BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Pengertian dan Konsep Iklan Iklan sebagai sarana informasi bagi konsumen selain untuk mengetahui semua jenis produk barang dan jasa yang ada di pasaran juga untuk mengetahui produk konsumsi yang mereka butuhkan baik melalui media cetak maupun elektronik. Melalui iklan, pelaku usaha mencoba memancing dan membangkitkan minat (animo) konsumen untuk membeli produk. Di samping sebagai alat informasi, iklan bagi pelaku usaha adalah media yang sangat dibutuhkan untuk memasarkan produknya, menaikkan jumlah penjualan dan dianggap sebagai media yang paling ampuh menarik konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan.1 Advertising also has an important role to play in signaling the promise of service quality and helps to establish a positive image of the firm. Quality service delivery must be promised and delivered with both the unequivocal resource commitment from the provider and the explicit awareness by the provider of client expectations.2 Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi massa melalui berbagai media massa yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan bisnis, organisasi non profit dan individu-individu yang teridentifikasi dalam pesan periklanan dengan maksud memberi informasi atau mempengaruhi pemirsa dan golongan tertentu yang bentuknya dapat berupa tulisan, gambar, film, ataupun gabungan dari keseluruhan unsur tersebut. Bagi produsen, iklan bukan hanya menjadi alat promosi barang maupun jasa, melainkan juga untuk menanamkan citra kepada konsumen tentang produk yang 1 ditawarkan. Iklan seringkali Taufik H. Simatupang, 2004, Aspek Hukum Periklanan Perspektif Perlindungan Konsumen, Cetakan ke-1. PT. Citra Bakti, Bandung, h.9. 2 Deborah Goldring, Op.cit, h.72 menggiring konsumen untuk percaya pada produk, sehingga mendorong konsumen untuk mengkonsumsi maupun mempertahankan loyalitas konsumen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iklan berasal dari bahasa Latin, ad-vere yang berarti berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda atau jasa yang ditawarkan.3 Iklan mengandung pengertian any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor.4 Iklan adalah semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu. Adapun maksud dibayar pada defenisi tersebut menunjukkan fakta bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli.5 Seperti yang diungkapkan oleh Kotler mengartikan iklan sebagai semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi barang produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar.6 Artinya, dalam menyampaikan pesan tersebut, komunikator memang secara khusus melakukannya dengan cara membayar kepada pemilik media atau membayar orang yang mengupayakannya. Maksud kata nonpersonal berarti suatu iklan melibatkan media massa (TV, radio, majalah, koran) yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat bersamaan.7 Dengan demikian, sifat nonpersonal iklan berarti pada umumnya tidak tersedia kesempatan untuk mendapatkan umpan balik yang segera dari penerima pesan. Karena itu, sebelum pesan iklan dikirimkan, pemasangan iklan harus mempertimbangkan bagaimana audien akan menginterpretasikan dan memberikan respons terhadap pesan iklan dimaksud. 3 Depdikbud, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h.322. Ralp S. Alexander, ed, 1965, Marketing Definition, American Marketing Association, Chicago, dalam Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, 2010, Jakarta, Kencana, h. 17. 5 Ibid 6 Philip Kotler, 1994, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan dan Pengendalian, Jilid II, Erlangga, Jakarta, h.5. 7 Ibid, h.18. 4 Beberapa ahli memaknai iklan dalam beberapa pengertian. Ada yang mengartikan dalam sudut pandang komunikasi, murni periklanan, pemasaran, dan ada pula yang memaknai dalam perspektif psikologi. Kesemua definisi tersebut membawa konsekuensi arah yang berbeda-beda. Menurut Wright sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri, menuliskan bahwa iklan merupakan sebentuk penyampaian pesan sebagaimana kegiatan komunikasi lainnya. Secara lengkap, ia menuliskan bahwa iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa iklan merupakan bentuk penyampaian sebagaimana dalam komunikasi seperti pada umumnya tetapi lebih menekankan iklan sebagai alat