INFLASI, KURVA YIELD, DAN DURASI : KAJIAN TEORI DALAM PERSPEKTIF PRAKTIS Agus Zainul Arifin* Abstract The purpose of investors to invest their fund to growth their value of its fund. Value of fund is determined expected cash flow at future that there has risk. The risk of the asset is determined by inflation and market interest rate. Value of bond is very sensitive by that. Because of that, to predictive precisely most importance for investor. Kata kunci : inflasi, yield, durasi, imunisasi, rate of return I. PENDAHULUAN Motif utama investor dalam menginvestasikan dananya pada suatu sekuritas adalah memperoleh hasil (yields) dari investasi itu dengan mengurangi risiko, sehingga kekayaan investor dapat dipertahankan, akan lebih baik dapat ditingkatkan. Untuk itu investor harus memperhatikan faktor-faktor yang akan mempengaruhi nilai kekayaannya. Karena hasil saja tidak cukup, juga harus melihat tingkat penyusutan nilai tukar uang selama periode investasi. Perubahan nilai tukar uang, yang diukur dengan tingkat pertumbuhan/penyusutannya dalam prosentase, yang dinyatakan sebagai skor inflasi, menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Sehingga inflasi menjadi masalah yang sangat serius dalam setiap perekonomian global yang menjadikan suku bungan menjadi basis pengukuran. Yield yang akan menentukan tingkat hasil, pada akhirnya akan mempengaruhi demand dan supply dari sekuritas yang menciptakan harga dari sekuritas itu. Dalam membuat keputusan investasi dalam pendekatan top-down, dimulai dengan pertimbangan perekonomian makro, lingkungan indutri, * Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara, Jakarta. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 INFLASI, KURVA YIELD, DAN DURASI : KAJIAN TEORI DALAM PERSPEKTIF PRAKTIS kemudian analisis sekuritas. Faktor-faktor ekonomi makro yang perlu dipertimbangkan adalah (1) permintaan-penawaran dana; (2) likuiditas intermediasi keuangan; (3) slop dari kurva yield; (4) nilai tukar valas; (5) harga relatif dari asset-asset keuangan, baik domestik maupun global; dan (6) keadaan perekonomian secara umum dan trend kebijakannya, baik domestik maupun global. Keenam faktor di atas dijadikan kerangka kerja untuk keputusan dalam penempatan portofolio dan strukturnya. Keputusan itu meliputi : (1) keputusan interest rate; (2) durasi portofolio; (3) posisi kurva yield; dan (4) alokasi pada tiap sektor. II. TINJAUAN PUSTAKA & KAJIAN TEORI 2.1 INFLASI DAN INTEREST RATES Pengukuran tingkat inflasi yang paling umum dipakai adalah indeks Harga Barang Konsumsi (Consumtion Price Index atau CPI) dan GNP Deflator. Besarnya tingkat inflasi menjadi sangat penting bagi investor dalam menentukan real rate of return. bagi investor, ia lebih Peduli terhadap real rate return dari dananya, karena menunjukkan purchasing power (daya beli) dari berbagai perolehan interest. Bunga nominal selalu mengalami perubahan sesuai dengan ekspektasi lender terhadap inflasi. 2.2 TEORI TENTANG SUKU BUNGA 2.2.1 Efek Fisher Irving Fisher (1896) berpendapat bahwa bunga nominal berhubungan dengan bunga real dengan persamaan sebagai berikut : R (%) = E(re) + IP + E(re) x IP ……………………… (1) Keterangan : R : Suku bunga nominal (%) E(re) : Expected real rate (%) IP : Premi inflasi, expected rate of inflation (%) Asumsi: IP dapat diprediksi dengan tepat, dan besarnya konstan. Dari persamaan (1) dan asumsinya, maka perubahan bungan nominal dipengaruhi oleh pergeseran (shifting) IP. Pada tingkat inflasi