ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN AKIBAT SKIZOFRENIA HEBEFRENIK DI RUANG TANJUNG RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun Oleh : LICA GUNTARA NIM. 13DP277035 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 STIKes Muhammadiyah Ciamis Program Studi D.III Keperawatan ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI DENGAR AKIBAT SKIZOFRENIA DI RUANG TANJUNG BLUD RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR LICA GUNTARA NIM: 13DP277035 INTISARI Karya tulis ini dilatarbelakangi oleh adanya penderita gangguan jiwa di Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar dari bulan Januari 2014 sampai dengan Juni 2016 didapatkan data yang paling sering muncul diagnosa gangguan jiwa adalah kasus skizofrenia yaitu sebanyak 210 kasus. Dari kasus gangguan jiwa yang diakibatkan skizofrenia muncul gangguan persepsi halusinasi dengar yang dapat mengakibatkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga perlu segera mendapatkan perawatan secara komprehensif. Tujuan dalam penulisan ini adalah: untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan gangguan pesepsi halusinasi dengar.. Metode yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah metode deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Pengkajian pada klien, dari hasil pengkajian klien cukup kooperatif dalam mengemukakan semua perasaan dan masalahnya. Data yang muncul pada saat pengkajian adalah isolasi sosial: menarik diri. Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien diantaranya: isolasi sosial: menarik diri. Penulis melakukan tindakan bina hubungan saling percaya, identifikasi masalah, identifikasi aspek positif yang dimiliki klien, nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini, pilih kemampuan yang akan dilatih, nilai kemampuan pertama yang telah dipilih-pilih kemampuan kedua yang dapat dilaksanakan, pilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan dan masukan dalam jadwal kegiatan pasien. Kesimpulan dalam penulis melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien dilakukan dengan cara wawancara dengan petugas kesehatan Ruang Tanjung, karena klien bersikap kurang kooperatif dalam tahap pelaksanaan tidak ditemukan perbedaan antara teori dengan kenyataan di lapangan, dan penulis mendapat hambatan dalam melakukan SP, karena klien kurang kooperatif, tetapi tidak ada hambatan pada SP keluarga karena pihak keluarga kooperatif. 81 Halaman, IV Bab, 7 Tabel, 2 Gambar Kata Kunci: Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Dengar Daftar Pustaka 17 buah (2006 – 2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah keperawatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan oleh berbagai hal (Erlinafsiah, 2010). Penelitian World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia 2014 itu menunjukkan hampir 3/4 beban global penyakit neuropsikiatrik didapati berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. WHO memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini, 25% diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa tpada usia tertentu. Gangguan jiwa yang mencapai 13%, kemungkinan akan berkembang 25% pada tahun 2030, menurut survey saat ini gangguan jiwa ditemukan sebanyak 450 juta orang di dunia terdiri dari 150 juta depresi, 90 juta gangguan penggunaan zat dan alkohol, 38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia, serta hampir 1 juta melakukan bunuh diri setiap tahun. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2014 menyebutkan terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa 1 2 ringan di Indonesia. Prevalensi ganguan mental emosional seperti gangguan kecemasaan dan depresi tercatat sebesar 11,6 % dari 150 juta populasi orang dewasa di Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4% dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menunjukan jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat melonjak tajam. Pada tahun 2014 tercatat 296.943 orang yang mengalaminya sedangkan berdasarkan hasil pendataan tim Dinkes Jabar pada 2015, jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 465.975 orang. Terus meningkatnya kasus jiwa dikarnakan semakin kompleknya masalah kehidupan yang bermacam-macam diantaranya masalah ekonomi, makanan seperti Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqoroh ayat 155 َّ س َو ْ ْ ُ …ۗت ِ الث َم َرا ٍ وع َو َن ْق ِ ص م َِن ْاْلَم َْو ِ ُال َو ْاْلَ ْنف ِ َو َل َنبْل َو َّن ُك ْم ِب َشيْ ٍء م َِن ال َخ ْوفِ َوال ُج ين َ َّاب ِر ِ َو َب ِّش ِر الص Artinya:”Dan sungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. 