BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kebersihan Lingkungan 1. Lingkungan untuk belajar Anak Usia Dini Lingkungan yang bersih merupakan salah satu sumber belajar bagi anak. Lingkungan sebagai sumber belajar dapat berupa lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan yang menyenangkan adalah lingkungan yang indah, rapi bersih dan terdapat tanaman yang tumbuh (Seefeldt & Wasik, 2008: 180). Lingkungan yang menyenangkan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap proses pembelajaran pada anak. Tio Alexander mengungkapkan hubungan antara lingkungan sekolah yang nyaman dengan prestasi anak di sekolah. Dalam proses belajar mengajar diperlukan ruang dan lingkungan pendukung untuk membantu anak dan guru agar dapat berkonsentrasi dalam proses belajar mengajar (http://un2kmu.wordpress.com/2010/03/11/lingkungan-sekolahyangnyaman-memacu-siswa-untuk-berprestasi/). Belajar memerlukan kondisi psikologi yang mendukung. Jika anak belajar dalam kondisi yang menyenangkan dengan kelas yang bersih, udara yang bersih, dan sedikit polusi suara, niscaya tingkat prestasi anak juga akan naik. 7 8 2. Kebersihan Kebersihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya, debu, sampah, dan bau. Manusia perlu menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri agar sehat supaya tidak menyebarkan kotoran, atau menularkan kuman penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain (http://id.wikipedia. org/wiki/kebersihan). Kebersihan diri meliputi kebersihan badan, seperti mandi, menyikat gigi, mencuci tangan, dan memakai pakaian yang bersih. Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja, dan berbagai sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara melap jendela dan perabot rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan peralatan makan, membersihkan kamar mandi dan jamban, serta membuang sampah. Kebersihan lingkungan dimulai dari lingkungan yaang paling dekat dengan kita daan setiap saat kita temui yaitu lingkungan ruangan yang selalu kita gunakan untuk melakukan aktivitas. Kemudian setelah itu kebersihan halaman dan selokan, dan membersihkan jalan dari sampah. Tingkat kebersihan berbeda-beda menurut tempat dan kegiatan yang dilakukan manusia, tingkat kebersihan dirumah dan sekolah berbeda dengaan tingkat kebersihan di rumah sakit atau di pasar. Kebersihan sebuah cerminan bagi setiap individu dalam menjaga kesehatan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan manusia sendiri tidak bisa dipisahkan baik lingkungan alam maupun 9 lingkungan sosial. Maka sebagai individu yang berhubungan langsung dengan segala aspek yang ada dalam masyarakat harus dapat memelihara kebersihan lingkungan. Karena tanpa lingkungan yang bersih setiap individu maupun masyarakat akan menderita disebabkan sebuah faktor yang merugikan seperti kesehatan. 3. Pentingnya Kebersihan Lingkungan untuk Anak Usia Dini Menurut Retno Mardhiati Adhiwiryono, salah satu pesan kesehatan dalam rangka pembinaan hidup sehat bagi anak usia dini adalah menjaga kebersihan lingkungan sekolah dengan membuang sampah pada tempat sampah yang tersedia dan mengupayakan kebersihan di ruangan kelas dan sekitar halaman. (www.uhamka.ac.id/?page=download_artikel&id=26). Dalam hal ini menurut Padmonodewo, (2003: 153) setiap guru harus menyadari perlunya mengajar dan mengorganisasikan lingkungan belajar anak dengan tujuan agar anak selalu tertarik dan terstimulasi untuk mau belajar. Berperan serta dalam menjaga kebersihan lingkungan, merupakan salah satu tanggung jawab sosial anak usia dini. Menurut Kostelnik, Soderman, dan Waren (Slamet Suyanto, 2005: 70), tanggung jawab sosial anak usia dini yang ditunjukkan antara lain dengan komitmen anak terhadap tugas-tugasnya, menghargai perbedaan individu, memperhatikan lingkungan, dan mampu menjalankan fungsinya sebagai warga negara yang baik. Menurut Hurlock (1978: 153), Anak Usia Dini perlu mengembangkan keterampilan motorik bantu sosial yang berfungsi untuk 10 berpartisipasi aktif sebagai anggota sosial baik di sekolah maupun dalam masyarakat. Keterampilan bantu sosial antara lain