bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen
Sejarah manajemen menurut William (2008:44) sebagai bidang studi
manajemen mungkin berusia 125 tahun, tetapi ide-ide dan praktek manajemen benarbenar telah digunakan sejak awal sejarah yang tercatat.
Robbins
dan
Coulter
(2012:36)
manajemen
mengacu
pada
proses
mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan
secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Griffin (2011:7) manajemen
adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumbersumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud
untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Dari pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen adalah
proses pengkoordinasian sekelompok orang dengan arahan-arahan untuk mencapai
tujuan perusahaan, secara efektif dan efisien. Perusahaan yang memiliki manajamen
yang baik adalah perusahaan yang mejalankan fungsi efektif dan efisien. Efisien
berarti menggunakan berbagai sumber daya secara bijaksana dan dengan cara yang
hemat biaya, sehingga produk atau jasa yang dihasilkan berkualitas tinggi namun
dengan biaya yang relatif rendah, sedangkan efektif berarti membuat keputusan yang
tepat dan mengimplementasikannya dengan sukses.
Menurut Samson dan Richard (2012:6) Manajer memiliki tantangan dan
peluang, apapun ukuran dan industri atau sektor yang mereka bekerja, harus dapat
mempertimbangkan mengenai tantangan baru di temat kerja di pemerintahan, bisnis
dan individu, yaitu dengan tiga tingkatan:
- Tantangan dalam Pemerintahan
- Tantangan dalam Bisnis
- Tantangan dalam Individual sebagai Karyawan
7
8
2.1.1 Manajemen Operasi
Jika menurut Prasetya dan Lukiastuti (2009:35) manajemen operasi adalah
serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan
mengubah input menjadi output. Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa
berlangsung di semua organisasi, baik perusahaan manufaktur maupun jasa.
Unsur-unsur pokok yang terkandung dalam definisi tersebut, yaitu:
1. Kontinu, berarti manajemen produksi dan operasi bukan suatu kegiatan yang
berdiri sendiri. Keputusan manajemen bukan merupakan tindakan sesaat,
melainkan tindakan yang berkelanjutan (kontinu).
2. Efektif, berarti segala pekerjaan harus dilakukan secara tepat dan sebaikbaiknya, serta mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan.
3. Fungsi manajemen, berarti kegiatan manajemen produksi dan operasi
memerlukan pengetahuan yang luas, mencakup planning, organizing,
actuating dan controlling. Dalam pelaksanaannya, berbagai sumber daya
diintegrasikan untuk menghasilkan barang dan jasa.
4. Efisien, berarti manajer produksi dan operasi dituntut untuk mempunyai
kemampuan kerja secara efisien agar dapat mengoptimalkan penggunaan
sumber daya dan memperkecil limbah.
5. Tujuan, berarti kegiatan manajemen produksi dan operasi harus mempunyai
tujuan untuk menghasilkan suatu produk sesuai yang direncanakan.
Sedangkan menurut Schroeder (2008: 23) memberikan penekanan terhadap definisi
kegiatan produksi dan operasi pada 3 hal, yaitu :
1. Pengelolaan fungsi organisasi dalam menghasilkan barang dan jasa.
2. Adanya sistem transformasi yang menghasilkan barang dan jasa.
3. Adanya pengambilan keputusan sebagai elemen penting dari manajemen
operasi.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen operasi merupakan
suatu kegiatan yang berhubungan dengan penciptaan, atau pembuatan barang, jasa
atau kombinasinya melalui proses transformasi dari masukan sumber daya produk
menjadi keluaran yang diinginkan. Umpan balik dari konsumen dan informasi
mengenai performa produk dan jasa tersebut digunakan untuk melakukan
penyesuaian yang berkelanjutan terhadap input, proses transformasi dan output,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3.
