Karakteristik Pedagang Ikan Hias Grosiran Berdagang Di Pasar Ikan Hias Gunungsari Surabaya Karakteristik Pedagang Ikan Hias Grosiran Berdagang Di Pasar Ikan Hias Gunungsari Surabaya Miftah Alfian Rizky Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi, [email protected] Dra. Sri Murtini M.Si. Dosen Pembimbing Mahasiswa Abstrak Surabaya memiliki potensi perdagangan ikan hias yang besar di Jl irian barat. Pedagang ikan hias di Jl irian barat merupakan PKL yang sudah berdagang secara turun temurun. Relokasi ke Pasar ikan hias Gunungsari dilakukan untuk memperbaiki kualitas lokasi dan juga meminimalisasi kemacetan akibat dari lokasi sebelumnya. Pemerintah Surabaya membuat kebijakan berupa stan dalam gedung diperuntukkan pedagang asli Surabaya sedangkan pedagang dari luar Surabaya hanya boleh menempati stan luar gedung terbatas beraktifitas pada hari Rabu dan Sabtu. Pedagang di luar gedung disebut pedagang grosiran. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan karakteristik pedagang ikan hias grosiran di pasar ikan hias Gunungsari Surabaya menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Kemudian untuk teknik keabsahan data menggunakan empat tahapan yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik sosial tingkat pendidikan pedagang grosiran mayoritas SMA/SMK, keterampilan mereka termasuk minim sehingga hanya berdagang yang bisa dilakukan. Usaha berdagang ikan hias sudah ada sejak tahun 1985 menjadikan berdagang ikan hias tradisi keluarga secara turun temurun. Ikan hias mudah didapat dari daerah asal dan posisi pasar ikan hias Gunungsari sebagai pasar ikan hias terbesar di Jawa Timur. Keterkaitan anggota menjadi solusi tenaga kerja/rekan usaha terpercaya karena ikut berkecimpung dalam usaha berdagang ikan hias. karakteristik ekonomi pendapatan adalah alasan utama memilih berdagang ikan hias. Beban tanggungan keluarga adalah pengeluaran utama dalam berdagang ikan hias. Modal usaha didapat dari dana sendiri fasilitas pinjaman bank atau pinjaman dari petani/pengepul ikan untuk membawa ikan hias terlebih dahulu dan dibayar setelah terjual. Faktor pendorong motif berdagang menunjukkan Banyaknya penduduk sekitar juga berdagang ikan hias dan pekerjaan turun temurun. adanya petani/pengepul ikan hias di lokasi tempat tinggal. Relokasi yang dibuat pemerintah menjadikan tidak ada pilihan lain selain berdagang di pasar ikan hias Gunungsari Surabaya. Harga yang ditawarkan lebih murah dari pedagang stan gedung menjadikan pedagang ikan hias grosiran membuat konsumen tertarik membeli dalam jumlah besar atau reseller. Koperasi dibentuk dengan tujuan menyelaraskan harga dan membentuk kerjasama dalam menjual diantara pedagang grosiran menjadi faktor pendorong mereka tetap berdagang di pasar ikan hias Gunungsari Kata Kunci : Karakteristik pedagang ikan hias, pedagang ikan hias grosiran Abstract Surabaya have a Great potential aquarium fish market on West irian street. Merchant in West irian street also a street vendor and trade as family tradition for generations. Relocation to Gunungsari aquarium fish market is done to improve the quality of the location and also minimize traffic jams. Surabaya’s goverment made a policy which native merchant may use intended both inside the main building while traders from outside Surabaya may only occupy a booth outside the limited activity on Wednesdays and Saturdays. Outside traders also called merchant wholesale. The purpose of this study is to describe the characteristics of aquarium fish wholesale traders in aquarium fish market Gunungsari Surabaya using qualitative method with phenomenological approach. Data collection using indepth interview, observation and study documentation. Data analysis techniques uses three stages namely, reduction, data display and conclusion. Data validity techniques uses four stages namely, credibility, transferability, dependability and confirmability. The results showed that the social characteristics of educational level wholesalers majority of SMA / SMK, they possesed minimal skills so that only tradeis the only thing the possibly done. Aquarium fish trade effort has been around since 1985 making aquarium fish trade family tradition for generations. Aquarium fish easily obtained from the area of origin and Gunungsari aquarium fish market position as the largest aquarium fish market in East Java. The close ties beetwen member to be the solution of labor / business partners reliable for participating in the business of aquarium fish trade. economic characteristics of income is the main reason for choosing the aquarium fish trade. The burden of family responsibilities is a major expense in the aquarium fish trade. Venture capital derived from its own funds or loan bank loan facilities of farmers / fish collectors to bring the fish in advance and paid after selling. Factors driving motive trade shows number of people around also trade of aquarium fish and jobs hereditary. There farmer / collector of aquarium fish in the location of residence. Relocation which made the government makes no other choice but to trade in aquarium fish market