Persepsi investasi pada pengembangan karyawan dan komitmen

advertisement
Persepsi investasi pada pengembangan karyawan dan komitmen organisasi
Zulhawati
Univ Teknologi Yogyakarta
[email protected]
Ifah Rofiqoh
Univ Teknologi Yogyakarta
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh persepsi investasi pada
pengembangan karyawan dan komitmen organisasi. Komitmen organisasi yang diuji
adalah komitmen afektif dan komitmen berkelanjutan. Pengujian ini menggunakan 102
sampel karyawan edukatif dari sebuah Universitas di Yogyakarta. Hasil uji regresi
menghasilkan bahwa persepsi investasi pada pengembangan karyawan positif
berhubungan dengan komitmen afektif tetapi tidak dengan komitmen berkelanjutan. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan menciptakan program investasi pada pengembangan
karyawan akan menumbuhkan ikatan psikologis antara karyawan dengan organisasi.
Kata Kunci: Persepsi investasi pada pengembangan karyawan, komitmen afektif, dan
komitmen berkelanjutan
PENDAHULUAN
Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai aset yang paling penting dalam
organisasi mempunyai potensi yang tinggi bila dikelola dengan tepat dan benar,
tetapi sebaliknya akan menjadi beban manakala salah kelola. SDM yang
berkualitas akan menjadi kekuatan bagi manajemen dan mendukung kinerja suatu
perusahaan atau organisasi sehingga dapat mencapai tujuan dengan lebih baik.
Berkaitan dengan hal tersebut, pengelolaan atau manajemen sumber daya manusia
memegang peran utama dalam organisasi dan menjadi kekuatan internal dalam
menghadapi persaingan dengan perusahaan lain yang menjadi kompetitornya.
Pfeffer dalam Herlina (1998) menyatakan bahwa pada sejumlah perusahaan,
untuk mencapai keunggulan kompetitif tidak lagi hanya bergantung pada
1
teknologi, hak paten ataupun posisi strategis, tetapi lebih menekankan pada
bagaimana perusahaan mengelola tenaga kerjanya (SDM).
Mengelola SDM bukanlah hal yang mudah atau sama dengan mengelola
sumberdaya lain yang tangible seperti bahan baku, produk, uang dan sebagainya.
Pengelolaan SDM tergantung pada perbedaan tingkat pengetahuan yang
dimilikinya. Berkaitan hal ini maka perusahaan harus mengantisipasi agar setiap
individu yang bekerja pada perusahaan mendapat pengetahuan yang proporsional
sesuai tugas dan tangung jawabnya. Pengelolaan SDM berdasarkan pengetahuan
yang dimilikinya bertujuan untuk meningkatkan daya saing yang berkelanjutan
dan kinerja yang mempunyai fokus pada asset spesifik perusahaan yang bernilai,
langka, sulit ditiru, dan sulit di substitusi.
Tujuan penelitian ini untuk mengaplikasikan social exchange theory
dengan menguji hubungan antara investasi yang dirasakan dalam pengembangan
karyawan dengan komitmen organisasi. Komitmen organisasi yang diuji adalah
komitmen afektif dan komitmen berkelanjutan.
KAJIAN PUSTAKA
Social Exchange Theory
Menurut Blau (1964) prinsip yang mendasari pertukaran sosial terletak
pada kewajiban yang terwujud, dimana apabila seseorang melakukan kebaikan
kepada orang lain maka akan ada keinginan balasan berkaitan dengan kebaikan
tersebut. Hal ini berarti individu yang menerima kebaikan atau kenikmatan dari
pihak lain diharapkan dapat membalas kebaikan tersebut.
2
Dalam kontek organisasi, teori pertukaran sosial adalah salah satu teori
yang paling kuat untuk memahami perilaku di tempat kerja. Salah satu doktrin
teori ini adalah bahwa hubungan berkembang dari waktu ke waktu menjadi
percaya, setia, dan saling komitmen (Cropanzano dan Mitchell, 2005). Anggota
organisasi dalam melaksanakan teori ini harus mematuhi aturan-aturan sebagai
pertukaran. Selanjutnya Cropanzano dan Mitchell menunjukkan bahwa timbal
balik atau pembayaran dalam bentuk yang terbaik sebagai ongkos pertukaran.
