BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi antara manusia dengan sesama anggota masyarakat. Bahasa sebagai alat komunukasi tidak diragukan lagi keampuhannya dibandingkan dengan media komunukasi lainnya. Betapa pun canggihnya, tetap bahasa itu memiliki peran yang sangat penting dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan. Bahasa berisi pikiran, keinginan atau perasaan yang ada pada pembicara atau pun penulis. Bahasa yang digunakan hendaklah dapat mendukung maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan dapat diterima pendengar atau pembaca. Bahasa Indonesia mempunyai bermacam ragam. Bahasa ragam radio dalam fungsinya sebagai bahasa yang komunikatif adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang masuk ke dalam ragam bahasa media elektronik, walaupun secara perspektif naskah berita radio masuk ke dalam bahasa ragam jurnalistik. Bahasa ragam radio meliputi bahasa lisan mau pun bahasa tulis. Mengikuti siaran radio berarti mendengarkan bahasa yang dituturkan secara langsung oleh pembicara atau mendengarkan bahasa tulis yang dibacakan pembicara atau penyiar. Pada umumnya bahan yang disiarkan di radio itu dipersiapkan lebih dahulu, ditulis lalu dibacakan. Mulyadi, dkk. (2004: 27) menyatakan: ”Bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap disebut ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dinamakan ragam bahasa tulis. Namun, ada bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat-alat ucap, tetapi sebelumnya telah 1 Universitas Sumatera Utara dituliskan seperti teks pidato yang dibacakan atau siaran berita radio atau televisi. Sebaliknya, ada bahasa lisan yang dituliskan seperti pidato yang ditranskripsikan”. Kebanyakan Bahasa siaran radio sifatnya resmi (Badudu,1993:147). oleh karena itu, bahasa yang digunakan pun haruslah bahasa baku yaitu dengan menggunakan bahasa yang baik, bahasa yang benar serta bahasa yang efektif. Badudu (1995:188) menyatakan bahwa kalimat efektif ialah kalimat yang baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si pembicara (si penulis dalam bahasa tulis) dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis) sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si penutur atau penulis. Penutur bahasa Indonesia banyak yang belum mengetahui penggunaan kalimat efektif, apalagi di instansi pemerintahan seperti Radio Republik Indonesia (RRI) Sibolga. Sebagai media pemerintahan, sudah pada tempatnya apabila RRI baik di pusat maupun di daerah memperhatikan benar penggunaan kalimat efektif. Salah satu siaran yang disiarkan RRI Sibolga adalah berita. Berita sebagai karya tulis hendaknya ditulis dengan tata cara atau sistem penulisan yang benar. Begitu juga berita yang disiarkan melalui radio. Seorang penyiar berita menyampaikan berita kepada pendengar umumnya melalui membaca naskah. Kalimat yang digunakan dalam naskah berita itu haruslah kalimat efektif agar diperoleh suatu pemahaman yang tepat antara penulis naskah berita, pembaca, dan pendengar sehingga terjalin komunikasi yang baik. Oleh karena itu, penyusunan kalimat efektif sangat diperlukan. Sebelumnya penelitian tentang kalimat efektif pernah diteliti yaitu penelitian tentang ”Kalimat Efektif: Struktur, Tenaga, dan Variasi”, yang ditulis oleh Epraim (1992) menyimpulkan bahwa struktur kalimat yang benar merupakan dasar kalimat efektif, tenaga kalimat ialah kemampuan kalimat untuk menimbulkan pengertian-pengertian yang terkandung dalam kalimat 2 Universitas Sumatera Utara sesuai dengan yang diinginkan penulis. Setelah memiliki struktur dan tenaga masih dibutuhkan adanya variasi. Selain itu, Retty Hutabarat (1992) juga meneliti tentang kalimat efektif yaitu ”Korelasi Kata dalam Kalimat Efektif” menyimpulkan