Gunungsari Surabaya. The price is cheaper than building a booth traders make aquarium fish wholesale traders make consumers interested in buying in bulk or resellers. Cooperative was formed with the aim of aligning prices and establish cooperation between the wholesaler in selling the driving factor they still trade in aquarium fish market Gunungsari Keywords: Characteristics of aquarium fish merchant, merchant wholesale aquarium fish 84 Karakteristik Pedagang Ikan Hias Grosiran Berdagang Di Pasar Ikan Hias Gunungsari Surabaya harus diangkut ke tempat produksi untuk menghasilkan satu-satuan output ditambah berat output yang akan dibawa ke pasar. Pasar ikan hias Gunungsari adalah relokasi PKL ikan hias yang berasal dari Irba, Patua, dan Singgasana. Sebagai pasar ikan hias terbesar di Surabaya, Pasar ikan hias ini memegang peranan penting sebagai sarana rekreasi maupun mata pencaharian pedagang ikan hias yang berasal dari luar Surabaya disebut pedagang grosiran Secara astronomis, pasar ikan hias Gunungsari terletak di antara 7º 18’ 21.85”S dan 112º 43’27.42”E. Secara administrasi, pasar Ikan hias Gunungsari merupakan salah satu pasar ikan terbesar di Surabaya lokasinya sangat strategis karena berada tepat di jantung kota Surabaya tepatnya di Jl. Gunungsari no.74 Pasar ikan ini menampung 150 stan kios dan 29 kios merupakan tenda khusus untuk pedagang grosiran pedagang grosiran yang berasal dari luar kota Surabaya berkumpul hanya hari pasaran yaitu hari Rabu dan hari Sabtu. Pasar ikan hias Gunungsari yang dibuka mulai pukul 06.00 – 23.00 pada hari biasa dan 24 jam untuk hari pasaran yang jatuh pada hari Rabu dan Sabtu August losch (1954) menyatakan bahwa lokasi industri harus dekat dengan pasar. Semakin jauh dari lokasi pasar, pembeli enggan membelinya karena beban biaya transportasi yang mahal.Di pasar ikan hias ini terdapat fenomena pedagang ikan hias grosiran yang berasal dari lokasi yang jauh dari lokasi pasar di Surabaya. Pedagang grosiran berasal dari Kediri, Tulungagung, Mojokerto, Gresik, Blitar dan lokasi lainnya. Ada tradisi untuk berdagang setiap hari Rabu dan Sabtu bagi pedagang grosiran disebut hari pasaran. faktanya mayoritas pedagang sudah menjalankan usaha ini secara turun temurun sejak berdagang sebagai PKL di Irba, Patua, atau Singgasana. Di pasar ini sendiri terdapat suatu fenomena unik mayoritas pedagangnya telah menjalankan usaha turun temurun dari orang tua Fokus penelitian ini untuk mengungkap fenomena pedagang ikan hias grosiran yang sudah berjalan turun temurun dan terdapatnya tradisi hari pasaran. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan karakteristik pedagang ikan hias grosiran yang meliputi karakteristik sosial, karakteristik ekonomi dan faktor pendorong motif berdagang ikan hias PENDAHULUAN Secara naluri manusia mempunyai kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah hasrat yang harus dipenuhi untuk mempertahankan hidupnya, sedangkan keinginan dapat dipenuhi untuk pemuasan hasrat atau seleranya. dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan, manusia melakukan kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi (Jayadinata, 1999: 54). Kegiatan sosial dikategorikan kegiatan dalam berkeluarga, kesehatan, pendidikan, agama, rekreasi dan sebagainya. Sedangkan kegiatan ekonomi dikategorikan kegiatan dalam mata pencaharian, cara berkonsumsi, pertukaran barang, jasa dan sebagainya. Tersedianya kebutuhan pokok tidak terlepas dari adanya pusat pelayanan kecil berupa pasar. Pasar terbentuk sebagai akibat dari pola kehidupan manusia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan sistem pertukaran barang dan jasa yang dilakukan pada suatu tempat yang dilakukan pada suatu tempat yang disebut pasar. kebutuhan menjadi kompleksitas jumlah baik orang, cara pertukaran, jenis barang, dan tempat yang semakin luas. Kemajuan teknologi juga membuat definisi pasar berubah dimana pasar tidak lagi hanya sebagai tempat dimana terjadi kontak langsung antara pedagang dan pembeli. Dalam sebuah transaksi jual beli paradigma baru pasar lebih berorientasi kepada transaksi antara pembeli dan pejual tanpa perlunya kontak langsung antara pedagang dan pembeli. walaupun definisinya bertambah luas, definisi pasar sebagai tempat fisik bertemunya pedagang dan pembeli tetap masih bertahan (Kotler, 2003). Menurut Pratjihno (1985), pasar adalah suatu bidang tanah atau kompleks bangunan tempat orang berjual beli barang, tetapi dalam perdagangan yang lebih luas. Secara umum pasar merupakan pertemuan antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memindahkan hak atas barang atau jasa yang dijual belikan objek jual-beli (Prawirosentono, 1997). pasar merupakan faktor penting dalam keberlangsungan industri, karena muara dari sebuah industri merupakan hasil produksi yang akan diminati oleh konsumen. Robinson menyatakan bahwa tujuan dari perindustrian adalah memproduksi barang-barang untuk dijual dan karena itu pasaran penting kedudukannya (Daldjoeni, 1992:60). Weber (1909) menjelaskan bahwa biaya transportasi adalah faktor pertama dalam menentukan lokasi industri. Menurutnya biaya