BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Depdiknas (2004), model merupakan suatu konsep untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Joyce & Weil dalam Santyasa (2007), mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Sudrajat, 2008). Model pembelajaran konstruktivisme telah mendapatkan perhatian yang besar dikalangan peneliti pendidikan sains. Daya tarik dari model konstruktivisme ini adalah pada kesederhanaanya. Model pembelajaran konstruktivisme memperlihatkan bahwa pembelajaran merupakan proses aktif dalam membuat sebuah pengalaman menjadi masuk akal, dan proses ini sangat dipengaruhi oleh apa yang sudah diketahui orang sebelumnya. Karena itu, dalam setiap kegiatan pembelajaran guru harus memperoleh, atau sampai pada, persamaan pemahaman dengan murid (Mulyasa, 2006). Dalam belajar Matematika, proses konstruktivisme menghendaki partisifasi aktif dari siswa, sehinggga disini peran guru berubah dari sumber dan 6 7 pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa (Sutarno, 2003). Adapun fungsi dan peranan guru sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajaran adalah menyiapkan kondisi yang kondusif pada saat proses belajar dengan menyajikan problem-problem yang menantang, berupaya untuk menggali dan memahami pengetahuan awal siswa dan menggunakannya sebagai rujukan dalam merancang dan mengimplementasikan dalam pembelajaran. Selain itu juga guru berusaha untuk merangsang dan memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengemukakan gagasan dan argumentasi agar siswa menjadi orang yang kritis dan aktif membangun pengetahuannya. Menurut Hidayat (2003), ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme adalah keaktifan dan keterlibatan siswa belajar dalam proses upaya belajar sesuai dengan kemampuan, pengetahuan awal dan gaya belajar masing-masing dengan bantuan guru sebagai fasilitator yang membantu warga belajar apabila warga belajar mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar. ( Rusdy, 2009) menjelaskan, Belajar menurut model konstruktivis merupakan proses aktif siswa untuk mengkonstruksi pikirannya. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman pengalaman yang telah dimilikinya. Ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme adalah sebagai berikut: 1) Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki sehingga dapat membentuk pengetahuan siswa. 8 2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua pengerjaan tugas atau masalah harus sama misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara. 3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep fisika melalui kenyataan kehidupan sehari-hari. 4) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa. 5) Memanfaatkan berbagai media pembelajaran termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih aktif. 6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial dengan mengadakan demonstrasi atau eksperimen, diskusi sehingga pembelajaran menjadi menarik. Nanang Wahid (2009) mengemukakan, Secara garis besar, prinsip-prisip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri 2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar 3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah 4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar 9 5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa 6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan 7. Mencari dan menilai pendapat siswa 8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa. Adapun tahapan belajar dan kajianpembelajaran konstruktivisme menurut (Mulyasa, 2004) adalah sebagai berikut: a. Apersepsi yaitu: pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami siswa dengan memberikan suatu pertanyaan atau masalah tertentu yang dapat membangun pengetahuan siswa, memotivasi siswa dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi siswa misalnya mengadakan demonstrasi singkat atau menunjukkan gambar-gambar. b. Eksplorasi yaitu: materi atau keterampilan baru dikenalkan kemudian mengkaitkan materi baru ini dengan pengetahuan yang sudah ada pada siswa. Pada tahap ini siswa diperlihatkan langkah kerja untuk melakukan eksperimen membimbing proses eksperimen. c. Diskusi dan penjelasan konsep yaitu: melibatkan siswa secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi ajaran baru dan melibatkan siswa secara aktif dalam problem solving serta meletakkan penekanan antara materi ajar yang baru dengan berbagai aspek kegiatan/kehidupan di dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini siswa diajak untuk diskusi dan merencanakan penyelidikan/eksperimen, menjawab beberapa permasalahan selama penyelidikan/eksperimen dan hasil eksperimen didiskusikan. 10 d. Pengembangan dan aplikasi yaitu: Siswa didorong untuk menerapkan konsep atau pengertian yang sudah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini, ssiswa melaporkan hasil latihan dan menyajikan dalam diskusi kelas serta memberikan penguatan, penegasan dan penerapan terhadap setiap jawaban dan menarik kesimpulan dari diskusi tersebut. e. Penilaian formatif yaitu: mngembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran siswa dan menggunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan dari siswa atas model yang digunakan. 