Persepsi investasi pada pengembangan karyawan dan komitmen organisasi Zulhawati Univ Teknologi Yogyakarta [email protected] Ifah Rofiqoh Univ Teknologi Yogyakarta [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh persepsi investasi pada pengembangan karyawan dan komitmen organisasi. Komitmen organisasi yang diuji adalah komitmen afektif dan komitmen berkelanjutan. Pengujian ini menggunakan 102 sampel karyawan edukatif dari sebuah Universitas di Yogyakarta. Hasil uji regresi menghasilkan bahwa persepsi investasi pada pengembangan karyawan positif berhubungan dengan komitmen afektif tetapi tidak dengan komitmen berkelanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menciptakan program investasi pada pengembangan karyawan akan menumbuhkan ikatan psikologis antara karyawan dengan organisasi. Kata Kunci: Persepsi investasi pada pengembangan karyawan, komitmen afektif, dan komitmen berkelanjutan PENDAHULUAN Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai aset yang paling penting dalam organisasi mempunyai potensi yang tinggi bila dikelola dengan tepat dan benar, tetapi sebaliknya akan menjadi beban manakala salah kelola. SDM yang berkualitas akan menjadi kekuatan bagi manajemen dan mendukung kinerja suatu perusahaan atau organisasi sehingga dapat mencapai tujuan dengan lebih baik. Berkaitan dengan hal tersebut, pengelolaan atau manajemen sumber daya manusia memegang peran utama dalam organisasi dan menjadi kekuatan internal dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan lain yang menjadi kompetitornya. Pfeffer dalam Herlina (1998) menyatakan bahwa pada sejumlah perusahaan, untuk mencapai keunggulan kompetitif tidak lagi hanya bergantung pada 1 teknologi, hak paten ataupun posisi strategis, tetapi lebih menekankan pada bagaimana perusahaan mengelola tenaga kerjanya (SDM). Mengelola SDM bukanlah hal yang mudah atau sama dengan mengelola sumberdaya lain yang tangible seperti bahan baku, produk, uang dan sebagainya. Pengelolaan SDM tergantung pada perbedaan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Berkaitan hal ini maka perusahaan harus mengantisipasi agar setiap individu yang bekerja pada perusahaan mendapat pengetahuan yang proporsional sesuai tugas dan tangung jawabnya. Pengelolaan SDM berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya bertujuan untuk meningkatkan daya saing yang berkelanjutan dan kinerja yang mempunyai fokus pada asset spesifik perusahaan yang bernilai, langka, sulit ditiru, dan sulit di substitusi. Tujuan penelitian ini untuk mengaplikasikan social exchange theory dengan menguji hubungan antara investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan dengan komitmen organisasi. Komitmen organisasi yang diuji adalah komitmen afektif dan komitmen berkelanjutan. KAJIAN PUSTAKA Social Exchange Theory Menurut Blau (1964) prinsip yang mendasari pertukaran sosial terletak pada kewajiban yang terwujud, dimana apabila seseorang melakukan kebaikan kepada orang lain maka akan ada keinginan balasan berkaitan dengan kebaikan tersebut. Hal ini berarti individu yang menerima kebaikan atau kenikmatan dari pihak lain diharapkan dapat membalas kebaikan tersebut. 2 Dalam kontek organisasi, teori pertukaran sosial adalah salah satu teori yang paling kuat untuk memahami perilaku di tempat kerja. Salah satu doktrin teori ini adalah bahwa hubungan berkembang dari waktu ke waktu menjadi percaya, setia, dan saling komitmen (Cropanzano dan Mitchell, 2005). Anggota organisasi dalam melaksanakan teori ini harus mematuhi aturan-aturan sebagai pertukaran. Selanjutnya Cropanzano dan Mitchell menunjukkan bahwa timbal balik atau pembayaran dalam bentuk yang terbaik sebagai ongkos pertukaran. Saling ketergantungan timbal balik dianggap sebagai ciri pertukaran sosial seperti pembuatan aturan bersama dan saling melengkapi untuk mengurangi risiko dan meningkatkan kerjasama (Molm, 1994). Percieived Investment in Employee Development (PIED) Investasi dalam pengembangan karyawan berarti melengkapi karyawan dengan pengetahuan baru dan kompetensi melalui pengalaman belajar terorganisir yang disediakan oleh organisasi. Persepsi investasi dalam pengembangan karyawan mengacu pada “penilaian karyawan berkaitan dengan komitmen organisasi untuk membantu karyawan belajar untuk mengidentifikasi dan memperoleh keterampilan baru dan kompetensi yang akan memungkinkan mereka untuk pindah ke posisi baru, baik di dalam maupun di luar organisasi” (Lee dan Bruvold, 2003). Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta 3 berniat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Seringkali, komitmen organisasional diartikan secara individu dan berhubungan dengan keterlibatan orang tersebut pada organisasi tersebut (Ikhsan dan Ishak, 2005). Meyer dan Allen (1991,1997) dalam Ikhsan dan Ishak (2005) mengemukakan tiga komponen mengenai komitmen organisasi antara lain: (1) Komitmen afektif (affective commitment), terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment) atau psokologis terhadap organisasi. (2) Komitmen Kontinu (continuance commitment), muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena dia membutuhkan organisasi tersebut. (3) Komitmen normatif (normative commitment), timbul dari nilai-nilai diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota suatu organisasi karena memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan. Jadi, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena dia merasa berkewajiban untuk itu. Komitmen organisasional seseorang dapat tumbuh saat pengharapan kerjanya dapat terpenuhi oleh organisasi dengan baik yaitu saat seseorang merasa bahwa organisasi dimana ia bekerja telah memperhatikan kebutuhan dan pengharapan mereka atas pekerjaan yang telah mereka laksanakan yang tercermin dengan diberikannya penghargaan kepadanya entah dalam bentuk gaji atau 4 promosi jabatan. Harapan-harapan kerja inilah yang dapat disebut sebagai motivasi seseorang dalam melaksanakan pekerjaan yang diembankan kepadanya. Selanjutnya, jika seseorang dalam sebuah organisasi merasa bahwa harapanharapan kerjanya yang dijadikan motivasi tersebut terpenuhi oleh organisasi maka nantinya akan menimbulkan kepuasan kerja. Pengaruh PIED dan Komitmen Organisasi PIED merupakan suatu high commitment strategi yang mempengaruhi komitmen karyawan dan motivasi (Ichniowski dkk, 1997). Studi Michael Porter mengkonfirmasi bahwa industri yang menghabiskan sebagian besar pada pengembangan karyawan dan pelatihan biasanya yang paling kompetitif pada negara maju di dunia (Reich, 1991). PIED menawarkan organisasi keunggulan kompetitif - dengan menyediakan pembelajaran yang berkelanjutan bagi karyawan untuk mengembangkan keterampilan saat ini dan mendapatkan keterampilan yang baru, kemudian mereka dapat beradaptasi dan, pada gilirannya, bekerja secara efektif (London, 1989). PIED dikembangkan melalui penilaian organisasi terhadap komitmen karyawan untuk membantu karyawan belajar untuk mengidentifikasi dan memperoleh keterampilan baru dan kompetensi yang akan memungkinkan mereka untuk pindah ke posisi yang baru, baik di dalam maupun di luar organisasi. Jadi, organisasi berkomitmen pada pertumbuhan pribadi dan profesional karyawan, karyawan dapat diharapkan untuk mengabdikan upaya yang lebih besar pada organisasi (Wayne dkk 1997). Sebuah studi oleh Gutteridge dkk. (1993) menemukan bahwa upaya pengembangan organisasi meningkatkan daya ingat 5 karyawan, keterampilan dan semangat karyawan, pemberdayaan karyawan, dan, pada gilirannya, mencapai keuntungan strategis yang lebih besar. Tidak peduli apakah pengembangan karyawan adalah formal atau kegiatan informal dalam organisasi, hasil tetap penting. Cropanzano dan Mitchell (2005) berpendapat bahwa, orientasi timbal balik melibatkan hubungan positif. Ketika organisasi menawarkan bujukan positif dalam bentuk peluang pengembangan, karyawan cenderung membalasnya positif dengan meningkatkan usaha mereka agar organisasi mendapatkan keuntungan (Kuvass dan Dysvik, 2009). Penelitian ini mengusulkan bahwa berbagai bentuk komitmen organisasi (afektif dan kelanjutan) semua mungkin berhubungan dengan PIED. Kedua komitmen afektif dan kelangsungan memiliki efek yang berbeda pada fungsi organisasi. Komitmen afektif mengacu pada identifikasi pada keterikatan emosional karyawan dengan keterlibatan dalam organisasi (Allen dan Meyer, 1990). Komitmen continuance mengacu pada kewajiban individu untuk organisasi karena kepentingan yang tidak terkait langsung (misalnya pensiun, tunjangan keluarga) pada