LAPORAN PENELITIAN MANDIRI APLIKASI DESAIN INDUSTRI PADA PRODUK YANG SAMA DENGAN MEREK BERBEDA DARI PERSFEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI (Analisa kasus PT Astra Motor dan PT Daihatsu Motor) I NYOMAN MUDANA SH.,MH NIP. 195612311986011001 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR SEPTEMBER 2015 KATA PENGANTAR Om Swastiastu, Puji astungkara kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala Asung Kerta dan Wara Nugrahanya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan penelitian ini yang berjudul “APLIKASI DESAIN INDUSTRI PADA PRODUK YANG SAMA DENGAN MEREK BERBEDA DARI PERSFEKTIF UNDANGUNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI” (Analisa kasus Pt Astra Motor dan Pt Daihatsu Motor) Mengingat kemampuan peneliti yang terbatas, sehingga penulisan laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Atas kekurangan dalam penulisan penelitian ini peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun guna penyempurnaan dari penulisan penelitian ini. DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….... 6 1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………. 6 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….… 10 1.3 Ruang Lingkup Masalah…………………………………………………... 10 1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………………...… 10 1.5 Manfaat Penelitian……..…………………………………………………... 11 1.6 Landasan Teori……………..…………………………………………….... 12 1.7 Metode Penelitian.......................................................................................... 12 BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 18 2.1 Perlindungan Hukum Desain Industri Dan Merk........................................... 18 2.2 Subyek Dan Obyek Desain Industri Dan Merek.......................................... 26 BAB III APLIKASI DESAIN INDUSTRI PADA PRODUK YANG SAMA DENGAN MERK BERBEDA............................................................................................. 29 3.1 Kasus Dan Analisa Aplikasi Desain Industri Pada Produk Yang Sama Dengan Merk Berbeda ............................................................................................... 29 3.2 Analisa Kasus Aplikasi Desain Industri Pada Produk Yang Sama Dengan Merk Berbeda ............................................................................................... 33 BAB IV PENUTUP........................................................................................................... 35 1. Kesimpulan..................................................................................................... 35 2. Saran................................................................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK Era globalisasi dalam perekonomian ditandai dengan sistim persaingan baik dalam bidang pemasaran perolehan bahan baku, maupun didalam kwalitas produk. Tujuan utama persaingan adalah untuk memperoleh disparitas produk semakin banyak, sehingga masyarakat (konsumen) mempunyai pilihan produk yang beraneka ragam dengan kwalitas sesuai yang diharapkan. Bagi perusahaan semakin besar pangsa pasar dapat dikuasai dari produk yang dihasilkan maka semakin besar pula keuntungan ekonomi yang dihasilkan. Tinggi rendahnya kwalitas barang/produk perusahaan ditentukan oleh Kekayaan Intelektual yang terkandung didalamnya. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain: Apakah aplikasi Desain Industri dapat dilakukan pada produk yang sama dengan merek berbeda, bagaimanakah prosedur aplikasi Desain Industri pada produk yang sama tapi dengan Merek berbeda? Digunakan metode penelitian normatif yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan pengaturan penggunaan desain yang sama pada produk mobil yang mereknya berbeda berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diikuti dengan melibatkan bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematik hukum, dan hubungannya. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditari kesimpulan sebagai berikut : Aplikasi Desain Industri PT Astra Daihatsu Motor pada produk PT Astra Motor yang sama dapat dilakukan walaupun produk tersebut diberi Merek yang berbeda karena aplikasi tersebut didasarkan kesepakatan kolaborasi dalam bidang produksi. Prosedur aplikasi Desain Industri kedalam produk yang sejenis dengan Merek yang berbeda dapat terjadi dengan kesefakatan antara pihak pemilik Desain Industri dengan pengguna Desain Industri. saran yang dapat dikemukakan diantaranya: untuk menjamin perlindungan penggunaan Hak Desain Industri pihak lain hendaknya dilakukan denagan lisensi. Untuk menjamin kepastian hukum dalam hak menggunakan Desain Indusatri pihak lain hendaknya tidak cukup dilakukan dengan berdasarkan kesepakatan saja, karena kesepatan dalam penggunaan Desain Industri sebaiknya dilakukan dengan kesefakatan secara tertulis dan diftarkan di Dirjen KI Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hak Kekayaan Intelektual, Desain Industri, Merek. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dalam perekonomian ditandai dengan sistim persaingan baik dalam bidang pemasaran perolehan bahan baku, maupun didalam kwalitas produk. Tujuan utama persaingan adalah untuk memperoleh disparitas produk semakin banyak, sehingga masyarakat (konsumen) mempunyai pilihan produk yang beraneka ragam dengan kwalitas sesuai yang diharapkan. Bagi perusahaan semakin besar pangsa pasar dapat dikuasai dari produk yang dihasilkan maka semakin besar pula keuntungan ekonomi yang dihasilkan. Tinggi rendahnya kwalitas barang/produk perusahaan ditentukan oleh Kekayaan Intelektual yang terkandung didalamnya. Untuk menjamin persaingan yang sehat tidak kalah pentingnya perlindungan hukum bagi kekayaan intelektual ditegakkan. Perlindungan hukum adalah perlindungan yang diberikan pejabat yang berwenang bagi karya-karya intelektual serta menggalangkan peningkatan karya kreatif dengan menyelenggarakan dan menjalankan sistem hukum yang berlaku.1 Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disebut dengan KI) adalah hak kebendaan, hak atas suatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio, yaitu hasil kerja ratio yang menalar dan hasil kerja itu benda 1 Jakarta, h.5. A Zen Umar Purba, 22 Mei 2000, Penegakan Hukum di Bidang HKI, Kompas, imateriil.2 Kekayaan intelektual pada dasarnya dibedakan kedalam 2(dua) golongan yaitu ; 1. Copy rights / hak cipta 2. Industry Property rights / Paten, Merek, Desain Industri, Rahasia dagang, Tata Letak Cirkuit terpadu, dan Varietas Tanaman. Praktik persaingan usaha dengan memperhatikan kekayaan intelektual pelaku usaha pesaing akan dapat meningkatkan kreatifitas produsen dan terus berinovasi terhadap hasil produksinya sehingga bersaing dipasaran dengan produsen lainnya. Namun ketika ketatnya ketika persaingan begitu ketatnya tidak dipungkiri akan terjadi pergeseran perilaku pengusaha kepersaingan yang tidak sehat. Dengan semakin meningkatnya perindustrian di Indonesia sehingga banyak pula pelanggaran yang muncul didalamnya. Salah satunya adalah pelanggaran hak kekayaan intelektual pada produk industri mobil dengan Merek berbeda namun Desainnya sama. Contohnya, pabrikan industri otomotif Merek “TOYOTA” dan “DAIHATSU” memiliki kesamaan Desain pada beberapa generasi produknya secara keseluruhan, diantaranya, “AVANZA” memiliki kesamaan dengan “XENIA”, “RUSH” memiliki kesamaan dengan “TERIOS” dan “AGYA” memiliki kesamaan dengan“AYLA”. Bertitik tolak dari perlindungan hukum kekayaan intelaktual pada kenyataannya, diantara Merek dan Desain Industri memiliki dasar pengaturan 2 H.OK. Saidin, 2013, Aspek Hukum Hak Kekayaan Internasional (Intellectual Property Right), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 9 yang berbeda. Merek diatur dalam Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (selanjutnya disebut Undang-Undang Merek) dan Desain Industri diatur dalam Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri ( selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Desain Industri). Berdasarkan Undang-Undang Desain Industri pengaturan mencakup mengenai perlindungan terhadap rancangan atau Desain penampilan luar dari suatu produk, prosedur pendaftaran, pengalihan hak dan lisensi, pembatalan pendaftaran desain industry, dan penyelesaian sengketa, serta ketentuan lainnya. Kemudian dalam Undang – Undang Merek mencakup ketentuan umum dalam Merek, lingkup Merek, prosedur pendaftaran, pengalihan hak dan lisensi, Merek Kolektif, penghapusan dan pembatalan, penyelesaian sengketa, ketentuan pidana dan ketentuan peralihan. Namun didalam masing – masing pengaturan antara Merek dan Desain Industri tidak ditemukan pengaturan mengenai cara mengaplikasi desain industry kedalam produk yang sama dengan Merek berbeda. Ketentuan mengenai hal tersebut diatas, tidak secara jelas memuat ketentuan Kolaborasi Desain Industri pada produk mereknya berbeda. Dalam pengat uran KI hal ini merupakanan pengaturan baru untuk menghadapi persaingan industri secara global dan mencegah pelanggaran-pelanggaran hukum oleh Negara lain. Eksistensi Desain Industri tidak terlepas dari adanya Merek (khususnya Merek Dagang) yang juga merupakan salah satu bidang dari KI. Merek juga sangat penting dalam dunia perindustrian terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Karena dengan adanya Merek, produk barang dan atau jasa dapat dibedakan berdasarkan kualitas dan keaslian sebuah produk. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memilliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa. Setiap industri yang memiliki Merek Dagang pasti memiliki Desain Industri dalam memproduksi produknya. Contohnya Industri dalam bidang Otomotif yang memiliki Merek Dagang “TOYOTA”, “DAIHATSU”, “MITSUBISHI”, “HONDA”, “YAMAHA” dan sebagainya merupakan sebuah Merek Dagang yang bergerak dibidang Industri Otomotif. Setiap pabrikan tersebut memiliki sebuah Desain dalam membuat sebuah kendaraan yang akan diproduksi. Tentu saja Desain tersebut sebagai daya pembeda dengan Desain pabrikan lainnya. Namaun dalam perkembangannya belakangan ini muncul beberapa jenis kendaraan yang memiliki kemiripan dari Desainnya padahal produk tersebut dari Merek yang berbeda. Contohnya: Desain Toyota Avanza dengan desain Daihatsu Zenia memiliki kesamaan pada pokoknya, padahal Avanza dan Zenia lahir dari Merek yang berbeda. Berdasarkan uraian dan contoh kejadian tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang selanjutnya dituangkan dengan judul : “APLIKASI DESAIN INDUSTRI PADA PRODUK YANG SAMA DENGAN MEREK YANG BERBEDA DARI PERSFEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI”. (Analisa kasus PT Astra dan PT Daihatsu). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain : 1. Apakah aplikasi Desain Industri dapat dilakukan pada produk yang sama dengan merek berbeda? 2. Bagaimanakah prosedur aplikasi Desain Industri pada produk yang sama tapi dengan Merek berbeda? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Penelitian ini terbatas pada ruang lingkup yang menyangkut pembahasan berkaitan dengan pengaturan tentang aplikasi Desain Industri pada produk yang sama dengan Merek yang berbeda melalui kajian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. Dan membahas prosedur aplikasi Desain industri pada produk yang sama dengan Merek berbeda. 1.4 Tujuan Penelitian Untuk memberi arah yang jelas pada penelitian ini, diperlukan adanya sebuah tujuan. Adapun tujuan tersebut antara lain : 1.4.1. Tujuan Umum 1. Untuk melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya dibidang penelitian. 2. Mengetahui tata cara aplikasi Desain Industri pada produk yang sama dengan Merek yang berbeda. 3. Mengetahui prosedur aplikasi Desain Industri pada produk yang sama tapi dengan Merek berbeda. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Untuk memahami tata cara aplikasi Desain Industri pada produk yang sama dengan Merek yang berbeda dari persfektif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. 2. Untuk memahami tata cara aplikasi Desain Indust ri pada produk yang sam a t api dengan Merek yang berbeda. 1.5. Manfaat Penelitian Dalam penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat secara teoritis dan bersifat secara praktis. 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, secara khususnya dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual mengenai Desain Industri serta dapat dijadikan dasar untuk penelitian- penelitian selanjutnya sehingga dapat menambah pengetahuan untuk kedepannya. 2. Selain itu penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap konsep-konsep perlindungan hak Desain Industri terhadap pemilik hak. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Untuk dapat digunkan sebagai bahan pertimbangan-pertimbangan atau bahan masukan bagi pihak yang terkait dengan Desain Industri. 2. Untuk dapat digunkan sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat khususnya para pengusaha yang bergerak dalam bidang perindustrian dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Disain Industri. 1.6. Landasan Teoritis Penelitian menggunakan pemikiran-pemikiran teoritis untuk mendapatkan jawaban masalah hukum yang dihadapi sebagaimana dirumuskan dalam rumusan masalah. Untuk mengetahui bagaimana suatu desain diaplikasikan kedalam produk yang sama tapi Merek berbeda, didasarkan pada teori, pengertian/konsep antara lain : Hak Kekayaan Intelektual adalah hak kebendaan, hak atas suatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio, yaitu hasil kerja ratio yang menalar dan hasil kerja itu benda imateriil.3 Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas intelektual.4 Kemudian Teori Perlindungan Hukum : Disain Industri mendapat perlindungan hukum dan Hak Disain Industri, jika Desain Industri tersebut didaftarkan okeh pendisain atau pemegang hak pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intlektual. Dalam proses pendaftran Desain Industri, pendaftran disertai dengan proses pemeriksaan dari Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Dalam pengajuan permohonan pendafaran untuk mendapat perlindungan hukum dianut asas kebaruan dan pengajuan pendaftaran pertama. Berpegangan pada landasan teori perlindungan hukum, Menurut 3 Ibid Hadi Setia Tunggal, 2012, Hukum Kekayaan Intelektual (HKI/HaKI), Harvarindo, Jakarta, h.11. 4 Satjipto Raharjo perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.5 Dalam Undang-Undang Merek ditentukan bahwa Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek diatur dalam Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Perlindungan Hak Merek diberikan melalui proses pendaftaran yang menganut sistem konstitutif (firs to file). Pendaftaran merek diajukan kepada Direktorat Jendral HKI. Tidak semua Merek yang diajukan dapat diterima dan mendapat perlindungan hukum. Pendaftaran Merek akan ditolak berdasarkan alasan Penolakan Absolute dan Penolakan Relatif. Jika memnuhi persyaratan dan lolos dalam pemeriksaan administratif maupun substantif, maka terbitlah sertifikat Hak Merek sebagai tanda bukti atas pemegang Hak Merek terdaftar. Dalam Pasal 5 dijelaskan bahwa Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. tidak memiliki daya pembeda; c. telah menjadi milik umum; atau d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa 5 Satijipto Raharjo,2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.53 yang dimohonkan pendaftarannya. 1.7. Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penelitian Normatif. Yang dimaksud dengan penelitian normatif adalah dalam penelitian mendekati permasalahan dari segi hukum yakni berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diikuti dengan melibatkan bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematik hukum, dan hubungannya. 