pemasaran yaitu menjual produk sehingga dari perspektif psikologi pesan iklan harus persuasif. Beberapa peraturan perundang-undangan mendefinisikan tentang iklan. Peraturan Menteri Kesehatan No.329 Tahun 1976, Pasal 1 Butir ke 13 menetapkan “ iklan adalah usaha dengan cara apapun untuk meningkatkan penjualan, baik secara langsung maupun tidak langsung ”. Sedangkan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran dalam Pasal 1 angka 5 mendefinisikan iklan sebagai siaran iklan, yaitu “siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan”. Dalam konteks ini, Undang-Undang Penyiaran menambahkan satu kriteria lagi, yaitu gagasan. Klasifikasi yang dibuat oleh Undang-Undang Penyiaran cukup sederhana. Jika produk yang diiklankan itu terkait barang dan/atau jasa, maka kategorinya akan masuk dalam kelompok iklan niaga. Namun, jika materi muatannya adalah gagasan, maka ia masuk dalam kelompok iklan layanan masyarakat. Putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Juli 1972 No. 27 K/SIP/1972, dalam kasus S.P. de Boer vs N.V.Good Year Sumatra Plantantions Ltd. Cs. tersirat bahwa iklan memuat unsur-unsur : 1. Pengumuman; 2. Memuat kata-kata dan tentang format; 3. Untuk (mengejar) suatu maksud atau tujuan; 4. Tentang patokan/tidak melampaui batasan-batasan dari yang diperlukan. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak mencantumkan apa yang dimaksud dengan iklan, yang terdapat dalam undang-undang ini hanyalah berbagai larangan berkaitan dengan periklanan. Menurut ketentuan dari UU No 8 Tahun 1999 tentang UUPK Pasal 9 ayat (1) berbunyi “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar atau seolah olah terdapat keistimewaan pada barang/atau jasa tersebut”. Definisi yang lebih tegas tentang iklan dapat ditemukan dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Etika ini terakhir kali direvisi pada tahun 2005. Menurut EPI, iklan adalah “pesan komunikasi pemasaran tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat”. Produk yang diiklankan, pada dasarnya dapat terdiri dari barang dan/atau jasa.8 Berdasarkan beberapa pengertian iklan diatas, maka pada dasarnya konsep dan makna iklan secara umum yaitu : Sarana pemberian informasi. Mengandung unsur-unsur bentuk dan format iklan. Unsur pencapaian tujuan bisnis (memperkenalkan atau Iklan 8 meningkatkan penjualan produk). Shidarta, 2009, Iklan Politik dan Perlindungan Bagi Konsumen Siaran Televisi, Jurnal Komunikasi, Vol.1, No.1, Universitas Tarumanegara, Jakarta, h.2. Iklan tidak boleh melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku untuk mencapai tujuan bisnisnya dengan mengorbankan kepentingan konsumen akan informasi yang benar dan jujur. Dari uraian tersebut, suatu iklan dapat dikatakan iklan apabila memenuhi unsur-unsur seperti yang tersebut diatas. Secara mendasar pengertian iklan sebagaimana dimaksud dalam yurisprudensi Mahkamah Agung telah mencakup unsur-unsur periklanan pada umumnya.9 Bahwa iklan adalah sarana komunikasi dan informasi dengan bentuk dan format tertentu dalam rangka menyajikan dan mempromosikan ide, barang atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha kepada konsumen untuk mencapai tujuan bisnis yang ingin dicapai dengan tetap bertumpu pada aturan-aturan hukum yang berlaku sehingga hak konsumen tetap terlindungi. Makna iklan erat kaitannya dengan sasaran periklanan itu sendiri. Sasaran periklanan bisa ditentukan berdasarkan klasifikasi apakah tujuan periklanan bermaksud menginformasikan, membujuk, ataukah untuk mengingatkan. Ada 3 jenis iklan dilihat dari tujuan yang ingin dicapai perusahaan melalui iklannya10 : 1) Iklan informatif (informative advertising). Pada dasarnya semua iklan berisikan informasi sebab mengiklankan sebenarnya berarti menginformasikan informasi yang ada pada iklan, yaitu segala hal mengenai apa (produk) yang diiklankan itu. Iklan informatif ini menitikberatkan pada tahap awal kategori produk, dimana tujuan yang ingin dicapai adalah membangun permintaan yang utama. Ini berarti perusahaan harus merancang iklan sedemikian rupa agar hal-hal penting mengenai produk bisa disampaikan dalam pesan 9 Dedi Harianto, 2010, Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Iklan yang Menyesatkan. Ghalia Indonesia, Bogor, h.98. 