bab ii kajian pustaka

advertisement
8
BAB I I
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian Budhi Setiawan (2007) tentang peranan gaya kepemimpinan
dalam upaya meningkatkan semangat dan kegairahan kerja karyawan di Toserba
Sinas Mas Sidoarjo yang dipublikasikan dalam Jurnal Ekonomi dan Manajemen
Universitas Kristen Petra mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan yang efektif
adalah gaya kepemimpinan situasional artinya gaya kepemimpinan yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Penerapan gaya kepemimpinan situasional
dapat meningkatkan semangat dan kegairahan kerja karyawan di Toserba Sinar
Mas Sidoarjo.
Haris Purnomo (2009) dengan judul penelitian : “Pengaruh Komunikasi
Organisasional, Komunikasi Internal, Pemenuhan Kebutuhan, dan Budaya
Organisasi terhadap Prestasi Kerja Guru di SMK Budi Luhur Bekasi”. Dengan
jumlah sampel sebanyak 100 orang guru, maka hasil yang didapat bahwa nilai t
hitung variabel komunikasi organisasional (X 1 ) sebesar 4,801 (Sig. 0,006), variabel
komunikasi internal (X 2 ) sebesar 2,005 (Sig. 0,042), variabel pemenuhan
kebutuhan (X 3 ) sebesar 5,221 (Sig. 0,000), sedangkan variabel budaya organisasi
(X 4 ) adalah sebesar 4,112 (Sig. 0,007). Sementara itu nilai F hitung-nya adalah
sebesar 22,416 (Sig. 0,000). Mengingat nilai t hitung lebih besar nilai t tabel
(1,6612) dan nilai signifikansi lebih kecil dari α (0,05) sedangkan nilai F hitung
lebih besar dari F tabel (2,2321) dan nilai signifikansi lebih kecil dari α (0,05)
8
9
maka dapat dapat dikatakan bahwa baik secara parsial maupun simultan faktor
komunikasi organisasional, komunikasi internal, pemenuhan kebutuhan, dan
budaya organisasi berpenagruh signifikan terhadap prestasi kerja guru di SMK
Budi Luhur Bekasi.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Tinjauan Gaya Kepemimpinan
2.2.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah
proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan
dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu (Suyuti,
2001:7). Pendapat lain menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan
mempengaruhi dan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi atau kelompok (Kartono, 1982:39). Sedangkan menurut
Asmara, kepemimpinan adalah tingkah laku untuk mempengaruhi orang lain agar
mereka memberikan kerjasamanya dalam mencapai tujuan yang menurut
pertimbangan mereka adalah perlu dan bermanfaat (Asmara, 1985:17).
2.2.1.2. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Menurut Heidjrachman dan Husnan gaya kepemimpinan adalah pola
tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan
tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. (Heidjrachman dan Husnan,
2002:224). Sedangkan menurut Fandi Tjiptono gaya kepemimpinan adalah suatu
10
cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya (Tjiptono,
2001:161). Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan
adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakantindakan) dari seorang pemimpin
yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 2004:29).
Dalam penelitian ini, gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah gaya
kepemimpinan situasional artinya gaya kepemimpinan yang didasarkan pada
situasi dan kondisi. Karena pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu
mengadaptasikan gayanya agar sesuai dengan situasi tertentu Heidjrachman dan
Husnan (2002). Pada saat menjelaskan tugas-tugas kelompok maka ia harus
bergaya direktif, pada saat menunjukkan hal-hal yang dapat menarik minat
anggotanya maka ia harus bergaya konsultatif, untuk merumuskan tujuan
kelompok ia bergaya partisipatif sedangkan pada saat bawahan telah mampu dan
berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas maka ia bergaya delegatif
(Sugiyono, 2003:132).