mengerjakan tugas menjaga kebersihan lingkungan sekolah. B. Taman Kanak-kanak 1. Pengertian Taman Kanak-kanak Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat sampai enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan, stimulasi dan bimbingan, diharapkan akan meningkatkan perkembangan perilaku dan sikap melalui pembiasaan yang baik, sehingga akan menjadi dasar utama dalam pembentukan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2004: 1). Seefeldt & Wasik (2007: 6) berpendapat bahwa pengertian Taman Kanak-kanak adalah program bagi anak usia tiga dan lima tahun yang disponsori oleh Negara setempat atau asosiasi swasta, gereja, organisasi sipil dan pusat-pusat peduli anak yang berbentuk badan usaha. Taman Kanak-kanak menurut Mayke Sugianto (1995: 1) adalah suatu lembaga pendidikan yang ditujukan kepada anak usia empat sampai enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 11 Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Taman Kanak-kanak adalah merupakan penyelenggaraan pendidikan yang diberikan kepada anak usia empat sampai enam tahun menjadi dasar utama dalam pembentukan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan untuk mempersiapkan diri memasuki pendidikan lebih lanjut. 2. Tujuan Taman Kanak-kanak Tujuan Taman Kanak-kanak adalah membantu anak didik mengembangkan potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar. Aspek-aspek perkembangan tersebut dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh mencakup: bidang pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar (Departemen Pendidikan Nasional, 2004: 1). Tujuan Taman Kanak-kanak menurut Seefeldt & Wasik (2007: 52) adalah mempersiapkan program dan kurikulum yang terencana dengan baik agar memenuhi kebutuhan semua anak di dalam lingkungan yang sangat sedikit hambatan sehingga memampukan setiap anak mencapai potensinya secara penuh. Tujuan Taman Kanak-kanak menurut Soemiarti Padmonodewo (2003: 58) adalah membentuk manusia Pancasila sejati, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang cakap, sehat dan terampil, serta bertanggungjawab terhadap Tuhan, masyarakat dan Negara. 12 Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahawa tujuan Taman Kanak-kanak adalah membantu anak didik mencapai potensinya secara penuh untuk bekal memasuki pendidikan selanjutnya. 3. Fungsi Taman Kanak-kanak Fungsi Taman Kanak-kanak antara lain yaitu: a. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak. b. Mengenalkan anak dengan dunia sekitar. c. Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik. d. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi. e. Mengembangkan keterampilan, kreativitas dan kemampuan yang dimiliki anak. f. Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar. (Departemen Pendidikan Nasional, 2004: 2). Soemiarti Padmonodewo (2003: 59) mengungkapkan bahwa Taman Kanak-kanak berfungsi sebagai usaha mengembangkan seluruh segi kepribadian anak didik dalam rangka menjembatani pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah. Taman Kanak-kanak adalah lingkungan kedua yang berfungsi juga sebagai tempat pendidikan di luar keluarga. Di sini anak akan bergaul dengan orang lain sehingga baik secara langsung atau tidak langsung akan saling mempengaruhi pembentukan perilaku anak. Pendidikan Taman Kanak-kanak dikatakan lingkungan sekolah formal telah terstruktur dan mempunyai program yang baku. Fungsi Taman Kanak-kanak mempersiapkan layanan pendidikan bagi anak usia dini secara terencana untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak (Depdiknas, 2008: 1-2). 