BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Komunikasi Komunikasi secara umum berasal dari bahasa Latin communicatio yang berarti “pemberitahuan” atau pertukaran pikiran”. Jadi, secara garis besar dalam suatu komunikasi haruslah terdapat unsur-unsur kesamaa makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran dan pengertian antara komunikator (penyebar pesan) dan komunikan (penerima pesan). Adapun beberapa definisi komunikasi dari para pakar, sebagai berikut: 1. Komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa mengatakan apa dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa (Lasswell) 2. Komunikasi merupakan rangkaian proses pengalihan informasi dari satu orang kepada orang lain dengan maksud tertentu 3. Komunikasi adalah proses yang melibatkan seseorang untuk menggunakan tanda-tanda (alamiah atau universal berupa simbol-simbol berdasarkan perjanjian manusia) verbal maupun nonverbal yang didasari atau tidak didasari yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap orang lain. 4. Komunikasi adalah proses dimana seseorang individu atau komunikator mengoperkan stimulant biasanya dengan lambang-lambang bahasa (verbal maupun nonverbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain (Carl I. Hovland) 7 8 2.2 Reinterpretasi 2.2.1 Pengertian Reinterpretasi Reinterpretasi bermula dari kata “interpretasi” atau interpretation yang artinya penafsiran. Interpretasi yang merupakan proses komunikasi baik lisan atau gerakan antara dua atau lebih yang tidak dapat menggunakan simbol-simbol yang sama, baik secara simultan atau berurutan serta bertujuan untuk meningkatkan pengertian.1 Suatu interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik. Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, matematika, atau berbagai bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsiran baik secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas. Sedangkan re-interpretasi merupakan sebuah percobaan kembali dari hasil interpretasi yang sudah dihasilkan. Pengulangan kembali ini bertujuan untuk memaparkan secara lebih jelas dan detail akan hasil interpretasi yang masih mengambang dan belum terlalu kuat dalam penjabaran penafsiran akan suatu objek maupun simbol. 1 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media 2007 hal 15 9 2.3 Gaya Hidup (Life Style) Gaya hidup adalah sebuah adaptasi fiktif individu terhadap kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan bersosialisasi dengan orang lain. Gaya hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan, pola-pola respons terhadap hidup, serta terutama untuk perlengkapan hidup. Cara berpakaian, cara kerja, pola konsumsi, bagaimana individu mengisi kesehariannya merupakan unsur-unsur yang membentuk gaya hidup. Gaya hidup dipengaruhi juga oleh keterlibatan seseorang dalam kolompok sosial, dari seringnya berinteraksi dan menanggapi berbagai stimulus disana. pada frame of reference (kerangka acuan) yang 2 Gaya hidup menunjuk dipakai seseorang dalam bertingkah laku.3 Istilah gaya hidup (lifestyle) memiliki arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup yang khas dari berbagai kelompok status tertentu, dalam budaya konsumen kontemporer istilah dari mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan dan seterusnya dipandang sebagai indicator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau konsumen. 4 Weber mengemukakan bahwa kelompok status dinyatakan melalui persamaan gaya hiudp. Di bidang peraulan gaya hidup ini dapat berwujud pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang statusnya lebih rendah. 2 Bagong Suyanto. Sosiologi Ekonomi, Kencana Prenada Media Group 2013 hal 138 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya 2009 hal 168 4 Featherstone, Mike(Penerjemah Miisbah Zulfa Elizabeth). 2005. Posmodernisme dan Budaya Konsumen. Hal 201. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 3 10 Selain adanya pembatasan dalam pergaulan, menuurut Weber kelompok status ditandai pula oleh adanya berbagai hak istimewa dan monopoli atas barang dan kesempatan idel dan material. Kelompok status dibeda-bedakan atas gaya hidup yang tercermin dalam gaya konsumsi. Weber mengemukakan bahwa kelompok status merupakan pendukung adat, yang menciptakan dan melestarikan seua adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat. 5 gaya hidup dirinci dalam lima dimensi (Susianto, 1993:59):6 Pertama, morfologi. Sebagai aspek lingkungan dan geografi dari gaya hidup, dimensi ini melihat sejauh mana individu menggunakan kota dan fasilitasnya. Kedua, hubungan sosial. Dimensi ini menggali pola hubungan sosial individu. Ketiga, domain. Lewat dimensi ini diperoleh informasi mengenai aktivitas yang ditekankan di dalam jaringan sosial, serta peran apa yang dinilai berharga oleh individu. Keempat, makna. Dimensi ini menggali bagaimana individu memberikan makna pada kegiatan-kegiatannya. Kelima, style. Dimensi yang menampilkan aspek lahiriah dar gaya hidup menggunakan simbol-simbol dan memberikannilai simbolik pada objek-objek sekitarnya. 5 Sunarto, Karmanto. 2000. Pengantar Sosiologi (Edisi Kedua). Hal 93. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 6 Ibid 11 Gaya hidup oleh beberapa ahli sering disebut merupakan sebuah dunia modern atau modernitas. Artinya siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain.7 Istilah gaya hidup, baik dari sudut pandang individual maupun kolektif, mengandung pengertian bahwa gaya hidup sebagai cara hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan dan pola-pola respons terhadap hidup, serta terutama perlengkapan untuk hidup.8 2.4 Komunitas (Community) Menurut Ralph Linton (Soekanto, 2003: 24) Komunitas adalah sekumpulan manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menggangap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.9 Sehingga manusia saling berhubungan satu sama lainnya dan dari hubungan antara manusia itu kemudian melahirkan keinginan, perasaan, kesan, penilaian, dan sebagainya. Semua itu kemudian menjadikan adanya sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam masyarakat tersebut. Dalam sistem hidup itulah muncul budaya yang mengikat antara satu manusia dengan lainnya. 7 Bagong Suyanto,op.cit.hal 139 Ibid 9 Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi. Kencana Prenada Media Group Jakarta 2006 hal 29 8 12 Rasa persaudaraan yang erat membuat solidaritas dan loyalitas antar anggota menjadi kuat. Keinginan untuk dapat dikenal dan diakui keberadaannya membuat anggota komunitas melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. 2.5 Perkembangan Teori Interaksi Sombolik Para ilmuan pragmatis percaya bahwa realitas bersifat dinamis. Keyakinan ontologis yang berbeda dibandingkan ilmuan terkemuka lainya, mereka mencetuskan pemikiran mengenai munculnya struktur sosial dan mereka bersikeras bahwa makna diciptakan dalam suatu interaksi.10 Awal perkembangan interaksi simbolik dibedakan menjadi dua aliran yaitu aliran / mahzab Chicago yang dipelopori oleh Herbert Blumer. Blumer menyakini bahwa studi manusia tidak dapat diselelenggarakan didalam cara yang sama dari ketika tentang benda mati. Tradisi Chicago melihat orang-orang yang kreatif, inovatif dalam situasi yang tidak bisa diramalkan. Masyarakat dan diri dipandang sebagai proses yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilangkan inti sari hubungan sosial. Tradisi / mahzab yang kedua, aliran / mahzab lowa mengambil lebih dari satu pendekatan ilmiah. Manford Kuhn dan Carl Dipan, para pemimpinnya percaya konsep interaksionis itu dapat diterapkan. Kuhn beragumentasi bahwa 10 Richard West dan Lynn H Turner. Pengantar Teori Komunikasi. Salemba Humanika Jakarta 2008 hal 97 13 metode sasaran jadilah lebih penuh keberhasilan dibandingkan “yang lembut” metode yang dipekerjakan oleh Blumer.11 a. Aliran Chicago George Helbert pada umumnya dipandang sebagai pemula dari pergerakan dan pekerjaannya yang pasti membentuk mahzab Chicago. Blumer merupakan pemikir terkemuka, menemukan istilah interksionisme simbolik. Blumer mengacu pada label ini sebagai suatu sedikit banyaknya pembentukan kata baru liar yang di dalam suatu jalan tanpa persiapan. Ketiga konsep dalam teori Blumer menangkap didalam jabatan pekerjaan terbaik yang dikenalnya adalah masyarakat diri dan pikiran. Diri mempunyai dua segi, masing-masing melayani sutu fungsi penting. Menjadi bagian dari yang menuruti kata hati, tak tersusun, tak diarahkan, tak dapat diramalkan. Menurut Blumer, objek terdiri dari tiga fisik yaitu tipe (barang), sosial (orang-orang), abstrak (gagasan). Orang-orang menggambarkan objek dengan cara yang berbeda tergantung bagaimana mereka membiarkan ke arah tersebut. b. Aliran Lowa Kuhn adalah pengembang dari teori simbolik