BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kencur 1. Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Kaempferia Jenis : Kaempferia galanga L. (Depkes RI, 2001) 2. Monografi dan Penyebaran Kencur (Kaempferia galanga) merupakan tanaman terna yang hampir menutupi tanah, tidak berbatang, rimpang bercabang-cabang, berdesakdesakan, akar–akar berbentuk gelondong, kadang-kadang berumbi, panjang 1 cm sampai 1,5 cm. Setiap tanaman berdaun sebanyak 1 sampai 3 (umumnya 2) helai, lebar merata dan hampir menutupi tanah, daun berbentuk jorong lebar sampai hampir bundar, pengkal hampir berbentuk jantung, ujung mendadak lancip, bagian atas tidak berambut, bagian bawah berambut halus, pinggir bergelombang berwarna merah kecoklatan, bagian tengah berwarna hijau, panjang helai daun 7 cm sampai 15 cm, lebar 2 cm sampai 8 cm, tangkai pendek, berukuran 3 mm sampai 10 mm, pelepah terbenam dalam tanah, panjang 1,5 cm sampai 3,5 cm, warna putih. Perbungaan, panjang 14 cm dan mengandung 4 sampai 12 bunga. Tajuk berwarna putih dengan tabung panjang 2,5 cm sampai 5 cm, ujung berbelah–belah berbentuk pita, panjang 2,5 cm sampai 3 cm, lebar 1,5 mm sampai 3 mm (Depkes RI, 1977). 4 xix DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 5 3. Khasiat dan Kandungan Kimia Kencur (Kaempferia galanga) Rimpang kencur mengandung minyak atsiri sekitar 2-4% yang terdiri dari 3,7,7-trimetil-bisiklo-[4,1,0]-hept-3-ena, etil sinamat, etil para metoksi sinamat (EPMS), para metoksi stirena, n-penta dekana, borneal, dan kamfen (Suyatno et al., 2011). Rimpang kencur berkhasiat sebagai obat batuk, obat lambung, obat mual, obat bengkak dan obat bisul (Depkes RI, 2001). 4. Etil-p-metoksi Sinamat (EPMS) Etil-p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga, L) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan matahari. EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulit ataupun bedak setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari ester ini digantikan oleh oktil, etil heksil, atau heptil melalui transesterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang dan hal itu merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya (Barus, 2009). Senyawa EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana (Barus, 2009). O OC2H5 H3CO Gambar 1. Struktur EPMS (Barus, 2009) xx DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 6 B. Temu Kunci 1. Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiosperma Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Boesenbergia Jenis : Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht. (Depkes RI, 2001) 2. Monografi dan Penyebaran Temu kunci merupakan tanaman semak yang berumur tahunan. Saat tanaman tidak terlalu tinggi karena hanya sekitar 30-100 cm. Batangnya tersusun atas gabungan pelepah–pelepah daun. Warna batangnya hijau agak merah. Daunnya tidak terlalu banyak, yakni hanya sekitar 4-5 helai, berbentuk bulat meruncing ke ujung dan pangkal, warnanya hijau, dan tangkai daunnya beralur, lebar 4,5-10 cm, panjang 23-38 cm. Tulang daunnya besar, berlapis tipis tembus cahaya. Permukaan daun sebelah atas dan bawah bila diraba terasa licin tidak berbulu, meskipun ada juga bagian daun yang berbulu halus (Muhlisah, 1999). Rimpang tumbuh di bawah permukaan tanah secara mendatar dan beruas, sedikit keras, bersisik tipis dan berbau harum. Anakan rimpang bergerombol kecil di sebelah rimpang induk, serupa rangkaian anak kunci. Jika dibelah, bagian luar rimpang berwarna hijau kekuningan sementara daging rimpang sebelah dalam berwarna kuning muda. Dagung rimpang menyebarkan aroma khas temu kunci (Muhlisah, 1999).. 