4 TINJAUAN PUSTAKA Hutan Alam Hutan alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (Mugiono, 2012). Tumbuhan alam berkhasiat obat telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia bahkan sejak ratusan tahun yang lalu. Pada masa lalu, ahli ilmu pengobatan yang dikenal dengan istilah tabib membuat ramuan obat yang bahan bakunya berasal dari hutan. Diperkirakan hutan Indonesia menyimpan potensi tumbuhan obat sebanyak 30.000 jenis, di antaranya 940 jenis telah dinyatakan berkhasiat obat, dimana sekitar 78 % masih diperoleh melalui pengambilan langsung dari hutan (Nugroho, 2010). Agroforestry Agroforestry yang merupakan suatu sistem pertanian campuran mengkombinasikan tanaman pepohonan (hutan dan atau tanaman perkebunan atau buah-buahan) dengan tanaman rendah atau tanaman semusim, dengan atau tanpa ternak pada satu tapak lahan, baik secara bersamaan, maupun berurutan, sebenarnya sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat desa dan petani di berbagai negara Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Masyarakat di pedesaan sejak Universitas Sumatera Utara 5 dahulu sudah menyadari dan merasakan manfaat dari sistem ini, baik dari segi produktivitas, maupun dari segi kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungannya.Pembukaan lahan hingga ke perbatasan hutan lindung, suaka alam, atau kawasan pelestarian alam yang sebenarnya tidak layak (tidak sesuai) untuk usaha pertanian monokultur yang intensif karena faktor pembatas topografi (kemiringan lereng) dan kedalaman solum tanah misalnya, dapat diterapkan sistem ini dengan berazaskan pada pelestarian lingkungan dan kearifan lokal (Rauf, A, 2007). Hendiyani et. al. (2004) menyataan bahwa pada Lahan Agroforestry di kebun buah Desa Gedambaan, Kabupaten Pulau Laut, Kalimantan Selatan menemukan 29 jenis tumbuhan berkhasiat obat dalam berbagai tingkatan pertumbuhan yaitu herba, tumbuhan menjalar, epifit semai, perdu, tiang dan pohon. Pada petak pengamatan I sebanyak 16 jenis; petak pengamatan II sebanyak 13 jenis; dan petak pengamatan III sebanyak13. Nilai indeks kesamaan ditemukan petak I dengan II adalah 65%; petak II dengan petak III adalah 55%; dan petak I dengan petak III adalah 60%. Manfaat yang diambil dari tumbuhan obat antara lain dari daun, kulit, biji, buah dan batang. Hutan agroforestry telah menarik perhatian dan mendorong minat pedamping masyarakat, karena agroforestry diharapka menjadi teknologi pertanian berkelanjutan. Agroforestry memajukan manajemen dan penanaman pohon bersama-sama dengan pertanian tanaman dan ternak. Sistem agroforestry dapat didasarkan pada komposisi biologis serta pengaturannya, tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya. Penggunaan istilah sistem sebenarnya bersifat umum. Ditinjau dari komposisi biologis, contoh sistem Universitas Sumatera Utara 6 agroforestry adalah agrisilvikultur, silvopastura, agrosilvopastura (Kominta, dkk, 2013). Etnobotani Etnobotani berasal dari kata etno (etnis) dan botani. Etno berarti masyarakat adat/kelompok sosial kebudayaan yang mempunyai arti tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa dan lain sebagainya. Sedangkan botani adalah tumbuh-tumbuhan. Etnobotani adalah interaksi antara masyarakat setempat dengan lingkungan hidupnya, secara spesifikpada tumbuh-tumbuhan serta pengkajian penggunaan tumbuhan sebagai makanan, perlindungan atau rumah, pengobatan, pakaian, perburuan dan upacara adat. Suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara masyarakat lokal dan alam lingkungannya meliputi sistem pengetahuan tentang sumber daya tumbuhan (Purwanto, 1999). Dalam rangkamemberikan pengetahuan yang lebih baik kepada masyarakat tentang pemanfaaatantumbuhan sebagai obat maka perlu diperkenalkan etnobotani tumbuhan yang berpotensisebagai obat kepada masyarakat. Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat. Tumbuhan obat memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat yaitu sebagai sumber mata pencaharian dan peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Peranan tanaman obat dalam pengembangan hutan tanaman juga menghasilkan keuntungan majemuk meliputi : 1) keberhasilan pengelolaan hutan tanaman melalui penyediaan sumber pendapatan yang berkelanjutan, 2) penyediaan lapangan kerja, 3) peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, Universitas Sumatera Utara 7 4) peningkatan pendapatan asli daerah, dan 5) pengembangan usaha regional (Sitepu &Sutigno, 2001) dalam Anggraini, dkk (2013). Budidaya tumbuhan obat yang ada di kawasan hutan perlu dilakukan untuk menghindari