yang rendah E(re) x IP menjadi sangat kecil, sehingga persamaan (1) dapat disederhanakan menjadi persamaan (2) dan (3) : R = E(re) + IP …………………………………… (2) E(re) = R – IP …………………………………… (3) 72 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 Agus Zainul Arifin Persamaan (2) dikenal dengan persamaan Fisher (1867-1947). Jika E(re) tetap, maka dalam jangka panjang kenaikan inflasi ditunjukkan oleh kenaikan suku bunga nominal, artinya jika inflasi naik satu unit, maka bunga nominal naik satu unit (asumsi : perekonomian mencapai full-employment). Dalam jangka panjang return perekonomian pada tingkat output fullemployment, tingkat hasil real, tingkat bunga real, dan tingkat inflasi besarnya sama (Dornbush, R and Stanley Fisher, 1994:492) faktor lain yang menyebabkan perubahan inflasi menurut fisher adalah : (a) The inflationcaused wealth effect, (b) The inflation-caused Income Effect, (c) Inflation caused depreciation effect, and (d) inflation-caused income tax effect. Asumsi yang digunakan adalah inflasi dapat diperkirakan dengan pasti. 2.2.2 Efek Harrod-Keynes Efek Harrod-Keynes menyebutkan bahwa tingkat bunga real dipengaruhi oleh inflasi, sedangkan bunga nominal tidak demikian. Jika bunga nominal obligasi tidak berubah, E(re) akan ditekan oleh ekspektasi kenaikan harga. Sir Roy Harrod mendasarkan pada teori preferensi likuidasi tentang interest oleh Keynes. Menurut teori preferensi likuiditas, masyarakat dalam menggunakan uang menghadapi dua pilihan yaitu untuk konsumsi sekarang atau menggunakan uang menghadapi dua pilihan yaitu untuk konsumsi sekarang atau menundanya dengan diinvestasikan untuk memperoleh manfaat dimasa yang akan datang. Hal ini sesuai pendapat Keynes yaitu salah satu motif seseorang memegang uang adalah untuk spekulasi. Besarnya uang yang akan digunakan untuk spekulasi ditentukan oleh tingkat bunga. Jika tingkat bunga turun maka jumlah uang yang akan diinvestasikan pada sekuritas akan turun, dengan kata lain jumlah uang tunai yang dipegang akan naik. (Sadono, 1994:228). Bagaimana hubungan antara inflasi dengan tingkat bunga ? Harrod berpendapat bahwa kenaikan ekspektasi akan lebih rendah dari pada tingkat bunga real. Dalam teori preferensi likuiditas, tingkat bunga real mengukur return yang telah disesuaikan dengan inflasi pada obligasi, tetapi tidak dilindungi dari risiko inflasi, sebab rate of returnya tetap dalam kontrak. Sehingga IP lebih rendah dari pada E(er) dari memegang obligasi. Lebowitz et al dalam Hurley and Johnson (1995) berasumsi bahwa tingkat bunga real dan inflasi adalah variabel utama yang menyebabkan perubahan pada tingkat bunga dan premi risiko ekuitas terhadap durasi ekuitas. 2.3 SUKU BUNGA SEBAGAI FAKTA EMPIRIS LeRoy dalam Rose (2000) yang mengobservasi selama tahun 1950an1960an, menyebutkan adanya korelasi positif yang rendah antara tingkat inflasi dengan bunga nominal. Tetapi penelitian lain yang dilakukan pada tahun Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 73 INFLASI, KURVA YIELD, DAN DURASI : KAJIAN TEORI DALAM PERSPEKTIF PRAKTIS 1970an, 1980an, membuktikan hasil korelasi positif yang kuat antara keduanya. Walsh dalam Rose (2000) mengatakan bahwa tingkat bunga real besarnya tidak konstan. Selama periode 1970-an tingkat bunga real berkorelasi negatif dan pada periode 1980-an dan 1990-an berkorelasi positif dengan tingkat inflasi. Fama and Gibbon (1990) dan Mishkin (1990) dalam Rose (2000) mengatakan expected real interest rate sukar diduga (random