9
Gambar 2.1 Proses Transformasi Input Menjadi Output
Sumber: Reid (2012: 3)
Murthy (2005,p5-7), Manajemen operasi adalah bentuk konversi dari input ke
output dengan menggunakan bahan baku sehingga memberikan utilitas dari yang
diinginkan dari bentuk, tempat, kepemilikan atau negara atau kombinasi dari
semuanya kepada pelanggan dan yang untuk sementara memenuhi tujuan organisasi
lainnya seperti efektifitas, efisisensi, dan adaptasi.
2.1.2 Manajemen Persediaan
2.1.2.1 Pengertian Persedian
Persediaaan menurut Sundjaja (2007:379), persediaan meliputi semua barang
atau bahan yang diperlukan dalam proses produksi dan distribusi yang digunakan
untuk proses lebih lanjut atau dijual. Sedangkan pesediaan menurut Herjanto
(2007:237), persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan
digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses
produksi atau perakitan, untuk dijual kembali atau suku cadang dari peralatan atau
mesin.
Persediaan merupakan suatu sumber daya yang disimpan yang digunakan
untuk menghilangkan kebutuhan saat ini atau kebutuhan yang akan datang.
Persediaan diatas termasuk bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi.
Ketika menentukan permintaan dari suatu barang, ini merupakan informasi yang
memungkinkan untuk dapat menentukan permintaan dari suatu barang, dan
menentukan jumlah barang mentah yang akan dibutuhkan untuk membuat barang
jadi tersebut.
Persediaan pada umumnya merupakan salah satu jenis aktiva lancar yang
jumlah nya cukup besar dalam suatu perusahaan. Hal ini mudah dipahami karena
10
persediaan merupakan faktor penting dalam menentukan kelancaran operasi
perusahaan. Persediaan adalah bentuk investasi, dimana keuntungan (laba) ini bisa
diharapkan melalui penjualan dikemudian hari. Oleh sebab itu pada kebanyakan
perusahaan sejumlah minimal persediaan harus dipertahankan untuk menjamin
kontinuitas dan stabilitas penjualannya.
Mengendalikan persediaan yang tepat bukan hal yang mudah. Apabila jumlah
persediaan terlalu besar yang dapat mengakibatkan timbulnya dana yang tertanam
dalam persediaan, meningkatnya biaya penyimpanan dan risiko kerusakan barang
yang lebih besar. Namun, jika persediaan terlalu sedikit mengakibatkan risiko
terjadinya kekurangan persediaan (stockout) karena seringkali barang tidak dapat
didatangkan secara mendadak dan sebesar yang dibutuhkan sehingga dapat
menyebabkan terjadinya proses produksi, tertundanya penjualan, bahkan hilangnya
pelanggan.
Sebagaimana keputusan manajemen operasi lainnya, kebijaksanaan yang
paling efektif dengan mencapai keseimbangan diantara berbagai kepentingan dalam
perusahaan. Pengendalian persediaan harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat
melayani kebutuhan bahan/barang yang tepat dan dengan biaya yang rendah.
Pengendalian persediaan berfungsi menentukan tingkat persediaan yang sesuai,
dimana pemesanan harus dilakukan kembali, persediaan pengaman, pendataan
singkat dan kondisi persediaan.
2.1.2.2 Fungsi Persediaan
Menurut Herjanto (2007:238), beberapa fungsi penting yang dikandung oleh
persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, sebagai berikut:
1.
Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang
yang dibutuhkan perusahaan.
2.
Menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
3.
Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau biasa disebut
inflasi.
4.
Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga
perusahan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.
5.
Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan diskon kuantitas.
11
6.
Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang
diperlukan.
2.1.2.3 Biaya-Biaya Persediaan
Menurut Fredy Rangkuti (2004, p16-p18), ada 4 jenis biaya persediaan, yaitu:
1. Biaya penyimpanan (Holding cost atau Carrying cost), yaitu terdiri atas
biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan.
Biaya penyimpanan per-periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan
yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi.
Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah sebagai
berikut:
a. Biaya
fasilitas-fasilitas
penyimpanan
(termasuk
penerangan
pendingin ruangan dan sebagainya).
b. Biaya modal (Opportunity Cost of Capital), yaitu alternatif
pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.
c. Biaya keusangan.
d. Biaya perhitungan fisik.
e. Biaya asuransi persediaan.
f. Biaya pajak persediaan.
g. Biaya pencurian, kerusakan, atau pencurian.
h. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya.
2. Biaya pemesanan atau pembelian (Ordering Cost atau Procurement Cost),
biaya- biaya ini meliputi:
a. Pemprosesan pesanan dan biaya ekspedisi.
b. Upah.
c. Biaya telepon.
d. Pengeluaran surat menyurat.
e. Biaya pengepakan dan penimbangan.
f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan.
g. Biaya pengiriman kegudang.
h. Biaya utang lancar dan sebagainya.
Pada umumnya, biaya pemesanan (diluar biaya bahan dan potongan kuantitas)
tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi apabila semakin banyak
komponen yang dipesan setiap kali pesan. Jumlah pesanan per periode turun, maka
12
biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang
dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
3. Biaya penyiapan (Set-up Cost).
Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri
“dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk
memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari:
a. Biaya mesin-mesin menganggur.
b. Biaya penyiapan tenaga kerja langsung.
c. Biaya penjadwalan.
d. Biaya ekspedisi dan lain sebagainya.
4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (Shortage Cost)\
Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (Shortage Cost) adalah biaya yang
timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biayabiaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut:
a. Kehilangan penjualan.
b. Kehilangan pelanggan.
c. Biaya pemesanan khusus.
d. Biaya ekspedisi.
e. Selisih harga.
f. Terganggunya operasi.
g. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.
2.1.2.4 Tujuan Pengendalian Persediaan
Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah
tentu mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Menurut pendapat Assauri (2004,p177)
tujuan pengendalian persediaan secara terperinci dapat dinyatakan sebagai usaha
untuk:
a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat
mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
b. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang ditimbulkan dari persediaan
tidak terlalu besar.
13
c. Menjaga agar pembelian kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan
berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
Dari kegiatan diatas dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian
persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahanbahan barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya
minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan. Dengan kata lain
pengendalian persediaan untuk menjamin terdapatnya persediaan pada tingkat
yang optimal agar produksi dapat berjalan dengan lancar dan biaya persediaan
adalah minimum.
2.1.2.5 Model-Model Persediaan
Perusahaan manufaktur dalam
menjalankan
usahanya
membutuhkan
persediaan mulai dari keperluan bahan mentah sampai pada barang jadi.
Manajemen persediaan ini bertujuan unutuk membantu perusahaan dalam
meningkatkan dan memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen.
Pengadaaan stok barang-barang agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan,
karena jika terjadi kekurangan pelanggan akan merasa tidak puas atas badan usaha
tersebut. Sebaliknya jika terjadi kelebihan stok bisa menimbulkan kerusakan
terhadap barang-barang tersebut dan biaya yang dikeluarkan tidak seimbang dengan
hasil penjualan.
Disamping itu, harus diperhatikan juga segi-segi meminimalkan biayanya
sebab banyak biaya yang diperlukan dalam mengadakan stok barang tersebut. Di
antara biaya pembelian, biaya pengadaan atau pemesanan, biaya penyimpanan, dan
biaya kehilangan penjual. Untuk itu maka diperlukan metode persediaan yang dapat
mengantisipasi penentuan diadakannya persediaan pada perusahaan tersebut.
Model persediaan pada manajemen persediaan menurut pendapat Rangkuti
(2004, p116):
1. Prosedur Perolahan Bahan
Seluruh pembelian bahan dalam suatu perusahaan dilaksanakan oleh
Departemen/Divisi
Pembelian.
Untuk
memperoleh
laporan
pertanggungjawaban yang lengkap mengenai penggunaan seluruh bahan yang
dibeli, diperlukan sistem yang sistematis. Dengan demikian, pembelian,
pemakaian, maupun pemanfaatannya dapat dilaksanakan secara cepat dan
14
optimal.