transportasi bertambah secara proporsional dengan jarak. Jadi, titik terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi, sedangkan biaya transportasi dipengaruhi oleh berat lokasional Menurut Tarigan (2005: 141) berat lokasional adalah berat total semua barang berupa input yang METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, data yang dikumpulkan merupakan hasil dari wawancara, dokumen pribadi, catatan, catatan lapangan, memo, dan dokumen resmi lainnya. Lokasi yang menjadi obyek penelitian adalah pasar ikan hias Gunungsari kota Surabaya. Informan dalam penelitian ini adalah pedagang ikan hias grosiran 85 Karakteristik Pedagang Ikan Hias Grosiran Berdagang Di Pasar Ikan Hias Gunungsari Surabaya Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan mengenai karakteristik pedagang ikan hias grosiran berdagang di pasar ikan hias Gunungsari kota Surabaya. Sedangkan data sekunder dalam hal ini adalah arsip data yang diperoleh melalui kantor pasar ikan hias Gunungsari Surabaya Teknik pengumpulan yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Wawancara mendalam menggunakan panduan lapangan untuk memperoleh data lebih mendalam mengenai karakteristik pedagang ikan hias grosiran pasar ikan hias Gunungsari Surabaya. Observasi dilakukan untuk mengetahui validitas informasi yang diungkapkan informan. Dokumentasi dilakukan untuk melengkapi dan mendukung hasil penelitian di lapangan. Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui tiga langkah seperti disarankan Miles dan Huberman (1992) dan Mantja (1997) dalam Widodo (2012) yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data dan (3) kesimpulan (kesimpulan sementara, verifikasi dan kesimpulan akhir). pedagang grosiran berpendidikan terakhir hingga jenjang SLTA/SMA. Abah Hasan mengungkapkan bahwa walaupun mayoritas tingkat pendidikan pedagang ikan hias grosiran memiliki tingkat pendidikan mumpuni untuk mencari pekerjaan. Namun mereka tetap memilih berdagang ikan hias karena mencari pekerjaan saat ini sulit, akses mudah mencari ikan hias untuk dijual dari lokasi tempat tinggal dan usaha berdagang sudah menjadi tradisi. Seluruh pedagang ikan hias grosiran mengatakan pendidikan penting, namun untuk saat ini dana pendidikan digunakan untuk keluarga seperti saudara atau anak karena faktor usia sudah tidak muda lagi. Tabel 1.3 Komposisi pedagang grosiran menurut pendidikan terakhir PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Data informan kunci Informan kunci dalam penelitian ini adalah Abah Hasan. Subyek merupakan pengelola pasar sejak pasar ikan hias Gunungsari didirikan. subyek juga merupakan mantan seorang pedagang ikan hias yang dulu berdagang di irba sebelum di relokasi ke tempat baru yaitu pasar ikan hias Gunungsari saat ini, sehingga peneliti mendapatkan gambaran informasi umum seputar pedagang ikan hias grosiran yang akan dijadikan subyek penelitian untuk mendapatkan data informan yang tepat. Menurut informan kunci yang peneliti wawancarai, semua pedagang pedagang ikan hias sudah lama berdagang. Sebelum pasar ikan hias Gunungsari ditempati, mereka sudah berdagang di tempat lain. Pedagang ada yang berasal dari Irba, jalan Patua, jalan Singgasana. Karena ada gagasan dari pemerintah kota Surabaya pada saat itu untuk merelokasi semua pedagang ikan hias untuk diberikan fasilitas berupa sentra dagang, maka semua pedagang ikan hias dipindahkan ketempat yang disediakan, yaitu pasar ikan hias Gunungsari seperti sekarang. Dengan alasan untuk menata kembali para pedagang kaki yang mengganggu aktivitas lalu lintas. Para pedagang ikan hias ini tidak hanya berasal dari Surabaya, sebagian merupakan pedagang ber KTP Surabaya tetapi sebagian lagi berasal dari luar kota Surabaya. Untuk pedagang yang tidak ber KTP Surabaya otomatis menjadi pedagang grosiran lokasi asal mereka bervariasi mulai dari Kediri, Tulungagung, Pare, Blitar dan tengkulak dari Madura. Menurut Abah Hasan harga setiap ikan hias berkisar dari Rp. 1000 sebagai contoh ikan guppy hingga Rp.4000.000,- sebagai contoh ikan arwana. Para pedagang di pasar ikan hias Gunungsari rata-rata berpendidikan SD dan SLTA. tidak ada yang bersekolah hingga ke perguruan tinggi. Mayoritas No Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Perguruan Tinggi 0 0 2 SMA/SLTA/SMK 14 48,2 3 SMP/SLTP 7 24,1 4 SD 8 27,5 5 Lain-lain (Belum / Tidak Sekolah/ Tidak tamat SD) 0 0 Jumlah 29 100 Sumber : data primer yang diolah Data informan kunci Informan dalam penelitian adalah orang atau pelaku yang benar-benar tahu dan menguasai masalah, serta terlibat langsung dengan masalah penelitian. Dengan mengunakan metode penelitian kualitatif, maka peneliti dapat mencari sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber Tabel 4.1 Deksripsi informan pasar ikan hias Gunungsari No 1 Nama informan Abah Hasan Status informan Kepala koperasi Sekretaris pasar ikan hias Gunungsari Informan kunci Informan (tidak dicantumkan, data sama dengan informan kunci) 2 Deni 3 Mariyem Pedagang grosiran Informan 1 4 Joyo Pedagang grosiran Informan 2 5 Sutrisno Pedagang grosiran Informan 3 6 Ahmad Sugianto Pedagang grosiran Informan 