3. Khasiat dan Kandungan Kimia Rimpang temu kunci mengandung saponin, flavonoida dan minyak atsiri. Rimpang temu kunci ini berkhasiat untuk memperbanyak air susu ibu xxi DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 7 dan penyegar tubuh bagi ibu setelah melahirkan. Daunnya berkhasiat sebagai obat sariawan (Depkes RI, 2001). C. Tabir Surya Sinar surya yang sampai di permukaan bumi dan mempunyai dampak terhadap kulit dibedakan menjadi sinar ultraviolet A atau UV-A (λ 320-400 nm), sinar UV-B (λ 290-320 nm) dan sinar UV-C (λ 200-290 nm). Sebenarnya sinar UV hanya merupakan sebagian kecil saja dari spektrum sinar matahari namun sinar ini paling berbahaya bagi kulit karena reaksi-reaksi yang ditimbulkannya berpengaruh buruk terhadap kulit manusia baik berupa perubahan-perubahan akut seperti eritema, pigmentasi dan fotosensitivitas, maupun efek jangka panjang berupa penuaan dini dan keganasan kulit. Seseorang dapat terkena paparan sinar UV-C dari lampu-lampu buatan dan akibatnya adalah kemerahan kulit, peradangan mata dan merangsang pigmentasi. Sinar UV-B sering disebut sebagai sinar sunburn spectrum dan juga paling efektif menyebabkan pigmentasi. Sinar UV-A biasanya hanya menyebabkan pencoklatan walaupun dapat juga menimbulkan sunburn namun lebih lemah dibandingkan dengan UV-B. Meskipun demikian efek kumulatif jangka panjang sinar UV-A sama dengan sinar UV-B karena intensitas sinar UV-A yang sampai ke bumi kira-kira 10 kali UV-B. Efek buruk sinar UV dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi, lama pejanan serta intensitas radiasi sinar UV (Tahir, 2002). Tabir surya (sunscreen) adalah substansi yang formulanya mengandung senyawa aktif yang dapat menyerap, menghamburkan atau memantulkan energi cahaya matahari yang datang pada kulit manusia. Berdasarkan teknik penggunaan dikenal dua macam tabir surya yaitu sistemik dan topikal. Tabir surya sistemik kurang populer karena sering menimbulkan reaksi alergi dan belum terbukti mencegah sunburn. Beberapa bahan aktif tabir surya yang digunakan secara sistemik adalah ß karoten, vitamin C, vitamin E, asam alisilat dan obat malaria (Cakhyo, 2010). xxii DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 8 Bahan aktif tabir surya bekerja dengan dua mekanisme yaitu penghambatan fisik (physical bloker), antara lain TiO2, ZnO, kaolin, CaCO3, MgO, dan penyerap kimia (chemical absorber) meliputi anti UV A misalnya turunan benzophenon antara lain oksibenson, dibenzoilmetan, serta anti UV B yaitu turunan salisilat, turunan Para Amoni Benzoic Acid (PABA) misalnya oktil dimetil PABA, turunan sinamat (sinoksat, etil heksil para metoksi sinamat) dan lain-lain. Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dilakukan kombinasi antara tabir surya fisik dan tabir surya kimia, bahkan ada yang menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetika (Cakhyo, 2010). D. Sun Protection Factor (SPF) Penelitian yang dilakukan oleh Bauer et al (2004) memberikan hasil bahwa menggunakan tabir surya dengan SPF (Sun Protection Factor) tinggi memberi efek perlindungan lebih lama terhadap cahaya matahari dan mencegah terbakar cahaya matahari. Berdasarkan Wasitaatmadja (1997) kemampuan menahan cahaya ultraviolet dari tabir surya dinilai dalam faktor proteksi cahaya (Sun Protection Factor/SPF) yaitu perbandingan antara dosis minimal untuk menimbulkan eritema pada kulit terolesi tabir surya dengan yang tidak. Nilai SPF ini berkisar 0 sampai 100, dan kemampuan tabir surya dianggap baik apabila berada diatas 15. Kemampuan tabir surya sebagai berikut: 1. Minimal bila SPF antara 2-4, contoh: salisilat, antranilat. 2. Sedang bila SPF antara 4-6, contoh: sinamat, benzofenon. 3. Ekstra bila SPF antara 6-8, contoh: derivate PABA. 4. Maksimal bila SPF antara 8-15, comtoh: PABA. 5. Ultra bila SPF lebih dari 15, contoh: kombinasi PABA, non-PABA, dan tabir surya fisik. Penentuan aktifitas tabir surya berdasarkan nilai SPF secara in vivo yaitu dengan membandingkan energy ultraviolet untuk menghasilkan dosis eritema minimal (DEM) pada kulit yang terlindungi terhadap energi untuk xxiii DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 9 menghasilkan eritema minimal pada kulit tidak terlindungi, sedangkan pengujian in vitro yaitu nilai SPF dapat ditentukan dengan menggunakan metode spektrofotometri. Hubungan antata SPF dengan spektrofotometri yaitu: (Persamaan 