13 C. Karakteristik Anak Taman Kanak-kanak Anak Taman Kanak-kanak berusia antara empat sampai enam tahun, dan setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda, yang harus dipahami oleh para guru, sehingga kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan minat, kebutuhan dan tingkat pemahaman anak. Hal itu sesuai dalam Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Raudhatul Athfal 2005, Departemen Agama RI. Pengertian karakteristik anak itu sendiri menurut Oemar Hamalik (2002: 40-41) adalah perilaku awal sebagai tingkah laku yang harus diperoleh anak sebelum memperoleh tingkah laku terminal yang baru. Perilaku awal tersebut meliputi kesiapan, kematangan, perbedaan individual, dan kepribadian. Menurut Sunarto & Hartono (2002: 11-16), setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga muncul perbedaan individu yang meliputi berbagai bidang yaitu: a. Perbedaan kognitif. b. Perbedaan dalam kecakapan bahasa. c. Perbedaan dalam kecakapan motorik. d. Perbedaan latar belakang. e. Perbedaan bakat. f. Perbedaan kesiapan belajar. Kesimpulan dari uraian di atas adalah bahwa karakteristik anak usia dini meliputi kesiapan, kematangan, perbedaan individual, dan kepribadian yang yang dilihat dari aspek fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional. 14 1) Fisik Motorik Perkembangn motorik dibagi dua yaitu motorik halus dan motorik kasar. Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot besar, seperti: berjalan, melompat, berlari, melempar dan memanjat, dan lain sebagainya. Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot halus, seperti: menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain sebagainya. Menurut Hurlock (1978: 151-153) perkembangan motorik tergantung pada: a. Perkembangan syaraf dan otot. b. Kematangan fisik. c. Mengikuti pola yang dapat diramalkan. d. Dimungkinkan menentukan norma perkembangan motorik. e. Perbedaan individu dalam laju perkembangan motorik. Mempelajari keterampilan motorik perlu di perhatikan pula kesiapan dan kesempatan belajar, kesempatan berpraktek, bimbingan, model yang baik serta motivasi (Hurlock, 1978: 157-158) dengan cara trial and error, meniru dan pelatihan. Anak usia TK memiliki sejumlah ciri fisik sebagai berikut: a. Sangat aktif. Anak usia ini sangat menyukai kegiatan yang dilakukan atas kemauan sendiri. b. Memerlukan istirahat yang cukup. Setelah melakukan banyak aktivitas, meskipun sering tidak disadari anak memerlukan istirahat. 15 c. Otot-otot besar besar lebih berkembang daripada kontrol terhadap jari dan tangan. Sehingga anak belum dapat melakukan aktivitas yang rumit. d. Koordinasi tangan dan matanya kurang sempurna karena anak sulit mengalami kesulitan dalam memfokuskan pandangannya pada objekobjek yang kecil ukurannya. e. Tulang tengkorak masih lunak, sehingga berbahaya jika terjadi benturan. f. Motorik halus anak perempuan lebih terampil daripada anak laki-laki. Snowman (Patmonodewo, 2003: 32). 2) Kognitif Piaget (Santrock, 2007: 246) mendiskripsikan perkembangan kognitif anak dalam beberapa tahapan, dan anak usia TK berada pada tahap pra operasioanal yaitu: anak mulai menggunakan gambarangambaran mental untuk memahami dunianya. Pemikiran-pemikiran simbolik, yang direfleksikan dalam penggunaan kata-kata dan gambargambar mulai digunakan dalam penggambaran mental, yang melampaui hubungan informasi sensorik dengan tindakan fisik. Akan tetapi, ada beberapa hambatan dalam pemikiran anak pada tahapan ini seperti egosentrisme dan sentralisasi. Hal yang berperan penting dalam perkembangan kognitif menurut Vygotsky (Santrock, 2007: 264) adalah orang lain dan bahasa. Vygotsky berpendapat bahwa anak mengembangkan konsep-konsep lebih sistematis, 16 logis, dan rasional dengan cara berinteraksi. Perkembangan kognitif berhubungan dengan konteks sosial. Menurut Bandura (Crain, 2007: 307), sosialisasi merupakan proses inklusif yang mempengaruhi hampir tiap jenis perilaku, termasuk kemampuan-kemampuan yang bersifat teknis. 3) Bahasa Anak usia tiga sampai lima tahun oleh Seefeldt & Wasik (2008: 7376) merupakan masa dahsyat di bidang bahasa. Anak usia empat tahun terjadi peledakan perbendaharaan kata mencapai 4000 sampai 6000 kata. Akan tetapi sering terjadi pemakaian salah kata dan salah nama benda karena begitu banyak kata-kata baru yang dipelajari. Bercakap-cakap merupakan kegiatan favorit pada usia ini. Perbendaharaan kata anak meluas sampai 5000 ke 8000 kata pada usia lima tahun. Pada usia ini struktur kalimat yang digunakan anak menjadi lebih rumit. Anak prasekolah menurut Santrock (2007: 361) mengalami kemajuan dalam pragmatik. Mereka lebih pandai dalam bercakap-cakap dan muncul pendekatan analitis. Pendekatan analitis ini muncul jika anak diminta mengatakan sesuatu yang pertama kali muncul dalam benak mereka ketika mereka mendengar suatu kata. Hal penting dalam belajar bicara menurut Hurlock (1978: 185) adalah sebagai berikut: a. Persiapan fisik untuk berbicara. Kematangan mekanisme bicara merupakan kematangan syaraf dan otot mekanisme suara yang meliputi saluran suara kecil, langit-langit mulut datar, dan lidah. 