walk) seperti harga saham. Dengan demikian efek Fisher tidak stabil. Pada fakta lain menemukan beberapa hal. Perubahan bunga nominal mengakibatkan perubahan terhadap bunga real dan ekspektasi inflasi. Hasil studi menemukan bahwa real rate memberikan respon yang lebih tinggi terhadap inflasi dari pada bunga nominal. McNees dalam Rose (2000) menemukan adanya hubungan yang relaitf kuat antara inflasi yang akan datang dengan slope dari kurva yield . mishkin dalam rose (2000) menepukan fakta bahwa sedikit banyak kurva yield memberikan informasi bernilai tentang pola inflasi. Rose (1997;272) menyebutkan bahwa hubungan inflasi dengan tingkat bunga jangka pendek sekuritas pemerintah di negara-negara kelompok G-7. Respon tingkat bunga terhadap inflasi tergantung pada apakah inflasi dapat diprediksi atau tidak oleh publik. Hayford (1990) mengatakan bahwa jika kenaikan inflasi tidak dapat diperkirakan oleh pasar, maka nilai kesejahteraan investor akan turun dan total pengeluaran ekonom akan turun, sehingga tingkat bunga real turun. Hubungan ini sesuai dengan apa yang dikatakan Harrod, bahwa tingkat bunga tidak berubah sebesar perubahan inflasi. Tetapi pembaca harus hati-hati dalam mengambil kesimpulan tentang ini. Penelitian terakhir menyarankan, untuk mengukur tingkat bunga nominal dan bunga real (Fisher), digunakan rumus pada persamaan (4) yang telah dimodifikasi (Rose, 1997:273), yaitu : R = re + IP + IRP …………………….. (4) IRP = Inflation Risk Premium 2.4 REKAYASA SEKURITAS UNTUK PENYESUAIAN INFLASI Untuk mempertahankan return real bagi investor terhadap sekuritas yang dimilikinya, telah dikembangkan jenis sekuritas yang memberikan proteksi terhadap inflasi. Pertama kali sekuritas jenis ini diperkenalkan di Brazil dan Inggris kemudian diikuti oleh Amerika Serikat. TIPS (Treasury Inflation Protection Security) adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah AS yang memberikan proteksi terhadap perubahan tingkat inflasi. Obligasi ini disebut juga Inflation Index Bond. Nilai nominal TIPS selalu disesuaikan dengan perubahan tingkat inflasi per tahun dengan kupon yang tetap. Sehingga yield nominalnya akan ikut berubah sesuai perubahan nilai nominalnya. Berbeda dengan obligasi konvensional yang nilai nominalnya tetap sampai jatuh tempo. Tingkat inflasi didasarkan pada indeks 74 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 Agus Zainul Arifin Harga Konsumen (CPI). Nilai nominal yang diperoleh tiap tahun ke t dari TIPS dihitung dengan persamaman (5) yaitu : NVt = Po (1 + t)2 …………………… (5) NVt adalah Nilai Nominal TIPS pada tahun t yang telah disesuaikan dengan tingkat inflasi, Po adalah original face value, dan I tingkat inflasi dalam satu tahun. Tingkat return real bagi investor dari obligasi TIPS akan tetap. Hal ini dapat dihitung dengan rumus : Actual real rate = (Nominal real rate TIPS) – (Inflation rate) Jadi TIPS akan memproteksi return real investor. Untuk obligasi biasa nilainya akan menyusut pada waktu maturitas. Tetapi TIPS tidak mengeliminasi inflasi 100%, karena inflasi akan mendorong investor pada tax bracket yang lebih tinggi. Namun demikian Shen (1998) membuktikan bahwa TIPS mempunyai tingkat risiko pasar yang lebih rendah dari pada obligasi konvensional. 