I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Ikan mas dapat dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias. Kasus kematian massal ikan mas akibat infeksi Koi Herpesvirus (KHV) di beberapa sentra budidaya sejak pertengahan tahun 2002 mengakibatkan produksi ikan mas nasional mengalami penurunan sekitar 40% selama kurun waktu 2002-2006 (Taukhid et al., 2010). Koi Herpesvirus (KHV) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah pada budidaya ikan mas dan koi. Kematian massal ikan akibat infeksi KHV pertama kali terjadi pada bulan Maret 2002 di Blitar, Jawa Timur (Sunarto et al., 2005). Penanggulangan KHV oleh para pembudidaya ikan hanya dengan obat tradisional. Pencegahan yang dilakukan bersifat umum seperti biosekuriti. Upaya penanggulangan di daerah tertentu telah dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Namun, penanggulangan dengan metode tersebut terbukti tidak efektif karena hanya mampu mengatasi infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri, fungi (jamur), atau parasit. Vaksinasi merupakan salah satu tindakan preventif dalam menanggulangi penyakit ikan. Vaksin telah lama dikenal sebagai suatu substansi yang digunakan untuk memperoleh respon imun terhadap mikroorganisme patogen. Teknologi pembuatan vaksin telah berkembang dengan pesat dan berbagai jenis vaksin untuk mencegah penyakit infeksi telah banyak digunakan. Vaksin konvensional baik vaksin generasi pertama yaitu vaksin yang mengandung mikroorganisme hidup yang telah dilemahkan dan vaksin generasi kedua yaitu vaksin yang mengandung mikroorganisme yang dimatikan. Vaksin generasi ketiga yaitu vaksin rekombinan yang juga dikenal dengan vaksin sub unit yang mengandung fragmen antigenik dari suatu mikroorganisme yang dapat merangsang respon imun. Vaksin generasi keempat yaitu vaksin DNA. Vaksin rekombinan lebih aman dibandingkan dengan vaksin yang mengandung seluruh sel virus karena fragmen antigenik yang terdapat dalam vaksin rekombinan tidak dapat bereproduksi dalam tubuh penerima, disamping itu vaksin rekombinan umumnya tidak menimbulkan efek samping (Radji, 2009). Protein rekombinan ORF25 KHV telah berhasil diproduksi dalam bakteri BL21cd. Berdasarkan analisis prediksi epitop sel T dan B, ORF25 KHV bersifat imunogenik karena memiliki epitop untuk kedua sel limfosit tersebut. ORF25 KHV diprediksi mampu memicu respon imun seluler maupun humoral sehingga berpotensi sebagai kandidat vaksin. ORF25 KHV perlu dilakukan uji tantang langsung pada ikan untuk dikembangkan menjadi vaksin (Fusianto, 2013). Pemberian vaksin rekombinan ORF25 KHV dengan injeksi intramuskular, oral, dan injeksi intraperitoneal dengan dosis 20 µg/ikan dapat meningkatkan sintasan (SR) dan rerata waktu kematian (MTD), serta menghasilkan RPS 47,78% - 63,33%. Rute pemberian vaksin terbaik untuk menanggulangi KHV pada ikan mas (Cyprinus carpio) adalah metode injeksi intramuskular (Ismail, 2014). Uji efikasi vaksin protein rekombinan ORF25 KHV dengan perlakuan perbedaan dosis perlu dilakukan untuk mendapatkan dosis optimal dalam penanggulangan serangan KHV. 2. Tujuan Penelitian 2.1. Mengetahui pengaruh dosis vaksin protein rekombinan KHV terhadap sintasan, tingkat perlindungan relatif (RPS), rerata waktu kematian (MTD), dan pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio). 2.2. Menentukan dosis vaksin protein rekombinan KHV yang paling baik. 3. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektifitas vaksin protein rekombinan KHV pada ikan mas sehingga nantinya dapat diaplikasikan sebagai upaya yang efektif dalam menanggulangi serangan KHV pada ikan mas. 4. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2014 di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada dan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.