2.2.1.3. Menentukan Gaya Kepemimpinan
Menurut Heidjrachman dan Husnan (2002:173) seorang pemimpin harus
memiliki sifat perceptive artinya mampu mengamati dan menemukan kenyataan
dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat, mengamati, dan
memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya, dalam artian bagaimana para
bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya, bagaimana situasi penugasannya,
dan juga tentang kemampuan dirinya sendiri. la harus mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Untuk memilih gaya kepemimpinan yang akan digunakan,
11
perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Meskipun banyak
faktor yang perlu dipertimbangkan, Haris dalam Heidjrachman dan Husnan
(2002:173) membaginya ke dalam 4 (empat) faktor yaitu :
1. Faktor dalam organisasi
2. Faktor pimpinan manajer
3. Faktor bawahan
4. Faktor situasi penugasan
2.2.1.4. Gaya Dasar Kepemimpinan
Konsep kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Hersey dan
Blanchard pada tahun 1969. Selanjutnya dari hasil pemikiran Ken Blanchard,
Ramdhan (2004) merumuskan ada 4 perilaku dasar kepemimpinan situasional,
yaitu :
1.
2.
3.
Perilaku direktif
Perilaku direktif adalah perilaku yang diterapkan apabila pimpinan
dihadapkan pada tugas yang rumit dan bawahan belum memiliki
pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut, atau
pimpinan berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Pimpinan
menjelaskan apa yang perlu dan harus dikerjakan.
Perilaku konsultatif
Perilaku konsultatif adalah perilaku yang diterapkan ketika bawahan
telah termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Di
sini pimpinan hanya perlu memberi penjelasan yang lebih terperinci
dan membantu mereka untuk mengerti dengan meluangkan waktu
membangun hubungan yang baik dengan mereka.
Perilaku partisipatif
Perilaku partisipatif diterapkan apabila pegawai telah mengenal teknikteknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang dekat
dengan pimpinan. Pimpinan meluangkan waktu untuk berbincangbincang dengan mereka, untuk lebih melibatkan mereka dengan
keputusan-keputusan kerja, dan untuk mendengarkan saran-saran
mereka mengenai peningkatan kinerja.
12
4.
Perilaku delegatif
Perilaku delegatif diterapkan apabila bawahan telah sepenuhnya paham
dan efisien dalam kinerja tugas, sehingga pimpinan dapat melepaskan
mereka untuk menjalankan tugasnya sendiri.
Berdasarkan empat perilaku dasar dalam gaya kepemimpinan situasional di
atas, maka kepemimpinan yang berhasil menurut Heidjrachman dan Husnan
(2002:174) adalah pemimpin yang mampu menerapkan gayanya agar sesuai
dengan situasi tertentu. Selanjutnya pimpinan perlu mempertimbangkan setiap
situasi khusus dalam rangka memahami gaya mana yang lebih tepat untuk
diterapkan. Kepemimpinan situasional berlandaskan pada hubungan saling
mempengaruhi antara :
1.
2.
3.
Sejumlah tingkah laku dalam tugas diperlihatkan oleh seorang
pemimpin
Sejumlah tingkah laku dalam berhubungan sosial diperlihatkan oleh
seorang pemimpin.
Tingkat kesiapan ditunjukkan oleh para bawahan dalam pelaksanaan
tugas dan kegiatan tertentu (Hersey, 2004:52-53).
Kemampuan dan keinginan menentukan kesiapan seorang individu maupun
kelompok, karena itu gaya kepemimpinan harus menyesuaikan diri dengan tingkat
kesiapan para bawahan.
2.2.2. Tinjauan Komunikasi Intern
2.2.2.1. Pengertian Komunikasi Intern
Komunikasi
intern
adalah
proses
penyampaian
pesan-pesan
yang
berlangsung antar anggota organisasi, dapat berlangsung antara pimpinan dengan
bawahan, pimpinan dengan pimpinan maupun bawahan dengan bawahan.
13
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa komunikasi intern atau internal adalah
komunikasi yang yang dikirimkan kepada anggota dalam suatu organisasi. Dengan
kata lain penerima pesan dalam komunikasi intern adalah orang orang dalam
organisasi. (Muhammad, 2001:97). Dalam hal ini, komunikasi yang dimaksud oleh
penulis adalah komunikasi antar pegawai baik secara vertikal maupun horisontal
yang ada di Kesatuan Pekas Satkapol II Armatim.
2.2.2.2. Komponen-Komponen dalam Proses Komunikasi Intern
1.
