1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan
pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran.
Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan mediamedia komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dan sebagainya.
Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap
muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru
dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa.
Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas
dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan
menggunakan komputer atau internet.
Dengan masuknya materi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
kurikulum baru, maka peranan komputer sebagai salah satu komponen utama
dalam TIK mempunyai posisi yang sangat penting sebagai salah satu media
pembelajaran. Kutipan dari Kurikulum untuk Mata Pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi:
Visi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu agar siswa
dapat dan terbiasa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan
Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses
informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktifitas lainnya sehingga
siswa
mampu
berkreasi,
mengembangkan
sikap
imaginatif,
mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi
dengan perkembangan baru di lingkungannya · Melalui mata pelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi diharapkan siswa dapat terlibat pada
1
perubahan pesat dalam kehidupan yang mengalami penambahan dan
perubahan dalam penggunaan beragam produk teknologi informasi dan
komunikasi.
Siswa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi
untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi
secara efisien dan efektif. Dengan menggunakan Teknologi Informasi dan
Komunikasi, siswa akan dengan cepat mendapatkan ide dan pengalaman dari
berbagai kalangan. Penambahan kemampuan siswa karena penggunaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi akan mengembangkan sikap inisiatif dan
kemampuan
belajar
mandiri,
sehingga
siswa dapat
memutuskan
dan
mempertimbangkan sendiri kapan dan dimana penggunaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya
saat ini dan dimasa yang akan datang.
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek,
yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi,
meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat
bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi Komunikasi
merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk
memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Karena
itu, Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi adalah suatu padanan
yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala
kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan
transfer/pemindahan informasi antar media.
2
Guru sebagai tenaga profesional disini mengandung arti bahwa
pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai
kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidikan sesuai dengan
persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu, yang mampu
mengoptimalkan kinerja guru. Kinerja guru berdampak optimal pada siswa
apabila kompetensi guru daat dilakukan secara optimal.
Profesionalitas guru memang menjadi syarat utama mewujudkan
pendidikan bermutu. Profesionalisme Guru merupakan cara yang logis untuk
menghadapi perubahan sosial sebagai konsekuensi globalisasi dalam berbagai
bidang. Profesionalisme diyakini mampu meningkatkan kinerja yang optimal
dunia pendidikan sehingga pada akhirnya dapat menciptakan cita-cita
pendidikan sebagai insan yang cerdas dan berakhlak mulia, mampu
menghadapi perubahan zaman, secara damai, terbuka, demokratis, dan
berkompetisi yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan seluruh warga
Indonesia. Oleh sebab itulah telah menjadi sebuah keharusan kalau setiap
lembaga pendidikan dasar dan menegah di Indonesia, profesionalisme guru
harus dikembangkan dan dimulai dari kegiatan belajar mengajar dan kegiatan
kependidikan sehari-hari baik dikelas maupun pada organisasi guru.
Menurut Undang-Undang No.14 tahun 2005 pasal 1; ayat 1,
menyatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya pada masa sekarang,
profesionalisme menjadi tuntutan dan menjadi bagian integral dari profesi guru
dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dalam penjabaran UndangUndang No.14 tahun 2005 pasal 1; ayat 1, indikator guru profesional terdiri
dari: 1) Memahami, menguasai struktur, materi, konsep, dan pola pikir
keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 2) Menganalisis
materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu. 3) Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang
diampu. 4) Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. 5)
3
Memahami tujuan pembelajaran yang diampu. 6) Memilih materi pembelajaran
yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. 7) Mengolah
materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik. 8) Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri
secara terus menerus. 9) Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka
peningkatan keprofesionalan. 10) Melakukan penelitian tindakan kelas untuk
peningkatan keprofesionalan. 11) Mengikuti kemajuan jaman dengan belajar
dari berbagai sumber. 12) Memanfaatkaan teknologi informasi dan komunikasi
dalam berkomunikasi. 13) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk pengembangan diri
Menurut Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY Drs.
Baskara Aji, menyatakan bahwa:
“Kompetensi TIK bukan hanya domain guru-guru TIK, tapi guru semua
mata pelajaran. Walaupun untuk mewujudkan hal itu tidak mudah, karena
membuat semua guru mata pelajaran menggunakan TIK sebagai media belajar
mengajar, sampai saat ini masih menjadi tantangan tersendiri yang belum bisa
diatasi tuntas.” (Kedaulatan Rakyat, 21 November 2013)
Masalah di lapangan yang terjadi kebanyakan guru ragu atau takut
belajar TIK karena khawatir tidak bisa mengauasai dengan baik. Padahal
keraguan atau rasa malu tersebut, tidak menyelesaikan persoalan. Idealnya
guru-guru yang belum paham tentang TIK justru termotivasi untuk terus
belajar. Guru harus memiliki rasa ingin tahu yang tinggi agar bisa
menyesuiakan diri dengan perkembangan yang ada, karena selain kercerdasan
akademik, penguasaan TIK saat ini menjadi keharusan bagi seorang guru.
Guru jangan sampai dikuasai oleh teknologi, tetapi sebaliknya guru harus
menjadi professional dalam memanfaatkan teknologi. Perkembangan Ilmu dan
Teknologi dapat memberikan nilai tambah guru menjadi semangat dan guru
menjadi percaya diri.
4
Di SD Serayu hasil pra survey menunjukkan bahwa masih banyak
guru yang belum secara
komprehensif memenuhi indikator-indikator
profesional guru di atas. Khususnya indikator memanfaatkaan teknologi
informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi dan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri. Image SD Serayu sebagai
SD favorit, harus mendorong guru untuk berkembang dengan penguasaan
teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung proses pembelajaran.
Tetapi kenyataan masih adanya guru yang belum menyesuaikan diri untuk
mengusai Teknologi Informasi dan Komunikasi, sehingga menimbulkan
masalah tersendiri bagi guru tersebut untuk memperbaiki pembelajaran. Data
yang diperoleh dari SD Serayu Yogyakarta menunjukkan dari jumlah 29 guru,
yang mampu menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi ada 22 guru,
sedangkan 7 guru belum bisa menguasai Teknologi Informasi dan komunikasi.
Dari data tersebut masih terdapat 26,67% guru yang belum menguasai
Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Alasan guru yang belum mengusai teknologi informasi kadang sepele
hanya karena kesibukan dan keterbatasan daya pikir karena umur. Untuk
mendukung profesionalisme guru, maka perlunya penguasaan teknologi dan
informasi sangat dibutuhkan. Hal ini seiring kemampuan siswa-siswi SD yang
sudah mampu menggunakan teknologi informasi. Kondisi ini sudah tentu
memberikan dampak terhadap proses pembelajaran yang digunakan guru.
Dalam kaitan ini, setiap guru ingin menghadapi perkembangan teknologi, perlu
meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang
5
berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan
proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka
antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka pokok masalah dalam
penelitian ini adalah: “Bagaimana kebijakan sekolah dalam Meningkatkan
Profesionalisme Guru di SD Serayu Yogyakarta, melalui motivasi guru dalam
mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengetahui kebijakan sekolah melalui motivasi guru SD Serayu
Yogyakarta dalam mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK)
b. Mengetahui peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam
meningkatkan profesionalisme guru di SD Serayu Yogyakarta.
2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penjabaran di atas,
ada pula manfaat dari penelitian yang dilakukan di SD Serayu Yogyakarta
adalah sebagai berikut:
6
a.
Memberikan analisis serta gambaran yang mendalam tentang kondisi
sebenarnya di SD Serayu Yogyakarta terkait dengan motivasi guru
dalam mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam
Meningkatkan Profesionalisme Guru di SD Serayu Yogyakarta.
b. Memberikan referensi secara akademis untuk penelitian selanjutnya
guna
mengetahui
kebijakan
sekolah
dalam
Meningkatkan
Profesionalisme Guru di SD Serayu Yogyakarta melalui motivasi guru
dalam mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
c.
Memberikan masukan serta gambaran mendalam pada SD Serayu
Yogyakarta untuk melakukan pengembangan profesionalitas guru
melaui TIK.
D. Tinjauan Pustaka
Studi lain dilakukan Reiza Aribowo (2012) tentang Tinjauan Yuridis
Sertifikasi Pendidikan Dalam Profesionalisme Pendidik Sesuai Dengan UU
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Hasil penelitian
menunjukkan dengan diberlakukannya Undang-Undang nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen maka profesionalisme guru ataupun dosen menjadi
lebih berkualitas dan mampu meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 ini merupakan langkah yang sangat
berarti bagi perkembangan dunia pendidikan dan legalitas para pengajar di
Indonesia.