bahwa keefektifan suatu kalimat tidak hanya menuntut penerapan kaidah bahasa, tetapi ketepatan pilihan kata, serta situasi dan kondisi turut juga jadi faktor efektif tidaknya suatu kalimat. Reni Lamria Galingging (1999) juga meneliti tentang ”Ketidakefektifan Kalimat-Kalimat Liputan 6 SCTV” menyimpulkan bahwa kesalahan pemakaian kalimat tersebut tidak efektif karena kesalahan penggunaan kalimat. Liputan 6 SCTV sering menggunakan kalimat tidak hemat, pemakaian kata tugas sering tidak tepat dalam penyusunan kalimatnya, serta penyusunan urutan wacananya tidak teratur. Pemahaman mengenai kalimat efektif sangat penting terutama dalam penulisan berita di radio, baik itu radio milik pemerintahan mau pun radio milik swasta. Oleh karena itu, peneliti tertarik meneliti naskah berita RRI Sibolga dari segi penggunaan kalimat efektif. 1.1.2 Masalah Berdasarkan dari latar belakang yang diuraikan di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan kalimat efektif dalam naskah berita RRI Sibolga? 1.2 Batasan Masalah Penelitian mengenai kalimat efektif dibatasi pada ciri-ciri kalimat efektif yaitu kesepadanan dan kesatuan, kesejajaran bentuk (paralelisme), penekanan dalam kalimat, kehematan dan kevariasian. Ragam bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa media bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat-alat ucap tetapi sebenarnya telah dituliskan. Sebagai 3 Universitas Sumatera Utara sumber data, penelitian ini menggunakan naskah berita yang disiarkan melalui RRI Sibolga yaitu naskah berita daerah yang ditayangkan pada pukul 06.30 WIB sampai 07.00 WIB di Pro 1 frekuensi FM 97,1 MHz selama tanggal 6 Januari 2008 – 20 Januari 2008. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mendeskripsikan penggunaan kalimat efektif yang baik dan benar dalam naskah berita RRI Sibolga. 1.3.2 Manfaat Penelitian Suatu penelitian yang diadakan tentu saja mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah Sebagai salah satu aset studi bahasa terutama mengenai kalimat efektif dan masukan bagi pengguna bahasa dalam hal penggunaan kalimat efektif. 1.4 Metode Penelitian 1.4.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data tulisan. Adapun yang menjadi sumber data penelitian ini yaitu naskah berita daerah RRI Sibolga. Dalam tahap pengumpulan data metode yang digunakan yaitu metode simak (Sudaryanto, 1993 :133). Metode simak yaitu suatu metode dengan cara menyimak suatu bahasa. Selanjutnya, untuk melengkapi penggunaan metode tersebut, digunakan teknik catat dan teknik pilah (Sudaryanto, 1993:135). Dalam hal ini, peneliti membaca, mempelajari dan memeriksa data-data yang diperlukan, serta memilah kalimat efektif berdasarkan jenis kesalahan 4 Universitas Sumatera Utara yang terdapat pada naskah berita RRI Sibolga dan memasukkan kesalahan kalimat efektif ke dalam indikator yang telah ditentukan. Penetapan populasi dan sampel didasari oleh pendapat Arikunto (1998 : 107) mengatakan ” Untuk sekedar ancar-ancar, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil 10% - 15% atau 20%- 25%. Populasi penelitian ini adalah naskah berita daerah pukul 06.30 WIB sampai 07.00 WIB selama 30 hari. Satu hari terdapat lima naskah berita. Oleh sebab itu, jumlah populasi peneliti adalah 150 naskah. Sesuai dengan pendapat di atas maka penulis mengambil sampel sebagai berikut : 10% x 150 naskah = 15 naskah. 1.4.2 Metode dan Teknik Analisis Data Data penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Hermawan (2004: 14) mengatakan, bahwa ’’Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang lebih banyak menggunakan kualitas subjektif mencakup penelaahan dan pengungkapan berdasarkan persepsi untuk memperoleh pemahaman terhadap fenomena sosial dan kemanusiaan.’’ Adapun langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan kalimat-kalimat yang salah dari naskah berita RRI Sibolga. Kalimat yang salah tersebut diidentifikasi untuk mengetahui jenis kesalahannya yaitu: ketidaksepadanan dan ketidaksatuan kalimat, ketidaksejajaran bentuk, kesalahan penekanan dalam kalimat, ketidakhematan dalam kalimat dan ketidakvariasian kalimat. Selanjutnya, jenis kesalahan tersebut dikategorikan berdasarkan linguistik. 5 Universitas Sumatera Utara 2. Memasukkkan kesalahan kalimat efektif dalam indikator yang telah ditentukan bersadarkan ciri-ciri kalimat efektif yang terdapat dalam landasan teori yaitu: kesepadanan dan kesatuan, kesejajaran bentuk, penekanan dalam kalimat, kehematan dan kevariasian. 3. Menganalisis kesalahan kalimat efektif berdasarkan ciri-ciri. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini. Jabatan kabag Bina mitra dan tiga jabatan kapolsek jajaran polres tapanuli tengah S kemarin diserahterimakan ( kalimat 1 naskah 6 Januari 2008 ) K P Kalimat di atas tidak efektif, dilihat dari kesalahannya adalah ketidaksepadanan kalimat karena unsur-unsur kalimatnya tidak memiliki susunan yang berurutan. Posisi keterangan dan predikatnya tidak serasi seharusnya kata kemarin diletakkan di belakang diserahterimakan. Kalimat di atas seharusnya : Jabatan kabag Bina Mitra dan tiga jabatan kapolsek jajaran Polres Tapanuli Tengah S diserahterimakan kemarin P K 4. Mengelompokkan kesalahan kalimat efektif. 5. Menyimpulkan hasil kesalahan kalimat efektif. 6 Universitas Sumatera Utara 1.5 Landasan Teori 1.5.1 Kalimat efektif Pengertian tentang kalimat efektif diungkapkan oleh Parera (1984 : 39) yaitu, kalimat efektif adalah kalimat atau bentuk kalimat yang dengan sadar dan sengaja disusun untuk mencapai daya informasi yang tepat dan baik. Putrayasa (2007 : 2) juga mengungkapkan pernyataan tentang kalimat efektif yaitu suatu kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, informasi, dan perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya. Ciri-ciri kalimat efektif ialah kesatuan, kehematan, penekanan, dan kevariasian. Akhadiah, dkk. (2003 : 116) juga mengungkapkan pernyataan tentang kalimat efektif secara jelas dan terperinci yaitu: ”Setiap gagasan pikiran atau konsep yang dimiliki seseorang pada prakteknya harus dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Kalimat yang baik pertama sekali haruslah memenuhi persyaratan gramatikal. Hasil ini berarti kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah –kaidah yang berlaku. Kaidah-kaidah tersebut meliputi : (1) unsur- unsur penting yang harus dimiliki setiap kalimat, (2) aturanaturan tentang Ejaan yang Disempurnakan, (3) cara memilih kata dalam kalimat”. Akhadiah, dkk. (2003: 116-117) menyatakan: ” Agar kalimat yang ditulis dapat memberi informasi kepada pembaca secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis naskah perlu diperhatikan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri kalimat efektif yaitu kesepadanan dan kesatuan, kesejajaran bentuk, penekanan dalam kalimat, kehematan dalam mempergunakan kata, kevariasian dalam struktur kalimat”. 1.5.2 Kesepadanan dan Kesatuan Zubeirsyah dan Lubis (2007:86-87) mengatakan: Kesepadanan dalam sebuah kalimat efektif adalah hubungan timbal balik antara subjek dan predikat, predikat dengan objek serta keterangan, yang semuanya berfungsi menjelaskan unsur/bagian kalimat tersebut. Selain struktur/ bentuk 7 Universitas Sumatera Utara kesepadanan, kalimat efektif harus pula mengandung kesatuan ide pokok/ kesatuan pikiran. Ritonga, dkk. (2005:96) juga menyatakan bahwa kesepadanan dan kesatuan dalam kalimat efektif merupakan kemampuan struktur/bentuk suatu bahasa mendukung