1) Keterangan SPF : Faktor proteksi cahaya AUC : Jumlah serapan pada λn-1 dibagi 2 λn : Panjang gelombang yang menghasilkan serapan 0,05 λ1 : 290 nm Persamaan1 dapat digunakan untuk meramalkan nilai SPF dari suatu larutan dengan mengukur area dibawah kurva (AUC) dibagi dengan interval panjang gelombang bersangkutan. Lapisan ozon menyaring di bawah 290 nm maka sebagai λ1 adalah panjang gelombang pada 290 nm,sedangkan λn adalah panjang gelombang diatas 290 nm dimana mempunyai nilai absorbansi kurang lebih 0,050. Apabila nilai absorbansi 0,050 pada panjang gelombang lebih dari 400 nm maka sebagai λn adalah 390 nm karena diatas panjang gelombang tersebut diasumsikan sensitivitas kulit dapat diabaikan (Cakhyo, 2010). Tabel 1. Penilaian SPF menurut Food and Drug Administration (FDA) Tipe proteksi Nilai SPF Proteksi minimal 1-4 Proteksi sedang 4-6 Proteksi ekstra 6-8 Proteksimaksimal 8-15 Proteksi ultra >15 (Cakhyo, 2010) E. Radikal Bebas Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas yang ada dalam tubuh dapat mengalami serangkaian reaksi yang berlangsung terus xxiv DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 10 menerus hingga radikal bebas hilang dari dalam tubuh. Hilangnya radikal bebas dari dalam tubuh dikarenakan bereaksi dengan radikal bebas lain hingga menjadi suatu senyawa yang stabil, atau hilangnya bisa juga karena sistem antioksidan (Winarsi, 2007). Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada jaringan biologis, kerusakan tersebut dapat menyebabkan penyakit kronis, seperti iskemia, katarak, kanker, diabetes melitus, penuaan, dan jantung koroner. Radikal bebas terbentuk melalui dua cara, yaitu secara endogen dan eksogen. Secara endogen, radikal bebas dihasilkan melalui reaksi biokimia di dalam tubuh, contohnya oksidasi enzimatis, fagositosis, transport elektron, dan oksidasi logam transisi melalui ischemic. Secara eksogen, radikal bebas dihasilkan dari lingkungan sekitar, seperti polusi udara, bahan tambahan pangan, dan radiasi ultraviolet (UV). Radikal eksogen tersebut, selanjutnya akan masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan absorbsi kulit (Kurniawan, 2011). Radikal bebas diproduksi secara endogen di dalam sel oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Radikal bebas yang dihasilkan dalam tubuh, biasanya terdiri dari spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif (RNS). Contoh turunan kedua spesies tersebut, diantaranya radikal superoksida (O2.), hidroksil (OH.), peroksil (ROO.), hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (O.), nitrit oksida (NO.), peroksi nitrit (NOO.), dan asam hipoklorit (HOCl.). Atom atau molekul dengan elektron bebas ini, dapat digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa fungsi fisiologis seperti kemampuan untuk membunuh virus dan bakteri. Mekanisme reaksi pembentukan radikal bebas terdiri atas tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi, merupakan tahap awal pembentukan radikal bebas. Tahap kedua adalah propagasi, yaitu perubahan suatu molekul radikal bebas menjadi radikal bentuk lain (pembentukan radikal bebas baru). Tahap yang terakhir adalah terminasi. Terminasi adalah tahap dimana terjadi penggabungan dua molekul radikal xxv DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 11 bebas dan membentuk produk yang stabil. Mekanisme reaksi ketiga tahapan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: Inisiasi: RH + OH → R• + H2O Propagasi: R• + O2 → ROO• ROO• + RH → ROOH + R• Terminasi: ROO• + ROO• → ROOR + O2 ROO• + R• → ROOR R• + R• → RR (Kurniawan, 2011) F. Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Fajriyah, 2009). Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan di klasifikasikan dalam lima tipe antioksidan, yaitu: 1. Primary antioxidants, yaitu senyawa-senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam hal ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan yang termasuk kelompok ini, misalnya BHA, BHT, PG, TBHQ, dan tokoferol. 