I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selulosa

advertisement
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selulosa merupakan biopolimer yang paling melimpah di bumi dan merupakan
komponen utama biomassa tumbuhan (Brown, 2004). Selulosa tumbuhan biasanya tidak
murni karena bercampur dengan lignin dan hemiselulosa (Santa-Maria et al., 2009)
sehingga menyulitkan pengembangan aplikasinya dalam dunia industri karena
memerlukan pemurnian sebelum digunakan.
Oleh karena itu, diperlukan alternatif
sumber penghasil selulosa yang lebih murni, diantaranya adalah selulosa mikrobia
terutama bakteri (Santa-Maria et al., 2009). Selain kemurniannya, selulosa yang
dihasilkan oleh bakteri memiliki karakter spesifik yang memudahkan penggunaannya
dalam berbagai bidang aplikasi yaitu memiliki indeks kristanilitas, derajat polimerisasi,
daya regang, dan daya serap air tinggi (Brown, 2007; Shoda & Sugano, 2005; Chawla et
al., 2009).
Keunggulan yang dimiliki selulosa bakteri telah menarik minat banyak peneliti
untuk menerapkannya pada berbagai aplikasi seperti pembuatan kertas (Nishi et al.,
1990), membran (Shibashaki et al., 1993; Iguchi et al., 2000),
industri makanan
(Miranda et al., 1965) dan sebagai biomaterial untuk aplikasi pengobatan (Cienchanska,
2004). Aplikasi selulosa bakteri sebagai membran saat ini diterapkan dalam produksi air
minum, filtrasi khamir dan jus buah pada industri pangan, dan filtrasi bakteri pada
pengolahan limbah (Wanichapichart et al., 2002).
Ada beberapa genera bakteri yang anggotanya dikenal sebagai penghasil selulosa,
di antaranya yaitu Acetobacter, Aerobacter, Azotobacter, Agrobacterium, Achromobacter
Gluconacetobacter, Rhizobium, Sarcina, dan Salmonella (Romling, 2002; Aydin &
1
2
Aksoy. 2004; Chawla et al., 2009). Strain anggota genus Gluconacetobacter dan
Acetobacter memiliki kemampuan menghasilkan selulosa beragam dan paling banyak
dipelajari karena kuantitas dan kualitas selulosa yang dihasilkannya (Bielecki et al.,
2005; Chawla et al., 2009), sehingga digunakan sebagai organisme model dalam
mempelajari bakteri penghasil selulosa. Kedua genus ini merupakan anggota kelompok
bakteri asam asetat (BAA) dan diklasifikasikan dalam familia Acetobactericeae yang
umumnya dapat diisolasi dari habitat alami yang mengandung glukosa, asam, dan alkohol
(Benito, 2005). Sebagai contoh, buah masak, produk fermentasi (Lisdiyanti et al., 2003),
asam cuka, cairan getah tumbuhan, minuman beralkohol, bunga-bungaan, bir, anggur,
jus buah asam (Benito, 2005) dan madu (Kappeng & Pathom-aree, 2009).
Berbagai spesies anggota genera Acetobacter dan Gluconacetobacter penghasil
selulosa yang diisolasi dari habitat alami sudah dilaporkan dalam berbagai penelitian,
yaitu Acetobacter pasteurianus, A. orleansis, A. lovaniensis, A. aceti (Lisdiyanti et al.,
2003; Chawla et al., 2009), Gluconacetobacter xylinus, G. europaeus, G. intermedius,
G. oboediens, G. hansenii, G. entanii, G. swingsii, G. rhaeticus, dan G. kambuchea
(Dellaglio et al., 2005; Dutta & Gachhui, 2007). Kemampuan menghasilkan selulosa oleh
strain dalam spesies anggota genus Gluconacetobacter dan Acetobacter juga beragam,
misalnya G. xylinus subsp. sucrofermentans (mutan resisten terhadap sulfaguanidin)
mampu menghasilkan selulosa sebesar 9,7 g/l (Seto et al., 2006). G. hansenii PJK mampu
menghasilkan selulosa sebesar 2,7 g/l dalam medium yang mengandung 1% ethanol
(Park et al., 2003) dan 5,47 g/l dalam medium basal SMRs (Shah et al., 2010),
Acetobacter sp. KCTC mampu menghasilkan selulosa sebesar 4,16 g/l dalam media yang
mengandung glukosa dan 3 g/l dalam medium yang mengandung xylose (Chawla et al.,
2009). Oleh karena itu, eksplorasi sumberdaya alam bakteri penghasil selulosa dari
3
berbagai habitat alami sangat bermanfaat untuk kajian pengembangan aplikasi selulosa
dan keanekaragaman bakteri penghasil selulosa, terutama dalam rangka mendapatkan
strain penghasil selulosa unggul.