gagasan pikiran yang terdapat dalam kalimat itu. Syarat pertama bagi kalimat efektif mempunyai struktur yang baik. Artinya kalimat itu harus memiliki unsur-unsur subjek dan predikat atau bisa ditambah dengan objek, pelengkap dan keterangan melahirkan keterpaduan yang merupakan ciri kalimat efektif (Akhadiah, dkk. 2003:117) Misalnya: Anisa menata ruang tamu tadi pagi. Kalimat ini jelas maknanya. Hubungan antara unsur yaitu subjek (Anisa) dengan predikat (menata) dan antara predikat dengan objek (ruang tamu) beserta keterangan (tadi pagi) merupakan kesatuan bentuk yang membentuk kepaduan makna. Kata-kata itu akan menjadi lain bila diubah susunannya menjadi: 1. Menata kemarin Anisa ruang tamu 2. Ruang tamu Anisa kemarin menata. 3. Menata Anisa kemarin tamu. 4. Ruang tamu Anisa menata kemarin Kalimat-kalimat di atas maknanya menjadi kabur karena fungsi kata-katanya tidak jelas. Unsur subjek, predikat beserta pelengkapnya tidak jelas sehingga kesatuan bentuk dan keutuhan makna tidak tercapai. 8 Universitas Sumatera Utara Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa harus ada keseimbangan antara pikiran atau gagasan dengan struktur bahasa yang dipergunakan. Kesepadanan kalimat diperhatikan oleh kemampuan struktur bahasa dalam mendukung atau konsep yang merupakan kepaduan pikiran. a) Subjek dan Predikat Kalimat terdiri atas kata-kata. Kata-kata ini merupakan unsur kalimat yang secara bersama-sama dan menurut sistem tertentu membentuk struktur. Jadi sebagai unsur kalimat katakata itu masing-masing menduduki fungsi tertentu. Unsur-unsur yang dimaksud adalah subjek dan predikat. Kalimat sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat. Subjek Unsur kalimat yang disebut subjek dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan siapa atau apa. Di dalam kalimat Gadis itu cantik, misalnya jawaban atas pertanyaan siapa yang cantik adalah gadis itu. Dengan demikian, unsur gadis itu merupakan unsur inti atau pokok pembicaraan dalam kalimat tersebut. Predikat Unsur predikat dalam kalimat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan bagaimana atau mengapa. Dalam kalimat yang disebutkan di atas, misalnya jawaban atas pertanyaan bagaimana gadis itu adalah cantik. Dengan demikian, cantik merupakan unsur yang disebut predikat. 9 Universitas Sumatera Utara b) Kata Penghubung Intrakalimat dan Antarkalimat Konjungsi merupakan penghubung antarkata, antarfrasa, antarklausa, antarkalimat, atau antarparagraf. Secara umum konjungsi terdiri atas konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat. Konjungsi intrakalimat adalah konjungsi yang menghubungkan unsur-unsur kalimat sedangkan konjungsi antarkalimat berfungsi menghubungkan sebuah kalimat dengan kalimat berikutnya ( Mulyadi dan widayati, 2004:108-114) Alwi, dkk. (2003:296) menyatakan bahwa konjungtor juga dinamakan kata sambung, adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat : kata dengan kata, frasa dengan frasa atau klausa dengan klausa. Untuk lebih rinci, kita akan melihat konjungtor satu per satu: 1. Konjungtor koordinatif : dan (penambahan), serta (pendampingan), atau (pemilihan), tetapi (perlawanan), melainkan (perlawanan), padahal (pertentangan), sedangkan (pertentangan). 2. Konjungtor korelatif Baik...,maupun.... sedemikian rupa...,sehingga... Tidak hanya....,tetapi juga apa(kah)....,atau.... Bukan hanya..,melainkan juga.. entah....,entah... Demikian.., sehingga jangan...pun... 3. Konjungtor subordinatif Konjungtor subordinatif waktu: 1. sejak, semenjak ,sedari 10 Universitas Sumatera Utara 2. sewaktu, ketika, tatkala, semetara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, demi. 3. setelah, sesudah, sebelum, sehabis, selesai, seusai. 