BAB IV KESIMPULAN Pemahaman masyarakat global terhadap istilah globalisasi dewasa ini didominasi oleh definisi-definisi yang merujuk pada pengertian globalisasi dari atas. Globalisasi dari atas merupakan sebuah proses yang dikonstruksi dan disebarluaskan oleh aktor yang memiliki kekuatan skala besar, seperti negara superpower, institusi, atau perusahaan multinasional, yang ditujukan kepada aktor-aktor yang memiliki skala kekuatan di bawahnya, seperti kelompok negara dunia ketiga. Layaknya sebuah cairan yang terus mengalir bergerak dari satu ruang ke ruang lain dengan mudah dan cepat, globalisasi dari atas identik dengan sebuah arus perpindahan, percepatan, dan pendalaman berbagai aspek (ekonomi, politik, budaya) dari satu tempat ke tempat lain. Arus tersebut bergerak secara dinamis sebagai proses yang kemudian mempengaruhi struktur secara global. Dalam perubahan struktur sosial dalam skala global, aktor yang memiliki posisi super-ordinat memiliki kekuatan lebih dalam mengkonstruksi struktur sosial bagi aktor-aktor yang lainnya. Aktor super-ordinat memiliki kontrol dominan terhadap arus globalisasi, sehingga perubahan struktur selalu memberikan keuntungan yang secara otomatis akan berdampak pada kerugian di lain pihak. McDonalds dan berbagai korporasi fast food skala global lainnya merupakan salah satu contoh aktor dominan yang mampu mendiktekan struktur sosial pada masyarakat global. Gaya hidup dan pola pikir manusia secara dramatis dipengaruhi melalui produk-produk makanan siap saji yang kini dapat ditemukan hampir di seluruh negara di dunia. Efektifitas dan modernitas yang disisipkan dalam seporsi Big Mac mempengaruhi struktur sosial yang awalnya beragam di setiap tempat berbeda bergerak menjadi semakin homogen. Terlebih lagi, globalisasi fast food yang dipimpin oleh McDonalds memberikan dampak ekonomi yang hanya menguntungkan secara sepihak dan merugikan banyak pihak. Struktur sosial yang berubah menggiring individu untuk memiliki orientasi makanan modern yang cenderung seragam, sehingga berdampak pada peningkatan permintaan produk fast food dalam skala global. Permintaan tersebut berdampak pada munculnya korporasi-korporasi dalam bidang agrikultur sebagai penyuplai pasokan yang notabene memonopoli para petani lokal dengan sistem produksi dan penjualan yang tidak adil. Proses globalisasi yang dipicu oleh industri fast food tersebut kemudian berdampak pada munculnya kesenjangan sosial dan ekonomi dalam skala global. Segmentasi kelas sosial dan ekonomi kemudian mulai terbentuk dalam struktur masyarakat global yang berdampak pada berkurangnya hak-hak demokratis mereka. Sebagai sebuah bentuk reaksi perlawanan terhadap kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh proses globalisasi dari bawah, muncul sebuah bentuk globalisasi baru yang dikenal sebagai globalisasi dari bawah. Aktor dalam globalisasi jenis ini bisa berupa individu, kelompok kecil individu, atau asosiasi dalam gerakan-gerakan sosial. Dalam pespektif globalisasi dari bawah, setiap individu merupakan agen, sehingga tetap mampu memberikan pengaruh-pengaruh terhadap struktur sosialnya. Meskipun sering diidentikkan sebagai kelompok anti-globalisasi, globalisasi dari bawah sebenarnya tidak melawan globalisasi secara keseluruhan, namun pada isu-isu spesifik yang tidak mampu diakomodir dengan baik oleh globalisasi dari atas. Output yang diharapkan dari aktor globalisasi dari bawah adalah terbentuknya sebuah struktur sosial global yang adil dan bebas dari dampak-dampak negatif globalisasi dari atas. Slow Food Movement merupakan salah satu aktor yang turut berpartisipasi dalam proses globalisasi dari bawah, terutama dalam bentuk perlawanan terhadap globalisasi korporasi fast food. Perlawanan tersebut terdapat pada perkembangan Slow Food Movement yang terus berusaha membentuk (atau mengembalikan) struktur sosial global yang berdasarkan pada filosofi good, clean, and fair. Dengan menggunakan pendekatan persuasi dan edukasi, Slow Food Movement menjadi sebuah gerakan yang mampu mencakup aspek multidimensional, baik dari sisi ekonomi, budaya, lingkungan, hingga politik. Ratusan ribu anggota dan pendukung non-anggota dari berbagai latar belakang individu dan negara tergabung dalam satu ideologi, visi, dan gerakan membuat Slow Food Movement dapat dikatakan sebagai sebuah proses