan Jebres, untuk mengetahui peranan kepolisian dalam menanggulanginya, dan bagaimana upayanya, serta hambatan apa saja yang dihadapi. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif , teknik sampling dengan purposive sampling guna menyaring sebanyak mungkin informasi. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumen, serta dengan trianggulasi data untuk menguji validitas data. Dari hasil penelitiannya, dapat disimpulkan: 1) Perjudian yang terjadi di wilayah Kecamatan Jebres disebabkan karena pelaku perjudian ingin mendapatkan uang sampingan dengan jalan pintas, yang para pelakunya adalah hampir 50% bermata pencaharian buruh dan mereka yang berasal dari kalangan bawah atau miskin yang memiliki penghasilan rendah. 2) Peranan kepolisian dalam menanggulangi perjudian di wilayah Kecamatan Jebres semenjak commit to user perpustakaan.uns.ac.id 27 digilib.uns.ac.id pergantian Kapolri menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. 3) Berbagai upaya yang dilakukan oleh Kepolisian sektor kota besar Jebres yaitu melalui upaya: preventif, antara lain yaitu: penangkapan para pelaku perjudian dan proses tindak lanjut. 4) Hambatan yang dihadapi oleh Kepolisian sektor besar kota Jebres dalam menanggulangi masalah perjudian di wilayah kecamatan Jebres, yaitu: masalah personil atau anggota kepolisian memiliki sumber daya manusia yang kurang, kesadaran masyarakat, setelah dilakukan penggrebekan arena judi sudah bubar, tempat sering berpindah – pindah. 2. Implementasi Program Perpolisian Masyarakat di Kelurahan Kratonan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sutarto (2010) mahasiswa S2 Administrasi Public yang berjudul Implementasi Program Perpolisian Masyarakat di Kelurahan Kratonan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisa proses implementasi Polmas serta faktor pendorong dan penghambat implementasi Perpolisian Masyarakat di Kelurahan Kratonan, Kota Surakarta. Dengan menggunakan teori implementasi model Van Metter dan Van Horn, teori Partisipasi, dan Kemitraan. Teori implementasi model Van Metter dan Van Horn digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa proses dan faktor – faktor implementasi dalam Polmas. Teori partisipasi dan kemitraan digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa bentuk – bentuk partisipasi masyarakat dalam kemitraan untuk menunjang implementasi polmas. Penelitian ini menggunakan commit to user 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id metode kualitatif. Satuan kajian dalam penelitian ini yaitu: dokumen kebijakan, pedoman program. Sumber data primer dilakukan dengan tehnik purposive sampling dengan informan yaitu Kapolsek Serengan, Bhabinkamtibmas, Lurah, Pengurus FKPM dan tokoh masyarakat. Tehnik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, studi dokumentasi kebijakan dan pedoman program. Tehnik analisis data menggunakan tehnik analisis interaktif. Kesimpulan menunjukkan : 1) Penerapan polmas terkait dengan pelaksanaan fungsi Bhabinkamtibmas, meliputi : kunjungan rutin, patroli bersama, dialog, kegiatan bersama, penyuluhan kamtibmas. 2) Terdapat faktor – faktor pendukung dalam penerapan Polmas khususnya partisipasi dalam kegiatan polmas. 3) Terdapat faktor-faktor penghambat dalam penerapan polmas seperti kurangnya pemahaman dari implementor dan kurangnya dukungan sumber daya. Rekomendasi dari penelitian ini : 1) Perlunya membangun keinginan dan komitmen di instansi Kepolisian, Pemerintah Kota Surakarta dan kelembagaan masyarakat terkait penerapan Polmas dalam bentuk sharing sumber daya seperti dukungan anggaran. 2) Meningkatkan sosialisasi dan dialog antara Kepolisian, Pemerintah Daerah (Kelurahan), FKPM dan kelembagaan masyarakat serta warga masyarakat tentang program Polmas dan persoalan kamtibmas. 3) Melaksanakan kegiatan – kegiatan bersama dalam rangka membangun kondisi keamanan, ketertiban masyarakat. commit to user 29 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Kolaborasi Pemerintah, Polisi, dan Masyarakat. Pengalaman COP Malioboro Artikel ini di tulis oleh Yanuar Agung Anggoro dalam Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik Volume 10 Nomer 2 Tahun 2006 tentang masyarakat berorientasi polisi merupakan upaya pemantauan keamanan dengan menekankan pada inisiatif lokal, kemitraan publik dan swasta dan kepolisian dengan masyarakat itu ditujukan, membangun dan memelihara komunitas – polisi – pemerintah kemitraan melalui pemecahan masalah pendekatan responsif terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat. COP mempromosikan dan mendukung stategis organisasi untuk mengatasi penyebab dan untuk mengurangi rasa takut kejahatan dan gangguan sosial. Oleh kemitraan, COP bersikeras perubahan peran dan paradigma dan pemerintah, polisi dan masyarakat. Makalah ini menggambarkan upaya kolaborasi dan masalah mereka di kalangan masyarakat, polisi dan Pemerintah Daerah. 