BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan mediamedia komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dan sebagainya. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Dengan masuknya materi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kurikulum baru, maka peranan komputer sebagai salah satu komponen utama dalam TIK mempunyai posisi yang sangat penting sebagai salah satu media pembelajaran. Kutipan dari Kurikulum untuk Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi: Visi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu agar siswa dapat dan terbiasa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktifitas lainnya sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap imaginatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan baru di lingkungannya · Melalui mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi diharapkan siswa dapat terlibat pada 1 perubahan pesat dalam kehidupan yang mengalami penambahan dan perubahan dalam penggunaan beragam produk teknologi informasi dan komunikasi. Siswa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara efisien dan efektif. Dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi, siswa akan dengan cepat mendapatkan ide dan pengalaman dari berbagai kalangan. Penambahan kemampuan siswa karena penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga siswa dapat memutuskan dan mempertimbangkan sendiri kapan dan dimana penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya saat ini dan dimasa yang akan datang. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi Komunikasi merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan informasi antar media. 2 Guru sebagai tenaga profesional disini mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidikan sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu, yang mampu mengoptimalkan kinerja guru. Kinerja guru berdampak optimal pada siswa apabila kompetensi guru daat dilakukan secara optimal. Profesionalitas guru memang menjadi syarat utama mewujudkan pendidikan bermutu. Profesionalisme Guru merupakan cara yang logis untuk menghadapi perubahan sosial sebagai konsekuensi globalisasi dalam berbagai bidang. Profesionalisme diyakini mampu meningkatkan kinerja yang optimal dunia pendidikan sehingga pada akhirnya dapat menciptakan cita-cita pendidikan sebagai insan yang cerdas dan berakhlak mulia, mampu menghadapi perubahan zaman, secara damai, terbuka, demokratis, dan berkompetisi yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan seluruh warga Indonesia. Oleh sebab itulah telah menjadi sebuah keharusan kalau setiap lembaga pendidikan dasar dan menegah di Indonesia, profesionalisme guru harus dikembangkan dan dimulai dari kegiatan belajar mengajar dan kegiatan kependidikan sehari-hari baik dikelas maupun pada organisasi guru. Menurut Undang-Undang No.14 tahun 2005 pasal 1; ayat 1, menyatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya pada masa sekarang, profesionalisme menjadi tuntutan dan menjadi bagian integral dari profesi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dalam penjabaran UndangUndang No.14 tahun 2005 pasal 1; ayat 1, indikator guru profesional terdiri dari: 1) Memahami, menguasai struktur, materi, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 2) Menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 3) Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu. 4) Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. 5) 3 Memahami tujuan pembelajaran yang diampu. 6) Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. 7) Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. 8) Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus. 9) Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan. 10) Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan. 11) Mengikuti kemajuan jaman dengan belajar dari berbagai sumber. 12) Memanfaatkaan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi. 13) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri Menurut Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY Drs. Baskara Aji, menyatakan bahwa: “Kompetensi TIK bukan hanya domain guru-guru TIK, tapi guru semua mata pelajaran. Walaupun untuk mewujudkan hal itu tidak mudah, karena membuat semua guru mata pelajaran menggunakan TIK sebagai media belajar mengajar, sampai saat ini masih menjadi tantangan tersendiri yang belum bisa diatasi tuntas.” (Kedaulatan Rakyat, 21 November 2013) Masalah di lapangan yang terjadi kebanyakan guru ragu atau takut belajar TIK karena khawatir tidak bisa mengauasai dengan baik. Padahal keraguan atau rasa malu tersebut, tidak menyelesaikan persoalan. Idealnya guru-guru yang belum paham tentang TIK justru termotivasi untuk terus belajar. Guru harus memiliki rasa ingin tahu yang tinggi agar bisa menyesuiakan diri dengan perkembangan yang ada, karena selain kercerdasan akademik, penguasaan TIK saat ini menjadi keharusan bagi seorang guru. Guru jangan sampai dikuasai oleh teknologi, tetapi sebaliknya guru harus menjadi professional dalam memanfaatkan teknologi. Perkembangan Ilmu dan Teknologi dapat memberikan nilai tambah guru menjadi semangat dan guru menjadi percaya diri. 4 Di SD Serayu hasil pra survey menunjukkan bahwa masih banyak guru yang belum secara komprehensif memenuhi indikator-indikator profesional guru di atas. Khususnya indikator memanfaatkaan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri. Image SD Serayu sebagai SD favorit, harus mendorong guru untuk berkembang dengan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung proses pembelajaran. Tetapi kenyataan masih adanya guru yang belum menyesuaikan diri untuk mengusai Teknologi Informasi dan Komunikasi, sehingga menimbulkan masalah tersendiri bagi guru tersebut untuk memperbaiki pembelajaran. Data yang diperoleh dari SD Serayu Yogyakarta menunjukkan dari jumlah 29 guru, yang mampu menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi ada 22 guru, sedangkan 7 guru belum bisa menguasai Teknologi Informasi dan komunikasi. Dari data tersebut masih terdapat 26,67% guru yang belum menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi. Alasan guru yang belum mengusai teknologi informasi kadang sepele hanya karena kesibukan dan keterbatasan daya pikir karena umur. Untuk mendukung profesionalisme guru, maka perlunya penguasaan teknologi dan informasi sangat dibutuhkan. Hal ini seiring kemampuan siswa-siswi SD yang sudah mampu menggunakan teknologi informasi. Kondisi ini sudah tentu memberikan dampak terhadap proses pembelajaran yang digunakan guru. Dalam kaitan ini, setiap guru ingin menghadapi perkembangan teknologi, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang 5 berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas. B. Masalah Penelitian Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka pokok masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana kebijakan sekolah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di SD Serayu Yogyakarta, melalui motivasi guru dalam mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)?” C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a. Mengetahui kebijakan sekolah melalui motivasi guru SD Serayu Yogyakarta dalam mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) b. Mengetahui peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam meningkatkan profesionalisme guru di SD Serayu Yogyakarta. 