1.8.2 Jenis Pendekatan Adapun pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum antara lain pendekatan Perundang-undangan (the statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutan dengan kasus yang ditangani, pendekatan konseptual (conceptual approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan beranjak dari dalam ilmu perundang-undangan dan doktrin-doktrin yang berkembang hukum, Pendekatan Sejarah (historical Approach) adalah pendekatan yang dilakukan dalam kerangka untuk memahami filosofi aturan hukum dari waktu ke waktu, serta memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut. Cara pendekatan ini dilakukan dengan menelaah latar belakang dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi, pendekatan perbandingan (comparative approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan Undang- Undang satu negara dengan Undang-Undang suatu negara atau lebih mengenai hal yang sama, dan pendekatan kasus (the case approach) adalah pendekatan yang dilakukan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (in chart). Dari jenis pendekatan hukum yang telah dipaparkan, dalam penelitia ini jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Perundang-Undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan Perundang-Undangan dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang berhubungan dengan isu hukum yang sedang ditangani6. Kemudian mengumpulkan data dengan melihat fakta-fakta yang ada di lapanagan. Latar belakang penggunaan pendekatan Perundang-Undangan (statue approach) karena penulisan ini membahas dan menelaah mengenai pengaturan pengaplikasian Desain Industri pada produk yang sama dengan Merek yang berbeda yang bersumber kepada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Kemudian permasalahan ditelaah kembali dengan pendekatan konseptual yang dilakukan dengan beranjak dari perundang- undangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. 1.8.3 Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber primer dan sekunder. Bahan primer adalah baham hukum yang 6 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Cetakan 7, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 93 bersumber dari perwujudan asas dan kaidah hukum untuk menganalisa permasalahan berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang besumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari bahan yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Bahan hukum tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 1. Bahan Hukum Primer Terdiri dari bahan hukum primer yang bersumber dari Perundang- Undangan yaitu : a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek c. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Desain Industri Tahun 2000 2. Bahan Hukum Sekunder : a. Buku-buku Hukum b. Jurnal-jurnal Hukum c. Karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media masa. d. Kamus / ensiklopidia hukum, dan e. internet dengan menyebutkan nama situnya, serta bahan-bahan yang menunjang kelengkapan bahan-bahan primer dan relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. sekunder yang 1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik studi dokumen, teknik obsevasi dan pengamatan yang mencakup bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang terkait dengan rumusan masalah dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum, jurnal-jurnal, hukum serta karya ilmiah atau pandangan ahli hukum tentang pengaturan aplikasi Desain terhadap produk yang sama dengan Merek berbeda dari persfektif Undang-Undang Desain Industri. 1.8.5 Tehnik Analisis Bahan Hukum Dalam penelitian ini bahan hukum primer dan sekunder yang sudah terkumpul dianalisa secara kualitatif berdasarkan permasalahan yang diangkat kemudian diolah dengan tehnik deskripsi yaitu menyajikan aspek-aspek dengan menjelaskan dan menggambarkannya dengan jelas dan dianalisa kebenarannya. Selain Teknik Deskripsi, dalam penelitian hukum normatif juga terdapat Teknik Evaluasi dan Teknik Argumentasi. Teknik Evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder. Sedangkan Teknik Argumentasi merupakan teknik yang tidak bisa dipisahkan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan- alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan permasalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukan kedalaman penalaran hukum. BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1. Perlindungan Hukum Desain Industri dan Merek 2.1.1. Perlindungan hukum Kekayaan Intelektual. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni budaya serta flora fauna yang sangat kaya. Hal itu sesuai dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa,dan agama serta kepulauan yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni budaya dan flora fauna itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang mendapat perlindungan hukum sebagai Hak Kekayayaan Intelektual. Kekayaan Intelektual , disingkat KI atau akronim HaKI adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk intelellectual Property rights (IPR), yakni hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas intelektual . objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. System HKI merupakan hak privat (privat rights). Disinilah ciri khas KI. Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftar karya intelektual atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta,pendesain, dan sebagainya) tidak lain dimaksud sebagai penghargaan atas hasil karya (kreatifitas)nya dan agar orang lain terangsang untuk lebih lanjut mengembangkan lagi, sehingga dengan system HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping itu, system HKI menunjang diadakannya system dokumentasi yang baik atas bentuk kreatifitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkan teknologi atau hasil karya lain yang sama dapat dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan dengan maksimal untuk keperluan hidup atau mengembangkan lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi. Melihat perkembangan yang pesat dalam bidang perindustrian, Indonesia mulai memperhatikan keberadaan desain industri yang merupakan bagian dari KI dengan ikut serta dalam berbagai perjanjian internasional dan meratifikasi berbagai aturan yang menjadi landasan perlindungan hukum. Untuk menghadapi persaingan industri secara global dan mencegah pelanggaranpelanggaran hukum oleh Negara lain dan untuk menciptakan tertib hukum secara internasional, Indonesia bergabung dalam salah satu anggota WTO (World Trade Organization) yang tercantum dalam perjanjian TRIPs (The Agreement on Trade Releted Aspek of Intellectual Property Right), Paris Convention dan telah meratifikasi aturan- aturan mengenai KI. Ratifikasi tersebut dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 19 Th 2002 Tentang Hak Cipta, telah dirubah dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, UndangUndang Nomor 14 Th 2001 Tentang Paten, Undang Nomor 15 Th 2001 Tentang Merek,Undang- Undang Nomor 31 Th 2002 Tentang Desain Industri, UndangUndang N0 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 32 Th 2002 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. 2.1.2. Pengertian Desain Industri. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan kedalam Industrial Property Right, karena objek Desain Idustri adalah barang atau komoditi yang merupakan sebuah desain yang digunakan dalam proses industri secara berulang-ulang yang dihasilkan melalui sebuah pemikiran dan imajinasi seseorang yang sering disebut dengan Hak Kekayaan Intelektual sehingga Desain Industri memiliki pengaturan dan dilindungi hukum. Menurut Pasal 1 Angka (1) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi yang memberikan kesan estetis yang dapt diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas atau kerajinan tangan. Dari definisi diatas dapat kita rumuskan unsur-unsur dalam desain industri yaitu : 1. Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan keduanya. 2. Berbentuk dua atau tiga dimensi 3. Bentuk tersebut memberi kesan estetis. 4. Dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, berupa barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Dalam unsur-unsur tersebut diatas, unsur 1, 2 dan 3 lebih mendekati pada unsur yang terdapat dalam perlindungan hak cipta, namun unsur yang menjadi kunci penting dalam desain industri adalah unsur seni atau estetis dan dapat menghasilkan suatu produk berupa barang atau komoditas industri. Desain industri tersebut tercipta dengan adanya gabungan antara nilai estetika dan nilai produk. Seperti hal KI lainnya, Desain Industri juga merpakan hak yang bersifat eksklusif dimana didalam hak ekslusif tersebut terdapat hak moral dan hak ekonomi menurut ketentuan pasal 9 Undang- Undang Desain Industri, pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuan membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desai Industri. Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Desain Industri menyebutkan Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendisain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanaka sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. 2.1.3. Perlindungan Merk Secara yuridis pengertian Merek tercantum dalam pasal 1 butir 1 UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek yang menyatakan bahwa “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. H.M.N. Purwo Sutjipto menyatakan bahwa : “ merek adalah suatu tanda, dengan mana-suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”.7 Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek dibagi menjadi dua yaitu meliputi Merek Dagang dan Merek Jasa. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Dari pemaparan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa unsurunsur yang terdapat didalam Merek adalah : 1. tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut ; 2. memiliki daya pembeda 3. dapat digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa Berkaitan dengan kasus-kasus terkait merek yang banyak terjadi. Tidak hanya membuat aturan-aturan dalam negeri untuk menghadapi persaingan industri secara global dan mencegah pelanggaran-pelanggaran hukum oleh Negara lain Indonesia dan untuk menciptakan tertib hukum secara internasional, bergabung dalam salah satu anggota WTO (World Trade Organization) yang tercantum dalam perjanjian TRIPs (The Agreement on Trade Releted Aspek of Intellectual Property Right), Paris Convention dan telah 7 H.OK. Saidin, Opcit, h. 343. meratifikasi aturan-aturan mengenai HKI khususnya mengenai Merek yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek dibagi menjadi tiga yaitu meliputi Merek Dagang, Merek Jasa dan Merek Kolektif yang tertuang dalam pasal 1 ayat (2), (3) dan (4). Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Sedangkan Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Dalam sistem perlindungan KI menganut dua sistem perlindungan yaitu sistem “first to file system” (sistem konstitusi) dan sistem secara otomatis “automatically protection” (sistem deklaratif). Merek merupakan bagian dari Industrial Property Right sehingga Merek menganut sistem perlindungan “first to file system”. Sistem ini juga disebut dengan Sistem Konstitusi atau pendaftaran pertama yang artinya bahwa hak atas Merek diperoleh karena proses pendaftaran, yaitu orang yang mendaftarkan pertamalah yang mendapat atau berhak atas perlindungan Merek tersebut. Pendaftaran merek diajukan kepada Direktorat Jendral KI. Tidak semua Merek yang diajukan dapat diterima dan mendapat perlindungan hukum. Pendaftaran Merek akan ditolak berdasarkan alasan Penolakan Absolute dan Penolakan Relatif. Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Merek, Merek tidak dapat didaftarkan atas dasar Permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Alasan penolakan Relatif tertuang dalam Pasal 5 dijelaskan bahwa Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. tidak memiliki daya pembeda; c. telah menjadi milik umum; atau d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Kemudian Pasal 6 juga memuat alasan penolakan relatif yaitu penolakan karena alasan subjektif. Ayat (1) menyebutkan Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya. c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal. Ayat (2) menentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dan ayat (3) menentukan Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: 1. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; 2. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; 3. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Jadi Merek tidak dapat didaftarkan jika pendaftarannya dengan maksud dan itikad tidak baik dengan mendaftarkan suatu Merek yang mempunyai persamaan pada pokok atau keseluruhan ataupun persamaan pokok dan keseluruhan dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar. Sedangkan jangka Waktu Perlindungan Merek, menurut pasal 28 Undang-Undang Merek, Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang. 2.2. Subyek Dan Obyek Desain Industri Dan Merek. 1. Subyek dan obyek Desain Industri. Subjek dalam desain industri adalah pendisain dan pihak lain yang menerima Hak Desain tersebut dari pendisain. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Desain Industri menyebutkan bahwa pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Industri. Tentu saja desain yang dihasilkan adalah desain yang memiliki ciri khas dan bermanfaat dalam kegiatan produksi dalam perindustria yang dapat diberikan hak untuk memperoleh hak atas desain adalah: 1. Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain 2. Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, hak desain industri diberikan kepada mereka bersama, kecuali jika diprjanjikan lain. 3. Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaan, pemegang hak desain industri adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya desain industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua belah pihak dengan tidak mengurangi hak pendesain apabila penggunaan desain industri itu sampai diperluas ke luar hubungan dinas. 4. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 berlaku pula bagi desain industri yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan yang berlaku dalam hubungan dinas. 5. Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan perasaan, orang yang membuat desain industri tersebut itu dianggap sebagai pendesain dan pemgang hak desain industri, kecuali jika diperjanjiakan lain antara kedua pihak. Sedangkan yang menjadi objek/lingkup Desain Industri adalah hasil karya intelektual berupa kreasi tentang bentuk, berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi, mempunyai nilai estetis, dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi dan mampu menghasilkan produk atau komoditas industri atau kerajinan tangan. Dalam Undang – Undang Desain Industri tidak ditemukan definisi dan ruanglingkup dari bentuk nilai yang estetis, bagaiman yang disebut dengan estetis, sehingga terjadi kerancuan karena batas nilai estetis tersebut tidak tegas. Selain itu juga terdapat kekaburan antara apa saja yang dianggap baru dan bilamana suatu desain industri dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Subyek dan obyek Merek. Hak atas merek adalah hak eklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Berdasarkan rumusan pasal 3 Undang-Undang N0 15 Tahun 2001 tersebut dapat dipahami bahwa subyek dari hak merek adalah ; a. Orang/badan yang namanya tercantum didalam sertifikat Merek. b. Pihak lain yang memperoleh hak dari pemilik Merek berdasarkan menurut cara-cara yang dibenarkan oleh perundang-undangan. Perolehan hak merek pihak lain dapat terjadi karena hak merek dapat beralih atau dialihkan sebagaimana diatur menurut pasal 40 Undang-Undang N0 15 Tahun 2015 tentang Merek yaitu : a. Pewarisan b. Wasiat c. Hibah d. Perjanjian atau e. Sebab-sebab