Pengirim (communicant)
Pengirim adalah individu atau orang yang mengirim pesan baik berupa ide,
gagasan, fakta-fakta dan sejenisnya yang ingin disampaikan kepada penerima
(Muhammad. 2001:17). Pengirim yang dimaksud disini adalah orang yang
memberikan informasi yang ingin disampaikan kepada penerima pesan yang
ada di lingkungan Kesatuan Pekas Satkapol II Armatim.
2.
Pesan (Message)
Pesan adalah informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima, pesan ini
bisa berupa verbal maupun non verbal. Pesan secara verbal bisa berupa tertulis
seperti : surat, memo, peraturan-peraturan, prosedur kerja, perintah, dan
laporan sedangkan secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka dan
percakapan melalui telpon. Adapun pesan secara non verbal dapat berupa
isyarat, gerakan badan, ekspresi wajah dan nada suara (Muhammad, 2001:1718).
14
3.
Saluran (Channel)
Saluran adalah jalan yang dilalui pesan dari si pengirim kepada si penerima
(Muhammad, 2001:18). Saluran yang dimaksud disini adalah saluran
komunikasi intern yang ada di Kesatuan Pekas Satkapol II Armatim.
4.
Penerima Pesan (Communicant)
Penerima pesan adalah orang yang menganalisis dan menginterpretasikan isi
pesan yang diterima. Benar tidaknya interpretasi yang diberikan oleh penerima
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: a) Tingkat kejelasan pesan yang
disampaikan, b) Jenis saluran yang digunakan, c) Tingkat pengetahuan
penerima yang terkait dengan pesan yang disampaikan.
5.
Umpan Balik (Feed Back)
Umpan balik atau feed back yang datang dari penerima diperlukan untuk
mengetahui bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh pesan yang disampaikan
kepadanya. Umpan balik adalah respon terhadap pesan yang dikirimkan
kepada si pengirim pesan (Muhammad, 2001:18).
2.2.2.3. Jenis Komunikasi Intern
Jenis komunikasi intern yang ada dalam organisasi terdiri dari :
1.
Komunikasi personal (personal communication)
Komunikasi personal yaitu komunikasi antara dua orang dan dapat
berlangsung dengan dua cara yaitu : pertama, komunikasi tatap muka (face to
face communication) yaitu komunikasi yang berlangsung secara dialogis saling
menatap sehingga terjadi kotak pribadi atau personal contact. Kedua,
15
komunikasi personal bermedia yaitu komunikasi dengan meggunakan alat
inisalnya telepon atau memorandum.
Para ahli mengatakan bahwa komunikasi antar personal akan lebih
efektif karena diangap mampu mengubah sikap, pendapat dan perilaku
seseorang. Efektifnya komunikasi persuasif dalam situasi komunikasi antar
personal terjadi karena adanya "personal contact" yang memungkinkan
komunikator mengetahui, memahami dan menguasai :
2.
a.
Frame of reference komunikan selengkapnya,
b.
Kondisi fisik dan mental sepenuhnya,
c.
Suasana lingkungan pada saat terjadinya komunikasi,
d.
Tanggapan komunikan secara langsung.
Komunikasi kelompok (Group Communication)
Komunikasi kelompok yaitu komunikasi antara seseorang dengan
kelompok orang dalam situasi tatap muka. Jenis komunikasi kelompok ini
terdiri dari : Komunikasi kelompok kecil (Small Group Communication) dan
komunikasi kelompok besar (Large Group Communication). Komunikasi
kelompok kecil yaitu komunikasi antar seorang manajer atau adininistrator
dengan kelompok pegawai yang memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi
salah seorang untuk memberikan tanggapan secara verbal. Menurut Robert F.
Bales dalam bukunya "Interaction Proces Analysis" yang dikutip oleh Ucjana
mendefinisikan kelompok kecil adalah sejumlah orang yang terlibat dalam
interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (Face
to Face Meeting) dimana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan antar
16
satu sama lainnya yang cukup kentara, sehingga dia baik pada saat timbulnya
pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masingmasing sebagai perseorangan. Adapun keuntungan berkomunikasi dengan
kelompok kecil yaitu : 1) Terdapat kontak pribadi, 2) Umpan balik bersifat
langsung, 3) Suasana lingkungan komunikasi dapat diketahui.