4 7 Suheri Pedagang grosiran Informan (tidak dicantumkan, data jenuh) Sumber : data primer yang diolah Ibu Mariyem 86 Peran informan Karakteristik Pedagang Ikan Hias Grosiran Berdagang Di Pasar Ikan Hias Gunungsari Surabaya Subyek merupakan pedagang ikan hias di pasar ikan hias Gunungsari yang berasal dari Kediri. Subyek dibantu oleh menantunya yang juga membuka stan ikan hias sendiri. Dengan latar belakang berdagang ikan hias secara turun temurun subyek memiliki 6 orang anak yang hampir semuanya sudah dewasa, 5 anak dari 6 bersaudara sudah berumah tangga, sedangkan anak terakhir yaitu anak ke 6 adalah sarjana dari IKIP Nusantara Kediri. Suami subyek sudah 12 tahun yang lalu meninggal dunia. Sehingga posisi kepala keluarga penggerak bisnis ini dikerjakan oleh bu mariyem Subyek menjelaskan bahwa kala itu pelanggannya sangat ramai, sebelum malam hari ikan hias yang di jual sudah hampir habis, kalau di pasar ikan hias Gunungsari Subyek merasakan kalau pedagangan ikan tidak seperti waktu di Irba, terkadang sepi, terkadang ramai, bahkan ikan yang tidak terjual bisa mati. berdagang di Irba selama beberapa tahun, subyek akhirnya dipindahkan ke pasar ikan hias Gunungsari. Ikan hias yang dimiliki subyek bukan dari hasil beternak sendiri melainkan kulakan dari para petani ikan yang ada di daerah Kediri. Alasan subyek tidak bisa memiliki peternakan ikan sendiri karena tempat di rumah yang sangat terbatas, sehingga hanya mempunyai kolam kecil yang hanya berfungsi untuk menampung ikan yang akan di jual ke pasar ikan hias Gunungsari Surabaya Subyek membawa ikan hias yang mau dijual dari tempatnya yaitu Kediri ke pasar ikan hias Gunungsari Surabaya dengan menyewa sebuah mobil box/ pick up. biaya sewa mobil box biasanya didapat dari hasil patungan dengan menantunya yang juga berdagang di pasar ikan hias Gunungsari. Biaya sewa berkisar Rp. 300.000,- hingga Rp. 400.000,-. Hasil dari berdagang ikan menurut subyek tidak menentu atau tidak pasti, jika ikannya tidak terjual alias kembali, kebanyakan dagangan ikan hias mati dalam perjalanan. Namun jika ikannya terjual, subyek bisa mendapat untung sekitar Rp. 200.000, hingga Rp. 600.000,- setiap hari pasaran. Sedangkan biaya untuk kulakan ikan berkisar Rp. 500.000,- atau lebih Gunungsari yang sekarang hampir sama dengan subyek yang pertama yaitu kemacetan yang ada dijalan Irba bila bertepatan dengan hari Rabu dan Sabtu. Akibat berkumpulnya pedagang grosiran di hari tersebut Rata rata pedagang yang berdagang di pasar ikan hias Gunungsari merupakan orang orang lama menurut subyek. Meskipun ada pedagang baru, usaha tersebut merupakan penerus dari pedagang lama. sehingga lapak yang dipakai berdagang berasal dari pedagang lama. Sebagai penerus, pedagang yang baru biasanya adalah anggota keluarga/paguyuban dari pedagang lama. Menurut penuturan subyek, penduduk desa karang waru merupakan masyarakat pebisnis. Mayoritas penduduknya memilih untuk beternak/berdagang ikan hias. subyek menuturkan alasan memilih berdagang ikan hias karena sudah memiliki jiwa dagang sedari kecil (lewat aktivitas masyarakat). Semua pedagang disini saling mengenali satu sama lain, meskipun bukan saudara kandung, nuansa persaudaraan antara pedagang sangat kental. Subyek mendapatkan ikan hias yang dijual dari pengepul ikan yang berada di daerahnya, yaitu Karang Waru. meskipun subyek mempunyai ternak ikan sendiri, hanya sebagian saja yang siap dijual sedangkan sebagian lagi disimpan sebagai stok mendatang. Ikan yang paling banyak dijual merupakan ikan yang diambil dari pengepul. Sedangkan pengepul sendiri mengambil ikan tersebut dari petani ikan, jadi terdapat semacam pengelolaan ikan yang terorganisasi, mulai dari petani ikan, sesudah itu ikan yang siap dijual dikumpulkan di pengepul, sesudah itu para pedagang ikan akan mengambil sendiri di pengepul. petani ikan memiliki kolam yang sangat banyak, beternak dalam skala besar yang mencapai ribuan hingga ratusan ribu ekor ikan. Kuantiti yang diminta sangat tinggi sehingga kurang memungkinkan pedagang membeli langsung dari petani ikan dalam skala besar. Dari situ pengepul ikan mendapatkan tempat dari jaringan bisnis ikan hias. Pengepul ikan adalah usaha dagang yang memungkinkan untuk menjadi penghubung antara petani ikan dengan pedagang. Pengepul mengambil ikan dalam jumlah banyak yang disepakati oleh petani ikan yang kemudian dijual kembali kepada pedagang ikan hias dalam kuantitas yang lebih kecil. Dengan begitu mempermudah proses kulakan pedagang ikan hias dan lebih banyak mendapat variasi ikan yang akan dijual modal didapat dari meminjam uang dari bank. dahulu jumlah pedagangnya belum sebanyak sekarang dan profit yang didapat masih kecil. Untuk sekarang modal yang dimiliki subyek merupakan hasil dari keuntungan sendiri yang artinya sudah hasil modal pribadi. hasil yang didapatkan dari pedagangan ikan hias ini tidak dapat dijadikan patokan, karena tidak selalu profit dalam berdagang. dalam satu Minggu terdapat dua kali hari pasaran yaitu hari Rabu dan Sabtu. Terkadang saat hari Rabu defisit, namun di hari Sabtu bisa memperoleh profit. Subyek menuturkan bisa dikatakan