sebelumnya. Kuhn memelihara dasar prinsip sebelumnya akan tetapi tidak mengambil langkahlangkah pada teori yang konservatif. Seperti yang digunakan oleh Blumer, individu ini memiliki empat kualitas. Pertama, mereka adalah orang-orang untuk 11 Ibid 14 siapa individu secara emosional dan secara psikologis dilakukan. Kedua, mereka menyediakan orang yang kosakata umum, pusat konsep dan kategori. Ketiga, mereka menyediakan individu dengan perbedaan dasar antara orang lain dan diri pribadi. Keempat, orang lain melakukan komunikasi wawancara yang terus menerus menopang konsep diri dari individu itu. Interaksi simbolik telah menyatukan studi bagaimana kelompok mengkoordinir tindakan mereka, bagaimana kenyataan dibangun, bagaimana diri diciptakan, bagaimana struktur sosial besar mendapatkan dan dibentuk dan bagaimana publik dapat dipengaruhi. Jadi pada dasarnya, interaksi simbolik berakar dan berfokus pada hakikat manusia adalah makhluk relasional. Setiap manusia terlibat relasi dengan sesamanya. 2.5.1 Teori Interaksi Simbolik Menurut Littlejohn, interkasi simbolik mengandung inti premis tentang komunikaksi dan masyarakat (core of common premises about communication and society) (Littlejohn, 1996:159). Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan dinamis manusia, kontras dengan pendekatan struktural yang memfokuskan diri pada individu dan ciri-ciri kepribadiannya, atau bagaimana struktur sosial membentuk perilaku tertentu individu.12 12 Deddy Mulyana dan Solatun. Metode Penelitian Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya Bandung 2013 hal 93 15 Perspektif interaksi simbolik berada di bawah payung perspektif yang lebih besar, yaitu perspektif fenomenologis atau perspektif interpretatif. Maurice Natanson (dalam Mulyana, 2006: 59) mengakui bahwa George Herbert Mead dipengaruhi representasi perspektif fenomenologis ini. Teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran George Herbert Mead (1863-1931). Mead dilahirkan di Hadley, satu kota kecil di Massachusetts, Amerika Serikat. Karir Mead berawal saat ia menjadi seorang profesor di kampus Oberlin, Ohio, Amerika Serikat. Kemudian Mead berpindahpindah mengajar dari satu kampus ke kampus lain, sampai akhirnya saat ia di undang untuk pindah dari Universitas Michigan ke Universitas Chicago oleh John Dewey. Di Chicago inilah Mead sebagai seseorang yang memiliki pemikiran yang orisinal dan membuat catatan kontribusi kepada ilmu sosial dengan meluncurkan “the theoretical perspective” yang pada perkembangannya menjadi cikal bakal “Teori Interaksi Simbolik”.13 Istilah “interaksionisme simbolik” dicetuskan oleh Herbert Blumer pada tahun 1937. Namun, ide-ide dasar perspektif ini tampaknya mengerucut pada ideide Herbert Mead yang tidak lain adalah guru dari Herbert Blumer ketika ia belajar di Universitas Chicago. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila sebagian kalangan sosiolog kemudian mencoba untuk melacak akar dari perspektif ini melalui pemikiran-pemikiran yang telah memengaruhi karya-karya Mead.14 13 14 Everett Rogers.A History of Communication Study. The Free Press. Hal.166 Ibid 16 ”Mind, Self, and Society” merupakan karya George Herbert Mead yang terkenal (Mead 1934 dalam West-Turner, 2008: 96), dalam buku tersebut memfokuskan pada tiga tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun diskusi mengenai teori interaksi simbolik. Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain: (1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia, (2) pentingnya konsep mengenai diri, (3) hubungan antara individu dan masyarakat. Interaksi simbolik berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, yang dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretatif oleh individu melalui proses interaksi untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama. Individu menggunakan makna untuk menafsirkan kejadian-kejadian di sekitarnya. Jelasnya, mereka tidak dapat berkomunikasi tanpa berbagi makna dari simbolsimbol yang digunakan dalam institusi-institusi tersebut. Dalam Morrisan &Wardhani, (2009:146), Blumer mengajukan tiga premis: Premis pertama, bahwa human act toward people or things on the basis of the meanings they assign to those people or things. Maksudnya, manusia bertindak atau bersikap terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka kenakan kepada pihak lain tersebut. Premis kedua