lain yang dibenrkan oleh peraturan perundangundangan. Sedangkan yang menjadi obyek hak Merek adalah Merek Jasa dan merek dagang dan Merek Kolektif. Merek Jasa adalah yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Merek dagang adalah Merek yang digunakan pada barangyang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan Merek kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. BAB III APLIKASI DESAIN INDUSTRI PADA PRODUK YANG SAMA DENGAN MEREK BERBEDA 3.1. Kasus Dan Analisa Aplikasi Desain Industri Pada Produk Yang Sama Dengan Merek Berbeda. Kronologi kasus dapat digambarkan sebagai berikut: PT. Astra Internasional Tbk (ASTRA) Join Venture PT. Toyota Astra Motor (TAM) PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) Kolaborasi Marger (Akibat Hukum) Pabrik Produksi Area Industri Sunter, Jakarta Stamping – Casting – Engine- Painting - Assembly Kesepakatan penggunaan Desain yang sama antara pihak PT. Toyota Astra Motor (TOYOTA) dan PT. Astra Daihatsu Motor (DAIHATSU) terjadi karena para pihak memiliki beberapa misi dan misi yang sama dalam menghadapi persaingan bisnis khususnya dalam bidang industri otomotif untuk kedepannya. Iklim dan ritme kolaboratif membutuhkan karakter kerja individu yang selalu siap berpartisipasi dalam kolaborasi, dan mengharapkan orang lain untuk berpartisipasi. PT. Astra Internasional Tbk adalah salah satu entitas bisnis yang terdiri dari 6 lini usaha, yaitu: Otomotif, Jasa Keuangan, Alat Berat & Pertambangan, Agribisnis, Infrastruktur & Logistik dan Teknologi Informasi dengan lebih dari 1000 jaringan outlet yang tersebar luas di seluruh Indonesia dan telah melayani lebih dari 10 juta pelanggan, selalu ikut serta mengambil bagian dalam perkembangan ekonomi dan sosial di negeri ini. Di bidang otomotif, Astra memiliki pengalaman dalam distribusi kendaraan yang meliputi pelayanan pembelian, perawatan, penggantian suku cadang dan pelayanan purnajual. Untuk menunjang kelangsungan dan kelancaran bisnisnya PT. Astra Internasional Tbk melakukan JoinVenture dengan PT. Toyota Astra Motor dan PT. Astra Daihatsu Motor. Pada masa krisis, Astra yang tadinya memiliki saham 75% di ADM, direstrukturisasi menjadi 50%. Jumlah direksi seluruhnya ada 8 orang, yakni 4 orang dari pihak Astra dan 4 dari pihak Jepang. Saham Daihatsu di Jepang, 50%nya dimiliki oleh Toyota sejak 1957-an. Pada saat itu sudah terjadi kolaborasi produk antara Toyota dan Daihatsu di Jepang. Ketika itu, Daihatsu memikirkan bahwa pasca-krisis harga mobil melonjak tajam. Kijang semula harganya Rp 30 juta – Rp 40 juta, pasca krisis menjadi Rp 150 juta. Pada kondisi ini, yang dibutuhkan adalah kendaraan untuk keluarga yang minimal bisa menampung 7 orang. Pihak daihatsu sudah lakukan survei mengenai ini, dan model mobilnya disukai adalah yang ada moncong di bagian depannya. Pihak daihatsu dan teman-teman di DMC sudah memikirkan ke arah sana, namun dengan kisaran harga yang dapat dijangkau masyarakat luas. Pihak Daihatsu tahu produk Kijang Toyota akan beralih menjadi Innova yang full model change dan harga yang tinggi. Nah, pihak Daihatsu menawarkan ke Toyota untuk berkolaborasi memproduksi kendaraan yang spesifikasinya seperti yang dijelaskan tadi dan Toyota ikut menjual produk ini, sama dengan yang terjadi di Jepang. Toyota pun melihat hal yang sama. Akhirnya terjadilah proyek kolaborasi Xenia-Avanza. Setelah jadi, dipisah menjadi 2, yang Daihatsu bernama Xenia dan Toyota bernama Avanza. Pada mengeluarkan saat itulah kolaborasi generasi pertama terjadi dengan produk Xenia Avanza. Kolaborasi ini merupakan tonggak penting dalam sejarah industri otomotif di Indonesia, inilah produk otomotif pertama yang desainnya dibuat oleh putra bangsa, dipilih secara global mengalahkan desainer dari Itali, Perancis dan Jepang. Dalam kolaborasi ini, DAIHATSU yang selama ini dikenal sebagai spesialis pembuat mobil compact, berperan mulai dari perencanaan, pengembangan dan produksi. Sementara TOYOTA sebagai pemain otomotif global yang sudah puluhan tahun merebut hati masyarakat di Indonesia, dikenal dengan produk dan layanan yang berkualitas tinggi, sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, tangguh dan terbaik di kelasnya. Salah satu produk Toyota yang lekat di hati masyarakat ialah Toyota Kijang, yang lebih dari 30 tahun telah menjadi bagian dari keluarga Indonesia.Tetapi, masalah selanjutnya adalah pabrik yang memproduksi kendaraan ini. Setelah krisis, kapasitas pabrik ADM sebesar 78.000 per tahun. Sementara, saat itu ADM hanya jualan Daihatsu Taruna dan Zebra yang volume produksi setahun hanya 18.000, atau paling banyak 20.000 unit. Jadi, hanya 25% dari kapasitas produksi. Pada waktu itu utang yang dimiliki oleh pihak Daihatsu cukup besar. Maka saat itu CEO Daihatsu pergi ke Jepang dan mengusulkan untuk buat produk di Indonesia, yaitu MPV Xenia-Avanza ini. Kami menginginkan produksi proyek kolaborasi ini dibuat di pabrik ADM agar kapasitas produksinya bisa terisi. Akan tetapi, Toyota melihat tingkat kualitas pabrik ADM jauh di bawah Toyota. Akhirnya saya membuat tim production strategy committee yang bertugas menaikkan QCD level ADM agar sama dengan pabrik Jepang. Kami waktu itu harus kerja keras. Ketika pengecekan kedua, akhirnya baru disetujui karena ADM sudah mampu, secara QCD level, untuk membuat produk Toyota. Akhirnya, produksi Toyota diserahkan ke ADM.8 8 Edisi Tanpa Aktu, http://swa.co.id/ceo-interview/sudirman-mr-belajar-belajar-belajar, Diakses pada 1 September 2015. 