Saling ketergantungan timbal balik dianggap sebagai ciri pertukaran sosial seperti
pembuatan aturan bersama dan saling melengkapi untuk mengurangi risiko dan
meningkatkan kerjasama (Molm, 1994).
Percieived Investment in Employee Development (PIED)
Investasi dalam pengembangan karyawan berarti melengkapi karyawan
dengan pengetahuan baru dan kompetensi melalui pengalaman belajar terorganisir
yang disediakan oleh organisasi. Persepsi investasi dalam pengembangan
karyawan mengacu pada “penilaian karyawan berkaitan dengan komitmen
organisasi untuk membantu karyawan belajar untuk mengidentifikasi dan
memperoleh keterampilan baru dan kompetensi yang akan memungkinkan mereka
untuk pindah ke posisi baru, baik di dalam maupun di luar organisasi” (Lee dan
Bruvold, 2003).
Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh mana seorang
karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta
3
berniat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut.
Seringkali, komitmen organisasional diartikan secara individu dan berhubungan
dengan keterlibatan orang tersebut pada organisasi tersebut (Ikhsan dan Ishak,
2005).
Meyer dan Allen (1991,1997) dalam Ikhsan dan Ishak (2005)
mengemukakan tiga komponen mengenai komitmen organisasi antara lain: (1)
Komitmen afektif (affective commitment), terjadi apabila karyawan ingin menjadi
bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment)
atau psokologis terhadap organisasi. (2) Komitmen Kontinu (continuance
commitment), muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi
karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karena karyawan
tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain, karyawan tersebut
tinggal di organisasi itu karena dia membutuhkan organisasi tersebut. (3)
Komitmen normatif (normative commitment), timbul dari nilai-nilai diri
karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota suatu organisasi karena memiliki
kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang
seharusnya dilakukan. Jadi, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena dia
merasa berkewajiban untuk itu.
Komitmen organisasional seseorang dapat tumbuh saat pengharapan
kerjanya dapat terpenuhi oleh organisasi dengan baik yaitu saat seseorang merasa
bahwa organisasi dimana ia bekerja telah memperhatikan kebutuhan dan
pengharapan mereka atas pekerjaan yang telah mereka laksanakan yang tercermin
dengan diberikannya penghargaan kepadanya entah dalam bentuk gaji atau
4
promosi jabatan.
Harapan-harapan kerja inilah yang dapat disebut sebagai
motivasi seseorang dalam melaksanakan pekerjaan yang diembankan kepadanya.
Selanjutnya, jika seseorang dalam sebuah organisasi merasa bahwa harapanharapan kerjanya yang dijadikan motivasi tersebut terpenuhi oleh organisasi maka
nantinya akan menimbulkan kepuasan kerja.
Pengaruh PIED dan Komitmen Organisasi
PIED merupakan suatu high commitment strategi yang mempengaruhi
komitmen karyawan dan motivasi (Ichniowski dkk, 1997). Studi Michael Porter
mengkonfirmasi bahwa industri yang menghabiskan sebagian besar pada
pengembangan karyawan dan pelatihan biasanya yang paling kompetitif pada
negara maju di dunia (Reich, 1991). PIED menawarkan organisasi keunggulan
kompetitif - dengan menyediakan pembelajaran yang berkelanjutan bagi
karyawan untuk mengembangkan keterampilan saat ini dan mendapatkan
keterampilan yang baru, kemudian mereka dapat beradaptasi dan, pada gilirannya,
bekerja secara efektif (London, 1989).