10 James R.Situmorang, 2008, Mengapa Harus Iklan?, Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.4 No.2, Universitas Parahyangan, Bandung, h.191 iklan. Iklan membuat konsumen sadar akan adanya produk baru, memberikan informasi mengenai merek tertentu, dan menginformasikan karakteristik serta keunggulan suatu produk. Iklan yang menonjolkan aspek manfaat produk biasanya dikategorikan sebagai iklan yang bersifat informatif. Misalnya, produsen ekstrak kulit manggis awalnya menginformasikan kepada konsumen bahwa ekstrak kulit manggis memiliki banyak nutrisi yang bermanfaat. 2) Iklan membujuk (persuasive advertising). Selain berisikan informasi, iklan juga dapat berupa pengaruh/bujukan, yaitu mempengaruhi/membujuk konsumen sedemikian rupa supaya mau membeli atau memakai/mengkonsumsi produk yang diiklankan. Iklan dalam kategori ini juga mengandung ajakan/undangan, yaitu mengajak atau mengundang konsumen agar datang memenuhi maksud dari pelaku usaha. Iklan ini berperan penting bagi perusahaan dengan tingkat persaingan tinggi, dimana tujuan yang ingin dicapai perusahaan adalah membangun permintaan yang selektif untuk merek tertentu. Iklan yang efektif akan membujuk konsumen untuk mencoba menggunakan/mengkonsumsi suatu produk, dimana pelaku usaha mencoba meyakinkan konsumen bahwa merek yang ditawarkan adalah pilihan yang tepat. Iklan yang membujuk biasanya dituangkan dalam pesan-pesan iklan perbandingan atau menggunakan comparative advertising yang memberikan perbandingan atribut dari dua atau lebih merek/produk secara eksplisit. Pelaku usaha berusaha membandingkan kelebihan produk yang ditawarkan dengan produk lain yang sejenis. Iklan dengan tujuan ini dapat pula mengandung janji-janji dari pelaku usaha sedemikian rupa bahwa konsumen akan mendapatkan kemanfaatan/kegunaan tertentu lebih dari produk lainnya kalau memakai/mengkonsumsi produk yang diiklankan. Atau dapat juga mengandung sejumlah jaminan yang diberikan oleh pelaku usaha yang akan diperoleh konsumen apabila memakai/mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Contoh, iklan pengobatan alternatif yang membujuk dan mempengaruhi konsumen dengan memberikan janji-janji dapat menyembuhkan segala jenis penyakit tanpa operasi dengan jaminan uang kembali apabila tidak berhasil sembuh. 3) Iklan mengingatkan (reminder advertising). Mengandung peringatan bagi konsumen akan kegunaan, kualitas, dan hal-hal lain dari produk yang diiklankan, peringatan mengenai kemungkinan dapat diperoleh di tempat tertentu atau kemungkinan adanya barang tiruan. Iklan ini dapat membuat konsumen tetap ingat pada merk/produk perusahaan. Iklan dengan tujuan mengingatkan ini sangat penting untuk produk matang. Banyak produk-produk yang dulu mapan dan menguasai pasar kini hilang karena tidak adanya iklan yang bersifat mengingatkan. Contoh, iklan handphone merek Samsung yang mengingatkan konsumen bahwa handphone merek Samsung hadir kembali dengan fitur dan kualitas yang semakin canggih. Dari jenis iklan yang dijabarkan maka parameter suatu iklan dalam mencapai tujuannya sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaku usaha adalah : Jenis Tujuan Parameter Iklan informatif Menginformasikan, - Mengandung informasi. (informative membentuk atau - Alat promosi bagi advertising). menciptakan perkenalan produk baru. kesadaran/pengenalan dan - Membangun permintaan. pengetahuan - Menonjolkan aspek tentang produk atau fitur- keunggulan dan manfaat fitur baru dari produk produk. yang sudah ada Iklan membujuk Menciptakan keyakinan (persuasive sehingga konsumen mau advertising). membeli dan - Mengandung ajakan / undangan. - Mengandung pengaruh / menggunakan barang dan jasa. bujukan. - Mengandung janji/ jaminan. - Alat promosi bagi produk yang bersaing. - Membangun permintaan yang selektif untuk merek tertentu. - Mempengaruhi dan meyakinkan konsumen bahwa produk yang ditawarkan adalah produk yang terbaik agar konsumen mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Iklan Mendorong pembelian mengingatkan ulang barang dan jasa. - Mengingatkan pembeli dimana bisa membeli dan (reminder mendapatkan advertising). tersebut. produk - Alat promosi bagi produk yang sudah matang. - Mengimpresif konsumen sehingga produk yang diiklankan selalu diingat, dipilih untuk didapatkan dan memberikan loyalitas terhadap produk tersebut. Untuk mencapai sasaran yang diinginkan oleh pelaku usaha, maka iklan yang ideal menjadi syarat utama untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Kasali suatu iklan dapat dikatakan ideal apabila iklan itu 11 : 1. Dapat menimbulkan perhatian Iklan yang ditayangkan hendaknya dapat menarik perhatian pemirsa, oleh karena itu iklan harus dibuat dengan gambar yang menarik, tulisan dan kombinasi warna yang serasi dan mencolok, serta kata-kata yang mengandung janji, jaminan, serta menunjukkan kualitas produk yang diiklankan. 