BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kencur
1. Klasifikasi
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Kaempferia
Jenis
: Kaempferia galanga L.
(Depkes RI, 2001)
2. Monografi dan Penyebaran
Kencur (Kaempferia galanga) merupakan tanaman terna yang hampir
menutupi tanah, tidak berbatang, rimpang bercabang-cabang, berdesakdesakan, akar–akar berbentuk gelondong, kadang-kadang berumbi, panjang
1 cm sampai 1,5 cm. Setiap tanaman berdaun sebanyak 1 sampai 3
(umumnya 2) helai, lebar merata dan hampir menutupi tanah, daun
berbentuk jorong lebar sampai hampir bundar, pengkal hampir berbentuk
jantung, ujung mendadak lancip, bagian atas tidak berambut, bagian bawah
berambut halus, pinggir bergelombang berwarna merah kecoklatan, bagian
tengah berwarna hijau, panjang helai daun 7 cm sampai 15 cm, lebar 2 cm
sampai 8 cm, tangkai pendek, berukuran 3 mm sampai 10 mm, pelepah
terbenam dalam tanah, panjang 1,5 cm sampai 3,5 cm, warna putih.
Perbungaan, panjang 14 cm dan mengandung 4 sampai 12 bunga. Tajuk
berwarna putih dengan tabung panjang 2,5 cm sampai 5 cm, ujung
berbelah–belah berbentuk pita, panjang 2,5 cm sampai 3 cm, lebar 1,5 mm
sampai 3 mm (Depkes RI, 1977).
4
xix
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
5
3. Khasiat dan Kandungan Kimia Kencur (Kaempferia galanga)
Rimpang kencur mengandung minyak atsiri sekitar 2-4% yang terdiri
dari 3,7,7-trimetil-bisiklo-[4,1,0]-hept-3-ena, etil sinamat, etil para metoksi
sinamat (EPMS), para metoksi stirena, n-penta dekana, borneal, dan kamfen
(Suyatno et al., 2011). Rimpang kencur berkhasiat sebagai obat batuk, obat
lambung, obat mual, obat bengkak dan obat bisul (Depkes RI, 2001).
4. Etil-p-metoksi Sinamat (EPMS)
Etil-p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi
rimpang kencur (Kaempferia galanga, L) yang merupakan bahan dasar
senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan matahari. EPMS
merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulit ataupun bedak
setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil
dari ester ini digantikan oleh oktil, etil heksil, atau heptil melalui
transesterifikasi
bertahap.
Modifikasi
yang
dilakukan
diharapkan
mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang
dan hal itu merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya (Barus,
2009).
Senyawa EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang
mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan
juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga
dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai
variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana (Barus,
2009).
O
OC2H5
H3CO
Gambar 1. Struktur EPMS (Barus, 2009)
xx
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
6
B. Temu Kunci
1. Klasifikasi
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiosperma
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Boesenbergia
Jenis
: Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht.
(Depkes RI, 2001)
2. Monografi dan Penyebaran
Temu kunci merupakan tanaman semak yang berumur tahunan. Saat
tanaman tidak terlalu tinggi karena hanya sekitar 30-100 cm. Batangnya
tersusun atas gabungan pelepah–pelepah daun. Warna batangnya hijau agak
merah.
Daunnya tidak terlalu banyak, yakni hanya sekitar 4-5 helai,
berbentuk bulat meruncing ke ujung dan pangkal, warnanya hijau, dan
tangkai daunnya beralur, lebar 4,5-10 cm, panjang 23-38 cm. Tulang
daunnya besar, berlapis tipis tembus cahaya. Permukaan daun sebelah atas
dan bawah bila diraba terasa licin tidak berbulu, meskipun ada juga bagian
daun yang berbulu halus (Muhlisah, 1999).
Rimpang tumbuh di bawah permukaan tanah secara mendatar dan
beruas, sedikit keras, bersisik tipis dan berbau harum. Anakan rimpang
bergerombol kecil di sebelah rimpang induk, serupa rangkaian anak kunci.
Jika dibelah, bagian luar rimpang berwarna hijau kekuningan sementara
daging rimpang sebelah dalam berwarna kuning muda. Dagung rimpang
menyebarkan aroma khas temu kunci (Muhlisah, 1999)..
3. Khasiat dan Kandungan Kimia
Rimpang temu kunci mengandung saponin, flavonoida dan minyak
atsiri. Rimpang temu kunci ini berkhasiat untuk memperbanyak air susu ibu
xxi
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
7
dan penyegar tubuh bagi ibu setelah melahirkan. Daunnya berkhasiat
sebagai obat sariawan (Depkes RI, 2001).
