2 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH SUNGAI 2.1 Karakteristik W ilayah Sungai Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto mencakup wilayah Propinsi Jawa Tengah yang meliputi 14 (empat belas) wilayah Kabupaten, yaitu Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Brebes, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Kendal, Kabupaten Magelang, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Kulon Progo di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan sebarannya pada masing-masing wilayah seperti pada Error! Reference source not found. berikut ini. Tabel 2-1 Distribusi Luas W ilayah Kabupaten dalam W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kabupaten Kebumen Banyumas Banjarnegara Purworejo Wonosobo Purbalingga Cilacap Magelang Kulon Progo Brebes Temanggung Pemalang Batang Kendal Jumlah Luas (Km2) 1.329,79 1.329,12 1.139,04 1.081,07 984,37 799,16 605,21 35,18 29,48 11,16 4,65 3,78 1,75 0,24 7.370,77 (%) 18,35% 17,69% 15,19% 14,38% 13,40% 10,63% 8,85% 0,72% 0,49% 0,14% 0,06% 0,05% 0,02% 0,01% 100,00 Sumber : Hasil Analisis berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015, Tahun 2015 Berikut ini adalah Peta Wilayah Administrasi di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto seperti pada Gambar 2-1 berikut ini. 4 Gambar 2-1 Peta W ilayah Administrasi di W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto 5 Wilayah kerja Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto, dengan luas ± 7.370,77 km² berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015 Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai terdiri atas 15 Daerah Aliran Sungai yaitu : Daerah Aliran Sungai Donan, Daerah Aliran Sungai Serayu, Daerah Aliran Sungai Tipar, Daerah Aliran Sungai Ijo, Daerah Aliran Sungai Telomoyo, Daerah Aliran Sungai Luk Ulo, Daerah Aliran Sungai Wawar, Daerah Aliran Sungai Cokroyasan, Daerah Aliran Sungai Bogowonto, Daerah Aliran Sungai Suwuk, Daerah Aliran Sungai Majingklak, Daerah Aliran Sungai Jemenar, Daerah Aliran Sungai Watu Gumulung, Daerah Aliran Sungai Jintung, dan Daerah Aliran Sungai Mangli. Berikut adalah profil Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto seperti pada Tabel 2-2 berikut ini. Tabel 2-2 Profil W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto 1. Status : Wilayah Sungai Strategis Nasional 2. Status Kewenangan : Pemerintah 3. Propinsi : Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta 4. Kabupaten 5. Daerah Aliran Sungai : 1) Kabupaten 2) Kabupaten 3) Kabupaten 4) Kabupaten 5) Kabupaten 6) Kabupaten 7) Kabupaten 8) Kabupaten 9) Kabupaten 10) Kabupaten 11) Kabupaten 12) Kabupaten 13) Kabupaten 14) Kabupaten : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) DAS DAS DAS DAS DAS DAS DAS DAS Banjarnegara Banyumas Batang Brebes Cilacap Kebumen Kendal Magelang Pemalang Purbalingga Purworejo Temanggung Wonosobo Kulon Progo Bogowonto Cokroyasan Wawar Lukulo Telomoyo Mangli Jintung Watu Gumulung 6 9) DAS 10) DAS 11) DAS 12) DAS 13) DAS 14) DAS 15) DAS Jemenar Majingklak Suwuk Ijo Tipar Serayu Donan 6. DAS Terbesar : DAS Serayu dengan Luas DAS 3.809 Km 2 7. Luas Wilayah Sungai : 7.370,77 Km2 Keterangan : DAS = Daerah Aliran Sungai Sumber : Peraturan 04/PRT/M/2015 Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat Nomor Dibawah ini adalah Karakterisitik Daerah Aliran Sungai di W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto seperti pada Tabel 2-3 berikut ini dan Peta W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015 Tentang Kriteria dan Penetapan W ilayah Sungai seperti pada Sumber : Permen PUPR Nomor 04/PRT/M/2015 Gambar 2-2 berikut ini. 7 Kode Tabel 2-3 Karakterisitik Daerah Aliran Sungai di W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto Luas Anak Panjang Sungai Erosi Sedimentasi Nama DAS Kode WS (Ton/Thn) (Ton/Thn) (Km2) Sungai Utama (Km) 001 DAS Bogowonto A3-17 605,91 Bogowonto 165,15 32.974,178 2.600,851 002 DAS Cokroyasan A3-17 401,77 Cokroyasan 114,73 14.886,093 1.351,473 003 DAS Wawar A3-17 775,24 Wawar 108,25 17.999,552 1.416,136 004 DAS Lukulo A3-17 639,35 Lukulo 132,65 23.327,661 1.839,061 005 DAS Telomoyo A3-17 471,44 Telomoyo 53,56 15.523,809 1.279,584 006 DAS Mangli A3-17 3,34 Mangli 2,88 37,370 10,893 007 DAS Jintung A3-17 14,96 Jintung 8,14 179,076 37,909 008 DAS Watugumulung A3-17 6,50 Watugumulung 4,57 61,310 14,776 009 DAS Jemenar A3-17 2,34 Jemenar 1,98 24,580 7,780 010 DAS Majingklak A3-17 3,00 Majingklak 3,70 36,469 10,941 011 DAS Suwuk A3-17 5,66 Suwuk 4,60 67,446 16,594 012 DAS Ijo A3-17 281,55 53,63 13.230,049 1.391,986 013 DAS Tipar A3-17 251,57 Tipar 46,23 9.912,407 1.078,585 014 DAS Serayu A3-17 3.738,00 Serayu 305,81 241.559,805 18.163,024 015 DAS Donan A3-17 170,14 Donan 102,15 11.989,529 1.421,757 1.108,03 381.809,334 30.641,350 TOTAL 7.370,77 Ijo Keterangan : DAS = Daerah Aliran Sungai Sumber : Peraturan menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015; Hasil Analisis, 2015 8 Sumber : Permen PUPR Nomor 04/PRT/M/2015 Gambar 2-2 Peta W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015 Tentang Kriteria dan Penetapan W ilayah Sungai 9 Gambar 2-3 Peta Daerah Aliran Sungai 10 2.1.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan luas wilayah 32.544,12 km2 atau 1,72 % dari total luas daerah daratan di Indonesia yang terletak di antara 1080 30‟ sampai 1110 30‟ Bujur Timur dan 50 40‟ sampai 80 30‟ Lintang Selatan. Jarak terjauh sampai Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Wilayah daratan dikelilingi oleh Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto yang meliputi 14 wilayah kabupaten, terletak di bagian wilayah Provinsi Jawa Tengah dan sebagian kecil berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara topografi dikelilingi oleh pegunungan di bagian utara, mulai dari Gunung Slamet, dataran tinggi Dieng sampai dengan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Batas administrasi Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto adalah sebagai berikut. 1. Bagian Selatan : Samudera Indonesia. 2. Bagian Utara : Wilayah Sungai Pemali – Comal danWilayah Sungai Bodri – Kuto. 3. Bagian Barat : Wilayah Sungai Citanduy. 4. Bagian Timur : Wilayah Sungai Progo Opak Serang. 2.1.2 Kondisi Topografi Keadaan alam, iklim, topografi di Jawa Tengah memberikan banyak kelebihan untuk penduduknya terutama sumber daya air yang melimpah. Topografi Provinsi Jawa Tengah memiliki relief yang sangat beragam yaitu ketinggian 0 – 99 meter dpl meliputi 53,3 %, ketinggian 100 – 499 meter dpl meliputi 27,4 %, ketinggian 500 – 999 meter dpl meliputi 14,7 % dan ketinggian di atas 1.000 meter dpl meliputi 4,6 % dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah. Secara umum kondisi topografi Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto terdiri dari wilayah-wilayah pegunungan, perbukitan, dan, daratan rendah seperti pada Gambar 2-4 berikut ini. 11 Gambar 2-4 Peta Topografi 12 2.1.3 Kondisi Geologi Struktur geologi yang mengontrol Formasi Pra Tersier sampai Kuarter di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto berupa lipatan, kekar dan sesar. Struktur Pra Tersier berupa sesar naik, turun dan geser dengan orientasi tidak beraturan akibat tumbukan antar lempeng (Lempeng Benua Asia dan Lempeng Samudra) yang bergerak saling berlawanan arah. Tumbukan menyebabkan terjadinya percampuran batuan yang tidak mengikuti kaidah stratigrafi nomal membentuk Kompleks Melange Karangsambung dan Banjarnegara Selatan. Formasi Pra Tersier sampai Kuarter di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto berupa lipatan, kekar dan sesar. Struktur Pra Tersier berupa sesar naik, turun dan geser den gan orientasi tidak beraturan akibat tumbukan. Metode pemetaan geologi permukaan di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto seperti pada Gambar 2-5 hingga Gambar 2-7 ini bertujuan untuk memperoleh gambaran umum tentang susunan stratigrafi dan struktur geologi Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto serta memperoleh gambaran umum jenis batuan. Dalam melakukan pemetaan geologi permukaan, selain melakukan pencacatan kondisi geologi setempa t, juga melakukan sampling yaitu pengambilan sampel untuk mengetahui kondisi batuan atau kualitas laterit yang terdapat pada daerah tersebut. 