2. Menarik Iklan yang diberikan kepada konsumen harus dapat menimbulkan perasaan ingin tahu dari konsumen untuk mengetahui merek yang diiklankan lebih mendalam, dan biasanya dilakukan dengan menggunakan figur iklan yang terkenal disertai dengan alur cerita yang menarik perhatian. Iklan berkaitan dengan bagaimana konsumen berminat dan memiliki keinginan lebih jauh. Dalam hal ini konsumen harus dirangsang agar mau membaca, mendengar, atau menonton pesan-pesan yang disampaikan. 3. Dapat menimbulkan keinginan Selain dapat menimbulkan perhatian dan menarik, sebuah iklan yang ideal juga seharusnya dapat menimbulkan keinginan dalam diri konsumen untuk mencoba merek yang diiklankan. Dalam hal ini, penting bagi pelaku usaha untuk mengetahui motif dari pembelian konsumen, sebab dengan mengetahui motif pembelian konsumen, pelaku usaha dapat mengetahui apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan konsumen. Dan melalui 11 Renald Kasali,1995, Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Grafiti, Jakarta, h.83. manfaat yang ditawarkan melalui iklan, pelaku usaha berharap untuk dapat mempengaruhi sikap konsumen, yang pada akhirnya dapat mendorong atau menimbulkan keinginan konsumen untuk mencoba merek yang diiklankan. 4. Menghasilkan suatu tindakan Setelah timbul keinginan yang kuat, maka konsumen akan mengambil tindakan untuk membeli merek yang diiklankan. Dan jika konsumen merasa puas dengan produk dari merek tersebut, maka konsumen akan mengkonsumsi atau melakukan pembelian ulang produk tersebut. Secara spesifik, terdapat perbedaan dan persamaan antara iklan dan periklanan. Persamaannya adalah bahwa keduanya merupakan pesan yang ditujukan kepada konsumen. Perbedaannya yaitu iklan lebih cenderung kepada produk atau merupakan hasil dari periklanan, sedangkan periklanan merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan. Pelaku periklanan yang menjadi faktor penentu lahirnya iklan merupakan hasil kerjasama beberapa pihak yaitu : 12 1. Perusahaan Periklanan (advertising), yaitu perusahaan yang menjual jasa periklanan bagi produk barang atau jasa. Perusahaan atau biro ini bidang usahanya adalah mendesain atau membuat iklan untuk para pemesannya. 2. Media Periklanan, yaitu setiap media komunikasi massa, baik berupa media cetak (surat kabar, majalah, tabloit) maupun media elektronik (televisi dan radio), termasuk juga media luar ruangan, seperti pamflet dan spanduk. 3. Pemasang Iklan (pengiklan), yaitu setiap badan hukum (perusahaan) dan perorangan yang mengiklankan suatu produk barang atau jasa. 12 Taufik H.Simatupang, Op.cit, h.31. 4. Konsumen, yaitu setiap pemakai dan penikmat produk barang atau jasa yang diiklankan. 5. Pemerintah selaku pengawas dari proses periklanan (rule of the game) sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2.2. Pengertian dan Konsep Hak Konsumen Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen seringkali berada pada posisi yang lemah, yang menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui berbagai promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian baku yang merugikan konsumen. Sehingga pengaturan dan pengetahuan tentang hak dan kewajiban konsumen wajib dan perlu diketahui oleh konsumen dan pelaku usaha sehingga konsumen dan pelaku usaha bisa bersikap dan bertindak sesuai dengan batas dan aturannya masing-masing sehingga dapat dihindari terjadinya pelanggaran hak konsumen. Hak-hak konsumen adalah hak-hak yang bersifat universal yang tidak bisa dilepaskan dengan perjuangan kepentingan konsumen yang mendapat pengakuan yang kuat ketika hak-hak konsumen dirumuskan secara jelas dan sistematis. Hak-hak tersebut pertama kali disuarakan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) John F. Kennedy di depan Kongres pada tanggal 15 Maret 1962 yang menjadi inspirasi bagi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), sehingga pada tahun 1984, PBB mengeluarkan resolusi No. 39/248 mengenai the guidelines for consumer protection bagian II (general principles). Dalam pidatonya, Presiden Amerika J.F. Kennedy mengemukakan 4 (empat) hak konsumen, hak-hak tersebut adalah13 : 1. Hak memperoleh keamanan, 2. Hak memilih, 13 Mariam Darus Badrulzaman,1986, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku, Simposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen yang diselenggarakan oleh BPHN, Jakarta, h.61. 