surplus bila dalam satu hari pada hari pasaran mendapatkan keuntungan bersih Rp. 1.000.000,- atau lebih. Pak Joyo subyek merupakan pedagang ikan hias dari Tulungagung tepatnya dari desa Karangwaru. Subyek merupakan lulusan STM, dan subyek mempunyai lima anggota keluarga dirumah, yaitu seorang ibu, seorang kakak yang baru saja meninggal, subyek dan 2 orang adik yang masih sekolah. Subyek memiliki usaha berdagang ikan hias ini karena sejak kecil sudah memelihara ikan dirumah untuk Membantu kakaknya yang berdagang ikan hias. Kala itu sang kakaklah yang pertama berdagang ikan hias dalam keluarga sedangkan subyek hanya membantu. tetapi karena kakak subyek meninggal dunia maka subyek yang meneruskan untuk melanjutkan berdagang ikan hias. Subyek berdagang ikan hias pertama kali berada di Irba, karena keadaan yang sama dengan subyek pertama yaitu direlokasi pemerintah kota untuk pindah ke pasar yang telah disediakan, maka subyek berpindah ke pasar ikan hias Gunungsari seperti sekarang. Alasan mengapa dipindahkan dari Irba ke Pasar ikan hias 87 Karakteristik Pedagang Ikan Hias Grosiran Berdagang Di Pasar Ikan Hias Gunungsari Surabaya Pengeluaran keluarga menurut subyek juga tidak menentu, kurang lebih sekitar Rp. 500.000,- per bulan untuk biaya keluarga. Hal itu belum termasuk kebutuhan sekolah adik adiknya.. untuk kulakan, subyek menganggarkan sekitar Rp. 4.000.000 Menurut subyek pendidikan itu sangatlah penting, subyek merupakan lulusan STM jurusan mekanik listrik. Menurut subyek pendidikan membantunya untuk mencari solusi-solusi masalah yang dihadapi, dan juga untuk pengalaman hidup. Subyek memiliki pekerjaan sampingan memperbaiki alat-alat elektronik. Berbekal pengalaman subyek sebagai lulusan STM untuk mendapat penghasilan tambahan. menurut subyek pendidikan sangat penting, tetapi subyek tidak mau lagi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dikarenakan subyek memiliki tanggungan keluarga dirumah, dan adik-adik yang masih bersekolah. Dengan umur yang sudah berkepala tiga, subyek belum dikaruniai seorang anak dari istrinya. Bila mempunyai anak nanti subyek tidak akan menekan anaknya untuk melanjutkan usahannya, karena setiap orang memiliki hak untuk mengembangkan kemampuan dibidangnya masingmasing. Subyek juga mengatakan bahwa tidak ada yang paling kaya diantara pedagang ikan hias di pasar ikan hias Gunungsari. Semuannya hampir sama, walaupun penghasilannya tinggi namun pengeluaran juga tinggi. Didalam mengurus ikan diperlukan kecepatan, tidak bisa dilakukan secara santai karena bila tidak segera dirawat pasca tiba di lokasi pasar, maka kebanyakan ikan akan loyo, atau lemas yang bisa berdampak kematian. setiap pedagang yang memiliki ikan dalam jumlah banyak, biasannya memiliki pekerja sendiri untuk membantu mengurusnya. Subyek sendiri mengaku memiliki 3 pekerja, sehari digaji sekitar Rp. 50.000,- pekerja berasal dari saudara sendiri. jika membantu berdagang dan mengangkut sampai ke Surabaya, akan mendapat bonus diluar gaji. sehingga berkembang seperti sekarang ini. ikan yang dijual pun semakin bervariasi. Penghasilan subyek setiap hari Rabu atau Sabtu itu kurang lebih sekitar Rp. 500.000,- . ikan yang dijual subyek kebanyakan berasal dari beternak sendiri, hanya sebagian kecil yang berasal dari membeli di pengepul. Subyek juga melakukan pembesaran ikan. ikan yang dibeli subyek dari kecil dipelihara untuk dibesarkan kemudian dijual dengan harga yang lebih tinggi. Dengan beternak sendiri, subyek mendapat keuntungan yang lebih banyak. Subyek kedua dan subyek ketiga mempunyai kendaraan sendiri untuk mengangkut ikan hias dagangan mereka dari tempat asal, sehingga subyek tidak perlu mengeluarkan biaya sewa kendaraan atau sewa mobil untuk mengangkut ikan ke Surabaya. Alasan subyek mengapa memilih berdagang di Surabaya karena Surabaya sudah terkenal sebagai sentra pasar ikan hias, sejak di Irba sampai ditempat yang sekarang ini yaitu di Pasar ikan hias Gunungsari. Dari subyek kedua dan subyek ketiga, mereka berdagang sendiri di pasar ikan hias Gunungsari, artinya tidak ada anggota keluarga yang ikut berdagang, hanya pekerjanya yang membantunya. Beban tanggungan subyek yang ketiga terdapat 6 anggota keluarga, setiap bulannya pengeluaran untuk keluarga kurang lebihnya sekitar Rp. 2.000.000,-. Untuk modal pertama subyek memperoleh dari meminjam kepada saudaranya, hingga akhirnya bisa mandiri seperti sekarang ini. Pak Ahmad Sugianto Subyek yang keempat ini memiliki cerita berbeda untuk menjadi pedagang grosiran pasar ikan hias Gunungsari. Pak Ahmad Sugianto yang memiliki nama panggilan Totok, umur 34 tahun dan berlatar belakang pendidikan SMK. Melihat latar belakang pendidikannya subyek merupakan pedagang yang berkecukupan. Subyek mempunyai seorang istri dan 2 orang anak, saat ini sang istri sedang mengandung anak ketiga. Dahulu subyek tinggal di Surabaya daerah Kalibokor, dan sekarang bertempat tinggal di Kediri. Subyek menjelaskan bahwa memilih sebagai pedagang ikan hias ini karena inisiatif sendiri, pada tahun 2001 subyek mengawali berdagang ikan, karena pada saat itu tren ikan louhan terkenal di kalangan penghobi