BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki karakteristik multietnik, yaitu negara yang memiliki banyak jenis etnik sebagai masyarakatnya seperti etnis Jawa, Sunda, Melayu , Bali, Minangkabau, Batak, Dayak, dan Bugis (Tau, 2006). Masyarakat dari etnis yang berbeda memiliki bentuk fisik, agama, bahasa, budaya, dan adat istiadat yang berbeda juga. Hal tersebut dapat terlihat juga khususnya pada etnis Tionghoa, yang mana mereka merupakan hasil migrasi dari Malaysia dan dataran Cina. Kedudukan mereka yang istimewa membuat etnis Tionghoa terpisah dengan masyarakat Indonesia yang berakibatkan juga timbulnya masalah. Sehingga munculah istilah-istilah dikotomis yang membedakan antara etnis Tionghoa dan masyarakat Indonesia yaitu etnis Pribumi dan etnis non–Pribumi. Etnis peribumi itu sendiri adalah semua etnis yang ada di Indonesia di luar etnis Tionghoa, sedangkan etnis non–Pribumi biasanya dikaitkan dengan etnis Tionghoa (Mendatu, 2007). Berdasarkan sumber dari Backman (Setyawan dalam Fahrani, 2014) menyatakan bahwa tahun 2000 jumlah penduduk Tionghoa yang tinggal di Indonesia sebesar 201 juta jiwa dengan pemegang modal sebesar 70% yang menyebabkan etnis Tionghoa mendominasi banyak perusahaan di Indonesia. Dalam pembauran di Indonesia perusahaan-perusahaan etnis Tionghoa mempekerjakan orang-orang pribumi sebagai karyawan didalamnya (Tan dalam Fahrani, 2014). 1 Universitas Sumatera Utara Ruang lingkup ketenagakerjaan atau bisnis dimana orang-orang pribumi dipekerjakan oleh etnis tionghoa dipengaruhi oleh karakteristik budaya tionghoa itu sendiri dan prinsip-prinsip yang mereka anut. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Profesor Geert Hofsted menjelaskan bahwa budaya yang dianut dapat mempengaruhi kebijakan sumber daya manusia dalam suatu perusahaan (Dessler, 2000). Salah satu bentuk dari budaya tionghoa itu sendiri adalah berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tionghoa. Padahal telah ada perencanaan pembuatan peraturan mengenai pelarangan menggunakan bahasa asing di tempat-tempat umum oleh Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Namun, pada kenyataanya penggunaan bahasa tionghoa masih kerap kali digunakan di tempat-tempat umum seperti tempat kerja yang membuat karyawan pribumi merasa kesulitan. Kemudian, mereka juga merasa dikucilkan karena ketidakpahaman mereka mengenai bahasa Tionghoa yang kerap digunakan saat rapat baik yang bersifat general maupun spesifik. Tidak ada seorang manusia pun yang menginginkan hidupnya tertekan, mengalami kesulitan, dan tidak bahagia, karena pada kenyataannya setiap manusia ingin selalu merasakan kesejahteraan dalam hidupnya. Kehidupan yang sejahtera dapat berupa kebutuhan fisik yang terpenuhi seperti memperoleh pangan, sandang, papan yang layak dan juga kebutuhan psikis (psikologi) seperti kesehatan, rasa aman, hubungan sosial hingga aktualisasi diri terhadap potensi yang dimiliki oleh setiap manusia. Untuk dapat memenuhi semua kebutuhan fisiknya, manusia terdorong untuk melakukan serangkaian aktivitas terencana seperti bekerja, karena dengan bekerja manusia dapat memperoleh pendapatan 2 Universitas Sumatera Utara (gaji) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya (Anoraga dalan Novianita, 2013). Kondisi kerja yang sifatnya menyenangkan maupun tidak, dianggap sebagai suatu konsepsi pengalaman psikologis dalam diri seorang karyawan. Salah satu konstruk yang dapat digunakan untuk melihat kualitas hidup individu melalui kepemilikan well-being (Ring dan Hofer, 2006). Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) merupakan kondisi tercapainya kebahagiaan tanpa adanya gangguan psikologis yang ditandai dengan kemampuan individu dalam mengoptimalkan fungsi psikologisnya. Kesejahteraan psikologis memperlihatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi emosi negatif serta menjalankan fungsi kesehariannya dengan baik (Huppert dalam Nopiando, 2012). Untuk itu, tingkat perasaan dan tujuan psikologis yang dirasakan seseorang di tempat kerja merupakan kesejahteraan psikologis di tempat kerja ( Robertson dan Cooper , 2011). Sehingga, kesejahteraan psikologis seseorang dalam dunia kerja merupakan suatu topik yang penting dalam membentuk perilaku seseorang ataupun suatu keadaan di lingkungan kerja. Gambaran tentang lingkungan kerja yang dihayati oleh karyawan dinyatakan sebagai suatu iklim organisasi menurut Litwin dan Stringer (1968) di dalam buku Motivation and Organizational Climate,. Iklim organisasi mengitari segala yang ada dalam lingkungan kerja yang dapat secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap segala hal yang ada dalam organisasi seperti produktivitas, kepuasan kerja, turnover, dan lain sebagainya. Robbins (1996) menyebutkan bahwa iklim organisasi merupakan salah satu faktor yang memberi pengaruh besar terhadap efektivitas organisasi. Dengan mengetahui iklim suatu 3 Universitas Sumatera Utara organisasi, kita dapat memahami lebih baik apa yang mendorong anggota organisasinya untuk bersikap dengan cara- cara tertentu (Pace R.W & Faules D.F, 2006). Steers (1989) memandang iklim organisasi sebagai suatu kepribadian organisasi seperti apa yang dilihat para anggotanya. Dengan demikian menurut Steers, iklim organisasi tertentu adalah iklim yang dilihat para pegawai dalam organisasi tersebut. Pendapat Steers ini tampaknya diperkuat oleh Jewell dan Siegall (1989) yang menyatakan bahwa konsep iklim organisasi didasarkan pada persepsi pribadi. Taigurin dan Litwin (1968) melihat iklim organisasi sebagai seperangkat “ variabel persepsi “ yang muncul sebagai dampak utama dari organisasi. Dalam defenisi diatas bahwa kualitas lingkungan internal organisasi dialami oleh para anggota. Jadi kualitas yang di maksud bukan kondisi obyektif yang sama bagi semua karyawan, melainkan kondisi yang sudah di proses melalui persepsi sepanjang pengalaman subyektif yang ada pada karyawan yang dapat mempengaruhi perilakunya. Perilaku yang dimaksud adalah bagaimana karyawan bekerja dan bertindak dalam organisasi dan juga perasaan-perasaan seseorang mengenai aktifitias hidupnya yang pada dasarnya mengarah pada kesejahteraan psikologis individu (Bardburn, Warr & Wall, Campbel, dalam War, 1978). Hal ini dapat juga terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rego dan Cunha (2007) dalam penelitiannya pada 128 organisasi di Portugal menyatakan bahwa : “iklim kerja yang kondusif merupakan faktor yang penting dalam memaksimalkan 4 Universitas Sumatera Utara kinerja karyawan, bahkan membuat karyawan merasa senang atau bahagia dalam bekerja”. Iklim organisasi yang buruk juga dapat mempengaruhi tingkat stres yang dialami karyawan. Dimana iklim organisasi itu sendiri dapat memicu timbulnya stres bagi individu. Hal ini dapat terlihat dari berbagai sumber stres yang dapat menyebabkan stres kerja di perusahaan salah satunya pendapat dari Hurrell, dkk (dalam Munandar, 2001) yang mengatakan bahwa faktor-faktor di pekerjaan yang dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar, yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap karyawan di Indonesia. Pada tahun 2012 Regus melakukan penelitian mengenai tingkat stres terhadap enam belas ribu pekerja profesional di seluruh dunia. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa 64 persen karyawan di Indonesia merasa bahwa tingkat stres mereka bertambah bila dibandingkan dengan tahun 2011 (Ramadian, 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan stres yang di alami oleh pekerja Indonesia setiap tahunnya. Secara konsisten, stres ditemukan berhubungan dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah pada orang dewasa setengah baya (middle-aged adults) (Chang, Zurilla, dan Sanna, 2007). Sehingga semakin meningkatnya tingkat stres karyawan akan menurunkan tingkat kesejahteraan psikologis. 