13 Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi Jawa Barat, 2015 Gambar 2-5 Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan 14 Keterangan geologi permukaan pada lembar geologi Kabupaten Banjarnegara-Pekalongan : Qsu BATUAN GUNUNG SINDORO : Lava andeseit hipersten-augit dan basal olivin-augit, breksi aliran, breksi piroklastika, dan lahar (Qso:batuan dari kerucut gunung api permulaan, yang sebagian telah tertimbun; Qsun:dari kerucut utama gunung api; Qsuy:terutama aliran lava dari kerucut gunung api samping) Qsm BATUAN GUNUNG API SUMBING : Lava andesit augit-alivin,breksi aliran, breksi piroklastikadan lahar. Qd BATUAN GUNUNG API DIENG : Lava andesit dan andesit-kuarsa, serta bantuan klastika gunung api. Kandungan silika bantuan berkurang dari muda ke tua. (Qdo:bagian bawah; Qdm:bagian tengah; Qdy:bagian atas satuan) Qf KIPAS ALUVIUM : Terutama bahan rombakan gunung api;telah tersayat Qla Qj ENDAPAN DANAU DAN ALUVIUM : Pasir, lanau, lumpur, dan lempung; setempa; tufan BATUAN GUNUNG API JEMBANGAN : Lava andesit dan batuana klastika gunung api, terutama andesit hiperslen-augit setempat mengandung horenblenda dan juga basal olivin. Berupa aliran lava, breksi aliran dan piroklastika, lahar dan aluvium (Qjodan Qjm); lahar dan endapan aluvium terdiri dari bahan rombakan gunung api, aliran lava dan breksi (Qjya dan Qjma) yang yang terendapkan pada lereng landai agak jauh dari pusat erupsi dibandingkan dengan batuan Qjyf dan Qjmf yang juga berupa aliran lava dan breksi dengan breksi piroklastika dan lahar Qt ENDAPAN UNDAK : Pasir, lanau, tuf, konglometar, batupasir tufan dan breksi tufan. Tersebar disepanjang lembah serayu. Qpkg FORMASI KALIGETAS : Breaksi volkanik, aliran lava,tuf, batu pasir tufan dan batu lempung. Breksi aliran dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar. Setempat dibagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir tufan. Batuan 15 gunung api yang melapuk berwarna coklat kemerahan dan sering membentuk bongka-bongkah besar. Tabel berkisar antara 50-200m. QTlb ANGGOTA BREKSI FORMASI LIGUNG: Breksi gunungapi bersusunan andesit, lava andesit horenblenda dan tuf, merupakan bagian atas formasi ligung. QTlc ANGGOTA LEMPUNG FORMASI LIGUNG : Batu lempung tufan, batu pasir tufan berlapis silangsiur dan konglomerat, setempat sisa tumbuhan dan batubara muda yang menunjukan bahwa anggota ini diendapkan dilingkungan bawah laut. Sebelumnya disebut anggota bawah formasi ligung. QTd FORMASI DAMAR : Batulempung tufan,breksi gunungapi, batupasir, tuf dan konglomerat setempat mencakup endapan lahar. Breksi gunungapi dan tuf bersusunan andesit, sedangkan konglomerat yang bersifat basl, secara setempat padu. Batupasir terdiri dari felspar dan butir-butir minerat mafik; padu. Setempat ditemukan moluska. Lingkungan pengendapan non marin. Menindih selaras formasi kalibiuk. Tpda ANGGOTA BATUPASIR FORMASI DAMAR : Batupasir tufan dan konglomeratsebagian terekat kalsit. Bagisn bawah berupa konglomerat aneka bahan tersemen karbonat. Ke arah atas menjadi batupasir tufan dan konglomerat andesit, sebagian tersemen bahan karbonat. Lingkungan pengendapan terrostrial. Menindih selaras formaasi kalibuik. Tpb FORMASI KALIBIUK : Napal dan batulempung, bersisipan tipis tuf pasiran. Napal dan batulempung, kelabu kebiruan,kaya akan fosil moluska. Menunjukan umur pliosen (oostingh,1935) dengan lingkungan pengendapan pasang surut. Ke arah atas runtunan terdapat sisipan tuf pasiran. Te bal dari 2500-3000 meter. Menjemari dengan anggota breksi formasi tapak dan ditindih selaras oleh formasi damar. Tpt FORMASI TAPAK : Batupasir gampingan dan napal berwarna hjau mengandung pecahan-pecahan moluska. Umur pliosen tebal sekitar 500 meter. 16 Tptb ANGGOTA BREKSI, FORMASI TAPAK : Breksi gunungapi dan batupasir tufan. Breksi bersusunan andesit, mengandung urat-urat kalsit. Batupasir tufan di beberapa tempat mengandung sisa tumbuhan. Tebal minimal 200 m. Kearah selatan K. Serayu dikorelasikan dengan formasi peniruon, menjemari denga bagian bawah formasi kalibiuk, dan menindih tak selaras formasi kumbang. Tptl ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI TAPAK : batugamping terumbu,napal dan batupasir. Batugamping mengansung koral dan foraminifera besar, sedangkan napal dan batupasir mengandung moluska.lingkungan pengendapan peralihan sampai marin umur diduga pliosen. Ditindih selaras oleh formasi kalibiuk, menindih tak selama formasi halang. Tpp FORMASI PENIRON : Breksi, bersisipsn tif, setempat mengandung sisa tumbuhan terkersikan. Breksi anekabahan komponen andesit piroksen, batulempung dan batugamping; matriks batupasir lempungan dan tufan, bersisipan batupasir, tuf, dan napal ke arah atas ukuran komponen mengecil. Setempat dilakukan sisa tumbuhan. Tuf, agak lapuk berukuran lansa sampai pasir sedang, terpilih sedang tebal 20cm. Satuan berupa runtunan turbidit yang terendapkan didaerah kipas atas bawah laut (suharyanto,1982). Umur formasi diduga Pliosen (Suyanto dan Roskamil.1975) tebal satuan diduga 700m satuan menindih tak selaras formasi halang dan ditindih tak selaras oleh batuan gunungapi sumbing muda. Lebih kearah utara dikolerasikan dengan anggota breksi formasi tapak (Tptb) harloff (1933) menamakannya “Derde Breecie Horisont” Tmp k FORMASI KUMBANG : Lava andesit dan basal. Breksi, tuf secara setempat breksi batuapung tuf, serta sisipan napal. Lava sebagian besar mengacu (bawah laut) napal mengandung globigerina. Umur miosen tengah-pliosen awal. Menjemari dengan formasi halang. Tebal maksimal lebih kurang 2000m dan menipis ke arah timur. Tmp h FORMASI HALANG : Batupasir tufan, konglomerat, napal dan batulempung; bagian bawah berupa breksi andesit. Runtunan batuan mengandung fosil globigeria dan foraminifera kecil lainnya. Unsur miosen tengah-pliosen awal. Breksi andesit, ketebalannya 17 bervariasi dari 200 m di selatan sampai 500m diselah utara. Bagian atas runtunan tak mengandung nombakan berbutir kasar. Diendapakn sebagai sedimen turbidit pada zona batial atas. Ketebalan satuan menipis ke arah timur, tebal maksimal 700m. Tmp FORMASI PENOSONGAN : Perselingan konglonerat, batupasir, batulempung, napal, dan riolit; berlapis baik. Bagian bawah satuan berupa konglomerat, anekabahan, yang kearah atas runtunan berangsur menghilang, tersusun dari kuarsa susu, kepingan bergamping kalkarcruit yang mengandung lepidocyclina. Batupasir dikuasai kuarsa, dengan sedikit biotir, turmulin, rutil dan mineral rutin lainnya, terpilih jelek, setempat gampingan dan kerikilan. Kearah atas runtunan, umumnya berangsur menjadi batulanau,berlapis tipis-pejal. Struktur perpelapisan bersusun. Runtunan batuan ini hasil endapan arus turbidit. Bagian tengah formasi tersusun dari batulempung, napaldan kalkansit dengan sisipan tuf. Batulempung gampingan dan napalan. Kalkarenit berupa kepingan cangkang foraminifera dan koral, menyudutmebundar tanggung, terpilih buruk, terekat kalsit. Sisipan batupasir kasar kerikilan masih nampak, yang makin keatas makin tipis. Lebih kearah puncak, napal dan napal tufan,yang mengandung globlgerina, Globoquadrino, Orbulino dan foraminifera besar, sehingga harloff (1933)menamakannya “Fossiel Horizont”. Sisipan itu bersusunan dasil, riolit, dan kaca mulai ada. Struktur sedimen yang berupa gelembur gelombang, rekah-rekut, pelapisan bersusun jejak cacing, pararian sejajar, konvolut, garit, dan tikad sala ning, menunjukan kesan akan lingkaran pengendapan air dangkal atas mungkin daerah pasang surut. Umur satuan dianggap, miosen tengah (T12-T13) runtunan napal tufan ini oleh Harloff (1933) disebut “Twoode Margeltuf Horizont” dengan ketebalan mencapai 300m. Bagian atas satuan tersusun dari perselingan tuf dengan napal tufan.tuf kaca berlapis tebal 5-10m dan menipis kearah puncak. Formasi in menindih selama formasi waturanda dan ditindih selarah oleh formasi halang. Ketebalan satuan batuan mencapai1146 (iskandar 1974) 18 Tmw FORMASI W ATURANDA : Batupasir, breksi, konglomerat, lahar dan sisipan batulempung. Batupasir wake, komponen bersusun andesit dan basal, piroksen menonjol, kasar-kerikilan, terpilih buruk, menyundut tanggung, kesarangan sedang, pejal berlapis, teba l 2100cm. Kebagian lebih atas nantunan, breksi gunungapi, bersisipan batupasir wake, tuf gampingan, batulempung, konglomerat dan lahar. Breksi anekabahan, berkomponen andesit dan basal, 3cmbeberapa meter, umumnya 30cm, matriks batupasir dan tuf, mengkasar kearah atas. Sisipan batupasir wake 50-200cm, sedangsangat kasar berkomponen plagiokas, piroksen, kaca dan mineral bijih. Batulempung mengandung foraminifera kecil, berumur miosen awal-tengah. Struktur sedimen berupa perlapisan bersusun, perarian sejajar dan konvolut. Lingkungan pengendapan laut dalam, dengan sebagian batuan terendapkan oleh arus turbodit. Satuan batuan ini ditindih selaras oleh formasi penosogan dan menindih selaras atau sebagian menjemari dengan formasi totgan Harloff (1933) menyebutnya “Ecrsle Breccie Horisont” Tmw t ANGGOTA TUF, FORMASI W ATURANDA : Perselingan tuf kaca, tuf hablur, batupasir gampingan dan napal tufan, padat berlapis baik setebal 2-80cm; rekahan terjadi kalsit. Tuf terdiri dari felspor, kaca, kuarsa, dan mineralbijih. Batupasir gampingan tebal 4-15m, mengandung foraminifera plangton yang menunjukkan umur N6 akhir- N8awal (Miosen awal). Lingkungan pengendapan batial alas, tebal satuan beberapa meter hingga 200m, satuan menindih selaras formasi tologan dan merupakan bagian bawah formasi waturanda. Nama lain adalah “Eerste Mergeltuf Horisont” Tmr FORMASI RAMBATAN : Serpih, napal dan batupasir gampingan, mengandung forminifera kecil. Tebal lebih dari 300m. Tmrs ANGGOTA SIGUGUR FORMASI RAMBATAN : Batugamping terumba yang mengandung fosil