17 b. Kesiapan mental untuk berbicara. Kesiapan mental berhubungan dengan kematangan otak khususnya pada bagian-bagian asosiasi otak. Kesiapan ini berkembang pada usia 12 dan 18 bulan. c. Model yang baik untuk ditiru. Model ini diperlukan anak untuk mengucapkan kata dengan benar, dan menggabungkan kata menjadi kalimat yang benar. Jika model yang baik ini kurang maka anak sulit belajar bicara dan hasilnya berada di bawah kemampuan mereka. d. Kesempatan untuk berpraktek. Motivasi anak untuk berbicara menjadi berkurang tatkala kesempatan berbicara dihilangkan, dan orang lain tidak mengerti, sehingga anak akan merasa marah dan putus asa. e. Motivasi. Jika isyarat dan tangis bisa menjadi pengganti bicara untuk memperoleh keinginannya, maka dorongan untuk belajar akan melemah. f. Bimbingan. Bimbingan yang baik adalah dengan cara: menyediakan model yang baik, mengatakan kata-kata dengan perlahan dan jelas sehingga bisa dipahami, dan memberikan bantuan mengikuti model tersebut dengan membetulkan setiap kesalahan yang mungkin dibuat anak dalam meniru model tersebut. 4) Sosio emosional Menurut Seefeldt & Wasik (2008: 69-73), anak usia tiga-lima tahun mengungkapkan sederetan emosi dan mampu menggunakan secara serasi ungkapan seperti sedih, marah, dan bahagia. Situasi emosi mereka cepat berubah dan sangat bergantung pada kegiatan. Mereka juga sulit 18 memisahkan perasaan dari tindakan. Bagi mereka mengendalikan perasaan hati sering merupakan tantangan. Mengajarkan anak tentang cara yang sesuai untuk mengungkapkan emosi mereka merupakan tonggak yang penting dalam perkembangan mereka. Anak usia empat tahun mulai memahami bahwa pengungkapan emosi secara ekstrim bisa mempengaruhi orang di sekitarnya. Mereka mulai memahami bahwa orang lain itu mempunyai perasaan juga. Sehingga pada saat anak menginjak usia lima tahun, mereka mulai mengatur emosi dan mengungkapkan perasaan dengan cara yang secara sosial lebih diterima. Yasin Musthofa (2007: 69) mengungkapkan bahwa ciri-ciri perkembangan sosial masa kanak-kanak awal adalah: a. Anak mulai mengetahui aturan-aturan di lingkungan keluarga dan lingkungan bermain. b. Anak sudah mulai mengikuti peraturan. c. Anak mulai menyadari hak dan kepentingan orang lain, walaupun masih kecenderungan egosentris. d. Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain. e. Anak mulai memiliki sikap simpati, empati dan altruisme, yaitu kepedulian terhadap orang lain. Perilaku sosial anak usia empat tahun menurut Seefeldt & Wasik (2008: 83-86) mulai membedakan antara anak-anak yang mereka sukai untuk bermain dan anak-anak yang mereka tidak sukai. Tetapi mereka 19 semakin tertarik untuk bermain dengan anak-anak yang lain dalam sebuah kelompok. Ketika menginjak usia lima tahun mereka menjadi sangat sosial dengan mengembangkan keterampilan kerjasama yang efektif. Pada usia tiga sampai lima tahun, menurut Seefeldt & Wasik (2008: 86), hubungan sosial bisa mempengaruhi perkembangan kognitif dan emosi anak. Anakanak yang ditolak secara sosial akan menjadi anak yang tidak bahagia di sekolah. Pola perilaku dalam situasi sosial pada masa kanak-kanak awal (Hurlock, 1978: 263) meliputi pola perilaku sosial dan pola perilaku asosial. Pola perilaku sosial meliputi: a. Kerja sama. Sampai anak berumur 4 tahun mereka belajar bermain atau bekerjasama dengan anak lain. Semakin banyak kesempatan yang diberikan untuk melakukan sesuatu bersama, maka semakin cepat mereka belajar kerja sama. b. Persaingan. Akan menambah sosialisasi anak jika persaingan dijadikan dorongan bagi anak untuk berusaha. Tetapi jika diekspresikan dalam bentuk pertengkaran atau kesombongan maka akan megakibatkan