IDENTIFIKASI KERUSAKAN PASCA GEMPA MENGGUNAKAN METODE OBJECT BASED IMAGE ANALYSIST(OBIA) (STUDI KASUS: PIDIE JAYA, ACEH) Prila Ayu Dwi Prastiwi1, Riantini Vitriana1,2, Dandy Aditya N.2, Agung Budi Harto1,2, Ketut Wikantika1,2 1 Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia 2 Center for Remote Sensing, Institut Teknologi Bandung, Indonesia Jalan Ganesha No.10, Kota Bandung, Jawa Barat 40132 Indonesia e-mail: [email protected] Abstrak Indonesia merupakan salah satu negara yang dilalui oleh pertemuan tiga lempeng aktif, yaituLempeng Indo-Australia, Lempeng Euro-Asia, danLempengPasifik. Kondisiitumenjadisalahsatupenyebab seringterjadinyabencanaalam, khususnyagempabumi. Padatanggal 7 Desember 2016 Kota Aceh kembali diguncang gempa bumi dengan kekuatan 6,5 skala richter. Gempa bumi tersebut mengakibat ratusan bangunan mengalami kerusakan. Saat ini teknologi penginderaan jauh sangat berperan dalam melakukan identifikasi kerusakan akibat gempa. Penelitian kali ini akan berfokus pada identifikasi kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh gempa bumi dengan menggunakan citra satelit beresolusi tinggi, yaitu citra Pleiades yang diambil tanggal 7 Desember 2016. Metode yang digunakan untuk identifikasi kerusakan bangunan adalah metode Object Based Image Analysist (OBIA). Pada proses klasifikasi, metode OBIA memandang objek tidak hanya berdasarkan nilai piksel saja melainkan berdasarkan bentuk, luasan, dan tekstur disekitarnya. Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa metode OBIA terbukti dapat mengidentifikasi kerusakan bangunan pasca gempa bumi secara cepat. Kata kunci: OBIA, Citra satelit, Klasifikasi, Kerusakan pasca gempa bumi Abstract Indonesia is located in a meeting point of three active tectonic plates, the Indo-Australian Plate, EuroAsia Plate, and the Pacific Plate. This condition causes frequent occurrence of natural disasters, especially earthquakes. On December 7, 2016 Aceh was hit by an earthquake with a magnitude of 6.5 richter scale. The earthquake affected damaged hundreds of buldings. Nowadays remote sensing technology can be used to identify damage caused by the earthquake. This research is focused on postearthquake damage identification using high resolution satellite imagery, the Pleiades image taken on December 7, 2016. The method used to identify the damaged buildings is the Object Based Image Analysist (OBIA) method. In the classification process, the OBIA method distinguish objects not only based on pixel values but also on the basis of the shape, area, and texture around them. This research has proven that OBIA method quickly identifies the damage buildings caused by the earthquake. Keywords: OBIA, Satellite Imagery, Classification, Post-Earthquake Damage 1. PENDAHULUAN 2. Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempengan tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa bumi, jalur gunung api dan sesar atau patahan. Penunjaman (subduction) lempeng 3. 4. 5. 6. Indo-Australia yang bergerak relative ke utara dengan lempeng Eurasia yang berkerak ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Hal tersebut yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara yang berada diwilayahring of fire, yaituwilayah yang seringterjadibencanagempabumi(Amri, dkk. 2016). Aceh merupakan salah satu provinsi yang paling sering mengalami bencana gempa bumi. Masih teringat gempabumi yang mengguncang Aceh pada tahun 2004 yang disusul dengan tsunami setelahnya. Pada tanggal 7 Desember 2016 gempabumi kembali mengguncang Aceh, tepatnya di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Menurut Djatmiko (2016), gempabumi berkekuatan 6.5 skala richter ini berpusat di koordinat 5.25° LU dan 96.24° BT dengan kedalamam 15 km. Pusat gempa yang berada di daratan menyebabkan gempa bumi ini tidak menimbulkan tsunami. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sedikitnya 104 orang meninggal akibat gempa ini. Selain korban jiwa, gempa bumi ini juga menyebabkan berbagai properti, seperti rumah, ruko, sarana dan prasarana mengalami kerusakan yang cukup parah. Saat ini, teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk melakukan pengambilan data dalam penentuan keputusan secara cepat tanpa melakukan peninjauan langsung ke lokasi bencana. . Data ini sangat bermanfaat untuk mengetahui dampak dari gempa bumi, analisis bahaya, kerentanan, hingga resiko tsunami. Pemanfaatan data penginderaan jauh dapat menampilkan hampir semua hal yang tampak di permukaan bumi, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk analisis fisik alam dan buatan yang dapat menggambarkan kondisi kerusakan pasca bencana (Kardono, dkk. 2010). Saat ini terdapat berbagai macam citra satelit beresolusi tinggi yang dapat menghasilkan informasi secara visual mengenai daerah pasca gempa yang diinginkan, seperti citra satelit Pleiades dan citra SPOT-6. Namun, diperlukan sebuah interpretasi untuk menampilkan hasil visual dari citra tersebut sehingga diperoleh informasi mengenai daerah bahaya dan kerusakan akibat bencana. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang dapat memberikan intepretasi secara otomatis dari citra yang dihasilkan untuk identifikasi kerusakan pasca gempa. Metode yang dapat digunakan untuk identifikasi kerusakan pasca gempa adalah metode Object Based Image Analysis (OBIA). Metode OBIA merupakan suatu pendekatan yang proses klasifikasinya tidak hanya mempertimbangkan aspek spektral, melainkan aspek spasial objek pun dimasukkan kedalamnya. Secara umum proses klasifikasi dengan metode OBIA dilakukan dengakan dua tahapan utama, yaitu segmentasi citra dan klasifikasi tiap segmen (Xiaoxia et al,. 2004). Berdasarkan hal tersebut, ini bertujuan untuk mengidentifikasi bangunan yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi dari citra satelit resolusi tinggi yaitu Pleiades dengan metode OBIA. 7. 8. METODOLOGI 9. Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan pengumpulan data dari pihak terkait, dilanjutkan dengan pengolahan data dan analisis data dengan menggunakan perangkat lunak e-Cognition, ENVI Classic, dan Arc GIS 10.3. 10. Tahap awal yang akan dilakukan adalah pengadaan data dengan mengumpulkan data citra satelit Pleiades, citra SPOT-6, dan peta citra satelit daerah terdampak gempa bumi Kabupaten Pidie Jaya. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Pada penelitian ini, pengolahan data dibagi menjadi lima tahap yaitu pra pengolahan citra, segmentasi, pengambilan training sample, klasifikasi, dan validasi data. Proses pra pengolahan citra yang dilakukan adalah koreksi geometrik, pemotongan area citra, dan peningkatan kualitas citra. Setelah dilakukan kelima tahap tersebut dapat dihasilkan Peta Penilaian Kerusakan Pasca Gempa Bumi.Untuk mengetahui tahapan yang lebih jelas mengenai prosedur penelitian, berikut ditampilkan diagram alur penelitian pada Gambar 2.1. 11. 12. 13. Gambar 1. Diagram alir penelitian 14. 15.DATA DAN AREA PENELITIAN 16. 3.1 Data Penelitian 17. Data yang digunakan dalan penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: a. Citra satelit Pleiades tanggal 7 Desember 2016 (pasca gempa bumi) untuk wilayah Kecamatan Bandar Dua, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. 