JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 6 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2014 TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA PETAK PASAR TRADISIONAL TANGGA ARUNG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Minarti Wulandari 1 ([email protected]) Deny Slamet Pribadi 2 ([email protected]) Nur Arifudin 3 ([email protected]) Abstrak Perkembangan pembangunan Kabupaten Kutai Kartanegara dan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin bertambah, berpengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan area Pasar Tradisional Tangga Arung Kutai Kartanegara. Dalam pelaksanaan pengelolaan area Pasar Tradisional Tangga Arung kios dan toko menggunakan sistem sewa menyewa. Untuk mendapatkan hak sewa di pasar tersebut harus sesuai dengan ketentuan jenis penyedian pelayanan pasar yang sudah diatur juga di dalam Pasal 27 Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Bab VII tentang sewa menyewa Pasal 1548 ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Hasil yang Penulis peroleh ialah perjanjian sewa menyewa antara Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Pedagang di Pasar Tradisional Tangga Arung termuat dalam Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Surat Perjanjian ini antara lain memuat mengenai ketentuan umum, pembayaran sewa dan retribusi, keharusan dan larangan para pihak, pencabutan/penyegelan hak pemakaian tempat dipasar dan ketentuan tambahan.Permasalahan penyalahgunaan hak sewa yang terjadi antara penyewa kepada pihak lain di Pasar Tradisional Tangga Arung Kutai Kartanegara . Dimana dalam kasus ini, terdapat pelanggaran terhadap dalam Pasal 3 Ayat (2) huruf c Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara yang menyatakan bahwa, “Pihak Kedua dilarang memindah tangankan/menyewakan/menjual kepada pihak lain tanpa persetujuan Pihak Pertama”. Kata Kunci : Peralihan Hak dan Surat Perjanjian Sewa Menyewa 1 2 3 Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 6 Pendahuluan Pasal 33 Ayat (4) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Perkembangan pembangunan Kabupaten Kutai Kartanegara dan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin bertambah, selain mengakibatkan meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap barang dagangan kebutuhan rumah tangga, juga berpengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan area Pasar Tradisional Tangga Arung Kutai Kartanegara. Perkembangan dan fenomena pasar modern di Kabupaten Kutai Kartanegara baik yang berkelas minimarket telah membawa dampak yang begitu besar bagi masyarakat baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Perkembangan pembangunan dan pendirian pasar modern juga berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap eksistensi dan keberlangsungan pasar tradisional yang pada umumnya diisi oleh para pedagang kecil dan menengah, dengan pertumbuhan dan perkembangan pasar modern, maka perlu di tata dan di bina agar pedagang kecil, menengah, koperasi serta pasar tradisional dapat tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan pedagang pasar modern dalam mengisi peluang usaha secara terbuka dan adil. Namun dari hasil pra penelitian yang Penulis lakukan di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara, Penulis menemukan terdapat beberapa petak di pasar tersebut yang disewakan kembali oleh pemilik hak 2 Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Sewa (Minarti Wulandari) sewanya kepada pihak ketiga. Padahal penyewa tersebut telah terikat dengan Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Dimana perjanjian tersebut dilakukan oleh Pedagang dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Bidang Pengelolaan Pasar. Seperti yang telah Penulis jelaskan sebelumnya, sistem yang digunakan dalam Pasar Tradisional Tangga Arung adalah sistem sewa menyewa. Sewa menyewa itu sendiri menurut Pasal 1548 KUH Perdata Kitab Undang-undang Hukum Perdata ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Dengan rumusan masalah sebagai berikut, Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara?, Bagaimana penerapan sanksi bagi penyewa yang melanggar ketentuan perjanjian sewa menyewa petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara?. Penelitian hukum empiris ini untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian sewa menyewa petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara dan untuk mengetahui penerapan sanksi bagi penyewa yang melanggar ketentuan perjanjian sewa menyewa petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara. Adapun sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekuder. 