sosialisasi yang buruk. c. Kemurahan hati. Anak belajar jika kemurahan hati dengan berbagai akan menghasilkan penerimaan sosial. d. Hasrat akan penerimaan sosial. Keinginan untuk diterima oleh orang dewasa timbul lebih awal kemudian baru timbul diterima oleh anak 20 sebaya. Keinginan ini akan mendorong anak menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. e. Simpati. Anak baru mulai berperilaku simpatik sampai mereka mengalami situasi yang mirip dengan duka. Anak mengekspresikan simpati dengan berusaha menolong teman atau menghibur seseorang yang sedang sedih. f. Empati. Empati hanya berkembang jika anak dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang lain. g. Ketergantungan. Ketergantungan akan mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial. Ketergantungan kepada orang lain ini dalam bentuk bantuan, perhatian, dan kasih sayang. h. Sikap ramah. Anak bersedia bersama atau melakukan sesuatu untuk orang atau anak lain untuk mengekspresikan sikap ramah dan kasih sayang anak. i. Sikap tidak mementingkan diri sendiri. Sikap ini muncul jika anak diberi kesempatan dan dorongan untuk berbagi, belajar memikirkan orang lain, dan berbuat untuk orang lain. j. Meniru. Anak mengembangkan sifat yang menambah penerimaan sosial dari meniru seseorang yang diterima baik oleh kelompok sosial. k. Perilaku kelekatan (attachment behavior). Ketika bayi anak mengembangkan kelekatan pada ibu atau pengasuh, perilaku ini 21 kemudian pada saat menginjak masa kanak-kanak awal dialihkan kepada anak lain dan membina persahabatan dengan mereka. Menurut Steinberg, Hughes, dan Piaget (Anggani Sudono, 2004: 45-51) ciri-ciri perkembangan sosio-emosional anak usia 4 tahun antara lain yaitu: sangat antusias, lebih menyukai bekerja dengan dua atau tiga teman yang dipilih sendiri, dapat membereskan alat permainannya, tidak menyukai bila dipegang tangannya, ada kecenderungan berlari lepas di halaman sekolah, ada keinginan untuk membawa pulang barang-barang milik sekolah, dan menyukai hasil pekerjaannya dan selalu ingin membawanya pulang. D. Kerja Kelompok Sebagai Bentuk Belajar Anak Usia Dini Kerja kelompok merupakan salah satu metode pembelajaran bagi anak usia dini. Berikut ini adalah pembahasan tentang kerja kelompok sebagai metode pembelajaran anak usia dini. 1. Belajar untuk Anak Usia Dini Belajar adalah suatu aktivitas dimana terdapat sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai hasil yang optimal. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku yang bersifat relatif tetap. Belajar tidak hanya terbatas pada penambahan pengetahuan saja namun mencakup berbagai ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. (http://id.wikipedia .org/wiki/Belajar). Sesuai dengan pengertian tersebut menurut Hilgard 22 (1981) dalam Soekamto dan Winataputra (1997: 13), belajar adalah dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukaan sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah sehingga bisa menggunakan cara lain dalam menghadapi suatu situasi. Menurut Nana Sudjana (1998: 28), belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, berbuat melalui berbagai pengalaman, melihat, mengamati, memahami sesuatu. Inilah hakikat belajar sebagai inti proses pengajaran. Winkel (2004: 59) berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilakn perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap. Perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku. Belajar selain terjadi secara alami juga terjadi melalui proses pembelajaran yang dilakukkan secara lebih terkonsep, pembelajaran merupakan proses pengembangan sikap dan kepribadian anak melalui berbagai tahap dan pengalaman. Proses pembelajaran ini berlangsung melalui berbagai metode sebagai cara dan alat menjelaskan, menganalisis, menyimpulkan, mengembangkan, menilai dan menguasai pokok bahasan sebagai perwujudan pencapaian sasaran/tujuan. Metode pembelajaran adalah bagian utuh atau terpadu dari proses pembelajaran. Metode pembelajaran ialah cara guru menjelaskan suatu 23 pokok bahasan atau tema, sebagai bagian kurikulum atau materi