2. Manfaat Penelitian Selain tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penjabaran di atas, ada pula manfaat dari penelitian yang dilakukan di SD Serayu Yogyakarta adalah sebagai berikut: 6 a. Memberikan analisis serta gambaran yang mendalam tentang kondisi sebenarnya di SD Serayu Yogyakarta terkait dengan motivasi guru dalam mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di SD Serayu Yogyakarta. b. Memberikan referensi secara akademis untuk penelitian selanjutnya guna mengetahui kebijakan sekolah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di SD Serayu Yogyakarta melalui motivasi guru dalam mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). c. Memberikan masukan serta gambaran mendalam pada SD Serayu Yogyakarta untuk melakukan pengembangan profesionalitas guru melaui TIK. D. Tinjauan Pustaka Studi lain dilakukan Reiza Aribowo (2012) tentang Tinjauan Yuridis Sertifikasi Pendidikan Dalam Profesionalisme Pendidik Sesuai Dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Hasil penelitian menunjukkan dengan diberlakukannya Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen maka profesionalisme guru ataupun dosen menjadi lebih berkualitas dan mampu meningkatkan mutu pendidikan nasional. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 ini merupakan langkah yang sangat berarti bagi perkembangan dunia pendidikan dan legalitas para pengajar di Indonesia. Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang professional, sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal 7 ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa. Undang-Undang Guru dan Dosen telah hadir sebagai suatu kebijakan untuk mewujudkan guru profesional. UUGD yang menetapkan kualifikasi dan sertifikasi yang menentukan kualitas dan kompetensi guru. Namun demikian, pelaksanaan sertifikasi menghadapi berbagai kendala. Di samping persoalan biaya, berbagai tantangan dan tuntutan juga muncul. Bagaimana cara pemerintah menghadapi tantangan dan tuntutan ini menentukan apakah sertifikasi berhasil meningkatkan kualitas kompetensi pendidik di Indonesia. Perbedaan peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan adalah peneliti terdahulu membahas sertifikasi guru dan profesionalitas guru berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005. Pada penelitian sekarang pembahasan fokus pada implementasi UU RI No. 14 Tahun 2005 untuk mengembangkan profesionalitas guru di SD Serayu dalam proses pembelajaran. Penelitian lain yang diakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Sleman yang berjudul “Kajian Perilaku Profesional Guru Bersertifikat Pendidik di Kabupaten Sleman”, hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku profesional guru bersertifkat lebih diwarnai oleh perilaku awal guru bukan/belum oleh program sertifikasi. Kebanyakan guru bersertifikat telah menampilkan perilaku profesi guru yang proporsional, namun demikian dijumpai adanya beberapa guru yang cukup berarti yang belum menampakkan kebiasaan melaksanakan beberapa indicator guru profesional. Usia 8 dan masa kerja kurang menampakkan kontribusinya terhadap perilaku profesi guru namun justru ada kecenderungan bahwa semakin tinggi usia dan semakin lama masa kerja semakin menurun kualitas perilaku profesionalnya. Perbedaan peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan adalah peneliti terdahulu membahas pengaruh sertifikasi guru terhadap profesionalisme guru sedangkan pada penelitian sekarang pembahasan fokus pada motivasi guru dalam mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di SD Serayu Yogyakarta. E. Tinjauan Teori Menurut Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa: “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dimana kompetensi guru yang dimaksud tersebut terdiri dari indikator yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. a. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan untuk mengelola pembelajaran yang baik bagi peserta didik. Dengan kata lain menguasai materi pelajaran yang akan diajarkannya dengan baik, mampu memberikan pengertian yang jelas, serta mampu membawa suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik. b. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Dengan kata lain, guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani, sehgga mampu melaksanakan kepemimpinan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. c. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran luas dan mendalam. Guru harus memiliki pengetahuan yang luas serta dalam dari subjek matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep 9 teoritik, mampu memilih metode yang tepat serta mampu menggunakan berbagai metode dalam proses belajar mengajar. d. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien baik dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Definisi kompetensi menurut WJS Purwadarminta menyebutkan bahwa: “Kompetensi merupakan kekuasaan atau kewenangan untuk menentukan dan memutuskan sesuatu hal. Adapun yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah kemampuan guru dalam melaksanakan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Sedangkan guru profesional artinya orang yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai guru dengan maksimal. Sederhananya, guru profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih, serta memiliki pengalaman mumpuni di bidangnya.” Bertolak dari definisi-definisi tadi bisa ditarik kesimpulan bahwa kompetensi profesional guru merupakan kemampuan yang harus dikuasai guru dalam menjalankan proses pembelajaran. Menurut Winarno Surakhmad (2009) menyatakan bahwa: Kualifikasi dan kompetensi guru dinilai tidak mencukupi untuk mengajar di sekolah. Padahal, guru telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru dan dibekali ilmu pengetahuan sesuai bidang dan kompetensinya, tetapi masalah yang mucul masih banyak guru yang belum tahu teknologi, dengan demikian, tidak hanya seminar-seminar pendidikan tentang teknologi yang perlu dilaksanakan. Tapi, belajar secara mandiri juga diperlukan untuk mengejar ketertinggalan, dalam hal ini adalah teknologi informasi. Guru profesional harus mampu melakukan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai. Dalam mencapai tujuan pembelajaran ini, guru tidak sekadar harus menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga harus mengupdate dan menguasai materi yang disampaikan. 10 Menurut Winarno Surakhmad (2009) menyatakan bahwa: “Guru profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional, yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja sama dengan profesi yang lain.” Profesionalisme muncul atas dasar perkembangan masyarakat modern yang semakin kompleks yang menyebabkan proses pengambilan keputusan bertambah sulit, memerlukan informasi yang lengkap, didasari atas penguasaan terhadap pengetahuan serta permasalahannya dan jaminan atas penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin terjadi. Menurut Made Pidarta (1997) menyatakan bahwa: “Hal-hal yang diperlukan untuk penuhi persyaratan profesi pendidik yaitu perlunya penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik memberikan kesempatan berpikir untuk memahami profesi mendidik tersebut. Kedua, perlu dikembangkan kepada calon pendidik kriteria keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas prestasi akademik pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan mendidik dengan kriteria-kriteria tertentu seperti memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara belajar dan lainnya. Ketiga, memperkenalkan perilaku di lapangan yang dapat 7dipilih beberapa di antaranya yang sesuai dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka.” Guru dikatakan profesional apabila memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap guru meliputi yang berikut ini: kemampuan menguasai bahan, kemampuan mengelola program belajar mengajar, kemampuan mengelola kelas dengan pengalaman belajar, kemampuan menggunakan media/sumber dengan pengalaman belajar, kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan dengan pengalaman belajar, kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar dengan pengalaman 11 belajar, kemampuan menilai prestasi siswa dengan pengalaman belajar, kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan dengan menyelenggarakan pengalaman administrasi belajar, sekolah kemampuan dengan mengenal pengalaman dan belajar, kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. Dalam penelitian ini untuk mndukung pembahasan, maka teori yang digunakan adalah teori tindakan sosial dan pertukaran sosial. Menurut Weber dalam George Ritzer and Douglas J. Goodman (2010), menyatakan bahwa: “Rasionalitas sarana tujuan atau tindakan yang ditentukan oleh harapanharapan digunakan sebagai syarat atau sarana untuk mencapai tujuantujuan individu lewat upaya dan perhitungan yang rasional. Rasionalistas nilai atau tidakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan nilai-nilai perlaku etis, estetis, religius atau bentuk perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilan”. Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat diaplikasikan pada guru yang profesional harus berperilaku rasionalitas sarana tujuan yaitu seorang guru profesional dituntut untuk bertindak secara nyata untuk mencapai tujuan indvidu maupun organisasi, dalam hal ini adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Seorang guru juga dituntut untuk berperilaku rasionalitas nilai yaitu dengan melakukan tindakan sesuai dengan kesadaran nilai perilaku etis, relegius untuk mencapai keberhasilan yang berupa motivasi untuk belajar TIK guna meningkatkan profesionalismenya. Masih menurut Weber dalam George Ritzer and Douglas J. Goodman (2010), dalam teori pertukaran sosial menyatakan bahwa: 12 “Salah satu motivasi utama pertukaran sosial antara individu dengan sadar tujuan mintanya adalah melihat besarnya cakupan interaksi yang berbeda, pada cakupan organisasi yang kecil individu berinteraksi secara nyaman, tetapi jika melihat cakupan yang lebih besar maka semakin kompleks masalah yang ditemukan pada interaksi antar individu” Berdasarkan pendapat diatas, maka seorang guru dalam berinterkasi dengan guru lain, guru dengan siswa dan guru dengan kepala sekolah dalam cakupan masyarakat sekolah berbeda dengan interaksi individu dalam masyarakat luas. Hal ini menuntut guru bertindak secara profesional dalam menyikapi suatu pekerjaan dengan mengembangkan kemampuan berupa penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Apabila urusan sekolah maka guru dituntut profesional dalam melakukan pekerjaanya, tidak boleh masalah dimasyarakat atau keluarga dibawah pada interaksi di sekolah. E.1 Pendidikan Menurut Paulo Freire belajar adalah sebuah bentuk penemuan kembali (reinventing), penciptaan kembali (recreating), dan penulisan ulang rewriting). Hal ini tentu saja hanya dilakukan oleh seseorang yang menjadi objek bukan objek belajar. Belajar juga merupakan sebuah pemikiran atas pengalaman dan memikirkan pengalaman adalah cara terbaik untuk berpikir secara benar. Dalam belajar juga perlu memelihara rasa ingin tahu dengan terus bertanya serta terus berusaha mencari jawabannya. Apalagi belajar dipandang sebagai sebuah pekerjaan berat yang menuntut sikap kritis-sistematik dan kemampuan intelektual yang hanya diperoleh dengan praktek langsung. Tentunya dengan model pembelajaran gaya bank yang seperti terjadi di sekolah-sekolah 13 konvensional, definisi tersebut menjadi sulit tercapai. Sikap kritisdalam belajar sama dengan sikap yang diperlukan untuk menghadapi realitas dunia sehingga semakin tekun seseorang belajar tentunya ia menjadi semakin mampu mengaplikasikan apa yang ia pelajari dalam kehidupan nyata. Sedang menurut Ivan Illich (1982): “Belajar adalah kegiatan manusiawi yang paling tidak memerlukan manipulasi orang lain karena sebagian besar pengetahuan bukanlah hasil pengajaran tetapi lebih merupakan hasil partisipasi bebas dalam masalah yang penuh arti.” Hal ini memiliki maksud bahwa setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mendapatkan pengetahuan menurut kemampuan dan parameternya masing-masing. Tentu saja menjadi suatu hal yang kurang tepat jika kemudian cara belajar antara satu individu dengan individu yang lain disama ratakan dengan sebuah sistem yang yang diukur secara kuantitatif. Wacana tentang konsep belajar tentu tak dapat dilepaskan dari aspek pendidikan yang menjadi salah satu sarana dalam mempertajam proses ini. Pendidikan menurut Freire merupakan salah satu media ataupun agen perubahan sosial untuk membentuk masyarakat baru. Pendidikan merupakan latihan untuk memahami makna kekuasaan dan komponen yang terlibat di dalamnya sehingga terjadi komunikasiyang dialogis. Dalam pendidikan terdapat ruang-ruang yang dapat digunakan antara individu maupun kelompok untuk melepaskan diri dari jerat dominasi. Sehingga layaklah pendidikan dijadikan tempat untuk mendiskusikan masalah-masalah politik dan kekuasaan secara mendasar, karena pendidikan menjadi ajang terjalinnya makna, hasrrat, 14 bangsa dan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan juga menjadi wadah untuk mempertegas keyakinan tentang pencaarian jati diri seorang manusia serta apa yang menjadi impiannya. Dalam pendidikan memuat konsep sekolah dimana menjadi salah satu bagian yang cukup berperan dalam menerjemahkan konsep belajar. Sekolah diharapkan dapat menjadi salah satu sarana pembelajaran yang efektif dan efisien guna mencapai tujuan pendidikan yakni melakukan perubahan dengan menggabungkan tindakan yang berupa rekayasa politik dan penciptaan alternatif kehidupan baru. Hanya sayangnya pada tataran implementasi, tujuan sekolah menjadi bias dan semakin menjauh dari idealismenya. Sekolah menjadi sarana pelembagaan nilai yang memperbudak masyarakat secara sistematis, karena hanya sekolah yang dianggap mampu melaksanakan tugas utama yakni membentuk penilaian yang kritis. Anehnya sekolah melaksanakan tugas tersebut dengan terlebih dahulu membuat satu rangkaian penilaian sesuai dengan perspektifnya,dan begitu luar biasanya pengaruh sekolah pada kita sehingga membuat kita tergantung dan terjebak pada sekolah serta enggan melepaskan diri dari dominasinya. Menurut Freire, tujuan utama dari pendidikan adalah membuka mata peserta didik guna menyadari realitas ketertindasannya untuk kemudian bertindak melakukan transformasi sosial. Kegiatan untuk menyadarkan peserta didik tentang realita ketertindasannya ini ia sebut sebagai konsientasi. Konsientasi adalah pemahaman mengenai keadaan nyata yang sedang dialami peserta didik. Lebih lanjut, Daniel Schipani menjelaskan bahwa konsientasi dalam pemahaman Freire adalah: 15 “. . . denotes an integrated process of liberative learning and teaching as well as personal and societal transformation. Conscientization thus names the process of emerging critical consciousness whereby people become aware of the historical forces that shape their lives as well as their potential for freedom and creativity; the term also connotes the actual movement toward liberation and human emergence in persons, communities, and societies.” Konsientasi bertujuan untuk “membongkar” apa yang disebut oleh Freire sebagai “kebudayaan diam.” Diam atau bisu dalam konteks yang dimaksud Freire bukan karena protes atas perlakuan yang tidak adil. Itu juga bukan strategi untuk menahan intervensi penguasa dari luar. Tetapi, budaya bisu yang terjadi adalah karena bisu dan bukan membisu. Mereka dalam budaya bisu memang tidak tahu apa-apa. Mereka tidak memiliki kesadaran bahwa mereka bisu dan dibisukan. Karena itu, menurut Freire untuk menguasai realitas hidup ini termasuk menyadari kebisuan itu, maka bahasa harus dikuasai. Menguasai bahasa berarti mempunyai kesadaran kritis dalam mengungkapkan realitas. Untuk itu, pendidikan yang dapat membebaskan dan memberdayakan adalah pendidikan yang melaluinya nara didik dapat mendengar suaranya yang asli. Pendidikan yang relevan dalam masyarakat berbudaya bisu adalah mengajar untuk memampukan mereka mendengarkan suaranya sendiri dan bukan suara dari luar termasuk suara sang pendidik. Dalam konteks yang demikian itulah Freire bergumul. Ia terpanggil untuk membebaskan masyarakatnya yang tertindas dan yang telah “dibisukan”. Pendidikan “gaya bank” dilihatnya sebagai salah satu sumber yang mengokohkan penindasan dan kebisuan itu. Karena itulah, ia menawarkan 16 pendidikan “hadap-masalah” sebagai jalan membangkitkan kesadaran masyarakat bisu. Salah satu kritikan Freire adalah pendidikan yang berupaya membebaskan kaum tertindas untuk menjadi penindas baru. Bagi Freire pembebasan kaum tertindas tidak dimaksudkan