2.5 MATURITAS PINJAMAN Salah satu faktor penting yang menyebabkan perbedaan interest rate dari pinjaman atau sekuritas adalah maturitas. Setiap sekuritas atau pinjaman mempunyai maturitas yang berbeda-beda. 1. Kurva yield dan suku bunga jatuh tempo Term structure of interest rate adalah hubungan antara rate of return (yield) dari asset keuangan dengan maturitasnya. Yield curve menunjukkan term structure of interest rate dari sekuritas yang mempunyai kualitas kredit yang sama. Yield curve hanya menjelaskan hubungan antara maturitas (pada sumbu horizontal) dalam satuan waktu dengan yield to maturity (sumbu vertikal) dalam prosentase pada waktu tertentu (faktor lainnya konstan). Yield curve tidak dapat digambarkan jika sekuritas-sekuritas itu mempunyai risiko kredit yang berbeda atau aturan pajaknya berbeda, sebab keduanya akan mempengaruhi yield sepanjang maturitas. Yield curve dapat digambarkan untuk semua obligasi perusahaan yang mempunyai rating kredit yang sama. 2. Teori dasar : Unbiased Expectation Hypothesis Dasar teori dari kurva yield adalah “Hipotesis ekspektasi yang tidak bias (unbiased Expectations Hypothesis)”. Teori ini berpendapat bahwa slop kurva ditentukan oleh perbedaan ekspektasi investor terhadap pergerakan suku bunga jangka pendek di masa yang akan datang. Jika kurva yield mempunyai slop positif (naik) dapat di Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 75 INFLASI, KURVA YIELD, DAN DURASI : KAJIAN TEORI DALAM PERSPEKTIF PRAKTIS indikasikan bahwa investor menduga suku bunga jangka pendek dimasa yang akan datang akan naik, jika slopnya negatif akan turun, dan jika slopnya mendatar akan tetap. Jadi investor akan bersikap sama (netral), apakah akan membeli sekuritas dengan maturitas 10 tahun, atau satu tahun yang akan dipegang selama 10 tahun. Sebab dia akan menerima yield yang sama. Jika rate of return jangka panjang akan naik atau turun, maka ia akan membeli (jika naik) atau menjual (jika turun) beberapa sekuritas jangka pendek. Investor yang mengharapkan margin secara praktek akan melakukan arbitrasi sehingga yield jangka panjang sama dengan jangka pendek. 3. Perubahan relatif tingkat bunga jangka panjang Satu asumsi dari teori ekspektasi (expectation Theory) menjelaskan penomena menarik pada pasar keuangan. Tingkat bunga dalam jangka panjang cenderung berubah secara gradual, adapun tingkat bunga jangka pendek mempunyai volatilitas yang besar dan sering bergerak dalam rentang yang luas. Hipotesis ekspektasi mengira bahwa ekspektasi tingkat bunga jangka panjang tumbuh berdasarkan rata-rata geometrik dari serengkaian tingkat bunga sekarang dan yang akan datang dari pinjaman jangka pendek yang membentuk kombinasi pinjaman jangka panjang. Secara matematik dapat dinyatakan dengan persamaan (6) : (1 + tRn)n = (1 + R1) (1 + R2) …… (1 + Rn) …………………. (6) Persamaan (6) didasarkan pada prinsip dasar dari teori ekspektasi yang menyebutkan : Seorang investor akan bersikap sama dari memegang satu sekuritas jangka panjang atau sekuritas jangka pendek yang kombinasi maturitasnya sama dengan maturitas sekuritas jangka panjang. Hipotesis ekspektasi tidak bisa memberikan dampak penting terhadap kebijakan publik. Jika pemerintah menerbitkan obligasi jangka panjang akan berpengaruh terhadap suplai obligasi jangka pendek jika investor merubah suku bunga jangka pendek yang akan datang. 