pengambilan dari hutan secara langsung yang bisa menyebabkan kelangkaan jenis-jenis yang diambil secara berlebihan. Pengembangan tumbuhan tidak jauh dari habitat aslinya dapat mempertahankan keunggulan genetik tumbuhan tersebut. Teknik budidaya perlu dikembangkan terhadap jenis-jenis yang ada khususnya yang sudah tergolong langka dan juga yang mempunyai prospek bagus di pasar. Pengembangbiakan tumbuhan obat yang berasal dari hutan dapat dilakukan secara generatif (dari biji) maupun vegetatif (Abdiyani, 2008). Kecenderungan masyarakat menggunakan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan obat terus meningkat. Produk berbahan baku yang berasal dari tumbuhan dinilai relatif lebih aman dan ramah lingkungan dibanding dengan produk berbahan aktif kimia (Balfas & Willis, 2009). Perkembangan terakhir menunjukkan, peningkatan permintaan akan produk tumbuhan obat tidak hanya sebatas peningkatan kuantitas tumbuhan yang telah biasa digunakan tetapi berkembang kearah bertambahnya jenis tanaman yang digunakan dan ragam produk yang dihasilkan. Sebahagian besar bahan baku obat yang berasal dari tumbuhan dipanen secara langsung dari alam (Pribadi, 2009). Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan biasanya dianggap sinonim dengan taksiran kayu. Di dalam artian ini inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah Universitas Sumatera Utara 8 tempat tumbuhnya. Perlu ditekankan, bahwa inventarisasi hutan harus berisi pula evalulasi terhadap karakteristik-karakteristik pohon mampu terhadap lahan tempat pohon-pohon itu tumbuh. Penaksiran kuantitas kayu terpisah dari areal tempat tumbuhnya tidak banyak artinya. Hutan tidak hanya suatu kuantitas kayu, tetapi asosiasi tumbuhan hidup yang dapat dan harus diperlakukan sebagai benda hasil yang dapat diperbarui (Huch, 1987). Tumbuhan Obat Masyarakat di sekitar kawasan hutan memiliki kearifan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan/bahan alami untuk pengobatan. Pengetahuan tentang tumbuhan obat, mulai dari pengenalan jenis tumbuhan, bagian yang digunakan, cara pengolahan sampai dengan khasiat pengobatannya merupakan kekayaan pengetahuan masing-masing etnis dalam masyarakat setempat Menurut Supriadi (2001) Dalam Karmilasanti dan Supartini (2011). Pengobatan tradisional awalnya dikenal dengan ramuan jamu-jamuan, hingga saat ini jamu masih diyakini sebagai obat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit bahkan telah dikembangkan dalam industri modern. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat memiliki karakteristik berbeda-bedapada suatu wilayah. Pengetahuan tersebut biasanya merupakanwarisan secara turuntemurun. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui jenis-jenis tumbuhan obat (Nurrani, 2013). Keanekaragaman jenis sebagai salah satu indikator untuk menduga keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada satu komunitas ditunjukan secara kualitatif dengan perhitungan nilai Indeks Keanekaragaman Shannon. Perbedaan nilai Indeks Keanekaragaman Shannon dapat disebabkan karena kondisi tempat Universitas Sumatera Utara 9 tumbuh dan persaingan antar jenis. Komposisi suatu komunitas ditentukan terhadap tempat tumbuh yang kebetulan mencapai dan mampu hidup ditempat tersebut, sedangkan setiap anggota komunitas bergantung kepada daya adaptasi setiap individu terhadap faktor fisik dan biologi tempat tersebut (Nurudin, 2005). Peran Tumbuhan Obat Ramuan obat-obatan yang dibuat oleh etnik Karo dikenal dengan “obat Karo” sudah dikenal luas oleh masyarakat Karo, bahkan juga di luar Kabupaten Karo. Obat-obatan tradisional tersebut diperdagangkan dalam bentuk bahan baku dasar ataupun dalam bentuk olahan. Obat Karo yang pada umumnya sudah dalam bentuk siap bentuk pakai tersebut cukup diminati oleh konsumen karena penggunaannya sudah relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan penggunaan bahan dasar. Bahan-bahan olahan tersebut dibuat dalam bentuk tepung, minyak urut, dan minyak oles, padatan berbentuk bulat padat (disebut param yang cara penggunaannya dilumerkan dan dioleskan ke badan (Situmorang dan Harianja, 2014). Peran tumbuhan bagi kehidupan manusia sangatlah penting, maka pengetahuan mengenai aktifitas biologis yang ditimbulkan oleh senyawa metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan sangat diperlukan dalam usaha penemuan sumber obat baru. Menurut Zein (2005), dari pengalaman orang-orang tua kita terdahulu, dan pengalaman kita juga sampai kini, maka peran tumbuhan obat memang dapat dikembangkan secara luas di Indonesia. Universitas Sumatera Utara