foraminifera besar Eulepidina Miogysina dan spiroclypeus menunjukan umur Te (Aquitanian), tebal beberap ratus meter. Tomt FORMASI TOTOGAN : Breksi, batulempung, napal, batupasir, konglomerat, dan tuf. Bagian bawah satuan terdiri dari perselingan 19 tak teratur breksi, batulempung tufan, napal dan konglomerat, setempat sisipan batupasir. Breksi aneka bahan komponen menyudut berupa batulempung, belusabak, batupasir, batugamping fosilan, basl, sekis, granit, kuarsa dan rijang radiolaria, matriks batulempung tufan, gampingan, napal merah, coklat dan ungu, semen kalsium karbonat, umumnya lembek. Ke arah atas runtuhan, kepingan atau komponen breksi dan batupasir searah pelapisan. Konglomerat berkomponen basal, terpilah buruk, sisipan didalam breksi. Bagian atas runtunan berupa perselingan batulempung, batupasir dan tuf, berlapis baik dijumpai kepingan kuarsa. Salain fosil foraminifera plangton yang menunjukan kisaran unsur oligosen sampai miosen awal ditemukan pula uvigerina sp dan gyroidina sp. Lingkungan pengendapan batial atas. Runtutan batuan secara keseluruhan merupakan endapan olitostrom. Tebal satuan 150 m, yang menipis ke arah selatan. Formasi ini ditindih tak selaras oleh formasi penosongan dan formasi rambatan dan bagian bawahnya menjemari dengan bagian atas satuan batugaming terumbu. Teol BATU GAMPING TERUMBU : Batugamping bioklastika, lensa, fosil foraminifera besar dan kecil melimpang, koral dan gangguan merah. Merupakan lensa-lensa. Kandungan menunjukan umur Oligosen-Eosen fosil foraminifera kecil Tengah. Harloff (1933) melaporkan adanya foraminifera besar yang menunjukan umur Eosen (ta-Tb). Lingkungan pengendapan adalah laut bersusunan agak tenang. Batuan ini diduga berupa olistolit yang terpindahkan akhibat pelongsoran dalam laut. Satuan batuan diperkirakan menjemari dengan bagian bawah formasi tologa dan menindihkan tak selaras batuan tektonis. KTi KOMPLEKS LUK ULO : Bancuh terdiri dari berbagai bongkahan yang tercampur secara tektonik dalam matriks serpih dan batulanau kelabu gelap yang terkoyakkan. Ukuran bonkah tak seragam dan tersusun dari basal, rijang hitam dan merah, batuan basa dan ultrabasa (Kog) sekis dan filit (Km), grawake (KTs), granit tuf terbersikan, batugamping merah dan kelabu. Umumnya bongkahan berbentuk lonjong. Setiap batas litologi merupakan sentuh tektonik. 20 Rinjang, menunjang searah perlapisan, berselingan dengan batulempung merah, terlipat kuat. Dibeberapa tempat terlihat tanda tanda pelongsoran. Batugamping merah mengandung radiolaria yang berumur kapur. Batugamping merah dan rijang mungkin terendapkan secara biogen di lingkungan laut dalam. Basal umumnya menjemari dengan rijang dan terdapat sebagai kepingan tektonik. Granit dan kuarsa fosfir diduga berasal dari batuan beku. Di bagian yang kuasai matriks, bongkahan membemtuk struktur seperti ikan (fish stuktur). Ke arah utara, matriks lebih menonjol. Umur kapur akhir-paleosen. KTog BASA DAN ULTRABASA : Gabro amfibolit, basal dan serpentinit. Gabro, hijau muda tersingkap di anatara napal. Setempat batas keduanya jelas. Terdapat sebagai kepingan tektonikdiodalam kompleks luk ulo. Basal berupa lava basal berubah, diduga jenis toleit (Asikin 1974) berbatasana dengan basal, umumnya berupa sedimen tufan dann tuf. Sepertinit sebagai sispan didalam gabro dan basal terdapat bersentuhan dengan sekis atau berbentuk lensa, terbreksikan dan tergerus kuat. Umur kapur awal. KTs GREWAKE : Grewake dan konglomerat. Grewake terdapat sebagai bongkah atau kepingan tektonik, berbutir halus-kasar, kelabu tau kehijauan pelapisan bersusunan, tersusun dari kuarsa, felapar, kalsit, kaca, dan kepingan batuan, setempat berbentuk “boudin “, dibanyak tempat meprukan kepingan dalam matriks yang menyerpih. Konglomerat aneka bahan. Terdapat dalam palung yang mengalami penurunan cepat, bersama dengan batulempung hitam, batulanau dan bataulempung seabagai sedimen turbidit. Umur kapur akhir-paleosen. KTm BATUAN TERBRESIKAN : Kepingan batuan sedimen dan gunung api terubah, granit, pospor plagioklas-kuarsa gabro, amfibodit, serpentinit dan tuf, terbresikan, tercampur aduk secara tektonika dan tersesarakan secara masa diatas batuan sedimen berumur kapur. Sebagian granit adan posfir diduga berasal berasal dari batuan beku dan sebagian lagi berasal dari tuf terkersikan dan batuan sedimen yang terkena proses metamorfosa. 21 Tm BATUAN INTRUSE : Batuan tersusun diorit meliputi variasi tak teruraikan (Tmi), karsanit (Tmk), diorit atau diorit posfir (Tmd) gabro atau posfir gabro (Tmp) dan sresartit (Tmsi) Tpd DIORIT : Batuan bersusunan diorit 22 Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi Jawa Barat, 2015 Gambar 2-6 Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal 23 Keterangan geologi permukaan pada lembar geologi Kabupaten Purwokerto-Tegal : Qps ENDAPAN UNDAK : Lapisan-lapisan batu pasir tufan, pasir, tuf, konglomerat dan breksi tufan disebelah timrlaut dan tengagara merupaka dataran yang bergelombang. Disebelah tengagara satuan ini disebut “plistosen” (Harloff 1933) Qpd FORMASI LINGGOPODO : Breksi gunungapi, tuf dan lahar, diduga hasil kegiatan Gunung slamet tua dan gunung copet (Van Bemmelen, 1949). Nama satuan ini diusulkan oleh hear (1935) Tmw FORMASI GINTUNG : Konglomerat andesit. Dibeberapa tempat batupasir gampingan dan tuf. Di dalam konglomerat kadang ditemukan kayu terkersikkan. Tersingkap disepanjang sungai gintung ke arah, tebalnya 800m. Terdapat pada beberapa singkapan kecil di dekat batas barat peta. Qpm FORMASI MENGGER : Tuf kelabu muda dan batupasir tufan, bersisipan konglomerat dan batu pasir magnetit. Tebal sekitar 150m. Qdb FORMASI LIGUNG : Aglomerat andesit, breksi dan tuf kelabu dibeberapa tempat. Sebelumnya dinamakan anggota atas formasi ligung (van bemmelen,1937) QTlc ANGGOTA LEMPUNG FORMASI LINGGUNG : Batuan lempung tufan, batuapsir tufan berlapis salingsuir dan konglomerat, setempat sisa tumbuhan dan batubara muada yang menunjukan bahawa anggota ini diendapakan di lingkunga buakn laut. Sebelumnya anggota bawah anggota formasi ligung (van bemmelen 1937) Tpk FORMASI KALIGLAGAH : Batulempung, napal, batupsir dan konglomerat di beberapa tempat lensa lignit setebal 10-100cm. nama sebelumnya adalah seri glagah. Tpb FORMASI KALIBUIK : Napal lempungan bersisipan batupasir, kaya moluska. Tebal skitar 175m. 24 Tpi FORMASI TAPAK : Batupaisr berbutir kasar berwarna kehijauan dan konglomerat, setempat breksi andesit. Di bagian atas terdiri dari batupasir gampingan dan napal berwarna hijau yang mengandung kepingan moluska. Tebal sekitar 500m Tptl ANGGOTA BATU GAMPING FORMASI TAPAK : Lensa lensa batugamping tak berlapis, berwarna kelabu kekuningan. Tptb ANGGOTA BREKSI FORMASI TAPAK : Breksi gunungapi dengan masa dasr batupasir tufan, di beberapa tempat urat- urat kalsit. Tmp k FORMASI KUMBANG : Breksi, lava andesit dan tuf dibeberapa tempat breksi batuapung dan tuf pasiran. Tersingkap baik di gunung kumang sekitar 3km sebelah barat peta setebal 2000m Tmp h FORMASI HALANG : Batupasir andesit, konglomerat tufan dan napal, bersispan batupasir. Di ats pelapisan batupasir terdpat bekas- bekas cacing. Foraminifera kecil menunjukan unsur Miosea akhir, di lembar sebelahnya hingga piosen. Tebal sekitar 800m. Tmphb ANGGOTA BREKSI FORMASI HALANG : Breksi aneka bahan dengan komponen andesit, basal dan batugamping, bersisipan batupasir dan lava basal. Tmp hl ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI HALANG : Batugamping pejal Tmp p FORMASI Tmw FORMASI W ATURONDO : Breksi bersisipan batupair kasar, berwarna putih dengan bintik-bintik kuning. PENOSOGAN : Perselingan batupasir gampingan, batulempung, tuf, napal dan kalkarenit sebagai runtunan turbidit. setewmpqat lahar Tmr FORMASI RAMBATAN : Serpih napal dan batupasir gampingan. Napal berselang seling dengan batu pasir gampingan berwarna kelabu muda. Banyak dijumpai lapisan tipis kalsit yang tegal lurus bidang perlapisan. Banyak mengandung foraminifera kecil. Tebal sekitar 300m 25 Tmp FORMASI PEMALI : Napal globerina berwarna kelabu muda dan kelabu kehijauan bersisipan batugamping pasiran, batupair tufan dan batu pasir kasar. Umumnya merupkan runtunan batulempung kelabu yang monoton, bagian bawah tidak tersingkap. Tebal lebih dari 900. Tmi(m ) POSFIR MIKRODIORIT : Berwarna coklat berbintik coklat tua dan hitam; pejal, lapuk. Berstruktur holokristalin subdiabas porfirit dengan fenokris felspar dan mineral-mineral femis. Sebagian mineral lapuk sehingga berbentuk rongga-rongga. Tmi(d) DIORIT: Berbutir sedang hingga kasar. 