Upaya
yang
sungguh-sungguh
perlu
dilaksanakan
untuk
mewujudkan guru yang professional, sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal
7
ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan
yang berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu
syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa.
Undang-Undang Guru dan Dosen telah hadir sebagai suatu kebijakan untuk
mewujudkan guru profesional. UUGD yang menetapkan kualifikasi dan
sertifikasi yang menentukan kualitas dan kompetensi guru. Namun demikian,
pelaksanaan sertifikasi menghadapi berbagai kendala. Di samping persoalan
biaya, berbagai tantangan dan tuntutan juga muncul. Bagaimana cara
pemerintah menghadapi tantangan dan tuntutan ini menentukan apakah
sertifikasi berhasil meningkatkan kualitas kompetensi pendidik di Indonesia.
Perbedaan peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan adalah
peneliti terdahulu membahas sertifikasi guru dan profesionalitas guru
berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005. Pada penelitian sekarang pembahasan
fokus pada implementasi UU RI No. 14 Tahun 2005 untuk mengembangkan
profesionalitas guru di SD Serayu dalam proses pembelajaran.
Penelitian lain yang diakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Sleman
yang berjudul “Kajian Perilaku Profesional Guru Bersertifikat Pendidik di
Kabupaten Sleman”, hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku profesional
guru bersertifkat lebih diwarnai oleh perilaku awal guru bukan/belum oleh
program sertifikasi. Kebanyakan guru bersertifikat telah menampilkan perilaku
profesi guru yang proporsional, namun demikian dijumpai adanya beberapa
guru yang cukup berarti yang belum menampakkan kebiasaan melaksanakan
beberapa
indicator guru profesional. Usia
8
dan masa
kerja
kurang
menampakkan kontribusinya terhadap perilaku profesi guru namun justru ada
kecenderungan bahwa semakin tinggi usia dan semakin lama masa kerja
semakin menurun kualitas perilaku profesionalnya.
Perbedaan peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan adalah
peneliti
terdahulu
membahas
pengaruh
sertifikasi
guru
terhadap
profesionalisme guru sedangkan pada penelitian sekarang pembahasan fokus
pada motivasi guru dalam mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di SD Serayu Yogyakarta.
E. Tinjauan Teori
Menurut Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa:
“Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau
dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dimana kompetensi
guru yang dimaksud tersebut terdiri dari indikator yang meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
a. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan untuk mengelola
pembelajaran yang baik bagi peserta didik. Dengan kata lain menguasai
materi pelajaran yang akan diajarkannya dengan baik, mampu
memberikan pengertian yang jelas, serta mampu membawa suasana
belajar yang menyenangkan bagi peserta didik.
b. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan
bagi peserta didik. Dengan kata lain, guru harus memiliki kepribadian
yang patut diteladani, sehgga mampu melaksanakan kepemimpinan
yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu ing ngarso sung
tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.
c. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pelajaran luas dan mendalam. Guru harus memiliki pengetahuan yang
luas serta dalam dari subjek matter (bidang studi) yang akan diajarkan
serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep
9
teoritik, mampu memilih metode yang tepat serta mampu menggunakan
berbagai metode dalam proses belajar mengajar.
d. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan efisien baik dengan peserta didik,
sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Definisi kompetensi menurut WJS Purwadarminta menyebutkan bahwa:
“Kompetensi merupakan kekuasaan atau kewenangan untuk
menentukan dan memutuskan sesuatu hal. Adapun yang dimaksud
dengan kompetensi guru adalah kemampuan guru dalam melaksanakan
kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Sedangkan guru
profesional artinya orang yang memiliki keahlian dan kemampuan
khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas
dan perannya sebagai guru dengan maksimal. Sederhananya, guru
profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih, serta memiliki
pengalaman mumpuni di bidangnya.”
Bertolak dari definisi-definisi tadi bisa ditarik kesimpulan bahwa
kompetensi profesional guru merupakan kemampuan yang harus dikuasai guru
dalam menjalankan proses pembelajaran.
Menurut Winarno Surakhmad (2009) menyatakan bahwa:
Kualifikasi dan kompetensi guru dinilai tidak mencukupi untuk
mengajar di sekolah. Padahal, guru telah dipersiapkan secara formal dalam
lembaga pendidikan guru dan dibekali ilmu pengetahuan sesuai bidang dan
kompetensinya, tetapi masalah yang mucul masih banyak guru yang belum
tahu teknologi, dengan demikian, tidak hanya seminar-seminar pendidikan
tentang teknologi yang perlu dilaksanakan. Tapi, belajar secara mandiri juga
diperlukan untuk mengejar ketertinggalan, dalam hal ini adalah teknologi
informasi.
Guru
profesional harus
mampu
melakukan
perencanaan
dan
pelaksanaan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tersebut dapat
tercapai. Dalam mencapai tujuan pembelajaran ini, guru tidak sekadar harus
menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga harus mengupdate dan menguasai
materi yang disampaikan.
10
Menurut Winarno Surakhmad (2009) menyatakan bahwa:
“Guru profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan
dan sikap profesional, yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut
serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja
sama dengan profesi yang lain.”
Profesionalisme muncul atas dasar perkembangan masyarakat modern
yang semakin kompleks yang menyebabkan proses pengambilan keputusan
bertambah sulit, memerlukan informasi yang lengkap, didasari atas penguasaan
terhadap pengetahuan serta permasalahannya dan jaminan atas penyalahgunaan
kekuasaan yang mungkin terjadi.
Menurut Made Pidarta (1997) menyatakan bahwa:
“Hal-hal yang diperlukan untuk penuhi persyaratan profesi pendidik
yaitu perlunya penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik
memberikan kesempatan berpikir untuk memahami profesi mendidik
tersebut. Kedua, perlu dikembangkan kepada calon pendidik kriteria
keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas prestasi
akademik pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan
mendidik dengan kriteria-kriteria tertentu seperti memiliki sikap suka
belajar, tahu tentang cara belajar dan lainnya. Ketiga, memperkenalkan
perilaku di lapangan yang dapat 7dipilih beberapa di antaranya yang
sesuai dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka.”
Guru dikatakan profesional apabila memiliki kemampuan dasar sebagai
pendidik. Kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap guru meliputi
yang berikut ini: kemampuan menguasai bahan, kemampuan mengelola
program belajar mengajar, kemampuan mengelola kelas dengan pengalaman
belajar, kemampuan menggunakan media/sumber dengan pengalaman belajar,
kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan dengan pengalaman
belajar, kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar dengan pengalaman
11
belajar, kemampuan menilai prestasi siswa dengan pengalaman belajar,
kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan
penyuluhan
dengan
menyelenggarakan
pengalaman
administrasi
belajar,
sekolah
kemampuan
dengan
mengenal
pengalaman
dan
belajar,
kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian
pendidikan guna keperluan pengajaran.
Dalam penelitian ini untuk mndukung pembahasan, maka teori yang
digunakan adalah teori tindakan sosial dan pertukaran sosial. Menurut Weber
dalam George Ritzer and Douglas J. Goodman (2010), menyatakan bahwa:
“Rasionalitas sarana tujuan atau tindakan yang ditentukan oleh harapanharapan digunakan sebagai syarat atau sarana untuk mencapai tujuantujuan individu lewat upaya dan perhitungan yang rasional.
Rasionalistas nilai atau tidakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh
kesadaran akan nilai-nilai perlaku etis, estetis, religius atau bentuk
perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilan”.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat diaplikasikan pada guru yang
profesional harus berperilaku rasionalitas sarana tujuan yaitu seorang guru
profesional dituntut untuk bertindak secara nyata untuk mencapai tujuan
indvidu maupun organisasi, dalam hal ini adalah untuk mencapai tujuan
pendidikan. Seorang guru juga dituntut untuk berperilaku rasionalitas nilai
yaitu dengan melakukan tindakan sesuai dengan kesadaran nilai perilaku etis,
relegius untuk mencapai keberhasilan yang berupa motivasi untuk belajar TIK
guna meningkatkan profesionalismenya.