pembelajaran, dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran. Moeslichatoen, (2004: 6) berpendapat bahwa metode pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan di Taman Kanak-kanak harus sesuai dengan dimensi perkembangan anak. Berikut ini adalah metode-metode yang sesuai dengan karakteristik anak: a. b. c. d. e. f. Bermain Merupakan bermacam bentuk kegiatan yang memberikan kepuasan pada diri anak yang bersifat non serius, lentur, dan bahan mainannya terkandung dalam kegiatan dan yang secara imajinatif ditransformasi sepadan dengan dunia orang dewasa. Karyawisata Karya wisata berarti membawa anak ke obyek-obyek tertentu sebagai pengayaan pengajaran, pemberian pengalaman belajar yang tidak mungkin diperoleh anak di dalam kelas (Welton & Mallon). Bercakap-cakap Bercakap-cakap berarti saling mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara verbal (Hildebrand) atau mewujudkan kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bercakapcakap dapat pula diartikan sebagai dialog atau sebagai perwujudan bahasa reseptif dan ekspresif dalam suatu situasi (Gordon & Browne). Berceritera Berceritera merupakan cara untuk meneruskan warisan budaya dari generasi ke generasiberikutnya (Gordon & Browne). Bercerita juga dapat media untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Demonstrasi Demonstrasi berarti menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan. Jadi dalam demonstrasi kita menunjukkan dan menjelaskan cara-cara mengerjakan sesuatu. Melalui demonstrasi diharapkan anak dapat mengenal langkah-langkah pelaksanaan. Proyek Metode proyek adalah salah satu metode yang digunakan untuk melatih kemampuan anak memecahkan masalah yang dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Cara ini juga dapat menggerakkan anak untuk melakukan kerja sama sepenuh hati. 24 g. Kerja sama dilakukan secara terpadu untuk mencapai tujuan bersama. Pemberian tugas Pemberian tugas merupakan pekerjaan tertentu yang dengan sengaja harus dikerjakan oleh anak yang mendapat tugas. Di taman kanak-kanak tugas diberikan dalam bentuk kesempatan melaksanakan kegiatan sesuai dengan petunjuk langsung dari guru. Pemberian tugas merupakan salah satu metode pengajaran yang memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan bahasa reseptif, kemampuan mendengar dan menangkap arti, kemampuan kognitif, memperhatikan, kemauan bekerja sampai tuntas. Berbeda dengan pendapat Slamet Suyanto (2005: 144), yang mengungkapkan bahwa metode pembelajaran untuk anak usia dini hendaknya menantang dan menyenangkan, melibatkan unsur bermain, bergerak, bernyanyi, dan belajar. Beberapa metode yang memenuhi unsurunsur tersebut antara lain adalah: a. Lingkari kalender Pembelajaran dihubungkan dengan kalender dan waktu. Guru menandai tanggal-tanggal pada kalender yang terkait dengan berbagai kegiatan. Selanjutnya, guru mendisain kegiatan pembelajaran dengan menggunakan tema-tema dasar sesuai dengan hari tersebut. b. Presentasi dan cerita Metode ini baik digunakan untuk mengungkapkan kemampuan, perasaan, dan keinginana anak.setiap hari guru dapat menyuruh dua atau tiga orang anak untuk bercerita apa saja yang ingin diungkapkan. Saat anak bercerita, guru dapat melakukan asesmen pada anak tersebut. Guru dapat melanjutkan topik yang dibicarakan anak sebagai pembelajaran. c. Proyek sederhana Metode ini melatih anak bekerjasama dalam kelompok kecil 3-4 orang. Setiap kelompok diberi proyek kecil, misalnya menemukan berbagai jenis daun dan mengecapnya dengan berbagai warna pada sehelai kertas manila. Anak-anak dalam satu kelompok menghasilakan satu hasil karya. Begitu pula proyek-proyek kecil seperti pengamatan dan percobaan dapat dikerjakan anak. Metode ini melatih anak bekerjasama dalam mengembangkan kemampuan sosial. 25 d. Kerja kelompok besar Metode ini menggunakan kelompok besar, yaitu satu kelas penuh untuk membuat sesuatu. Misalnya untuk mendirikan tenda yang besar di dalam kelas, semua anak memegang peran, guru bertugas memberi aba-aba. e. Kunjungan anak sangat senang melihat langsung berbagai kenyataan yang ada di masyarakat melalui kunjungan. Berbagai kunjungan seperti ke Museum Perjuangan, Museum Dirgantara, perpustakaan, kepolisian dan dinas pemadam kebakaran menjadi inspirasi anak untuk mengembangkan cita-citanya (learning to be). Belajar dalam kelompok untuk anak Taman Kanak-kanak meliputi: kelompok kecil, kelompok sedang dan kelompok besar. Kelompok kecil biasanya terdiri dari dua anak (pair). Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu sulit mengaturnya. Kelompok sedang terdiri dari empat anak, biasanya untuk tugas yng lebih kompleks. Sedangkan kelompok besar terdiri dari seluruh kelas, hal ini juga penting untuk menyatukan anak dalam kelas sebagai suatu tim (Slamet Suyanto: 2005,150). 2. Kerja Kelompok Kerja kelompok adalah kegiatan belajar-mengajar dimana anak dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan pengajaran (http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/metode-kerja- tertentu kelompok.html). Sebagai bentuk pembelajaran, kerja kelompok dapat dipakai untuk mencapai bermacam-macam tujuan pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa faktor misalnya tujuan khusus yang akan dicapai, umur, kemampuan anak, serta fasilitas pengajaran di dalam keIas. 26 Kerja kelompok yang dilaksanakan pada anak usia dini, guru harus lebih banyak memberikan pengertian dan pemahaman pada anak, sehingga anak mampu menggunakan keterampilan yang mereka miliki untuk berhasil dalam kelompok. Banyak anak yang belum pernah bekerja dalam kelompok dan mungkin perlu latihan dalam keterampilan seperti mendengarkan secara aktif dan toleran, membantu satu sama lain dalam menguasai materi pembelajaran, memberi dan menerima kritik membangun, dan mengelola perbedaan pendapat (http://teaching.berkeley .edu/bgd/collaborative.html). Bekerja kelompok mempunyai pengertian, di mana anak didik dalam suatu kelompok di pandang sebagai satu kesatuan tersendiri, untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan bergotong-royong. Cara ini juga dapat menggerakkan anak untuk melakukan kerja sama sepenuh hati dalam kelompok (Sabri, 2005: 60),. Kerja sama dilakukan secara terpadu untuk mencapai tujuan bersama. Kerja kelompok harus hati-hati direncanakan dan sering membutuhkan fasilitator untuk memastikan kemajuan kelompok. Fungsi kelompok dan pembelajaran yang terjadi perlu dinilai dan dievaluasi. Bahan belajar sama pentingnya dengan kemampuan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Guru sebagai fasilitator sangat penting untuk memastikan bahwa tugas yang diberikan dapat terlaksana dengan baik dan fungsi kelompok untuk dapat bekerjasama dan mengembangkan 27 kemampuan sosial tetap terjaga (wikipedia.org/wiki/Small_group_ learning). Kerja kelompok memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kelompok anak dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok. Menurut Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72), pembelajaran kelompok memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah: 1. Dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis, dapat melibatkan anak secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya terlebih lagi keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat. 2. Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri. 3. Anak berperan sebagai subyek belajar karena anak dapat menjadi tutor sebaya bagi anak lainnya. 4. Anak dilatih untuk bekerjasama, bagi kesuksesan kelompoknya. 5. Memberi kesempatan kepada anak untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya. 28 Kerja kelompok yang diharapkan dapat menanamkan kerja sama pada anak, menggunakan langkah-langkah sebagai berikut (http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/metode-kerja-kelompok.html): 1. Menjelaskan tujuan dari tugas yang harus dikerjakan anak. 2. Membagi anak menurut jenis dan sifat tugas. 3. Mengawasi jalannya kerja kelompok. 4. Menyimpulkan kemajuan kelompok. Meskipun anak bekerja dalam kelompok dan melaksanakan tugasnya masing-masing, namun mereka harus memusatkan perhatian pada tujuan yang akan dicapai, dan menjaga agar jangan sampai keluar dan persoalan pokok. a. Kelebihan 1) Dapat memupuk rasa kerjasama. 