Blumer adalah meaning arises out of the social interaction that people have with each other. Pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu 17 atau suatu objek secara alamiah. Makna tidak bisa muncul ‘dari sananya’. Makna berasal dari hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa (language)—dalam perspektif interaksionisme simbolik. Di sini, Blumer menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan. Sementara itu Mead juga meyakini bahwa penamaan simbolik ini adalah dasar bagi masyarakat manusiawi (human society). Premis ketiga Blumer adalah an individual’s interpretation of symbols is modified by his or her own thought process. Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini sendiri bersifat refleksif. Kita perlu untuk dapat berkomunikasi secara simbolik. Bahasa pada dasarnya ibarat software yang dapat menggerakkan pikiran kita. Menurut Mead, hanya apabila kita memiliki simbol-simbol yang bermakna, kita berkomunikasi dalam arti yang sesungguhnya. Komunikasi melibatkan tidak hanya proses verbal yang diucapkan dan didengar, tetapi juga proses non verbal. Proses non verbal meliputi seperti isyarat, pakaian, artefak, diam, temporalitas, dan ciri paralinguistik, bagi Mead tidak boleh diremehkan dalam komunikasi manusia. Melalui interaksi atau komunikasi orang-orang dapat bertukar makna, nilai dan pengalaman dengan menggunakan simbol dan tanda. Mead membedakan simbol signifikan (significant symbols) yang merupakan bagian dari dunia makna manusia dengan tanda alamiah (natural signs) yang merupakan bagian dari dunia 18 fisik. Yang pertama digunakan secara spontan dan tidak disengaja dalam merespon stimuli.15 Manusia mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi simbol-simbol . Kemampuan itu diperlukan untuk komunikasi antarpribadi dan pikiran subjektif. Manusia dianggap sebagai aktor yang sadar dan reflektif yang menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui self indication. Self indication adalah proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberi makna dan memutuskan untk bertindak berdasarkan makna itu.16 Menurut Blumer (1969:537-538) dengan melakukan interaksi simbolik seseorang mencoba menginterpretasikan makna tindakan orang lain, membuat definisi situasi, kemudian bertindak atas dasar makna atau definisi situasi tersebut. Melalui interaksi simbolik, individu juga memberikan indikasi atau sinyal tentang tindakan apa yang diharapkan dari mitra interaksinya. Selain simbol dan tindakan Mead juga percaya bahwa manusia harus mengembangkan pikiran melalui interaksi dengan orang lain dan ini mampu membuat kita menciptakan setting interior bagi masyarakat yang kita lihat beroperasi di luar diri kita. Mead menyatakan bahwa keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah. Dunia nyata penuh dengan masalah dan memungkinkan orang beroperasi lebih efektif dalam kehidupan. 15 16 Deddy Mulyana.Metodologi Kualitatif.PT Remaja Rosdakarya,2006: Hal.80 Basrowi Sukidin.Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Insan Cendekia,2002: Hal.122 19 Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri ( self-concept), atau seperangkat persepsi yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri. Interaksi simbolik sangat tertarik dengan cara orang mengembangkan konsep diri. Mead mengidentifikasi dua aspek atau fase diri yang ia namakan ”I” dan ”Me”. Mead menyatakan, ”Diri pada dasarnya adalah proses sosial yang berlangsung dalam dua fase yang dapat dibedakan”. Diri seorang manusia sebagai subjek adalah “I” dan diri seorang manusia sebagai objek adalah “Me”. “I” adalah aspek diri yang bersifat non-reflektif yang merupakan respon terhadap suatu perilaku spontan tanpa adanya pertimbangan. Dan, ketika di dalam aksi dan reaksi terdapat suatu pertimbangan ataupun pemikiran, maka pada saat itu “I” berubah menjadi “Me”. Menurut Ritzer & Goodman, Mead mengemukakan bahwa seseorang yang menjadi “Me”, maka dia bertindak berdasarkan pertimbangan terhadap normanorma, generalized other, serta harapan-harapan orang lain. Adapun “I” adalah ketika terdapat ruang spontanitas, sehingga muncul tingkah laku spontan dan kreativitas di luar harapan dan norma yang ada. Dengan kata lain, ”Me” adalah penerimaan atas orang lain yang digeneralisasikan . Sejalan dengan konsep-konsep dasar sebelumnya yang lebih menekankan pada pentingnya individu