Masih menurut Weber dalam George Ritzer and Douglas J. Goodman
(2010), dalam teori pertukaran sosial menyatakan bahwa:
12
“Salah satu motivasi utama pertukaran sosial antara individu dengan
sadar tujuan mintanya adalah melihat besarnya cakupan interaksi yang
berbeda, pada cakupan organisasi yang kecil individu berinteraksi
secara nyaman, tetapi jika melihat cakupan yang lebih besar maka
semakin kompleks masalah yang ditemukan pada interaksi antar
individu”
Berdasarkan pendapat diatas, maka seorang guru dalam berinterkasi
dengan guru lain, guru dengan siswa dan guru dengan kepala sekolah dalam
cakupan masyarakat sekolah berbeda dengan interaksi individu dalam
masyarakat luas. Hal ini menuntut guru bertindak secara profesional dalam
menyikapi suatu pekerjaan dengan mengembangkan kemampuan berupa
penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Apabila urusan sekolah
maka guru dituntut profesional dalam melakukan pekerjaanya, tidak boleh
masalah dimasyarakat atau keluarga dibawah pada interaksi di sekolah.
E.1 Pendidikan
Menurut Paulo Freire belajar adalah sebuah bentuk penemuan kembali
(reinventing), penciptaan kembali (recreating), dan penulisan ulang rewriting).
Hal ini tentu saja hanya dilakukan oleh seseorang yang menjadi objek bukan
objek belajar. Belajar juga merupakan sebuah pemikiran atas pengalaman dan
memikirkan pengalaman adalah cara terbaik untuk berpikir secara benar.
Dalam belajar juga perlu memelihara rasa ingin tahu dengan terus bertanya
serta terus berusaha mencari jawabannya. Apalagi belajar dipandang sebagai
sebuah pekerjaan berat yang menuntut sikap kritis-sistematik dan kemampuan
intelektual yang hanya diperoleh dengan praktek langsung. Tentunya dengan
model pembelajaran gaya bank yang seperti terjadi di sekolah-sekolah
13
konvensional, definisi tersebut menjadi sulit tercapai. Sikap kritisdalam belajar
sama dengan sikap yang diperlukan untuk menghadapi realitas dunia sehingga
semakin tekun seseorang belajar tentunya ia menjadi semakin mampu
mengaplikasikan apa yang ia pelajari dalam kehidupan nyata.
Sedang menurut Ivan Illich (1982):
“Belajar adalah kegiatan manusiawi yang paling tidak memerlukan
manipulasi orang lain karena sebagian besar pengetahuan bukanlah hasil
pengajaran tetapi lebih merupakan hasil partisipasi bebas dalam masalah
yang penuh arti.”
Hal ini memiliki maksud bahwa setiap orang memiliki caranya sendiri
untuk mendapatkan pengetahuan menurut kemampuan dan parameternya
masing-masing. Tentu saja menjadi suatu hal yang kurang tepat jika kemudian
cara belajar antara satu individu dengan individu yang lain disama ratakan
dengan sebuah sistem yang yang diukur secara kuantitatif.
Wacana tentang konsep belajar tentu tak dapat dilepaskan dari aspek
pendidikan yang menjadi salah satu sarana dalam mempertajam proses ini.
Pendidikan menurut Freire merupakan salah satu media ataupun agen
perubahan sosial untuk membentuk masyarakat baru. Pendidikan merupakan
latihan untuk memahami makna kekuasaan dan komponen yang terlibat di
dalamnya sehingga terjadi komunikasiyang dialogis. Dalam pendidikan
terdapat ruang-ruang yang dapat digunakan antara individu maupun kelompok
untuk melepaskan diri dari jerat dominasi. Sehingga layaklah pendidikan
dijadikan tempat untuk mendiskusikan masalah-masalah politik dan kekuasaan
secara mendasar, karena pendidikan menjadi ajang terjalinnya makna, hasrrat,
14
bangsa dan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan juga menjadi wadah untuk
mempertegas keyakinan tentang pencaarian jati diri seorang manusia serta apa
yang menjadi impiannya. Dalam pendidikan memuat konsep sekolah dimana
menjadi salah satu bagian yang cukup berperan dalam menerjemahkan konsep
belajar. Sekolah diharapkan dapat menjadi salah satu sarana pembelajaran yang
efektif dan efisien guna mencapai tujuan pendidikan yakni melakukan
perubahan dengan menggabungkan tindakan yang berupa rekayasa politik dan
penciptaan alternatif kehidupan baru. Hanya sayangnya pada tataran
implementasi, tujuan sekolah menjadi bias dan semakin menjauh dari
idealismenya. Sekolah menjadi sarana pelembagaan nilai yang memperbudak
masyarakat secara sistematis, karena hanya sekolah yang dianggap mampu
melaksanakan tugas utama yakni membentuk penilaian yang kritis. Anehnya
sekolah melaksanakan tugas tersebut dengan terlebih dahulu membuat satu
rangkaian penilaian sesuai dengan perspektifnya,dan begitu luar biasanya
pengaruh sekolah pada kita sehingga membuat kita tergantung dan terjebak
pada sekolah serta enggan melepaskan diri dari dominasinya.
Menurut Freire, tujuan utama dari pendidikan adalah membuka mata
peserta didik guna menyadari realitas ketertindasannya untuk kemudian
bertindak melakukan transformasi sosial. Kegiatan untuk menyadarkan peserta
didik tentang realita ketertindasannya ini ia sebut sebagai konsientasi.
Konsientasi adalah pemahaman mengenai keadaan nyata yang sedang dialami
peserta didik. Lebih lanjut, Daniel Schipani menjelaskan bahwa konsientasi
dalam pemahaman Freire adalah:
15
“. . . denotes an integrated process of liberative learning and teaching
as well as personal and societal transformation. Conscientization thus
names the process of emerging critical consciousness whereby people
become aware of the historical forces that shape their lives as well as
their potential for freedom and creativity; the term also connotes the
actual movement toward liberation and human emergence in persons,
communities, and societies.”
Konsientasi bertujuan untuk “membongkar” apa yang disebut oleh
Freire sebagai “kebudayaan diam.” Diam atau bisu dalam konteks yang
dimaksud Freire bukan karena protes atas perlakuan yang tidak adil. Itu juga
bukan strategi untuk menahan intervensi penguasa dari luar. Tetapi, budaya
bisu yang terjadi adalah karena bisu dan bukan membisu. Mereka dalam
budaya bisu memang tidak tahu apa-apa. Mereka tidak memiliki kesadaran
bahwa mereka bisu dan dibisukan. Karena itu, menurut Freire untuk menguasai
realitas hidup ini termasuk menyadari kebisuan itu, maka bahasa harus
dikuasai. Menguasai bahasa berarti mempunyai kesadaran kritis dalam
mengungkapkan realitas.
Untuk itu, pendidikan yang dapat membebaskan dan memberdayakan
adalah pendidikan yang melaluinya nara didik dapat mendengar suaranya yang
asli. Pendidikan yang relevan dalam masyarakat berbudaya bisu adalah
mengajar untuk memampukan mereka mendengarkan suaranya sendiri dan
bukan suara dari luar termasuk suara sang pendidik.
Dalam konteks yang demikian itulah Freire bergumul. Ia terpanggil
untuk membebaskan masyarakatnya yang tertindas dan yang telah “dibisukan”.
Pendidikan “gaya bank” dilihatnya sebagai salah satu sumber yang
mengokohkan penindasan dan kebisuan itu. Karena itulah, ia menawarkan
16
pendidikan
“hadap-masalah”
sebagai
jalan
membangkitkan
kesadaran
masyarakat bisu.
Salah satu kritikan Freire adalah pendidikan yang berupaya
membebaskan kaum tertindas untuk menjadi penindas baru. Bagi Freire
pembebasan kaum tertindas tidak dimaksudkan supaya ia bangkit menjadi
penindas yang baru, tetapi supaya sekaligus membebaskan para penindas dari
kepenindasannya.
Materi dalam proses pendidikan yang demikian tidak diambil dari
sejumlah rumusan baku atau dalil dalam buku paket tetapi sejumlah
permasalahan. Permasalahan itulah yang menjadi topik dalam diskusi dialogis,
yang diangkat dari kenyataan hidup yang dialami oleh nara didik dalam
konteksnya sehari-hari, misalnya dalam pemberantasan buta huruf.
Pertama-tama
peserta
didik
dan
guru
secara
bersama-sama
menemukan dan menyerap tema-tema kunci yang menjadi situasi batas
(permasalahan) nara didik. Tema-tema kunci tersebut kemudian didiskusikan
dengan memperhatikan berbagai kaitan dan dampaknya.