3 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 6 Pembahasan A. Pelaksanaan perjanjian sewa menyewa petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara. Menurut Pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), “Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. ”Sewa menyewa sama seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya. Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga sewa.4 Adapun perjanjian-perjanjian atau kontrak yang terjadi antara pemerintah dan para pedagang yang ingin menempati petak pasar di lahan pasar pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara, di atur juga di dalam Pasal 1313 KUH Perdata di dalamnya menyatakan bahwa Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.5 Oleh karena adanya persetujuan untuk mengikatkan diri tersebutlah, kedua pihak terikat untuk mematuhi segala klausula dalam perjanjian sewa menyewa petak pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Selama perjanjian tersebut sesuai dengan syarat sahnya suatu 4 Dikutip dari Internet www .Legal-community.blogspot.com/2011/08/sewa-menyewa-dalamperspektif-hukum.html?m=l di Akses Tanggal 22 Desember 2013 Pukul 12:00 Wita 5 Loc.cit., Soesilo 4 Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Sewa (Minarti Wulandari) perjanjian yang termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yakni harus secara komulatif memenuhi keempat syarat yakni: a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu pokok persoalan tertentu; d. Suatu sebab yang tidak terlarang. Antara Pedagang (penyewa) dan Pemerintah terikat oleh Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Sehingga kedua belah pihak wajib patuh pada semua klausula yang termuat dalam surat perjanjian tersebut, karena merupakan kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya. Dalam salah satu klausula surat perjanjian tersebut, yakni dalam Pasal 3 Ayat (2) huruf c Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara juga dinyatakan bahwa, “Pihak Kedua dilarang memindah tangankan/menyewakan/menjual kepada pihak lain tanpa persetujuan Pihak Pertama”. Dan dari wawancara yang Penulis lakukan dengan mengambil sample dari beberapa pedagang di Pasar Tradisional Tangga Arung sebagai narasumber, Penulis menemukan beberapa temuan yakni: 1. Tuan H.Rony yang merupakan penyewa petak pasar di pasar tradisional Tangga Arung Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, memiliki surat perjanjian sewa menyewa petak pasar dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, tetapi ia menyewakan lagi petak pasarnya kepada orang lain dengan harga sewa perbulannya sejumlah 15 juta rupiah. Ia beralasan karena dirinya memiliki dua petak pasar di pasar tersebut, maka agar lebih efisien ia menyewakan salah satu petak pasarnya kepada pihak lain lagi. Sehingga ia dapat mendapatkan untung yang besar. Tetapi jika terjadinya 5 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 6 kebakaran di petak yang ia sewa dari Pemerintah maka tidak adanya konpensasi/ganti rugi dari Pemerintah untuk membuatkan lagi petak pasar yang telah ia sewa dari Pemerintah. 2. Ibu Hj.Jubaidah yang menyewa petak pasar di pasar tradisional Tangga Arung Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menyatakan bahwa ia juga memiliki hak sewa petak pasar dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan ia memiliki dua petak pasar, tetapi ia sewakan lagi dengan orang lain sebesar 20 juta rupiah dengan kontrak sewa 1 tahun, dengan alasan ia ingin mendapatkan untung dari hasil orang lain dengan menyewa petaknya tersebut, maka dari itu ia melakukan penyalahgunaan hak sewa yang telah di berikan oleh Disperindagkop kepadanya. Namun yang melakukan perpanjangan hak sewanya ke Disperindagkop bukan pihak ketiga yang menyewa petaknya. Namun tetap ia sendiri, karena hak sewa dipasar tersebut masih atas namanya, namun yang membayar retribusi dan sampah adalah pihak ketiga tersebut. Tetapi jika terjadinya kebakaran di petak pasar yang Ibu Hj.Jubaidah sewakan lagi kepada orang lain, maka ganti rugi dari pihak Ibu Hj.Jubaidah untuk pihak lain yang telah menyewa petak pasar Ibu Hj.Jubaidah tidak ada bahkan dari Pemerintah juga tidak ada, jadi pedagang yang menyewa kepada Ibu Hj.Jubaidah tidak dapat ganti rugi terhadap petak pasar tersebut yang telah hancur. 