II( 25 feb

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran kognitif yang baru dalam
psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri
dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan lama itu tidak sesuai
lagi. Bagi siswa agar benar-banar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, maka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya,
berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Slavin,1994).
Menurut pembelajaran ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan
adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan siswa
untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan
siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman
yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya
(Slavin,1994).
9
Esensi dari konstruktivisme adalah ide bahwa siswa sendiri yang menemukan dan
mentransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila menginginkan informasi itu menjadi miliknya. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak
akan secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui
pengalaman dan interaksi mereka (Slavin,1994).
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan
dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya (Slavin, 1994). Contoh aplikasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Kelas disusun
dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, campuran siswa berkemampuan
tinggi, sedang, dan rendah. Mereka diajarkan keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, selama kerja dalam kelompok, tugas
kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang ditugaskan guru dan saling
membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan belajar. Pada saat siswa sedang bekerja dengan baik, dan memberikan bimbingan kepada kelompok yang
mengalami kesulitan (Trianto, 2010).
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut (Suparno, 1997), antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;
Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa;
Mengajar adalah membantu siswa belajar;
Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir;
Kurikulum menekankan partisipasi siswa;
Guru adalah fasilitator.
10
Menurut Von Glasersfeld, agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka
diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi
individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.
2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari
pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang
lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul
penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.
B. Model pembelajaran problem solving
Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Masalah
yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan
masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula.
Masalah pada hakikatnya adalah suatu pertanyaan yang mengandung jawaban.
Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila
pertanyaan itu dirumuskan dengan baik dan sistematis. Ini berarti, pemecahan
11
suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak
memecahkan masalah tersebut. Pemecahan masalah adalah suatu proses mental
dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang
tepat dan cermat. Proses pemecahan masalah memberikan kesempatan peserta
didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata
lain, pemecahan masalah menuntut kemampuan memproses informasi untuk
membuat keputusan tertentu (Hidayati, 2006).
Langkah-langkah model pembelajaran problem solving (Djamarah dan Zain,
2002) yaitu meliputi :
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari
siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah
kedua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran
jawaban ini tentu saja diperlukan kegiatan lainnya seperti demonstrasi,
tugas, diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan
terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran problem solving (Djamarah dan
Zain, 2002) adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan model problem solving
a. Dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.
b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan
para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
12
c. Merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan
menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan
mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka
mencari pemecahannya.
2. Kekurangan model problem solving
a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan
dan keterampilan guru
b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain
c. mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima
informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan
permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan
berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
C. Kemampuan Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental yang menyelesaikan persoalan,
mengajukan metode, gagasan atau memberikan pandangan baru terhadap suatu
persoalan atau gagasan lama. Rogers (Munandar, 1992) mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu
muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain,
pengalaman maupun keadaan hidupnya. Demikian juga Drevhal (Hurlock, 1978)
mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi
dan gagasan baru yang dapat berwujud kretivitas imajenatif atau sintesis yang
mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman
masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.
Pendekatan dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi 2 jenis (Torrence,
1981; Supriadi, 1989) yaitu :
13
1. Pendekatan psikologis
Pendekatan psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan yang ada
dalam diri individu sebagai faktor-faktor yang menetukan kreativitas. Salah
satu pendekatan psikologis yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas
adalah pendekatan holistik. Clark (1988) dalam Ngalimun menggunakan pendekatan holistik untuk menjelaska konsep kreativitas dengan berdasarka pada
fungsi-fungsi berfikir, merasa, mengindra, dan intuisi. Clark menganggap
bahwa kreativitas itu mencakup sintesis dari fungsi-fungsi thingking, feeling,
sensing, dan intuiting.
2. Pendekatan sosiologis
Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil
dari proses interaksi sosial, dimana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu
berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan dan peranan keluarga.
Empat tahapan proses kreatif, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verfikasi:
1.
Persiapan (preparation).
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data
untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah.
14
2.
Inkubasi (incubation).
Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara
waktu dari masalah yang dihadapinya, dalam pengertian tidak
memikirkannya secara sadar melainkan “menghadapinya” dalam alam
prasadar.
3.
Iluminasi (illumanation).
Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasangagasan baru serta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
4.
Verifikasi (verification).
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan
konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen
harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan
harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total
harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh
pengujian terhadap realitas.
Piers dalam Ngalimun mengemukakan bahwa karakteristik kreativitas adalah
sebagai berikut:
1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi
2. Memiliki keterlibatan yang tinggi
3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar
4. Memiliki ketekunan yang tinggi
5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan
6. Penuh percaya diri
7. Memiliki kemandirian yang tinggi
8. Bebas dalam mengambil keputusan
9. Menerima diri sendiri
10. Senang humor
15
11. Memiliki intuisi yang tinggi
12. Cenderung tertarik kapada hal-hal yang kompleks
13. Toleran terhadap ambiguitas
14. Bersifat sensitif
Supriadi mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan kreatif, yaitu:
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;
2. Mengakui dan meghargai gagasan-gagasan anak;
3. Menjadikan pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya;
4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya;
5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya
6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
Untuk lebih menjelaskan pengertian kreativitas, akan dikemukakan beberapa
perumusan yang merupakan kesimpulan para ahli mengenai kreativitas
(Munandar, 1985).
a.
“Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru,
berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada”.
b.
“Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan
berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban”.
c.
Jadi, secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai “kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan
orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan”.
16
Kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau
situasi juga mencerminkan kreativitas, jika dalam penilaiannya seseorang mampu
melihat obyek, situasi, atau masalahnya dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Ciri-ciri berpikir kreatif (aptitude) (Munandar, 2008) seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ciri-ciri berpikir kreatif (aptitude)
Pengertian
Berpikir Lancar (Fluency)
1.
2.
3.
Mencetuskan banyak gagasan,
jawaban, penyelesaian masalah
atau jawaban.
Memberikan banyak cara atau
saran untuk melakukan
berbagai hal.
Selalu memikirkan lebih dari
satu jawaban.
Berpikir Luwes (Flexibility)
Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang
bervariasi.
2. Dapat melihat suatu masalah
dari sudut pandang yang
berbeda.
3. Mencari banyak alternatif atau
arah yang berbeda.
4. Mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran.
Berpikir Orisinil (Originality)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
1.
1.
2.
3.
Mampu melahirkan ungkapan
yang baru dan unik.
Memikirkan cara-cara yang tak
lazim untuk mengungkapkan
diri.
Mampu membuat kombinasikombinasi yang tak lazim dari
bagian-bagian atau unsur-unsur.
b.
c.
a.
b.
c.
Perilaku
Mengajukan banyak pertanyaan.
Menjawab dengan sejumlah
jawaban jika ada.
Mempunyai banyak gagasan
mengenai suatu masalah.
Lancar mengungkapkan gagasangagasannya.
Bekerja lebih cepat dan melakukan
lebih banyak dari orang lain.
Dapat dengan cepat melihat
kesalahan dan kelemahan dari
suatu objek atau situasi.
Memberikan bermacam-macam
penafsiran terhadap suatu gambar,
cerita atau masalah.
Menerapkan suatu konsep atau
asas dengan cara yang berbedabeda.
Jika diberikan suatu masalah
biasanya memikirkan bermacammacam cara untuk menyelesaikannya.
Memikirkan masalah-masalah atau
hal yang tidak terpikirkan orang
lain.
Mempertanyakan cara-cara yang
lama dan berusaha memikirkan
cara-cara yang baru.
Memilih cara berpikir lain dari
pada yang lain.
17
Pengertian
Berpikir Elaboratif (Elaboration)
1.
2.
Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan
atau produk.
Menambah atau merinci detaildetail dari suatu objek, gagasan
atau situasi sehingga menjadi
lebih menarik.
Berpikir Evaluatif (Evaluation)
1.
2.
3.
Menentukan kebenaran suatu
pertanyaan atau kebenaran suatu
penyelesaian masalah.
Mampu mengambil keputusan
terhadap situasi terbuka.
Tidak hanya mencetuskan
gagasan tetapi juga melaksanakannya.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.
Perilaku
Mencari arti yang lebih mendalam
terhadap jawaban atau pemecahan
masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.
Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.
Menambah garis-garis, warnawarna, dan detail-detail (bagianbagian) terhadap gambaranya sendiri atau gambar orang lain.
Memberi pertimbangan atas dasar
sudut pandang sendiri.
Mencetuskan pandangan sendiri
mengenai suatu hal.
Mempunyai alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya.
Pemikiran kreatif akan membantu seseorang untuk meningkatkan kualitas dan
keefektifan pemecahan masalah dan hasil pengambilan keputusan yang dibuat
(Evans, 1991).
Pada penelitian ini yang akan dijadikan tolak ukur keterampilan berpikir kreatif
adalah kemampuan mengevaluasi.
D. Kerangka Pemikiran
Model pembelajaran problem solving ini membiasakan kita untuk tidak terjebak
pada solusi atas pikiran yang sempit melainkan membiasakan kita untuk melihat
opsi-opsi yang terbuka luas. Dengan memiliki lebih banyak opsi solusi kemungkinan untuk berhasil me-ngatasi masalah juga akan semakin besar. Dalam proses
pembelajaran yang menggunakan model ini, siswa dapat menyeimbangkan pemanfaatan otak kanan dan otak kirinya.
18
Dalam usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, siswa
dituntut untuk menjadi pelajar yang mandiri yang mampu menggunakan dan
menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah dikenalnya serta berbagai keterampilan yang mereka miliki. Dengan demikian, model pembelajaran ini memberikan kesempatan untuk mengembangkan berbagai kemampuan siswa, diantaranya kemampuan menyelesaikan persoalan, mengajukan metode, gagasan atau
memberikan pandangan baru terhadap suatu persoalan atau gagasan lama. Kemampuan-kemampuan ini tidak lain merupakan aspek-aspek yang ada dalam kemampuan mengevaluasi. Dengan kata lain, pembelajaran ini sekaligus mampu
meningkatkan kemampuan mengevaluasi siswa.
E. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kemampuan
mengevaluasi pada materi asam-basa siswa kelas XI IPA semester genap
SMA Negeri 16 Bandar Lampung T.A. 2013/2014 diabaikan.
2. Perbedaan n-Gain kemampuan mengevaluasi siswa pada materi asam-basa
semata-mata terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.
F. Hipotesis
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:
Model pembelajaran problem solving pada materi asam-basa efektif dalam
meningkatkan kemampuan mengevaluasi dibandingkan pembelajaran konvensional.
Download