4. Building Capability Throughout a Change Effort: Leading the Transformation of a Police Agency to Community Policing. Artikel ini di tulis oleh J.Kevin Ford yang berada di dalam jurnal American Journal of Community Psychology June 2007, Volume 39, pp 321 – 334. Kasus ini menggambarkan upaya perubahan untuk memindahkan agen polisi untuk menjadi organisasi polmas. Upaya perpolisian masyarakat dipandang sebagai sarana untuk melakukan perubahan transformasional untuk menjadi organisasi pembelajaran dengan tujuan meningkatkan pemberian layanan polisi. Kasus ini menjelaskan langkah - langkah yang diambil untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id 30 digilib.uns.ac.id memenuhi visi baru perpolisian masyarakat serta langkah – langkah yang diambil untuk mengatasi tantangan atau realitas mencoba untuk membuat terjadinya perubahan. Pandangan untuk kasus ini adalah peran kepemimpinan di seluruh tahap perubahan (eksplorasi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelembagaan) dalam membangun kapasitas dalam organisasi untuk mempertahankan upaya perubahan. Peningkatan kapasitas difokuskan pada menggabungkan sistem berpikir ke dalam pola pikir para anggota organisasi, mogok perintah dan pola pikir kontrol dengan membangun norma baru sekitar keterlibatan tinggi dari tim berkomitmen, dan mengembangkan keahlian untuk mendukung pembelajaran berkelanjutan dan perbaikan dalam rangka menyelaraskan sistem organisasi. Sebuah pelajaran penting dipelajari adalah bahwa pemimpin yang efektif tidak hanya mempersiapkan organisasi sebelum upaya perubahan. Mereka harus memiliki kesabaran untuk terus membangun kapasitas untuk perubahan di antara anggota organisasi di seluruh berbagai tahap upaya perubahan. 5. A Comparative Perspective of Community Policing in Taiwan and Washington State. Artikel ini ditulis oleh Terry Gingerich dan Doris Chu yang berada di dalam jurnal Asian Journal of Criminology, December 2006, Volume 1, Issue 2, pp 119 – 135. Penelitian ini membahas sikap dan perilaku polisi Taiwan mengenai komunitas berorientasi kepolisian (COP) dengan membandingkan sikap dan perilaku mereka dengan para perwira di Washington State. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari 375 petugas garis Taiwan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 31 digilib.uns.ac.id ditugaskan ke kota Tainan dan 167 petugas garis polisi Amerika dari berbagai departemen sheriff 'di Washington State. Studi ini menemukan bahwa (1) petugas Taiwan dan Amerika memiliki pendapat yang sama potensi COP untuk mengurangi kejahatan, (2) kedua kelompok sama – sama terlibat dalam menerapkan berbagai strategi dari COP, namun (3) perwira Amerika lebih terlibat dalam merumuskan (perencanaan atau memikirkan strategi COP), dan (4) lebih mudah menerima keterlibatan warga dalam COP, sedangkan (5) petugas Taiwan lebih reseptif terhadap pengawasan sipil, dan (6) lebih setuju untuk menerapkan hasil COP untuk tujuan evaluatif daripada rekan – rekan Amerika. Implikasi kebijakan dan daerah untuk penelitian masa depan dibahas. Dapat disimpulkan bahwa yang membedakan penelitian ini dengan penelitian – penelitian diatas adalah penelitian yang penulis lakukan ini menitikberatkan pada peranan Bhabinkamtibmas sebagai pilot project dari Sat Binmas Polrestabes Semarang mewakili Polda Jateng dengan masyarakat sekitar serta Pihak Pemerintahan dalam hal ini Kelurahan, di Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. D. Kerangka Berpikir Di dalam kehidupan bermasyarakat, norma – norma yang sudah ada dan sudah ditetapkan di dalam masyarakat memang sudah seharusnya ditaati dan dijalankan oleh setiap individu yang menjadi bagian dalam masyarakat tersebut. Namun pada kenyataanya, masih banyak di antara kita yang melakukan pelanggaran terhadap norma – norma tersebut baik yang kita sadari