supaya ia bangkit menjadi penindas yang baru, tetapi supaya sekaligus membebaskan para penindas dari kepenindasannya. Materi dalam proses pendidikan yang demikian tidak diambil dari sejumlah rumusan baku atau dalil dalam buku paket tetapi sejumlah permasalahan. Permasalahan itulah yang menjadi topik dalam diskusi dialogis, yang diangkat dari kenyataan hidup yang dialami oleh nara didik dalam konteksnya sehari-hari, misalnya dalam pemberantasan buta huruf. Pertama-tama peserta didik dan guru secara bersama-sama menemukan dan menyerap tema-tema kunci yang menjadi situasi batas (permasalahan) nara didik. Tema-tema kunci tersebut kemudian didiskusikan dengan memperhatikan berbagai kaitan dan dampaknya. Dengan proses demikian, para didik mendalami situasinya dan mengucapkannya dalam bahasanya sendiri. Inilah yang disebut oleh Freire menamai dunia dengan bahasa sendiri. Kata-kata sebagai hasil penamaan sendiri itu kemudian dieja dan ditulis. Proses demikian semakin diperbanyak sehingga nara didik dapat merangkai kata-kata dari hasil penamaannya sendiri. Pendidikan “hadap-masalah” sebagai pendidikan alternatif yang ditawarkan oleh Freire lahir dari konsepsinya tentang manusia. Manusia 17 sendirilah yang dijadikan sebagai titik tolak dalam pendidikan hadap-masalah. Manusia tidak mengada secara terpisah dari dunia dan realitasnya, tetapi ia berada dalam dunia dan bersama-sama dengan realitas dunia. Realitas itulah yang harus diperhadapkan pada nara didik supaya ada kesadaran akan realitas itu. Konsep pedagogis yang demikian didasarkan pada pemahaman bahwa manusia mempunyai potensi untuk berkreasi dalam realitas dan untuk membebaskan diri dari penindasan budaya, ekonomi dan politik. Dalam pendidikan "hadap masalah" itu guru belajar dari murid dan murid belajar dari guru. Bagi Freire dialog adalah salah satu unsur penting dalam pendidikan kaum tertindas. Inti dialog adalah kata. Kata mempunyai dua dimensi refleksi dan aksi yang berada dalam interaksi yang radikal. Tanpa refleksi hanya akan terjadi aktivisme, dan tanpa aksi hanya akan terjadi verbalisme. Dengan adanya aksi dan refleksi, kata menjadi benar-benar kata yang sejati. Kata sejati adalah kata yang memungkinkan mengubah dunia. Dialog adalah pertemuan antara kata dengan tujuan "memberi nama kepada dunia". Dialog mengandaikan kerendahan hati, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain meskipun menurut perasaan kebudayaan lebih rendah, memperlakukan orang lain sederajat, keyakinan bahwa orang lain dapat mengajar kita. Artinya bahwa tindakan dialogik selalu bersifat kooperatif. Itu berarti adanya kesatuan antara bawahan dan atasan dalam usaha memacu proses perubahan. 18 Kesadaran tumbuh dari pergumulan atas realitas yang dihadapi dan diharapkan akan menghasilkan suatu tingkah laku kritis dalam diri nara didik. Freire membagi empat tingkatan kesadaran manusia, yaitu: 1. Kesadaran intransitif. Dimana seseorang hanya terikat pada kebutuhan jasmani, tidak sadar akan sejarah dan tenggelam dalam masa kini yang menindas. 2. Kesadaran semi intransitif atau kesadaran magis. Kesadaran ini terjadi dalam masyarakat berbudaya bisu, dimana masyarakatnya tertutup. Ciri kesadaran ini adalah fatalistis. Hidup berarti hidup di bawah kekuasaan orang lain atau hidup dalam ketergantungan. 3. Kesadaran Naif. Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk mempertanyakan dan mengenali realitas, tetapi masih ditandai dengan sikap yang primitif dan naif, seperti: mengindentifikasikan diri dengan elite, kembali ke masa lampau, mau menerima penjelasan yang sudah jadi, sikap emosi kuat, banyak berpolemik dan berdebat tetapi bukan dialog. 4. Kesadaran kritis transitif. Kesadaran kritis transitif ditandai dengan kedalaman menafsirkan masalah-masalah, percaya diri dalam berdiskusi, mampu menerima dan menolak. Pembicaraan bersifat dialog. Pada tingkat ini orang mampu merefleksi dan melihat hubungan sebab akibat. Bagi Freire pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran kritis transitif. Memang ia tidak bermaksud bahwa seseorang langsung mencapai tingkatan kesadaran tertinggi itu, tetapi belajar adalah proses bergerak dari kesadaran nara didik pada masa kini ke tingkatan kesadaran yang di atasnya. E.2 Teori Kebijakan Publik Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya (Monahan dalam Syafaruddin, 2008:75). 19 Abidin (2006:17) menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berprilaku (Dunn, 1999). Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih adaptif dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada. Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara. Carter V Good (1959) memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational policy) sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas system nilai dan beberapa penilaian atas faktor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengopersikan pendidikan yang bersifat melembaga. Pertimbangan tersebut merupakan perencanaan yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan, agar tujuan yang bersifat melembaga bisa tercapai. Kebijakan pendidikan sangat erat hubungannya dengan kebijakan yang ada dalam lingkup kebijakan publik, misalnya kebijakan ekonomi, politik, luar 20 negeri, keagamaan dan lain-lain. Konsekuensinya kebijakan pendidikan di Indonesia tidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada perubahan kebijakan publik maka kebijakan pendidikan bisa berubah. Ketika kebijakan politik dalam dan luar negeri, kebijakan pendidikan biasanya akan mengikuti alur kebijakan yang lebih luas. Bahkan pergantian menteri dapat pula mengganti kebijakan yang telah mapan pada jamannya. Kebijakan publik merupakan alat control terhadap masyarakat melalui beberapa aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Penetapan Kebijakan selama ini dijalankan oleh para apartus state ataupun para elite negara tanpa memperhatikan kepentingan pemakai kebijakan. Hal ini berarti kebijakan yang dibuat bersifat sepihak saja dan para elite Negara tersebut telah menodai amanah kebijakan publik. Makna kebijakan publik telah melenceng dari kenyataannya, yang seharusnya membela kepentingan rakyat melalui prasarana kebijakan yang lebih partisipatif. Titik singgung proses pertukaran kepentingan antara pemerintah dan masyarakat inilah yang harus melandasi formula sebuah kebijakan publik. Penetapan kebijakan publik perlu mengangkat konsep demokrasi yang kuat. Dari konsep demokrasi itulah kebijakan publik lebih berproses, tidak hanya sekumpulan elite atau politikus negara, tetapi kumpulan dari orang-orang yang bersinggungan dengan masalah kebijakan. Perlu adanya keterlibatan masyarakat sipil dalam membahas kebijakan-kebijakan publik, sehingga tidak dimonopoli oleh kelompok negara saja. Yang nantinya nilai-nilai demokrasi akan bisa terwujud dengan proses kedaulatan rakyat dengan sistem mufakat. 21 Pendidikan tidak pernah steril dari kebijakan baik kebijakan tingkat lokal, regional, maupun nasional. Kebijakan yang diambil oleh pejabat yang berwenang dari kepala sekolah hingga menteri merupakan kebijakan publik. Di era demokrasi seperti sekarang ini, peran masyarakat sebagai stakeholder pendidikan sangat penting dalam kebijakan publik. Dengan peran yang aktif, masyarakat tidak lagi sebagai objek penderita atas berbagai kebijakan publik yang diterapkan dalam dunia pendidikan. Keterlibatan stakeholder untuk berpartisipasi dalam kebijakan publik sangat diperlukan dalam menentukan dan menetapkan sebuah kebijakan. Keterlibatan stakeholder ini paling tidak membutuhkan kecakapan warganegara dalam dua hal yaitu kecakapan intelektual dan kecakapan partisipatoris. Dua kecakapan ini merupakan pautan tiga dimensi yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Terutama kecakapan partisipatoris dengan membentuk aliansi dari anggota masyarakat untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Aliansi tersebut dapat terwadahi dalam sebuah institusi formal maupun non formal, sehingga bisa menjadi pressure group dalam menyikapi isu-isu pendidikan, baik tingkat mikro sekolah, lokal maupun nasional. Hal ini harus dimanfaatkan dengan baik dalam mengambil inisiatif atas sebuah kebijakan karena kebijakan publik dapat bersifat bottom up. Inisiatif tersebut dapat berbentuk hearing dan diskusi dengan pihak eksekutif maupun legislatif. 