Dengan proses demikian, para didik mendalami situasinya dan
mengucapkannya dalam bahasanya sendiri. Inilah yang disebut oleh Freire
menamai dunia dengan bahasa sendiri. Kata-kata sebagai hasil penamaan
sendiri itu kemudian dieja dan ditulis. Proses demikian semakin diperbanyak
sehingga nara didik dapat merangkai kata-kata dari hasil penamaannya sendiri.
Pendidikan “hadap-masalah” sebagai pendidikan alternatif yang
ditawarkan oleh Freire lahir dari konsepsinya tentang manusia. Manusia
17
sendirilah yang dijadikan sebagai titik tolak dalam pendidikan hadap-masalah.
Manusia tidak mengada secara terpisah dari dunia dan realitasnya, tetapi ia
berada dalam dunia dan bersama-sama dengan realitas dunia. Realitas itulah
yang harus diperhadapkan pada nara didik supaya ada kesadaran akan realitas
itu. Konsep pedagogis yang demikian didasarkan pada pemahaman bahwa
manusia mempunyai potensi untuk berkreasi dalam realitas dan untuk
membebaskan diri dari penindasan budaya, ekonomi dan politik.
Dalam pendidikan "hadap masalah" itu guru belajar dari murid dan
murid belajar dari guru. Bagi Freire dialog adalah salah satu unsur penting
dalam pendidikan kaum tertindas. Inti dialog adalah kata. Kata mempunyai dua
dimensi refleksi dan aksi yang berada dalam interaksi yang radikal. Tanpa
refleksi hanya akan terjadi aktivisme, dan tanpa aksi hanya akan terjadi
verbalisme. Dengan adanya aksi dan refleksi, kata menjadi benar-benar kata
yang sejati. Kata sejati adalah kata yang memungkinkan mengubah dunia.
Dialog adalah pertemuan antara kata dengan tujuan "memberi nama kepada
dunia". Dialog mengandaikan kerendahan hati, yaitu kemauan untuk belajar
dari orang lain meskipun menurut perasaan kebudayaan lebih rendah,
memperlakukan orang lain sederajat, keyakinan bahwa orang lain dapat
mengajar kita. Artinya bahwa tindakan dialogik selalu bersifat kooperatif. Itu
berarti adanya kesatuan antara bawahan dan atasan dalam usaha memacu
proses perubahan.
18
Kesadaran tumbuh dari pergumulan atas realitas yang dihadapi dan
diharapkan akan menghasilkan suatu tingkah laku kritis dalam diri nara didik.
Freire membagi empat tingkatan kesadaran manusia, yaitu:
1.
Kesadaran intransitif.
Dimana seseorang hanya terikat pada kebutuhan jasmani, tidak sadar
akan sejarah dan tenggelam dalam masa kini yang menindas.
2.
Kesadaran semi intransitif atau kesadaran magis.
Kesadaran ini terjadi dalam masyarakat berbudaya bisu, dimana
masyarakatnya tertutup. Ciri kesadaran ini adalah fatalistis. Hidup
berarti hidup di bawah kekuasaan orang lain atau hidup dalam
ketergantungan.
3.
Kesadaran Naif.
Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk mempertanyakan dan
mengenali realitas, tetapi masih ditandai dengan sikap yang primitif
dan naif, seperti: mengindentifikasikan diri dengan elite, kembali ke
masa lampau, mau menerima penjelasan yang sudah jadi, sikap emosi
kuat, banyak berpolemik dan berdebat tetapi bukan dialog.
4.
Kesadaran kritis transitif.
Kesadaran kritis transitif ditandai dengan kedalaman menafsirkan
masalah-masalah, percaya diri dalam berdiskusi, mampu menerima
dan menolak. Pembicaraan bersifat dialog. Pada tingkat ini orang
mampu merefleksi dan melihat hubungan sebab akibat.
Bagi Freire pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang
menumbuhkan kesadaran kritis transitif. Memang ia tidak bermaksud bahwa
seseorang langsung mencapai tingkatan kesadaran tertinggi itu, tetapi belajar
adalah proses bergerak dari kesadaran nara didik pada masa kini ke tingkatan
kesadaran yang di atasnya.
E.2 Teori Kebijakan Publik
Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa
Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini,
kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan
merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga
sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya
(Monahan dalam Syafaruddin, 2008:75).
19
Abidin (2006:17) menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah
yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Kebijakan
adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang
bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk menciptakan
tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para
anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berprilaku (Dunn, 1999).
Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda
dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih adaptif dan
interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang
tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa
menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang
diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan
bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara. Carter V
Good (1959) memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational
policy) sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas system nilai dan
beberapa penilaian atas faktor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan
tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengopersikan pendidikan yang bersifat
melembaga. Pertimbangan tersebut merupakan perencanaan yang dijadikan
sebagai pedoman untuk mengambil keputusan, agar tujuan yang bersifat
melembaga bisa tercapai. Kebijakan pendidikan sangat erat hubungannya
dengan kebijakan yang ada dalam lingkup kebijakan publik, misalnya
kebijakan
ekonomi,
politik,
luar
20
negeri,
keagamaan
dan
lain-lain.
Konsekuensinya kebijakan pendidikan di Indonesia tidak bisa berdiri sendiri.
Ketika ada perubahan kebijakan publik maka kebijakan pendidikan bisa
berubah. Ketika kebijakan politik dalam dan luar negeri, kebijakan pendidikan
biasanya akan mengikuti alur kebijakan yang lebih luas. Bahkan pergantian
menteri dapat pula mengganti kebijakan yang telah mapan pada jamannya.
Kebijakan publik merupakan alat control terhadap masyarakat melalui
beberapa aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Penetapan Kebijakan selama
ini dijalankan oleh para apartus state ataupun para elite negara tanpa
memperhatikan kepentingan pemakai kebijakan. Hal ini berarti kebijakan yang
dibuat bersifat sepihak saja dan para elite Negara tersebut telah menodai
amanah kebijakan publik. Makna kebijakan publik telah melenceng dari
kenyataannya, yang seharusnya membela kepentingan rakyat melalui prasarana
kebijakan yang lebih partisipatif.
Titik singgung proses pertukaran kepentingan antara pemerintah dan
masyarakat inilah yang harus melandasi formula sebuah kebijakan publik.
Penetapan kebijakan publik perlu mengangkat konsep demokrasi yang kuat.
Dari konsep demokrasi itulah kebijakan publik lebih berproses, tidak hanya
sekumpulan elite atau politikus negara, tetapi kumpulan dari orang-orang yang
bersinggungan dengan masalah kebijakan. Perlu adanya
keterlibatan
masyarakat sipil dalam membahas kebijakan-kebijakan publik, sehingga tidak
dimonopoli oleh kelompok negara saja. Yang nantinya nilai-nilai demokrasi
akan bisa terwujud dengan proses kedaulatan rakyat dengan sistem mufakat.
21
Pendidikan tidak pernah steril dari kebijakan baik kebijakan tingkat
lokal, regional, maupun nasional. Kebijakan yang diambil oleh pejabat yang
berwenang dari kepala sekolah hingga menteri merupakan kebijakan publik. Di
era demokrasi seperti sekarang ini, peran masyarakat sebagai stakeholder
pendidikan sangat penting dalam kebijakan publik. Dengan peran yang aktif,
masyarakat tidak lagi sebagai objek penderita atas berbagai kebijakan publik
yang diterapkan dalam dunia pendidikan.
Keterlibatan stakeholder untuk berpartisipasi dalam kebijakan publik
sangat diperlukan dalam menentukan dan menetapkan sebuah kebijakan.
Keterlibatan
stakeholder
ini
paling
tidak
membutuhkan
kecakapan
warganegara dalam dua hal yaitu kecakapan intelektual dan kecakapan
partisipatoris. Dua kecakapan ini merupakan pautan tiga dimensi yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor. Terutama kecakapan partisipatoris dengan membentuk
aliansi dari anggota masyarakat untuk memperbaiki kualitas pendidikan.
Aliansi tersebut dapat terwadahi dalam sebuah institusi formal maupun non
formal, sehingga bisa menjadi pressure group dalam menyikapi isu-isu
pendidikan, baik tingkat mikro sekolah, lokal maupun nasional. Hal ini harus
dimanfaatkan dengan baik dalam mengambil inisiatif atas sebuah kebijakan
karena kebijakan publik dapat bersifat bottom up. Inisiatif tersebut dapat
berbentuk hearing dan diskusi dengan pihak eksekutif maupun legislatif.