2. Penyimpanan dan Penggunaan Bahan
Setelah semua bahan diterima oleh bagian gudang disertai dengan salinan
proposal penerimaannya dari Departemen Penerimaan dan Pemeriksaan,
barang- barang atau bahan disimpan secara cermat yaitu:
- Barang disimpan dalam berdasarkan nomor perkiraan bahan;
- Frekuensi penggunaan bahan;
- Sifat, ukuran, dan bentuk bahan tersebut
3. Penentuan Harga Pokok persediaan
Penentuan harga pokok persediaan sangat tergantung dari metode penilaian
yang dipakai, yaitu metode FIFO (First In, First Out), metode LIFO (Last In,
First Out) atau metode harga pokok rata-rata (Average Cost Method).
4. Pemilihan Metode Penerapan Harga Pokok Persediaan yang Sesuai
Sebelum menentukan pilihan terhadap metode penerapan harga pokok yang
sesuai, penting membandingan harga pokok rata-rata per unit untuk ketiga
metode diatas.
5. Metode Harga Ecer untuk Penentuan Harga Pokok Persediaan
Metode ini pada umumnya digunakan oleh retailer atau perusahaan dagang
eceran, misalnya pasar swalayan, department store dan sebagainya.
6. Penilaian Persediaan Berdasarkan Metode Laba Kotor
Selain metode perkiraan persediaan yang telah disebutkan, jumlah persediaan
juga dinilai berdasarkan penaksiran laba kotor. Apabila persentase laba kotor
diketahui, nilai penjualan dalam suatu periode tertentu dapat dipecahkan
dalam dua unsur, yaitu:
a. Laba kotor
b. Harga pokok barang yang dijual
7. Material Requirement Planning (Perencanaan Kebutuhan Material)
Material Requiremen Planning (MRP) dapat mengatasi masalah-masalah
kompleks yang timbul dalam persediaan yang memproduksi banyak. Masalah
ini antara lain kebingungan, inefesiensi, pelayanan yang tidak memuaskan
para konsumen. MRP dapat menghasilkan banyak keuntungan, seperti
mengurangi persediaan dan biaya gabungannya (inventory holding cost)
karena biaya itu hanya sebesar materi dan komponen yang dibutuhkan dan
bahkan bila memungkinkan tidak ada biaya sama sekali.
15
2.2 Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning or
MRP)
2.2.1 Pengertian MRP
Menurut Heizer dan Render (2005, p260) Perencanaan Kebutuhan Material
(Material Requirement Planning – MRP) merupakan sebuah teknik permintaan
terikat yang menggunakan daftar kebutuhan bahan, persediaan, penerimaan yang
diperkirakan dan jadwal produksi induk untuk menentukan kebutuhan material.
Sedangkan menurut Herjanto (2004, p257) Perencanaan Kebutuhan Material
(Material Requirement Planning – MRP) adalah suatu konsep dalam manajemen
produksi yang membahas cara tepat dalam merencanaan kebutuhaan barang dalam
proses produksi, sehingga barang yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang
direncanakan.
Menurut pendapat Tampubolon (2004, p213): “Perencanaan kebutuhan bahan
baku (MRP) merupakan komputerisasi sistem persediaan seluruh bahan yang
dibutuhkan dalam proses konversi suatu perusahaan, baik usaha manufaktur
ataupun perusahaan jasa”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa MRP
merupakan suatu perencanaan produksi untuk sejumlah produk jadi yang
diterjemahkan ke barang mentah (komponen) yang dibutuhkan yang dibutuhkan
dengan menggunakan waktu tenggang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa
banyak yang dipesan untuk masing- masing komponen suatu produk yang akan
dibuat.
2.2.2 Tujuan MRP
Menurut pendapat Tampubolon (2004,p214) tujuan dari sistem MRP adalah:
1. Membatasi jumlah kebutuhan bahan atau komponen sehingga sesuai dengan
kebutuhan produk yang akan dihasilkan.