2. Oxygen scavengers, yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini, senyawa tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Contoh dari xxvi DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 12 senyawa-senyawa kelompok ini adalah vitamin C (asam askorbat), askorbilpalminat, asam eritorbat, dan sulfit. 3. Secondary antioxidant, yaitu senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan untuk berdekomposisi hidroperoksida menjadi prodak akhir yang stabil. Tipe antioksidan ini pada umumnya digunakan untuk menstabilkan poliolefin resin. Contohnya, asam tiodipropionat dan dilauriltiopropionat. 4. Antioxidative Enzime, yaitu enzim yang berperan mencegah terbantuknya radikal bebas. Contohnya glukose oksidase, superoksidase dismutase(SOD), glutation peroksidase, dan kalalase. 5. Chelators sequestrants.yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besidan tembaga yang mampu mengkatalis reaksi oksidasi lemak. Senyawa yang termasuk didalamnya adalah asam sitrat, asam amino, ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA), dan fosfolipid (Maulida, 2010). G. Uji Antioksidan 2,2 diphenyl-1-picryl-hydrazil (DPPH) Reagen DPPH ditemukan pertama kali oleh Goldschmidt dan Renn pada tahun 1922. DPPH merupakan seyawa radikal bebas berwarna ungu, dan pada awalnya digunakan sebagai reagen kolorimetri. Selain itu, reagen DPPH juga berfungsi untuk investigasi reaksi inhibisi polimerisasi, uji antioksidan (amina, fenol, dan vitamin), serta inhibisi reaksi homolitik (Kurniawan, 2011). DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 xxvii DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 13 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Mun’im et al, 2008). Metode DPPH secara umum, digunakan untuk screening berbagai sampel dalam penentuan aktivitas antioksidan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel padatan maupun larutan, dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan partikular, tetapi dapat digunakan untuk pengukuran kapasitas antioksidan secara keseluruhan pada suatu sampel (Kurniawan, 2011). Gambar 2. Struktur DPPH (Kurniawan, 2011) H. Krim Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Ada dua tipe krim, krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M). Krim tipe M/A (vanishing cream) mudah dicuci dengan air, jika digunakan pada kulit, maka akan terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi dari suatu obat yang larut dalam air sehingga mendorong penyerapannya ke dalam jaringan kulit. Pada umumnya orang lebih menyukai tipe A/M, karena penyebarannya lebih baik, walaupun sedikit berminyak tetapi penguapan airnya dapat mengurangi rasa panas di kulit. Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, cholesterol, cera. Untuk krim tipe M/A digunakan sabun monovalen (Triethanolaminum stearat, Natrium stearat, Kalium stearat, Ammonium stearat); tween; natrium lauril sulfat; xxviii DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 14 kuning telur; gelatin; caseinum. Zat antioksidan dan pengawet perlu ditambahkan dalam pembuatan krim untuk kestabilan. Zat pengawet yang sering digunakan ialah nipagin 0,12%-0,18% dan nipasol 0,02%-0,05%. Bahan-bahan yang sering digunakan untuk membuat krim adalah: cetyl alkohol, stearyl alkohol, acidum stearinicum, polyethylen glikol (macrogol), glyseryl monostearat, isopropyl myristas, ester-ester dari asam lemak isopropil, adeps lanae (lanolinum anhidrous), spermacety (cetaceum), kelompok polisorbate (ester sorbitan) (Lachman et al., 1994). Sediaan semipadat digunakan pada kulit, dimana umumnya sediaan tersebut berfungsi sebagai pembawa pada obat- obat topikal, sebagai pelunak kulit, atau sebagai pembalut pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif). Sejumlah kecil bentuk sediaan semipadat topikal ini digunakan pada membran mukosa, seperti jaringan rektal, jaringan buccal (dibawah lidah), mukosa vagina, membran uretra, saluran telinga luar, mukosa hidung, dan kornea. Membran mukosa memungkinkan