26 Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi Jawa Barat, 2015 Gambar 2-7 Peta Geologi Lembar Kebumen 27 Keterangan geologi permukaan pada lembar geologi Kabupaten Kebumen : Qa ALUVIUM : Lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal Qac ENDAPAN PANTAI : Umumnya pasir lepas yang terpilih baik-sedang Qsm BATUAN GUNUNG API SUMBING MUDA : Batu pasir tulan, tuf pasiran dan breksi andesit Tpp FORMASI PENIRON : Breksi aneka bahan dengan komponen andesit, batu lempung, batu gamping; masa dasar batu pasir tufan, bersisipan tuf Tmp h FORMASI HALANG : Perselingan batu pasir, batu gamping, napal dan tuf dengan sisipan breksi; dipengaruhi oleharus turbid dan pelengseran bawah air laut Tmp b ANGGOTA BREKSI FORMASI HALANG : Breksi dengan komponen andesit, basal dan batu gamping, masa dasar batu pasir tufan kasar; sisipan batu pasir dan lava basal Tmp FORMASI PENOSONGAN : Perselingan batu pasir gampingan, batu lempung, tuf, napal dan kalkarenit; dipengaruhi arus turbin Tmw FORMASI W ATURANDA : Bagian bawah batu pasir kasar, makin keatas berubah menjadi breksi dengan komponen andesit; basal dan masa dasar batu pasir, tuf. Tmw t ANGGOTA TUF FORMASI W ATURANDA : Perselingan tuf kaca, tuf Tomt FORMASI TOTOGAN : Breksi dengan komponen batu lempung, batu kristal, batu pasir gampingan dan napal tufan. pasir, batu gamping dan basal; masa dasarlempung bersisik. Tcok FORMASI KARANGSAMBUNG : Batu lempung berstruktur sisik dengan bongkah batu gamping, konglimerat, batu pasir, batu gamping dan basal. 28 Tck BATU GAMPING TERUMBU : Batu gamping terumbu yang berupa olistolit Tmd DIABAS: Diabas, retas lempeng dan struktur kekar mening Berdasarkan pada peta geologi yang terdiri dari peta lingkungan pengendapan, peta penyebaran jenis batuan, peta lahan kritis dibawah ini dapat dilihat kondisi geologi teknik pada wilayah studi seperti pada Gambar 2-8 hingga Gambar 2-10 berikut ini. 29 Gambar 2-8 Peta Lingkungan Pengendapan Geologi 30 Gambar 2-9 Peta Formasi Geologi 31 Gambar 2-10 Peta Penyebaran Jenis Batuan 32 Gambar 2-11 Peta Bahaya Geologi 33 2.1.4 Kondisi Pentupan Lahan Tata guna lahan pada wilayah studi dapat dilihat dari penutupan lahan di wilayah Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto dapat dilihat pada peta di bawah ini. Berdasarkan peta tersebut, Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto dimanfaatkan untuk beberapa fungsi lahan, antara lain hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, perkebunan, sawah dan tegalan/ladang, dimana luas kondisi penutupan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2-4 dan Gambar 2-12 di bawah ini. Tabel 2-4 Luas Penutupan Lahan di W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto Penutupan Lahan Luas Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Sekunder Hutan Tanaman Industri ( HTI ) Perkebunan Permukiman Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Bercampur dgn Semak Sawah Semak/Belukar Tanah Terbuka Jumlah (Km2) 0,01 123,84 18,11 887,24 6,49 836,18 3.190,60 809,51 1.394,60 96,90 7,29 7.370,77 Sumber : Hasil Analisis, 2015 34 Gambar 2-12 Peta Tutupan Lahan 35 2.2 Isu Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air 2.2.1 Isu Nasional Isu nasional di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto adalah sebagai berikut. 1. Sustainable Development Goals (SDGs) Konsep SDGs melanjutkan konsep pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) di mana konsep itu sudah berakhir pada tahun 2015. Jadi, kerangka pembangunan yang berkaitan dengan perubahan situasi dunia yang semula menggunakan konsep MGDs sekarang diganti SDGs. Pengelolaan sumber daya air Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto disusun dengan berpedoman pada SDGs untuk menjamin kelanjutan ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan air dengan potensi air permukaan di Wilayah sungai Serayu – Bogowonto diperkirakan mencapai 13.439 m3/tahun. 2. Ketahanan Pangan Untuk memenuhi kualitas hidup masyrakat yang lebih baik, mandiri dan sejahtera, perlu adanya penyediaan pangan yang cukup, berkualitas, dan merata, serta tidak mengandalkan ketersedian pangan dunia, atau dengan kata lain perlu adanya suatu Ketahanan Pangan. Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) danUndangundang nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: (1) kecukupan ketersediaan pangan,(2) stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, (3) aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan, serta (4) kualitas/keamanan pangan. Untuk mencapai kondisi ketahanan pangan sebagaimana disebutkan di atas, diperlukan adanya dukungan sarana prasarana yang memadai; terkait dengan pengelolaan sumberdaya air, perlu adanya dukungan ketersediaan air dan infrastruktur pertanian yang memadai, yang diantaranya kondisi saluran irigasi. Kerusakan jaringan irigasi banyak terjadi di Indonesia, baik karena kurangnya perawatan, ataupun karena bencana. Luas areal sawah 82.667 Ha di Wilayah 36 Sungai Serayu – Bogowonto untuk mendukung target produksi Provinsi Jawa Tengah tahun 2020 sebesar 3,4 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). 3. Global Climate Change (perubahan pemanasan global) Fenomena perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya pemanasan global ke depan akan mempengaruhi kebutuhan pangan dan pertanian. Akibat perubahan iklim, dapat terjadi pergeseran awal musim hujan, musim hujan berlangsung lebih singkat dengan intensitas curah hujan lebih tinggi, sedangkan musim kemarau/kering lebih panjang. Padahal di sisi lain kebutuhan akan air cenderung meningkat seiring meningkatnya populasi global.Beberapa peneliti sudah memperingatkan bahwa dalam beberapa puluh tahun ke depan diperkirakan akan terjadi krisis pangan yang cukup signifikan yang diantaranya disebabkan karena pengaruh pemanasan global. Bahkan ada beberapa peneliti yang memperkirakan bahwa pada tahun 2100, sekitar separuh penduduk dunia akan menghadapi krisis pangan (Kompas, 15 Januari 2009). Akibat pemanasan global dan perubahan iklim, permukaan air laut diperkirakan juga akan naik. Ribuan hektar sawah diperkirakan akan hilang jika ketinggian air laut naik 0,5 meter. Perubahan iklim juga dituding sebagai penyebab naiknya harga komoditas pangan karena harus bersaing sebagai penyedia bahan biofuel. Hingga kini masih terus terjadi ketegangan antara kepentingan biofuel dan pangan. Ketahanan pangan akan menjadi sulit terwujud jika tak ada upaya perbaikan infrastruktur dan suprastruktur. 4. Ketahanan Energi Ketahanan Energi merupakan pilar penting Ketahanan Ekonomi. Bersama Ketahanan Budaya, Ketahanan Sosial dan Ketahanan Politik, maka Ketahanan Ekonomi merupakan unsur utama Ketahanan Nasional. Jumlah pelanggan listrik kabupaten di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto tahun 2015 terdapat 1.364.167 pelanggan. 37 2.2.2 Isu Lokal Isu lokal di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto adalah sebagai berikut. 1. Kurang Keterpaduan Pembangunan antara Wilayah Hulu dan Hilir Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto sebagai satu kesatuan hidroekologis tiga belas kabupaten pada wilayah selatan Provinsi Jawa Tengah dan satu kabupaten Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki peran penting dalam rangka pengembangan wilayah pada bagian selatan Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada masa mendatang. Keterpaduan pembangunan antara wilayah hulu dan hilir sebagai patokan utama untuk menuju keberlanjutan pembangunan pada wilayah sungai ini masih merupakan sebuah kata yang mudah diucapkan tetapi sangat sulit untuk diimplementasikan. Kepentingan jangka pendek masing-masing daerah administrasi, yaitu keinginan untuk melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi, sehingga masing-masing daerah berkompetesi untuk mengoptimalkan potensi wilayah yang dimiliki dan terkadang mengabaikan kepentingan ekologis, akibatnya bukan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh tetapi justru kerugian yang dipetik akibat tidak bijaknya memanfaatkan potensi sumber daya wilayah yang dimiliki. 2. Pertumbuhan Penduduk Tren pertumbuhan penduduk pada masing-masing daerah administrasi di wilayah sungai Serayu – Bogowonto yaitu sebesar 0,54 % per tahun dengan angka kepadatan penduduk rata-rata di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto sebesar 756 jiwa/km 2. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada wilayah hilir saja tetapi juga terjadi pada wilayah hulu Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto. 3. Alih Fungsi Lahan Kebutuhan untuk memenuhi hajat hidup dasar manusia memerlukan lahan yang dapat mendukung, disatu sisi ada keterbatasan ruang yang membatasi menyebabkan tidak ada pilihan lain untuk memanfaatkan ruang yang seharusnya difungsikan menjadi kawasan lindung untuk aktivitas budi daya. Meskipun pada kondisi 38 tertentu pemanfaatan kawasan lindung untuk aktivitas budi daya masih dimungkinkan dengan teknik budi daya yang ramah lingkungan. Dikarenakan desakan kepentingan jangka pendek hal ini sering diabaikan, masyarakat selalu menginginkan sesuatu yang cepat terlihat hasilnya. Sebagai contoh budi daya tanaman kentang pada kawasan hulu Wilayah Sungai Serayu Bogowonto yang hingga saat ini masyarakat enggan menggantinya dengan komoditas tanaman keras yang lebih ramah lingkungan atau dengan aktivitas budidaya non pertanian seperti wisata yang punya potensi pengembangan jangka panjang. Sebagian besar kawasan Dieng sebagai hulu Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto adalah kawasan hutan lindung. budi daya tanaman kentang membawa kerugian jauh lebih besar ketimbang dengan menanam jenis tanaman pertanian lainnya karena merusak lahan. Tanaman kentang dianggap merusak sumber daya air yang mengakibatkan kehilangan 3 miliar meter kubik air karena 138 dari 582 mata air mati. Sepanjang perjalanan dari jantung kota menuju kawasan Candi Dieng di dekat perbatasan Wonosobo-Banjarnegara, gunung dibabat habis untuk pertanian kentang. Bahkan, kentang ditanam pada lahan dengan kemiringan di atas 70 derajat. Pertumbuhan tanaman ini mensyaratkan lahan terbuka tanpa pohon pelindung sehingga tanah rawan longsor. Tekanan penduduk yang tinggi pada wilayah hulu di satu sisi ada keterbatasan ruang yang membatasi menyebabkan tidak ada pilihan lain untuk memanfaatkan ruang-ruang yang seharusnya difungsikan menjadi kawasan lindung untuk aktivitas budidaya. Meskipun pada kondisi tertentu pemanfaatan kawasan lindung untuk aktivitas budidaya masih dimungkinkan dengan teknik budidaya yang ramah lingkungan. Tetapi sekali lagi karena desakan kepentingan jangka pendek hal ini sering diabaikan, masyarakat selalu menginginkan sesuatu yang cepat menghasilkan. Sebagai contoh budidaya tanaman kentang pada kawasan hulu Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto yang hingga saat ini masyarakat enggan menggantinya dengan komoditas tanaman keras yang lebih ramah lingkungan atau dengan aktivitas 39 budiaya non pertanian seperti wisata yang punya potensi pengembangan jangka panjang. 4. Pelayanan jaringan irigasi yang belum mencukupi kebutuhan Jumlah luas sawah yang harus diairi menurut data yang ada sebesar 165.062 Ha, sedangkan jaringan irigasi dari berbagai Daerah Irigasi (DI) baru mampu melayani sawah seluas 97.237 Ha. Dengan kondisi tersebut bisa dikatakan bahwa pelayanan untuk air irigasi pencapaiannya sebesar 59% dari total luas sawah yang seharusnya diairi. 5. Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Selatan Jawa Faktor lain yang mempunyai peran strategis dalam pengembangan wilayah pada Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto adalah rencana pengembangan jaringan jalan selatan Jawa, yang direncanakan akan menyusuri pantai di wilayah selatan Provinsi Jawa Tengah. Pengembangan jaringan jalan ini memang dipastikan akan memberikan dampak positif dalam pengembangan ekonomi lokal pada kawasan hilir Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto, tetapi yang harus diingat adalah pada kawasan hilir ini adalah kawasan yang sangat sensitif terhadap bencana keairan seperti banjir dan kekeringan dan sebagian besar merupakan daerah pertanian. Pengembangan jalan di selatan Jawa Tengah akan mampu memunculkan aktivitas ekonomi dan sosial baru pada wilayah hilir Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto sehingga harus diantisipasi dengan kebijakan pengelolaan sumber daya air yang sesuai agar resiko bencana keairan yang muncul dapat diminimalisir. 6. Masih terjadinya genangan banjir Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto yang rawan terjadi banjir adalah kawasan hilir yang sebagian besar merupakan daerah pertanian. Salah satu penyebab terjadinya banjir ini karena terjadi penurunan kemampuan tanah dalam menahan air. Penggunaan lahan yang semula dipenuhi oleh vegetasi kemudian berubah menjadi hamparan non vegetasi misalnya permukiman menyebabkan air hujan yang jatuh langsung ke tanah sebagian besar menjadi run off. Data 40 terakhir Tahun 2014 yang ada menyebutkan bahwa masih terdapat genangan seluas 44.109 Ha (kondisi 2015). 7. Longsor Daerah rawan longsor di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto terdapat pada Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Purbalingga dimana total sebesar 15 % dari luas Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto merupakan daerah longsor dengan kriteria tinggi dan sebanyak 22 % dengan kriteria menengah. 8. Defisit Air Baku Defisit air baku di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto terjadi karena salah satunya adalah minimnya ketersediaan infrastruktur air baku. Kekeringan terjadi di bagian hulu dan hilir terutama di Kabupaten Banjarnegara, Banyumas, dan purbalingga dengan total 228 desa. 9. Sedimentasi Alih fungsi lahan menyebabkan terjadinya erosi yang mengakibatkan sedimentasi dimana yang terbesar terdapat di Daerah Aliran Sungai Serayu sebesar 18.163,024 ton/tahun, sedangkan yang terkecil terdapat di Daerah Aliran Sungai Jemenar sebesar 7,780 ton/tahun (data tahun 2015). Sedimentasi yang berlebihan terjadi di Waduk Mrica yang terletak di Kabupaten Banjarnegara yang berdampak akan memperpendek umur waduk dengan tingkat sedimentasi 4 – 5 mm/tahun. 10. Kurangnya Pembagian Peran Serta Masyarakat Dalam Pengembangan Wilayah Untuk mengantisipasi pembangunan pada Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto pada masa mendatang agar mampu memberikan manfaat yang seoptimal mungkin dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka harus ada pembagian peran serta masyarakat dalam pengembangan wilayah. Wilayah hulu harus diberikan kesadaran bahwa mereka memiliki kepentingan sebagai penjaga ekologi, dan tentu saja jasa ekologi ini harus dibayar dengan nilai yang sepadan oleh pemerintah berupa kompensasi jasa lingkungan yang juga dapat digunakan sebagai sumber untuk 41 peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kesepakatan keadilan dalam pembangunan wilayah maka upaya pembangunan sebagai langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud tidak hanya untuk generasi saat ini tetapi juga untuk generasi masa mendatang. 11. Adanya Rencana Pembangunan Pelabuhan Samudera di Barat Muara Kali Jali Rencana pembangunan pelabuhan samudera di tepi pantai selatan antara Kabupaten Purworejo dan Kutoarjo tepatnya di barat Muara Kali Jali seperti pada Gambar 2-13 di bawah ini dengan dimensi panjang 4 km, lebar 1 km, kedalaman 20 sampai dengan 25 m dimana menampung kapal nelayan hingga seberat 125.000 gross DWT. (Sumber: BPPT, Maret 2012). Sumber: BPPT, Maret 2012 Gambar 2-13 Layout Gambar Rencana Pelabuhan Samudera 42 2.3 Potensi dan Permasalahan Sumber Daya Air 2.3.1 Potensi Sumber Daya Air A. Aspek Konservasi Sumber Daya Air Potensi yang dapat dikembangkan dalam aspek konservasi sumber daya air adalah : 1. Adanya program revisi penyusunan RTRW secara berkala, yang memungkinkan memberikan masukan terkait dengan aspek konservasi sumber daya air; 2. Adanya potensi dukungan dana/program kegiatan dari pemerintah pusat, terkait dengan kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah pada daerah aliran sungai/lahan, melalui gerakan GERHAN/GNRHL; Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo sudah melaksanakan program GERHAN/GN-RHL sejak tahun 2003; 3. Adanya potensi dukungan dari pemerintah daerah kabupaten dan/atau provinsi, dinas, balai, terkait kegiatan program konservasi lahan, konservasi mata air; saat ini di beberapa kabupaten sudah melaksanakan program konservasi mata air; 4. Sudah adanya aturan yang mewajibkan kegiatan pembuatan sumur resapan dalam kaitannya dengan pengurusan izin mendirikan Bangunan (IMB); saat ini sudah diterapkan aturan pembuatan sumur resapan pada setiap rumah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah yang dapat dikaitkan sebagai syarat untuk memperoleh IMB; 5. Adanya potensi dukungan masyarakat terkait dengan kegiatan konservasi, melalui pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air; 6. Sudah adanya kesadaran sebagian masyarakat untuk melaksanakan penghematan air, membuat tampungan air hujan, tandon-tandon, kolam, sumur resapan, embung, waduk; 7. Sudah adanya aturan daerah (Peraturan Gubernur) terkait dengan kelas sungai / peruntukan sungai, dalam rangka untuk menggalakkan peraturan yang ada terkait dengan penetapan baku mutu air dan ambang baku mutu limbah yang boleh dibuang ke dalam sumber air dan prasarana sumber daya air; 43 8. Sudah adanya kesadaran masyarakat terkait dengan pentingnya IPAL komunal, dan adanya bantuan stimulan biaya dari berbagai pihak untuk penyediaan IPAL komunal; 9. Adanya kesadaran dari pihak industri, rumah sakit, hotel, restoran, terutama yang berskala menengah dan besar untuk menyiapkan sistem IPAL secara mandiri; dan 10. Sudah adanya kegiatan rutin yang dilakukan instansi terkait (Balai, Bappedalda, Kapedal), yang secara berkala melakukan pemantauan kualitas air baik air tanah, air limbah, maupun air perairan. B. Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air Potensi yang dapat dikembangkan dalam aspek pendayagunaan sumber daya air adalah : 1. Adanya program revisi penyusunan RTRW secara berkala, yang memungkinkan memberikan masukan terkait dengan aspek pendayagunan sumber daya air; 2. Adanya program kegiatan konservasi untuk perlindungan kelestarian sumber air di daerah resapan, mengembalikan fungsi bantaran dan sempadan sungai; 3. Adanya potensi penambahan sumber air baku dengan memanfaatkan (ekploitasi) sumber air dari : mata air, air tanah, realokasi pemanfaatan air, waduk/embung, air permukaan; 4. Adanya potensi untuk pengaturan/memperbaiki sistem jaringan air irigasi yang dalam kenyataannya juga dimanfaatkan untuk kolam ikan; 5. Adanya potensi untuk menambah kebututuhan air bersih di daerah pengembangan dengan memanfaatan sumber-sumber air; 6. Adanya potensi peningkatan pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten/Kota, melalui penambahan sumber-sumber air baru, menekan kebocoran, pengfembangan sistem jaringan air bersih; 7. Adanya potensi untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian; 8. Adanya potensi pengembangan saluran irigasi baru; dan 9. Adanya potensi untuk mengembangkan air yang ada untuk kegiatan wisata air dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), sarana pemancingan, kuliner, dan pariwisata. 44 C. Aspek Pengendalian Daya Rusak Air Potensi yang dapat dikembangkan dalam aspek pengendalian daya rusak air adalah : 1. Adanya potensi/program rehabilitasi bangunan sungai, perbaikan tanggul dan alur sungai (degradasi) di beberapa sungai, melalui pembangunan bangunan perkuatan tebing, bronjong, groundsill; 2. Adanya potensi/program perbaikan sistem drainase lahan; 3. Adanya potensi/program penetapan zona rawan banjir pada lokasi lokasi yang sering mengalami permasalahan banjir; 4. Adanya potensi/program untuk membatasi/melarang pembangunan daerah bantaran/sempadan sungai; 5. Adanya potensi/program pembangunan kolam retensi dalam rangka pengendalian banjir; 6. Adanya perda tentang sumur resapan, yang mewajibkan pembangunan sumur resapan sebagai syarat pengurusan IMB; 7. Adanya potensi/program penataan ruang di daerah pesisir; 8. Adanya potensi/program pembangunan jetty di muara sungai pada sungai-sungai di wilayah selatan; 9. Adanya potensi/program penyiapan sistem evakuasi terhadap banjir dan tsunami; dan 10. Adanya program role sharing antar kabupaten/kota, dan upaya penyelarasan kawasan hulu – hilir. D. Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air Potensi yang dapat dikembangkan dalam Aspek sistem informasi sumber daya air adalah : 1. Sudah adanya rencana program role sharing antar institusi pengelola sumber daya air, yang memungkinkan sharing sistem informasi sumber daya air; 2. Sudah adanya instansi yang selama ini sudah melakukan pengumpulan data dan penyebaran informasi secara rutin; 3. Adanya semangat bersama yang mendukung pengembangan sistem informasi sumber daya air yang terpadu dan sharing data informasi antar institusi pengelola data informasi; dan 45 4. Adanya fasilitas sarana – prasarana (internet, komputer) yang sangat memadai untuk melakukan penyebaran informasi data secara lebih luas dan terpadu, dan adanya sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk meningkatnya teknik pengelolaan informasi data. E. Aspek Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha Potensi yang dapat dikembangkan dalam peran masyarakat dan dunia usaha adalah : 1. Adanya potensi meningkatnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasidalam pemeliharaan lingkungan, melalui wadah-wadah kemasyarakatan; 2. Sudah adanya aturan hukum dan sangsi terhadap tindakan para pelanggar lingkungan (illegal loging, pencemaran lingkungan); dan 3. Sudah terbentuknya Tim Koordinasi Pengelola Sumber Daya Air Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto yang bertugas untuk melakukan fungsi wadah koordinasi, dan menjembatani berbagai kepentingan para stakeholders, termasuk melakukan kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber daya air di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto, dengan komposisi keanggotaan yang seimbang antara unsur Pemerintah dan unsur non pemerintah. 2.3.2 Permasalahan Sumber Daya Air A. Aspek Konservasi Sumber Daya Air a. Penyimpangan Rencana Tata Ruang Berdasarkan hasil overlay antara peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah khususnya pada wilayah studi, terlihat penyimpangan peruntukan lahan pada beberapa lokasi antara lain seperti pada Tabel 2-5 berikut ini. No Tabel 2-5 Penyimpangan Peruntukan Lahan di W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto Jenis Penyimpangan Lokasi Luas (Ha) 1 2 3 Pertanian Lahan basah ->Permukiman Hutan Produksi ->Permukiman Pertanian Lahan basah ->Permukiman Banyumas Cilacap Cilacap 1.292,95 74,8 449,67 4 5 Pertanian Lahan kering ->Permukiman Rawan Banjir ->Permukiman Kebumen Kebumen 1.446,44 195,03 46 No 6 7 8 Jenis Penyimpangan Resapan Air ->Permukiman Pertanian ->Permukiman Rawan Banjir ->Permukiman Lokasi Luas (Ha) Purbalingga Purbalingga Purworejo Total 53,38 19,49 250,6 3.782,36 Sumber : Overlay Peta RTRW vs Citra Landsat ETM 7+ Tahun 2010 Jika dibandingkan dengan luas lahan keseluruhan, total penyimpangan memang relatif masih kecil yaitu sebesar + 1%. Tetapi jika kondisi ini dibiarkan akan berpengaruh buruk terhadap kondisi makro wilayah mengingat kecenderungan yang ada adalah perubahan fungsi pertanian menjadi kawasan permukiman. Hal ini tentu saja akan dapat mengancam produktivitas pertanian di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto seperti pada Sumber : Peta RTRW dan Citra Landsat ETM 7+ Tahun 2010 Gambar 2-14 Kondisi Penyimpangan Lahanberikut ini. 47 275 000 300 000 325 000 350 000 375 000 400 000 Petung Kri ono Blado 92 000 00 9 20 000 0 Reban Batur Kejajar Wanayasa Kalibeni ng Karangr ejo Bojong Pejawar an Candir oto Karang Moncol Bobotsar i Rembang Karang Kobar Garungan Karanganyar Mr ebet Parakan Pagentan Resapan Air->Permukiman Kutasar i Wat umal ang Mojo Tengah Batur aden Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Purbalingga KedungBant eng Sumbang Pakunc en Punggelan Bojongsari Banjar mangu Kabupaten Wonosobo Kert ek Madukara Cil ongok Pangadegan Wonosobo W anadadi Kaligondang Kalikaj ar eksono L Padamar a Gumel ar Kejobong Purw ok er to Ut ara Purbal ingga Kabupaten Banyumas Karangl ewas Ajibar ang Kalim anah Kembar an Selom ert o Purw ok er to Bar at Rakit Purw ok er to Tim ur Sigaluh Bukateja Bawang 91 750 00 9 17 500 0 Banjar negara Purw ok er to Sel atan Sokaraj a Kemangkon Sapuran Purw on egor o Pati k r aja Purw ojati Mandir aja Kalibagor Kaliw ir o Purw orejo Kl ampok um bir L Susuk an Rawalo Wangon Pertanian Lhn bsh->Permukiman Somagede Kabupaten Magelang Kajor an Banyu m as Kebasen Wadas Lintang at il awang J Sadang Kepil Karang Gayam Sempor Salam an Bruno Rowokele Sampang Tambak Kemr anjen Sumpi uh er uklegi J Maos Pejagoan Bener Gombong Kroya Kawungganten Karang Anyar Kesugihan Gebang Kabupaten Cilacap Kabupaten Kebumen Kemi ri Sruw en g Adipala Alian Pit uruh Kuwar a san Prem bun Adim ulyo Sami galuh oano L Binangun Nusawungu Buaya n Kebumen 91 500 00 9 15 000 0 Cil ac ap Tengah Cil ac ap Ut ara Bayan Kutowi nangun Kabupaten Purworejo Ayah Puri ng Cil ac ap Selat an Kutoar jo Purw orejo Petanahan Kaligesi ng Klir ong Butuh Pertanian Lhn Krg->Permukiman Gir im ulyo Banyu ur ip BulusP esa nt r en Ambal Rawan Banjir->Permukiman Mir it Grabag Bagelen Ngombol Purw od adi KETERANGAN R TR W P R O V IN S I J A W A T E N G A H 2 004 Da nau /W a duk/ Ra w a Dida lam Ka wa san H uta n Kaw asa n H u tan Pr od uksi T e rb ata s Kaw asa n P er ta nian T ana m an Ker as Kaw asa n S ep ada n P an tai Kaw asa n I ndu str i Kaw asa n R a wa n B anjir Kaw asa n S ep ada n S un gai/S alur an Kaw asa n P er ta mb ang an Kaw asa n R a wa n E ro si/Lo ngs or Per de saa n W ila ya h I nd ustr i JE N I S P E N Y I M P A N G AN Per ta nian -> Pe rm uk im an Ra wa n B an jir - >P er mu kima n Re sap an Air- > Pe rm ukim an Hu tan Pr od .- >P er m ukima n Kaw asa n P er ta nian Se mu sim L ah an Basa h Kaw asa n R e sapa n Air Per kot aan Kaw asa n P er ta nian Se mu sim L ah an Ker ing Kaw asa n S ep ada n D a nau , W a du k da n R a wa Sun gai Besa r 91 250 00 9 12 500 0 Kaw asa n C a gar A la m Kaw asa n H u tan Pr od uksi T e tap Per ta nian Lh n K rg -> Pe r mu kim a n Per ta nian Lh n b sh- > Per m ukim an 275 000 300 000 Sumber : Peta RTRW dan Citra Landsat ETM 7+ Tahun 2010 325 000 350 000 375 000 400 000 Gambar 2-14 Kondisi Penyimpangan Lahan 48 b. Erosi Di Wilayah Sungai Se rayu – Bogowonto potensi bahaya erosi dapat dilihat pada Tabel 2-6 berikut ini. Tabel 2-6 Prakiraan Potensi Erosi untuk W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto Erosi / Tahun Keterangan Luas (Km2) < 15 t/ha Sangat rendah 3.536,50 15 – 60 t/ha Rendah 2.451,83 60 – 180 t/ha Sedang 935,04 180 – 480 t/ha Tinggi 335,52 > 480 t/ha Sangat tinggi 111,88 Total 7.370,77 Sumber : Hasil Analisis, 2015 c. Lahan Kritis Di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto potensi lahan kritis hasil kajian BP Daerah Aliran Sungai Serayu – Opak – Progo dapat dilihat pada Tabel 2-7 berikut ini. Tabel 2-7 Prakiraan Potensi Lahan Kritis untuk W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto Tingkat Kekritisan Luas (Km2) Presentase (%) Tidak Kritis 2.640,45 35,82 Potensial Kritis 1.914,45 25,97 Agak Kritis 1.823,35 24,74 Kritis 878,83 11,92 