2. Mengurangi
hambatan
proses produksi
dengan mencegah
keterlambatan penyampaian (delivery) produk kepada pelanggan.
3. Meningkatkan efesiensi operasional perusahaan.
16
Gambar 2.2 Material Requirement Planning
Sumber: Taylor (2003:552)
Proses kerja MRP banyak dipengaruhi oleh berbagai hal guna mendukung
system MRP yang terintegrasi dan untuk tujuan yang berguna bagi kelancaran
proses produksi khususnya dalam efisiensi biaya produksi. Untuk itu dalam
pengelolaan data sistem MRP pada pembuatan suatu produk dibutuhkanlah datadata yang mendukung dan menunjang sistem ini untuk dapat diperhitungkan secara
akurat, untuk itu data-data yang diperoleh haruslah data aktual yang berkaitan
seputar jadwal produksi induk (Master Production schedule), daftar kebutuhan
bahan (BOM), item master, data pesanan-pesanan, dan data kebutuhan. Setelah
semua data itu terkumpul kemudian data tersebut di olah pada sistem MRP dengan
melihat perencanaan kapasitas produksi yang tepat, kemudian output berupa
informasi (report) dari laporan itu berguna sebagai laporan normal yang
digunakan untuk persediaan dan kontrol produksi ataupun perencanaan proses kerja
dari MRP dimasa mendatang.
17
2.2.3 Komponen MRP
Menurut Hendra (2009), komponen-komponen yang ada dalam MRP dibagi
kedalam 3 bagian utama, sebagai berikut :
1.
Data Persediaan (Inventory Record File)
Data ini menjadi landasan untuk pembuatan MRP karena memberikan
informasi tentang jumlah persediaan bahan baku dan barang jadi yang
aman (minimum) serta keterangan lainnya, seperti: (1) kapan kita
mendapat kiriman barang; (2) berapa jangka waktu pengiriman barang
(lead time); (3) berapa bear kelipatan jumlah pemesanan barang (lot
size). Semua keterngan itu mendukung penyusunan MRP yang tepat
sehingga sesuai dengan tujuan awalnya untuk merencanakan jumlah dan
waktu pesanan bahan baku yang tepat agar proses produksi tidak
terlambat.
2.
Jadwal Produksi (Master Production Schedule)
MPS digunakan untuk mengetahui jadwal masing-masing barang yang
akan diproduksi, kapan barang tersebut akan dibutuhkan sehingga dapat
kita gunakan sebagai landasan penyusunan MRP.
3.
Bill of Material File (BOM)
BOM digunakan Untuk mengetahui susunan barang yang akan diproduksi,
menggunakan bahan apa saja, apakah bahan tersebut langsung kita beli
atau kita buat dengan bahan dasar yang lain sehingga jelas dalam
menentukan pemesanan bahan-bahan baku agar produksi tetap berjalan.
2.2.4 Proses MRP
Menurut Hendra (2009), langkah - langkah dasar dalam penyusunan proses
MRP:
•
Netting (kebutuhan bersih): Proses perhitungan kebutuhan bersih untuk setiap
periode selama horison perencanaan.
•
Lotting (kuantitas pesanan): Proses penentuan besarnya ukuran jumlah
pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yan
dihasilkan.
18
•
Offsetting (rencana pemesanan) : Bertujuan untuk menentukan kuantitas
pesanan yang dihasilakan proses lotting. Penentuan rencana saat pemesanan
ini diperoleh dengan cara mengurangkan saat kebutuhan bersih yang harus
tersedia dengan waktu ancang-ancang (Lead Time).
•
Exploding: Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat
(level) yang lebih bawah dalam suatu struktur produk, serta didasarkan atas
rencana pemesanan.
Adapun teknik-teknik yang dipakai untuk mengukur proses-proses dalam
MRP, sebagai berikut :
Teknik-teknik yang dipakai dalam penentuan ukuran Lotting ini antara lain:
1. Fixed Order Quantity (FOQ).
Dalam metode FOQ, ukuran lot ditentukan secara subjektif. Berapa
besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau instuisi.