ikan hias. Subyek tidak memiliki modal dalam berdagang, sistem yang digunakan subyek keempat adalah membawa barang atau ikannya terlebih dahulu untuk dijual, dan hasilnnya baru diberikan kepada pengepul (sistem bagi hasil). Dengan sistem seperti ini subyek mudah dalam menjalankan usaha serta membangun kepercayaan terhadap supplier ikan hias. selama ini subyek hanya pernah sekali meminjam di bank, dan modal tersebut digunakan untuk membeli alat transportasi berupa mobil pick up. Subyek bekerja sendiri dan tidak melibatkan keluarga dalam berdagang ikan hias. alasan berdagang di Surabaya karena pasarnya sudah berdiri di Surabaya sejak lama, sejak di Irba sampai di pasar ikan hias Gunungsari ini. Pak Sutrisno Subyek yang ketiga ini adalah rekomendasi dari pak joyo (subyek kedua) karena menurut pak joyo, pak Tris ini sudah termasuk lama berdagang ikan hias. Latar belakang pendidikan pak Tris adalah lulusan SD, dahulu keluarga subyek termasuk ke dalam keluarga miskin. artinya keluarga yang berpenghasilan rendah. Subyek berasal dari Tulungagung desa Karangrejo, mempunyai satu istri dan satu orang anak laki-laki. Subyek memiliki pengalaman berdagang ikan selama 20 tahun, sejak berdagang di Irba hingga sekarang di pasar ikan hias Gunungsari. Subyek mempunyai satu orang anak dan sudah bekerja. tetapi pekerjaan sang anak tidak sama dengan ayahnya yang berdagang ikan hias, anaknya bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik. Subyek memilih bekerja sebagai pedagang ikan hias ini untuk mencukupi kebutuhan ekonominya. Faktor lain adalah karena usia yang tidak memungkinkan subyek bekerja berat. Subyek yang ketiga ini memiliki latar belakang pendidikan SD, Subyek hanya berbekal pengalaman menekuni pekerjaan menjual ikan ini dengan baik ANALISIS DATA 88 Karakteristik Pedagang Ikan Hias Grosiran Berdagang Di Pasar Ikan Hias Gunungsari Surabaya Jarak tempat tinggal Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pedagang ikan hias grosiran memiliki jarak tempat tinggal dengan lokasi petani/pengepul ikan hias yang dekat. Meskipun jarak lokasi penjualan yang relatif jauh dari tempat tinggal pedagang, faktor harga jual dan jumlah konsumen yang tinggi menyebabkan pedagang ikan hias grosiran dating ke Surabaya untuk berdagang. Fasilitas berupa stan yang dikhususkan untuk pedagang grosiran di pasar ikan hias Gunungsari Surabaya memberi kemudahan bagi pedagang ikan hias untuk berdagang. Jika melihat teori yang diungkapkan menurut August Losch yang menyatakan bahwa lokasi industri harus berada di dekat pasar, maka tidak demikian yang terjadi pada para pedagang pasar ikan hias Gunungsari. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa para pedagang berasal dari lokasi yang berjarak 50 hingga 300 Kilometer. sebagai contoh jarak kota Surabaya dengan Blitar sejauh 130 Kilometer. Jarak kota Surabaya Dengan Tulungagung sejauh 145 Kilometer. Dengan demikian teori yang diungkapkan oleh August Losch bertentangan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Karakteristik Sosial Pendidikan Dari data di atas dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir pedagang ikan hias grosiran Gunungsari Surabaya mayoritas setingkat SMA/SLTA/SMK. Dengan Mayoritas Pendidikan SMA seharusnya dapat memperoleh pekerjaan. Namun karena faktor tingginya persaingan kerja dan melanjutkan usaha turun temurun, maka pedagang grosiran pasar ikan hias Gunungsari lebih memilih berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup ketimbang bekerja di sebuah perusahaan. Faktor pendukung lain adalah kemudahan akses mendapat barang dagangan. Banyak pedagang ikan hias yang berasal dari satu desa dan dari desa tempat tinggalnya terdapat petani ikan /pengepul yang memudahkan pedagang mendapat barang dagangan untuk dijual kembali di pasar ikan hias Gunungsari. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pendidikan dengan pekerjaan seseorang terdapat korelasi / hubungan. Semakin rendah tingkat pendidikan sesorang maka akan semakin tinggi resikonya dalam bekerja. Subri menyatakan (2006) pendidikan memberikan sumbangan langsung kepada pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja. Pendidikan juga diharapkan mampu mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat peningkatan kemampuan manusia dan motivasi untuk berprestasi Keterkaitan Anggota Keluarga Data di lapangan menunjukkan bahwa ada keterkaitan anggota keluarga dalam usaha berdagang ikan hias grosiran di Gunungsari Surabaya. Salah satu informan mengungkapkan tenaga kerja yang dimilikinya masih sanak keluarga. Dirinya menjelaskan lebih mempercayai keluarga sendiri untuk ikut bekerja dengannya. Anggota keluarga yang terlibat akan memudahkan proses bekerja. Informan lain menuturkan dengan berdagang bersama maka biaya transportasi dari kota asal dapat ditanggung bersama Tidak jauh berbeda dengan pekerjaan turun temurun. Narwoko dan Suyanto (2006) menyatakan Adanya fungsi ekonomi keluarga maka hubungan di antara anggota keluarga tidak hanya sekedar hubungan yang dilandasi kepentingan untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi juga memandang keluarga