18. Data tersebut telah mengacu pada datum geodetik WGS 1984 dengan sistem koordinat geografik WGS 1984. Data citra yang diperoleh terdiri atas 3 band visible light (merah, hijau, dan biru) dan 1 band infrared (near infrared). b. Citra satelit SPOT-6 tanggal 10 September 2016 (sebelum gempa bumi) untuk wilayah Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. 19. Data tersebut mengacu pada datum geodetik WGS 1984 dengan sistem proyeksi Universal Transverse Mercator zona 47 bagian utara. Data citra yang diperoleh terdiri atas 3 band visible light (merah, hijau, dan biru) dan 1 band infrared (near infrared). c. Peta Citra Satelit Daerah Terdampak Gempa Bumi Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, yang didapatkan dari Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). 20. 3.2 Area Penelitian 21. Daerah penelitian yang dilakukan pada studi kasus ini adalah daerah Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh. Kabupaten Pidie Jaya terletak di koordinat 04° 06 ʹ - 04° 47 ʹ LU dan 95° 56 ʹ 96° 30ʹ BT. Area penelitian yang terpilih merupakan area yang mengalami kerusakan yang cukup parah, yaitu Gampong Keude Ulee Glee dan Gampong Muko Kuthang, kedua gampong tersebut berada di Kecamatan Bandar Dua. Lokasi dari area penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini. 22. 23. Gambar 2. Area Penelitian 24. 25.PENGOLAHAN DATA 26. Secara umum, prosedur dari metode OBIA adalah sebagai berikut: (1) Pra Pengolahan Citra, (2) Segmentasi, (3) Pengambilan Sampel, (4) Penentuan Parameter Klasifikasi, (5) Klasifikasi, dan (6) Validasi Data (Marpu, et al. 2006). 27. 4.1 Pra Pengolahan Citra 28. Pra pengolahan citra merupakan tahapan awal yang harus dilakukan sebelum melakukan proses pengklasifikasian. Pada metode OBIA, tahapan ini diperlukan untuk menghilangkan kesalahan sistematis dari citra dan mempunyai bentuk yang sedekat mungkin dengan bentuk aslinya di permukaan bumi. Pada penelitian ini, tahapan pra pengolahan citra yang dilakukan adalah koreksi geometrik, pemotongan citra, dan peningkatan kualitas citra. 29. Koreksi geometrik dilakukan agar bentuk dijital dari citra dapat lebih representatif dan memiliki sistem koordinat yang terkait dengan bumi itu sendiri. Pada penelitian ini koreksi geometrik dilakukan dengan metode image to image rectification, yaitu proses membandingkan pasangan titik-titik pada objek yang dapat diidentifikasi dengan mudah pada kedua citra. Objek yang dipilih pada proses rektifikasi ini biasanya adalah objek yang mudah diidentifikasi, seperti bangunan, ujung jalan, atau objek lainnya. Tingkat ketelitian dari koreksi geometrik yang telah dilakukan dapat diketahui dengan menghitung nilai root mean square (RSMe). Nilai RMSe dapat mengindikasikan akurasi dari citra yang telah dikoreksi terhadap nilai koordinat geografik yang dianggap benar. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan perangkat lunak, ENVI, didapatkan nilai RMS Error nya sebesar 0.441722. . Secara umum RSMe memiliki nilai kurang dari 1 piksel dan apabila nilai RMSe lebih dari 1 piksel kemungkinan bahwa citra tersebut masih mengalami distorsi (Purwadhi, dkk. 2008). 30. Peningkatan kualitas foto adalah suatu proses untuk mengubah sebuah foto menjadi foto baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Peningkatan kualitas citra yang dilakukan dalam penelitian ini adalah proses peregangan kontras (contrass strecthing) (Lillesand dan Ralph, 1994). Hal ini dilakukan untuk mengatur kontras dari keseluruhan citra/foto sehingga didapatkan citra yang lebih baik. 31. 