Komunikasi kelompok besar (Large Group Communication) yaitu
kelompok komunikan yang jumlahnya banyak. Dalam situasi komunikasi ini
hampir tidak terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal
(Uchjana, 2001:125-127).
2.2.2.4. Dimensi-Dimensi Komunikasi Intern
1.
Komunikasi ke bawah (downward communication)
Komunikasi ke bawah yaitu komunikasi yang dimulai dari manajer
puncak kemudian mengalir ke bawah melalui tingkatan-tingkatan manajemen
sampai ke pegawai lini dan personalia paling bawah (Handoko, I995:280).
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa komunikasi ke bawah adalah
komunikasi yang mengalir dari pucuk pimpinan ke berbagai jenjang yang ada
di bawahnya, berisi pesan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pimpinan
(Muhyadi. 1989:156-162). Dengan demikian komunikasi ke bawah adalah
komunikasi yang datang dari atasan ke bawahan. Adapun tipe komunikasi ke
bawah vaitu :
a. Instruksi tugas
Instruksi tugas yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan
mengenai apa yang seharusnva dilakukan oleh mereka dan
bagaimana melakukannya.
17
b. Rasional
Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan
aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas dan bagaimana kaitan
aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisai atau obyek
organisasi.
c. Ideologi
Pesan ideologi mencari sokongan dan antusias dari anggota
organisasi guna memperkuat loyalitas, moral dan motivasi.
3. Informasi
Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan
dengan praktek-praktek organisasi, peraturan-peraturan organisasi,
keuntungan, kebiasaan, dan data lain yang tidak berhubungan
dengan intruksi dan rasional.
d. Balikan
Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan
individu dalam melakukan pekerjaannya (Muhammad, 2001: 108109).
Sedangkan fungsi komunikasi ke bawah meliputi: pengarahan, perintahperintah, indoktrinasi, memberikan inspirasi dan evaluasi. Disamping itu,
komunikasi
meliputi
tentang
tujuan-tujuan
organisasi,
kebijaksanaan,
peraturan-peraturan, pembatasan-pembatasan, insentif (Wexley dan Yuki,
2003).
Ada lima faktor yang mempengaruhi komunikasi ke bawah ; Pertama,
Keterbukaan. Kurangnya sifat terbuka diantara pimpinan dan pegawai akan
menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan
dalam pesan. Kedua, Kepercayaan pada pesan tulisan. Kebanyakan para
pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang
mengunakan alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan
dengan tatap muka. Ketiga, Pesan yang berlebihan. Banyaknya pesan yang
dikirimkan
secara
tertulis
melalui
memo-memo,
buletin,
surat-surat
pengumuman, majalah dan pemyataan kebijaksanaan, membuat pegawai
18
cenderung tidak membacanya. Keempat, ketepatan waktu pengiriman pesan.
Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah.
Pimpinan hendaknya mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman
pesan dan dampak yang potensial kepada tingkahlaku pegawai. Kelima,
penyaringan, pesan yang dikirim kepada bawahan tidaklah semuanya diterima
mereka, tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan.
Davis dalam Aini Muhammad (2001), mengungkapkan bahwa untuk
mengatasi gangguan yang muncul dalam penyampaian pesan dari atasan ke
bawahan maka pimpinan perlu memperhatikan cara-cara penyampaian pesan
yang efektif yaitu:
a.
b.
c.
d.
Pimpinan hendaknya sanggup memberikan informasi kepada
pegawai apabila dibutuhkan mereka.
Pimpinan hendaklah membagi informasi yang dibutuhkan oleh
pegawai. Pimpinan hendaknya membantu pegawai merasakan
bahwa diberi informasi.
Pimpinan hendaklah mengembangkan suatu perencanaan
komunikasi, sehingga pegawai dapat mengetahui informasi yang
berkenaan dengan tindakan-tindakan pengelolaan dalam organisasi.
Pimpinan hendaklah berusaha membentuk kepercayaan diantara
pengirim dan penerima pesan (Muhammad, 2001:112).