C. Tabir Surya
Sinar surya yang sampai di permukaan bumi dan mempunyai dampak
terhadap kulit dibedakan menjadi sinar ultraviolet A atau UV-A (λ 320-400
nm), sinar UV-B (λ 290-320 nm) dan sinar UV-C (λ 200-290 nm). Sebenarnya
sinar UV hanya merupakan sebagian kecil saja dari spektrum sinar matahari
namun sinar ini paling berbahaya bagi kulit karena reaksi-reaksi yang
ditimbulkannya berpengaruh buruk terhadap kulit manusia baik berupa
perubahan-perubahan akut seperti eritema, pigmentasi dan fotosensitivitas,
maupun efek jangka panjang berupa penuaan dini dan keganasan kulit.
Seseorang dapat terkena paparan sinar UV-C dari lampu-lampu buatan dan
akibatnya adalah kemerahan kulit, peradangan mata dan merangsang
pigmentasi. Sinar UV-B sering disebut sebagai sinar sunburn spectrum dan
juga paling efektif menyebabkan pigmentasi. Sinar UV-A biasanya hanya
menyebabkan pencoklatan walaupun dapat juga menimbulkan sunburn namun
lebih lemah dibandingkan dengan UV-B. Meskipun demikian efek kumulatif
jangka panjang sinar UV-A sama dengan sinar UV-B karena intensitas sinar
UV-A yang sampai ke bumi kira-kira 10 kali UV-B. Efek buruk sinar UV
dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi, lama pejanan serta intensitas
radiasi sinar UV (Tahir, 2002).
Tabir surya (sunscreen) adalah substansi yang formulanya mengandung
senyawa aktif yang dapat menyerap, menghamburkan atau memantulkan
energi cahaya matahari yang datang pada kulit manusia. Berdasarkan teknik
penggunaan dikenal dua macam tabir surya yaitu sistemik dan topikal. Tabir
surya sistemik kurang populer karena sering menimbulkan reaksi alergi dan
belum terbukti mencegah sunburn. Beberapa bahan aktif tabir surya yang
digunakan secara sistemik adalah ß karoten, vitamin C, vitamin E, asam alisilat
dan obat malaria (Cakhyo, 2010).
xxii
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
8
Bahan aktif tabir surya bekerja dengan dua mekanisme yaitu
penghambatan fisik (physical bloker), antara lain TiO2, ZnO, kaolin, CaCO3,
MgO, dan penyerap kimia (chemical absorber) meliputi anti UV A misalnya
turunan benzophenon antara lain oksibenson, dibenzoilmetan, serta anti UV B
yaitu turunan salisilat, turunan Para Amoni Benzoic Acid (PABA) misalnya
oktil dimetil PABA, turunan sinamat (sinoksat, etil heksil para metoksi
sinamat) dan lain-lain. Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya
sering dilakukan kombinasi antara tabir surya fisik dan tabir surya kimia,
bahkan ada yang menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan
kosmetika (Cakhyo, 2010).
D. Sun Protection Factor (SPF)
Penelitian yang dilakukan oleh Bauer et al (2004) memberikan hasil
bahwa menggunakan tabir surya dengan SPF (Sun Protection Factor) tinggi
memberi efek perlindungan lebih lama terhadap cahaya matahari dan
mencegah terbakar cahaya matahari.
Berdasarkan Wasitaatmadja (1997) kemampuan menahan cahaya
ultraviolet dari tabir surya dinilai dalam faktor proteksi cahaya (Sun Protection
Factor/SPF) yaitu perbandingan antara dosis minimal untuk menimbulkan
eritema pada kulit terolesi tabir surya dengan yang tidak. Nilai SPF ini berkisar
0 sampai 100, dan kemampuan tabir surya dianggap baik apabila berada diatas
15. Kemampuan tabir surya sebagai berikut:
1. Minimal bila SPF antara 2-4, contoh: salisilat, antranilat.
2. Sedang bila SPF antara 4-6, contoh: sinamat, benzofenon.
3. Ekstra bila SPF antara 6-8, contoh: derivate PABA.
4. Maksimal bila SPF antara 8-15, comtoh: PABA.
5. Ultra bila SPF lebih dari 15, contoh: kombinasi PABA, non-PABA, dan
tabir surya fisik.