Tidak ada teknik yang dapat dikemukakan untuk menentukan berapa ukuran
lot ini. Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat
digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot
ditetapkan, maka lot ini akan digunakan untuk seluruh periode selanjutnya
dalam perencanaan. Berapa pun kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan
tetap sebesar lot yang telah ditentukan tersebut. Metode ini dapat
ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanannya sangat mahal.
2. Lot For Lot (LFL)
adalah ukuran pemesanan yang dilakukan adalah sebesar kebutuhan bersih
pada periode tersebut. Metode ini pada umumnya mengurangi biaya
simpan karena ukuran pemesanan dipakai habis untuk periode tersebut.
3 . Economic Order Quantity (EOQ)
adalah ukuran pemesanan dihitung dengan suatu rumus dimana biaya yang
minimal dapat dicapai apabila kebutuhan dalam bentuk yang sama untuk
setiap periode. Bagi kebutuhan persediaan yang diketahui besarnya dan
seragam dari satu periode ke periode lain, ukuran lot yang optimal dapat
dicari dengan menggunakan metode EOQ, namun bagi permintaan yang
tidak seragam, metode EOQ tidak sesuai karena umumnya tidak memberikan
hasil yang optimal. Penetapan ukuran lot dengan teknik ini sangat populer
sekali dalam sistem persediaan tradisional. Metode EOQ ini biasanya
19
digunakan untuk horizon perencanaan selama satu tahun sebesar 12 bulan.
Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan dan perbandingan
biaya pesan dan simpan sangat besar.
4. Fixed Period Requirement (FPR)
adalah jangka waktu pemesanan ditentukan secara bebas, tetapi berulang
secara
tetap. Ukuran pemesanan sesuai jumlah kebutuhan pada jangka
waktu yang ditentukan tersebut.
5. Period Order Quantity (POQ).
Sistem period order quantity ini merupakan perbaikan
economic
order
quantity
(EOQ),
teknik
dari
sistem
POQ berprinsip pada
penentuan frekuensi pemesanan pertahun yang diperoleh dengan cara
membagi jumlah periode dengan frekuensi pemesanan.
Adapun format kebutuhan perencanaan (Gaspersz, 2004), sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement PlanningMRP)
Sumber: Production planning and Inventory Control Berdasarkan Sistem
Terintegrasi MRP II dan JIT
Menurut pendapat Gaspersz (2004, p180), mekanisme proses MRP adalah
sebagai berikut:
1. Waktu Tunggu (Lead Time)
Waktu tunggu (lead time) merupakan jangka waktu yang dibutuhkan
sejak MRP menyarankan suatu pesanan samapi item yang dipesan itu siap
untuk digunakan.
20
2. Persediaan yang Ada (On Hand)
Persediaan yang ada (On Hand) merupakan persediaan yang ada yang
menunjukan kuantitas dari item yang secara fisik ada dalam gudang
(stockroom).
3. Ukuran Lot (Lot Size)
Ukuran lot merupakan kuantitas pesanan (Order Quantity) dari item yang
memberi informasi kepada MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan
serta teknik ukuran lot (Lot Sizing) apa yang akan dipakai.
4. Stok Pengaman (Safety Stock)
Stok pengaman merupakan stok yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk
mengatasi fluktuasi dalam permintaan dan/atau penawaran.
5. Horison Perencanaan (Horizon Planning)
Horizon perencanaan merupakan banyaknya waktu ke depan yang terdapat
dalam perencanaan.
6. Kebutuhan Kotor (Gross Requirement)
Kebutuhan kotor merupakan total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan
yang terantisipasi (Anticipated Requirement) untuk setiap priode waktu
bagian (parts) tertentu dapat mempunyai kebutuhan kotor yang meliputi
permintaan bebas (independent demand) dan permintaan tak bebas (dependent
demand).