penyerapan yang lebih baik ke sirkulasi sistemik, karena kulit normal bersifat relatif tidak dapat ditembus (Lachman et al, 1994). I. Uraian Bahan 1. Setil Alkohol Setil alkohol secara luas digunakan dalam kosmetik dan formulasi farmasetik seperti suppositoria, sediaan padat modified-release, emulsi, losion, krim dan salep (Rowe et al, 2009). Gambar 3. Struktur Setil Alkohol Pemeriannya yaitu berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih, bau khas lemah, dan rasa lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya bertambah dengan xxix DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 15 naiknya suhu. Suhu leburnya yaitu antara 45oC hingga 50oC (Depkes RI, 1995). Tabel 2. Fungsi Seti Alkohol (Rowe et al, 2009) Fungsi Konsentrasi (%) Emollient 2-5 Zat pengemulsi 2-5 Zat pengeras 2-10 Pengabsorpsi air 5 2. Parafin Cair Parafin terutama digunakan dalam formulasi farmasi topikal sebagai komponen krim dan salep. Pada salep, mungkin digunakan untuk meningkatkan titik leleh formulasi atau untuk menambah kekakuan.Selain itu, parafin juga ditambahkan sebagai coating agent pada kapsul dan tablet, dan digunakan dalam aplikasi beberapa makanan. Parafin pelapis juga dapat digunakan untuk mempengaruhi pelepasan obat dari pertukaran ion resin (Rowe et al, 2009). Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral, sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpj. Parafin cair mempunyai pemerian berupa cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa.parafin cair praktis tidak larut dalam air dan etanol 95%, namu larut dalam kloroform dan eter (Depkes RI, 1979). 3. Polioksi Etilen Sorbitan Monooleat (Tween 80) Tween 80 atau Polisorbat 80 adalah hasil kondensasi oleat dari sorbitol dan anhidridanya berkondensasi dengan lebih kurang 20 molekul etilenoksida. Pemerian cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau asam lemak, khas (Depkes RI, 1979). xxx DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 16 Gambar 4. Struktur Tween 80 (Rowe et al, 2003) 4. Sorbiton Monooleat (Span 80) Span 80 (Sorbitan monooleat) merupakan suatu surfaktan atau emulgator non-ionik. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofil dan gugus lipofil sekaligus dalam molekulnya. Zat ini akan berada di permukaan cairan atau antarmuka 2 cairan dengan cara teradsorpsi. Gambar 5. Struktur Span 80 (Rowe et al, 2003) J. Simplex Lattice Design (SLD) Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode untuk mengetahui profil efek campuran terhadap suatu parameter. Metode ini ditetapkan pada formula tablet hisap dengan menggunakan dua campuran atau lebih, dengan campuran yang paling sederhana menggunakan dua komponen bahan pengikat. Dasar metode ini adalah adanya dua variabel bebas A dan B. Rancangan ini dibuat dengan memilih 3 kombinasi dan diamati respon yang didapat. Respon yang didapat haruslah mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal ataupun minimal (Bolton, 1997). Hubungan respon dan komponen yang dapat digambarkan sebagai berikut: Y= a (A) + b (B) + c (C) xxxi DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012 17 Y dalam hal ini sebagai parameter yang ingin dicapai yaitu kadar bahan pengikat yang digunakan, (A) dan (B) adalah fraksi komponen dengan syarat: 0 ≤ (A) ≤ 1 0 ≤ (B) ≤ 1 (A) + (B) = 1 a, b, da nab sebagai suatu koefisien yang menyatakan nilai parameter mutu fisik (kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, dan uji tanggapan rasa). Untuk mengethui nilai a, b, da nab diperlukan 3 formula sebagai berikut; A=1 bagian atau diambil 100% tanpa A, dan campuran A dan B masing-masing 50% (Bolton, 1997). Dengan memasukan respon yang didapat dari hasil percobaan kedalam persamaan diatas maka dapat dihitung harga koefisien a, b, da nab. Dengan diketahuinya harga-harga koefisien ini dapat pula dihitung nilai Y (respon) pada setiap variasi campuran A dan B sehingga digambarkan profilnya (Bolton, 1997). xxxii DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012