4.2 Segmentasi 32. Pada metode OBIA, segmentasi merupakan tahapan pertama dan paling penting yang akan menentuntukan proses pengklasifikasian selanjutnya. Segmentasi dilakukan dengan membedakan objek pada citra menjadi area-area yang terpisah dalam bentuk poligon sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.Pada penelitian ini proses segmentasi dibagi menjadi dua, yaitu segmentasi berbasis piksel dan segmentasi berbasis objek. 33. Segmentasi berbasis piksel dilakukan dengan ini menggunakan algoritma multiresolution segmentation. Segmentasi multiresolusi merupakan suatu prosedur optimasi heuristik yang secara lokal meminimumkan rata-rata heterogenitas objek-objek pada citra untuk suatu resolusi tertentu (Parsa, 2013). Parameter yang digunakan dalam prosedur segmentasi multiresolusi antara lain scale, shape dan compactness. Parameter yang paling penting adalah scale parameter dimana parameter ini menentukan seberapa banyak jumlah piksel yang menyusun satu buah objek (Parsa, 2013). 34. Segmentasi berbasis objek pada dasarnya menggunakan hasil dari segmentasi berbasis piksel. Pada tahap ini semua objek yang tersegmentasi pada level berbasis piksel akan diproses kembali untuk menghasilkan objek yang baru. Tahap segmentasi ini termasuk kedalam proses generalisasi objek, yaitu akan dilakukan perbandingan suatu objek dengan sekitarnya untuk mengetahatui apakah objek tersebut adalah objek yang sama atau tidak. Metode yang digunakan pada segmentasi ini adalah metode spectral difference segmentation (SDS). Menurut Wasil (2013), metode spectral difference segmentation akan menyatukan image object yang telahterbentuk berdasarkan kemiripan nilai spektralnya. Image object dengan nilai batastertentu akan dikelompokkan menjadi satu poligon yang sama. Tujuan diterapkannya metode ini yaitu agar terbentuknya suatu kesatuan objek yang utuh berdasarkan nilai spektralnya. 35. 4.3 Pengambilan Sampel 36. Pemilihan training sample ini dilakukan secara visual dengan memilih beberapa objek hasil segmentasi yang dapat diidentifikasi jenis objeknya secara jelas. Pemilihan training sample harus mewakili berbagai macam karakteristik dari objek, karena sangat berpengaruh untuk keberhasilan dari klasifikasi (Lumbantobing, dkk.2010). Pada penelitian ini, acuan dari pemilihan training sample didasarkan pada data Peta Citra Satelit Daerah Terdampak Gempa Kabupatern Pidie Jaya, Aceh. 37. 38. Gambar 3. 39. 4.5 Peta Citra Satelit Daerah Terdampak Gempa Bumi, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Klasifikasi 40. Tahapan paling utama dan terpenting dari metode OBIA ini adalah tahap klasifikasi. Klasifikasi bertujuan untuk mengidentifikasi suatu objek agar dihasilkan objek unik yang berbeda dengan objek lainnya. Proses klasifikasi menggunakan metode OBIA berbasis pada karakteristik setiap objek yang akan diklasifikasikan. Pada metode ini karakteristik objek citra dapat terlihat tidak hanya dari nilai digital number saja, melainkan terdapat beberapa parameter lainnya yang digunakan seperti bentuk, ukuran, luas, dan lain-lain. 41. Pada penelitian ini, klasifikasi yang dilakukan berdasarkan jenis tutupan lahan dari wilaya, yaitu lahan vegetasi dan lahan non vegetasi. Setelah itu dilakukan pemilihan training sample area. Metode klasifikasi yang digunakan adalah metode nearest neighbor, dimana klasifikasi dilihat berdasarkan kedekatan nilai parameter-parameter dari training sample yang dipilih. Parameter yang digunakan pada tahap klasifikasi ini adalah parameter transformasi spektral, layer value, dan geometry.Data diproses menggunakan sofware Ecognition Developer 8.7. 