maupun yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id 32 digilib.uns.ac.id tidak kita sadari. Perilaku yang menyimpang dari norma – norma yang sudah ditentukan inilah yang di sebut dengan penyimpangan sosial. Dengan kata lain penyimpangan sosial adalah semua perilaku yang dilakukan oleh individu – individu yang merupakan bagian dari suatu masyarakat yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap peraturan – peraturan dan nilai – nilai kehidupan bermasyarakat yang menjadi lingkungan tempat tinggalnya. Semarang sebagai kota besar sekaligus ibukota bagi Jawa Tengah memang sangatlah rawan terhadap adanya tindak kejahatan dan terjadinya konflik, dikarenakan semakin banyaknya penduduk yang berasal dari berbagai daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam, yang dapat menambah peluang adanya tindak kejahatan. Tidak memungkiri, sifat manusia ataupun perilaku masyarakat tidak selamanya berjalan sesuai kehendaknya, kadang kala juga melakukan tindakan penyimpangan dari norma baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Salah satu tugas dan wewenang kepolisian seperti yang tertulis dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang mencegah dan menaggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Yang dimaksud penyakit masyarakat di sini adalah perbuatan yang menyimpang dari norma dan nilai di dalam masyarakat. Bhabinkamtibmas sendiri dibentuk sebagai pemantau potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang dimulai dari Desa atau Kelurahan oleh Polsek sebagai satuan operasional kepolisian terdepan perlu adanya hubungan baik antara Polri dan masyarakat. Peran Bhabinkamtibmas bagi masyarakat tersebut pada akhirnya dapat menciptakan dan memelihara kamtibmas. commit to user 33 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian khususnya Bhabinkamtibmas dalam memberantas dan menanggulangi tindak penyimpangan sosial tersebut dengan berbagai cara. Upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian khususnya Bhabinkamtibmas secara preventif yaitu dengan adanya Deteksi Dini, agar nantinya masyarakat dapat mempersiapkan ataupun mencegah kemungkinan terjadinya konflik. Upaya kepolisian khususnya Bhabinkamtibmas dalam menanggulangi adanya penyimpangan sosial ini bhabinkamtibmas mengalami berbagai kendala, baik yang berasal dari dalam pihak kepolisian itu sendiri maupun dari luar. Hambatan yang berasal dari dalam pihak kepolisian yaitu belum maksimalnya Bhabinkamtibmas serta jumlah personel yang kurang. Sedangkan hambatan yang berasal dari luar yaitu kurangnya kesadaran di dalam masyarakat. commit to user 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kerangka berpikir tersebut di atas apabila digambarkan secara keseluruhan adalah sebagai berikut: Bagan. 1 Skema Kerangka Berpikir Masyarakat Bhabinkamtibmas Pemerintah, LSM Deteksi Dini Konflik yang pernah terjadi Konflik yang belum pernah terjadi Pemetaan Konflik Koordinasi antar instani yang terkait Peran Masyarakat Pemahaman tentang situasi Memahami reaksi masyarakat Memahami peristiwa yang menyerta Pengumpulan dan pemetaan dari peristiwaperistiwa Koordinasi antar instansi yang terkait Peran serta masyarakat Masyarakat Aman E. Definisi Konseptual 1. Peranan Seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya di dalam suatu sistem. commit to user 35 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Deteksi Dini Memberitahukan informasi untuk mengenali dan menandai gejala atau ciri – ciri akan adanya suatu permasalahan agar dapat diambil tindakan untuk menghindari atau mengurangi resiko tersebut. 3. Konflik Benturan antara berbagai nilai dengan kepentingan tertentu yang terjadi pada masyarakat atau kelompok untuk memperjuangkan kedudukan ataupun keuntungan. F. Definisi Operasional 1. Peranan Peranan dapat dilihat dari: a. Prescribed role (peranan yang diharapkan) b. Enacted role (peranan yang nyata) 2. Deteksi Dini Deteksi dini dapat dilihat dari: a. Pemberian informasi b. Merespon informasi c. Mengenali gejala adanya kasus d. Menandai (ciri – ciri) kasus e. Mencegah (menghindari atau mengurangi) resiko commit to user mendapatkan atau 36 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Konflik Konflik dapat dilihat dari: a. Konflik intrapersonal (konflik dengan dirinya sendiri) b. Konflik interpersonal (konflik dengan orang lain) commit to user