2) Suatu tugas yang luas dapat segera diselesaikan. 3) Adanya persaingan yang hebat. b. Kelemahan 1) Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung kepada orang lain. 2) Bila kecakapan tiap anggota tidak seimbang, akan rnenghambat kelancaran tugas, atau didominasi oleh seseorang. Pendapat lain yang mengungkapkan, manfaat pembelajaran kelompok adalah memberikan motivasi kepada para peserta didik yang 29 memiliki kemampuan belajar yang berbeda-beda untuk saling membantu, membuatuhkan toleransi yang tinggi terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial bahkan anak yang berkebutuhan khusus. Selain itu juga mengajarkan kerja sama dan kolaborasi kepada anak didik (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ tmp /PPM.Salman.pdf). Kelebihan Kelompok a. Keterbukaan antar anggota kelompok untuk memberi dan menerima informasi & pendapat anggota yang lain. b. Kemauan anggota kelompok untuk mendahulukan kepentingan kelompoknya dengan menekan kepentingan pribadi demi tercapainya tujuan kelompok. c. Kemampuan secara emosional dalam mengungkapkan kaidah dan norma yang telah disepakati kelompok. Dari berbagai uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa kerja kelompok merupakan metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran anak usia dini karena anak berinteraksi dengan lingkungaan secara holistik yang melibatkan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor dalam pelaksanaannya yang menghasilkan pengalaman sehingga anak memperoleh pengetahuan, keterampilan dan dengan berinteraksi dengan anak lain dapat mendorong anak mulai mengenal adanya perbedaan pola pikir dan keinginan anak lain, sehingga mengembangkan rasa empati dan melatih kerja sama. 30 E. Kerangka Pikir Kehidupan sosial anak Taman Kanak-kanak berada pada masa transisi, sesuai dengan lingkungan hidup yang mulai berubah dari berada pada lingkungan keluarga ke lingkungan masyarakat yang lebih luas. Anak mulai berinteraksi dengan orang lain untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi. Anak harus mengikuti nilai-nilai universal yang ada dalam masyarakat, supaya mendapatkan kepercayaan dan dapat diandalkan oleh lingkungan. Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan baik. Penyesuaian diri anak terhadap lingkungan yang meliputi lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya berhubungan erat dengan kebersihan lingkungan. Keadaan lingkungan yang bersih, rapi, sehat dan menyenangkan akan memberikan ketenangan bagi anak. Dalam menciptakan kebersihan lingkungan itu dibutuhkan kerja sama dengan orang lain. Untuk menumbuhkan sikap kerja sama diperlukan suatu metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini, salah satu metode yang sesuai untuk mengembangkan perilaku kerja sama tersebut adalah metode kerja kelompok. Metode kerja kelompok memiliki fungsi diantaranya menumbuhkan sikap sosial dan kerja sama, anak diajak untuk menghubungkan sebanyakbanyaknya pengetahuan yang diperolehnya dengan masalah-masalah atau aspek kehidupan yang dihadapi. Metode kerja kelompok yang menuntut 31 adanya kerja sama digunakan untuk memantapkan pengetahuan yang telah diajarkan dengan menerapkannya kedalam kehidupan, sehingga membentuk anak dinamis dan ilmiah dalam berbuat/berkarya. Metode kerja kelompok yang dalam pelaksanaannya menggunakan langkah persiapan dan memiliki peraturan, membantu anak mengenali masalah dan menyelesaikannya sesuai dengan kemampuan masing-masing individu dalam suatu kelompok. Anak secara aktif terbimbing terlibat langsung dalam pelaksanaan penyelesaian masalah dalam suatu kelompok kerja, berinteraksi dan saling bekerjasama dalam kelompok maupun antar kelompok mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Kesimpulan dari perilaku kebiasaan memelihara kebersihan lingkungan yang dipelajari anak dalam kerja kelompok dapat dilihat dari proses pelaksanaan kegiatan dan hasil kerja anak. F. Hipotesis Penelitian Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah penerapan kerja kelompok dapat membiasakan anak untuk memelihara kebersihan lingkungan di Raudhatul Athfal Bligo 1 Ngluwar.