NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN HARAPAN SOSIAL UNTUK MENIKAH DENGAN STRES PADA WANITA LAJANG SUKU JAWA USIA DEWASA MUDA Oleh ARWIN YUDY HANUGREHENI THOBAGUS MOH NU’MAN PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN HARAPAN SOSIAL UNTUK MENIKAH DENGAN STRES PADA WANITA LAJANG SUKU JAWA USIA DEWASA MUDA Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing (Thobagus Moh Nu’man, S.Psi, Psi) HUBUNGAN HARAPAN SOSIAL UNTUK MENIKAH DENGAN STRES PADA WANITA LAJANG SUKU JAWA USIA DEWASA MUDA Arwin Yudy Hanugreheni 04 320 010 INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara harapan sosial untuk menikah dengan stres pada wanita lajang suku Jawa usia dewasa muda. Asumsi awal yang diajukan dalam penelitian adalah harapan sosial untuk menikah berkorelasi positif dengan stres pada wanita lajang suku Jawa usia dewasa muda. Semakin tinggi harapan sosial terhadap menikah maka semakin tinggi tingkat stres dan sebaliknya. Subjek penelitian adalah wanita lajang usia 23 tahun ke atas, suku Jawa, dan merupakan penduduk asli Yogyakarta. Tehnik pengambilan sample menggunakan tehnik purposive sampling. Data penelitian diungkap dengan alat ukur berupa skala harapan sosial menikah (30 aitem, dengan skor corrected item- total correlation yang bergerak dari 0,362- 0,747, a = 0,931) yang mengacu pada teori Secord & Backman (Sarwono,2002) dan skala tingkat stres (44 aitem, dengan skor corrected itemtotal correalation yang bergerak dari 0,339- 0,823, a = 0,957) yang mengacu pada teori Sarafino (1994). Sebaran data normal (K-S-Z harapan sosial menikah= 0,617, p= 0,841 dan K-S-Z tingkat stres= 1,022, p= 0,247) dan data linier (F= 22,980, p= 0,000). Data dianalisa dengan menggunakan tehnik korelasi product moment dari Pearson. Perhitungan dilakukan dengan program SPSS versi 12.0. Hasil menunjukkan bahwa harapan sosial untuk menikah berkorelasi dengan tingkat stres pada wanita lajang suku Jawa usia dewasa muda ( r= 0,481, p= 0,000). Harapan sosial untuk menikah memberikan sumbangan terhadap stres pada wanita lajang suku Jawa usia dewasa muda sebesar 23,3% (R2= 23,3 %). Kata kunci: Harapan sosial untuk menikah, Stres PENGANTAR Harapan sosial merupakan hal yang sangat wajar terjadi dimasyarakat. Salah satunya adalah harapan untuk menikah. Harapan untuk segera menikah merupakan hal yang cukup sering terjadi, harapan ini banyak muncul pada kaum wanita pada umur- umur tertentu, terutama pada wanita yang dirasa telah memiliki umur ideal untuk menjalani kehidupan pernikahan, hal ini dikarenakan masyarakat tidak menginginkan adanya cap perawan tua pada mereka. Dariyo (2004) menyatakan bahwa mereka yang tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Sebagian besar golongan dewasa muda telah menyelesaikan pendidikan taraf universitas dan memasuki jenjang karier dalam pekerjaan, selain itu usia dewasa muda mulai membentuk kehidupan keluarga dengan pasangan hidupnya. Menurut Walgito (2002) menjelaskan bahwa umur yang ideal untuk menikah pada wanita adalah sekitar 23- 24 tahun sedangkan pada pria sekitar umur 26- 27 tahun. Pada umur- umur tersebut pada umumnya telah dicapai kematangan kejasmanian, psikologis, dan dalam keadaan normal pria umur sekitar 26- 27 tahun telah mempunyai sumber penghasilan untuk menghidupi keluarga sebagai akibat perkawinan tersebut. Keadaan yang banyak terjadi saat ini cukup berbeda dengan keadaan yang idealnya terjadi. Sebagian besar masyarakat menganggap wanita lajang usia dewasa muda (21- 40 tahun) adalah usia dimana mereka seharusnya sudah memikirkan, merencanakan, melaksanakan pernikahan atau berkeluarga. Kasus yang terjadi ada beberapa wanita single usia dewasa muda belum berfikir untuk menjalin hubungan intim dengan lawan jenis bahkan berfikir untuk menikah. Alasan yang biasanya