4. hingga, sampai. Konjungtor subordinatif syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala. Konjungtor subordinatif pengadaian: andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya. Konjungtor subordinatif tujuan: agar, supaya, biar. Konjungtor subordinatif konsesif: biarpun, meskipun, walaupun ,sekalipun, sungguhpun, kendatipun. Konjungtor subordinatif pembandingan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada, alih-alaih. Konjungtor subordinatif sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab. Konjungtor subordinatif hasil: sehingga, sampai. Konjungtor subordinatif alat: dengan, tanpa. Konjungtor subordinatif cara : dengan, tanpa Konjungtor subordinatif komplementasi: bahwa Konjungtor subordinatif atributif: yang Konjungtor subordinatif perbandingan: sama... dengan, lebih...dari(pada) Konjungtor antarkalimat menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungtor semacam itu selalu memulai kalimat yang baru dan tentu saja kalimat pertamanya ditulis dengan huruf kapital. Berikut adalah contoh konjungtor antarkalimat. Biarpun demikian/ begitu Sekalipun demikian/begitu 11 Universitas Sumatera Utara Walaupun demikian/begitu Meskipun demikian/begitu Sungguhpun demikian/begitu Kemudian sesudah itu, setelah itu, selanjutnya Tambahan pula, lagi pula, selain itu Sebaliknya Sungguhpun, bahwasanya Malah(an), bahkan (akan)tetapi, namun Kecuali itu Dengan demikian Oleh karena itu, oleh sebab itu c) Gagasan pokok Dalam menyusun kalimat kita harus mengemukakan gagasan (ide) pokok kalimat. Biasanya gagasan pokok diletakkan pada bagian depan kalimat. Jika seorang penulis hendak menggabungkan dua kalimat, maka penulis harus menentukan bahwa kalimat yang mengandung gagsan pokok harus menjadi induk kalimat (Akhadiah, dkk. 2003:120) Perhatikan contoh berikut ini! 1. Ia dipukul mati ketika masih dalam tugas latihan. 2. Ia masih dalam tugas latihan ketika dipukul mati. Gagasan pokok dalam kalimat (1) ialah ’’ia dipukul mati’’. Gagasan pokok dalam kalimat (2) ialah ” ia masih dalam tugas latihan’’oleh sebab itu ’’ia dipukul mati’’ menjadi 12 Universitas Sumatera Utara induk kalimat di kalimat (1) sedangkan ’’ia masih dalam tugas latihan’’ menjadi induk kalimat dalam kalimat (2). d) Penggabungan dengan ” yang”, ”dan” Dalam menulis naskah berita, sering digabungkan dua kalimat atau klausa menjadi satu kalimat. Menurut Akhadiah, dkk. (2003:120), jika dua kalimat digabungkan dengan partikel dan maka hasilnya adalah kalimat majemuk setara. Jika dua kalimat digabungkan dengan partikel yang akan menghasilkan kalimat mejemuk bertingkat. Artinya kalimat itu terdiri dari induk kalimat dan anak kalimat. Contoh: (1) Rakyat merasakan bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih rendah. (2) Perbaikan mutu pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah. Kalimat di atas mengandung gagasan pokok yang sangat penting. Penggabungan yang efektif untuk kedua kalimat di atas ialah dengan menggunakan partikel dan, sehingga kalimat gabung itu menjadi: Rakyat merasakan bahwa mutu pendidikan Indonesia masih rendah dan perbaikannya adalah tanggung jawab pemerintah. Perhatikan kalimat berikut ini: (1) Seminar bahasa anak diadakan di biro rektor. (2) Seminar itu membicarakan beberapa masalah anak Kalimat di atas akan efektif bila menggunakan partikel yang, gabungan kedua kalimat itu menjadi: Seminar bahasa anak yang diadakan di biro rektor membicarakan beberapa masalah anak. 13 Universitas Sumatera Utara e) Penggabungan Menyatakan ”sebab” dan ”waktu” Dalam komposisi untuk mencapai keefektifitas komunikasi perlu diperhatikan perbedaan antara hubungan sebab dan hubungan waktu. Parera (1984:43) menyatakan bahwa hubungan sebab dinyatakan dengan mempergunakan kata