Di Indonesia produk selulosa bakteri dikenal dengan istilah Nata de Coco karena
substrat dasar yang digunakan untuk memproduksinya adalah air kelapa. Potensi limbah
air kelapa di Indonesia sangat besar karena Indonesia adalah penghasil kelapa terbesar di
dunia, dengan luas area mencapai 32,4% dari total luas lahan perkebunan kelapa di
seluruh dunia (Anonim, 2005). Produksi buah kelapa Indonesia rata-rata 15,5 milyar
butir/tahun atau setara dengan 3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton arang
tempurung, 1,8 juta ton serat sabut, dan 3,3 juta ton debu sabut (Agustian et al., 2003;
Allorerung & Lay, 1998). Air kelapa cukup baik digunakan sebagai substrat pembuatan
selulosa karena mengandung berbagai nutrien yang dapat digunakan untuk pertumbuhan
bakteri penghasil selulosa. Nutrien yang terdapat dalam air kelapa di antaranya adalah
sukrosa, mineral serta adanya faktor pendukung pertumbuhan yang mampu
meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil nata (Lapuz et al., 1967). Oleh karena itu,
penelitian mengenai eksplorasi strain bakteri asam asetat endogenik Indonesia yang
mampu menghasilkan selulosa dalam media yang murah sangat penting artinya bagi
pengembangan industri selulosa bakteri. Dengan demikian, perlu dikaji apakah strain
bakteri penghasil selulosa yang berasal dari berbagai habitat mampu tumbuh dan
memproduksi selulosa dengn baik pada media air kelapa yang murah dan mudah didapat.
Biosintesis selulosa oleh G. xylinus dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu
ketersediaan substrat (sumber karbon), sumber nitrogen, oksigen, ATP dan faktor
lingkungan (Bielecki et al., 2005). Secara fisiologis, bakteri akan menghasilkan selulosa
saat berada pada kondisi optimal pertumbuhannya dan tersedia sumber karbon, nitrogen,
4
serta dalam kondisi lingkungan aerobik (Bielecki et al., 2005; Ross et al., 1991;
Tonouchi et al., 1995). G. xylinus mampu menghasilkan selulosa secara optimal pada
kisaran suhu 28-30°C dan pH 4-6 (Chawla et al., 2009). Strain bakteri anggota spesies
lain sangat mungkin membutuhkan kondisi substrat dan faktor lingkungan yang berbeda
sehingga untuk strain penghasil selulosa yang baru ditemukan sangat penting diketahui
faktor substrat dan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan produksi selulosa
secara maksimal.
Upaya pencarian alternatif media produksi yang murah, mudah didapat tetapi
memiliki kapasitas produksi selulosa bakteri yang memadai saat ini banyak dikaji para
peneliti. Beberapa hasil penelitian telah membuktikan keberhasilan penggunaan bahan
alam dan limbah organik seperti molase (Keshk et al., 2006)
dan ekstrak buah
(Kurosumi et al., 2009) sebagai sumber karbon untuk memproduksi selulosa bakteri oleh
bakteri G. xylinus. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Kongruang (2008) dan Tahir
et al. (2008) yang menggunakan limbah buah nanas dalam produksi selulosa.
Selain beberapa faktor tersebut, ada faktor lain yang mempengaruhi produksi
selulosa bakteri yaitu metode fermentasi yang digunakan. Metode fermentasi yang
digunakan dalam skala industri yaitu metode fermentasi statis (Lee, 1999) dan agitatif
(Tsuchida & Yoshinaga, 1997; Lee & Zhao,1999; Lee,1999). Kedua metode fermentasi
ini masing-masing mempunyai kelemahan. Menurut Tsuchida dan Yoshinaga (1997) dan
Lee (1999), metode fermentasi statis dalam skala industri produksi selulosanya dapat
menurun karena terbentuknya asam glukonik. Sementara itu, fermentasi agitatif dapat
menurunkan produksi selulosa karena berkaitan erat dengan dihasilkannya mutan negatif
(Lee & Zhao,1999; Lee,1999; Tantratian et al., 2005; Cheng & Catchmark, 2009).