diungkapkan adalah mereka masih ingin meniti karier, melanjutkan sekolah, dan mengejar cita- cita terlebih dahulu. Hal ini membuat cukup banyak wanita lajang usia dewasa muda mengalami stres dengan harapan orang disekitarnya untuk segera menikah, ini disebabkan karena beberapa dari mereka belum mempunyai hubungan mendalam dengan lawan jenis atau status mereka yang belum menikah. Wawancara dengan beberapa wanita lajang usia dewasa muda (21 – 40 tahun) menyatakan bahwa beberapa wanita lajang usia dewasa muda merasa stress dengan statusnya yang belum menikah. Beberapa wanita lajang usia muda menarik diri dari lingkungan mereka, khususnya lingkungan yang membuat mereka terpojok untuk segera menikah. Ada beberapa dari mereka yang memaksa teman atau kerabat untuk segera mencarikan seseorang untuk mau menikah dengannya. Mereka pasrah dengan keadaannya yang masih lajang, perasaan malu kadang mereka rasakan, mereka sebenarnya ingin sekali segera menikah tapi disisi lain menikah adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan, karena menyangkut masa depan sehingga mereka ingin tidak menyesal dikemudian harinya, alasan lain yang muncul adalah masalah pekerjaan, mental yang belum siap, dan ketakutan. Mereka menyatakan sering merasa stres dengan pertanyaan- pertanyaan tentang lawan jenis dan pernikahan yang dilontarkan orang- orang terdekat mereka ataupun tetangga mereka yang sering muncul. Mereka merasa jengkel, tidak jarang mereka mengalami susah tidur, merasa cemas, dan susah untuk konsentrasi sebagai dampak jangka panjang dari munculnya pertanyaan- pertanyaan yang sama. Pertanyaan tersebut seperti ” Kapan nikah?”, ” Mana calonnya?”, ”Ko belum, kan udah mau lulus”, ”Cepet, dah pantes , ntar keburu tua loh”,dll . Monat & Lazarus ( Safaria,2006) mendefinisikan stres sebagai segala peristiwa/ kejadian baik berupa tuntutan- tuntutan lingkungan maupun tuntutantuntutan internal (fisiologis/ psikologis) yang menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu. Gejala stres di atas dapat dilihat dari mereka yang menarik diri dari lingkungan yang membuat mereka ”terpojok”, sering merasa malu dengan keadaan mereka, merasa tidak berguna, merasa bingung, merasa putus asa, dan pasrah. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya stres (stressor) menurut Rice (Safaria,2005) dikelompokkan sebagai berikut: 1. Stressor individual, merupakan stressor yang terletak pada faktor internal individu 2. Stressor interpersonal, merupakan stressor berhubungan dengan proses interaksi dengan orang lain 3. Stressor sosial, merupakan stressor yang muncul di dalam kehidupan sosial 4. Stressor lingkungan fisik, merupakan stressor yang datang dari lingkungan fisik di sekitar individu 5. Stressor organisasional, merupakan stressor yang berada pada setting yang lebih khusus Dari beberapa faktor diatas terdapat stressor sosial yaitu harapan sosial untuk menikah terhadap wanita usia dewasa muda cukup banyak terjadi di masyarakat. Harapan sosial untuk segera menikah salah satunya, banyak wanita yang tidak menghiraukan menikah, padahal dari segi usia, kematangan, fisik, sudah cukup ideal untuk menikah. Masyarakat sangat mengharapkan wanita usia dewasa muda (20- 40 tahun) karena adanya ketakutan mereka akan menjadi ”perawan tua”. Hal ini dikarenakan pada budaya tertentu wanita yang sudah berusia 30 tahun keatas akan sangat susah mendapatkan jodohnya, sehingga mulai usia tertentu (usia 23 tahun keatas) harapan sosial untuk segera menikah semakin tinggi. Banyak persepsi dari masyarakat tertentu bahwa seseorang yang tidak kawin akan memperoleh sorotan tersendiri dari anggota masyarakat, khususnya bagi wanita (Walgito, 2002). Harapan sosial untuk segera menikah pada wanita dewasa muda dan pertanyaan kapan menikah sering membuat beberapa diantara mereka mengalami ketegangan pikiran atau sering menyebutnya dengan istilah stres. Harapan- harapan sosial yang dilontarkan secara langsung ataupun tidak langsung oleh orang- orang sekitar, baik orang tua maupun masyarakat menjadikan banyak orang mengalami stres, khususnya wanita. Harapan sosial yang semakin tinggi membuat orang menjadi tertekan, dan berusaha menghindar dari lingkungannya.. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berasumsi bahwa tingginya harapan sosial terhadap wanita dewasa muda mampu mempengaruhi tingkat stress pada wanita lajang usia dewasa muda. Semakin tinggi harapan sosial untuk segera menikah maka akan semakin tinggi pula kecenderungan stres yang terjadi, sebaliknya jika harapan sosial untuk menikah rendah maka kecenderungan stres yang terjadi juga rendah. Stressor sosial yang menjadi salah satu faktor penyebab stress dalam penelitian ini yang dimaksud adalah stressor berupa harapan sosial terhadap wanita usia dewasa muda, karena pada dasarnya pada usia tersebut wanita cukup ideal untuk menjalin hubungan intim dengan lawan jenis dan menikah. Sehingga diperoleh hipotesis ”apakah ada hubungan harapan sosial dengan stres yang dialami pada wanita lajang usia dewasa muda?” Grigson & Looker (2005) menyatakan bahwa stres sebagai sebuah keadaan yang terjadi ketika ketidaksesuaian antara tuntutan- tuntutan yang diterima dan kemampuan mengatasinya. Pernyataan hampir sama dikemukakan oleh Kartono dan Gulo (Kamus Psikologi,2003) yang mengemukakan bahwa stres adalah satu stimulus yang menegangkan kapasitas- kapasitas (daya) psikologis atau fisiologis dari suatu organisme; satu kondisi ketegangan fisik atau psikologis disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan dan kecemasan. Aspek- aspek stres dapat dilihat dari dampak stres terhadap individu. Reaksi dari stres bagi individu dapat digolongkan menjadi beberapa komponen menurut Safarino (1994) yaitu: a. Komponen fisiologis Keluhan fisiologis lainnya antara lain mencakup keluhan sembelit, diare, urat tegang pada tengkung, tekanan darah tinggi, kelelahan, sakit perut, maag, berubah selera makan. b. Komponen psikologis 1. Aspek emotional Reaksi emosional merupakan salah satu cara untuk mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh seseorang. Gejala emosional yang mungkin terjadi yaitu berupa keluhan seperti, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih, depresi, gelisah dan cemas. 2. Aspek kognitif Gejala kognitif yang sering muncul yaitu berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan, dan pikiran kacau. 3. Aspek perilaku sosial Gejala perilaku sosial yang muncul antara lain sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain, dan mudah mempermasalahkan orang lain. Menurut Biddle & Thomas harapan terhadap peran adalah harapan- harapan orang lain (pada umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu (Sarwono, 2002). McDavid & Harari (Sarwono,2002) mendefinisikan harapan- harapan sosial adalah sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan norma dalam kelompok dan oleh karena itu mewakili norma expectation para anggota dalam posisi khusus seharusnya dilakukan dalam kelompok standart. Sejalan dengan pendapat McDavid & Harari, Hirt, Ericson, & Mc Donald (Claradona, 2005) menyatakan bahwa bahwa manusia menggunakan harapan mereka terhadap individu untuk memprediksi perilaku individu dikemudian hari. Individu dengan atribut tertentu akan mendapatkan penilaian positif jika menunjukkan perilaku sesuai dengan harapan masyarakat dan akan memperoleh penilaian negatif jika mereka gagal atau tidak mampu berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat. Harapan untuk segera menikah salah satunya terjadi pada wanita lajang suku Jawa. Suku Jawa yang masih sangat kental