PENDAHULUAN Latar Belakang Koi herpesvirus (KHV) adalah

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Koi herpesvirus (KHV) adalah virus yang menginfeksi ikan mas dan koi dan
bersosiasi dengan kematian massal (Hedrick et al. 2000). Virus ini pertama kali
teridentifikasi pada tahun 1998 sebagai penyebab kematian massal ikan koi baik
stadia juvenil maupun dewasa yang dibudidayakan di Israel, Amerika Serikat dan
Jerman (Hedrick et al. 1999; Bretzinger et al.1999). Penyebaran virus ini sudah
mencapai Eropa,
Jepang, Indonesia, Afrika Selatan, Thailand, Taiwan, Cina dan
Malaysia (Haenen et al. 2004; Sano et al. 2004; Tu et al. 2004). Virus KHV masuk ke
Indonesia pada tahun 2002 melalui perdagangan ikan lintas negara (Sunarto et al.
2005).
Penyakit akibat virus yang sangat menular ini telah menyebabkan kerugian
finansial pada industri budidaya ikan mas dan koi (Hedrick 1996; Haenen et al. 2004).
Sejak terjangkit pertama kali di Blitar, Jawa Timur, penyakit ini telah menyebar
ke hampir semua daerah di Indonesia. Virus ini mengakibatkan kematian massal,
yaitu kematian mencapai 80-95 % populasi sehingga berdampak pada kerugian
ekonomi dan sosial. Kerugian secara materi akibat penyakit ini mencapai 15 milyar
rupiah dalam tiga bulan pertama sejak kejadian penyakit ditemukan, yaitu
Maret sampai September 2002 (Sunarto
2004).
bulan
Dinas Perikanan Jawa Barat
menemukan data bahwa sepanjang tahun 2002 kerugian yang ditimbulkan oleh
penyakit akibat KHV ini mencapai 100 milyar rupiah (Sunarto & Kusrini 2006).
Kerugian total sampai tahun 2006 mencapai 250 milyar rupiah. Namun jumlah ini
merupakan perhitungan berdasarkan kasus yang berhasil diketahui maupun dari
laporan masyarakat. Jumlah kerugian yang ditimbulkan seperti fenomena gunung es
yaitu kemungkinan kerugian yang ditimbulkan bisa lebih besar dari jumlah tersebut
(Taukhid 2010; komunikasi pribadi).
Sejak saat itu muncul siklus wabah KHV tahunan terutama terjadi setiap
musim hujan. Pada bulan September 2004 terjadi wabah di Lubuk Linggau, Sumatra
Selatan dan mengakibatkan kematian sebanyak 150 ton, disusul kematian massal
ikan yang dipelihara di jaring apung di Danau Toba.
Pada akhir Oktober 2004,
penyakit ini mengakibatkan kematian sedikitnya sembilan juta ekor ikan mas dalam
2.216 petak karamba jaring apung di Sumatra Utara. Kematian massal ikan mas di
Danau/Waduk Cirata berulang pada tahun 2004 setelah sebelumnya pernah terjadi
pada bulan Mei-juni tahun 2002. Kematian massal ikan mas dan koi masih terjadi
sampai saat ini terutama pada musim hujan, meskipun kematian yang ditimbulkan
tidak ekstrim seperti tahun-tahun sebelumnya (Sunarto & Kusrini
2006).
Untuk
daerah endemik seperti Cirata maka kematian massal terjadi sekitar 40-60% dan
biasanya terjadi pada pertengahan dan akhir tahun. Mortalitas ikan mas yang
dibudidayakan di kolam air deras lebih tinggi yaitu mencapai 70% dan terjadi
sepanjang musim, sedangkan di daerah yang jarang ada kasus atau baru pertama
terjadi kasus maka kematian bisa lebih tinggi dari 60%. Mortalitas ikan mas yang
dibudidayakan di keramba di Sungai Mahakam mencapai 70-80% (Taukhid 2010;
komunikasi pribadi).
Meskipun muncul pertama kali pada tahun 2002, namun belum ada langkah
strategis yang dapat menanggulangi wabah penyakit ini.