Metode fermentasi atau kondisi kultur sangat berpengaruh terhadap morfologi
5
makroskopik selulosa bakteri yang dihasilkan (Watanabe et al., 1998; Yamanaka et al.,
2000). Fermentasi agitatif menghasilkan selulosa berbentuk bulat (Czaja et al., 2004;
Suwannapinunt et al., 2007) atau butiran tidak teratur dan untaian serat (Krystynowicz et
al., 2005) sehingga menarik untuk digunakan dalam aplikasi tertentu misalnya sebagai
bahan pangan. Perbedaan
morfologi selulosa statis dan agitatif juga berkontribusi
terhadap variasi derajat kristalinitas dan perbedaan ukuran kristalitas (Watanabe et al.,
1998). Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan produktivitas selulosa bakteri secara
kuantitatif, juga perlu dikaji aspek kualitatifnya yakni bentuk morfologi dan karakter
fisikokimiawi selulosa yang dihasilkan sehingga dapat diketahui potensinya sebagai
bahan baku industri.
Isolat bakteri penghasil selulosa strain baru yang didapatkan dari proses isolasi
penting diketahui identitas taksonominya agar dapat dipahami posisinya di antara strain
bakteri yang sudah lebih dahulu ditemukan. Identitas isolat juga berperan penting dalam
mempelajari keanekaragaman bakteri penghasil selulosa yang berasal dari berbagai
habitat. Sistem klasifikasi bakteri penghasil selulosa terkini banyak menyandarkan diri
kepada metode biologi molekular, namun demikian, penggunaan konsep fenotipik juga
masih banyak digunakan sampai saat ini. Karakterisasi secara fenotipik pada bakteri
penghasil selulosa tetap mempunyai peranan penting sebagai identifikasi pendahuluan
dalam proses mempelajari suatu strain bakteri. Penggabungan metode identifikasi isolat
bakteri dengan pendekatan polifasik yang meliputi identifikasi secara fenotipik, kimiawi
dan molekular diharapkan akan memberikan hasil identifikasi isolat baru yang lebih
bermakna sehingga menghasilkan identifikasi yang lebih mantap.
Penelitian mengenai eksplorasi strain bakteri asam asetat penghasil selulosa baru
dari habitat alami (isolat endogenik)
yang mempunyai kemampuan memproduksi
6
selulosa lebih unggul dibanding isolat yang berasal dari habitat artifisial seperti inokulum
nata de coco komersial (isolat eksogenik), sangat penting artinya bagi pengembangan
industri selulosa bakteri (nata) di Indonesia. Penemuan isolat bakteri penghasil selulosa
baru juga akan memperkaya keanekaragaman bakteri penghasil selulosa yang sudah ada
sebelumnya.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka rumusan permasalahan penelitian
ini adalah:
1.
Apakah ada isolat bakteri asam asetat penghasil selulosa endogenik pada habitat
alami buah masak?
2.
Bagaimanakah kemampuan pertumbuhan dan produksi selulosa isolat bakteri asam
asetat penghasil selulosa endogenik dan eksogenik terpilih dalam media dasar air
kelapa dengan berbagai kondisi lingkungan fermentasi?
3.
Apakah ada perbedaan karakter fisikokimiawi antara selulosa bakteri yang
dihasilkan oleh isolat bakteri asam asetat penghasil selulosa endogenik dan
eksogenik terpilih dengan metode fermentasi statis dan fermentasi agitatif ?
4.
Bagaimanakah identitas, keanekaragaman, hubungan kekerabatan dan status
kebaharuan isolat bakteri asam asetat penghasil selulosa endogenik dan eksogenik
yang diisolasi dari buah masak dan inokulum nata?
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah:
1.
Mendapatkan isolat bakteri asam asetat penghasil selulosa endogenik dari habitat
alami buah masak dan eksogenik dari inokulum nata.
2.
Mempelajari kemampuan pertumbuhan dan produksi selulosa isolat bakteri asam
asetat penghasil selulosa endogenik dan eksogenik terpilih dalam media dasar air
kelapa dengan berbagai kondisi lingkungan fermentasi.
3.
Menganalisis karakter fisikokimiawi selulosa bakteri yang dihasilkan oleh isolat
bakteri asam asetat penghasil selulosa endogenik dan eksogenik terpilih dengan
metode fermentasi statis dan agitatif.
4.