5 Universitas Sumatera Utara Stres kerja karyawan merupakan salah satu masalah yang harus dipikirkan oleh setiap perusahaan. Stres kerja adalah kondisi dinamik yang mana individu di dalamnya menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan yang terkait dengan apa yang diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai hal yang tidak pasti tetapi esensial bagi setiap individu (Robbins, 2000). Stres kerja akan membawa dampak negatif kepada setiap individu sehingga dapat mempengaruhi psikologis, fisik, dan perilaku karyawan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi suatu organisasi terletak pada persepsi pegawainya terhadap keadaan disekitar individu di tempat kerja yang mempengaruhi segala tindakan, perilaku dan perasaan individu yang pada dasarnya mengarah pada kesejahteraan psikologis individu itu sendiri dan juga dari ada atau tidaknya stres yang dialami oleh individu juga dapat mempegarui kesejahteraan individu. Berdasarkan penjabaran diatas, penulis ingin melihat pengaruh iklim organisai dan stres terhadap kesejahteraan psikologis pada karyawan pribumi yang bekerja di perusahaan yang mayoritasnya adalah karyawan non-pribumi. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah iklim organisasi dan stres memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis karyawan pribumi ? 6 Universitas Sumatera Utara C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini ialah : 1. Mengetahui pengaruh iklim organisasi dan stres terhadap kesejahteraan psikologis karyawan pribumi. 2. Mengetahui pengaruh iklim organisasi terhadap kesejahteraan psikologis karyawan pribumi. 3. Mengetahui perbedaan stres terhadap kesejahteraan psikologis karyawan pribumi. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah dan memperkaya bidang ilmu pengetahuan khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi dalam hal yang terkait dengan iklim organisasi, stres dan kesejahteraan psikologis pada karyawan pribumi. 2. Manfaat Praktis a. Untuk mengetahui pengaruh iklim organisasi dan stres terhadai kesejahteraan psikologis pada karyawan pribumi. Serta memberikan informasi seberapa besar pengaruh iklim organisasi dan stres terhadap kesejahteraan psikologis. b. Untuk mengetahui persepsi iklim organisasi pada keryawan pribumi yang bekerja di perusahaan dengan mayoritas non-pribumi. c. Untuk mengetahui tingkat stres pada karyawan pribumi yang bekerja di perusahaan dengan mayoritas non-pribumi. 7 Universitas Sumatera Utara d. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis pada karyawan pribumi yang bekerja diperusahaan dengan mayoritas non-pribumi. E. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I: Pendahuluan Berisikan latar belakang masalah, khususnya mengenai kesejahteraan psikologis dengan iklim organisasi, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II: Landasan Teori Berisi penjelasan mengenai teori yang mendasari masalah penelitian. Pada penelitian ini, landasan teori mencakup teori mengenai kesejahteraan psikologis seperti definisi, aspek-asek kesejahteraan psikologi dan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Teori mengenai iklim organisasi yang mencakup defensisi, aspek-aspek iklim organisasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi. Teori mengenai stres yang mencakup definisi, dimensi dan faktor yang mempengaruhi stres. Serta terdapat dinamika antar ketiga variabel penelitian dan hipotesis penelitian. Bab III: Metode Penelitian Berisi identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, validitas, reliabilitas dan daya diskriminasi aitem,uji coba alat ukur, prosedur pelaksaan penelitian dan metode pengolahan data penelitian. 8 Universitas Sumatera Utara Bab IV : Hasil dan Pembahasan Berisi hasil analisis data disertai dengan pembahasan . Hasil analisi data yang terdapat dalam bab ini adalah gambaran subjek penelitian, hasil uji asumsi penelitian, hasil penelitian, deskripsi data penelitian, serta pemabahasan mengenai hasil penelitian Bab V : Kesimpulan dan Saran Berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian dan saran, baik secara metodologis yaitu saran untuk penelitian selanjutnya maupun saran praktis yang ditujukan bagi subjek peneliti. 9 Universitas Sumatera Utara