22
E.3 Profesionalisme Guru
Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah
atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan secara sempurna maupun
tidak. (Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud
dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu
ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembagalembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada
keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
(Wina Sanjaya, 2008). Dengan demikian seorang guru perlu memiliki
kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang
bukan guru ”a teacher is person sharged with the responbility of helping orthers
to learn and to behave in new different ways” (Cooper, 1990).
Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas
pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan,
melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiap
guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika
jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan
wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan kepala
sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya
kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan
tugas secara bertanggung jawab.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
23
keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas seorang
guru yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah
ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen.
Profesionalisme adalah sebuatan yang mengacu kepada sikap mental
dalam bentuk komitmen dari para anggota profesi untuk senantiasa
mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Sedangkan yang
dimaksud dengan profesionalisme guru adalah sebuah pencerminan sikap
mental serta komitmenya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas
kompetensi keguruannya dengan segala upaya dan strategi. Dan senantiasa
mengembangkan kemampuan dirinya sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman,
sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna.
Profesionalisme guru adalah merupakan pencerminan prilaku guru yang
secara formal harus mendapatkan pengakuan berdasarkan ketentuan yang
berlaku baik kaitannya dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan
formalnya. Pengakuan itu bisa dinyatakan dalam bentuk surat keputusan,
ijazah, akta, sertifikat dan sebagainya, baik yang menyangkut kualifikasi
maupun kompetensi.
Pengertian mutu pendidikan yang akan penulis sampaikan ini adalah
merupakan konsep statis yang dapat berkembang seirama dengan tuntutan
kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan
24
teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya
manusia.
Dengan demikian, mutu pendidikan dapat memberi makna kemampuan
sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponenkomponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai
tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.
Komponen-komponen yang memiliki kaitan dengan upaya peningkatan mutu
pendidikan
,
antara
lain
siswa,
guru,
kepala
sekolah,
pengawas,
sarana/prasarana, dan proses pembelajaran. Dan secara sederhana tindakan
pengelolaan
terhadap
komponen-komponen
tersebut
dapat
diperlihatkan gambaran mutu pendidikan dengan cara mengenali tanda-tanda
operasional berupa :
1. Lulusan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
2. Nilai akhir sebagai salah satu alat ukur terhadap prestasi belajar siswa
3. Prosentasi lulusan yang dicapai semaksimal mungkin oleh sekolah
4. Penampilan kemampuan dalam semua komponen pendidikan.
Jadi secara sederhana mutu pendidikan dapat diukur dengan suatu
proses memaksimalkan komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah,
untuk menjadi relevan dengan tuntutan masyarakat. Sehingga masyarakat
sebagai lingkungan yang akan menjadi pengguna lulusan dari sekolah merasa
puas dengan kualitas lulusan dari sekolah tersebut. Kualitas yang dimaksud
dalam pemahaman ini bukan hanya sekedar jumlah nilai-nilai, melainkan
25
menyangkut norma dan budi pekerti yang dapat diterima dan dipuji oleh
masyarakat.
Peningkatan mutu pendidikan secara umum akan bermuara pada
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Hal ini karena daya ukur keberhasilan
pendidikan adalah sejauh mana pencapaian proses pembelajaran terhadap
standar
ideal
yang
diharapkan
oleh
tujuan
pendidikan
nasional.
Profesionalisme guru tidak mungkin dengan sendirinya dimiliki guru, karena
harus terus diupayakan untuk diraih dengan cara dan strategi yang tepat.
Guru profesional adalah sifat dan tanggungjawab yang dilakukan guru
dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu
serta memerlukan pendidikan profesi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
mencapai standar profesionalisme, misalnya melalui pendidikan dan latihan,
proses sertifikasi, atau kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam
menunjang profesionalitas.
Profesionalisme guru merupakan cara yang logis untuk menghadapi
perubahan sosial sebagai konsekuensi globalisasi dalam berbagai bidang.
Profesionalisme diyakini mampu meningkatkan kinerja yang optimal guru
sehingga pada akhirnya dapat menciptakan cita-cita pendidikan sebagai insan
kamil yang cerdas dan berakhlak mulia, mampu menghadapi perubahan zaman,
secara damai, terbuka, demokratis, dan berkompetisi. Oleh sebab itu SD Serayu
perlu mengembangkan profesionalisme guru dengan dimulai dari kegiatan
belajar mengajar dan kegiatan kependidikan sehari-hari baik dikelas maupun
26
pada organisasi guru melalui
motivasi belajar teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Sejalan dengan berbagai tuntutan profesionalisme,
perubahan sosial dan perkembangan teknologi, budaya mutu merupakan suatu
paradigma yang dapat dijadikan pijakan dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari tata kelola proses-proses
pembelajaran dan pendidikan di sekolah.
Untuk menghasilkan peserta didik yang sesuai dengan harapan,
diperlukan suatu sistem pendidikan yang tidak hanya mengacu pada satu aspek
saja melainkan merupakan perpaduan dari berbagai aspek sehingga
menghasilkan suatu sistem pendidikan yang unggul. Berdasarkan pada
pemaparan diatas proses pembelajaran yang kemudian akan diteliti lebih lanjut
oleh penulis adalah proses yang melibatkan subjek belajar yakni guru, realitas
dunia sebagai objek yang “dikemas” oleh sekolah dalam bentuk kurikulum
serta metode transformasinya sekolah melalui guru yakni berupa metode
pembelajaran dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
E.4 Motivasi Berprestasi
Apabila berbicara mengenai motivasi, maka akan selalu dihubungkan
dengan setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak terlepas dari
daya dorong dan sikap yang membuat seseorang tersebut melakukan suatu
kegiatan. Dalam suatu organisasi formal, motivasi merupakan tugas seorang
27
pimpinan untuk membuat bawahan melakukan apa yang harus dilakukan. Salah
satu fungsi pemimpin adalah memberikan motivasi kerja kepada bawahan.
Dengan demikian kepedulian pemimpin terhadap aspek pentingnya motivasi
pegawai menjadi porsi yang harus diperhitungkan.
Sedagkan menurut Siagian (2002)
“Motivasi merupakan daya dorong bagi seseorang untuk
memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan
organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa
tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi
para anggota yang bersangkutan.”
Motivasi sangat berperan dalam belajar, dengan motivasi inilah guru
menjadi terdorong untuk meningkatkan profesinya melalui penguasaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), dan dengan motivasi kualitas
pembelajaran dapat diwujudkan dengan baik. Kurangnya motivasi guru dalam
penguasaaan TIK secara intrinsik maupun ekstrinsik menyebabkan pengaruh
negatif pada profesionalisme. Kebanyakan dari guru belum menyadari adanya
pengaruh yang signifikan dari motivasi. Motivasi yang kuat dalam diri guru
akan meningkatkan minat, kemauan dan semangat yang tinggi dalam
menguasaai TIK, karena antara motivasi dan semangat mempunyai hubungan
yang erat.
Dalam mencapai prestasi yang setinggi mungkin, setiap individu harus
memilikikeinginan yang kuat demi mencapai tujuannya dan hal tersebut sangat
bergantung pada
usaha,kemampuan, dan
kemauan dari indivisu
itu
sendiri.Menurut teori Need for Achievement (N.Ach) yang dikemukakan oleh
28
McCelland,motivasi setiap orang berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan
kebutuhan seseorang akan prestasi.
Beberapa hal yang mempengaruhi motivasi menurut Fernald & Fernald
dalam Mubiar Agustin yaitu: 1) Keluarga dan kebudayaan, motivasi dapat
dipengaruhi
olehlingkungan
sosial, pola
asuh
orang tua,
dan
teman
(terutama pada remaja), 2) Konsep diri,apabila individu percaya diri dapat
melakukan sesuatu, maka akan timbul motivasi dalam diriindividu untuk
melakukan hal tersebut; dan 3) Jenis kelamin, keidentikan prestasi tinggi
dengan maskulinitas membuat pria lebih maksimal dalam belajar dibandingkan
wanita. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki standar
berprestasi, lebihsuka bekerja pada situasi ketika ia mendapatkan umpan balik
sehingga dapat mengetahui seberapa baik tugas yang telah dilakukan, tidak
menyukai keberhasilan yang bersifatkebetulan atau karena tindakan orang lain,
dan lebih suka bekerja pada pada tugas yangtingkat kesulitannya menengah
dan realistis dalam pencapaian tujuannya, individu bersifatinovatif dalam
melakukan suatu tugas, serta individu dapat menerima kegagalan atau tugastugas yang telah dilakukannya. (McCelland dalam Mubiar, 2011:21)
Memilih
metode
belajar
yang
tepat,
dan
bervariasi
untuk
membangkitkansemangat siswa.Untuk menumbuhkan motivasi berprestasi,
orang tua harus selalu mengontrol anaknyadalam kegiatan belajar dan semua
kegiatan anaknya. Guru yang berperan sebagai orang tuakedua siswa di
sekolah juga harus mendidik siswa (bukan hanya mengajar), agar siswa
merasakan diperhatikan dan disayang.
