BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Ketika Republik Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, secara Yuridis formal, semua warga yang berada di wilayah Republik Indonesia secara politis menjadi seorang warga Negara Indonesia, baik dia keturunan asli timur asing mau pun asal-asul jenis ras, suku, agama, daerah, atau lingkungan adat tertentu. Namun di luar jangkauan tekad politik atau yuridis formal, kehidupan warga Negara Indonesia “keturunan” (Tionghoa, Arab, Indo-Eropa, atau yang biasa di sebut dengan “non pribumi” lainnya) tetap menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari hingga saat sekarang ini. Di Indonesia, orang Tionghoa umumnya dikenali (oleh kaum Pribumi maupun sesama Tionghoa) dariciri-cirila hiriah yang “berbeda” misalnya seperti warna kulit lebih terang, bermata sipit, berambut lurus dan hitam, bertulang pipi menonjol, di bandingkan dengan kaum Pribumi. Penampilan fisik ini, sampai saat sekarang masih menjadi sebuah perbandingan secara penampilan fisik yang menjadi dasar Stereotip. Hubungan kuasa antar Pribumi dan Tionghoa itu kompleks dan berubah setiap harinya. Membahas tentang ras, menunjukan bahwa penanda-penanda “ras” tertentu mempengaruhi orang mempersepsikan, mengontruksikan, serta berinteraksi yang rasialisasikan. Akar permasalahannya terletak pada persepsi tentang identita ssebagai sebuah entitas tunggal, yakni dalam pengertian yang esensialis. Akibatnya, etnis Tionghoa akan terus dipandangi sebagai “pendatang” dan “orang penumpang” selama refikasiras atas dasar esemsialisme tetap merupakan wacana yang dominan dalam masyarakat Indonesia. Indonesia mengalami proses “Reformasi” dan “Demokrasi”. Untuk pertama kalinya dalam beberapa dasawarsa, budaya Tionghoa tampil kepermukaan umum. Banyak warga etnis Tionghoa memanfaatkan kesempatan ini untuk mendirikan pasca politik, organisasi non-pemerintah dan berbagai kelompok aksi untuk memperjuangkan penghapusan undang-undang yang diskriminatif, membelahak-hak 1 2 mereka dan membangun ketidaksetiakawanan diantara kelompok etnis-etnis lainnya di Indonesia. Kesempatan yang baik tersebut, juga dipergunakan untuk mengkampanyekan plurarisme dan multikulturalisme, serta membebaskan identitas warisan mereka yang selama ini di tindas. Periode pasca-Soeharto lengser, dengan demikian kesempatan ini merupakan momenkrusial bagi etnis Tionghoa di Indonesia. Kenyataan kehidupan sehari-hari bahwa sebagian dari mereka menghadapi perlakuan diskriminasi yang dirasakan menyakitkan. Hal ini tampak pada praktek – praktek diskriminatif di bidang administratif. Pemerintah Indonesia menerapkan berbagai kebijakan diskriminatif (banyak yang tidak tertulis) terhadap warga etnis Tiongho ada lama aspek kehidupan dan kegiatan lain. Otoritas pemerintah Indonesia juga mempersulit warga etnis Tionghoa secara administratif, seperti memperoleh Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI), Kartu Tanda Penduduk (KTP), paspor, akta lahir, izin menikah, dan sebagainya kecuali bila melakukan pembayaran “di balikpintu”. Padahal Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008 mempertegas dan memperluas penghapusan diskriminasi ras dan etnis, yang dilaksanakan berdasarkan asas persamaan, kebebasan, keadilan dan nilai-nilai universal dan diselenggarakan dengan memperhatikan nilai-nilai agama, social budaya dan hukum yang berlaku di Republik Indonesia. Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teoritentang Nasionalisme dan Kewarganegaraan seseorang. Secara singkat walaupun berdarah Tionghoa, tempat kelahiran etnis Tionghoa pun ada di wilayah Indonesia sendiri. Sama-sama memiliki budaya yang sudah ada sejak dulu, dan melaksankan Undang-undang serta peraturan Hukum yang ada di Indonesia.Tempat tinggal sudah menjadi tanah leluhur etnis Tionghoa. Sumberdikutipdananalisadaribuku : Hoon, Chang Yau(2012).IdentitasTionghoa-Pasca Suharto-Budaya, Politik, danMedia”Jakarta : LP3ES anggotaIkapi. 1.2 Lingkup Proyek Tugas Akhir Dari urain di atas, timbul suatu permasalahan bagaimana cara pemecahan manusiawi yang adil terhadap masalah diskriminasi dan sertaidentitas orang Tionghoa di Indonesia yang sampai saat ini masih tidak jelas, meskipun sekarang sudah ada Undang-undang yang menghapus kata “ Non-Pribumi”. Karena etnis tidak 3 hanya Tionghoa, Indonesia memiliki banyak ragam suku dan budaya yang tersebar di semua wilayah pulau Indonesia. Itu semua tergantung bagaimana orang membina hidup secara sosialisme. Penulis merancang sebuah film Film Pendek Animasi yang berisi tentang bagimana etnis Tionghoa berada di tanah air Indonesia secara singkat, bagaimana mereka menjadi warga Negara Indonesia, serta memiliki peran di bidang berprestasi, dan factor apa yang rentan terjadi diskriminasi. Penulis menggunakan metologi tinjauan pustaka, kerja lapangan, serta analisis wacana media dan teks (televisi, majalah, surat kabar, dan Internet) yang telah membentuk identitas Tionghoa. Serta menggunakan pendekatan yang mencakup serangkaian tradisi dan disiplin akademis, seperti sejarah, sejarah lisan, antropologi, sosiologi dan kajian budaya (cultures studies). Oleh karena itu, saya sebagai penulis ingin mengkomunikasikan secara visual melalui bidang animasi dan audio visual yang informatif, representative dan mengutamakan nilai-nilai hukum serta kemanusiaan yang adil. Dalam pengerjaan tugas ini, penulis memulai dengan mengumpulkan data-data, penentuan media yang akan di pakai, dan penulis script, hingga tahap produksi-post produksi.