42. 4.6 Validasi Data 43. Tahapan uji akurasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebenaran klasifikasi yang dilakukan dengan metode klasifikasi OBIA dengan kondisi sebenarnya. Uji akurasi yang benar dilakukan dengan cara menumpangsusunkan peta hasil klasifikasi dengan peta referensi yang dijadikan sebagai acuan. Metode yang dilakukan pada tahapan uji akurasi ini adalah metode koefisien Kappa, yaitu membandingkan hasil klasifikasi pada masing-masing citra dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Pemilihan koefisien ini didasarkan pada dua sisi, yaitu producer’s accuracy (sisi penghasil peta) dan user’s accuracy (sisi pengguna peta). 44.HASIL DAN PEMBAHASAN 45. 5.1 Hasil Segmentasi 46. Pada penelitian ini terdapat dua hasil segmentasi, yaitu hasil segmentasi berbasis piksel dan segmentasi berbasis objek. Segmentasi terbaik pada penelitian ini berada pada set Level 50B yaitu dengan nilai parameter yang tertera pada Tabel 1. Pada set level tersebut didapatkan segmentasi objek sebanyak 6.402. Pada tahap segmentasi ini, parameter yang paling memengaruhi proses ini adalah scale parameter dan color. Color akan mendefinisikan jumlah poligon berdasarkan heterogenitas warna. Semakin besar nilai color, maka semakin peka poligon yang terbuat berdasarkan perbedaan nilai warna atau rona. . Pada penelitian ini nilai color yang digunakan sebesar 0.5 karena jika dipilih nilai tertinggi, yaitu 0.9, maka satu objek yang sama akan terbagi menjadi beberapa segmen. Begitupun sebaliknya jika dipilih nilai terendah, yaitu 0.1, maka segmentasi antar objek menjadi lebih sedikit sehingga terdapat beberapa objek yang berbeda berada dalam satu segmen yang sama. Oleh karena itu, pemilihan nilai tengah pada range color ini digunakan untuk menghasilkan proses segmentasi yang terbaik untuk semua objek penelitian. 47. Tabel 1. Kombinasi parameter segmentasi 48. L 49. S 53. A 54. 3 58. B 59. 5 63. C 64. 7 50. C o l o r 55. 1 0 % 60. 5 0 % 65. 9 0 % 51. S 52. Co mpa ctne ss 56. 10 57. 10% 61. 50 62. 50% 66. 90 67. 90% 68. Setelah dilakukan segmentasi berbasi piksel dilanjutkan dengan segmentasi berbasis objek. Hasil dari segmentasi berbasis piksel dilakukan pengolahan data kembali karena ada beberapa objek yang sama tersusun dari beberapa segmentasi. Objek yang dimaksud paling banyak ditemukan pada kelas hutan, sawah, dan jalan. Oleh karena itu, untuk memudahkan proses klasifikasi dilakukan segmentasi lanjutan berbasis objek dengan menggunakan metode Spectral Difference Segmentation (SDS). Hasil dari segmentasi objek ini adalah objek-objek yang memiliki nilai spektral yang sama tergabung kedalam satu segmentasi, sehingga objek segmentasi yang dihasilkan sebanyak 5.761 objek. Nilai spectral difference yang terbaik pada penelitian ini sebesar 15. Pada nilai tersebut objek sawah dan hutan masing-masing tergabung kedalam satu area yang lebih besar, sehingga dapat memudahkan dalam proses klasifikasi. Perbedaan dari hasil segmentasi berbasi piksel dan segmentasi berbasis objek dapat terlihat pada Gambar 4. 69. 70. Gambar 4. Perbedaan Segmentasi Berbasis Piksel (Kiri) dan Segmentasi Berbasis Objek (Kanan) 71. 72. 5.2 Hasil Klasifikasi 73. Pada tahap klasifikasi pertama dilakukan pemisahan antara objek vegetasi dengan non vegetasi. Pengkalsifikasian ini didasarkan pada perhitungan nilai NDVI. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diklasifikasikan bahwa untuk area vegetasi memiliki nilai NDVI lebih besar atau sama dengan 0.23, sedangkan untuk area non vegetasi memiliki nilai NDVI lebih kecil dari 0.23. Hasil pengklasifikasian objek berdasarkan jenis areanya, yaitu vegetasi dan non vegetasi dapat terlihat pada Gambar 5.3. 74. 75. Gambar 5. Hasil Klasifikasi Berdasarkan Jenis Lahan 76. Pada penelitian ini objek sawah terklasifikasi menjadi lahan non vegetasi karena memiliki nilai NDVI dibawah 0.23. Jika dilihat secara visualisasi langsung pada citra, area sawah memiliki tingkat kehijauan sedikit dan hampir tidak ada. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa objek sawah adalah objek temporal coverage. 77. Tahap selanjutnya adalah pemisahan objek berdasarkan jenis dari lahan tersebut. Lahan vegetasi tidak dilakukan pemisahan objek, sementara lahan non vegetasi dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan jenis dari lahannya. Pada tahap klasifikasi ini digunakan training sample yang telah dilakukan setelah tahap segmentasi. Setelah dilakukan pengambilan training sample selanjutnya adalah ditetapkan pemilihan parameter-parameter yang dapat mengklasifikasikan objek sesuai dengan kelas-kelasnya. Parameter yang digunakan pada proses klasifikasi ini adalah parameter layer value dan geometry. Parameter geometry yang digunakan yaitu area, length, width, length/width, border length, shape index, compactness, dan average length of edges. Sedangkan untuk parameter layer value sendiri terdiri dari mean setiap band (Red, Green, Blue, NIR) , standard deviation setiap band (Red, Green, Blue, NIR), brigthness value. 78. Sifat fisis suatu objek menjadi salah satu dasar penentuan paramater klasifikasi yang akan dilakukan. Kombinasi dari berbagai parameter dapat merepresentasikan objek-objek sesuai dengan kelasnya masing-masing. Oleh karena itu, pemilihan parameter ini menjadi hal yang cukup penting pada tahap klasifikasi. Berdasarkan hasil yang ada, didapatkan kombinasi parameter beserta nilai ambang batas yang dapat mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan karakteristiknya seperti pada Tabel 2. dan Tabel 3. Tabel 2. Ambang Batas Nilai Klasifikasi Bangunan Rusak Parameter Area Length Width Length/Width Border Length Shape Index Nilai Tertinggi 3166 162 70.5 3 404 3.6 Nilai Terendah 400 28 33.82 1 98 1.15 Average Length of Edges 12.15 4.85 Tabel 3. Ambang Batas Nilai Klasifikasi Bangunan Parameter Area Nilai Tertinggi 4897 Length Width Length/Width Border Length Shape Index 157 70 3.87 394 2.6 Nilai Terendah 330 20 30.5 1 24 1 Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa penentuan parameter penyusun objek bangunan rusak dan bangunan tidak rusak hampir sama, karena kedua objek tersebut memiliki karakteristik yang tidak begitu jauh. Hal yang membedakan antara bangunan rusak dan bangunan tidak rusak terletak dari adanya parameter tambahan berupa average length of edges. Parameter average length of edges merupakan parameter yang memberikan nilai ketidakteraturan bentuk suatu objek. Karena bentuk dari bangunan rusak memiliki bentuk yang tidak teratur dibandingkan bangunan tidak rusak, maka parameter ini dapat dijadikan sebagai salah satu parameter acuan untuk proses klasifikasi bangunan rusak. Selain itu, nilai yang berbeda dari dua pengklasifikasian objek di atas terlihat pada parameter border length dan shape index. Kedua parameter tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi untuk objek bangunan rusak daripada objek bangunan tidak rusak. Hal tersebut disebabkan karena tingkat kompleksitas bentuk dari bangunan rusak lebih tinggi dengan bentuk yang lebih tidak teratur. 