4. Gambaran premi likuiditas dari kurva yield Kegunaan praktis asumsi dari hipotesis ekspektasi tidak bias banyak dipertanyakan oleh para analis keuangan, sampai berapa tepat teori itu dapat dipakai. Dealer sekuritas yang memperdagangkannya di pasar keuangan secara aktif berpendapat bahwa faktor-faktor lain selain ekseptasi terhadap suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap karakter dan slop kurva yield. Sekuritas jangka panjang harga pasarnya lebih berfluktuasi dari pada yang jangka pendek, sehingga investor memiliki risiko lebih besar jika mememgang sekuritas jangka panjang. Risiko yang lebih besar ini sangat penting bagi 76 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 Agus Zainul Arifin investor yang menghindar dari risiko (Teori ekspektasi berasumsi investor adalah risk neutral). Menghadapi risiko capital loss, investor harus menambahkan return ekstra pada suku bunganya dalam bentuk premi suku bunga sebagai kompensasi dari tambahan risiko sekuritas jangka panjangnya. Tambahan tingkat bunga (yield) ini disebut dengan istilah premi likuiditas (liquidity premium). Premi likuiditas ditambahkan pada sekuritas jangka panjang utntuk menjaga agar slop kurva yield tetap positif. Mengapa masih ada slop kurva yield yang negatif? Ini membuktikan bahwa ekspentasi tingkat bunga bukan satu-satunya factor penentu slop kurva yield. 2.6 TEORI SEGMENTASI PASAR Pada tahun 1950-an dan 1960-an timbul teori baru sebagai penantang dari teori ekspektasi yang dikenal dengan argumen segmentasi pasar (market segmentation argument atau hadging pressure theory) dari maturitas (term structure of interest rate). Argumen segmentasi pasar adalah suatu teori tentang kurva yield yang meyebutkan bahwa pasar keuangan dipisahkan dengan jelas dalam beberapa pasar berdasarkan preferensi maturitas bagi investor, sehingga permintaan dan penawaran dari pinjaman (loans) dan sekuritas dari setiap pasar ditentukan oleh perbedaan relatif tingkat bunga jangka panjang versus jangka pendek (Rose, 2000:284). Asumsi dari teori ini adalah semua sekuritas tidak dapat disubstitusikan secara bebas dalam pandangan investor. Preferensi maturitas mengelompokkan investor dalam beberapa grup, tiap grup investor tidak akan keluar dari rentang maturitas yang lain (ke sekuritas yang maturitasnya lebih pendek atau lebih panjang). Jadi grup investor terbagi dalam beberapa segmen sub pasar keuangan. Pasar dengan maturitas menengah (5 – 10 tahun) mempunyai grup investor yang berbeda dengan pasar yang maturitasnya jangka panjang (di atas 10 tahun). Grup investor ini menggunakan prinsip hedging dari manajemen portofolio, yaitu hubungan antara maturitas dengan maturitas dari assetnya didasarkan pada tersedianya dana yang likuid jika dana itu diperlukan. Strategi portofolio ini akan mengurangi risiko dari fluktuasi income dan hilangnya modal. Implikasi dari teori segmentasi pasar adalah, jika spektrum maturitas tersekat secara jelas antara tiap kelompok investor. Maka pemerintah akan membuat kebijakan pada pasar dengan mempengaruhi kurva yield dengan cara merubah kekuatan permintaan dan penawaran dari tiap segmen pasar. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 77 INFLASI, KURVA YIELD, DAN DURASI : KAJIAN TEORI DALAM PERSPEKTIF PRAKTIS 2.7 TEORI KOMPOSIT TENTANG KURVA YIELD Selama periode tahun 1960-1970-an, berkembang teori baru tentang kurva yield. Teori ini merupakan kombinasi (komposit) dari teori ekspektasi, premi likuiditas, dan segmentasi pasar. Disebut juga Preffered habitat theory atau composite theory dari kurva yield. Teori ini menyebutkan bahwa investor akan mencari habitat preferensinya (preferred habitat) dari berbagai variasi maturitas sekuritas yang disesuaikan dengan preferensi risiko, tax exposure, kebutuhan likuiditas, kebutuhan akan aturan, dan rencana periode pemilikan. Investor tidak akan keluar dari habitat preferensinya. Sehingga pasar sekuritas terbagi secara jelas dalam sub-sub pasar oleh preferensi investor. 