3 Dari ayat diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Alloh akan memberikan ujian dan cobaan kepada setiap hamba-Nya dengan berbagai macam bentuk diantaranya dengan rasa takut, gelisah hatinya, kelaparan, serta ke kurangan makanan dan kematian. Dalam menghadapi ujian dan cobaan tersebut manusia dianjurkan untuk bersabar. Berdasarkan catatan yang penulis dapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Banjar penderita gangguan jiwa pada tahun 2014 tercatat ada 156 kasus. Rincian dari kasus tersebut diantaranya Mental Organik sebanyak 19 kasusdan 179 kasus skizoprenia. Dan pada tahun 2016 dari bulan Januari – Mei tercatat dari tiap-tiap puskesmas yang berada di Kota Banjar, 19 kasus yang sudah tercatatdan 191 kasus melakukan pengobatan secara berkala. Berdasarkan catatan dan pelaporan di Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar yang dirawat inap dalam periode tahun 2014 sampai dengan Mei 2016 dapat dilhat pada tabel 1.1 di bawahini. Tabel 1.1 DaftarPenderitaGangguanJiwa di RSU Kota Banjar PeriodeJanuari 2014-Juni 2016 TAHUN 2014 2015 Juni 2016 1 Skizofrenia 48 63 31 2 Depresi 18 32 16 3 Retardasi Mental 0 0 2 Jumlah 66 95 49 Sumber :CatatanRekamMedik RSU Kota Banjar No Diagnosa Jumlah 111 66 2 179 4 Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa klien penderita gangguan jiwa di RSU Kota Banjar dari tahun 2014 sampai bulan Januari-Juni 2016 mengalami peningkatan sebesar 2-3% per tahun, menurut Maramis (2005) gejala skizofrenia terdiri dari gejala primer muncul kelainan atau gangguan afek, emosi, kemauan dan gangguan psikomotor yang kelainannya tersebut terakumulasi dalam gangguan isolasi sosial: menarik diri. Halusinasi pendengaran merupakan upaya klien untuk menghindar interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain (Yosep, 2011: 229). Dampak dari Halusinasi pendengaran : menarik diri dapat terganggu dalam pemenuhan kebutuhan dasar, diantaranya kebutuhan makan-minum, dan istirahat. Jika masalah tersebut tidak segera diatasi akan menimbulkan datangnya masalah lainnya. Oleh karena untuk mengatasi resiko tersebut diperlukan asuhan keperawatan yang bermutu berdasarkan hasil kajian ilmiah dengan menggunakan metode komunikasi terapeutik. Selain pendekatan asuhan keperawatan jiwa, untuk mengatasi masalah kejiwaan tersebut Allah telah berfirman dalam Q.S. Al - Imran ayat 164 : 5 Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka alkitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S. Al-Imran: 164). Berdasarkan uraian di atas dibuatlah Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn.R dengan Halusinasi Pendengaran : Menarik Diri Akibat Skizofrenia di Ruang Tanjung BLUD Rumah Sakit Umum Kota Banjar” dengan harapan dapat membuat asuhan keperawatan yang lebih baik dan komprehensif. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan Halusinasi: Menarik Diri berdasarkan 6 ilmu dan kiat keperawatan dengan menggunakan pola pikir ilmiah, sehingga klien dapat hidup mandiri. 2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian fisik, psikologis, social dan spiritual sehingga dihasilkan masalah keperawatan. b. Dapat menentukan diagnose keperawatan sesuai dengan prioritas masalah klien dengan Halusinasi Pendengaran: Menarik Diri. c. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan kepada klien dengan Halusinasi Pendengaran: Menarik Diri. d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan rencana tindakan keperawatan. e. Dapat melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan Halusinasi Pendengaran: Menarik Diri. C. MetodeTelaahan Metode telaahan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan. Adapun teknik pengumpulan yang penulis gunakan adalah sebagai berikut : 1. Observasi Data yang dikumpulkan diperoleh dengan mengamati secara langsung perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data objektif 7 tentang masalah kesehatan keperawatan penyakit klien, perjalanan penyakit, respon emosional klien pada saat diwawancara. 2. Wawancara Pengumpulan data dengan melakukan Tanya jawab langsung kepada klien atau keluarga mengenai riwayat penyakit klien, perjalanan penyakit, respon emosional klien pada saat wawancara. 3. Studi Literatur Melalui bahan-bahan kajian atau buku untuk mendapatkan teoriteori yang dihubungkan dengan masalah sesuai dengan yang dihadapi pada klien dengan Halusinasi Pendengaran. 4. Studi Dokumentasi Pengumpulan data dengan mempelajari data khusus klien dengan catatan-catatan yang berhubungan dengan klien yaitu Halusinasi Pendengaran. D. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I: PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode telaah dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN TEORITIS, terdiri dar iSkizofrenia mencakup definisi, etiologi, gejala, jenis factor predisposisi dan factor presipitasi skizofrenia, 8 serta mencakup tentang definisi Halusinasi Pendengaran, tanda dan gejala, karakteristik perilaku, rentang respon sosial, etiologi, dampak gangguan Halusinasi Pendengaran akibat skizofrenia terhadap kebutuhan dasar manusia dan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN, berisi laporan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan system dokumentasi proses keperawatan yang meliputi pengkajian yang di dalamnya berisi pengumpulan data, analisa data dan diagnose keperawatan dilanjutkan dengan proses keperawatan dengan perencanaan dan catatan perkembangan, sedangkan pembahasan mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB IV: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, berisi tentang kesimpulan yang ditarik dari pembahasan kondisi nyata di lapangan sedangkan rekomendasi berisi tentang solusi dan saran tentang penyelesaian masalah yang muncul. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Skizofrenia a. Pengertian Skizofrenia Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosial. Di dalam otak yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut (Yosep, 2009). b. Etiologi Etiologi dari skizofrenia dapat dibagi beberapa bagian Maramis (2005) diantaranya : 1) Keturunan Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur, tetapi ini juga tergantung dari lingkungan individu. 2) Endokrin Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan dan purperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan. 9 10 3) Metabolisme Penderita dengan skezofrenia tampak pucat dan tidak sehat ujung ekstremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatinik konsumsi zat asam menurun. 4) Susunan Saraf Pusat Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau korteks otak. Tetapi kelainan patologis yang ditemukan itu mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan. 5) Teori Adolf Meyer Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme). 11 6) Teori Sigmund Freud Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin. 7) Eugen Bleuler Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain). 8) Teori lain Skizofrenia disebabkan oleh sebagai suatu sindroma bermacam-macam sebab yang antara dapat lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti luwes otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui. 12 9) Ringkasan Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab skizofrenia. Dapat dikatakan mempunyai pengaruh. Faktor bahwa yang faktor keturunan mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (precipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal. (Maramis, 2005). c. Tanda dan Gejala Menurut Maramis (2005), membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi dua kelompok, yaitu : 1) Gejala-gejala primer a) Gangguan proses pikir Pada skizofrenia gangguan memang terdapat pada proses pikir,yang terganggu adalah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum diutarakan, sudah muncul ide yang lain atau terdapat pemindahan maksud. b) Gangguan efek dan emosi Gangguannya berupa : kedangkalan afek dan emosi, paratihimi (apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih), paramimi (penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi dia akan 13 menangis, kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, emosi yang berlebihan). c) Gangguan kemauan Banyak kelemahan penderita dengan kemauan. Mereka skizofrenia tidak dapat mempunyai mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. d) Gejala psikomotor (gangguan perbuatan) 2) Gejala-gejala sekunder a) Waham Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali. Tetapi penderita tidak meninsafi hal ini dan untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya dia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan. b) Halusinasi Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia adalah halusinasi pendengaran, kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman, halusinasi cita rasa atau halusinasi singgungan. 