PIED dikembangkan melalui penilaian organisasi terhadap komitmen
karyawan untuk membantu karyawan belajar untuk mengidentifikasi dan
memperoleh keterampilan baru dan kompetensi yang akan memungkinkan mereka
untuk pindah ke posisi yang baru, baik di dalam maupun di luar organisasi. Jadi,
organisasi berkomitmen pada pertumbuhan pribadi dan profesional karyawan,
karyawan dapat diharapkan untuk mengabdikan upaya yang lebih besar pada
organisasi (Wayne dkk 1997). Sebuah studi oleh Gutteridge dkk. (1993)
menemukan bahwa upaya pengembangan organisasi meningkatkan daya ingat
5
karyawan, keterampilan dan semangat karyawan, pemberdayaan karyawan, dan,
pada gilirannya, mencapai keuntungan strategis yang lebih besar. Tidak peduli
apakah pengembangan karyawan adalah formal atau kegiatan informal dalam
organisasi, hasil tetap penting.
Cropanzano dan Mitchell (2005) berpendapat bahwa, orientasi timbal balik
melibatkan hubungan positif. Ketika organisasi menawarkan bujukan positif
dalam bentuk peluang pengembangan, karyawan cenderung membalasnya positif
dengan meningkatkan usaha mereka agar organisasi mendapatkan keuntungan
(Kuvass dan Dysvik, 2009).
Penelitian ini mengusulkan bahwa berbagai bentuk komitmen organisasi
(afektif dan kelanjutan) semua mungkin berhubungan dengan PIED. Kedua
komitmen afektif dan kelangsungan memiliki efek yang berbeda pada fungsi
organisasi. Komitmen afektif mengacu pada identifikasi pada keterikatan
emosional karyawan dengan keterlibatan dalam organisasi (Allen dan Meyer,
1990). Komitmen continuance mengacu pada kewajiban individu untuk organisasi
karena kepentingan yang tidak terkait langsung (misalnya pensiun, tunjangan
keluarga) pada perasaan positif secara umum atau mempengaruhi terhadap
organisasi (McGee dan Ford, 1987; Ritzer dan Trice, 1969).
Beberapa studi sebelumnya telah meneliti hubungan antara pelatihan dan
afektif komitmen. Hasil studi Saks (1995) dengan sampel akuntan menunjukkan
bahwa komitmen afektif meningkat setelah pelatihan, Gregersen dan Black (1990)
menemukan bahwa pelatihan pra-keberangkatan karyawan asing sangat terkait
dengan komitmen afektif ekspatriat. Mereka menyimpulkan bahwa adanya
6
program pelatihan mungkin membuat organisasi tampak mendukung dan
diandalkan, sehingga memunculkan respon timbal balik dari ekspatriat pada
komitmen organisasi. Hasil studi Naumann (1993) menemukan bahwa pelatihan
positif berhubungan dengan komitmen afektif. Gaertner dan Nollen (1989)
menyimpulkan bahwa persepsi karir karyawan berhubungan dengan ikatan
psikologis mereka untuk organisasi. Oleh karena itu, masuk akal untuk
mengasumsikan bahwa karyawan akan menafsirkan tindakan organisasi (investasi
dalam pengembangan dan pelatihan) sebagai indikasi komitmen organisasi
dipersonifikasikan untuk mereka. Karyawan akan membalas yang sesuai dengan
menunjukkan peningkatan tingkat loyalitas.
Meyer dan Allen (1991) menunjukkan bahwa komitmen kelanjutan
berkembang sebagai hasil dari apa saja yang meningkatkan biaya meninggalkan
organisasi. Wallace (1997) menemukan bahwa investasi dalam pelatihan
karyawan di perusahaan berhubungan positif dengan komitmen kelanjutan. Allen
dan Meyer (1990) menunjukkan bahwa karyawan yang berinvestasi cukup waktu
dan menguasai keterampilan tidak mudah ditransfer ke organisasi lain sebagai
'taruhan' untuk membayar dengan terus kerja di perusahaan tertentu. Dalam
sebuah studi komitmen keberlanjutan di Arab Saudi, Bhuian dan Shahidulislam
(1996) menyimpulkan bahwa investasi organisasi dalam pengembangan dapat
memungkinkan karyawan untuk melihat keamanan kerja yang lebih tinggi dan
lebih besar kepuasan kerjanya, dan pada gilirannya dapat meningkatkan komitmen
kelanjutan. Berdasarkan penelitian yang dikutip di atas, maka dihipotesiskan
berikut:
7
H1: Investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan (PIED)
berpengaruh positif terhadap komitmen afektif
H2: Investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan (PIED)
berpengaruh positif terhadap komitmen berkelanjutan
METODA PENELITIAN
Sampel
Data penelitian diperoleh melalui kuesioner dengan membagikan langsung
kepada responden karyawan edukatif pada sebuah Perguruan Tinggi Swasta di
Yogyakarta, alasanya karyawan edukatif telah mendapat pengetahun tambahan
melalui studi lanjut. Kuesioner terdiri dari dua bagian, bagian pertama terdiri dari
karakteristik demografi sedang bagian kedua berisi variable penelitian.