2.8 MANFAAT KURVA YIELD Kontroversi sekitar tentang faktor-faktor yang menentukan tidak menghilangkan makna mengenai manfaat kurva yield sebagai alat bagi borrower dan lender. Secara lengkap manfaat itu dapat digunakan untuk : (1) meramal tingkat bunga; (2) digunakan oleh intermediasi keuangan; (3) mendeteksi under/over priced suatu sekuritas; (4) indikasi keseimbangan antara maturitas dengan yield; dan (5) pengendalian kurva yield. Durasi : Berbagai pendekatan terhadap maturitas 1. Pendekatan Elastisitas Harga Teori-teori dari kurva yield menjelaskan bahwa sekuritas yang maturitasnya lebih panjang memiliki volatilitas harga yang lebih besar. Dengan demikian, jika tingkat bunganya berubah dalam nilai yang sama besar, perubahan harga obligasi jangka panjang lebih besar dari pada obligasi jangka pendek. 2. Pendekatan lain : Durasi Durasi adalah indeks dari maturitas (rata-rata tertimbang dari maturitas). Durasi dapat diartikan juga sebagai jumlah dan waktu dari semua perkiraan pembayaran selama umur (maturitas) sekuritasnya, atau indeks rerata dari waktu yang diperlukan investor untuk memperoleh kembali modalnya (original cash outlay) yang digunakan untuk membeli sekuritas itu. Durasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (7) atau (8) (disebut Macaulay Duration) sebagai berikut : PV dari kupon dan harga minimal berdasarkan bobot waktu D = PV dari arus kas sampai maturitas 78 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 Agus Zainul Arifin Σ [It (t)] / (1 + y)t D = …………………… (7) Σ I t / (1 + y) t Atau : ( Jumlah PV cash flow ) X t D = …………………….. (8) Jumlah PV dari arus kas Keterangan : It : Pembayaran bunga pada tahun ke t t : Tahun ke t (t =1, 2, 3, … , n ) Y : Yield to Maturity (YTM) Jika harga pasarnya sama dengan harga nominal (face value), maka durasi dapat dihitung dengan formula (9) (Jones, 2000, 205) : 1 D ……………..(9) + YTM = [ 1 – 1 / (1 + YTM)n)] YTM N adalah waktu maturitas. Jika bunga dibayar per semester, maka YTM dan n dibagi dengan dua, dan seterusnya. Contoh, Obligasi dengan nominal Rp. 1000, maturitasnya 10 tahun, coupon rate 10% pa. YTM = 12%, dan harga pasarnya Rp. 887,10. Maka durasinya dengan persamaan (7) sebesar 6,55 tahun. Dengan persamaan (9) dan menggunakan table 1 maka durasinya adalah D = 5.810,90 / 887,10 = 6,55 tahun 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi Dari persamaan (7) dan (8) terlihat durasi ditentukan oleh tiga factor (Jones, 2000;2006) yaitu : 1. Maturitas Semakin panjang waktu maturitas, maka durasinya akan semakin panjang pula, tetapi tingkat kenaikan waktu maturitas lebih besar dari pada tingkat kenaikan durasi coupun rate dan YTM konstan). 2. Pembayaran kupon Tingkat bunga berbanding lurus dengan durasi (YTM dan maturitas tetap) Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 79 INFLASI, KURVA YIELD, DAN DURASI : KAJIAN TEORI DALAM PERSPEKTIF PRAKTIS 3. Yield to Maturity (YTM). YTM berbanding terbalik dengan durasi (kupon dan maturitas tetap). Tabel 1. Perhitungan untuk mentukan durasi suatu obligasi Th (t) Cash Flow PV cf (I=12%) Time (t) PV x t (1) (2) (3) (4) (5) 1 100 89.30 1 89.30 2 100 79.70 2 159.40 3 100 71.20 3 213.60 4 100 63.60 4 254.40 5 100 56.70 5 283.50 6 100 50.70 6 304.20 7 100 45.20 7 316.40 8 100 40.40 8 323.20 9 100 36.10 9 324.90 10 100 32.20 10 322.00 10 