dan interaksi, perspektif ketiga Mead mengenai masyarakat dilihat sebagai sebuah proses, di mana individu-individu saling berinteraksi secara terus-menerus. Blumer sendiri menegaskan bahwa masyarakat 20 terbentuk dari aktor-aktor sosial yang saling berinteraksi dan dari tindakan mereka dalam hubungannya dengan yang lain. 2.5.2 Konsep Diri (Self Concept) Secara umum konsep diri merupakan sebagai keyakinan, pendangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri, sifat) yang dimiliki (Brehm & Kassin, 1993). Jalaluddin Rakhmat (1996: 99) mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran dan penilaian diri kita, pandangan dan perasaan kita tentang diri ita sendiri. 17 Definisi lain menyebutkan bahwa konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Konsep diri meliputi kemampuan, karakter diiri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. Those physical, social and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others (Brooks, 1974: 61).18 Individu dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis dan penuh rasa percaya diri dan juga selalu bersikap positif terhadap kegagalan yang dialaminya. Berbeda dengan individu dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimis terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, aka nada dua pihak yang disalahkan, entah menyalahkan diri sendiri (secara 17 18 Suranto AW. Komunikasi Interpersonal. Graha Ilmu. 2011 hal 68 Nina W.Syam. Psikologi Sosial. Simbiosa Rekatama Media. 2012 hal 55 21 negatif) atau menyalahkan orang lain. Dunia individu yang sangat berarti ini yang dengan kuatnya mempengaruhi tingkah laku. 19 Konsep diri keseluruhan persepsi kita mengenai cara orang lain melihat kita. Mengenal gambaran kita melalui interaksi simbolik selama bertahun-tahun dengan orang lain selama hidup kita. 20 Dalam konsep diri memiliki lima komponen, yaitu: a. Gambaran diri (body image) b. Ideal diri c. Harga diri d. Peran dan identitas diri a. Gambaran Diri Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mecakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Gambaran diri berhubungan erat dengan kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan diri yang realistik terhadap diri dan menerima serta menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Individu yang stabil, realistik dan konsisten 19 20 Nina W.Syam.op.cit hal 56 Morissan, Andy Corry, Farid Hamid. Teori Komunikasi Massa.Ghalia Indonesia. 2013 hal 130 22 terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan terhadap realisasi yang akan memacu sukses didalam kehidupannya. b. Ideal Diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi (Stuart & Sundeen, 375: 1991). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak telalu tinggi tapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. Ideal diri masing-masing individu perlu ditetapkan, apa yang ingin dicapai atau dicita-citakan baik ditinjau dari pribadi maupun masyarakat. c. Harga Diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku mengetahui ideal diri (Stuard & Sundeen, 376: 1991). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri jika individu selalu sukses maka cenderung harga diri akan tinggi. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri akan rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain. Sebagai makhluk sosial sikap negatif harus dikontrol sehingga setiap orang yang bertemu dengan diri kita dengan sikap yang positif merasa dirinya berharga. Harga 23 diri akan rendah apabila kehilangan rasa kasih sayang dan penghargaan dari orang lain. d. Peran Menurut Kozier Barbara, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran, bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. e. Identitas Diri Identitas diri merupakan kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan utuh (Stuard & Sundeen,378: 1991). Seseorang yang mempunyai perasaan indentitas diri yang kuat maka akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Individu yang memiliki identitas diri yang kuat akan memandang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpisah dari orang lain dan individu tersebut akan mempertahankan identitasnya walau dalam kondisi sesulit apapun. Konsep diri mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. 