2.1.2 Hasil Belajar Istilah hasil belajar berasal dari bahasa Belanda “prestatie,” dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Apabila dikaitkan dengan belajar, maka prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu. (Abdullah, 2008) Menurut Slameto (2003), prestasi belajar merupakan suatu perubahan yang dicapai seseorang setelah mengikuti proses belajar. Perubahan itu meliputi perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan dan pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut, Hamalik (2003) mengungkapkan bahwa hasil belajar akan tampak pada perubahan dalam aspek-aspek tingkah laku manusia. Aspek-aspek tersebut antara lain: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, 11 keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan social, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri siswa sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hassil belajar Ahmadi dan Supriyono (2004) mengungkapkan, dicapai seseorang merupakan hasil interaksi prestasi belajar yang berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Yang tergolong faktor internal adalah: 1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya. 2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas: a) Faktor intelektif yang meliputi : faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat., faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki. b) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri. 3) Faktor kematangan fisik maupun psikis. Yang tergolong faktor eksternal, ialah: 12 a) Faktor sosial yang terdiri dari atas:lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat; lingkungan kelompok; b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. c) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fisilitas belajar dan iklim. Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti apa proses menyeluruh secara mendasar. Ada beberapa manfaat model bagi si pengguna, antara lain: (1) menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, (2) mengintegrasikan apa yang diketahui melalui observasi dan penelitian, (3) menyederhanakan proses kemanusiaan yang kompleks, (4) pedoman untuk melakukan kegiatan. Kaitannya dengan pembelajaran, model pembelajaran berfungsi mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pembelajaran agar tercapai pembelajaran yang efektif, efisien, berdaya tarik, dan humanis. Joice (1992) menjelaskan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran serta mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu pebelajar sedemikian hingga tujuan pembelajaran tercapai. Di dalam kegiatan pembelajaran terdapat beberapa model pembelajaran inovatif yang dapat digunakan guru. Model pembelajaran inovatif dapat memberikan 13 motivasi bagi siswa untuk belajar lebih aktif lagi sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Salah satu model pembelajaran inovatif adalah konstruktivisme. Meminjam Sinurat (2003) bahwa model pembelajaran konstruktivisme dilakukan agar pengetahuan itu bermakna, artinya pengetahuan itu dapat dibuat atau dikonstruksi. Penelitian yang berhubungan dengan model konstruktivisme terus berlanjut sampai sekarang sesuai dengan waktu dan cepatnya gerak maju seperti yang tampak pada upaya pendidikan dalam menerapkan apa yang kita kenal dalam belajar dengan strategi belajar dan materi kurikulum berupa upaya dalam menemukan tujuan pendidikan yang lebih baik. Model konstruktivisme menjelaskan bahwa, pengetahuan tidak pernah dapat diamati secara leluasa. Kenyataannya pengetahuan mestilah diperoleh dari kesadaran seseorang; pengetahuan tidak dapat ditransfer (dipindahkan) dari seseorang kepada orang lain seperti ketika orang mengisi sebuah tong kosong. Pengetahuan tidak seperti kegiatan psikologis lainnya yang dapat digambarkan secara kimia. Selain itu pengetahuan membutuhkan satu kepercayaan (comitment) seseorang dalam mempertanyakan, menjelaskan, dan uji penjelasan sebagai pengabsahannya. 2.2 .Kerangka Pikir Dalam proses belajar mengajar, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan dalam memilih, melaksanakan, dan menentukan model pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran yang dapat membuat siswa belajar secara efektif dan efisien sehingga tujuan pengajaran dapat 14 dicapai secara maksimal. Selain itu juga, guru harus kreatif menciptakan proses kegiatan belajar mengajar yang tidak lagi bersifat ekspositori yaitu siswa cenderung menghafal contoh-contoh yang diberikan oleh guru tanpa terjadi pembentukan konsep yang benar pada struktur kognitif siswa. Hal ini akan berdampak pada perilaku siswa yang kurang percaya diri baik dalam bertanya, menyampaikan ide maupun dalam proses pemecahan masalah yang dihadapi. Pemilihan dan penentuan metode atau model yang digunakan oleh guru akan berdampak pada tinggi rendahnya aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang mengakibatkan akan berdampak pula pada prestasi belajar. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan langsung siswa konstruktivisme belajar yang diantaranya dikemas menggunakan dalam nuansa model yang pembelajaran menarik untuk membangkitkan minat dan membuat siswa lebih aktif dalam belajar. Karena model pembelajaran ini menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan aktif belajar. Guru hanya bersifat sebagai fasilitator pembelajaran. Materi pembelajaran terintegrasi, menggunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan pembelajaran. Siswa terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga suasana belajar akan menjadi menarik, karena siswa telah diajak untuk belajar. Melalui model pembelajaran Konstruktivisme, siswa diarahkan untuk membangun pengetahuannya sendiri secara aktif dengan cara mengaitkan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan pengalaman nyata. Dengan penyelidikan dan penemuannya sendiri, siswa diharapkan lebih mengingat dan memahami 15 materi yang diajarkan, khususnya pada materi getaran dan gelombang. Sehingga prestasi siswa dapat ditingkatkan. Dengan demikian penerapan model pembelajaran konstruktivisme diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa khususnya dalam materi Faktor prima untuk menentukan FPB dan KPK. 2.3. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah “Model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran Matematika, dengan Kompetensi Dasar : Faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB pada siswa kelas VI Semester I SD Negeri 2 Kebonagung tahun pelajaran 2012/2013”.