22 E.3 Profesionalisme Guru Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan secara sempurna maupun tidak. (Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembagalembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008). Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru ”a teacher is person sharged with the responbility of helping orthers to learn and to behave in new different ways” (Cooper, 1990). Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara bertanggung jawab. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan 23 keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas seorang guru yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Profesionalisme adalah sebuatan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Sedangkan yang dimaksud dengan profesionalisme guru adalah sebuah pencerminan sikap mental serta komitmenya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas kompetensi keguruannya dengan segala upaya dan strategi. Dan senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman, sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna. Profesionalisme guru adalah merupakan pencerminan prilaku guru yang secara formal harus mendapatkan pengakuan berdasarkan ketentuan yang berlaku baik kaitannya dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan itu bisa dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat dan sebagainya, baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Pengertian mutu pendidikan yang akan penulis sampaikan ini adalah merupakan konsep statis yang dapat berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan 24 teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian, mutu pendidikan dapat memberi makna kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponenkomponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Komponen-komponen yang memiliki kaitan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan , antara lain siswa, guru, kepala sekolah, pengawas, sarana/prasarana, dan proses pembelajaran. Dan secara sederhana tindakan pengelolaan terhadap komponen-komponen tersebut dapat diperlihatkan gambaran mutu pendidikan dengan cara mengenali tanda-tanda operasional berupa : 1. Lulusan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. 2. Nilai akhir sebagai salah satu alat ukur terhadap prestasi belajar siswa 3. Prosentasi lulusan yang dicapai semaksimal mungkin oleh sekolah 4. Penampilan kemampuan dalam semua komponen pendidikan. Jadi secara sederhana mutu pendidikan dapat diukur dengan suatu proses memaksimalkan komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, untuk menjadi relevan dengan tuntutan masyarakat. Sehingga masyarakat sebagai lingkungan yang akan menjadi pengguna lulusan dari sekolah merasa puas dengan kualitas lulusan dari sekolah tersebut. Kualitas yang dimaksud dalam pemahaman ini bukan hanya sekedar jumlah nilai-nilai, melainkan 25 menyangkut norma dan budi pekerti yang dapat diterima dan dipuji oleh masyarakat. Peningkatan mutu pendidikan secara umum akan bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan nasional. Hal ini karena daya ukur keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana pencapaian proses pembelajaran terhadap standar ideal yang diharapkan oleh tujuan pendidikan nasional. Profesionalisme guru tidak mungkin dengan sendirinya dimiliki guru, karena harus terus diupayakan untuk diraih dengan cara dan strategi yang tepat. Guru profesional adalah sifat dan tanggungjawab yang dilakukan guru dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai standar profesionalisme, misalnya melalui pendidikan dan latihan, proses sertifikasi, atau kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam menunjang profesionalitas. Profesionalisme guru merupakan cara yang logis untuk menghadapi perubahan sosial sebagai konsekuensi globalisasi dalam berbagai bidang. Profesionalisme diyakini mampu meningkatkan kinerja yang optimal guru sehingga pada akhirnya dapat menciptakan cita-cita pendidikan sebagai insan kamil yang cerdas dan berakhlak mulia, mampu menghadapi perubahan zaman, secara damai, terbuka, demokratis, dan berkompetisi. Oleh sebab itu SD Serayu perlu mengembangkan profesionalisme guru dengan dimulai dari kegiatan belajar mengajar dan kegiatan kependidikan sehari-hari baik dikelas maupun 26 pada organisasi guru melalui motivasi belajar teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sejalan dengan berbagai tuntutan profesionalisme, perubahan sosial dan perkembangan teknologi, budaya mutu merupakan suatu paradigma yang dapat dijadikan pijakan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari tata kelola proses-proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Untuk menghasilkan peserta didik yang sesuai dengan harapan, diperlukan suatu sistem pendidikan yang tidak hanya mengacu pada satu aspek saja melainkan merupakan perpaduan dari berbagai aspek sehingga menghasilkan suatu sistem pendidikan yang unggul. Berdasarkan pada pemaparan diatas proses pembelajaran yang kemudian akan diteliti lebih lanjut oleh penulis adalah proses yang melibatkan subjek belajar yakni guru, realitas dunia sebagai objek yang “dikemas” oleh sekolah dalam bentuk kurikulum serta metode transformasinya sekolah melalui guru yakni berupa metode pembelajaran dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi. E.4 Motivasi Berprestasi Apabila berbicara mengenai motivasi, maka akan selalu dihubungkan dengan setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak terlepas dari daya dorong dan sikap yang membuat seseorang tersebut melakukan suatu kegiatan. Dalam suatu organisasi formal, motivasi merupakan tugas seorang 27 pimpinan untuk membuat bawahan melakukan apa yang harus dilakukan. Salah satu fungsi pemimpin adalah memberikan motivasi kerja kepada bawahan. Dengan demikian kepedulian pemimpin terhadap aspek pentingnya motivasi pegawai menjadi porsi yang harus diperhitungkan. Sedagkan menurut Siagian (2002) “Motivasi merupakan daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota yang bersangkutan.” Motivasi sangat berperan dalam belajar, dengan motivasi inilah guru menjadi terdorong untuk meningkatkan profesinya melalui penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), dan dengan motivasi kualitas pembelajaran dapat diwujudkan dengan baik. Kurangnya motivasi guru dalam penguasaaan TIK secara intrinsik maupun ekstrinsik menyebabkan pengaruh negatif pada profesionalisme. Kebanyakan dari guru belum menyadari adanya pengaruh yang signifikan dari motivasi. Motivasi yang kuat dalam diri guru akan meningkatkan minat, kemauan dan semangat yang tinggi dalam menguasaai TIK, karena antara motivasi dan semangat mempunyai hubungan yang erat. Dalam mencapai prestasi yang setinggi mungkin, setiap individu harus memilikikeinginan yang kuat demi mencapai tujuannya dan hal tersebut sangat bergantung pada usaha,kemampuan, dan kemauan dari indivisu itu sendiri.Menurut teori Need for Achievement (N.Ach) yang dikemukakan oleh 28 McCelland,motivasi setiap orang berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Beberapa hal yang mempengaruhi motivasi menurut Fernald & Fernald dalam Mubiar Agustin yaitu: 1) Keluarga dan kebudayaan, motivasi dapat dipengaruhi olehlingkungan sosial, pola asuh orang tua, dan teman (terutama pada remaja), 2) Konsep diri,apabila individu percaya diri dapat melakukan sesuatu, maka akan timbul motivasi dalam diriindividu untuk melakukan hal tersebut; dan 3) Jenis kelamin, keidentikan prestasi tinggi dengan maskulinitas membuat pria lebih maksimal dalam belajar dibandingkan wanita. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki standar berprestasi, lebihsuka bekerja pada situasi ketika ia mendapatkan umpan balik sehingga dapat mengetahui seberapa baik tugas yang telah dilakukan, tidak menyukai keberhasilan yang bersifatkebetulan atau karena tindakan orang lain, dan lebih suka bekerja pada pada tugas yangtingkat kesulitannya menengah dan realistis dalam pencapaian tujuannya, individu bersifatinovatif dalam melakukan suatu tugas, serta individu dapat menerima kegagalan atau tugastugas yang telah dilakukannya. (McCelland dalam Mubiar, 2011:21) Memilih metode belajar yang tepat, dan bervariasi untuk membangkitkansemangat siswa.Untuk menumbuhkan motivasi berprestasi, orang tua harus selalu mengontrol anaknyadalam kegiatan belajar dan semua kegiatan anaknya. Guru yang berperan sebagai orang tuakedua siswa di sekolah juga harus mendidik siswa (bukan hanya mengajar), agar siswa merasakan diperhatikan dan disayang. 29 F. Tinjauan Tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi Menurut William & Sawyer (Abdul Kadir & Terra CH, 2003), teknologi informasi didefinisikan sebagai teknologi yang menggabungkan komputer dengan jalur komunikasi kecepatan tinggi, yang membawa data, suara, dan video. Definisi ini memperlihatkan bahwa dalam teknologi informasi pada dasarnya terdapat dua komponen utama yaitu teknologi komputer dan teknologi komunikasi. Teknologi komputer yaitu teknologi yang berhubungan dengan komputer termasuk peralatan-peralatan yang berhubungan dengan komputer. Sedang teknologi komunikasi yaitu teknologi yang berhubungan perangkat komunikasi jarak jauh, seperti telephon, faximile, dan televisi. Definisi teknologi informasi yang lain dikemukakan Nina W. Syam (2004). Menurutnya teknologi informasi dapat dimaknai sebagai ilmu yang diperlukan untuk memanag informasi agar informasi tersebut dapat ditelusuri kembali dengan mudah dan akurat. Isi ilmu tersebut dapat berupa prosedur dan teknik-teknik untuk menyimpan dan mengelola informasi secara efisien dan efektif. Lebih lanjut menurut Nina W. Syam, informasi dipandang sebagai data yang telah diolah dan dapat disimpan baik dalam bentuk tulisan, suara, maupun dalam bentuk gambar, dimana gambar tersebut dapat berupa gambar mati atau gambar hidup. Sedang informasi yang dikelola atau disampaikan melalui teknologi informasi tersebut dapat berupa ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Bila informasi tersebut volumenya kecil tentu tidak memerlukan teknik-teknik 30 atau prosedur yang rumit untuk menyimpannya. Namun bila informasi tersebut dalam volume yang cukup besar, maka diperlukan teknik atau prosedur tertentu untuk menyimpannya, agar mudah menemukan kembali informasi yang tersimpan. Teknik atau prosedur untuk mengelola informasi itulah yang disebut dengan teknologi informasi. Berdasarkan dua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi secara sederhana dapat dipandang sebagai ilmu yang diperlukan untuk mengelola/memanag informasi agar informasi tersebut dapat secara mudah dicari atau ditemukan kembali. Sementara dalam pelaksanaannya untuk dapat mengelola informasi tersebut dengan baik, cepat, dan efektif, maka diperlukan teknologi komputer sebagai pengolah informasi dan teknologi komunikasi sebagai penyampai informasi jarak jauh.. Perkembangan teknologi informasi (TI) yang sangat pesat merupakan potensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Internet sebagai anak kandung dari teknologi informasi menyimpan informasi tentang segala hal yang tidak terbatas, yang dapat digali untuk kepentingan pengembangan pendidikan. Dengan internet belajar tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mulai dari yang sangat sederhana sampai yang tercanggih (TIK-internet) dapat berdampak semakin besar terhadap kehidupan manusia, dintaranya: (a) literasi teknologi telah memfasilitasi penambahan dan pendalaman pengetahuan, yang pada gilirannya memfasilitasi penciptaan pengetahuan, yang selanjutnya lagi dapat mendorong terciptanya teknologi informasi dan komunikasi yang baru; (b) 31 teknologi memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan ragam kehidupan manusia bersama kenikmatan yang ditimbulkannya, tetapi pada waktu yang sama budaya yang serba mudah dan instan cenderung mengikis nilai-nilai luhur kehidupan. Kemajuan TIK patut diapresiasi, namun ada juga beberapa hal yang perlu diwaspadai, diantaranya, informasi yang tersaji di laman-laman internet bermacam-macam, mulai dari yang sangat bermanfaat karena relevan dengan kebutuhan pengunduh, sampai yang sangat merugikan karena kurang cocok dengan tingkat perkembangan anak. Termasuk dalam jenis informasi yang disebut terakhir itu adalah informasi yang mengandung perilaku kekerasan, kesewenang-wenangan, perilaku lain yang tidak terpuji serta pornografi. Oleh karena itu pemanfaatan TIK dalam proses pendidikan perlu diiringi dengan pendidikan budaya dan karakter untuk mencegah dampak negatif yang bisa ditimbulkan. Arus informasi dan teknologi yang memungkinkan proses belajar menjadi lebih fleksibel. Banyak materi berbagai pelajaran dapat diakses melalui internet. Melalui internet pula, informasi mengenai berbagai pengetahuan yang ada di negara-negara belahan dunia lain dapat diakses tanpa harus membuka buku. Pengetahuan dapat bertambah luas, variatif dan integratif. Belajar tidak hanya berteori namun langsung pada praktek. Hal ini akan lebih disenangi anak dan dimengerti anak. Terkadang apa yang telah dipelajari anak di dalam kelas dilupakan setelah anak kenaikan kelas atau lulus. Penyebabnya, anak lebih sering menghafal materi, dan belajar jika ada ujian. 32 Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan mediamedia komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah elearning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Pengertian peningkatan kompetensi TIK pada guru adalah kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai oleh guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengajaran dalam bidang TIK. Keadaan Penguasaan TIK bagi guru sejauh ini, masih banyak guru yang belum memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Minimnya kegiatan peningngkatan kualitas dan kompetensi guru melalui pendidikan dan pelatihan atau sejenisnya, termasuk yang berhubungan dengan penguasaan dan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran . masih banyak guru-guru yang gaptek khususnya guru-guru senior. Banyak pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan pola-pola konvensional, yang sering dikenal dengan pembelajaran berpusat pada guru. Jika 33 pada masa lalu ada anggapa bahwa pembelajaran tidak terlalu perlu menggunakan media TIK, pada era saat ini penggunaan media TIK merupakan suatu keharusan. Pentingnya penguasaan TIK bagi guru karena, Penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi kini menjadi bagian dari tuntutan kompetensi guru, baik guna mendukung pelaksanaan tugasnya (penyusunan perencanaan, penyajian pembelajaran, evaluasi dan analisis hasil evaluasi) maupun sebagai sarana untuk mencari dan mengunduh sumber-sumber belajar. Teknologi diharapkan menjadi kesatuan dalam pembelajaran sehingga tercipta peserta didik yang lebih aktif dan mandiri. Selanjutnya, agar penerapan pendidikan karakter melalui TIK dapat berjalan secara efektif dalam mencapai tujuannya, para guru hendaknya mampu memberikan materinya dengan cara-cara yang interaktif, dan mampu membuat para peserta didiknya menjadi kreatif. Proses pembelajarannya pun harus menjadi menyenangkan dan bermakna. Dalam konteks tersebut, peran guru dalam proses interaksi pembelajaran hendaknya tidak terlalu dominan, tetapi lebih sering berperan sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran tidak berpusat pada guru, tetapi lebih berpusat pada peserta didik atau lebih menempatkan peserta didik sebagai subyek didik daripada sebagai obyek didik. Proses belajar mengajar di sekolah seringkali hanyalah merupakan sebuah rutinitas belaka. Sesuai jadwal yang tertera di papan jadwal, guru memasuki kelas dimana ia harus mengajar. Kemudian ia membuka kelas, menyampaikan materi pelajaran