sebagai sistem hubungan kerja. (Narwoko, Dwi & Bagong Suyanto, 2006: 236). Keterampilan (skill) Dari pemaparan yang diberikan informan keterampilan memberi modal bagi seseorang untuk bekerja. Dengan mengembangkan keterampilan mengelola ikan hias baik baik saat pengiriman maupun saat dibawa kembali ke lokasi asal, maka pedagang ikan hias grosiran dapat memperbaiki kualitas ikan hias yang dijual. Subri menyatakan (2006) pendidikan memberikan sumbangan langsung kepada pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja. Pendidikan juga diharapkan mampu mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat peningkatan kemampuan manusia dan motivasi untuk berprestasi Karakteristik Ekonomi Pendapatan Dari pernyataan informan yang berhasil peneliti dapatkan, pendapatan yang dihasilkan dari berdagang ikan hias grosiran di pasar ikan hias Gunungsari cukup besar Berkisar 300.000 hingga 1.000.000 di hari pasaran. jika dibandingkan UMR kota masing masing maka hasil yang didapat cukup menjanjikan, terdapat kerjasama dengan pedagang ikan hias stan gedung yang ikut mengambil ikan dalam partai untuk dijual kembali dari pedagang ikan hias grosiran. Permintaan tetap dari pedagang stan gedung menjadi pendapatan tetap jika berdagang di hari pasaran Pekerjaan turun temurun Penuturan informan menunjukkan bahwa pekerjaan turun temurun ikut menentukan jenis pekerjaan. Pekerjaan turun temurun memberi kepastian pekerjaan tetap dan kemudahan dalam menjalankan usaha karena usaha yang sudah berjalan sebelumnya, sehingga keturunan hanya perlu meneruskan usaha yang sudah berjalan. Narwoko dan Suyanto (2006) menyatakan Adanya fungsi ekonomi keluarga maka hubungan di antara anggota keluarga tidak hanya sekedar hubungan yang dilandasi kepentingan untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi juga memandang keluarga sebagai sistem hubungan kerja. (Narwoko, Dwi & Bagong Suyanto, 2006: 236). Pengeluaran kebutuhan keluarga menjadi pengeluaran utama bagi pelaku usaha ikan hias grosiran di Gunungsari Surabaya. Biaya kulakan dan transportasi. Walaupun 89 Karakteristik Pedagang Ikan Hias Grosiran Berdagang Di Pasar Ikan Hias Gunungsari Surabaya keuntungan yang didapat cukup besar, beban pengeluaran untuk kulakan cukup tinggi, pedagang mengalokasikan biaya kulakan berkisar 500.000 hingga 2.000.000 untuk membeli ikan hias dari petani/pengepul ikan hias untuk dijual kembali. Resiko lain adalah ikan hias yang mati dalam perjalanan yang menambah beban pengeluaran terutama bagi pedagang ikan hias yang bekerjasama bagi hasil menjualkan ikan hias dari petani ikan tidak langsung menyarankan lokasi industri tidaklah terlalu jauh dengan bahan baku, agar dapat memperoleh lokasi yang menghasilkan biaya minimum dalam transportasi (Tarigan, 2005) Alasan memilih berdagang ikan hias di Gunungsari Karena pasar dalam kota/desa kurang menguntungkan maka para pedagang memilih berdagang di Surabaya sebagai kota metropolitan di jawa timur. Harga jual yang tinggi di Surabaya membuat banyak pedagang ikan hias berbondong bondong berdagang sebagai pedagang kaki lima di beberapa lokasi seperti Irba dan patua. Namun penataan yang semrawut akhirnya membuat Pemerintah kota Surabaya membangun sentra pasar ikan hias Gunungsari dan merelokasi pedagang tersebut menuju pasar ikan hias Gunungsari. Jika melihat teori yang diungkapkan menurut August Losch yang menyatakan bahwa lokasi industri harus berada di dekat pasar, maka tidak demikian yang terjadi pada para pedagang pasar ikan hias Gunungsari. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa para pedagang berasal dari lokasi yang berjarak 50 hingga 300 Kilometer. sebagai contoh jarak kota Surabaya dengan Blitar sejauh 130 Kilometer. Jarak kota Surabaya Dengan Tulungagung sejauh 145 Kilometer. Dengan demikian teori yang diungkapkan oleh August Losch bertentangan dengan fakta yang terjadi di lapangan Modal Pengamatan di lapangan menunjukkan jika modal yang didapat pedagang ikan hias grosiran berasal dari berbagai sumber seperti bank, pinjaman keluarga/rekan maupun kepercayaan dari petani ikan hias. Kegiatan Jual beli di pasar ikan hias Gunungsari berjalan lancar dan masalah dana tersendat terjadi jika ikan yang dibawa banyak yang mati dalam perjalanan. Menurut informan kunci yang sekaligus sebagai kepala koperasi. Sebagian pedagang pasar ikan hias Gunungsari diberi kemudahan dari petani ikan/pengepul dari daerah asal mereka yaitu dengan membawa terlebih dahulu ikan hias dan baru menyetorkan hasilnya sekembalinya pulang dari Surabaya. Ikan yang mati akan dihitung sebagai kerugian. Dari hasil kerugian ini, para pedagang mengupayakan cara terbaik untuk menjaga ikan tetap hidup selama perjalanan. Namun beberapa pedagang yang nakal akan menjual ikan hias mereka dengan harga modal untuk menghindari kerugian jika ikan mati di jalan. Hal tersebut biasanya merenggangkan hubungan pedagang tersebut kepada sesamanya. Motif konsumen membeli di pedagang ikan hias Gunungsari Harga yang murah dalam kuantiti yang banyak menjadi alas an konsumen membeli di pedagang ikan hias grosiran pasar ikan hias Gunungsari Surabaya. Hari