14 3) Gejala lain yang muncul dari skizofrenia adalah : a) Masalah Koginitif Masalah kognitif yang akan mempengaruhi perilaku dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Masalah Kognitif pada Skizofrenia Masalah-masalah Kognitif Memori Perilaku Pelupa Tidak berminat Kurang patuh Perhatian Kesulitan menyelesaikan tugas Kesulitan berkonsentrasi pada tugas Bentuk dan Isi pikiran Kesulitan mengkomunikasikan pikiran dan perasaan Pengambilan keputusan Kesulitan melakukan dan menjalankan aktivitas pikiran konkrit : Isi pikir Sumber ( Stuart, 2007) - Ketidakmampuan menjalankan multiple - Masalh dalam pengelolaan waktu - Kesulitan keuangan - Penafsiran kata-kata symbol secara harfiah Waham untuk perintah mengelola dan 15 b) Respon Emosional Menurut Stuart (2007), respon emosional diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Alekstimia, yaitu kesulitan dalam pemberian nama dan penguraian emosi. (2) Apatis, yaitu kurang memiliki perasaan, emosi, minat, atau kepedulian. (3) Anthedonia, yaitu ketidakmampuan atau menurunnya kemauan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan. c) Gerakan (1) Katatonia, flexibilitas cerea, sikap tubuh (2) Efek samping ekstra pyramidal dari pengobatan psikotropika (3) Gerakan mata abnormal (4) Menyeringai (5) Apraksia (kesulitan melaksanakan tugas yang kompleks) (6) Ekpraksia (sengaja meniru gerakan orang lain) (7) Langkah yang tidak normal (8) Menerisme d) Perilaku Stuart (2007) (1) Deteriaorasi penampilan (2) Agresi/agitasi 16 (3) Perilaku stereotipik atau berulang (4) Avolisi (kurang energy dan dorongan) (5) Kurang tekun dalam bekerja atau sekolah. d. Jenis-jenis Skizofrenia Menurut Maramis (2005) Pembagian skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama diantaranya sebagai berikut : 1) Skizofrenia Simplek Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplek adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. 2) Skizofrenia Hebefrenik Sering timbul pada masa remaja atau antara lain umur 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses pikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. 3) Skizofrenia Katatonik Sering timbul antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin sering terjadi strupsor katatonik 4) Skizofrenia Paranoid Jenis ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mulai akut, mereka mudah tersinggung, menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang 17 lain. Gejala mencolok adalah waham primer yang disertai dengan waham sekunder dan halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan. 5) Skizofrenia Akut Gejala ini timbul secara mendadak dan klien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah. 6) Skizofrenia Residual Keadaan ini muncul atau timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia. e. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Menurut Stuart (2007), mengemukakan bahwa faktor predisposisi dan presipitasi skizofrenia sebagai berikut : 1) Faktor Predisposisi a) Biologis, penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia Lesi pada area frontal dan temporal yang saling berhubungan dengan perilaku psikotik. b) Psikologis, teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif belum didukung oleh 18 penelitian. Teori psikologik terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini. Sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya keluarga terhadap tenaga jiwa profesional. c) Sosio budaya, stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap penyakit skizofrenia dan gangguan psikotik lain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan jiwa. 2) Faktor Presipitasi a) Biologis Stress biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptif termasuk : (1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi (2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi ransangan (Stuart, 2007). b) Pemicu Gejala Pemicu merupakan precursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. c) Stress Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan gangguan perilaku. 19 2. Halusinasi a. Pengertian Erlinafsiah (2010) mengatakan, halusinasi merupakan persepsi yang salah tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh rangsang dari luar yang terjadi pada semua sistem pengindraan dan hanya dirasakan klien tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata dengan kata lain objek tersebut tidak ada secara nyata. Selaras dengan Yosep (2009) bahwa halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds), penglihatan (Visual-seeing persons or things), penciuman (Olfactory-smelling ordors), pengecapan (Gustatoryexperiencing tastes. Halusinasi ialah penerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005). b. Klasifikasi Halusinasi Stuart (2007) menyebutkan “hallucinations may occur in any of the five major sensory modalities including : auditory (sound), visual (sight), tactile (touch), gustatory (taste) and olfactory 20 (smeel)”. Arti dari kalimat di atas, Stuart dan Sundeen’s menyebutkan bahwa jenis-jenis halusinasi dapat terjadi di salah satu dari lima modalitas sensorik utama termasuk pendengaran (suara), visual (melihat), taktil (sentuhan), gustatory (rasa) dan penciuman (bau). Menurut Erlinafsiah (2010), ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya : 1) Halusinasi pendengaran Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. 