dengan konsep-konsepnya, memberikan 34 beberapa contoh soal dilanjutkan member penguatan dengan latihan soal-soal yang setipe dan diakhiri dengan pemberian tugas untuk diselesaikan di rumah. Proses ini dianggap telah cukup untuk dikatakan bahwa guru tersebut telah mengajar dengan baik. Semua materi sesuai tuntutan kurikulum tersampaikan, semua siswa telah memperoleh pelajaran sesuai haknya sebagai seorang pelajar. Selesailah tugas guru tersebut. Akan tetapi dalam kenyataannya kita seringkali menemukan fakta bahwa siswa di sekolah tidak tahu konsep apa yang baru saja dipelajari, apalagi menguasai konsep tersebut untuk diterapkan dalam memecahkan suatu masalah. Ini menunjukkan ada sesuatu yang salah atau kurang dalam kegiatan belajar mengajar kita. Mungkin saja dikarenakan kita telah lama mengajar akan tetapi sesungguhnya kita tidak pernah menengok kembali tentang teori belajar mengajar itu sendiri. Ibaratnya kita akan pergi ke suatu tempat tujuan, akan tetapi kita tidak tahu arahnya dan tidak mau tahu arah yang benar yang mana. Dalam Permendikbud No 65 tahun 2013 yang merupakan perubahan Permendiknas No 41 tahun 2006 tentang standar proses dinyatakan bahwa Salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang diperlukan guru kemauan, dan berlangsung sepanjang yang memberikan mengembangkan hayat. potensi 35 Dalam keteladanan, dan proses tersebut membangun kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Mengajar yang baik lebih jauh sasarannya adalah memberi pengalaman yang cukup bagi siswa agar mampu menyerap setiap materi yang ia pelajari dengan baik, mampu bertahan lama dalam memorinya dan memberikan ketrampilan bagi siswa dalam menghadapi masalah yang dijumpai dalam kehidupannya sesuai dengan tingkat perkembangan sikap, pengetahhuan dan ketrampilan siswa tersebut. Nilai-nilai inilah yang jarang diberikan guru kepada siswanya, terutama siswa-siswa dengan kemampuan berpikir yang sedang dan lemah, sehingga wajar apabila banyak siswa yang gagal ketika mengerjakan soal tes atau menyelesaiakan permasalahan yang diberikan. Memang hal ini mungkin saja dikarenakan siswa kurang bekerja keras dalam belajarnya, tapi mungkin juga dikarenakan guru tidak menggunakan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran. 36 Pada saat ini pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, berbagai kemajuan di bidang teknologi dan informasi telah mempengaruhi perilaku masyarakat. Dari perkembangan teknologi dan informasi ini telah memunculkanberbagai macam media dan sarana informasi yang telah menyebar dan dipunyai secara luas masyarakat kita, seperti televisi, komputer, handphone, vcd dan dvd player , teknologi internet dll. Dari kondisi seperti ini anak-anak sekarang lebih sibuk mengikuti acara-acara televisi terutama musik yang hampir setiap hari memunculkan lagu dan bandband baru yang disadari atau tidak telah menjadi idola baru anak-anak kita. Juga teknologi internet dengan booming facebooknya telah sangat mempengaruhi perilaku anak-anak kita. Kehadiran media informasi dan media sosial kehadiran teknologi internet sepertinya telah menggantikan peranan guru di kelas. Ini menjadi tantangan bagi guru saat ini untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan dan media internet dan TIK yang ada disekitarnya untuk mendapatkan perhatian anak serta mampu meningkatkan pemahaman anak . Pada saat mengajar, guru harus lebih banyak menggunakan bermacam-macam strategi mengajar dengan menggunakan macam-macam pendekatan, metode dan model pembelajaran dan media pembelajaran yang akan menarik minat dan sikap siswa dalam mempelajarinya. Salah satu desain pembelajaran yang dapat dirancang oleh guru adalah pembelajaran dengan memanfatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai media pembelajaran. Beberapa software TIK yang dapat dimanfaatkan dalam 37 pembelajaran adalah software presentasi seperti microsoft powerpoint, macromedia flash dan lain-lain. Selain itu guru dapat memanfaatkan software lain seperti: video tutorial, geogebra ataupun screen cast agar merangsang siswa untuk lebih aktif belajar. Secara sederhana teknologi informasi dapat dikatakan sebagai ilmu yang diperlukan untuk mengelola informasi agar informasi tersebut dapat dicari dengan mudah dan akurat. Isi dari ilmu tersebut dapat berupa teknikteknik dan prosedur untuk menyimpan informasi secara efisien dan efektif. Informasi dapat dikatakan sebagai data yang telah terolah. Informasi ini dapat berupa ramalan cuaca, surat, berita, publikasi hasil penelitian dan pengembangan atau program pendidikan atau latihan, misalnya teknik mengelas, cara memasak, pelajaran musik atau pelajaran lain. Informasi tersebut dapat disimpan dalam bentuk tulisan, suara, gambar mati ataupun gambar hidup. Sehingga informasi akhirnya dapat berupa ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Bila informasi tersebut volumenya kecil, tentunya tidak diperlukan teknik-teknik atau prosedur yang rumit untuk menyimpannya. Namun bila informasi tersebut dalam volume yang besar, diperlukan teknik dan prosedure tertentu untuk menyimpannya agar mudah mencari informasi yang tersimpan. Komputer mempunyai kapasitas untuk menyimpan informasi dalam volume besar. Pada mulanya , komputer hanya mampu menyimpan teks dan grafik sederhana saja. Namun dewasa ini, komputer telah mampu menyimpan informasi dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk suara, gambar mati, 38 gambar hidup, bahkan gabungan gambar hidup dan suara dalam bentuk film. Namun ada juga informasi yang belum mampu disimpan oleh komputer, yaitu antara lain informasi mengenai bau, dan rasa. Bayangkan bila informasi seperti bau dan rasa ini dapat disimpan dalam komputer, maka pada program latihan memasak nasi goreng yang ditayangkan lewat televisi atau sebagai paket program komputer, selain suara dan proses pemasakannya yang bisa disaksikan, bau dan rasanya pun dapat kita rasakan. Dalam suatu institusi, ada informasi yang perlu dikomunikasikan dari satu bagian ke bagian yang lain. Cara yang paling sederhana untuk mengkomunikasikan informasi adalah dengan memindahkan informasi tersebut ke tempat lain. Namun bila ada jarak antara pengirim dan penerima informasi, maka proses penyampaian itu akan bermasalah. Dalam situasi dimana jumlah pihak yang memerlukan informasi itu banyak dan informasi yang diperlukan bervariasi, proses penyampaian informasi tersebut menjadi lebih rumit. Kehadiran kombinasi teknologi komputer, teknologi informasi dan teknologi komunikasi/telekomunikasi sangat mempermudah penyampaian informasi dalam bentuk yang telah diidentifikasi di atas. 39 F. Metode Penelitian Penelitian merupakan usaha untuk mencari fakta atau kebenaran tentang suatu peristiwa yang terjadi. Untuk mendekati permasalahan yang diteliti dan menentukan jawabannya diperlukan suatu metode penelitian yang memadai. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilaku yang diamati. F.1 Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Menurut Lexy Moleong (2006) “Penelitian deskriptif merupakan menuturkan dan menggambarkan suatu fenomena tertentu yang terjadi. Jenis penelitian ini memusatkan pada pemecahan masalah-masalah aktual, dimana data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisa. Sebuah deskritif merupakan representasi obyektif terhadap fenomena yang ditangkap.” Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kualitatif. “Pendekatan kualitatif adalah penelitian untuk menjawab permasalahan yang memerlukan pemahaman secara mendalam dalam waktu dan situasi yang bersangkutan, dilakukan secara wajar dan alami sesuai dengan kondisi objektif di lapangan tanpa adanya manipulasi, serta jenis data yang dikumpulkan terutama data kualitatif.” 