7. Perhitungan Persediaan yang Ada (Projected On Hand)
Perhitungan persediaan yang ada ini dapat dihitung berdasarkan formula:
Projected On Hand = On Hand pada awal periode + Rencana Masukan
(Schedule Receipts) – Permintaan Kotor (Gross Requirement)
8. Perhitungan Ketersediaan Bahan (Project Available)
Perhitungan ketersediaan bahan merupakan kuantitas yang diharapkan ada
dalam persediaan pada akhir periode, dan tersedianya untuk penggunaan
dalam periode selanjutnya. Project Available dihitung berdasarkan formula
Project Available = On Hand pada awal periode (Project Available pada
periode sebelumnya) + Schedule Receipt periode sekarang + Planned Order
Receipts periode sekarang – Gross Requirement periode sekarang.
9. Kebutuhan Bersih (Net Requirement)
Kebutuhan bersih merupakan kekurangan material yang diproyeksikan untuk
periode ini, sehingga perlu diambil
tindakan ke dalam perhitungan
21
rencana penerimaan pesanan (planned order receipt) agar menutupi
kekurangan pada periode ini. Net Requirement dapat dihitung dengan
formula:
Net Requirement = Gross Requierement + Alokasi (Alocation) +
Safety Stock – Schedule Receipts – Project Available pada akhir
periode lalu.
10. Perencanaan Penerimaan Pesanan (Planned Order Receipt)
Perencanaan penerimaan pesanan merupakan kuantitas pesanan pengisian
kembali (pesanan manufakturing atau pesanan pembeli) yang telah
direncanakan oleh MRP untuk diterima pada periode tertentu guna memenuhi
kebutuhan bersih (Net Requirement).
11. Rencana Keluarnya Pesanan (Planned Order Release)
Rencana keluarnya pesanan merupakan kuantitas planned order yang
ditempatkan atau dikeluarkan pada periode tertentu, agar item yang dipesan
itu akan tersedia pada saat dibutuhkan.
2.2.5 Output MRP
Menurut pendapat Heineke (2005, p250) dari proses MRP dihasilkan dua
output MRP yaitu Primary Report dan Secondary Report.
1. Laporan Primer (Primary Report)
Laporan primer adalah hal utama atau laporan normal yang digunakan
untuk persediaan dan control produksi, yang termasuk laporan ini adalah:
a. (Planed order), rencana pemesanan untuk masa yang akan datang
b. (Order release notice), pesanan yang
menunjukan
dikeluarkan,
yang
kapan harus dilaksanakan perencanaan pemesanan
(planned order).
c.
(Changes in due dates), perubahan pada rencana pemesanan,
penjadwalan ulang (dikarenakan keadaan cuaca atau lalu lintas).
d. (Concellations
or
suspension),
pembatalan
pesanan
terbuka
dikarenakan adanya pembatalan dari jadwal induk (MPS).
e. (Inventory status data), data keadaan persediaan.
2. Laporan Sekunder (Secondary Report)
Laporan sekunder adalah
laporan
tambahan
dimana
MRP
dapat
22
memilih program-programnya:
a. (Planning
report),
laporan
perencanaan
digunakan
untuk
meramalkan dan menetapkan kebutuhan persediaan di masa yang akan
datang.
b. (Performance report), laporan
pengendalian
yang
menentukan
waktu pelaksanaan yang digunakan untuk mengevakuasi sistem
operasi
antara lamanya waktu menunggu komponen bahan baku
(lead time) dengan jumlah yang telah dipakai serta biayanya.
c. (Exception report), laporan
penolakan
memberikan
informasi
tentang adanya kesalahan keterlambatan pesanan, bahkan sisa dan
komponen yang tidak ada, serta pengecualian untuk syarat-syarat
pembelian.
2.3 Kerangka Pemikiran
PT. Kaibon Indah
Master Production
Schedule
Perencanaan Data
Bill Of
Ketersediaan
Persediaan
(Stok)
Order
MRP Planning
Programs
Analisis Perbandingan hasil
antara metode berjalan dengan
Hasil Analisis
Kesimpulan dan
Saran
Lead
Time
Download