Sangat Kritis 113,69 1,54 Total 7.370,77 100,00 Sumber : BP Daerah Aliran Sungai Serayu – Opak – Progo, 2012 d. Galian Tambang Mineral Bukan Logam Dan Batuan Selain kondisi bahan galian di beberapa kabupaten, di daerah Serayu juga terdapat penambangan pasir yang perlu diperhatikan. Perkiraan volume penambangan bahan galian tambang mineral bukan logam dan batuan dari dasar Sungai Serayu yang ada saat ini adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 2-8 di bawah ini. 49 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Tabel 2-8 Perkiraan Volume Penambangan Pasir Sungai Volume Tahunan (m3) Jenis Bahan Serayu 159.000 Pasir Klawing 111.325 Pasir Logawa 45.625 Pasir Telomoyo 84.000 Pasir Luk Ulo 306.000 Pasir Wawar 14.400 Pasir Cokroyasan 13.440 Pasir Bogowonto 126.000 Pasir Total 543.840 Sumber : South Java Flood Contol Sector Project, 2010 Bila dibandingkan dengan Wilayah Sungai Progo, maka volume penambangan bahan galian tambang mineral bukan logam dan batuan di Wilayah Sungai Serayu ini tidak sampai 5% nya. Ini menunjukkan kecilnya kebutuhan dan suplai bahan galian tambang mineral bukan logam dan batuan di lokasi yang jauh dari daerah urban. e. Kondisi Kualitas Air Tanda-tanda pencemaran air tanah dapat dilihat dari kandungan unsur NO3, BOD, dan bakteri Colli. Kota Kecamatan Kutowinangun, Prembun, dan Kutoarjo telah menunjukkan tanda-tanda tercemar oleh limbah domestik. Kota Purwokerto, Purbalingga, dan Banyumas rawan terhadap pencemaran air tanah yang dikarenakan sistem sanitasi tidak baik dan jenis batuan yang porous. Air tanah pada daerah dataran aluvial yang padat penduduknya, seperti daerah Wangon, Jatilawang dan Cilacap juga berpotensi tercemar oleh limbah rumah tangga karena kedudukan muka air tanah yang dangkal dan sistem sanitasi yang tidak baik. Khusus di daerah pantai ada bahaya intrusi air laut melalui akuifer maupun muara Sungai Serayu. Pencemaran air tanah di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto disajikan dalam Tabel 2-9 berikut. 50 Tabel 2-9 Pencemaran Air Tanah di W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto W ilayah Sebaran Sub Kabupaten Faktor Penyebab Daerah Kecamatan Ekosistem Aliran Sungai Limbah rumah tangga Banjarnegara Banjarnegara Dataran Serayu dan industri Limbah rumah tangga Purbalingga Purbalingga Dataran Klawing dan industri Pelus Limbah rumah tangga Purwokerto Dataran dan industri Logawa Wangon Tajum Banyumas Jatilawang Tajum Limbah rumah tangga Dataran Bayumas Serayu dan industri Sokaraja Pelus Limbah rumah tangga Cilacap Adipala Dataran Serayu dan industri Sistem pembuangan limbah domestik kota Dataran yang belum baik dan Kutowinangun Wawar aluvial kedalaman air tanah dangkal, terutama pada musim penghujan Sistem pembuangan limbah domestik kota Dataran yang belum baik dan Prembun Wawar aluvial kedalaman air tanah dangkal, terutama pada Kebumen musim penghujan Kepadatan penduduk kota, sistem Dataran Kebumen Wawar pembuangan limbah, aluvial permukaan air tanah dangkal Pembuangan limbah padat dan limbah cair Dataran domestik pemukiman Gombang Wawar aluvial kota yang kurang mempertimbangkan kelestarian lingkungan Sistem pembuangan Dataran Purworejo Kutoarjo Cokroyasan limbah domestik rumah aluvial tangga yang belum baik Sumber : Rencana PSDA Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto Tahap II, 2012 51 Pencemaran air sungai terutama terjadi di bagian tengah dan hilir pada satuan dataran aluvial dan dataran pantai. Meskipun demikian intensitas pertanian di daerah hulu (sekitar kawasan Dieng) juga telah mencemari sungai terutama limbah pestisida dan fungisida. Sumber pencemaran air lainnya diakibatkan oleh kegiatan pertanian, rumah tangga (MCK), industri tapioka, dan limbah penggergajian kayu. Pencemaran air sungai yang paling banyak terjadi di Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Di Daerah Aliran Sungai Luk Ulo-Bogowonto ada beberapa sungai yang nilai DHL-nya (konduktivitas) tinggi yaitu Kali Cokroyasan (2113 µmhos/cm) dan Kali Ijo (2.151 µmhos/cm). Tingginya DHL di sungai-sungai tersebut lebih disebabkan oleh masuknya air laut ke dalam sungai (intrusi) dan juga karena bentuk lahan yang membentuk sekitar sungai tersebut. Pencemaran air sungai di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto disajikan dalam Tabel 2-10 dan Tabel 2-11 berikut ini. Kabupaten Wonosobo Banjarnegar a Purbalingga Banyumas Tabel 2-10 Pencemaran Air Sungai di W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto W ilayah Sebaran Faktor Penyebab Kecamatan Ekosistem Sub DAS Kejajar Pestisida Serayu pertanian, Gunungapi Wonosobo Hulu pupuk, limbah domestik Susukan Mandiraja Dataran dan Pabrik tapioka Purwonegoro Perbukitan Sapi (sisa organik), Bawang di Pekacanga dan limbah Rakitan Banjarmang n tambang di Punggelan u Banjarmangu Banjarmang u Bukateja Kejobong Limbah tapioka Pekacanga Purbalingga Dataran dan rumah n Rembang tangga Karangjamb u Purwokerto Dataran Logawa Rumah Tangga Ajibarang Tajum Pabrik tapioka Wangon Tajum (sisa organik), Dataran Kalibagor Klawing dan industri rumah tangga Banyumas Serayu 52 Kabupaten Cilacap W ilayah Sebaran Kecamatan Ekosistem Sub DAS Gumelar Tajum Karanglewas Tajum Sokaraja Pelus Cilongok Logawa Kesugihan Kasugihan Adipala Dataran Serayu Jeruklegi Kasugihan Faktor Penyebab teutama di sokaraja dan Cilongok Industri tapioka (Jeruk legi) Sumber : Rencana PSDA Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto Tahap II, 2012 53 Tabel 2-11 Hasil Analisis Data Air di W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto 1 Kode Sample CS.XI.42 Nama Sungai Bogowonto Lokasi Pengambilan Sampel Desa Kec Kab Kedungsari Purworejo Purworejo 2 CS.XI.43 Bogowonto Sidomulyo Purworejo Purworejo B S, Coli ringan berat 3 4 CS.XI.46 CS.XI.41 Bogowonto Cokroyasan Guntur Ketiwijayan Bener Bayan Purworejo Purworejo B B Tdk ada Coli belum ringan berat berat 5 6 CS.XI.44 CS.XI.26 Cokroyasan Serayu Grrimulyo Maros Kemiri Garung Purworejo Wonosobo B B Coli COD, P,Coli ringan ringan berat berat 7 CS.XI.33 Serayu Kalori Kalibagor Banyumas B P,S,Fenol,Coli belum berat 8 9 CS.XI.28 CS.XI.27 Mrawu Tulis Sijeruk Plodongan Banjarmanu Sukoharjo Banjarnegara Wonosobo B B COD, S,Coli COD, P,Fenol, Coli ringan belum berat berat 10 11 CS.XI.29 CS.XI.30 Pekacangan Gintung Tanjung Tirta Jembangan Punggelan Punggelan Banjarnegara Banjarnegara B B Coli COD,P,Fenol,Coli ringan ringan berat berat 12 CS.XI.37 Kermit Kenteng Sempor Kebumen B COD,Fenol,Coli belum berat 13 14 CS.XI.32 CS.XI.40 Trenggulum Butuh Jatisaba Butuh Cilongok Butuh Banyumas Purworejo B B Fenol, Coli S, Coli ringan belum berat berat 15 16 CS.XI.39 CS.XI.38 Pedegolan Lukulo Sendangdalam Tamangwinangun Padureso Kebumen Kebumen Kebumen B B COD, S Hg,Fenol, Coli belum ringan berat berat 17 CS.XI.36 Jatinegara Jatinegoro Sempor Kebumen B COD,Fenol,Coli belum berat 18 19 CS.XI.35 CS.XI.34 Ijo Tipar Bumiagung Karangturi Rowokele Kroya Kebumen Cilacap B B COD,S,Fenol,Coli BOD,Fenol,Coli belum belum berat berat 20 CS.XI.31 Klawing Bancar Purbalingga Purbalingga B Fenol, Coli ringan berat No Kriteria Fisika-Kimia Air Kelas Pembatas B S, Coli Indeks Pencemaran Plankton Benthos ringan berat Sumber : Rencana PSDA Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto Tahap II, 2012 Keterangan : Klasifikasi Mutu Air Kelas II : Air yang diperuntukkannya dapat digunakan untuk prasarana rekreasi air, pembudidayaan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air sama dengan kegunaan di atas. 54 B. Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air a. Air Bersih Penyediaan air bersih untuk masyarakat Di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat dan berperan dalam meningkatkan standar atau taraf/kualitas hidup masyarakat. Sampai saat ini penyediaan air bersih untuk masyarakat Di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat. Selain itu masalah kualitas air baku dan kuantitas yang sangat fluktuatif pada musim hujan dan musim kemarau serta masalah teknologi yang digunakan untuk proses pengolahan kurang sesuai dengan kondisi air baku yang kualitasnya cenderung makin menurun. b. Defisit Air Irigasi dan Air Baku Defisit air baku yang menjadi temuan dalam kajian ini merupakan akibat dari minimnya ketersediaan infrastruktur air baku. Di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto hal ini sebagian besar terjadi di perbukitan dan pegunungan serta sebagian kecil di dataran. Pada daerah hulu maupun hilir Serayu, kekeringan paling luas terjadi di kabupaten Banjarnegara, Banyumas dan Purbalingga. C. Pengendalian Daya Rusak Air a. Banjir Sungai Serayu di Daerah Aliran Sungai Serayu yang berhulu di Dataran Tinggi Dieng dan mengalir membelah daerah-daerah Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap. Sungai Serayu setiap tahun selalu membawa bencana banjir khususnya di daerah Banyumas dan Cilacap, dan bahkan Kebumen. Ketiga daerah ini setiap tahun menderita kerugian puluhan miliar rupiah akibat rusaknya rumah penduduk, lahan pertanian, jalan