29
F. Tinjauan Tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi
Menurut William & Sawyer (Abdul Kadir & Terra CH, 2003),
teknologi informasi didefinisikan sebagai teknologi yang menggabungkan
komputer dengan jalur komunikasi kecepatan tinggi, yang membawa data,
suara, dan video. Definisi ini memperlihatkan bahwa dalam teknologi
informasi pada dasarnya terdapat dua komponen utama yaitu teknologi
komputer dan teknologi komunikasi. Teknologi komputer yaitu teknologi yang
berhubungan
dengan
komputer
termasuk
peralatan-peralatan
yang
berhubungan dengan komputer. Sedang teknologi komunikasi yaitu teknologi
yang berhubungan perangkat komunikasi jarak jauh, seperti telephon, faximile,
dan televisi.
Definisi teknologi informasi yang lain dikemukakan Nina W. Syam
(2004). Menurutnya teknologi informasi dapat dimaknai sebagai ilmu yang
diperlukan untuk memanag informasi agar informasi tersebut dapat ditelusuri
kembali dengan mudah dan akurat. Isi ilmu tersebut dapat berupa prosedur dan
teknik-teknik untuk menyimpan dan mengelola informasi secara efisien dan
efektif. Lebih lanjut menurut Nina W. Syam, informasi dipandang sebagai data
yang telah diolah dan dapat disimpan baik dalam bentuk tulisan, suara, maupun
dalam bentuk gambar, dimana gambar tersebut dapat berupa gambar mati atau
gambar hidup. Sedang informasi yang dikelola atau disampaikan melalui
teknologi informasi tersebut dapat berupa ilmu dan pengetahuan itu sendiri.
Bila informasi tersebut volumenya kecil tentu tidak memerlukan teknik-teknik
30
atau prosedur yang rumit untuk menyimpannya. Namun bila informasi tersebut
dalam volume yang cukup besar, maka diperlukan teknik atau prosedur tertentu
untuk menyimpannya, agar mudah menemukan kembali informasi yang
tersimpan. Teknik atau prosedur untuk mengelola informasi itulah yang disebut
dengan teknologi informasi.
Berdasarkan dua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teknologi
informasi secara sederhana dapat dipandang sebagai ilmu yang diperlukan
untuk mengelola/memanag informasi agar informasi tersebut dapat secara
mudah dicari atau ditemukan kembali. Sementara dalam pelaksanaannya untuk
dapat mengelola informasi tersebut dengan baik, cepat, dan efektif, maka
diperlukan teknologi komputer sebagai pengolah informasi dan teknologi
komunikasi sebagai penyampai informasi jarak jauh..
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang sangat pesat merupakan
potensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Internet sebagai anak
kandung dari teknologi informasi menyimpan informasi tentang segala hal
yang tidak terbatas, yang dapat digali untuk kepentingan pengembangan
pendidikan. Dengan internet belajar tidak lagi dibatasi ruang dan waktu.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mulai dari yang
sangat sederhana sampai yang tercanggih (TIK-internet) dapat berdampak
semakin besar terhadap kehidupan manusia, dintaranya: (a) literasi teknologi
telah memfasilitasi penambahan dan pendalaman pengetahuan, yang pada
gilirannya memfasilitasi penciptaan pengetahuan, yang selanjutnya lagi dapat
mendorong terciptanya teknologi informasi dan komunikasi yang baru; (b)
31
teknologi memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan ragam kehidupan
manusia bersama kenikmatan yang ditimbulkannya, tetapi pada waktu yang
sama budaya yang serba mudah dan instan cenderung mengikis nilai-nilai luhur
kehidupan.
Kemajuan TIK patut diapresiasi, namun ada juga beberapa hal yang
perlu diwaspadai, diantaranya, informasi yang tersaji di laman-laman internet
bermacam-macam, mulai dari yang sangat bermanfaat karena relevan dengan
kebutuhan pengunduh, sampai yang sangat merugikan karena kurang cocok
dengan tingkat perkembangan anak. Termasuk dalam jenis informasi yang
disebut terakhir itu adalah informasi yang mengandung perilaku kekerasan,
kesewenang-wenangan, perilaku lain yang tidak terpuji serta pornografi. Oleh
karena itu pemanfaatan TIK dalam proses pendidikan perlu diiringi dengan
pendidikan budaya dan karakter untuk mencegah dampak negatif yang bisa
ditimbulkan. Arus informasi dan teknologi yang memungkinkan proses belajar
menjadi lebih fleksibel. Banyak materi berbagai pelajaran dapat diakses
melalui internet. Melalui internet pula, informasi mengenai berbagai
pengetahuan yang ada di negara-negara belahan dunia lain dapat diakses tanpa
harus membuka buku. Pengetahuan dapat bertambah luas, variatif dan
integratif. Belajar tidak hanya berteori namun langsung pada praktek. Hal ini
akan lebih disenangi anak dan dimengerti anak. Terkadang apa yang telah
dipelajari anak di dalam kelas dilupakan setelah anak kenaikan kelas atau lulus.
Penyebabnya, anak lebih sering menghafal materi, dan belajar jika ada ujian.
32
Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan mediamedia komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi
antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi
juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat
memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian
pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai
sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau
internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut
“cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan
dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah elearning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi
komunikasi dan informasi khususnya internet.
Pengertian peningkatan kompetensi TIK pada guru adalah kemampuan
yang harus dimiliki dan dikuasai oleh guru untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam pengajaran dalam bidang TIK. Keadaan Penguasaan TIK bagi
guru sejauh ini, masih banyak guru yang belum memanfaatkan perkembangan
teknologi informasi. Minimnya kegiatan peningngkatan kualitas dan kompetensi
guru melalui pendidikan dan pelatihan atau sejenisnya, termasuk yang
berhubungan
dengan
penguasaan
dan
pemanfaatan
TIK
dalam
pembelajaran . masih banyak guru-guru yang gaptek khususnya guru-guru senior.
Banyak pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan pola-pola
konvensional, yang sering dikenal dengan pembelajaran berpusat pada guru. Jika
33
pada masa lalu ada anggapa bahwa pembelajaran tidak terlalu perlu menggunakan
media TIK, pada era saat ini penggunaan media TIK merupakan suatu keharusan.
Pentingnya penguasaan TIK bagi guru karena, Penguasaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi kini menjadi bagian dari tuntutan kompetensi guru,
baik guna mendukung pelaksanaan tugasnya (penyusunan perencanaan, penyajian
pembelajaran, evaluasi dan analisis hasil evaluasi) maupun sebagai sarana untuk
mencari dan mengunduh sumber-sumber belajar. Teknologi diharapkan menjadi
kesatuan dalam pembelajaran sehingga tercipta peserta didik yang lebih aktif dan
mandiri.
Selanjutnya, agar penerapan pendidikan karakter melalui TIK dapat
berjalan secara efektif dalam mencapai tujuannya, para guru hendaknya
mampu memberikan materinya dengan cara-cara yang interaktif, dan mampu
membuat para peserta didiknya menjadi kreatif. Proses pembelajarannya pun
harus menjadi menyenangkan dan bermakna. Dalam konteks tersebut, peran
guru dalam proses interaksi pembelajaran hendaknya tidak terlalu dominan,
tetapi lebih sering berperan sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran.
Dengan kata lain, pembelajaran tidak berpusat pada guru, tetapi lebih
berpusat pada peserta didik atau lebih menempatkan peserta didik sebagai
subyek didik daripada sebagai obyek didik.
Proses belajar mengajar di sekolah seringkali hanyalah merupakan
sebuah rutinitas belaka. Sesuai jadwal yang tertera di papan jadwal, guru
memasuki kelas dimana ia harus mengajar. Kemudian ia membuka kelas,
menyampaikan materi pelajaran dengan konsep-konsepnya, memberikan
34
beberapa contoh soal dilanjutkan member penguatan dengan latihan soal-soal
yang setipe dan diakhiri dengan pemberian tugas untuk diselesaikan di rumah.