Beberapa bentuk metode yang biasa digunakan dalam komunikasi ke
bawah. Pertama, metode lisan berupa; rapat, interview, telepon, sistem
interkom, kontak interpersonal, laporan lisan dan ceramah. Kedua, metode
tulisan; surat, memo, telegram, laporan tertulis, pedoman kebijaksanaan dan
panduan pelaksanaan kerja. Ketiga, metode gambar berupa, grafik, poster,
peta, film, foto dan lain-lain.
19
2.
Komunikasi ke atas (upward communication)
Komunikasi ke atas yaitu komunikasi yang digunakan untuk mensuplai
informasi kepada tingkatan manajemen atas, tentang apa yang terjadi pada
tingkatan bawah. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan saran,
memberikan balikan, dan mengajukan pertanyaan, sehingga komunikasi ini
mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap pegawai, tipe pesan
adalah integrasi dan pembaharuan. Komunikasi ke atas mempunyai beberapa
fungsi atau nilai tertentu, diantaranya :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Dengan adanya komunikasi ke atas supervisor dapat mengetahui
kapan bawahannya siap untuk diberi informasi dari mereka dan
bagaimana baiknya mereka menerima apa yang disampaikan
pegawai.
Arus komunikasi ke atas memberikan informasi yang berharga bagi
pembuatan keputusan.
Komunikasi ke atas memperkuat apresiasi dan loyalitas pegawai
terhadap organisasi dengan jalan memberikan kesempatan untuk
menanyakan pertanyaan, mengajukan ide-ide dan saran-saran
tentang jalannya organisasi.
Komunikasi ke atas membolehkan, bahkan mendorong desas desus
muncul dan membiarkan supervisor mengetahuinya.
Komunikasi ke atas menjadikan supervisor dapat menentukan
apakah bawahan menangkap arti seperti yang dia maksudkan dari
arus informasi yang ke bawah.
Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah-masalah
pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dalam tugastugasnya dan organisasi (Muhammad, 2001:117)
Dalam komunikasi ke atas seorang supervisor dan pimpinan
membutuhkan adanya informasi dari bawahannya mengenai hal-hal sebagai
berikut : 1) Apa yang dilakukan bawahan, pekerjaanya, hasil yang dicapainya
2) Menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang mungkin memerlukan
bantuan tertentu 3) Menawarkan saran-saran atau ide-ide bagi perbaikan
20
masing-masing unit atau organisasi secara keseleruhan 4) Menyatakan
bagaimana pikiran dan perasaan mereka mengenai pekerjaannya, teman
sekerjanya dan organisasi (Muhammad, 2001:118). Hal-hal itulah yang
diharapkan pimpinan untuk disampaikan oleh pegawai kepada atasannya
melalui komunikasi ke atas.
Menurut Muhammad (2001:119), faktor-faktor yang mempengaruhi
efektif tidaknya komunikasi ke atas adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
Komunikasi ke atas lebih mungkin digunakan oleh pembuat
keputusan pengelolaan, apabila pesan itu disampaikan tepat
waktunya.
Komunikasi ke atas yang bersifat positif, lebih mungkin digunakan
oleh pembuat keputusan mengenai pengelolaan daripada
komunikasi yang bersifat negatif.
Komunikasi ke atas lebih mungkin diterima, Jika pesan itu
mendukung kebijaksanaan yang baru.
Komunikasi ke atas yang mungkin akan lebih efektif, jika
komunikasi itu langsung kepada penerima yang dapat berbuat
mengenai hal itu.
Komunikasi ke atas akan lebih efektif, apabila komunikasi itu
mempunyai daya tarik secara intuitif bagi penerima.
Komunikasi ke atas mempunyai peranan yang penting dalam
pembuatan keputusan, agar komunikasi ini berjalan lancar dan memberikan
informasi seperti yang diharapkan maka perlu diprogram secara khusus. Untuk
menyusun program ini ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan oleh
pimpinan. Prinsip-prinsip tersebut menurut Planty dan Machaver dalam
Muhammad (2001) yaitu:
a.
b.
c.
Program komunikasi ke atas yang efektif harus direncanakan.
Program komunikasi ke atas berlangsung terus menerus.
Program komunikasi ke atas yang efektif mengunakan saluran
yang rutin.
21
d.
e.
f.
g.