globalisasi (dari bawah), bukan hanya sekedar gerakan resistensi yang hanya menekankan pada aspek survival atau juga gerakan counter-hegemony yang terkesan hanya sebatas melawan hegemoni aktor tertentu saja. Sedangkan apa yang dilakukan oleh Slow Food Movement adalah cenderung sebagai sebuah proses aksi yang terus-menerus untuk menciptakan sebuah sistem global yang se-demokratis mungkin. Dalam rangka mengglobalkan ideologi dan visi gerakannya, Slow Food Movement memiliki strategi ideal untuk memproduksi dan mempromosikan sistem sosial yang reformatif. Strategi pertama, yaitu dengan membangun sebuah konsep solidaritas dalam sebuah gerakan. Solidaritas gerakan yang bersifat ke luar diaplikasikan dengan penggunaan visi dan program yang bersifat universal, sedangkan yang lebih bersifat ke dalam diaplikasikan dengan membentuk sub-sub jaringan gerakan. Cakupan visi dan program yang luas berfungsi sebagai jalan pembuka setiap orang dari berbagai latarbelakang untuk dapat bergabung dalam gerakan tersebut, sedangkan pembentukan sub-sub jaringan dimaksudkan agar penyampaian ide besar gerakan disampaikan melalui bahasa-bahasa umum sesuai kelompok masing-masing, sehingga menjadi mudah diterima. Strategi kedua Slow Food Movement adalah konsep self organization from below. Di dalam konsep tersebut, Slow Food Movement menunjukkan bahwa kekuatan gerakan mereka berada pada masyarakat akar rumput. Struktur operasional gerakan dibagi berdasarkan wilayah per wilayah di berbagai negara yang kemudian disebut sebagai convivia. Convivia bertanggung jawab menyampaikan visi gerakan melalui program-program persuasif kepada masyarakat lokal serta manajemen gerakan yang profesional. Selain itu, manajemen sistem informasi dan komunikasi yang dapat diakses dan dibagikan secara luas menggunakan berbagai fasilitas daring, memudahkan distribusi informasi gerakan dari satu wilayah ke wilayah lain. Teknologi informasi yang digunakan oleh Slow Food Movement juga menandakan bahwa gerakan ini tidak sepenuhnya menolak proses globalisasi (dari atas) secara utuh, sehingga gerakan ini jauh dari label gerakan anti-globalisasi. Jika kedua strategi sebelumnya menekankan kepada efektifitas penyebaran ide dan visi gerakan ke masyarakat global, strategi Slow Food Movement yang ketiga menekankan kepada aspek integrasi seluruh elemen jaringan ke dalam sebuah agenda-agenda global. Dengan adanya agenda global, Slow Food Movement menjadi mudah untuk diidentifikasi sebagai sebuah gerakan globalisasi dari bawah, karena mereka mampu membuktikakan bahwa terdapat koneksi dan integrasi yang kuat dari perlawanan di setiap tingkat lokal dari berbagai negara. Agenda global juga memiliki fungsi dalam menarik atensi global serta sebagai langkah bersama untuk memberikan solusi terhadap masalah-masalah dalam skala global yang tidak dapat diselesaikan oleh convivia. Gerakan 10.000 Kebun untuk Afrika merupakan salah satu contoh agenda global Slow Food Movement yang fokus terhadap isu ketahanan pangan global. Sedangkan Terra Madre dan Salone del Gusto adalah contoh agenda global yang cukup efektif dalam menarik atensi publik hingga skala internasional. Kehadiran dan perkembangan Slow Food Movement merupakan sebuah fenomena yang cukup baru dalam studi globalisasi. Pengaruh dan jaringan Slow Food Movement yang mampu mencapai skala global merupakan bukti bahwa arus globalisasi tidak hanya terjadi dari atas ke bawah. Globalisasi tidak hanya dipahami sebagai sebuah persaingan dalam mengejar keuntungan ekonomi, namun juga dapat dipahami sebagai proses memperjuangkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Fenomena Slow Food Movement juga dapat dijadikan referensi bahwa dalam mengkaji fenomena globalisasi tidak dapat dilihat dari sisi hitam dan putihnya saja, layaknya Slow Food Movement yang tidak sepenuhnya menerima globalisasi (dari atas) secara utuh dan juga tidak menolak atau melawannya secara penuh. Karakter gerakan yang bersifat persuasif, edukatif, dan realistis membuat Slow Food Movement mudah diterima oleh masyarakat global, sehingga setiap individu diajak untuk berpikir kembali tentang kemampuannya dalam mempengaruhi struktur sosial di sekitarnya. Tentu menjadi bahasan yang menarik nantinya tentang bagaimana kemungkinan-kemungkinan pengaruh Slow Food Movement yang terjadi dalam tahun-tahun berikutnya.