perasaan positif secara umum atau mempengaruhi terhadap organisasi (McGee dan Ford, 1987; Ritzer dan Trice, 1969). Beberapa studi sebelumnya telah meneliti hubungan antara pelatihan dan afektif komitmen. Hasil studi Saks (1995) dengan sampel akuntan menunjukkan bahwa komitmen afektif meningkat setelah pelatihan, Gregersen dan Black (1990) menemukan bahwa pelatihan pra-keberangkatan karyawan asing sangat terkait dengan komitmen afektif ekspatriat. Mereka menyimpulkan bahwa adanya 6 program pelatihan mungkin membuat organisasi tampak mendukung dan diandalkan, sehingga memunculkan respon timbal balik dari ekspatriat pada komitmen organisasi. Hasil studi Naumann (1993) menemukan bahwa pelatihan positif berhubungan dengan komitmen afektif. Gaertner dan Nollen (1989) menyimpulkan bahwa persepsi karir karyawan berhubungan dengan ikatan psikologis mereka untuk organisasi. Oleh karena itu, masuk akal untuk mengasumsikan bahwa karyawan akan menafsirkan tindakan organisasi (investasi dalam pengembangan dan pelatihan) sebagai indikasi komitmen organisasi dipersonifikasikan untuk mereka. Karyawan akan membalas yang sesuai dengan menunjukkan peningkatan tingkat loyalitas. Meyer dan Allen (1991) menunjukkan bahwa komitmen kelanjutan berkembang sebagai hasil dari apa saja yang meningkatkan biaya meninggalkan organisasi. Wallace (1997) menemukan bahwa investasi dalam pelatihan karyawan di perusahaan berhubungan positif dengan komitmen kelanjutan. Allen dan Meyer (1990) menunjukkan bahwa karyawan yang berinvestasi cukup waktu dan menguasai keterampilan tidak mudah ditransfer ke organisasi lain sebagai 'taruhan' untuk membayar dengan terus kerja di perusahaan tertentu. Dalam sebuah studi komitmen keberlanjutan di Arab Saudi, Bhuian dan Shahidulislam (1996) menyimpulkan bahwa investasi organisasi dalam pengembangan dapat memungkinkan karyawan untuk melihat keamanan kerja yang lebih tinggi dan lebih besar kepuasan kerjanya, dan pada gilirannya dapat meningkatkan komitmen kelanjutan. Berdasarkan penelitian yang dikutip di atas, maka dihipotesiskan berikut: 7 H1: Investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan (PIED) berpengaruh positif terhadap komitmen afektif H2: Investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan (PIED) berpengaruh positif terhadap komitmen berkelanjutan METODA PENELITIAN Sampel Data penelitian diperoleh melalui kuesioner dengan membagikan langsung kepada responden karyawan edukatif pada sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta, alasanya karyawan edukatif telah mendapat pengetahun tambahan melalui studi lanjut. Kuesioner terdiri dari dua bagian, bagian pertama terdiri dari karakteristik demografi sedang bagian kedua berisi variable penelitian. Pengukuran Variabel Investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan diukur menggunakan sembilan item. Dua item diadaptasi dari Tsui et al. (1997) dan tujuh diadaptasi dari Lee dan Bruvold (2003) dan Malik dkk (2011). Menggunakan empat poin skala Likert digunakan, mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 4 (sangat setuju). Contoh item pertanyaan adalah: organisasi saya memberikan konseling dan bantuan perencanaan karir untuk karyawan, organisasi saya mendukung ketika karyawan memutuskan untuk studi lanjut, organisasi saya mendukung program manajemen karir, organisasi saya menyediakan program yang sistematis dan teratur untuk menilai ketrampilan dan minat karyawan. Komitmen Afektif diukur dengan menggunakan sembilan item (Porter et al., 1974;. Modway et al, 1979), Lee dan Bruvold (2003) . Contoh item yang 8 termasuk dalam skala ini adalah: Saya senang menghabiskan sisa karir saya dengan organisasi ini, Saya menemukan bahwa saya memiliki nilai-nilai yang sangat mirip dengan organisasi saya, Saya bangga untuk memberitahu orang lain bahwa saya bagian dari organisasi ini. Komitmen kelanjutan diukur dengan menggunakan lima item yang diadopsi dari Lee dan Bruvold (2003) . Contoh item yang termasuk dalam skala ini adalah: Saya merasa sangat terganggu dalam hidup saya jika saya memutuskan ingin meninggalkan organisasi saya, Salah satu alasan utama saya terus bekerja untuk organisasi ini adalah jika saya meninggalakan akan memerlukan pengorbanan pribadi, Akan sangat sulit bagi saya untuk meninggalkan organisasi tempat saya bekerja sekarang. Metode Analisis Data Analisis data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Analisis Regresi dengan menggunakan bantuan software statistik SPSS 18. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Data Penelitian Kuesioner disebarkan secara contact person 102 kuesioner, dikembalikan semua (respon penelitian 100%, tingkat pengembalian tinggi karena kuesioner dibagikan langsung). Pengujian Data Pengujian validitas dengan analisis faktor untuk mengetahui apakah indikator-indikator penelitian dalam kuesioner benar-benar mengukur variabel dalam penelitian. Hasil analisis terdapat pada tabel 1. Kriteria penyaringan 9 indikator minimal 0.60, Hair et al.(1998). Indikator – indikator semua variabel laten penelitian ini mempunyai factor loading lebih besar dari 0.60, berarti indikator-indikator tersebut dapat diterima sebagai pengukur variabel laten penelitian. Uji kekonsistenan indikator-indikator dalam satu variabel dilakukan dengan uji reliabilitas Cronbach Alpha. Nilai alpha untuk masing-masing variabel berturut-turut adalah 0,740; 0,751; 0,769. Nilai tersebut telah melampaui rule of thumb alpha sebesar minimal 0.60. Jadi data penelitian ini lolos uji reliabilitas. Tabel 1 Uji Validitas dan Reliabilitas Pengukuran Kode Items PI 1 PI 2 PI 3 PI 4 PI 5 PI 6 PI 7 PI 8 PI 9 0,653 0,629 0,809 0,635 0,625 0,665 0,662 0,626 0,645 KA 1 KA 2 KA 3 KA 4 KA 5 KA 6 KA 7 KA 8 KA 9 0,677 0,907 0,677 0,676 0,721 0,654 0,812 0,693 0,645 Komitmen Kelanjutan KK 1 KK 2 KK 3 KK 4 KK 5 0,821 0,627 0,621 0,856 PIED Alpha 0,740 Factor Komitmen Afektif Alpha 0,751 Factor Alpha Factor 0,769 0,779 Sumber : Ouput SPSS Pengujian Model Penelitian dan Hipotesis Hipotesis 1 mengatakan bahwa Investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan (PIED) berpengaruh positif terhadap komitmen afektif, hasil uji hipotesis ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut: 10 Tabel 2 Hasil Uji Hipotesis 1 Koefisien T Constant 3.870 19.272 PIED 0.046 2.193 Dependen Variabel: Komitmen Afektif R2 : 0,046 F Statistik: 4.810 2 Adjusted R : 0,036 Signifikansi: 0,031 signifikan pada α = 5%, R2 dan Adjusted R2 untuk menguji besarnya korelasi, F Statistik untuk menguji model Hipotesis pertama menguji hubungan antara PIED dengan komitmen afektif menunjukkan nilai t sebesar 3,870 lebih besar dari 1,96 dengan signifikan 0,031 lebih kecil dari α = 5%, berarti persepsi karyawan terhadap investasi dalam pengembangan karyawan berpengaruh positif terhadap komitmen afektif, hal ini terjadi karena dengan adanya perhatian organisasi pada karyawan dalam bentuk perhatian peningkatan karir memberikan ikatan psikologis bagi karyawan dengan memberikan timbal balik pada organisasi. Hipotesis 2 mengatakan bahwa Investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan (PIED) berpengaruh positif terhadap komitmen kelanjutan, hasil uji hipotesis ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis 2 Koefisien T Constant 8.100 7.889 PIED 0.097 0.250 Dependen Variabel: Komitmen Kelanjutan R2 : 0,046 F Statistik: 4.810 2 Adjusted R : 0,036 Signifikansi: 0,031 11 tidak signifikan, R2 dan Adjusted R2 untuk menguji besarnya korelasi, F Statistik untuk menguji model Hipotesis pertama menguji hubungan antara PIED dengan komitmen kelanjutan menunjukkan nilai t sebesar 0,250 lebih kecil dari 1,96 dengan signifikan 0,803 lebih besar dari α = 5%, berarti persepsi karyawan terhadap investasi dalam pengembangan karyawan tidak berpengaruh terhadap komitmen kelanjutan, hal ini terjadi karena adanya perhatian organisasi pada karyawan dalam bentuk perhatian peningkatan karir belum tentu karyawan tetap bertahan pada organisasi tersebut. PENUTUP Kesimpulan, Implikasi dan Keterbatasan Penelitian Kesimpulan dari penelitian ini adalah investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan memberikan ikatan psikologis bagi karyawan dengan memberikan timbal balik pada organisasi tapi belum tentu karyawan tersebut akan tetap bertahan pada organisasi tersebut. Implikasinya investasi yang dirasakan dalam pengembangan karyawan dapat meningkatkan semangat dan dedikasi secara emosional mengikat karyawan dengan organisasi walaupun mereka belum tentu tetap bertahan pada organisasi