3. Ibu Ahliana yang menyewa petak pasar di pasar tradisional Tangga Arung Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, menyatakan bahwa ia juga memiliki hak sewa petak pasar dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan memiliki dua petak pasar, tetapi ia sewakan lagi dengan orang lain sebesar 12 juta rupiah dengan kontrak 1 tahun, dengan alasan karena bila hanya mengandalkan hasil penjualan barang dagangannya saja, tidak akan cukup karena barang dagangannya tersebut ada kalanya tidak laku. 4. Tuan Isah yang menyewa petak pasar di pasar tradisional Tangga Arung Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menyatakan bahwa ia juga memiliki hak sewa petak pasar dari Pemerintah Kabupaten Kutai 6 Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Sewa (Minarti Wulandari) Kartanegara dan ia memiliki dua petak pasar, tetapi ia sewakan lagi dengan orang lain sebesar 15 juta rupiah dengan kontrak 1 tahun. Ia beralasan karena ia adalah seorang Pegawai Negeri Sipil yang sibuk dengan pekerjaannya sendiri, maka dengan menyewakan petak pasar tersebut ke pihak ketiga lagi, ia bisa mendapatkan keuntungan besar tanpa harus bekerja keras dengan berjualan di petak pasar tersebut. Dari keempat narasumber diatas tersebutlah, Penulis menduga adanya penyalahgunaan perjanjian hak sewa yang dilakukan oleh pedagang (sebagai penyewa resmi) dengan menyewakan lagi petak pasar tersebut. Padahal telah jelas dalam klausula Pasal 3 Ayat (2) huruf c Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara juga dinyatakan bahwa, “Pihak Kedua dilarang memindah tangankan/menyewakan/menjual kepada pihak lain tanpa persetujuan Pihak Pertama” . Sebenarnya para pedagang (sebagai penyewa resmi) mengetahui bahwa tidak boleh petak pasar tersebut di pindah tangankan ke pihak lain atau disewakan lagi ke pihak lain, antara pedagang dan pihak lain melanggar isi dari klausula Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, tetapi hanya dengan membuat perjanjian sewa menyewa secara lisan maupun tertulis antara pedagang (sebagai penyewa resmi) dan pihak lain itu sudah adanya sepakatan dari kedua belah pihak, walau tidak melalui dari pihak pertama (Dinas Perindagkop). Di dalam KUH Perdata memang tidak dijelaskan secara tegas tentang bentuk perjanjian sewa menyewa sehingga perjanjian sewa menyewa dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. 7 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 6 Di dalam Pasal 1552 KUH Perdata juga mengatur tentang cacat dari barang yang disewakan. Pihak yang menyewakan diwajibkan untuk menanggung semua cacat dari barang yang dapat meringani pemakaian barang yang disewakan walaupun sewaktu waktu perjanjian dibuat pihak-pihak tidak mengetahui cacat tersebut. Jika cacat tersebut mengakibatkan kerugian bagi pihak penyewa maka pihak yang menyewakan diwajibkan untuk mengganti kerugian. Pihak yang menyewakan diwajibkan untuk menjamin tentang gangguan atau rintangan yang menggangu penyewa menikmati obyek sewa yang disebabkan suatu tuntutan hukum yang bersangkutan dengan hak milik atas barangnya. Di dalam Pasal 1552 telah jelas bahwa jika terjadi adanya barang yang disewakan itu cacat, maka dari pihak penyewa harus memberikan ganti rugi kepada pedagang (sebagai penyewa resmi) berupa perbaikan petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara, tetapi dalam hal perjanjian sewa menyewa petak pasar ini, tidak adanya ganti rugi dari Dinas Perindagkop kepada pedagang (sebagai penyewa resmi). Jika sewaktu-waktu terjadinya kebakaran yang mengakibatkan petak pasar tersebut hancur, tetapi si penyewalah yang mengeluarkan biaya sendiri tanpa adanya bantuan dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara atau dari Dinas Perindagkop setempat. Padahal telah jelas di dalam Pasal 1556 dan 1557 KUH Perdata. Jika terjadi yang demikian, maka penyewa berhak menuntut suatu pengurangan harga sewa menurut imbangan, asalkan ganguan dan rintangan tersebut telah di beritahukan kepada pemilik. Akan tetapi pihak yang menyewakan tidak diwajibkan untuk menjamin si penyewa terhadap rintangan- 8 Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Sewa (Minarti Wulandari) rintangan dalam menggunakan barang sewa yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan peristiwa yang tidak berkaitan dengan tuntutan atas hak milik atas barang sewa. Pihak yang menyewakan disamping dibebani dengan kewajiban juga menerima hak. Dalam kenyataan fakta di lapangan tidak seperti yang