Mengetahui
identitas, keanekaragaman, hubungan kekerabatan dan status
kebaharuan isolat bakteri asam asetat penghasil selulosa endogenik dan eksogenik
yang diisolasi dari buah masak dan inokulum nata.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai potensi
strain bakteri asam asetat endogenik Indonesia dalam menghasilkan selulosa bakteri
dalam sistem fermentasi statis dan agitatif. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
terobosan untuk meningkatkan efisiensi produksi selulosa bakteri (nata de coco) dengan
memanfaatkan
keanekaragaman potensi strain bakteri asam asetat endogenik yang
mempunyai kemampuan unggul dalam menghasilkan selulosa dalam media produksi
8
yang murah berbahan dasar limbah air kelapa. Lebih jauh selulosa yang dihasilkan dalam
penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan dalam pengembangan produk berbasis
selulosa bakteri sehingga dapat memperkaya ragam aplikasi selulosa di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai bakteri asam asetat penghasil selulosa telah dilakukan oleh
peneliti terdahulu.
Beberapa penelitian telah menemukan strain bakteri penghasil
selulosa dari berbagai sumber di antaranya limbah fermentasi asam cuka (Kahlon &
Vyas, 1971; Aydin & Aksoy, 2009), buah, sayur (Kahlon & Vyas, 1971; Huluwi, 2011),
madu (Kappeng & Pathom-aree, 2009), dan inokulum nata (Huluwi, 2011). Bakteri
asam asetat telah diisolasi dari berbagai negara di Asia Timur dan Tenggara seperti
Jepang (Nanda et al., 2001; Uchimura, 2007), Indonesia (Yamada et al., 1999; Yamada et
al., 2000; Lisdiyanti et al., 2001; Lisdiyanti et al., 2002), Thailand (Yukphan et al., 2003;
Yukphan et al., 2005; Yamada & Yukphan, 2008) dan Philipina (Kersters et al., 2006;
Sievers & Swings, 2005;).
Penelitian mengenai penggunaan sumber karbon dalam produksi selulosa bakteri
yang sudah dilakukan yaitu mengkaji gula monosakarida, disakarida dan alkohol (Keshk
& Sameshima, 2005), ekstrak buah (Kurosumi et al, 2009; Umami, 2011), molase (Keshk
et al., 2006), limbah kelapa dan nanas (Kongruang, 2008), limbah kentang, air dadih keju
dan konsentrat bit gula (Thompson & Hamilton, 2000). Hasil penelitian yang sudah
dilaporkan peneliti sebelumnya mengenai aplikasi selulosa bakteri pada berbagai bidang
diantaranya yaitu penggunaan selulosa bakteri sebagai media pemisahan pengolahan air
(Brown, 1989; Choi et al., 2004),
sebagai agen pencampur (emulsifier), pengubah
9
viskositas bahan (Brown 1989; Jonas & Farah 1998), medium substrat biologis (Brown
1989; Watanabe et al., 1993) dan makanan atau makanan pengganti (Miranda et al.,
1965; Brown 1989, Jonas & Farah 1998).
Di samping itu juga untuk perangkat
optoelektronik (Nogi et al., 2005), kertas (Jonas & Farah 1998; Shah & Brown 2005),
stereo diafragma (Jonas & Farah 1998) dan matriks imobilisasi protein atau substansi
kromatografi (Jonas & Farah 1998; Sokolnicki et al., 2006), penutup luka (Hamlyn et
al., 1997; Cienchanska 2004; Legeza et al., 2004; Wan & Millon, 2005; Czaja et al.,
2006); kulit buatan (Jonas & Farah 1998; Czaja et al., 2007) dan membran dialisis (Wan
& Millon, 2005; Sokolnicki et al., 2006).
Namun demikian penelitian mengenai eksplorasi (isolasi, karakterisasi dan
identifikasi) strain bakteri asam asetat penghasil selulosa endogenik Indonesia yang
berasal dari habitat alami masih sangat terbatas. Demikian pula dengan penggunaan air
kelapa sebagai medium dasar dalam optimasi produksi selulosa bakteri belum dilaporkan.
Penelitian Huluwi (2011) mendapatkan 29 isolat penghasil selulosa tetapi pendekatan
identifikasinya masih kurang komprehensif. Lanjutan penelitian tersebut yang dilakukan
oleh Umami (2011) menitikberatkan pada optimasi penggunaan sumber karbon dari
beberapa jenis buah dan tidak menggunakan limbah air kelapa sebagai media dasar.
Oleh karena itu, penelitian ini memiliki kebaharuan dari aspek eksplorasi strain
bakteri asam asetat produser selulosa endogenik Indonesia dari habitat alami buah masak.
Juga penggunaan limbah air kelapa sebagai media dasar untuk mengetahui kemampuan
tumbuh dan produksi selulosa bakteri serta pendekatan sistematika polifasik untuk
mengungkap identitas, keanekaragaman, hubungan kekerabatan dan status kebaharuan
bakteri asam asetat endogenik penghasil selulosa.
Download