100 322.00 10 3.220.00 Jumlah 887.10 5,810.90 Durasi selalu lebih pendek daripada maturitasnya. Kenaikan maturitas akan menyebabkan kenaikan durasinya, tetapi tingkat kenaikan durasi selalu lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan waktu maturitasnya. Demikian pula jita maturitasnya menurun. Harga obligasi mempunyai hubungan negatif dengan tingkat suku bunga. Perubahan harga obligasi merupakan hasil dari perubahan suku bunga. Jika tingkat bunga naik maka harga obligasi akan turun, tetapi tingkat penurunannya tergantung dari variabel penting yang relevan yang mempengaruhi kupon maupun YTM sampai maturitasnya. Demikian sebaliknya (Jones, 2000;202). Hubungan antara market Yield dengan Harga Obligasi digambarkan pada gambar 1. 80 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 Agus Zainul Arifin Gambar 1. Hubungan antara harga obligasi dengan market yields (Jones, 2000;202) Rp. Market Yields (%) 4. Maturitas efektif Efek perubahan dari yield terhadap harga obligasi tergantung dari maturitasnya. Prinsip penting dalam hal ini adalah : “perubahan market yield akan merubah harga obligasinya ditentukan oleh waktu sampai maturasinya. Perubahan interest rate akan merubah harga obligasi jangka panjang lebih besar dari pada obligasi jangka lebih pendek (faktor lainnya dianggap tetap)”. Hal itu diperlihatkan pada gambar 1 dengan penurunan kurva yang semakin mendatar (Jones, 2000;203). 5. Manfaat mengukur durasi Menurut Jones (2000:207), durasi penting untuk analisis obligasi dan manajemen, karena tiga alasan : 1. Durasi menjelaskan perbedaan effective live antara obligasi-obligasi. Obligasi A dan B yang mempunyai durasi yang sama tetapi maturitas berbeda lebih baik dari pada obligasi C dan D yang mempunyai maturitas sama tetapi durasi berbeda. 2. Konsep durasi digunakan dalam strategi manajemen obligasi, terutama dalam strategi imunisasi. 3. Bagi investor obligasi, durasi menunjukkan ukuran sensitivitas harga terhadap perubahan suku bunga yang merupakan gambaran bagi risiko tingkat bunga. Menurut Crack and Nawalkha (2000) mengukur durasi diperlukan dalam mengambil keputusan oleh : 1. Manager portofolio, dalam portofolio obligasi diperlukan untuk menetapkan target durasi portofolionya; Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 81 INFLASI, KURVA YIELD, DAN DURASI : KAJIAN TEORI DALAM PERSPEKTIF PRAKTIS 2. Manajer institusi keuangan, seperti bank, asosiasi tabungan dan pinjaman, dana pensiun, dan perusahaan asuransi, diperlukan untuk menempatkan dana dalam portofolionya; 3. Bank sentral, Federal Reserve Board membuat peraturan dalam menentukan CAR bank didasarkan pada resiko suku bunga, kebijakan ini telah mendorong bank didasarkan pada resiko suku bunga, kebijakan ini telah mendorong bank komersial di USA melakukan pengukuran durasi dari asset dan liabilitasnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat sensitifitas durasi dari asset dan liabilitas yang dimilikinya akibat perubahan suku bunga. Menurut Crack and Nawalkha (2000), 95% return portofolio sekuritas Treasury Amerika dapat dijelaskan oleh pergeseran tingkat term structure, pergeseran slop kurva dan pergeseran lengkungan kurva. 