Hal ini menyebabkan
Indonesia belum aman dari ancaman wabah KHV. Oleh karena itu Komisi Kesehatan
Ikan dan Lingkungan - Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan penyakit
yang diakibatkan oleh infeksi KHV termasuk dalam lima penyakit utama pada
budidaya ikan di Indonesia.
Kelima penyakit tersebut adalah penyakit yang
diakibatkan oleh parasit Ichtyophtirius multifilis pada ikan air tawar, penyakit MAS
(motile aeromonad septicaemia) oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila, penyakit
akibat infeksi virus KHV (Koi Herpesvirus) pada ikan mas dan koi, penyakit infeksi
virus WSSV (White Spot Syndrome Virus) pada udang
dan penyakit VNN (viral
nervous necrosis) akibat infeksi virus VNN pada ikan kerapu. Kelima penyakit utama
ini
memerlukan
perhatian
yang
sungguh-sungguh
karena
langkah
untuk
menanggulangi penyakit pada komoditas strategis tersebut belum dapat menuntaskan
masalah penyakit tersebut.
Upaya penanggulangan wabah KHV di daerah telah dilakukan dengan
menggunakan bahan-bahan kimia. Penanggulangan dengan metode tersebut terbukti
tidak efektif karena hanya mambantu mengatasi infeksi sekunder oleh bakteri, fungi
atau parasit. Ketidakefektifan tersebut disebabkan karena penyebaran KHV dalam
tubuh ikan berlangsung antar sel sehingga virus tidak perlu keluar sel dan masuk ke
dalam sistem sirkulasi tubuh inang untuk penyebarannya. Oleh karena itu sifat dari
golongan virus herpes tersebut adalah berasosiasi kuat dengan sel (highly cell
associated) dan bersifat laten yaitu seumur hidup berada dalam tubuh inangnya (Arvin
1996).
Alternatif yang dilakukan oleh masyarakat dalam menanggulangi wabah ini
adalah dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti ekstrak bawang putih,
2
ekstrak mengkudu (pace) dan cacahan buah maja. Kendala dalam metode ini adalah
terbatasnya pengkajian secara ilmiah terhadap penggunaan bahan-bahan alami baik
mengenai kandungan senyawa aktif maupun mekanisme kerja bahan-bahan ini pada
tubuh ikan. Mekanisme bahan-bahan alami ini terbatas pada respon non spesifik
sehingga tidak spesifik dalam menghadapi infeksi KHV.
Penanggulangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait adalah penerapan
biosecurity yang bertujuan mengamankan wilayah budidaya dari sebaran atau
tersebarnya penyakit dari wilayah tersebut.
Penanggulangan ini mudah dilakukan
pada sistem budidaya dalam ekosistem tertutup semisal kolam, artinya tidak ada
kaitan satu unit kolam dengan kolam lainnya.
Konsep biosecurity ini tidak dapat
diterapkan pada budidaya dengan sistem terbuka pada danau/waduk.
Hal ini
disebabkan karena unit jaring apung pada danau/waduk tersebut saling berkaitan
antara satu dengan yang lain sementara air yang digunakan sebagai media budidaya
adalah air yang sama dan menyatu dalam satu wadah yaitu danau/waduk. Dampak
dari suhu media budidaya yang rendah terhadap aktivitas virus KHV maupun
menurunnya daya tahan tubuh ikan tidak cukup diantisipasi dengan penerapan
biosecurity ini.
Mengingat sifat virus herpes yang berasosiasi kuat dengan sel dan sulit untuk
ditanggulangi maka langkah pencegahan mutlak perlu dilakukan. Salah satu langkah
pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan vaksinasi. Vaksin yang diberikan
dapat berupa vaksin konvensional dan vaksin rekombinan. Vaksin konvensional yang
diberikan berupa virus dilemahkan maupun dimatikan.
Vaksin rekombinan
merupakan hasil rekayasa genetika dimana sekuen gen virus yang bersifat
imunogenik disisipkan ke plasmid dan plasmid ini selanjutnya dipropagasi di bakteri
E.coli. Vaksin rekombinan ini berupa protein rekombinan yang bersifat imunogenik.
Vaksin DNA merupakan hasil terobosan teknik eksperimental untuk melindungi
organisme melawan penyakit dengan cara menginjeksikan DNA murni (naked DNA)
untuk membangkitkan respon kekebalan.