pasaran menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen karena pada hari pasaran jumlah pedagang yang berdagang ikan hias lebih banyak dari hari biasa Karena kehadiran pedagang grosiran. Adanya hari pasaran, lokasi yang sentral serta pilihan lebih banyak dan lebih murah, ikan hias yang dijual pedagang grosiran menjadi tujuan konsumen yang membeli untuk tujuan dijual kembali / reseller. Menurut Kotler (2003) menjelaskan bahwa keputusan konsumen dalam pembelian dipengaruhi oleh rangsangan berupa produk, harga, tempat dan promosi. Faktor Pendorong Motif Berdagang Ikan Hias Latar belakang usaha Latar belakang dari karakteristik sosial dan faktor usaha turun temurun menjadi pengaruh besar yang mempengaruhi pedagang ikan hias grosiran berdagang di pasar ikan hias Gunung sari Surabaya. Kemudahan mendapatkan ikan hias serta sudah tersedianya sentra ikan hias di Gunungsari mempermudah pedagang dalam aktivitas jual beli. Narwoko dan Suyanto (2006) menyatakan Adanya fungsi ekonomi keluarga maka hubungan di antara anggota keluarga tidak hanya sekedar hubungan yang dilandasi kepentingan untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi juga memandang keluarga sebagai sistem hubungan kerja. (Narwoko, Dwi & Bagong Suyanto, 2006: 236). Peran koperasi di pasar ikan hias Gunungsari Surabaya Koperasi di pasar ikan hias Gunungsari Surabaya didirikan untuk menjaga hubungan sesame pedagang. Dengan persaingan memperebutkan konsumen yang tinggi, maka diperlukan kestabilan harga agar setiap penjual memiliki kesempatan menjual yang sama. Dalam dunia dagang seringkali perbedaan harga yang jauh berbeda menimbulkan kerenggangan bahkan konflik diantara pedagang. Jika pedagang satu tidak memiliki jenis ikan hias yang diminta konsumen, maka pedagang tersebut dapat mengambil ikan hias dari pedagang lain kemudian dijual kepada konsumen dan membagi keuntungan sesuai kesepakatan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan munkner (1997) Koperasi adalah organisasi tolong menolong yang Asal ikan hias Ikan hias yang dijual mayoritas berasal dari sekitar lingkungan rumah mereka. Karena hasilnya yang menguntungkan maka munculnya kegiatan petani ikan yang diikuti para pedagang yang memanfaatkan keberadaan mereka untuk mencari rezeki. Dalam kuantiti petani yang dirasa memberatkan, muncul profesi pengepul ikan yang memudahkan untuk menyuplai stok ikan hias para pedagang. Dengan demikian pedagang memperoleh bahan baku dari tempat terdekat yang cocok dengan teori yang diungkapkan oleh Weber mengenai teori lokasi biaya minimum. dalam biaya transportasi tersebut secara 90 Karakteristik Pedagang Ikan Hias Grosiran Berdagang Di Pasar Ikan Hias Gunungsari Surabaya menjalankan urusan secara kumpulan dan aktivitas niaga semata mata bertujuan ekonomi bukan sosial seperti dalam gotong royong. Subri, Mulyadi 2006. Ekonomi Sumber daya manusia. Jakarta : Raja Grafindo Persada Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara PENUTUP Simpulan Pedagang ikan hias grosiran Gunungsari kota Surabaya adalah Pedagang kaki lima yang direlokasi menuju pasar ikan hias Gunungsari Surabaya. Mayoritas pedagang adalah pengusaha turun temurun sejak menjadi PKL hingga berdagang resmi di pasar ikan hias Gunungsari Surabaya. Pedagang grosiran menjaga tradisi hari Rabu dan Sabtu supaya mudah diingat konsumen mereka dan menambah daya tarik bagi pasar ikan hias Gunung sari Surabaya Weber, A. 1909. Theory of Location of Industries. Chicago: University of Chicago Press. Widodo, Bambang Sigit. 2012. Analisis Kapasitas Perencanaan Pendidikan dalam Penentuan Lokasi Sekolah dan Pengaturan Fungsi Bangunan di SMK (Studi Multikasus di SMKN 1 Geger Kabupaten Madiun, SMKN 1 Dlanggu Kabupaten Mojokerto dan SMKN 10 Kota Malang). Disertasi, Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, tidak dipublikasikan. Saran Kepada kepala pasar ikan hias Gunungsari Surabaya perlunya penambahan lahan parkir dikarenakan pada hari pasaran tempat parkir selalu penuh hingga menempati sisi jalan raya. Perlunya pelatihan beternak ikan hias agar ikan hias bagi pedagang grosiran agar ikan hias yang dijual pedagang lebih bervariatif dan meminimalisasi kerugian akibat harga rendah. pemerintah kota Surabaya segera merealisasikan untuk memperluas pasar ikan hias Gunungsari. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Daldjoeni, N. 1992 Seluk beluk masyarakat kota (Puspagram sosiologi kota dan ekologi sosial). Bandung : Alumni Jayadinata, Johara T. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan Dan Wilayah. Bandung: ITB . Kotler, Philip. 2003. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. Jilid 2.Terjemahan oleh Benyamin Molan. 2005. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia. Losch, August. 1954. Economics of location. London Munkner, 1997. Pengantar hukum koperasi. Bandung : Unpad Narwoko, Dwi & Bagong Suyanto. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan (edisi kedua). Jakarta: Kencana Pratjihno. 1985. Garis Besar tata-niaga umum di Indonesia. Jakarta : Djambatan Prawirosentono, Suyadi. 1997. Kebijakan kinerja karyawan. Yogyakarta : BPFE 91