dijelaskan di dalam Pasal 1556 dan Pasal 1557, tetapi Pemerintah setempat tidak ada mengganti rugi jika terjadinya kebakaran yang mengakibatkan petak pasar tersebut hancur. Dari keempat narasumber tersebut juga Penulis memperoleh keterangan bahwa pada saat mereka menyewakan lagi petak pasar tersebut, pihak pertama sama sekali tidak dimintai persetujuan oleh pedagang (sebagai penyewa resmi) tersebut. Padahal dalam klausula Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut telah jelas dinyatakan bahwa pihak kedua dilarang dengan tegas untuk menyewakan lagi petak pasar tersebut. Sedangkan perjanjian sewa menyewa tersebut mengikat bagi kedua belah pihak yang membuatnya dan memiliki kekuatan hukum seperti Undang-undang bagi mereka yang membuatnya, yaitu di dalam isi Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara Pasal 4 Ayat (1) Hak pemakaian tempat di pasar berakhir karena: a. Pemegang hak meninggal dunia b. Pemegang hak menyerahkan haknya kepada pihak lain c. Untuk kepentingan umum, keamanan, dan ketertiban umum, Kepala Daerah mencabut hak pemakaiannya dengan keputusan 9 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 6 Pasal 4 Ayat (2) Kepala Daerah berwenang mencabut atau mengakhiri hak pemakaian tempat di pasar tanpa ganti rugi, apabila: a. Melanggar salah satu atau lebih ketentuan larangan berdasarkan Peraturan Daerah b. Meninggalkan/mengosongkan atau tidak melaksanakan ditempat yang telah diberikan selama 2 (dua) bulan tanpa alasan yang jelas c. Tidak mematuhi atau melalaikan salah satu atau lebih ketentuan keharusan hak pemakai tempat di pasar berdasarkan Peraturan Daerah d. Melanggar perjanjian yang dibuat dengan pejabat e. Menunggak pembayaran selama 3 (tiga) bulan berturut-turut B. Penerapan sanksi bagi penyewa yang melanggar ketentuan perjanjian sewa menyewa petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara Seperti yang telah Penulis jelaskan sebelumnya bahwa perjanjian sewa menyewa akan mengikat bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut. Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok atau pas satu sama lain. Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain, dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.6 Akibat hukum itu sendiri muncul apabila salah satu Pasal atau keharusan dan larangan dalam perjanjian sewa menyewa itu dilanggar. Adapun mengenai keharusan dan larangan tersebut termuat dalam Pasal 3 Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Kabupaten Kutai Kartanegara yakni: 6 Dikutip dari Internet www. 4rumslalu.blogspot.com/2011/04/hokum-perjanjian-matkulaspekhukum.html?m=l di Akses Tanggal 22 Desember 2013 Pukul 12:00 Wita 10 Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Sewa (Minarti Wulandari) 1. Pihak Kedua bersedia dan sanggup: (1) Memelihara kebersihan, keamanan dan ketertiban tempat serta barang dagangan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di pasar. (2) Menempatkan dan menyusun barang dagangan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu lalu lintas orang dan atau barang di pasar. (3) Melunasi pembayaran tepat pada waktunya. (4) Mencegah kemungkinan tempat timbulnya bahaya kebakaran. (5) Memanfaatkan tempat menurut fungsi yang telah ditetapkan dengan sebaik-baiknya. (6) Tunduk pada ketentuan-ketentuan pemakaian yang berlaku. (7) Pihak Kedua diharuskan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan kelalaian Pihak Kedua. (8) Setelah ditanda tangani Perjanjian ini apabila terjadi perselisihan antara Pihak Kedua dengan pihak lain adalah tanggung jawab Pihak Kedua. (9) Harus sudah mengungsi tempat berjualan selambat lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal Surat Perjanjian. 2. Pihak Kedua tidak akan: (1) Bertempat tinggal dan atau tidur di pasar sejak ditutup sampai pasar dibuka kembali. (2) Menempatkan kendaraan atau alat angkutan dan hewan ternak di pasar selain tempat yang diperuntukan khusus untuk itu. (3) Pihak Kedua dilarang memindah tangankan/menyewakan/menjual/ kepada pihak lain tanpa persetujuan Pihak Pertama. (4) Merubah bentuk/kontruksi bangunan tanpa seijin dari Kepala Daerah. (5) Mengotori tempat atau bangunan pasar. 