karena, sedangkan hubungan waktu dinyatakan dengan kata ketika. Kedua kata ini sering dipergunakan pada kalimat yang sama. Perhatikan contoh berikut ini! (1) Ketika gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke tempat-tempat yang lebih tinggi (2) Karena gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke tempattempat yang lebih tinngi. Kalimat di atas kedua-duanya tepat. Penggunaannya bergantung pada jalan pikiran penulis apakah ia mementingkan hubungan waktu atau sebab. Yang perlu diperhatikan adalah pilihan penggabungan itu harus sesuai dengan konteks kalimat. f) Penggabungan Kalimat yang Menyatakan Hubungan Akibat dan Hubungan Tujuan Dalam menggabungkan kalimat perlu dibedakan penggunaan partikel sehingga untuk menyatakan hubungan akibat, dan partikel agar atau supaya untuk menyatakan hubungan tujuan (Akhadiah, dkk. 2003:121) Contoh: (1) Semua perintah telah dijalankan. (2) Para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri. Kalimat di atas digabungkan menjadi: (1) Semua perintah telah dijalankan sehingga para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri. (2) Semua perintah telah dijalankan agar para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri. 14 Universitas Sumatera Utara Penggunaan kata sehingga dan agar dalam kalimat di atas menghasilkan kalimat yang efektif. Perbedaan kalimat (1) yang diinginkan adalah hubungan akibat, sedangkan pada kalimat (2), hubungan tujuan. 1.5.3 Kesejajaran Bentuk (Paralelisme) Kesejajaran satuan dalam kalimat, menempatkan ide/ gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam struktur/ bentuk gramatis ( Zubeirsyah dan Lubis, 2007:88). Jika sebuah gagasan (ide) dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frase (kelompok kata), maka gagasan lain yang sederajat harus dinyatakan dengan frase. Jika sebuah gagasan dalam suatu kalimat dinyatakan dengan kata benda (misalnya pe-an, ke-an), maka gagasan yang lain harus sederajat dengan kata benda juga. Demikian halnya bila sebuah gagasan dalam suatu kalimat dinyatakan dengan kata kerja (misalnya bentuk me-kan, di-kan) maka gagasan lainnya yang sederajat harus dinyatakan dengan jenis kata yang sama. Kesejajaran (paralelisme) membantu memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan. Perhatikan contoh berikut ini! Penyakit aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan berbahaya, sebab pencegahan dan pengobatannya tidak ada yang tahu. Dalam kalimat di atas penggunaan yang sederajat ialah kata mengerikan dengan berbahaya dan kata pencegahan dengan pengobatannya. Oleh sebab itu, bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang sederajat dalam kalimat di atas harus sama (paralel) sehingga kalimat itu kita tata kembali menjadi kalimat di bawah ini. Penyakit Aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan membahayakan, sebab pencegahan dan pengobatannya tak ada yang tahu. Perhatiakan kembali contoh berikut! 15 Universitas Sumatera Utara Sebuah perusahaan jasa pernah mengeluh, bahwa sekali ia tampak bangkrut maka langganan terbaiknya pun mulai menunda-nunda pembayatran hutang mengklaim kerusakan-kerusakan pada barang yang dikirim, mengeluh kelambatan pengiriman barang dan seribu satu keluhan lainnya. Pada kalimat di atas, susunan serial untuk gagasan yang sederajat dinyatakan dalam bentuk frase yang memakai kata kerja me- yaitu: menunda-nunda pembayaran hutang, mengklaim kerusakan-kerusakan, mengeluh kelambatan pengiriman barang. 1.5.4 Penekanan dalam Kalimat Setiap kalimat memiliki sebuah gagasan (ide) pokok. Inti pikiran ini biasanya ingin ditekankan atau ditonjolkan oleh penulis atau pembicara. Menurut Zubeirsyah dan Lubis.