Proses ini dianggap telah cukup untuk dikatakan bahwa guru tersebut telah
mengajar
dengan
baik.
Semua
materi
sesuai
tuntutan
kurikulum
tersampaikan, semua siswa telah memperoleh pelajaran sesuai haknya sebagai
seorang pelajar. Selesailah tugas guru tersebut.
Akan tetapi dalam kenyataannya kita seringkali menemukan fakta
bahwa siswa di sekolah tidak tahu konsep apa yang baru saja dipelajari,
apalagi menguasai konsep tersebut untuk diterapkan dalam memecahkan
suatu masalah. Ini menunjukkan ada sesuatu yang salah atau kurang dalam
kegiatan belajar mengajar kita. Mungkin saja dikarenakan kita telah lama
mengajar akan tetapi sesungguhnya kita tidak pernah menengok kembali
tentang teori belajar mengajar itu sendiri. Ibaratnya kita akan pergi ke suatu
tempat tujuan, akan tetapi kita tidak tahu arahnya dan tidak mau tahu arah
yang benar yang mana.
Dalam Permendikbud No 65 tahun 2013 yang merupakan perubahan
Permendiknas No 41 tahun 2006 tentang standar proses dinyatakan bahwa
Salah
satu
prinsip penyelenggaraan
pendidikan adalah
pendidikan
diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik
yang
diperlukan guru
kemauan, dan
berlangsung
sepanjang
yang
memberikan
mengembangkan
hayat.
potensi
35
Dalam
keteladanan,
dan
proses
tersebut
membangun
kreativitas
peserta
didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan,
yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada
suatu
lingkungan belajar.
Proses
pembelajaran
perlu
direncanakan,
dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan
menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Mengajar yang
baik lebih jauh sasarannya adalah memberi pengalaman yang cukup bagi
siswa agar mampu menyerap setiap materi yang ia pelajari dengan baik,
mampu bertahan lama dalam memorinya dan memberikan ketrampilan bagi
siswa dalam menghadapi masalah yang dijumpai dalam kehidupannya sesuai
dengan tingkat perkembangan sikap, pengetahhuan dan ketrampilan siswa
tersebut. Nilai-nilai inilah yang jarang diberikan guru kepada siswanya,
terutama siswa-siswa dengan kemampuan berpikir yang sedang dan lemah,
sehingga wajar apabila banyak siswa yang gagal ketika mengerjakan soal tes
atau menyelesaiakan permasalahan yang diberikan. Memang hal ini mungkin
saja dikarenakan siswa kurang bekerja keras dalam belajarnya, tapi mungkin
juga dikarenakan guru tidak menggunakan pendekatan yang tepat dalam
pembelajaran.
36
Pada saat ini pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, berbagai
kemajuan di bidang teknologi dan informasi telah mempengaruhi perilaku
masyarakat. Dari perkembangan teknologi dan informasi ini telah
memunculkanberbagai macam media dan sarana informasi yang telah
menyebar dan dipunyai secara luas masyarakat kita, seperti televisi,
komputer, handphone, vcd dan dvd player , teknologi internet dll. Dari
kondisi seperti ini anak-anak sekarang lebih sibuk mengikuti acara-acara
televisi terutama musik yang hampir setiap hari memunculkan lagu dan bandband baru yang disadari atau tidak telah menjadi idola baru anak-anak kita.
Juga teknologi internet dengan booming facebooknya telah sangat
mempengaruhi perilaku anak-anak kita. Kehadiran media informasi dan
media sosial kehadiran teknologi internet sepertinya telah menggantikan
peranan guru di kelas. Ini menjadi tantangan bagi guru saat ini untuk
melakukan
inovasi-inovasi
dalam
pembelajaran
yang
memanfaatkan
lingkungan dan media internet dan TIK yang ada disekitarnya untuk
mendapatkan perhatian anak serta mampu meningkatkan pemahaman anak .
Pada
saat mengajar,
guru
harus
lebih
banyak
menggunakan
bermacam-macam strategi mengajar dengan menggunakan macam-macam
pendekatan, metode dan model pembelajaran dan media pembelajaran yang
akan menarik minat dan sikap siswa dalam mempelajarinya. Salah satu desain
pembelajaran yang dapat dirancang oleh guru adalah pembelajaran dengan
memanfatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai media
pembelajaran. Beberapa software TIK yang dapat dimanfaatkan dalam
37
pembelajaran adalah software presentasi seperti microsoft powerpoint,
macromedia flash dan lain-lain. Selain itu guru dapat memanfaatkan software
lain seperti: video tutorial, geogebra ataupun screen cast agar merangsang
siswa untuk lebih aktif belajar.
Secara sederhana teknologi informasi dapat dikatakan sebagai ilmu
yang diperlukan untuk mengelola informasi agar informasi tersebut dapat
dicari dengan mudah dan akurat. Isi dari ilmu tersebut dapat berupa teknikteknik dan prosedur untuk menyimpan informasi secara efisien dan efektif.
Informasi dapat dikatakan sebagai data yang telah terolah. Informasi ini dapat
berupa ramalan cuaca, surat, berita, publikasi hasil penelitian dan
pengembangan atau program pendidikan atau latihan, misalnya teknik
mengelas, cara memasak, pelajaran musik atau pelajaran lain. Informasi
tersebut dapat disimpan dalam bentuk tulisan, suara, gambar mati ataupun
gambar hidup. Sehingga informasi akhirnya dapat berupa ilmu dan
pengetahuan itu sendiri.
Bila informasi tersebut volumenya kecil, tentunya tidak diperlukan
teknik-teknik atau prosedur yang rumit untuk menyimpannya. Namun bila
informasi tersebut dalam volume yang besar, diperlukan teknik dan prosedure
tertentu untuk menyimpannya agar mudah mencari informasi yang tersimpan.
Komputer mempunyai kapasitas untuk menyimpan informasi dalam volume
besar. Pada mulanya , komputer hanya mampu menyimpan teks dan grafik
sederhana saja. Namun dewasa ini, komputer telah mampu menyimpan
informasi dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk suara, gambar mati,
38
gambar hidup, bahkan gabungan gambar hidup dan suara dalam bentuk film.
Namun ada juga informasi yang belum mampu disimpan oleh komputer, yaitu
antara lain informasi mengenai bau, dan rasa. Bayangkan bila informasi
seperti bau dan rasa ini dapat disimpan dalam komputer, maka pada program
latihan memasak nasi goreng yang ditayangkan lewat televisi atau sebagai
paket program komputer, selain suara dan proses pemasakannya yang bisa
disaksikan, bau dan rasanya pun dapat kita rasakan.
Dalam suatu institusi, ada informasi yang perlu dikomunikasikan
dari satu bagian ke bagian yang lain. Cara yang paling sederhana untuk
mengkomunikasikan informasi adalah dengan memindahkan informasi
tersebut ke tempat lain. Namun bila ada jarak antara pengirim dan penerima
informasi, maka proses penyampaian itu akan bermasalah. Dalam situasi
dimana jumlah pihak yang memerlukan informasi itu banyak dan informasi
yang diperlukan bervariasi, proses penyampaian informasi tersebut menjadi
lebih rumit. Kehadiran kombinasi teknologi komputer, teknologi informasi
dan
teknologi
komunikasi/telekomunikasi
sangat
mempermudah
penyampaian informasi dalam bentuk yang telah diidentifikasi di atas.
39
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan usaha untuk mencari fakta atau kebenaran tentang
suatu peristiwa yang terjadi. Untuk mendekati permasalahan yang diteliti dan
menentukan jawabannya diperlukan suatu metode penelitian yang memadai.
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilaku
yang diamati.
F.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (descriptive
research).
Menurut Lexy Moleong (2006)
“Penelitian deskriptif merupakan menuturkan dan menggambarkan
suatu fenomena tertentu yang terjadi. Jenis penelitian ini
memusatkan pada pemecahan masalah-masalah aktual, dimana data
yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian
dianalisa. Sebuah deskritif merupakan representasi obyektif terhadap
fenomena yang ditangkap.”
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kualitatif.
“Pendekatan kualitatif adalah penelitian untuk menjawab permasalahan
yang memerlukan pemahaman secara mendalam dalam waktu dan situasi
yang bersangkutan, dilakukan secara wajar dan alami sesuai dengan kondisi
objektif di lapangan tanpa adanya manipulasi, serta jenis data yang
dikumpulkan
terutama
data
kualitatif.”
40
(Sugiyono,
2006:
29)
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi
kasus.