Pengukuran Variabel
Investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan diukur
menggunakan sembilan item. Dua item diadaptasi dari Tsui et al. (1997) dan tujuh
diadaptasi dari Lee dan Bruvold (2003) dan Malik dkk (2011). Menggunakan
empat poin skala Likert digunakan, mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 4
(sangat setuju). Contoh item pertanyaan adalah: organisasi saya memberikan
konseling dan bantuan perencanaan karir untuk karyawan, organisasi saya
mendukung ketika karyawan memutuskan untuk studi lanjut, organisasi saya
mendukung program manajemen karir, organisasi saya menyediakan program
yang sistematis dan teratur untuk menilai ketrampilan dan minat karyawan.
Komitmen Afektif diukur dengan menggunakan sembilan item (Porter et
al., 1974;. Modway et al, 1979), Lee dan Bruvold (2003) . Contoh item yang
8
termasuk dalam skala ini adalah: Saya senang menghabiskan sisa karir saya
dengan organisasi ini, Saya menemukan bahwa saya memiliki nilai-nilai yang
sangat mirip dengan organisasi saya, Saya bangga untuk memberitahu orang lain
bahwa saya bagian dari organisasi ini.
Komitmen kelanjutan diukur dengan menggunakan lima item yang
diadopsi dari Lee dan Bruvold (2003) . Contoh item yang termasuk dalam skala
ini adalah: Saya merasa sangat terganggu dalam hidup saya jika saya memutuskan
ingin meninggalkan organisasi saya, Salah satu alasan utama saya terus bekerja
untuk organisasi ini adalah jika saya meninggalakan akan memerlukan
pengorbanan pribadi, Akan sangat sulit bagi saya untuk meninggalkan organisasi
tempat saya bekerja sekarang.
Metode Analisis Data
Analisis data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Analisis
Regresi dengan menggunakan bantuan software statistik SPSS 18.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Data Penelitian
Kuesioner disebarkan secara contact person 102 kuesioner, dikembalikan
semua (respon penelitian 100%, tingkat pengembalian tinggi karena kuesioner
dibagikan langsung).
Pengujian Data
Pengujian validitas dengan analisis faktor untuk mengetahui apakah
indikator-indikator penelitian dalam kuesioner benar-benar mengukur variabel
dalam penelitian. Hasil analisis terdapat pada tabel 1. Kriteria penyaringan
9
indikator minimal 0.60, Hair et al.(1998). Indikator – indikator semua variabel
laten penelitian ini mempunyai factor loading lebih besar dari 0.60, berarti
indikator-indikator tersebut dapat diterima sebagai pengukur variabel laten
penelitian. Uji kekonsistenan indikator-indikator dalam satu variabel dilakukan
dengan uji reliabilitas Cronbach Alpha. Nilai alpha untuk masing-masing variabel
berturut-turut adalah 0,740; 0,751; 0,769. Nilai tersebut telah melampaui rule of
thumb alpha sebesar minimal 0.60. Jadi data penelitian ini lolos uji reliabilitas.