Vaksin revolusioner yang muncul tahun
1992 ini sudah dikembangkan untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap
penyakit baik pada manusia maupun hewan, termasuk ikan.
Tahun 2009 lalu Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)
Sukabumi telah melakukan uji efikasi vaksin komersial merek KV3 untuk ikan koi dan
mas. Vaksin ini adalah vaksin hidup yang dilemahkan (attenuated vaccine). Vaksin
jenis ini memiliki kelemahan yaitu memiliki potensi untuk terjadinya infeksi apabila
3
atenuasi/pelemahan yang dilakukan tidak sempurna. Oleh karena itu Rakus (2008)
tidak menganjurkan digunakannya vaksin KV3 ini pada ikan. Rakus juga menyebutkan
bahwa Undang-Undang Uni Eropa juga tidak mengizinkan digunakannya vaksin ini.
Vaksin yang dilemahkan memang memiliki keterbatasan yang dapat disempurnakan
oleh vaksin DNA.
Vaksin DNA dapat dijadikan sebagai alternatif penanggulangan penyakit akibat
KHV pada ikan mas dan koi untuk mengurangi cadangan devisa yang dibelanjakan
untuk pengadaan
vaksin KHV dari luar negeri.
Direktorat Kesehatan Ikan dan
Lingkungan, Direktorat Jenderal Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan
menganggap keberadaan vaksin untuk mencegah infeksi KHV menjadi sesuatu yang
sangat penting dan mendesak.
Pengambilan keputusan untuk mengimpor vaksin
dari luar negeri yang sekarang sedang diuji efikasi harus terintegrasi
dengan
kebijakan pengembangan vaksin KHV dengan menggunakan isolat lokal. Keunggulan
vaksin isolat lokal adalah dapat membangkitkan sistem imun secara efektif karena
vaksin yang digunakan berasal dari virus yang sama dengan virus yang menyebabkan
infeksi pada ikan mas dan koi. Kehomologan antara antibodi yang dihasilkan setelah
vaksinasi dengan antigen sebagai sumber vaksin maupun penyebab penyakit
merupakan
syarat
penting
untuk
mencapai
keberhasilan
vaksinasi.
Dikembangkannya vaksin DNA di dalam negeri dengan menggunakan isolat lokal
akan mencegah ketergantungan komponen budidaya ikan dari luar negeri.
Ketergantungan ini dalam jangka panjang dapat mengancam kedaulatan pangan
Indonesia, khususnya sumber protein asal ikan.
Keunggulan vaksin DNA (Lorenzen & LaPatra 2005) yang dapat dijadikan
sebagai alasan untuk mengembangkannya adalah:
1. Bersifat generik dan sederhana
2. Aman dan tidak menimbulkan resiko terinfeksi penyakit
3. Kombinasi keuntungan dari vaksin tradisional (inactivated vaccine) dan yang
dilemahkan (attenuated vaccine)
4. Dapat mencapai keberhasilan tujuan vaksinasi ketika vaksinasi konvensional
gagal
5. Memungkinkan untuk diberikan bersama ajuvan molekular misalnya motif CpG
6. Mengaktifkan baik sistem kekebalan humoral maupun seluler
4
7. Memungkinkan vaksinasi multivalen yaitu dengan mencampur vaksin DNA
untuk lebih dari satu jenis penyakit melalui vaksinasi yang dilakukan secara
bersamaan
8. Memberikan proteksi yang baik apabila diberikan pada stadia awal
9. Proteksi dapat diinduksi dalam waktu singkat dan memberikan efek proteksi
dalam jangka waktu lama
10. Dapat memberikan proteksi baik dalam suhu rendah maupun tinggi
11. Dapat memberikan proteksi pada heterologous strain pathogen
12. Dapat menyediakan vaksin untuk patogen baru dalam waktu cepat dan biaya
relatif lebih murah
13. Produk murni memiliki stabilitas yang tinggi
14. Biaya produksi relatif murah dan mudah diproduksi
Hirono (2005) menjelaskan bahwa proteksi yang diberikan oleh vaksin yang
dilemahkan cukup tinggi baik dalam membangkitkan kekebalan seluler maupun
humoral, akan tetapi berpotensi untuk terjadinya infeksi.