dengan adat dan budayanya sangat menjunjung tinggi pernikahan, hal ini dapat dilihat dari adanya pernikahan yang selalu khas dengan ritual- ritual jawa, seperti siraman, midodareni, akad nikah, temu, dan ngabekten. Pada umumnya masyarakat Jawa biasa menikah pada usia muda, namun jika tidak kunjung mendapat jodoh tidak jarang orang tua sering turun tangan dengan mencarikan jodoh untuk anak gadisnya (Hariyono, 1993). Aspek- aspek harapan sosial yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Anticipatory yaitu mengantisipasi perilaku yang akan terjadi b. Normative yaitu suatu keharusan yang menyertai suatu peran Dalam aspek normative dibagi menjadi dua bagian: 1. Covert yaitu harapan tetap ada walaupun tidak ducapkan 2. Overt yaitu harapan yang diucapkan SUBJEK PENELITAN Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai karakteristik antara lain wanita dewasa muda berusia 23 keatas, suku Jawa, single (belum menikah). METODE PENELITIAN 1. Skala Harapan Sosial Skala harapan sosial terhadap wanita lajang usia dewasa muda disusun oleh penulis berdasarkan beberapa aspek yang mengacu teori Secord & Backman (Sarwono, 2002) 2. Skala stres Skala stres dibuat secara pribadi oleh peneliti dengan berpedoman terhadap aspek- aspek stres yang dikemukakan oleh Safarino (1995). METODE ANALISIS DATA Metode yang digunakan adalah metode statistik dengan menggunakan teknik analisis data korelasi product moment. Penelitian ini menggunakan program statistik SPSS 12 for windows. Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dan uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukannya uji korelasi. HASIL PENELITIAN a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One- Sample Kolmogorov- Smirnov Test . Berdasarkan hasul uji normalitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa sebaran skor pada kedua alat ukur memiliki sebaran normal. Variabel harapan sosial menunjukkan K-S-Z= 0,617 dengan p= 0,841 (p>0,005), dan variabel stres menunjukkan K-S-Z = 1,022 dengan p= 0,247 (p>0,005). b. Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program For Social Science) 12.00 for Windows dengan teknik Compare Means. Hasil uji linearitas menunjukkan F = 22,980; p = 0.000. Berdasarkan hasil uji linieritas yang dilakukan dapat diketahui bahwa ada hubungan yang linier antara variabel harapan sosial dan variabel stres (p<0,005). c. Uji Hipotesis Uji korelasi dengan teknik analisis korelasi product moment dari Pearson. Hasil analisis product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi antara variabel harapan sosial dan variabel stres adalah 0,481 (r= 0,481) dengan p = 0,000 (p < 0,01). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara harapan sosial dengan stres, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. PEMBAHASAN Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan antara harapan sosial dan stres pada wanita lajang usia dewasa muda. Hal ini dapat dilihat dari analisis data menggunakan product moment dari Pearson yang menunjukkan adanya hubungan sebesar 0,481 dengan p = 0,000 atau (p < 0,01). Dengan demikian hipotesis yang diajukan bahwa ada hubungan antara harapan sosial dengan stres pada wanita lajang Jawa usia dewasa muda, diterima. Semakin tinggi harapan sosial maka tingkat stres semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah harapan sosial maka semakin rendah tingkat stres yang dialami. Stres merupakan segala peristiwa/ kejadian baik berupa tuntutan- tuntutan lingkungan maupun tuntutan- tuntutan internal (fisiologis/ psikologis) yang menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu, hal ini dikemukakan oleh Monat & Lazarus ( Safaria,2006). Seperti hal nya yang terjadi pada wanita lajang yang berusia 23 tahun keatas yang diharapkan untuk segera menikah oleh orang- orang disekitarnya. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut umumnya telah mencapai kematangan kejasmanian, psikologis (Walgito,2002). Berdasarkan data yang diperoleh bahwa harapan sosial dapat dikategorikan dalam kategori sedang yaitu mencapai prosentase 55,88 %. Adanya harapanharapan sosial terhadap subjek penelitian yang sedang, dan adanya harapan yang tidak cenderung ke arah positif dan negatif akan mempengaruhi tinggi dan rendahnya tingkat stres subjek. Tingkat stres subjek penelitian digolongkan dalam kategori sedang. Tingkat stres subjek penelitian dapat dilihat dari prosentase yang mencapai 42,65%. Stres merupakan interaksi antara stimulus dan respon. Stres sebagai stimulus mampu memberikan kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan- perubahan fisik individu. Stres sebagai respon yaitu mamapu memepngaruhi individu baik secara fisologik, dan psikologik jika stressor berasal dari lingkungan, hal tersebut dikemukakan oleh Gibson (Diponegoro & Thalib, 2001) Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Monat & Lazarus, Grigson & Looker (2005) yang menyatakan bahwa stres akan terjadi ketika ada ketidaksesuaian antara tuntutan- tuntutan yang diterima dan kemampuan mengatasinya. Tinggi rendahnya harapan sosial dari orang sekitar menjadi salah satu hal yang menyebabkan tingkat stres individu menjadi tinggi atau rendah. Hurrelman & Losel (Smet, 1994) menyatakan stres terjadi disebabkan karena banyaknya tugas- tugas perkembangan yang dihadapi oleh orang seharihari, baik dalam kelompok sebayanya, keluarga, sekolah, maupun pekerjaan. Banyaknya teman sebaya yang telah memiliki pasangan hidup (suami), membuat harapan sosial untuk segera menuntaskan masa lajang menjadi cukup tinggi untuk sebagian orang, hal ini tidak jarang menyebabkan tingkat stress menjadi tinggi. Evans (Diponegoro & Thalib,2001) menyatakan bahwa stres adalah suatu situasi yang memiliki karakteristik adanya tuntutan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang melebihi kemampuan individu untuk merespon. Jadi semakin seorang individu tidak bisa merespon dengan baik, akan semakin tinggi stres yang terjadi. Peristiwa atau tekanan yang berasal dari lingkungan yang mengancam keberadaan individu merupakan salah satu hal yang juga menyebabkan munculnya stres, hal ini dikemukakan oleh Baum (Cloradona,2005). Tuntutan dari lingkungan yang terus- menerus terhadap individu dan respon individu yang tidak baik akan membuat individu menjadi tertekan, yang menyebabkan munculnya stres. Adanya harapan sosial dari orang sekitar menyebabkan beberapa wanita lajang mengalami stres. Harapan yang cukup tinggi dari orang sekitar adalah karena tidak diinginkannya cap “perawan tua” melekat pada wanita. Suku Jawa yang cukup kental dengan budaya dan norma- norma menjadikan tradisi terus turun termurun, dan sulit dihilangkan, termasuk tradisi / pandangan bahwa pada usia tertentu wanita diharapkan sudah menikah dan tradisi perjodohan dari orang tua jika anaknya yang sudah umur belum juga pasangan atau belum ada yang meminang (Hariyono, 1993). Ini terlihat dari hasil analisis data yang menyatakan bahwa harapan sosial memiliki sumbangan 23 % menyebabkan stres pada wanita lajang suku Jawa usia dewasa muda. Dari hasil tersebut maka sangat dimungkinkan bahwa banyak faktor lain baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi stres pada individu adalah 76,8 % KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara harapan sosial dengan stress pada wanita lajang suku Jawa usia dewasa muda (23 tahun keatas). Hal ini berarti semakin tinggi harapan sosial maka semakin tinggi tingkat stress. Begitu pula sebaliknya semakin rendah harapan sosial maka semakin rendah tingkat stress. Jadi hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara harapan sosial dengan stress pada wanita lajang suku Jawa usia dewasa muda dapat diterima. Sumabangan harapan sosial menikah terhadap munculnya stres pada wanita lajang usia dewasa muda adalah sebesar 23,2 % dengan 76,8% lainnya dipengaruhi oleh faktor- faktor lainnya. SARAN 1. Bagi Wanita Lajang Usia Dewasa Muda Dengan adanya penelitian ini diharapkan wanita lajang, terutama wanita lajang usia dewasa muda lebih dapat menyikapi harapan- harapan sosial untuk menikah yang muncul dengan lebih baik. Dengan adanya respon yang positif, dan terus berfikir positif, harapan sosial yang mungkin membuat tertekan akan menjadi suatu hal yang menyenangkan sehingga kemungkinan terjadinya stres dapat berkurang. Saran lainnya adalah dengan pindah ke daerah lain yang kemungkinan terjadinya tuntutan segera menikah rendah. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Saran bagi penelitian selanjutnya yang berminat dengan tema yang sama diharapkan meminimalkan kelemahan- kelemahan penelitian ini. a. Peneliti sebaiknya lebih cermat dalam memilih waktu pengambilan data, agar para subyek dapat benar-benar dalam kondisi yang siap untuk menjawab/ memberikan merespon pada skala penelitian, b. Disarankan agar lebih baik dalam menyusun aitem dalam skala, dengan pernyataan yang tidak terlalu panjang dan bahasa yang lebih mudah dimengerti. c. Selain hal diatas disarankan agar lebih baik dalam pemilihan subjek penelitian, dengan lebih memperhatikan karakteristik subjek. Pemilihan subjek diharapkan tidak hanya terpaku dengan teori yang ada, perlu diperhatikan pula keadaan subjek seperti tingkat pendidikan, dan norma / kebiasaan di lingkungan sekitar subjek. d. Disarankan untuk lebih cermat dalam menetapkan lokasi penelitian. Lokasi sebaiknya mampu mewakili masalah yang ingin diteliti.. DAFTAR PUSTAKA Azwar,S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar,S. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, R., Byrne,D. 2005. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga. Claradona, F.S. 2005. Hubungan Persepsi Harapan- Harapan Sosial Terhadap Peran Sebagai Mahasiswa Psikologi dengan Stres Yang Dialami Mahasiswa. Skripsi (Tidak Diterbitkan).Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Dariyo,A. 2004. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT.Gramedia. Diponegoro, A.M., Thalib,S.B. 2001. Meta-Analisis Tentang Perilaku Koping Preventif dan Stres. Psikologika. Tahun VI. Nomor 12.51-61. Fabella,T.A. 1993. Anda Sanggup Menghadapi Stress. Indonesia: Indonesia Publising House. Gregson.,Looker. 2005. Managing Stress: Mengatasi Stres secara Mandiri. Yogyakarta: BACA!. Hariyono,P. 1993. Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural. Jakarta: Pustaka Sinar. Kartono, K., Gulo, D. 2003. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya. Kumolohadi, R. 2001.Tingkat Stress Dosen Perempuan UII Ditinjau dari Dukungan Suami. Psikologika. Tahun VI.Nomor 12.29-42. Mahsun. 2004. Bersahabat dengan Stres. Yogyakarta: Prisma Media. Safaria, T. 2006. The Survival Intelligence (Revolution): Berdasarkan pada AlQur’an dan Sunnah Rosul. Yogyakarta: Ardana Media. Santrock, J.W. 2002. Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Santrock, J.W. 2002. Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga Sarafino, P.E. 1994. Health Psychology.Biopsychosocial. Canada: JohnWilley and Sons Inc. Sarwono, S.W. 2002. Teori- Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sarwono, S.W. 2004. Teori- Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo. Walgito. 2002. Bimbingan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi Offset. Idenstitas: Nama : Arwin Yudy Hanugreheni Alamat : Bulusari RT 01 RW 03 Bulusulur Wonogiri, Jawa Tengah No. Telp : (0273) 325125 No.HP : 0852 932 56789 / 085 729 525 629