2.9 IMUNISASI PORTOFOLIO OBLIGASI Strategi imunisasi (proteksi) adalah portofolio untuk menghadapi risiko suku bunga yang dibentuk oleh dua komponen, price risk dan reinvestment rate risk (Jones, 200:237). Akibat dari tingkat bunga yang terus berubah setiap waktu, investor menjadi tidak pasti memperoleh return. Imunisasi merupakan strategi portofolio untuk menghadapi risiko tingkat bunga. Tujuannya adalah untuk mencapai tujuan dari kinerja sesuai yang telah ditetapkan sebelumnya (berupa durasi portofolio yang diinginkan). Risiko suku bunga ini ditentukan oleh dua faktor (Jones, 2000;237): 1. Risiko harga (price risk). Merupakan akibat dari hubungan antara harga dengan required rate of return. Jika tingkat bunga naik maka YTM akan naik, sehingga harga akan turun, dan sebaliknya. 2. Reinvestment rate risk. Akibat dari ketidakpastian tingkat coupun income dimasa yang akan datang untuk reinvestasi. Hal ini direfleksikan oleh kepastian dari YTM. Jika interest rate naik maka reinvestment rates (income) akan naik, maka harga obligasi turun. Jadi strategi imunisasi adalah bagaimana melindungi portofolio obligasi dengan mengelola interest rate risk, reinvestment rate risk, dan price risk dari obligasi. Durasi adalah konsep dasar dari teori imunisasi. Portofolio disebut imun (efek interest rate risk dapat dinetralisasikan) jika durasi dari fortofolio dibuat sama dengan investasi yang diseleksi kembali sepanjang horizon portofolionya (menyeimbangkan durasi). Perlu dicatat, strategi durasi adalah strategi portofolio yang dapat memperpendek durasi portofolionya (horizon investasi). 82 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 Agus Zainul Arifin III. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : 1. Inflasi mempengaruhi tingkat bunga (interest rate), baik terhadap tingkat hasil real maupun tingkat bunga nominal; 2. Tingkat bunga real tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan inflasi satusatu (tidak linear), melainkan dipengaruhi pula oleh variabel; lain secara simultan; 3. Tingkat bunga akan mempengaruhi kurva yield dan market return dari obligasi. 4. Maturitas obligasi akan mempengaruhi perubahan kurva yield, perubahan kurva yield mempunyai pola tertentu. 5. Perubahan slop kurva yield dapat digunakan oleh manajemen portofolio. Durasi sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan, baik kebijakan makro oleh pemerintah maupun kebijakan mikro oleh manajemen portofolio dalam menghadapi perubahan suku bunga pasar dan sekuritas. 6. Durasi semakin popular bagi manajemen portofolio, karena dapat digunakan paling tidak untuk melakukan imunisasi terhadap asset portofolionya untuk meghadapi perubahan suku bunga. DAFTAR PUSTAKA Crackl, Timothy Falcon and sanjay K. Nawalkha. “Interest Rate Sensitievities of Bond Risk Measures”. Financial Analysts Journal, Vol. 56, No.1 (January/February 2000) : 34 – 42. Dornbusch, Rudiger and Tanley Fischer, 1994. Macro Economics, 6th edition. New York : Mc Graw-Hill, Inc. Hurley, William J and Lewis D. Johnson. “A Note On the Measurment of Equity Duration and Convexity”. Financial Analysts Journal, Vo.51, no. 3 (May-June 1995) : 77 – 79. Jones, Charles P. 2000. Investment, Analysis and Management. 7th Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Rose, Peter S. 1997. Money and Capital Market, Financial Institutions and Instruments in a Global Marketplace, 6th edition. Boston : Irwin McGrawHill. Rose, Peter S. 2000. Money and Capital Market, Financial Institutions and Instruments in a Global Marketplace, 6th edition. Boston : Irwin McGrawHill. Sadono Sukirno, 1994, Pengantar Teori Makroekonomi, edisi 2, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. p. 33-52. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 5, No 10 Desember 2007 83