(2007:89), penekanan terhadap inti yang ingin diutarakan dalam kalimat biasanya ditandai dengan nada suara, seperti memperlambat ucapan, meninggikan suara, pada bagian kalimat yang dipentingkan. Ada tiga cara yang lazim digunakan untuk memberi penekenan terhadap inti pikiran tersebut. Posisi dalam kalimat Untuk memberi penekanan pada bagian tertentu sebuah kalimat, penulis dapat mengemukakan bagian itu pada bagian depan kalimat. Cara ini juga pengutamaan bagian kalimat. Perhatikan contoh berikut ini! 1) Saya berharap pada pertemuan yang akan datang kita dapat menyelesaikan masalah itu. 2) Pada pertemuan yang akan datang harapan saya masalah itu dapat diselesaikan. 3) Masalah itu saya harap dapat diselesaikan pada pertemuan yang akan datang. 16 Universitas Sumatera Utara Kalimat di atas menunjukkan bahwa gagasan yang dipentingkan diletakkan di bagian depan kalimat. Dengan demikian walaupun ketiga kalimat mempunyai pengertian yang sama tetapi gagasan pokok menjadi berbeda. a) Urutan yang Logis Sebuah kalimat biasanya memberitakan ejadian atau peristiwa. Kejadian atau peristiwa yang berurutan hendaknya diperhatikan agar urutannya tergambar dengan logis. Pada umumnya tulisan yang menggunakan susunan logis adalah tulisan yang berupa esai, laporan, dan tulisan ilmiah susunan logis bersumber dan bertolak dari dalam pikiran penulis. Artinya, ide atau gagasan disusun menurut susunan yang dianggap logis oleh penulis. Disamping itu, gagasan itu sendiri adalah gagaan yang dianggap logis untuk disampaikan. Pengertian logis disini menyangkut isi dan sistem penyampaiannya. Penulis mendahulukan apa yang dianggap patut disampaikan terlebih dahulu membelakangkan apa yang dianggap perlu disampaikan kemudian. Urutan yang logis dapat disusun secara kronologis, dengan penataan urutan yang lama makin penting atau dengan menggambarkan suatu proses. Contoh: 1) Telekomunikasi cepat-vital dimaksudkan untuk keamanan, mobilitas, pembangunan dan persatuan. 2) Kehidupan anak muda itu sulit dan tragis. b) Pengulangan Kata Pengulangan kata dalam sebuah kalimat kadang-kadang diperlukan dengan maksud memberi penegasan pada bagian yang dianggap penting. Pengulangan kata yang demikian dianggap dapat membuat maksud kalimat menjadi lebih jelas. 17 Universitas Sumatera Utara Contoh 1. Kemajuannya menyangkut kemajuan di segala bidang, kemajuan kesadaran berpolitik, kesadaran bermasyarakt, kesadaran berekonomi, kesadaran berkebudayaan dan kesadaran bernegara. 2. pembangunan yang dilaksanakan sekarang harus memperlihatkan kesinambungan antara pusat dan daerah, kesinambungan antara pemerintah dan swasta. 1.5.5 Kehematan Kehematan merupakan salah satu ciri kalimat yang efektif. Dalam penyusunan kalimat, kehematan ini dapat diperoleh dengan menghilangkan bagian-bagian tertentu yang tidak diperlukan atau mubajir. Menurut Akhadiah, dkk. ( 1996: 125) kehematan dalam kalimat efektif ialah kehematan dalam pemakaian kata, frase atau bentuk lainnya dianggap tidak diperlukan. Kehematan itu menyangkut soal gramatikal dan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata yang diperlukan atau yang mananbah kejelasan makna kalimat boleh dihilangkan. Unsur-unsur penghematan apa saja yang harus diperhatikan, akan diuraikan di bawah ini! a) Pengulangan Subjek Kalimat Penulisan kadang-kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam satu kalimat. Pengulangan ini tidak membuat kalimat itu menjadi lebih jelas. Oleh karena itu, pengulangan bagian kalimat yang demikian tidak diperlukan. Perhatikan contoh berikut ini! 1) Mereka banting stir ketika mereka bermain di panggung lain. 2) Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena mereka tahu masa ujian telah dekat. 