3.
Program komunikasi ke atas yang efektif menekankan kesensitifan
dan penerimaan ide-ide yang menyenangkan dari level yang
rendah.
Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan pendengar
yang obyektif.
Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan
pengambilan tindakan penyelesaian terhadap masalah.
Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan bermacammacam media dan metode untuk memajukan arus informasi.
Komunikasi Horisontal
Komunikasi horisontal terjadi antara orang-orang yang berada dalam
jenjang yang sama dalam hirarki kekuasaan (komunikasi horisontal) atau
antara orang-orang pada jenjang berbeda yang tidak memiliki kekuasaan
langsung atas satu dengan lainnya (Wexley dan Yuki, 2003).
Pesan melalui komunikasi horisontal biasanya berhubungan dengan
tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi. pemecahan masalah,
penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi (Muhammad,
2001:121).
Komunikasi
horisontal
mempunyai
tujuan
sebagai
berikut:
mengkoordinasikan tugas-tugas, saling memberi informasi untuk perencanaan
dan aktivitas-aktivitas, memecahkan masalah yang timbul diantara orang-orang
yang berbeda dalam satu tingkatan, menjamin pemahaman yang sama,
mengembangkan sokongan interpersonal.
Metode yang dapat digunakan dalam komunikasi horisontal yaitu:
a.
Rapat-rapat antar bagian. Rapat bagian ini biasanya digunakan
untuk melakukan koordinasi pekerjaan, saling berbagi informasi,
memecahkan masalah dan menyelesaikan konflik diantara sesama
pegawai.
22
b.
c.
d.
e.
f.
Interaksi sosial pada waktu jam istirahat.
Percakapan telepon
Memo dan nota
Aktivitas sosial
Kelompok mutu, yaitu suatu kelompok dalam organisasi yang
secara beratanggung jawab untuk memperbaiki mutu pekerjaan
mereka.
2.2.2.5. Komunikasi Informal dalam Organisasi
Menurut Wexley dan Yuki (2003), disamping komunikasi formal, dalam
suatu organisasi akan muncul komunikasi informal. Komunikasi informal, yang
kadang-kadang dikenal sebagai komunikasi Getok-Tular (Gravine), terjadi di luar
saluran-saluran yang ditentukan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara interaksi tatap
muka dan kadang-kadang melalui telepon.
Fungsi utama komunikasi informal dalam organisasi adalah pemeliharaan
hubungan sosial (inisalnya: persahabatan pribadi, kelompok-kelompok informal),
distribusi info pribadi, gossip serta desas-desus. Komunikasi informal mungkin
juga berkaitan dengan pekerjaan. Komunikasi informal muncul untuk memenuhi
kekurangan komunikasi formal yang jarang mendistribusikan informasi yang
memadai tentang suatu pekerjaan.
Getok-tular dapat memberikan akibat baik positif maupun negatif terhadap
organisasi. Getok-tular dapat menyebarkan desas-desus yang merusak maupun
gosip yang menyakitkan. Tetapi juga dapat bertindak sebagai pelengkap penting
terhadap sistem komunikasi formal. Lebih dari itu, getok tular sangat penting
terhadap sistem komunikasi formal. Lebih dari itu, getok-tular sangat penting untuk
menmgembangkan dan memelihara hubungan sosial. Dengan demikian para
manajer dan administrator seharusnya mengenal keberadaan komunikasi getok-
23
tular dalam organisasinya serta berusaha menggunakan untuk tujuan-tujuan
konstruktif.
2.2.2.6. Masalah-MasaIah Komunikasi dan Pemecahannya
Ketidakefisienan komunikasi disebabkan oleh banyak jenis permasalahan
teknis dan manusiawi yang berbeda-beda. Menurut Wexley dan Yuki (2003),
masalah-masalah dalam komunikasi meliputi:
1.
2.
3.
4.
Pemahaman yang tidak lengkap
Secanggih apapun teknologi penyampaian pesan yang digunakan
manusia sampai saat ini tetap saja tidak akan dapat menjamin bahwa
orang yang menerima informasi tersebut akan memahaminya.