Kelemahan ini dapat
diperbaiki oleh vaksin DNA yang mampu membangkitkan respon kekebalan seluler
maupun humoral akan tetapi tidak menimbulkan terjadinya infeksi karena yang
dimasukkan hanya bagian tertentu saja dari virus, dalam hal ini gen glikoprotein.
Banyaknya kelebihan yang dimiliki oleh vaksin DNA memungkinkan vaksin ini
punya peluang untuk diterapkan di bidang perikanan.
Vaksin DNA dengan
menggunakan gen glikoprotein virus telah dikembangkan untuk ikan rainbow trout
oleh Corbeil et al. (1999); pada ikan salmon oleh Lapatra et al. (2001). Zheng et al.
(2006) juga sedang mengembangkan vaksin DNA untuk ikan sebelah / flounder
Paralichthys olivaceus di Cina.
TUMST (Tokyo University of Marine Science and
Technology) juga telah mengembangkan vaksin DNA KHV untuk ikan mas dan koi di
Jepang dengan menggunakan isolat asal Jepang (Hirono 2008; komunikasi pribadi).
Pengembangan vaksin DNA penyandi glikoprotein KHV dengan menggunakan isolat
virus asal Indonesia mendesak untuk dilakukan. Penggunaan teknologi molekuler
dalam pengendalian penyakit dalam budidaya ikan diharapkan dapat meminimalkan
resiko kerugian akibat kematian dengan cara yang lebih mudah dan biaya yang relatif
murah dibandingkan vaksin konvensional maupun protein rekombinan.
Penelitian pengembangan vaksin DNA untuk KHV ini dilakukan melalui tiga
tahap penelitian.
Penelitian tahap pertama adalah pembuatan konstruksi vaksin
5
DNA; tahap kedua adalah uji ekspresi yaitu uji aktivitas promoter vaksin; dan tahap
ketiga adalah uji tantang skala laboratorium.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Membuat konstruksi vaksin DNA dengan menggunakan gen glikoprotein KHV
b. Menguji ekspresi plasmid vaksin
c. Menguji vaksin DNA KHV dan peranannya dalam meningkatkan kelangsungan
hidup relatif.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah metode dalam
penanggulangan penyakit pada ikan pada umumnya karena penelitian tentang vaksin
DNA untuk penyakit pada ikan baru pertama dilakukan di Indonesia. Manfaat lain
yang didapatkan adalah diperolehnya alternatif pencegahan penyakit khususnya
akibat infeksi KHV. Seperti diketahui bahwa panyakit karena virus ini relatif sulit untuk
ditanggulangi sehingga memerlukan penanganan yang
mampu meningkatkan
respons kekebalan ikan yang bersifat spesifik mencakup seluler maupun humoral.
Penanganan yang tepat akan meningkatkan produktivitas ikan budidaya khususnya
ikan mas dan koi.
Aspek Kebaruan
Aspek kebaruan dari penelitian ini adalah:
a. Vaksin DNA ini menggunakan gen virus KHV isolat lokal sebagai sumber
DNA yang disisipkan ke plasmid vaksin. Perbedaan strain virus mengandung
konsekuensi adanya perbedaan sekuen gen penyandi protein tertentu
misalnya glikoprotein. Gen penyandi glikoprotein tertama ORF 25 (yang
merupakan bagian virus yang bersifat imunogenik) dari KHV asal Indonesia
memiliki perbedaan susunan asam amino dengan KHV asal Jepang, Amerika
Serikat maupun Israel.
b. Vaksin DNA menggunakan promoter β-actin dari ikan medaka sehingga
berbeda dengan penelitian pengembangan vaksin DNA dalam akuakultur yang
pada umumnya menggunakan promoter dari Cytomegalovirus. Ekspresi gen
6
dengan menggunakan promoter dari ikan lebih kuat dibandingkan dengan
menggunakan promoter dari non-ikan.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah didapatkannya konstruksi vaksin DNA yang
mengandung sisipan gen glikoprotein penyandi terbentuknya protein G (glikoprotein)
yang bersifat imunogenik sehingga dapat memproteksi ikan mas dari infeksi virus
KHV.
7
Download