5.3 Uji Akurasi Tahap selanjutnya yang dilakukan setelah hasil klasifiaksi didapat adalah perhitungan akurasi. Perhitungan akurasi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar seberapa besar tingkat kebenaran klasifikasi yang dilakukan menggunakan metode klasifikasi OBIA dengan kondisi sebenarnya. Uji akurasi dilakukan dengan cara mengambil titik-titik sampel objek pada peta referensi yang dijadikan sebagai acuan, sampel yang diambil berupa semua objek yang di klasifikasi. Kemudian sampel titiktitik tersebut dibandingkan dengan hasil klasifikasi pada OBIA yang disajikan pada matriks kesalahan di bawah ini. Hasil Klasifikasi Tabel 4. Bangunan Rusak Bangunan Sawah Jalan Sungai Total Kolom Matriks Kesalahan Validasi Hasil Klasifikasi Data Acuan (diambil kembali dari sampel) Bangunan Rusak Bangunan Sawah Jalan Sungai 89 6 0 1 0 9 85 4 0 0 0 4 32 0 0 0 0 2 15 3 0 0 1 2 12 98 95 39 18 15 Total Baris 96 98 36 20 15 265 Berdasarkan matriks kesalahan tersebut dapat dilakukan perhitungan nilai producer accuracy, user, accuracy, overall accuracy, hingga koefisien kappa. Nilai overall accuracy yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 88% dengan nilai koefisien kappa sebesar 0,8287. Untuk nilai producer dan user accuracy masing-masing objek dapat terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Perhitungan Producer dan User Accuracy Kelas Producer Accuracy(%) User Accuracy(%) Bangunan Rusak 91 93 Bangunan Tidak Rusak 89 87 Sawah 82 89 Jalan 83 75 Perairan (Sungai) 80 80 Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa pada kelas bangunan rusak memiliki nilai yang tertinggi dibandingkan dengan kelas lainnya baik pada akurasi penghasil peta maupun akurasi pengguna peta. Hal tersebut berarti tingkat ketepatan klasifikasi menggunakan metode OBIA untuk objek bangunan rusak cukup tinggi, walaupun masih terdapat beberapa objek diluar bangunan rusak yang teridentifikasi sebagai bangunan rusak. Producer accuracy memperlihatkan seberapa besar kemungkinan lahan di lapangan terklasifikasi ssecara tepat di dalam citra. Sedangkan user accuracy memperlihatkan seberapa besar kemungkinan klasifikasi dalam citra terklasifikasi secara tepat di lapangan (Wasil, 2012). Setelah tahap uji akurasi dilakukan, hasil klasifikasi disusun menjadi sebuah peta yaitu Peta Penilaian Kerusakan Pasca Gempa Bumi seperti pada gambar 7 di bawah ini. Gambar 6. Peta Penilaian Kerusakan Pasca Gempa Bumi Pidie Jaya 79. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1) Metode OBIA dapat digunakan sebagai salah satu metode yang cukup akurat dan cepat untuk identifikasi kerusakan pasca bencana. Namun terdapat beberapa syarat seperti citra yang digunakan berupa citra satelit resolusi tinggi dengan kondisi yang terbebas dari gangguan seperti awan dan kondisi wilayah, khususnya pemukiman yang homogen. Kondisi tersebut akan memudahkan proses segmentasi dan klasifikasi dengan metode OBIA. 2) Hasil dari klasifikasi sangat dipengaruhi oleh segmentasi yang dibentuk. Oleh karena itu, untuk identifikasi objek yang sedikit kompleks seperti bangunan rusak diperlukan kombinasi segmentasi pada level data yang berbeda. Hal tersebut bertujuan agar hasil segmentasi dapat membagi secara tepat setiap objek yang akan diklasifikasi. 6.2 Saran 1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penambahan data DEM dan DSM, sehingga dapat diketahui perbedaan objek bangunan rusak dan bangunan tidak rusak. 