3. Hak mendapat informasi, 4. Hak untuk didengar. Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of Consumers Union-IOCU) menambahkan 4 hak dasar konsumen lainnya, yaitu : 1. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup, 2. Hak untuk memperoleh ganti rugi, 3. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen, 4. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Disamping itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati 5 hak dasar konsumen sebagai berikut : 1. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan, 2. Hak perlindungan kepentingan ekonomi, 3. Hak mendapat ganti rugi, 4. Hak atas penerangan, 5. Hak untuk didengar. Sedangkan dalam Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen yang dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan dikemukakan 6 hak konsumen, yaitu 4 hak dasar yang disebut pertama, ditambah dengan hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum yang patut. Pengaturan hak konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut UUPK tentunya menyangkut tentang hak-hak asasi konsumen. Penegakan Hak Asasi Manusia yang bukan semata-mata untuk kepentingan manusia sendiri akan tetapi yang terpenting adalah diakui dan dihormatinya martabat kemanusiaan setiap manusia, tanpa membedakan status sosial, status politik, etnik, agama, keyakinan politik, budaya ras, golongan dan sejenisnya.14 Hal ini terlihat jelas dalam mukadimahnya, yaitu ”bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.” Sehubungan dengan hak konsumen telah dituangkan dalam pasal 4 UUPK. Hak-hak konsumen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 15 1. Hak atas keamanan dan keselamatan. Dalam mengkonsumsi barang/jasa. Hak ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila memakai suatu produk. 2. Hak untuk memilih. Hak ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini, konsumen berhak memutuskan untuk membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya. Hak ini dimiliki oleh konsumen hanya jika ada alternatif pilihan dari jenis produk tertentu, karena jika suatu produk dikuasai secara 14 Wulanmas Frederik, 2010, Aktualisasi Hukum Perlindungan Konsumen, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, h.14. 15 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Pertama, Rajawali Pers, Jakarta, h.45. monopoli oleh suatu produsen/pelaku usaha atau dengan kata lain tidak ada pilihan lain (barang maupun jasa), maka dengan sendirinya hak untuk memilih tidak berfungsi. 3. Hak untuk memperoleh informasi. Hak atas informasi yang benar dan jelas dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. 4. Hak untuk didengar. Hak ini adalah hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, atau berupa pengaduan atas kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk atau berupa pernyataan/pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.Hak ini disampaikan baik secara perorangan maupun kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu, misalnya YLKI. 5. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup. Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan demikian, setiap konsumen berhak unttuk memperoleh kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk mempertahankan hidupnya (secara layak). 6. Hak untuk memperoleh ganti kerugian. Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan secara damai maupun yang diselesaikan melalui pengadilan. 7. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen. Hak ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan. 8. Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap konsumen dan lingkungan. Hak untuk memperoleh lingkungan bersih dan sehat serta hak untuk memperoleh informasi tentang lingkungan ini diatur dalam pasal 5 UU No.23 Tahun 1997 9. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya. 10. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut. Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk dengan melalui jalur hukum. Walaupun sangat beragam, secara garis besar hak-hak konsumen dapat dibagi dalam 3 hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu :16 Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan Hak Konsumen Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga wajar. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi. Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam UUPK, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan /merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak konsumen yang disebutkan diatas harus dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun oleh pelaku usaha, karena pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek. 2.3. Pengertian dan Konsep Perlindungan Hak Konsumen Perlindungan konsumen merupakan suatu hal yang ada keterkaitannya dengan dunia usaha yang mengglobal. Hal ini jelas terlihat secara tekstual dalam salah satu konsideran UUPK yang dalam pertimbangan butir (c) menegaskan, bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta 16 Ahmadi Miru, 2000, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, h.140. kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan atau jasa yang diperolehnya di pasar. Selanjutnya, dalam butir (d) ditegaskan, bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh-kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Berbicara tentang perlindungan konsumen (consumer protection), berarti membahas tentang salah satu sisi dari korelasi antara lapangan perekonomian dengan lapangan etika. Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba (profit) dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Dalam hubungan yang demikian seringkali terdapat ketidaksetaraan antara keduanya. Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi mempunyai posisi yang kuat. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Perlindungan konsumen merupakan hak warga negara yang pada sisi lain merupakan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya, khususnya atas produk yang halal dan baik. Sehingga dalam menentukan aturan hukum tersebut diperlukan adanya campur tangan negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen.17 Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak 17 Erna Widjajati, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, CV. Wafi Media Tama, Jakarta, h.4. konsumen dan bertujuan untuk mengangkat harkat hidup dan martabat konsumen, yaitu dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa.18 Perlindungan konsumen di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam UUPK. UUPK menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang diperkuat melalui undang-undang dan memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen.19 Melalui penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dalam undang-undang ini bertujuan untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen dilakukan dengan : 20 1. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum; 2. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan pelaku usaha; 18 Abdul Halim Barkatullah, 2010, Hak-Hak Konsumen, Nusa Media, Bandung, h.48. Happy Susanto, 2008,Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan,Visimedia,Jakarta, h.4. 20 Abdul Halim Barkatullah, 2007, Urgensi Perlindungan Hak-Hak Konsumen Dalam Transaksi Di E-Commerce, Jurnal Hukum, Vol.14, No.2 April 2007, FH UNLAM, Banjarmasin, h.257. 19 3. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa; 4. Memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan menyesatkan; 5. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya. 2.4. Pengertian dan Konsep Kontrak Bisnis Kontrak sebagai wadah mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lain menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Dalam melakukan hubungan sosial antara subyek hukum satu dengan subyek hukum lain yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan maka kontrak atau perjanjian adalah salah satu sarana yang digunakan sebagai wadah pemenuhan tersebut. Istilah kontrak sering disebut dengan istilah “perjanjian”, sebagai terjemahan dari agreement dalam bahasa Inggris, atau overeenkomst dalam bahasa Belanda. Di samping itu, ada juga istilah yang sepadan dengan istilah kontrak, yaitu istilah “transaksi” yang merupakan terjemahan dari istilah Inggris transaction. Namun demikian, istilah kontrak sebagai terjemahan dari istilah Inggris contract adalah paling modern, paling luas dan paling lazim digunakan, termasuk pemakaiannya dalam dunia bisnis. Pengertian tentang kontrak pada umumnya sama, kontrak dalam Hukum Perdata Indonesia yaitu KUHPerdata disebut overeenkomst yang bila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti perjanjian. Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Definisi ini tidak begitu jelas karena dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja. Hal ini berarti bukan perbuatan hukum saja yang termasuk ke dalam perjanjian, tetapi diluar perbuatan hukum pun termasuk perjanjian. Terdapat perbedaan antara perbuatan hukum dengan diluar perbuatan hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud adalah suatu perbuatan yang menghasilkan akibat hukum dikarenakan adanya niat dari perbuatan satu orang atau lebih. Sehingga dapat dikatakan bahwa beberapa perbuatan hukum adalah kontrak.21 Jadi, menurut doktrin yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Jadi kontrak pada dasarnya adalah perjanjian itu sendiri akan tetapi lebih bersifat sempit karena pengertian kontrak ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis).22 Dengan demikian kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hukum formal, asalkan kontrak tersebut adalah kontrak yang sah. Menurut Peter Mahmud Marzuki mengatakan ”bahwa suatu perjanjian mempunyai arti yang lebih luas daripada kontrak. Kontrak merujuk kepada suatu pemikiran akan adanya keuntungan komersil yang diperoleh kedua belah pihak, sedangkan perjanjian dapat saja berarti 21 Arthur S. Hartkamp and Marianne M.M. Tillema, 1995, Contract Law in Netherlands, Kluwer Law International, The Hague, London, Boston, hlm 33. 22 Djunaidi Abdullah, Hukum Perjanjian (Kontrak) Dalam Bisnis, Jurnal Hukum, h.2. social agreement (kesepakatan umum) yang belum tentu menguntungkan kedua belah pihak secara komersil.”23 Di dalam Black’s Law Dictinionary, yang diartikan dengan contract is an agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do particular thing. Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, dimana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu secara sebagian. Inti definisi ini adalah persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian. Pada prinsipnya kontrak terdiri dari satu atau serangkaian janji yang dibuat para pihak dalam kontrak. Esensi dari kontrak itu sendiri adalah perjanjian. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Atas dasar ini Subekti mendefinisikan kontrak sebagai peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.24 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan kontrak. Kontrak adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Dengan kata lain hubungan hukum yang terjadi karena adanya perjanjian tertulis dikatakan kontrak karena kontrak tersebut mengikat para pihak yang terlibat didalamnya yaitu hak dan kewajiban yang timbul didalamnya. Pada kontrak, masing-masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari pihak lainnya yang sudah sepakat untuk terikat. 23 Peter Mahmud Marzuki, 2003, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak,Yuridika, Volume 8, No. 3, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h.5. 24 Subekti, Op.cit, h.36. Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan kontrak adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan kontrak. Perjanjian adalah sumber kontrak, disamping sumber-sumber lainnya yang mencakup undang-undang. Ada kontrak yang lahir dari perjanjian dan ada kontrak yang lahir dari undang-undang.25 Jadi perikatan yang dilakukan dengan suatu kontrak tidak lagi hanya berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji tetapi sudah merupakan perjanjian yang sengaja dibuat secara tertulis sebagai alat bukti bagi para pihak. Dengan terikatnya para pihak dalam suatu perjanjian, para pihak harus melaksanakannya karena setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian dapat dipaksakan secara hukum. Jadi suatu perjanjian yang tidak mengikat atau tidak menimbulkan akibat hukum adalah bukan perikatan. Bagaimana perjanjian yang dapat menimbulkan akibat hukum? Yaitu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian atau kontrak. Suatu perjanjian yang sah harus memenuhi empat syarat, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab (oorzaak) yang halal, artinya tidak terlarang.26 Harus dibedakan antara syarat obyektif dan syarat subyektif. Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyeknya atau pihak-pihak dalam melakukan perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena mengenai obyeknya. 25 Ibid, h.1. Zaeni Asyhadie, 2008, Hukum Bisnis (Prinsip Pelaksanaannya di Indonesia), Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.24-25. 26 Dalam hal syarat subyektif tidak terpenuhi maka pembatalan untuk kedua syarat tersebut adalah dapat dibatalkan (voidable). Salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan tetap mengikat, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi.27 Sedangkan dalam hal syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak untuk melahirkan perikatan adalah gagal. Dengan demikian maka tidak ada dasar untuk saling menuntut. Perjanjian yang demikian ini disebut perjanjian yang null atau void.28 Dengan sekian banyak pengertian perjanjian yang telah dipaparkan di atas, ada tiga unsur yang dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Ada orang yang menuntut, atau dalam istilah bisnis biasa di sebut kreditor. 2. Ada orang yang dituntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut debitur. 3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi. Prestasi umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu: (a) berbuat sesuatu; (b) tidak berbuat sesuatu; (c) menyerahkan sesuatu. Pihak yang tidak melakukan prestasi disebut bahwa pihak tersebut telah melakukan wanprestasi. Wanprestasi ini dapat terjadi dalam hal : 1. Tidak berbuat sesuatu yang diperjanjikan. 2. Tidak menyerahkan sesuatu yang telah diperjanjikan. 27 Ibid Hasanudin Rahman, 2003, Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis, Citra Adiyta Bakti, Bandung, h.8. 28 3. Berbuat sesuatu atau menyerahkan sesuatu tetapi terlambat atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian seharusnya tidak dilakukan. 2.5. Pengertian dan Konsep Janji Janji merupakan pernyataan yang dibuat oleh seseorang kepada orang lain yang menyatakan suatu keadaan tertentu atau affair exists, atau akan melakukan suatu perbuatan tertentu.29 Orang terikat pada janjinya sendiri, yakni janji yang diberikan kepada pihak lain dalam perjanjian. Janji itu mengikat dan janji itu menimbulkan utang yang harus dipenuhi.30 Janji menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat. Pengertian lain menyebutkan, bahwa yang disebut dengan janji adalah pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap suatu ketentuan yang harus ditepati atau dipenuhi. Menurut Sudikno Mertokusumo perjanjian hendaknya dibedakan dengan janji. Walaupun janji itu didasarkan pada kata sepakat, tetapi kata sepakat itu tidak untuk menimbulkan akibat hukum, yang berarti bahwa apabila janji itu dilanggar, tidak ada akibat hukumnya atau tidak ada sanksinya.31 Menurut Wyasa Putra, tidak semua janji adalah janji. Tidak semua janji dapat ditegakkan melalui pengadilan. Hanya janji yang penegakannya dapat dilakukan melalui pengadilan yang dikualifikasi sebagai kontrak. Janji yang dapat ditegakkan melalui pengadilan diuraikan seperti berikut ini : 32 A.G. Guest, (ed), 1979, Anson’s Law of Contract, Clarendon Press, Oxford, h. 2. J. Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir dari Perjanjian, Buku II, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.146. 31 Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, h.110. 32 Wyasa Putra,op.cit, h.37. 29 30 1. Janji yang merupakan hasil tawar menawar (bargained exchange, offer-acceptance) yang didukung dengan suffident considerant; 2. Janji yang perbuatannya mengakibatkan seseorang merubah sikap atau kedudukannya sebagai akibat janji tersebut; 3. Janji yang memenuhi persyaratan hukum untuk ditegakkan, misalnya diisyaratkan oleh hukum bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertulis, dari segi waktu dan/atau kapasitas perbuatannya; 4. Janji yang oleh hukum ditugaskan oleh pengadilan untuk menegakkannya; 5. Janji yang oleh hakim, berdasarkan pertimbangan hukum tertentu, dipandang harus ditegakkan.