18 Universitas Sumatera Utara Direvisi menjadi: 1) Mereka banting stir ketika bermain di panggung lain. 2) Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena masa ujian telah dekat. b) Hiponimi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2005: 404) hiponim adalah hubungan antara makna spesipik dan makna generik atau antaranggota taksonomi. Nama taksonomi misalnya kucing, anjing, disebut hiponim dari hewan. Contoh: 1) Ketua jurusan FBS menghadiri sidang hari Senin lalu. 2) Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya lampu neon. Direvisi menjadi: 1) Ketua jurusan FBS menghadiri sidang Senin lalu. 2) Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya neon. c) Pemakaian Kata Depan ”dari” dan ”daripada” Dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata depan dari dan daripada, selain ke dan di. Penggunaan dari dalam bahasa Indonesia dipakai untuk menunjukkan arah (tempat); asal(asalusul) (Putrayasa, 2007:56) Perhatikan contoh berikut! 1) Bu Ros berangkat dari Bandung pukul 06.30WIB. 2) Celana yang dipakainya terbuat dari wall. Kata dari tidak dipakai untuk menyatakan milik atau kepunyaan. 19 Universitas Sumatera Utara Dalam bahasa Indonesia kata depan daripada berfungsi untuk membandingkan sesuatu benda atau hal dengan benda atau lainnya (Putrayasa, 2007:56) Perhatikan contoh berikut! 1) Sifat Muhammad Yamin lebih sukar dipahami daripada sifat Miswanto. 2) Penjelasan dalam buku cetakan ke-2 mengenai cara menanam cengkeh lebih mudah dipahami daripada yang terdapat dalam buku cetakan yang ke-1. Di bawah ini terdapat contoh pada kalimat yang menunjukkan pamakaian kata daripada yang tidak benar, oleh karena itu harus dihilangkan! 1) Presiden SBY menekankan bahwa di dalam pembangunan ini kepentingan daripada rakyat harus diutamakan. 2) Perjuangan daripada pahlawan bangsa ikut memberi dasar arah dari kecintaan kita terhadap bumi Indonesia. 1.5.6 Kevariasian Panjang pendeknya variasi dalam kalimat mencerminkan jalan pikiran seseorang. Mempergunakan kalimat yang panjang, akan menyebabkan orang tidak dapat mengambil kesimpulan buah pikiran yang tertera di dalamnya. Demikian pula bila seseorang sering menggunakan kalimat atau kelompok kata atau kata yang sama, akan membosankan pula. Begitu juga terlalu pendek-pendek kalimat yang disusun akan menjemukan juga. Variasi dalam penulisan pilihan kata (diksi) atau variasi dalam tutur kalimat yang tepat dan benar akan memberikan penekanan pada bagian-bagian kalimat yang diinginkan. Agar tidak membosankan dan menjemukan dalam penulisan kalimat diperlukan pola dan bentuk/struktur yang bervariasi. 20 Universitas Sumatera Utara a) Variasi Bentuk Pasif Persona Bentuk pasif persona juga dapat dimanfaatkan sebagai variasi lain dalam pengungkapan informasi. Kalimat di bawah ini misalnya dapat dibentuk menjadi kalimat sesuai dengan informasi yang dipentingkan. Contoh: Saya akan melaporkan hal ini kepada dekan. Menjadi Akan saya laporkan masalah ini kepada dekan. Masalah ini akan saya laporkan kepada dekan. Dalam bentuk pasif persona semacam itu, kata ganti orang atau kata ganti persona langsung didekatkan pada kata kerjanya, tidak disisipi dengan unsur lain. Oleh karena itu, susunan bentuk pasif persona seperti berikut tidak benar. 1) Masalah ini saya akan laporkan kepada dekan. 2) Saya akan laporkan masalah ini kepada dekan. b) Variasi Bentuk Aktif – Pasif Variasi bentuk aktif-pasif merupakan variasi penggunaan kalimat dengan memanfaatkan kalimat aktif lebih dulu, kemudian diikuti oleh kalimat pasif, atau sebaliknya. Contoh: 1) Minggu depan kami akan mengadakan rapat pimpinan. Dalam rapat itu kami bahas berbagai kasus yang muncul akhir-akhir ini. 2) Minggu depan akan diadakan rapat pimpinan. Dalam rapat itu kami akan membahas berbagai kasus yang muncul. 21 Universitas Sumatera Utara