Penentuan aktifitas tabir surya berdasarkan nilai SPF secara in vivo yaitu
dengan membandingkan energy ultraviolet untuk menghasilkan dosis eritema
minimal (DEM) pada kulit yang terlindungi terhadap energi untuk
xxiii
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
9
menghasilkan eritema minimal pada kulit tidak terlindungi, sedangkan
pengujian in vitro yaitu nilai SPF dapat ditentukan dengan menggunakan
metode spektrofotometri. Hubungan antata SPF dengan spektrofotometri yaitu:
(Persamaan 1)
Keterangan
SPF
: Faktor proteksi cahaya
AUC : Jumlah serapan pada λn-1 dibagi 2
λn
: Panjang gelombang yang menghasilkan serapan 0,05
λ1
: 290 nm
Persamaan1 dapat digunakan untuk meramalkan nilai SPF dari suatu
larutan dengan mengukur area dibawah kurva (AUC) dibagi dengan interval
panjang gelombang bersangkutan. Lapisan ozon menyaring di bawah 290 nm
maka sebagai λ1 adalah panjang gelombang pada 290 nm,sedangkan λn adalah
panjang gelombang diatas 290 nm dimana mempunyai nilai absorbansi kurang
lebih 0,050. Apabila nilai absorbansi 0,050 pada panjang gelombang lebih dari
400 nm maka sebagai λn adalah 390 nm karena diatas panjang gelombang
tersebut diasumsikan sensitivitas kulit dapat diabaikan (Cakhyo, 2010).
Tabel 1. Penilaian SPF menurut Food and Drug Administration (FDA)
Tipe proteksi
Nilai SPF
Proteksi minimal
1-4
Proteksi sedang
4-6
Proteksi ekstra
6-8
Proteksimaksimal
8-15
Proteksi ultra
>15
(Cakhyo, 2010)
E. Radikal Bebas
Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah
satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai
senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas yang
ada dalam tubuh dapat mengalami serangkaian reaksi yang berlangsung terus
xxiv
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
10
menerus hingga radikal bebas hilang dari dalam tubuh. Hilangnya radikal
bebas dari dalam tubuh dikarenakan bereaksi dengan radikal bebas lain hingga
menjadi suatu senyawa yang stabil, atau hilangnya bisa juga karena sistem
antioksidan (Winarsi, 2007).
Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada jaringan
biologis, kerusakan tersebut dapat menyebabkan penyakit kronis, seperti
iskemia, katarak, kanker, diabetes melitus, penuaan, dan jantung koroner.
Radikal bebas
terbentuk melalui dua cara, yaitu
secara
endogen
dan
eksogen. Secara endogen, radikal bebas dihasilkan melalui reaksi biokimia
di
dalam tubuh,
contohnya oksidasi
enzimatis, fagositosis, transport
elektron, dan oksidasi logam transisi melalui ischemic. Secara eksogen,
radikal bebas dihasilkan dari lingkungan sekitar, seperti polusi udara,
bahan tambahan pangan, dan radiasi ultraviolet (UV). Radikal eksogen
tersebut, selanjutnya akan masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan,
pencernaan, dan absorbsi kulit (Kurniawan, 2011).
Radikal
bebas
diproduksi
secara
endogen di
dalam
sel
oleh
mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma,
dan inti sel. Radikal bebas yang dihasilkan dalam tubuh, biasanya terdiri
dari spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif
(RNS).
Contoh turunan kedua spesies tersebut, diantaranya radikal superoksida
(O2.), hidroksil (OH.), peroksil (ROO.), hidrogen peroksida (H2O2), singlet
oksigen (O.), nitrit oksida (NO.), peroksi nitrit (NOO.), dan asam hipoklorit
(HOCl.). Atom atau molekul dengan elektron bebas ini, dapat digunakan untuk
menghasilkan tenaga dan beberapa fungsi fisiologis seperti kemampuan untuk
membunuh virus dan bakteri.
Mekanisme reaksi pembentukan radikal bebas terdiri atas tiga tahap,
yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi, merupakan tahap
awal pembentukan radikal bebas. Tahap kedua adalah propagasi, yaitu
perubahan
suatu molekul radikal bebas menjadi radikal bentuk lain
(pembentukan radikal bebas baru). Tahap yang terakhir adalah terminasi.
Terminasi adalah tahap dimana terjadi penggabungan dua molekul radikal
xxv
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
11
bebas dan membentuk produk yang stabil. Mekanisme reaksi ketiga
tahapan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Inisiasi:
RH + OH → R• + H2O
Propagasi:
R• + O2
→ ROO•
ROO• + RH → ROOH + R•
Terminasi:
ROO• + ROO• → ROOR + O2
ROO• + R•
→ ROOR
R• + R•
→ RR
(Kurniawan, 2011)
F. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau
reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat
oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif
(Fajriyah, 2009).
Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan di klasifikasikan dalam
lima tipe antioksidan, yaitu:
1. Primary
antioxidants,
yaitu
senyawa-senyawa
fenol
yang mampu
memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam
hal ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi
senyawa
fenol sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Senyawa
antioksidan yang termasuk kelompok ini, misalnya BHA, BHT, PG, TBHQ,
dan tokoferol.
2. Oxygen scavengers, yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini,
senyawa tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada
dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Contoh dari
xxvi
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
12
senyawa-senyawa kelompok ini adalah vitamin C (asam askorbat),
askorbilpalminat, asam eritorbat, dan sulfit.
3. Secondary
antioxidant,
yaitu
senyawa-senyawa
yang
mempunyai
kemampuan untuk berdekomposisi hidroperoksida menjadi prodak akhir
yang stabil. Tipe antioksidan ini pada umumnya digunakan untuk
menstabilkan poliolefin resin. Contohnya, asam tiodipropionat dan
dilauriltiopropionat.
4. Antioxidative
Enzime,
yaitu
enzim
yang
berperan
mencegah
terbantuknya radikal bebas. Contohnya glukose oksidase, superoksidase
dismutase(SOD), glutation peroksidase, dan kalalase.
5. Chelators sequestrants.yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat
logam seperti
besidan
tembaga
yang
mampu
mengkatalis
reaksi
oksidasi lemak. Senyawa yang termasuk didalamnya adalah asam sitrat,
asam
amino, ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA), dan fosfolipid
(Maulida, 2010).
G. Uji Antioksidan 2,2 diphenyl-1-picryl-hydrazil (DPPH)
Reagen DPPH ditemukan pertama kali oleh Goldschmidt dan Renn
pada tahun 1922. DPPH merupakan seyawa radikal bebas berwarna ungu,
dan pada awalnya digunakan sebagai reagen kolorimetri. Selain itu, reagen
DPPH juga berfungsi untuk investigasi reaksi inhibisi polimerisasi, uji
antioksidan (amina, fenol, dan vitamin), serta inhibisi reaksi homolitik
(Kurniawan, 2011).
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering
digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau
ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan
membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan
DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan
menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada
radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari
ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517
xxvii
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
13
nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan
jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat
adanya zat antioksidan (Mun’im et al, 2008).
Metode DPPH secara umum, digunakan untuk screening berbagai
sampel
dalam penentuan
aktivitas
antioksidan. Metode DPPH dapat
digunakan untuk sampel padatan maupun larutan, dan tidak spesifik untuk
komponen antioksidan partikular, tetapi dapat digunakan untuk pengukuran
kapasitas antioksidan secara keseluruhan pada suatu sampel (Kurniawan,
2011).
Gambar 2. Struktur DPPH (Kurniawan, 2011)
H. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung
air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Ada dua
tipe krim, krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M).
Krim tipe M/A (vanishing cream) mudah dicuci dengan air, jika digunakan
pada kulit, maka akan terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi dari
suatu obat yang larut dalam air sehingga mendorong penyerapannya ke dalam
jaringan kulit. Pada umumnya orang lebih menyukai tipe A/M, karena
penyebarannya lebih baik, walaupun sedikit berminyak tetapi penguapan
airnya dapat mengurangi rasa panas di kulit.
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa
surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik. Untuk krim tipe A/M
digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, cholesterol, cera. Untuk krim
tipe M/A digunakan sabun monovalen (Triethanolaminum stearat, Natrium
stearat, Kalium stearat, Ammonium stearat); tween; natrium lauril sulfat;
xxviii
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
14
kuning telur; gelatin; caseinum. Zat antioksidan dan pengawet perlu
ditambahkan dalam pembuatan krim untuk kestabilan. Zat pengawet yang
sering digunakan ialah nipagin 0,12%-0,18% dan nipasol 0,02%-0,05%.
Bahan-bahan yang sering digunakan untuk membuat krim adalah: cetyl
alkohol, stearyl alkohol, acidum stearinicum, polyethylen glikol (macrogol),
glyseryl monostearat, isopropyl myristas, ester-ester dari asam lemak isopropil,
adeps lanae (lanolinum anhidrous), spermacety (cetaceum), kelompok
polisorbate (ester sorbitan) (Lachman et al., 1994).
Sediaan semipadat digunakan pada kulit, dimana umumnya sediaan
tersebut berfungsi sebagai pembawa pada obat- obat topikal, sebagai pelunak
kulit, atau sebagai pembalut pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif).
Sejumlah kecil bentuk sediaan semipadat topikal ini digunakan pada membran
mukosa, seperti jaringan rektal, jaringan buccal (dibawah lidah), mukosa
vagina, membran uretra, saluran telinga luar, mukosa hidung, dan kornea.