11 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 6 (6) Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan umum, perbuatan asusila, dan atau permainan sejenisnya di lingkungan pasar. (7) Menempatkan barang dagangan di luar gang-gang pasar yang mengganggu pejalan kaki. (8) Berjualan di tempat parkir, trotoar, jalan dan sebagainya. Dalam klausul perjanjian sewa menyewa ini, yakni dalam Pasal 3 Ayat (2) huruf c Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dinyatakan bahwa, “Pihak Kedua dilarang memindah tangankan/menyewakan/menjual kepada pihak lain tanpa persetujuan Pihak Pertama”. Namun, apabila kasus yang terjadi ialah seperti dalam pembahasan pertama yakni adanya dugaan penyalahgunaan hak sewa oleh penyewa dengan menyewakan kembali petak pasar tersebut kepada pihak lain. Maka dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf b Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara juga telah jelas dinyatakan bahwa, “hak pemakaian tempat di pasar berakhir karena pemegang hak menyerahkan haknya kepada pihak lain”. Dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara juga dinyatakan bahwa, “Kepala Daerah berwenang mencabut atau mengakhiri hak pemakaian tempat di pasar tanpa ganti rugi apabila melanggar perjanjian yang dibuat dengan pejabat”. Adapun berdasarkan wawancara yang dilakukan Penulis dengan Bapak Tego Yuwono, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bagian Pengelolaan Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, mengatakan bahwa masih 12 Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Sewa (Minarti Wulandari) banyak oknum-oknum yang menyalahgunakan hak sewa petak pasar yang di pindah tangankan kepada orang lain. Padahal sebenarnya di dalam surat perjanjian atau kontrak yang sudah di tanda tangani dan disepakati oleh kedua belah pihak antara pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan pedagang tersebut hanya boleh digunakan oleh pemilik hak sewa tersebut. Alasannya ialah untuk mendapatkan untung yang lebih besar dari penjualan tersebut. Atas dasar inilah menurut Penulis, Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, “Kepala Daerah berwenang mencabut atau mengakhiri hak pemakaian tempat pasar tanpa ganti rugi apabila: 1. Melanggar salah satu atau lebih ketentuan larangan berdasarkan Peraturan Daerah. 2. Meninggalkan/mengosongkan atau tidak melaksanakan ditempat yang telah diberikan selama 2 (dua) bulan tanpa alasan yang jelas. 3. Tidak mematuhi atau melalikan salah satu atau lebih ketentuanketentuan keharusan hak pemakai tempat dipasar berdasarkan Peraturan Daerah. 4. Melanggar perjanjian yang dibuat dengan pejabat. 5. Menunggak pembayaran selama 3 (tiga) bulan berturut-turut. Sehingga Kepala Daerah yang dalam hal ini diwakili oleh Dinas Perindutrian Perdagangan dan Koperasi dapat mengambil tindakan untuk mencabut hak sewa petak pasar tersebut tanpa ganti rugi. Karena Pihak Kedua telah melanggar ketentuan perjanjian yang melarang adanya penyalahgunaan hak kepada pihak lain tanpa adanya persetujuan dari Pihak 13 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 6 Pertama yakni Pemerintah Daerah. Dengan demikian pemerintah dapat mencabut hak sewa tersebut atau dengan sendirinya hak sewa tersebut berakhir, yakni seperti yang termuat dalam ketentuan Pasal 3 Ayat (2) huruf c Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Tetapi pada kenyataan fakta dilapangan Dinas Perindagkop seharusnya memiliki Data Rekapitulasi pencabutan atas hak sewa para pedagang yang menyalahi aturan, ternyata tidak ada data yang membuktikan bahwa dari tahun ketahun itu berapa jumlah total yang melakukan pelanggaran penyalahgunaan atas hak sewa tersebut. Walaupun memiliki kekuatan hukum untuk menindak para penyalahguna hak sewa tersebut, tetapi dalam hal ini Pemerintah atau Dinas Perindakop sama sekali belum pernah menjatuhkan sanksi dalam bentuk apapun. Walaupun dari hasil wawancara Penulis lakukan dengan Kepala Bidang Pengelolaan Pasar, ia mengemukakan bahwa sebenarnya pihaknya telah mengetahui bahwa kerap kali terjadi penyalahgunaan hak sewa, namun ia berkilah hal itu agar sama-sama tau saja dan tak perlu ditindak. Karena menurutnya, walaupun petak tersebut ditempati oleh pihak ketiga, namun pihak ketiga tersebut tetap membayar retribusi dan sampah perminggu sama halnya apabila petak tersebut ditempati oleh penyewa resminya. Ia menganggap hal ini tidak akan berpengaruh terhadap pendapatan daerah, sehingga pihaknya membiarkan saja tindak penyalahgunaan hak sewa petak pasar tersebut. 