2) Halusinasi penglihatan Karakteristik ditandai dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan. 3) Halusinasi penghidung Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadangkadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia. 21 4) Halusinasi peraba Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa ada stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik dari dalam tanah, benda mati atau orang lain. 5) Halusinasi pengecap Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan. 6) Halusinasi sinestetik Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. c. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi menurut TIM Diklat RSJ Provinsi Jawa Barat (2014) adalah : 1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri; 2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain; 3) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata; 4) Tidak dapat memusatkan perhatian; 5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), dan takut; 22 6) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung. Sedangkan menurut Kusumawati (2010) tanda dan gejala halusinasi sebagai berikut : a) Menarik diri b) Tersenyum sendiri c) Duduk terpaku d) Bicara sendiri e) Memandang satu arah f) Menyerang g) Tiba-tiba marah h) Gelisah d. Faktor Penyebab Halusinasi Menurut Yosep (2009) penyebab halusinasi ada faktor predisposisi dan faktor presipitasi : 1) Faktor Predisposisi a) Faktor Perkembangan Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. 23 b) Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya. c) Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofena dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terjadinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidak seimbangan acetylcholin dan dopamin. d) Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal. e) Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga 24 menunjukkan hubungan sangat berpengaruh pada penyakit ini. 2) Faktor Presipitasi a) Dimensi Fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh bebrapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obatobatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu lama. b) Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebbab halusinasi itu terjadi c) Dimensi Intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa klien dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien. d) Dimensi sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup 25 bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. e) Dimensi spiritual Secara optimal klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. e. Rentang Respon Respon prilaku dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon sehingga perawat dapat menilai apakah respon klien adaptif atau maladaptif seperti pada gambar 2.1 di bawah ini : Respon Adatif Respon Maladaptif Pikiran logis persepsi akurat Proses pikir kadang- kadang terganggu ilusi Kelainan pikiran/ delusi halusinasi Emosi konsisten dengan pengalaman Reaksi emosional berlebihan/ kurang Ketidakmampuan untuk mengalami emosi Perilaku sesuai Perilaku ganjil Ketidakteraturan hubungan sosial menarik diri isolasi sosial Gambar 2.1 : Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Sundeen, 2007) 26 f.Dampak Halusinasi Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia 1) Kebutuhan Fisiologis a) Nutrisi Klien dengan halusinasi pada tahap ansietas sedang dan berat akan mempengaruhi sistem pencernaan. Kecemasan merangsang saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor di dinding lambung. Impuls berjalan melalui aferen vagus menuju medula dan kembali ke lambung melalui eferen vagus, kemudian impuls merangsang hormon gastrin yang akan mempengaruhi kelenjar lambung untuk memproduksi HCL (asam chlorida), sehingga terjadi peningkatan HCL lambung. Terjadilah rangsangan sensorik ke korteks cerebri dan mempersepsikan rasa kenyang, hal ini akan menekan pusat lapar sehingga keinginan untuk makan menurun. b) Istirahat dan tidur Halusinasi frekuensinya akan meningkat dalam situasi peningkatan kecemasan, seperti dalam kondisi menyendiri dan melamun terutama menjelang tidur. Bila halusinasinya sudah menguasai dan mengontrol maka klien akan mengalami ketegangan dan kecemasan yang akan merangsang Rectiular Activating System (RAS), akibatnya 27 klien akan terjaga sehingga akan mengalami gangguan pemenuhan istirahat. c) Perawatan diri dan aktivitas sehari-hari Klien yang mengalami halusinasi menganggap halusinasinya merupakan hal yang nyata. Klien akan terfokus pada halusinasinya karena merasa asik dengan isi halusinasi yang menyenangkan atau menjadi terganggu karena halusinasi sudah mengontrol dan mengausai, sehingga perhatian klien untuk melakukan perawatan diri berkurang. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Stuart, (2007), yang menyatakan bahwa pada penderita gangguan respon neorobiologis maladaptif akan mengalami gangguan dalam pergerakan berupa penurunan energi dan dorongan (avolisi). d) Eliminasi Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi mengalami peningkatan kecemasan. Tubuh melakukan kompensasi terhadap stresor yang menyebabkan kecemasan melalui respon pertahanan diri secara umum atau GAS (General Adaptation Syndrome). Pada tahap ini stimulasi system saraf simpatis lebih dominan, sehingga pada klien gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat 28 skizofrenia dapat menyebabkan gangguan eliminasi : konstipasi (Suliswati, 2005). e) Seksual Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat skizofrenia sering tidak memperhatikan keadaan lingkungan sekitar, menarik diri, sehingga klien mengalami kesulitan untuk membina hubungan dengan lawan jenis secara wajar. Pada klien gangguan persepsi sensori : halusinasi dengan kecemasan yang meningkat berdampak pada penurunan sekresi hormon gonadotropin, sehingga akan mengalami penurunan libido atau dorongan seksual (Suliswati, 2005). 2) Kebutuhan Rasa Aman dan Keselamatan Klien sering mengalami kecemasan akibat rasa jengkel atau ancaman akibat isi halusinasi yang mengejek atau mengancam dan memerintahkan untuk melakukan perilaku kekerasan sehingga menyebabkan resiko tinggi melakukan kekerasan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart, 2007). 3) Kebutuhan Rasa Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat skizofrenia akan menunjukkan perilaku yang aneh, pikiran yang kacau, autisme, dan kecenderungan untuk 29 menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial sehingga mengalami kesulitan menjalin hubungan cinta dan rasa memiliki baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitarnya. 4) Kebutuhan Harga Diri Klien dengan halusinasi cenderung tidak mampu melaksanakan fungsi perannya dengan baik. Didasari oleh kegagalan dalam waktu yang lama dan rasa tidak percaya, suka mengkritik diri sendiri serta tidak mengakui kemampuan yang dimiliki, serta stigma masyarakat yang negatif dan cenderung untuk mengucilkan dan kurang menghargai sehingga klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi cenderung memiliki harga diri rendah. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Stuart, (2007), yang menyatakan bahwa pada klien dengan gangguan respon neurobiologis maladaptif mengalami gangguan konsep dan harga diri rendah. 5) Kebutuhan Aktualisasi Diri Klien yang mengalami gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat skizofrenia, mengalami penurunan fungsi kognitif, afektif dan psikomotor sehingga kebutuhan untuk aktulisasi sering terabaikan. 30 B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan. (Hidayat, 2008). Proses keperawatan meliputi : 1. Pengkajian Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2009). Isi pengkajian meliputi : a. Identifikasi klien b. Keluhan utama atau alasan masuk c. Faktor predisposisi 31 d. Aspek fisik atau biologis e. Aspek psikososial f. Status mental g. Kebutuhan persiapan pulang h. Mekanisme koping i. Masalah psikososial dan lingkungan j. Pengetahuan k. Aspek medik l. Analisa data Pengelompokkan data-data klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Kemudian data yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut : 1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. 2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder. 32 Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat langsung merumuskan masalah keperawatan dan masalah kolaboratif. Menurut FASID pada tahun 1983 dan INJF di tahun 1996, umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Keliat, 2005) Berikut adalah pohon masalah dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi. Dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Perubahan persepsi sensori : halusinasi Isolasi Sosial : Menarik diri Gangguan konsep diri : Harga diri rendah Gambar 2.2 Pohon Masalah Halusinasi (Keliat, 2005) 33 m. Diagnosa keperawatan Menurut Stuart dan Laraia yang dikutip oleh (Keliat, 2005) diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons klien baik aktual maupun potensial. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep, (2009) adalah sebagai berikut : 1) Resiko tinggi perilaku kekerasan 2) Perubahan persepsi sensori halusinasi 3) Isolasi sosial 4) Harga diri rendah kronis 2. Perencanaan Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk masalah-masalah klien (Hidayat, 2006). Adapun isi dalam perencanaan, yaitu : Kriteria evaluasi adalah peninjauan terhadap tindakan yang dilakukan, intervensi adalah rencana tindakan yang akan dilakukan. Prinsip intervensi terdiri dari unsur psikoterapi, terapi somatik, terapi sosial, pendidikan kesehatan dan kebutuhan sehari-hari. Rasional adalah pernyataan yang sesuai dengan akal pikiran. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 2.1 34 Tabel 2.1 Rencana Tindakan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Dengar No 1 Diagnosa Keperawatan 2 Gangguan sensori persepsi : halusinasi Dengar Tujuan 3 Klien mampu : 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mengenal halusinasi dialami Kriteria Hasil 4 Setelah ... x pertemuan klien dapat menyebutkan : a. Isi, waktu, frekuensi, situasi, pencetus, perasaan. yang 3. Mengontrol halusinasi b. Mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi Perencanaan Intervensi 5 Rasional 6 Sp 1 1. Terbina hubungan saling percaya dengan cara komunikasi teurapeutik baik verbal maupun non verbal dan menggali masalah 1. Dengan membina hubungan saling percaya diharapkan klien dapat mengungkapkan masalahnya 2. Bantu klien mengenal halusinasi : a. Isi b. Waktu terjadinya c. Frekwensi d. Situasi pencetus e. Perasaan saat terjadi halusinasi 2. Dengan klien mengenali halusinasi diharapkan klien menyadari yang didengar atau dilihat adalah bohong/tidak ada dan mengarahkan klien ke hal yang lebih nyata. 4. Mengikuti pengobatan secara optimal 3. Latihan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, tahapan tindakannya meliputi : a. Menjelaskan cara menghardik halusinasi b. Memperagakan cara menghardik c. Memantau penerapan cara menghardik 4. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan klien 3. Dengan melatih klien mengontrol halusinasi dengan menghardik dapat memutus halusinasinya. 34 4. Dengan memasukkan kegiatan klien diharapkan dapat mengurangi datangnya halusinasi dan melatih klien. 35 1 2 3 4 Setelah ... x pertemuan klien mampu : : a. Menyebutkan kegiatan yang dilakukan b. Memperagakan cara bercakapcakap dengan orang lain. 5 Sp 2 1. Evaluasi kegiatan lalu (SP !), yaitu cara menghardik. 2. Latih cara berbicara 3. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien Sp 3 1. Evaluasi kegiatan ( SP 1 dan SP2), yaitu cara menghardik dan bercakapcakap dengan orang lain. 1. Dengan mengevaluasi kegiatan di SP1 dapat mengetahui apakah klien sudah mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik 2. Dengan melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik atau berbicara bercakapcakap dengan orang lain pada saat muncul halusinasi, perhatian klien dapat teralihkan dan halusinasi akan hilang 3. Dengan memasukkan dalam jadwal kegiatan klien, klien dapat mengingat dan mengatur kegiatan secara continue 1. Dengan mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan dapat mengetahui apakah klien sudah paham dan suka melaksanakannya supaya bisa lanjut ke cara berikutnya 35 Setelah ... x pertemuan klien mampu : a. Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan b. Membuat jadwal sehari-hari dan mampu memperagakannya 6 36 1 2 3 4 5 2. Latih kegiatan agar halusinasinya tidak muncul, tahapannya : a. Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi b. Diskusikan dengan klien aktivitas yang akan dilakukan c. Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai aktivitas yang telah dilatih (dari bangun tidur sampai tidur malam) 6 2. Dengan melatih kegiatan diharapkan dapat membantu klien mengendalikan halusinasi 3. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan berikan penguatan terhadap perilaku klien yang posifit 3. Dengan memantau dapat mengetahui apakah kegaitan yang telah terjadwal dilaksanakan Setelah ... x pertemuan klien mampu : a. Menyebutkan keigatan yang sudah dilakukan Sp 4 1. Evalusi (SP 1, 2 dan 3) b. Mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi 2. Tanyak program pengobatan : a. Jelaskan pentingnya pengobatan obat bagi gangguan jiwa b. Jelaskan akibat berhenti minum obat c. Jelaskan cara mendapatkan obat 1. Dengan mengevaluasi kegiatan yang lalu akan mengetahui keberhasilan klien dan mengingatkannya kembali 2. Dengan menanyakan program pengobatan klien bisa melatih untuk menggunakan obat teratur 36 37 1 2 3 Keluarga mampu : 1. Merawat klien di rumah 4 Setelah ... x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi 5 3. Jelaskan pengobatan 5B, dan latih klien minum obat 6 3. Agar klien mengetahi cara mengguankan obat dengan benar 4. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien 4. Dengan memasukkan dalam jadwal kegiatan klien dapat minum obat secara teratur dan tepat waktu Sp 1 1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat klien 2. Menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien 1. Dengan mengidentifikasi masalah keluarga dapat mengetahui kelemahan keluarga dalam merawat klien 2. Jelaskan tentang halusinasi : a. Pengertian halusinasi b. Jenis halusinasi yang dialami klien c. Tanda dan gejala halusinasi d. Cara merawat halusinasi (cara merawat, pemberian obat, dan pemberian aktivitas pada klien) 2. Dengan menjelaskan tentang halusinasi, keluarga dapat memahami halusinasi sehingga dapat merawat klien. 3. Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau 3. Dengan mengetahui sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau keluarga tahu tempat untuk kontrol klien. 37 38 1 2 3 4 5 4. Bermain peran cara merawat 5. RTL keluarga, jadwal keluarga untuk merawat klien 6 4. Keluarga dapat lebih memahami bagaimana merawat klien. 5. Keluarga bisa lebih mudah dalam merawat klien. Setelah ... x pertemuan keluarga mampu : a. Menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan Sp 2 1. Evaluasi kemampuan Sp 1 b. Memperagakan cara merawat klien 2. Latih keluarga merawat klien 2. Keluarga paham merawat klien 3. RTL Keluarga, jadwal keluarga untuk merawat klien 3. Diharapkan keluarga mempunyai jadwal teratur dalam merawat klien Setelah ... x pertemuan keluarga mampu : a. Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Sp 3 1. Evaluasi keluarga Sp 1, 2 b. Memperagakan cara merawat klien serta mampu membuat RTL 2. Latih keluarga merawat klien 1. Dengan mengevaluasi kemampuan keluarga dapat membantu keluarga mengingat Sp 1 1. Dapat kemampuan merawat klien dalam mengetahui keluarga 2. Keluarga lebih merawat klien paham 38 39 1 2 3 4 Setelah ... x pertemuan keluarga mampu : a. Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan b. Melaksanakan follow up rujukan 5 3. RTL keluarga, jadwal keluarga untuk merawat klien Sp 4 1. Evaluasi SP 1, 2 dan 3 6 3. Keluarga dapat mengetahui perawatan klien selanjutnya 2. Evaluasi kemampuan klien 2. Dapat kemampuan klien 3. RTL keluarga : a. Follow up b. Rujukan 3. Diharapkan keluarga mempunyai jadwal dalam merawat klien 1. Dapat mengingatkan dan mengetahui kemampuan keluarga mengetahui kemandirian Sumber : TIM DIKLAT RSJ Provinsi Jawa Barat, 2014 39 40 3. Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2008). Tindakan keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran secara umum adalah sebagai berikut SP 1 : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama, menghardik halusinasi. SP2 : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua, bercakap-cakap dengan orang lain. SP3 : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga melaksanakan aktivitas jadwal. SP4 : Melatih pasien menggunakan obat teratur. SP 1 Keluarga : Pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi. SP 2 Keluarga : Melatih keluarga praktek merawat pasien secara langsung. 41 SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga. 4. Evaluasi Menurut (Rohmah dan Walid, 2009) evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan, dengan menggunakan komponen SOAP. Yang dimaksud SOAP adalah : S : Data subyektif, perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan. O : Data objektif, yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. A : Analisis, interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang amsih terjadi, atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosa baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif. P : Planing, perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. 42 Kriteria Evaluasi : -klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat. -klien dapat mendemostrasikan penggunaan obat dengan benar. -klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa berkonsultasi. -klien tau kapan waktu klien minum obat -klien tau obat apa yang klien minum -klien tau dosis obat yang klien minum -klien tau obat untuk dirinya