Membran mukosa memungkinkan penyerapan yang lebih baik ke sirkulasi
sistemik, karena kulit normal bersifat relatif tidak dapat ditembus (Lachman et
al, 1994).
I. Uraian Bahan
1. Setil Alkohol
Setil alkohol secara luas digunakan dalam kosmetik dan formulasi
farmasetik seperti suppositoria, sediaan padat modified-release, emulsi,
losion, krim dan salep (Rowe et al, 2009).
Gambar 3. Struktur Setil Alkohol
Pemeriannya yaitu berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus,
putih, bau khas lemah, dan rasa lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam
air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya bertambah dengan
xxix
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
15
naiknya suhu. Suhu leburnya yaitu antara 45oC hingga 50oC (Depkes RI,
1995).
Tabel 2. Fungsi Seti Alkohol (Rowe et al, 2009)
Fungsi
Konsentrasi (%)
Emollient
2-5
Zat pengemulsi
2-5
Zat pengeras
2-10
Pengabsorpsi air
5
2. Parafin Cair
Parafin terutama digunakan dalam formulasi farmasi topikal sebagai
komponen krim dan salep. Pada salep, mungkin digunakan untuk
meningkatkan titik leleh formulasi atau untuk menambah kekakuan.Selain
itu, parafin juga ditambahkan sebagai coating agent pada kapsul dan tablet,
dan digunakan dalam aplikasi beberapa makanan. Parafin pelapis juga dapat
digunakan untuk mempengaruhi pelepasan obat dari pertukaran ion resin
(Rowe et al, 2009).
Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak
mineral, sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau
butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpj. Parafin cair mempunyai
pemerian berupa cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi, tidak
berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa.parafin cair
praktis tidak larut dalam air dan etanol 95%, namu larut dalam kloroform
dan eter (Depkes RI, 1979).
3. Polioksi Etilen Sorbitan Monooleat (Tween 80)
Tween 80 atau Polisorbat 80 adalah hasil kondensasi oleat dari
sorbitol dan anhidridanya berkondensasi dengan lebih kurang 20 molekul
etilenoksida. Pemerian cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau
asam lemak, khas (Depkes RI, 1979).
xxx
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
16
Gambar 4. Struktur Tween 80 (Rowe et al, 2003)
4. Sorbiton Monooleat (Span 80)
Span 80 (Sorbitan monooleat) merupakan suatu surfaktan atau
emulgator non-ionik. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus
hidrofil dan gugus lipofil sekaligus dalam molekulnya. Zat ini akan berada
di permukaan cairan atau antarmuka 2 cairan dengan cara teradsorpsi.
Gambar 5. Struktur Span 80 (Rowe et al, 2003)
J. Simplex Lattice Design (SLD)
Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode untuk mengetahui
profil efek campuran terhadap suatu parameter. Metode ini ditetapkan pada
formula tablet hisap dengan menggunakan dua campuran atau lebih, dengan
campuran yang paling sederhana menggunakan dua komponen bahan
pengikat. Dasar metode ini adalah adanya dua variabel bebas A dan B.
Rancangan ini dibuat dengan memilih 3 kombinasi dan diamati respon yang
didapat. Respon yang didapat haruslah mendekati tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya baik maksimal ataupun minimal (Bolton, 1997).
Hubungan respon dan komponen yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
Y= a (A) + b (B) + c (C)
xxxi
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
17
Y dalam hal ini sebagai parameter yang ingin dicapai yaitu kadar bahan
pengikat yang digunakan, (A) dan (B) adalah fraksi komponen dengan syarat:
0 ≤ (A) ≤ 1
0 ≤ (B) ≤ 1
(A) + (B) = 1
a, b, da nab sebagai suatu koefisien yang menyatakan nilai parameter mutu
fisik (kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, dan uji tanggapan rasa). Untuk
mengethui nilai a, b, da nab diperlukan 3 formula sebagai berikut; A=1
bagian atau diambil 100% tanpa A, dan campuran A dan B masing-masing
50% (Bolton, 1997).
Dengan memasukan respon yang didapat dari hasil percobaan kedalam
persamaan diatas maka dapat dihitung harga koefisien a, b, da nab. Dengan
diketahuinya harga-harga koefisien ini dapat pula dihitung nilai Y (respon)
pada setiap variasi campuran A dan B sehingga digambarkan profilnya
(Bolton, 1997).
xxxii
DAta Tabir Surya..., Shinta Lintang Charisma, Fak. Farmasi UMP 2012
Download