24 2.5.3 Proses Pembentukan Konsep Diri Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Dalam konsep diri terdapat beberapa unsur antara lain: 1. Penilaian diri merupakan pandangan diri terhadap: a. Pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri. b. Suasana hati yang sedang kita hayati seperti bahagia, sedih atau cemas. Keadaan ini akan mempengaruhi konsep diri positif dan negatif. c. Bayangan subjektif terhadap tubuh. Konsep diri yang positif akan dimilki kalau merasa puas (menerima) keadaan fiisik diri sendiri. Sebaliknya, kalau merasa tidak puas dan menilai buruk keadaan fisik diri sendiri 2. Penilaian sosial merupakan evaluasi terhadap bagaimana individu menerima penilaian lingkungan sosial pada dirinya. Dalam pola asuh keliru dan negatif atau lingkungan yang kurang mendukung, senderung mempunyai konsep diri yang negatif. Namun, jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, tumbuhlah konsep diri yang positif. 3. Konsep lain yang terdapat dalam pengertian konsep diri adalah self image atau citra diri, yaitu merupakan gambaran : 25 a. Siapa saya, yaitu bagaimana kita menilai keadaan pribadi seperti tingkat kecerdasan, status sosial ekonomi keluarga atau peran lingkungan sosial kita. b. Saya ingin jadi apa, yatu apa harapan-harapan dan cita-cita ideal yang ingin dicapai yang cenderung tidak realistis. c. Bagaimana orang lain memandang saya, pertanyaan ini menunjukkan pada perasaan keberartian diir kita bagi lingkungan sosial maupun bagi diri kita sendiri. Konsep diri yang terbentuk pada diri juga akan menentukan penghargaan yang akan diberikan pada diri. Penghargaan terhadap diri ini meliputi penghargaan terhadap diri manusia yang memilki tempat di lingkungan sosial. Penghargaan ini akan memengaruhi dalam berinteraksi denga orang lain. 2.5.4 Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri Berbagai faktor dapat mempengaruhi proses pembentukan konsep diri seseorang, yakni: 1. Orang Lain Menurut Gabriel Marcell, peranan orang lain dalam memahami diri kita “the fact is that the we can understand ourselves by starting from the other, or from others, and only by starting from them”, kita mengenal diri kita dengan mengenal diri orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal saya akan membentuk konsep diri saya. 26 2. Kelompok Rujukan Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang, ini disebut dengan kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Terdapat lima tanda orang yang memiliki konsep diri positif yaitu: 1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah 2. Ia merasa setaran dengan orang lain 3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu 4. Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan prilaku yang tidak seluuruhnya disetujui masyarakat 5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup menggungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha sebaliknya. Dan terdapat empat tanda orang yang memilki konsep diri negatif yaitu: 1. Ia peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak terima dengan kritikan yang diterimanya 2. Responsitif sekali terhadap pujian. Berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusismenya pada waktu menerima pujian 3. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain 4. Bersikap pesimis terhadap kompetisi sseperti terungkap dalam keenganannya untuk besaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. 27 Konsep diri merupakan dasar dari perilaku seseorang, oleh sebab itu konsep diri memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan dari individu. Dengan adanya konsep diri yang positif, maka individu dapat melihat kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, mempunyai harga diri yang sesuai serta memilki identitas diri yang jelas sehingga individu akan peka terhadap dirinya dan lingkungannya. Tingkah laku tidak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalamanmasa lalu dan saat ini, tetapi makna-makna pribadi pada masing-masing individu ikut mempengaruhi. Makna pribadi dapat diartikan sifat-sifat yang dimiliki individu, dimana sifat pribadi ini merupakan salah satu faktor yang diturunkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang adalah lingkungan. Penghargaan lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap konsep diri individu, karna individu akan merasa dihargai, dipertimbangkan dan dibutuhkan keberadaanya. Bentuk konkret dari penghargaan lingkungan terhadap diri yaitu dengan diberikannya status.