2) Penentuan parameter klasifkasi beserta rentang nilainya perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk meminimalisir terjadinya missed classification. DAFTAR REFERENSI Amri, M. Robi., Yulianti, Gita., dkk. 2016. Risiko Bencana Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta Djatmiko, Hary Tirto. 2016. Gempabumi Kuat M=6.5 Guncang Pidie Jaya Provinsi Aceh Dipicu Akibat Aktivitas Sesar Aktif. http://www.bmkg.go.id/press-release/ (diakses tanggal 01 Juni 2017) Kardono, P. dan P, Sridewanto Edi. 2010. PenginderaanJauhUntukPenanggulanganBencana. Jurnal Dialog PenanggulanganBencana, Vol.1, No.2. Lillesand, M. T., & Kiefer Ralph, W. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation ( Third Edition ed.). New York: John Wiley & Son, Inc. Lumantobing, Marlonroi., Wikantika, Ketut., dan Harto, Agung Budi. 2010. Peningkatan Akurasi Interpretasi Foto Udara Menggunakan Metoda Pembobotan Berbasis Objek untuk Pembuatan Peta 1:5000. Bandung. MarpuPrashanth R., Nussbaum Sven, dan Niemeyer Irmgard. 2006. Towards Automation in ObjectBased Classification. India Parsa M., 2013. Optimalisasi Parameter Segmentasi Untuk Pemetaan Lahan Sawah Menggunakan Citra Satelit Landsat (Studi Kasus Padang Pariaman, Sumatera Barat Dan Tanggamus, Lampung, Jurnal Inderaja dan Lahta Citra Digital, Vol.10, No.1, pp.31-39. Purwadhi, Sri Hardiyanti dan Sanjoto, Tjaturahono Budi. 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Jakarta. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dan Universitas Negeri Semarang. 11 Wasil A.R. 2012. Identification of Paddy Field from very high resolution image using object based image analysis method (A case study iniRancaekek, Bandung, West Java, Indonesia). Bandung: Institut Teknologi Bandung. Wasil, R. A. (2013): Kombinasi Pohon Keputusan dan Analisis Citra Hirarki Berbasiskan Objek untuk Pemetaan Tutupan Lahan sesuai SNI 7645:2010, Tesis Magister Teknik, Institut Teknologi Bandung. Xiaoxia, S., Jixian, Z., danZhengjun, L.,2004. A Comparison of Object-Oriented and PixelBased Classification Approachs Using QuickbirdImagery.Chinese Academy of Surveying and Mapping,Beijing, China. 12 BIOGRAFI PENULIS Prila Ayu Dwi Prastiwi Penulis bernama Prila Ayu Dwi Prastiwi, lahir di Bandung pada tanggal 25 Mei 1994. Saat ini penulis sedang menyelesaikan pendidikan tahap sarjana di Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung. Penelitian Tugas Akhir yang diambil penulis untuk meraih gelar sarjana adalah “Identifikasi Kerusakan Pasca Gempa Menggunakan Metode OBIA”. Pada tahun 2016 penulis mendapatkan kesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Penginderaan Jauh Lingkungan. Saat ini, penulis sedang melakukan penelitian ilmiah mengenai identifikasi vegetasi menggunakan metode OBIA untuk area penelitian Desa Sayang. Ketut Wikantika Ketut Wikantika adalah peneliti senior, Profesor dalam bidang Penginderaan Jauh Lingkungan di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (ITB). Bidang penelitiannya adalah pendekatan-pendekatan geospasial termasuk aplikasi penginderaan jauh untuk demografi, pertanian, kehutanan, tutupan lahan dan tata guna lahan serta perubahannya, biogeografi dan biodiversiti termasuk kebencanaan. Ketut Wikantika sudah melakukan kerjasama dengan institusi luar negeri seperti Universitas Chiba, Universitas Tottori, Universitas Nagoya, Universitas Kochi, JIRCAS Jepang, Universitas Oklahoma, AIT, Universitas Salzburg, UTM Malaysia, serta Pennsylvania State University. Kecintaannya terhadap bidang penelitian membuatnya menjadi pendiri Forum Peneliti Indonesia Muda (ForMIND).