3.2. Analisa kasus. Akibat yang timbul dari kolaborasi produk antara pihak Toyota dengan pihak Daihatsu yang mana pihak PT Daihatsu adalah Pendesain sehingga PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) berhak mendapat royallty fee , sehingga pihak PT. Toyota Astra Motor (TAM) juga berhak menggunakan bersama desain tersebut. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang N0 31 Tahun 2000 menyatakan; “Hak Desain Industri adalah hak eklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. Dari rumusan tentang hak desain seperti yang diurakan didalam pasal 1 angka 5 tersebut diatas trsirat bahwa hak Desain Industri tidak lahir dengan sendirinya setalah ide pendesain telah diekpresikan kedalam sebuah karya nyata. Tetapi hanya diberikan oleh Negara Republik Indonesia. Sudah tentu dilakukan dengan telah dipenuhi persyratan-persyaratan yang telah ditentukan, seperti persyaratan Desain Industri harus didaftarkan ke Dirjen KI sampai pada akhirnya memperoleh sertifikat Desain Industri. Didalam sertifikat tersebut dapat diketahui siapa pemilik desain tersebut dan selakigus memberikan hak kepada pendesain untuk melaksanakan sendiri desainnya atau memberikan ijin kepada piuhak lain untuk melaksanakannya. Oleh karena itu suatu Desain Industri dapat juga dilaksanakan oleh pihak lain asalnya pihak yang berhak atas Desain tersebut telan mengizinkannya atau dengan kata lain bilamana pihak yang berhak telah mengalihkanyan hak Desain Industrinya. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapatlah dikatakan bahwa aplikasi Desain Industri PT ADM (Astra Daihatsu Motor ) dapat dilakukan oleh pihak PT Astra Motor pada produk yang sejenis walaupun produk tersebut diberikan Merek yang berbeda yaitu Toyota Kijang Avansa. Hal tersebut dimungkinkan karena aplikasi tersebut didasari oleh adanya kesepakatan kolaborasi produsi. Kesepakatan tersebut dengan mudah dapat dicapai oleh kedua prusahaan tersebut karena dilihat dari komposisi kepemilikan saham dari PT Astra Motor terhadap PT Astra Daihatsu Motor sangat memungkinknya . Pada dasarnya pengalihan dan perelihan terhadap Kekayaan Intelektuan khususnya hak Desain Industri hanya dapat dilakukan sesuai denagan pasal 31 Undang-Undang N0 31 Tahun 2000 yang menyatakan ; 1) Hak Desain Industri dapat beralih atau dialihkan dengan; a) Pewarisan b) Hibah c) Wasiat d) Perjanjian tertulis atau e) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan 2. Pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak. 3. Segala bentuk pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftar dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jendral dengan membayar biaya sebagaimana diatus dalam Undang-Undang ini 4. Pengalihan Hak Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri tidak berakibat kepada pihak ketiga. 5. Pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri Aplikasi Desain Industri yang terjadi antara PT Astra Motor Dengan PT Daihatsu Motor dalam produk mobil dengan Merek Toyota Avanza dan Xenia hanya dilakukan berdasarkan kesepakata kolaborasi. Pengalihan pelaksanaan Hak Desain Industri seperti tersebut memang dibenarkan karena telah didasari dengan adanya kesepakatan tetapi kesepakatan tersebut belum mempunyai daya mengikat terhadap pihak ketiga. BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan diatas maka dapat ditari kesimpulan sebagai berikut : 1. Aplikasi Desain Industri PT Astra Daihatsu Motor pada produk PT Astra Motor yang sama dapat dilakukan walaupun produk tersebut diberi Merek yang berbeda karena aplikasi tersebut didasarkan kesepakatan kolaborasi dalam bidang produksi. 2. Prosedur aplikasi Desain Industri kedalam produk yang sejenis dengan Merek yang berbeda dapat terjadi dengan kesefakatan antara pihak pemilik Desain Industri dengan pengguna Desain Industri. 2. Saran 1. Dalam rangka menjamin perlindungan penggunaan Hak Desain Industri pihak lain hendaknya dilakukan denagan lisensi. 2. Untuk menjamin kepastian hukum dalam hak menggunakan Desain Indusatri pihak lain hendaknya tidak cukup dilakukan dengan berdasarkan kesepakatan saja, karena kesepatan dalam penggunaan Desain Industri sebaiknya dilakukan dengan kesefakatan secara tertulis dan diftarkan di Dirjen KI. DAFTAR PUSTAKA I. BUKU-BUKU A Zen Umar Purba, 22 Mei 2000, Penegakan Hukum di Bidang HKI, Kompas, Jakarta. H.OK. Saidin, 2013, Aspek Hukum Hak Kekayaan Internasional (Intellectual Property Right), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hadi Setia Tunggal, 2012, Hukum Kekayaan Intelektual (HKI/HaKI), Harvarindo, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Cetakan 7, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Satijipto Raharjo,2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. II. ARTIKEL : Edisi Tanpa Aktu, http://swa.co.id/ceo-interview/sudirman-mr-belajar-belajar-belajar, Diakses pada 1 September 2015. III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Negara Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. Negara Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).