“Studi kasus merupakan metode yang lebih cocok bila pokok
pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan mengapa dan
bagaimana. Studi kasus melibatkan kita dalam penyelidikan yang
lebih mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap
tingkah laku seseorang. Studi kasus digunakan bila melakukan
penelitian yang terinci tentang seseorarang atau sesuatu unit selama
kurun waktu tertentu, studi kasus juga digunakan untuk bisa
melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila peristiwa-peristiwa
tersebut tidak dapat dimanipulasi dan peneliti hanya memiliki
peluang yang kecil sekali atau tak mempunyai peluang sama sekali
untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut” (Robert K.
Yin. 2012:15).
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus karena ingin
mengetahui secara mendalam dan menyeluruh mengenai peningkatan
profesionalisme guru dalam menggunakan TIK di SD Serayu Yogyakarta,
yang secara tidak langsung mempengaruhi pembelajaran di SD Serayu
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, yang pada akhirnya
meningkatkan kualitas lulusan.
F.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di SD Serayu Yogyakarta yang
beralamat di Jalan Juadi No 2 Kotabaru Yogyakarta. Alasan peneliti
mengambil lokasi penelitian SD Serayu, karena SD Serayu Yogyakarta
termasuk SD Favorit di Kota Yogyakarta, sehingga hal ini mengharuskan guru
di SD Serayu untuk dapat bersikap profesional sesuai indikator guru
profesional salah satunya adalah menguasaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK).
F.3 Unit Analisis
“Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan
sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian yang lain, Unit analisis
diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus/ komponen yang
41
diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan reabilitas
penelitian dapat terjaga. Karena terkadang peneliti masih bingung
membedakan antara objek penelitian, subjek penelitian dan sumber data.
Unit analisis suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok, organisasi,
benda, wilayah dan waktu tertentu sesuai dengan pokus
permasalahannya.” (Suharsimi Arikunto: 2002)
Unit analisis berupa organisasi dapat berupa organisasi dalam skala atau
level kecil atau terbatas seperti sekolah, pesantren, organisasi mahasiswa
jurusan dan lain sebagainya, maupun dalam skala besar, seperti ormas besar,
perusahaan, perserikatan dan negara. Dalam hal ini yang menjadi unit analisis
dalam penelitian ini adalah sekolah yaitu SD Serayu Yogyakarta.
F.4 Informan
Dalam penelitian kualitatif terfokus pada informan yang dibutuhkan yang
sesuai dengan apa yang diinginkan peneliti dalam hal ini berupa jawaban dan
informasi. Peneliti dalam hal ini menggunakan model pengambilan purposive
sampling atau sampel bertujuan yang ditentukan oleh tujuan dari penelitian
tersebut.
Informan adalah subjek yang memberikan informasi yang dibutuhkan
peneliti selama penelitian berlangsung. Didalam penelitian ini, peneliti untuk
memperoleh data yang diinginkan menggunakan informan berupa aktor-aktor
yang berperan penting dalam menjalankan proses pembelajaran di SD Serayu
Yogyakarta yang kompeten untuk memberikan informasi. Pada penelitian ini
yang menjadi informan adalah guru sebanyak 5 guru dan 1 kepala sekolah.
Guru dijadikan informan karena guru di dalam penelitian ini adalah objek yang
ingin diteliti dalam kaitannya dengan motivasi guru dalam belajar Teknologi
Informasi dan Komunikasi dalam meningkatkan profesionalisme guru di SD
Serayu Yogyakarta. Hal ini karena jumlah tersebut sesuai dengan kreteria yang
42
diharapkan penulis dan sesuai tujuan penelitian. Guru yang dipilih sebagai
sampel memenuhi syarat yaitu sudah lebih 10 tahun mengajar di SD Serayu.
Kepala sekolah dijadikan sampel, karena untuk menggali informasi yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Kepala sekolah berperan sebagai informan yang
memberikan informasi secara menyeluruh dan umum tentang gambaran SD
Serayu, profil guru, upaya-upaya yang dilakukan sekolah dalam pengembangan
profesionalisme guru organisasi guru, kegiatan siswa dan informasi umum
tentang SD Serayu lainnya.
F.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam
pengumpulan
data
ini
peneliti
menggunakan
observasi,
wawancara, interview guide serta dokumentasi yang diperlukan.
a. Observasi
“Observasi adalah teknik pengumpulan data, dimana peneliti
melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk
melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.” (Riduwan, 2004 :
104).
Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung di lapangan
yaitu SD Serayu Yogyakarta. Dalam observasi atau pengamatan ini
menuntut penggunaan panca indra seperti penglihatan dan pendengaran
untuk menangkap fenomena atau peristiwa yang terjadi di SD Serayu
Yogyakarta
yang berkaitan
dengan
masalah
yang diteliti
yaitu
implementasi UU RI No 14 Tahun 2005 terhadap Profesionalisme Guru di
SD Serayu Yogyakarta.
b. Wawancara
“Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab ambil bertatap muka antara
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden
dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide/panduan
wawancara.” (Nazir: 1988)
43
Tujuan utama dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah
untuk memperoleh informasi langsung dari informan yaitu kepala sekolah
dan guru SD Serayu Yogyakarta. Dalam melakukan wawancara ini,
peneliti secara langsung berhadapan dengan informan selaku sumber untuk
menanyakan informasi yang ingin diperoleh. Peneliti melakukan
wawancara secara terpisah dan berbeda hari menyesuaikan dengan jadwal
kepala sekolah dan guru di SD Serayu.
c. Interview guide
Interview guide atau panduan wawancara memuat garis besar topik
atau masalah yang menjadi pegangan wawancara. Bahan wawancara yang
ditanyakan ditulis dalam interview guide dimana isi pertanyaan untuk
kepala sekolah dan guru berbeda sesuai dengan informasi yang diperlukan
dalam penelitian ini. Interview guide dalam penelitian ini berisi tentang
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan implementasi UU RI No. 14
Tahun 2005 terhadap guru di SD Serayu Yogyakarta dalam proses
pembelajaran.
d. Dokumen
Untuk memperkuat data-data yang didapat melalui wawancara dan
observasi, dilengkapi dengan suatu dokumentasi. Informasi yang didapat
berupa data-data tertulis dari penelusuran pustaka dan dari arsip SD
Serayu Yogyakarta. Informasi lain tentang SD Serayu dicari melalui media
elektronik seperti penelusuran gambar-gambar di internet dan media
44
informasi lain lain yang berkaitan dengan topik penelitian di SD Serayu
Yogyakarta.
F.6 Analisis Data
Pada penelitian kualitatif proses analisis data dapat dilakukan pada saat
dimulainya pengumpulan data di lapangan dan secara berkelanjutan sampai
pada penulisan laporan penelitian. Data yang terkumpul selanjutnya diolah
menggunakan tiga tahap:
a.
Reduksi data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data mentah yang
diperoleh dari berbagai sumber di lapangan yaitu SD Serayu Yogyakarta
pada saat pengambilan data. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka
langkah berikutnya mengadakan reduksi data atau meringkas data yang
dilakukan dengan membuat abstraksi, yaitu usaha membuat rangkuman
yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga
tetap berada di dalamnya.
b.
Display data
Setelah didapat informasi tersusun dari hasil penelitian di SD Serayu
Yogyakarta langkah sebelum penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan adalah display data yang menghasilkan sajian data yang lebih
spesifik. Data-data yang didapat dari hasil wawancara di SD Serayu
Yogyakarta disatukan dan diolah kembali. Setelah didapat informasi
tersusun dari hasil penelitian di SD Serayu Yogyakarta yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan,
45
maka dari langkah display data ini dihasilkan dan disajikan data yang lebih
spesifik. Penyajian data dalam penelitian ini merupakan uraian data
tentang implementasi UU RI Nomor 14 tahun 2005 terhadap
profesionalisme guru, sehingga mudah dipahami. Selain itu dilakukan
dengan mendeskripsikan data yang telah diperoleh dari observasi,
wawancara, interview Guide dan dokumentasi.
c.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi dalam
penelitian di SD Serayu Yogyakarta ini. Dalam analisa data ini dituntut
ketajaman, kedalaman dan keluasan wawasan agar menyentuh pada akar
kebenaran sesungguhnya. Artinya selain harus mampu mengungkapkan
analisis pada permukaan luar juga mampu mengungkapkan permukaan
dalam, mengapa sesuatu tersebut terjadi, dalam hal ini dengan kaitannya
terhadap hasil penelitian di SD Serayu Yogyakarta.
46
Download