Tabel 1 Uji Validitas dan Reliabilitas Pengukuran
Kode Items
PI 1
PI 2
PI 3
PI 4
PI 5
PI 6
PI 7
PI 8
PI 9
0,653
0,629
0,809
0,635
0,625
0,665
0,662
0,626
0,645
KA 1
KA 2
KA 3
KA 4
KA 5
KA 6
KA 7
KA 8
KA 9
0,677
0,907
0,677
0,676
0,721
0,654
0,812
0,693
0,645
Komitmen Kelanjutan KK 1
KK 2
KK 3
KK 4
KK 5
0,821
0,627
0,621
0,856
PIED
Alpha
0,740
Factor
Komitmen Afektif
Alpha
0,751
Factor
Alpha
Factor
0,769
0,779
Sumber : Ouput SPSS
Pengujian Model Penelitian dan Hipotesis
Hipotesis 1 mengatakan bahwa Investasi yang dirasakan dalam
pengembangan karyawan (PIED) berpengaruh positif terhadap komitmen afektif,
hasil uji hipotesis ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
10
Tabel 2 Hasil Uji Hipotesis 1
Koefisien
T
Constant
3.870
19.272
PIED
0.046
2.193
Dependen Variabel: Komitmen Afektif
R2 : 0,046
F Statistik: 4.810
2
Adjusted R : 0,036 Signifikansi: 0,031

signifikan pada α = 5%, R2 dan Adjusted R2
untuk menguji besarnya korelasi, F Statistik
untuk menguji model
Hipotesis pertama menguji hubungan antara PIED dengan komitmen
afektif menunjukkan nilai t sebesar 3,870 lebih besar dari 1,96 dengan signifikan
0,031 lebih kecil dari α = 5%, berarti persepsi karyawan terhadap investasi dalam
pengembangan karyawan berpengaruh positif terhadap komitmen afektif, hal ini
terjadi karena dengan adanya perhatian organisasi pada karyawan dalam bentuk
perhatian peningkatan karir memberikan ikatan psikologis bagi karyawan dengan
memberikan timbal balik pada organisasi.
Hipotesis 2 mengatakan bahwa Investasi yang dirasakan dalam
pengembangan karyawan (PIED) berpengaruh positif terhadap komitmen
kelanjutan, hasil uji hipotesis ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis 2
Koefisien
T
Constant
8.100
7.889
PIED
0.097
0.250
Dependen Variabel: Komitmen Kelanjutan
R2 : 0,046
F Statistik: 4.810
2
Adjusted R : 0,036 Signifikansi: 0,031
11

tidak signifikan, R2 dan Adjusted R2 untuk
menguji besarnya korelasi, F Statistik untuk
menguji model
Hipotesis pertama menguji hubungan antara PIED dengan komitmen
kelanjutan menunjukkan nilai t sebesar 0,250 lebih kecil dari 1,96 dengan
signifikan 0,803 lebih besar dari α = 5%, berarti persepsi karyawan terhadap
investasi dalam pengembangan karyawan tidak berpengaruh terhadap komitmen
kelanjutan, hal ini terjadi karena adanya perhatian organisasi pada karyawan
dalam bentuk perhatian peningkatan karir belum tentu karyawan tetap bertahan
pada organisasi tersebut.
PENUTUP
Kesimpulan, Implikasi dan Keterbatasan Penelitian
Kesimpulan dari penelitian ini adalah investasi yang dirasakan dalam
pengembangan karyawan memberikan ikatan psikologis bagi karyawan dengan
memberikan timbal balik pada organisasi tapi belum tentu karyawan tersebut akan
tetap bertahan pada organisasi tersebut.
Implikasinya investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan
dapat meningkatkan semangat dan dedikasi secara emosional mengikat karyawan
dengan organisasi walaupun mereka belum tentu tetap bertahan pada organisasi
tersebut. Ini berarti organisasi perlu memberika perhatian lebih besar, baik dalam
berinvestasi dan perencanaan karir serta mempromosikan dan mengembangkan
komitmen pada organisasi. Jika komitmen kelanjutan yang organisasi cari, maka
12
salah satu cara untuk mencapainya adalah melalui pengembangan karyawan
berkelanjutan.
Keterbatasan penelitian ini hanya menguji variabel komitmen organisasi,
penelitian selanjutnya dapat menambah variabel kepuasan kerja, intensi turnover,
dan kinerja.