40 (Sugiyono, 2006: 29) Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. “Studi kasus merupakan metode yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan mengapa dan bagaimana. Studi kasus melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap tingkah laku seseorang. Studi kasus digunakan bila melakukan penelitian yang terinci tentang seseorarang atau sesuatu unit selama kurun waktu tertentu, studi kasus juga digunakan untuk bisa melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila peristiwa-peristiwa tersebut tidak dapat dimanipulasi dan peneliti hanya memiliki peluang yang kecil sekali atau tak mempunyai peluang sama sekali untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut” (Robert K. Yin. 2012:15). Penelitian ini menggunakan metode studi kasus karena ingin mengetahui secara mendalam dan menyeluruh mengenai peningkatan profesionalisme guru dalam menggunakan TIK di SD Serayu Yogyakarta, yang secara tidak langsung mempengaruhi pembelajaran di SD Serayu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas lulusan. F.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di SD Serayu Yogyakarta yang beralamat di Jalan Juadi No 2 Kotabaru Yogyakarta. Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian SD Serayu, karena SD Serayu Yogyakarta termasuk SD Favorit di Kota Yogyakarta, sehingga hal ini mengharuskan guru di SD Serayu untuk dapat bersikap profesional sesuai indikator guru profesional salah satunya adalah menguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). F.3 Unit Analisis “Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian yang lain, Unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus/ komponen yang 41 diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan reabilitas penelitian dapat terjaga. Karena terkadang peneliti masih bingung membedakan antara objek penelitian, subjek penelitian dan sumber data. Unit analisis suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok, organisasi, benda, wilayah dan waktu tertentu sesuai dengan pokus permasalahannya.” (Suharsimi Arikunto: 2002) Unit analisis berupa organisasi dapat berupa organisasi dalam skala atau level kecil atau terbatas seperti sekolah, pesantren, organisasi mahasiswa jurusan dan lain sebagainya, maupun dalam skala besar, seperti ormas besar, perusahaan, perserikatan dan negara. Dalam hal ini yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah sekolah yaitu SD Serayu Yogyakarta. F.4 Informan Dalam penelitian kualitatif terfokus pada informan yang dibutuhkan yang sesuai dengan apa yang diinginkan peneliti dalam hal ini berupa jawaban dan informasi. Peneliti dalam hal ini menggunakan model pengambilan purposive sampling atau sampel bertujuan yang ditentukan oleh tujuan dari penelitian tersebut. Informan adalah subjek yang memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti selama penelitian berlangsung. Didalam penelitian ini, peneliti untuk memperoleh data yang diinginkan menggunakan informan berupa aktor-aktor yang berperan penting dalam menjalankan proses pembelajaran di SD Serayu Yogyakarta yang kompeten untuk memberikan informasi. Pada penelitian ini yang menjadi informan adalah guru sebanyak 5 guru dan 1 kepala sekolah. Guru dijadikan informan karena guru di dalam penelitian ini adalah objek yang ingin diteliti dalam kaitannya dengan motivasi guru dalam belajar Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam meningkatkan profesionalisme guru di SD Serayu Yogyakarta. Hal ini karena jumlah tersebut sesuai dengan kreteria yang 42 diharapkan penulis dan sesuai tujuan penelitian. Guru yang dipilih sebagai sampel memenuhi syarat yaitu sudah lebih 10 tahun mengajar di SD Serayu. Kepala sekolah dijadikan sampel, karena untuk menggali informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kepala sekolah berperan sebagai informan yang memberikan informasi secara menyeluruh dan umum tentang gambaran SD Serayu, profil guru, upaya-upaya yang dilakukan sekolah dalam pengembangan profesionalisme guru organisasi guru, kegiatan siswa dan informasi umum tentang SD Serayu lainnya. F.5 Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data ini peneliti menggunakan observasi, wawancara, interview guide serta dokumentasi yang diperlukan. a. Observasi “Observasi adalah teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.” (Riduwan, 2004 : 104). Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung di lapangan yaitu SD Serayu Yogyakarta. Dalam observasi atau pengamatan ini menuntut penggunaan panca indra seperti penglihatan dan pendengaran untuk menangkap fenomena atau peristiwa yang terjadi di SD Serayu Yogyakarta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu implementasi UU RI No 14 Tahun 2005 terhadap Profesionalisme Guru di SD Serayu Yogyakarta. b. Wawancara “Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab ambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide/panduan wawancara.” (Nazir: 1988) 43 Tujuan utama dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk memperoleh informasi langsung dari informan yaitu kepala sekolah dan guru SD Serayu Yogyakarta. Dalam melakukan wawancara ini, peneliti secara langsung berhadapan dengan informan selaku sumber untuk menanyakan informasi yang ingin diperoleh. Peneliti melakukan wawancara secara terpisah dan berbeda hari menyesuaikan dengan jadwal kepala sekolah dan guru di SD Serayu. c. Interview guide Interview guide atau panduan wawancara memuat garis besar topik atau masalah yang menjadi pegangan wawancara. Bahan wawancara yang ditanyakan ditulis dalam interview guide dimana isi pertanyaan untuk kepala sekolah dan guru berbeda sesuai dengan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Interview guide dalam penelitian ini berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan implementasi UU RI No. 14 Tahun 2005 terhadap guru di SD Serayu Yogyakarta dalam proses pembelajaran. d. Dokumen Untuk memperkuat data-data yang didapat melalui wawancara dan observasi, dilengkapi dengan suatu dokumentasi. Informasi yang didapat berupa data-data tertulis dari penelusuran pustaka dan dari arsip SD Serayu Yogyakarta. Informasi lain tentang SD Serayu dicari melalui media elektronik seperti penelusuran gambar-gambar di internet dan media 44 informasi lain lain yang berkaitan dengan topik penelitian di SD Serayu Yogyakarta. F.6 Analisis Data Pada penelitian kualitatif proses analisis data dapat dilakukan pada saat dimulainya pengumpulan data di lapangan dan secara berkelanjutan sampai pada penulisan laporan penelitian. Data yang terkumpul selanjutnya diolah menggunakan tiga tahap: a. Reduksi data Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data mentah yang diperoleh dari berbagai sumber di lapangan yaitu SD Serayu Yogyakarta pada saat pengambilan data. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah berikutnya mengadakan reduksi data atau meringkas data yang dilakukan dengan membuat abstraksi, yaitu usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. b. Display data Setelah didapat informasi tersusun dari hasil penelitian di SD Serayu Yogyakarta langkah sebelum penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan adalah display data yang menghasilkan sajian data yang lebih spesifik. Data-data yang didapat dari hasil wawancara di SD Serayu Yogyakarta disatukan dan diolah kembali. Setelah didapat informasi tersusun dari hasil penelitian di SD Serayu Yogyakarta yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, 45 maka dari langkah display data ini dihasilkan dan disajikan data yang lebih spesifik. Penyajian data dalam penelitian ini merupakan uraian data tentang implementasi UU RI Nomor 14 tahun 2005 terhadap profesionalisme guru, sehingga mudah dipahami. Selain itu dilakukan dengan mendeskripsikan data yang telah diperoleh dari observasi, wawancara, interview Guide dan dokumentasi. c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi dalam penelitian di SD Serayu Yogyakarta ini. Dalam analisa data ini dituntut ketajaman, kedalaman dan keluasan wawasan agar menyentuh pada akar kebenaran sesungguhnya. Artinya selain harus mampu mengungkapkan analisis pada permukaan luar juga mampu mengungkapkan permukaan dalam, mengapa sesuatu tersebut terjadi, dalam hal ini dengan kaitannya terhadap hasil penelitian di SD Serayu Yogyakarta. 46