dan jembatan serta sarana kepentingan umum lainnya. Masalah banjir Serayu ini juga bukan merupakan barang baru bagi masyarakat Banyumas. Berbagai proyek dengan dana APBN maupun dana bantuan luar negeri untuk mengurangi banjir Sungai Serayu terus dilakukan sejak dulu 55 namun tetap sulit untuk diatasi dan terlalu ganas bila musim hujan datang. Di balik keganasan itu, sungai yang selalu berair keruh ini mempunyai peran yang cukup besar dalam peningkatan produksi pangan dan kelistrikan di Jawa Tengah. Adanya Proyek Bendung Gerak Serayu (BGS) yang dibangun dengan biaya Rp 130 miliar, yang diresmikan tahun 1997 berfungsi sebagai penampung dan pengatur air Serayu, dan mampu mengairi sawah seluas 20.795 hektare lebih di daerah Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Dengan adanya proyek BGS tersebut, sawah yang semula tadah hujan kini bisa panen tiga kali setahun dengan pola tanam padi dan palawija. Sebelumnya, para petani hanya bisa panen sekali setahun. Itu pun kalau tidak diganggu banjir. Keberadaan Bendung Gerak Serayu itu jelas bisa melipatgandakan produksi pangan, dan meningkatkan kesejahteraan petani di ketiga daerah itu. Selain itu, Bendung Gerak Serayu juga bisa mengendalikan air Serayu secara otomatis. Bila air besar, pintu akan membuka. Sebaliknya, bila debit air kecil pada musim kemarau, pintu akan tertutup dan air sungai akan tertampung. Teknologi yang cukup canggih itu ternyata tidak mampu melawan bila alam sedang murka. Misalnya, bila banjir besar tiba, Bendung Gerak Serayu seolah tak berfungsi. Air tetap meluap menggenangi daerah sekitar. c. Kerentanan Gerakan Tanah Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran, bergerak kearah bawah dan keluar lereng. Zona kerentanan gerakan tanah adalah suatu areal atau daerah yang mempunyai kesamaan derajat kerentanan relatif (relative susceptibility) untuk terjadi gerakan tanah di suatu daerah. Pembagian batasan ukuran gerakan tanah dibagi menjadi gerakan tanah besar yang mempunyai lebar maksimum lebih besar dari 150 m, gerakan tanah kecil yang mempunyai lebar 15 – 150 m, gerakan tanah sangat kecil mempunyai lebar kurang dari 15 m. Tingkat kerentanan gerakan tanah di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto dapat dilihat pada Tabel 2-12 dan Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2014 Gambar 2-15 berikut ini. 56 Tabel 2-12 Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah di W ilayah Sungai Serayu – Bogowonto Tingkat Kerentanan Kabupaten Tinggi Menengah Sangat Rendah Rendah Wonosobo 4.638,75 27.385,25 11.461,50 41.314,25 Banjarnegara 19.994,25 26.421,50 41.098,00 24.924,50 Purbalingga 13.909,25 8.609,75 50.879,25 8.228,75 Banyumas 31.886,25 20.620,75 65.155,00 17.320,25 Cilacap 5.297,25 1.395,50 43.133,00 10.423,75 Kebumen 25.776,00 38.948,75 74.081,25 7.759,00 Purworejo 10.969,50 38.143,75 5.3974,75 4.212,50 Total 112.471,25 161.525,25 339.782,75 114.183,00 Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu – Opak, 2014 57 280000 290000 300000 310000 320000 330000 340000 350000 360000 370000 380000 390000 400000 N W an aya sa E Ka liben ing Ka ra ngrejo Ke jajar Ser a yu W 9200000 Pe jaw ara n K. 9200000 Ba tu r Ka ra ng Mon co l S Bo botsari Rem ban g Ka ra nga nya r Mreb et g t un Gin K. Ka ra ng Kob ar Garung an Pa gen tan W atuma lang 9190000 Su mba ng Pa ku ncen Banjarnegara Purbalingga Ke dun g Bante ng Cilon go k Pa nga deg an Pu rb aling ga K Ka liman ah Ke mba ran UPu rw okerto % .S Wonosobo W on osobo Banjarnegara Ka lika jar U % Se lome rto Rakit Sig aluh Pu rw okerto Se latan So ka ra ja Ba wa ng Sa puran K. Klawi ng Pu rw one goro Pu rw ojati Ka liwiro Ma nd iraja Ka libag or Pu rw orejo Klamp ok Su su kan U % So mag ede Ka joran Ke base n Ke pil Su mpiu h Ma os Ka ra ng Anyar Gomb ong Kroya Ka wu ngg anten Brun o K. P e de g ola n Ke mra njen Tamba k 9160000 9160000 Sa dan g Ka ra ng Ga ya m Se mpo r Row okele Sa mpa ng Cilacap W ad as L intan g jo K. I jo Ja tila wa ng Je rukle gi I K. Ba nyumas Be ner Pe jago an Geb ang Rowokele Ad ipala Bin ang un Nusa wun gu Bu ayan Kebumen Sruweng Sruw eng Ku wa rasan Ke miri Alia n Pituruh Kebumen Ad imulyo U % Purworejo Premb un Ke bum en K.Butuh Cilaca p Utara Purworejo Ba ya n Ku to win ang un Cilacap U % Ayah K. Gebang Pu rin g Pe ta na han Cilaca p Selatan 9140000 Bu lus Pe santre n n gowo K. Bo to Ka ligesin g Ba nyuurip Amb al Mirit S .W aw ar Pu rw orejo Bu tu h Girimu lyo 9140000 K. Lukulo Kliron g Ku to arjo Cokroyasan U % Sa miga luh Loa no 9150000 Cilaca p Teng ah K. Jatinegara Ke su gih an 9150000 9170000 Banyumas Raw alo Ba njarne gara Ke man gkon Pa tikraja Lumb ir 9170000 Ke rtek U % Ma du ka ra W an ada di u ay er Bu ka teja W an gon an Timu r Purwokerto Banyumas g an 9180000 9180000 Ke jobo ng Purbalingga Pu rw okerto Barat ac ek Ba njarman gu Leksono U % Ajib arang P K. Ka ligon dan g Pa dam ara Pu rw okerto Utara Ka ra ngle was Mo jo Ten gah Pu ngg elan Bo jong sari Gume lar Wonosobo 9190000 Ku ta sari Ba tu ra den Gra bag Ba gele n Ngo mbo l Ko ka p 0 5 10 15 20 Kilometers 9130000 9130000 Pu rw oda di Temon 280000 290000 300000 310000 320000 330000 340000 350000 360000 370000 380000 390000 400000 Keterangan : Waduk Sungai Utama Kerentanan Gerakan Tanah : Batas Kabupaten Sesar Sangat Rendah Menengah Batas Kecamatan Kelurusan Rendah Tinggi PETA KERENTANAN GERAKAN TANAH WS SERAYU BOGOWONTO Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2014 Gambar 2-15 Peta Daerah Kerentanan Gerakan Tanah 58 D. Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air Di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto perlu dibentuk suatu standar minimum informasi yang sistematis mengenai potensi sumbe r daya air di daerahnya. Adapun jenis informasi sumber daya air yang diperlukan meliputi informasi mengenai kondisi hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis, kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber daya air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air. Beberapa permasalahan di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto mengenai keterbukaan dan ketersediaan data dan informasi sumber daya air adalah seperti informasi data tidak lengkap dan tidak menerus, informasi data yang berbeda dari sumber yang berbeda, kualitas informasi data kadang kurang akurat, kurang memahaminya metodologi penggunaan informasi, faktor sekuritas data informasi, lemahnya kerjasama antar lembaga/instansi pengelola data informasi, masalah prosedural mendapatkan data informasi, mahalnya biaya pengambilan data informasi, tidak tersedianya perangkat elektronik yang memadai, data informasi tidak ada, informasi data yang ada kurang terinformasikan dengan baik, informasi data yang ada tidak ter-update dengan baik, dan pengelolaan database Sumber Daya Air dengan format data seragam, karena belum ada keseragaman standar format data. E. Aspek Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha Berbagai institusi selama ini telah melakukan pengelolaan sumberdaya air Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto. Pada waktu sumberdaya air masih berupa uap air/embun, BMKG merupakan instuisi yang berwenang dan bertanggung jawab dalam melakukan pengelolaan dan pencatatan. Sedangkan sumberdaya air yang sudah berada pada badan air, yang berupa sungai atau danau sebagai air permukaan dikelola oleh Dinas Pengairan. Selanjutnya, sumberdaya air yang berupa air tanah yang berada di bawah permukaan tanah dikelola oleh Kementerian ESDM. Sementara itu, untuk air di laut masih belum jelas instuisi pengelolanya. Mengingat sifat kontinuitas sumberdaya air, sementara institusi pengelolanya relatif 59 terpisah, oleh karenanya diperlukan suatu koordinasi yang baik diantara para unsur pengelolaannya. Pengelolaan sumberdaya air Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto melibatkan banyak stakeholders yang seringkali tidak mudah untuk mengkoordinasikannya dan ada kecenderungan sering terjadi egoisme sektoral dengan implikasi. a. Menitikberatkan pada kepentingan masing-masing sektor; b. Merencanakan dan melaksanakan pengelolaan sesuai kebutuhannya sendiri; c. Membuat peraturan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masing-masing sektor; d. Menyebabkan terjadinya tumpang tindih tanggung jawab dan wewenang instuisi; dan e. Menyebabkan kurang terintegrasinya tataguna ruang dan tata air. Dalam pelaksanaannya, instansi yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya air Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto cukup banyak, yaitu Instansi Pertanian, Kehutanan, Perhubungan (BMG), Pertambangan, Bapedal dan Proyek-proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Lembaga Ilmiah/Lembaga Penelitian. Permasalahan yang sering timbul adalah mengenai batasan kewenangan antar lembaga pengelola Sumebr Daya Air dalam pengelolaan sumberdaya air masih belum jelas dan belum ada juklak dan juklik yang mengaturnya, terkait dengan Implementasi PP No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom. 60