REFERENSI
Anvari R., Salmiah M.A., Wan Khairuzzaman W. I., and Ungku Norulkamar U.
A., 2010, Strategic training practices, effective organizational commitmen,
and turnover intention: The mediating role of psycoligical contract, African
Journal of Business Management
Allen NJ, Meyer JP, 1990, The measurement and antecedents of affective,
continuance and normative commitment to the organization, J. Occup,
Psychol
Becker, B. and Gerhard, B., 1996, The Impac Resources Management on
Organizational Performance: Progress and Prspect. Academy of
Management Journal, 39
Blau P, 1964, Exchange and power in social life, New York: Wiley
Cohen, A.,1993, Organizational Commitment and Turnover: A meta-analysis,
Academy of Management Journal, 36 : 140-157.
Donnely, David P., Jeffrey J. Q, and David O., 2003, Auditor Acceptance of
Dysfunctional Audit Behavior : An Explanatory Model Using Auditors’
PersonalCharacteristics, Journal of Behavioral Research In Accounting :
vol 15.
Hasibuan, Malayu S.P dan kawan-kawan. 2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta : PT. Amara Books.
Ikhsan, Arfan., dan Iskhak Muhammad, 2005, Akuntansi Keperilakuan,
Salemba Empat, Jakarta
Kuvass B. and A. Dysvik, 2009, Perceived. Investment in Employee
Development, Intrinsic. Motivation and Work Performance. Human
Resource. Management
13
Lee C.H, dan Bruvold, N.T., 2003, Creating value for employees: Investment in
Employee Development, International Journal Human Resources
Management, 14
London, M, 1989 Managing the Training Enterprise, San Francisco; Jossey-Bass
Malik O. F., Qaisar A, Talat M. K., Khalil U. R. Malik and Aamer W., 2011,
Perceived investment in employee development and turnover intention: A
social exchange perspective, African Journal of Business Management
Nadler, L dan Nadler, Z, 1989, Developing Human Resources, 3rd edn, San
Francisco: Jossey-Bass
Naumann, E, 1993, Antecedents and Consequences of Satisfaction and
Commitment among Expatriate Manager, Group and Organization
Mangement, 18
Pennings, JM,Kyungmook Lee, dan AV, Witeloostuijn, 1998, Human Capital,
Social Capital, and Firm Dissolution, Journal of Academy of
Management.Vol.41, No.4: 425-440.
Preffer, Jeffrey. 2003. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta : PT. Amara Books.
Priharini, Dian, 2001. Pendidikan Manajer, Volume Transakasi Saham dan
Kinerja Pasar Perusahaan. “Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia”. Vol1,
No.2. 14-16.
Rothwell, W.J. dan Kazanas, H.C., 1989, Strategic Human Resource
Development, Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall
Saks AM, 1995, Longitudinal field investogation of the moderating and mediating
affects of self-efficacy on the relationship between training and newcomer
adjusment, Journal Appl. Psychol
Schein, E.H., 1997, Increasing Organizational Effectiveness through Better
Human Resource Planning and Development, Sloan Management Review,
19
Spencer, L. M., Jr. , dan Spencer, S., 1993, Competence at work: Models for
superior performance. New York: John Wiley and Sons
Stewart, Thomas A, 1997, Reading in Management Accounting, New Jersey:
Prentice Hall
Ulrich, D, 1998, A New Mandate for Human Resources, Journal of Harvard
Resource Planning, January-February.
14
Wayne, S.J., Shore, M. And Liden, R.C., 1997, Perceived Organizational Support
And Leader-Member Exchange: A Social Exchange Perspective, Academy
of Management Journal, 40
Wibowo. 2007. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : Gramedia.
Wright, Arnorld., 1987, The Comparative Performance of MBAs versus BAs in
Public Accounting Firms Manager, Journal of Accountancy, June, 1987,
p.121-134.
Yunus Muhamad, 2000, Hubungan Pendidikan dan Keterampilan terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan Industri di Jawa Timur, Tesis, Universitas
Gajah Mada.
15
Download