14 Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Sewa (Minarti Wulandari) Penutup Berdasarkan hasil pembahasan mengenai Tinjauan Hukum Tentang Sewa menyewa Kios dan Toko Di Pasar Tangga Arung Kutai Kartanegara dapat Penulis Simpulkan sebagai berikut Pelaksanaa Perjanjian sewa menyewa petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara masih belum sesuai dengan isi surat perjanjian sewa menyewa tersebut. Karena masih Penulis temukan adanya penyalahgunaan hak sewa yang marak dilakukan oleh oknum-oknum pedagang (sebagai penyewa resmi) dengan menyewakan lagi petak pasar tersebut kepada pihak ketiga. Padahal telah jelas dilarang dengan ketentuan Pasal 3 Ayat (2) huruf c Surat Perjanjian Sewa Menyewa Petak Pasar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Kepala Daerah yang dalam hal ini diwakili oleh Dinas Perindutrian Perdagangan dan Koperasi dapat mengambil tindakan untuk mencabut hak sewa petak pasar tersebut tanpa ganti rugi. Karena Pihak Kedua telah melanggar ketentuan perjanjian yang melarang adanya peralihan hak kepada pihak lain tanpa adanya persetujuan dari Pihak Pertama yakni Pemerintah Daerah. Namun, faktanya Dinas Perindagkop tidak pernah mengambil tindakan apapun karena menganggap hal tersebut tidak berpengaruh dengan pendapatan daerah, dengan alasan pedagang (sebagai penyewa resmi) dan pihak lain yang menyewa kepada pedagang (sebagai penyewa resmi) dengan selalu membayar retribusi perbulan dan membayar sampah perminggu. 15 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 6 Saran Penulis, Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara harus lebih melakukan pengawasan yang ketat kepada pedagang-pedagang di Pasar Tangga Arung yang berbuat curang, agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan hak sewa petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kabupaten Kutai Kartanegara. Penulis juga menyarankan agar penerapan sanksi terhadap para pedagang yang melanggar ketentuan surat perjanjian maupun peraturan perundang-undangan, untuk ditindak secara tegas sesuai dengan aturan yang berlaku. Dan tidak ada lagi alasan bahwa selama pendapatan daerah tetap lancar, maka penyalahgunaan hak sewa seperti itu dibiarkan merajalela. Pemerintah juga harus membuat persyaratan yang jelas bagi masyarakat yang memang benar-benar seorang pedagang dan yang benar-benar niat ingin berjualan agar di beri kesempatan untuk menyewa petak pasar di Pasar Tradisional Tangga Arung Kutai Kartanegara. Daftar Pustaka A. Buku Nico Ngani, Metodologi Penelitian Dan Penulisan Hukum, Pustaka Yustitia, Yogyakarta. Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. F.X.Suhardana, 2001, Hukum Perdata I, Buka Panduan Mahasiswa, PT. Prenhallindo, Jakarta. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Halaman 833. R. Subekti, 2001, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Internusa, Jakarta Muhamad, Abdul Kadir, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Halaman 52. Muchlisin Riadi, 2003, Usaha Mikro Kecil Menengah, Kajian Pustaka, Jakarta. Soesilo, 2007, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Halaman 334 16 Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Sewa (Minarti Wulandari) Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum (Cetakan Ketiga), Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Tati Suhartati Joesron, 2012, Teori Ekonomi Mikro, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, Halaman 3. Wiyorno Projodikoro,2006, Hukum Perdata Tentang Persetujuanpersetujuan Tertentu, Jakarta, Halaman 190. B. Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kabupaten Kutai Kartanegara, Peraturan Daerah, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum Kabupaten Kutai Kartanegara, Peraturan Daerah, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Weatboek C. Artikel Internet, Wawancara, dan Makalah Seminar Artikel di http://www.hukumproperti.com/aspek-hukum-kepemilikan-kiospada-pertokoan-dan-mal-berdasarkan-undang-undang-nomor20-tahun-2011-tentang-rumah-susun/#sthash.LldJwRhM.dpuf Artikel di http://www.hukumproperti.com/tag/aspekhukum/#sthash.ia9LxrGg.dpuf Artikel di http://www.hukumproperti.com/aspekhukum Artikel di http://abdifauji.blogspot.com/2011/11/teori-hukum-benda.html Artikel di http//dewi-oziel.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisiperdagangan.html Artikel di www.jurnalhukum.com/hak-pakai/ Artikel di www .Legal community.blogspot.com/2011/08/sewa-menyewadalam-perspektif-hukum.html?m=l di Akses Tanggal 22 Desember 2013 Pukul 12:00 Wita Artikel di http://www.scribd.com/doc/13273745/HUKUM-PERJANJIAN Artikel di http://0wi3.wordpress.com/2010/04/20/hukum-perjanjian/ Artikel di http://legalakses.com/category/artikel/hukum-perjanjian-artikel/ 17