tersebut. Ini berarti organisasi perlu memberika perhatian lebih besar, baik dalam berinvestasi dan perencanaan karir serta mempromosikan dan mengembangkan komitmen pada organisasi. Jika komitmen kelanjutan yang organisasi cari, maka 12 salah satu cara untuk mencapainya adalah melalui pengembangan karyawan berkelanjutan. Keterbatasan penelitian ini hanya menguji variabel komitmen organisasi, penelitian selanjutnya dapat menambah variabel kepuasan kerja, intensi turnover, dan kinerja. REFERENSI Anvari R., Salmiah M.A., Wan Khairuzzaman W. I., and Ungku Norulkamar U. A., 2010, Strategic training practices, effective organizational commitmen, and turnover intention: The mediating role of psycoligical contract, African Journal of Business Management Allen NJ, Meyer JP, 1990, The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization, J. Occup, Psychol Becker, B. and Gerhard, B., 1996, The Impac Resources Management on Organizational Performance: Progress and Prspect. Academy of Management Journal, 39 Blau P, 1964, Exchange and power in social life, New York: Wiley Cohen, A.,1993, Organizational Commitment and Turnover: A meta-analysis, Academy of Management Journal, 36 : 140-157. Donnely, David P., Jeffrey J. Q, and David O., 2003, Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior : An Explanatory Model Using Auditors’ PersonalCharacteristics, Journal of Behavioral Research In Accounting : vol 15. Hasibuan, Malayu S.P dan kawan-kawan. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : PT. Amara Books. Ikhsan, Arfan., dan Iskhak Muhammad, 2005, Akuntansi Keperilakuan, Salemba Empat, Jakarta Kuvass B. and A. Dysvik, 2009, Perceived. Investment in Employee Development, Intrinsic. Motivation and Work Performance. Human Resource. Management 13 Lee C.H, dan Bruvold, N.T., 2003, Creating value for employees: Investment in Employee Development, International Journal Human Resources Management, 14 London, M, 1989 Managing the Training Enterprise, San Francisco; Jossey-Bass Malik O. F., Qaisar A, Talat M. K., Khalil U. R. Malik and Aamer W., 2011, Perceived investment in employee development and turnover intention: A social exchange perspective, African Journal of Business Management Nadler, L dan Nadler, Z, 1989, Developing Human Resources, 3rd edn, San Francisco: Jossey-Bass Naumann, E, 1993, Antecedents and Consequences of Satisfaction and Commitment among Expatriate Manager, Group and Organization Mangement, 18 Pennings, JM,Kyungmook Lee, dan AV, Witeloostuijn, 1998, Human Capital, Social Capital, and Firm Dissolution, Journal of Academy of Management.Vol.41, No.4: 425-440. Preffer, Jeffrey. 2003. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : PT. Amara Books. Priharini, Dian, 2001. Pendidikan Manajer, Volume Transakasi Saham dan Kinerja Pasar Perusahaan. “Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia”. Vol1, No.2. 14-16. Rothwell, W.J. dan Kazanas, H.C., 1989, Strategic Human Resource Development, Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall Saks AM, 1995, Longitudinal field investogation of the moderating and mediating affects of self-efficacy on the relationship between training and newcomer adjusment, Journal Appl. Psychol Schein, E.H., 1997, Increasing Organizational Effectiveness through Better Human Resource Planning and Development, Sloan Management Review, 19 Spencer, L. M., Jr. , dan Spencer, S., 1993, Competence at work: Models for superior performance. New York: John Wiley and Sons Stewart, Thomas A, 1997, Reading in Management Accounting, New Jersey: Prentice Hall Ulrich, D, 1998, A New Mandate for Human Resources, Journal of Harvard Resource Planning, January-February. 14 Wayne, S.J., Shore, M. And Liden, R.C., 1997, Perceived Organizational Support And Leader-Member Exchange: A Social Exchange Perspective, Academy of Management Journal, 40 Wibowo. 2007. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : Gramedia. Wright, Arnorld., 1987, The Comparative Performance of MBAs versus BAs in Public Accounting Firms Manager, Journal of Accountancy, June, 1987, p.121-134. Yunus Muhamad, 2000, Hubungan Pendidikan dan Keterampilan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Industri di Jawa Timur, Tesis, Universitas Gajah Mada. 15