Kegagalan komunikasi karena kekurangpahaman dapat diperkecil jika
isi pesan serta media penyampaiannya sesuai dengan para penerima
pesan, situasinya serta tujuan-tujuan komunikator. Pemahaman dapat
dipermudah dengan bahasa yang langsung dan sederhana, pengulangan
yang wajar serta menciptakan umpan balik.
Kelebihan beban
Ketidakefisienan komunikasi dalam suatu jaringan kerja mungkin
disebabkan oleh pembagian terlalu banyak informasi atau terlalu sedikit
informasi. Seseorang memiliki kapasitas tertentu untuk menangkap
pesan-pesan yang datang, jika melebihi kapasitasnya, orang tersebut
menjadi kelebihan beban. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan
adalah:penyaringan dan penundaan, sedangkan tindakan-tindakan yang
lebih drastis adalah meliputi latihan khusus atau penurunan informasi
melalui perubahan struktural.
Tidak memadainya komunikasi ke atas
Tidak memadainya komunikasi ke atas merupakan masalah serius dan
meluas dalam hierarki kekuasaan. Dua pendekatan yang berbeda untuk
mengembangkan komunikasi ke atas meliputi penggunaan sumber
informasi yang independen serta pengembangan suatu situasi yang
saling mempercayai dan pemecahan masalah bersama.
Tidak memadainya komunikasi ke bawah
Tidak memadainya komunikasi ke bawah terjadi jika para manajer
tidak peka terhadap kebutuhan informasi para bawahan atau berusaha
memegang kendali dengan cara menyimpan informasi secara ketat.
Penggunaan media yang sesuai dapat membantu menurunkan
penyaringan ke bawah dan penyimpangan pesan.
24
2.2.3. Tinjauan Efektivitas Kerja
2.2.3.1. Pengertiaan Efektivitas Kerja
Menurut Etzioni dalam Muhyadi (1989:227) efektivitas adalah kemampuan
organisasi dalam mencari sumber dan memanfaatkannya secara efisien dalam
mencapai tujuan tertentu. Efektivitas menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan
(Ensikopledi Umum, 2001:296). Sedangkan kerja merupakan sejumlah aktivitas
fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan (Hasibuan, 2006:94).
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa efektifitas kerja
mengisyaratkan sejauh mana tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi atau
instansi berdasarkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan.
Sedangkan menurut Sutarto (2005), mengatakan bahwa efektivitas kerja
adalah suatu keadaan dimana aktivitas-aktivitas jasmaniah dan rohaniah yang
dilakukan oleh manusia untuk mencapai hasil sesuai dengan yang dikehendaki.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan efektivitas kerja adalah derajat
pencapaian tujuan organisasi dari sejumlah aktivitas jasmaniah dan rohaniah yang
dilakukan oleh pegawai.
2.2.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja
Menurut Steers (1985:209-211), Ada empat faktor yang mempengaruhi
efektivitas kerja, yaitu :
1.
Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi yang dapat
digunakan didalamnya. Efektivitas sebuah organisasi dipengaruhi oleh
tingkat kompleksitas dan formalitas struktur serta sistem kewenangan
dalam pengambilan keputusan. Teknologi yang digunakan berkaitan
25
2.
3.
4.
erat dengan stuktur sehingga mempengaruhi efektivitas sebuah
organisasi.
Karakteristik Lingkungan
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan, dipengaruhi oleh
kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dimensidimensi lingkungan yang mempengaruhi efektivitas sebuah organisasi
meliputi :
a. Tingkat keterpaduan keadaan lingkungan,
b. Ketepatan persepsi atas keadaan lingkungan,
c. Tingkat rasionalitas organisasi.
Ketiga faktor ini mempengaruhi ketepatan tanggapan organisasi
terhadap perubahan lingkungan.
Karakteristik Pekerja
Faktor manusia merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya
terhadap efektivitas sebuah organisasi. Tingkah laku manusia
merupakan dukungan yang sangat berarti, tetapi dapat pula merupakan
hambatan yang dapat menggagalkan efektivitas.
Karakteristik Kebijaksanaan dan Praktek Manajemen
Kebijaksanaan dan praktek manajemen dapat mempengaruhi
pencapaian tujuan. Dalam hal ini mencakup kebijaksanaan dan praktek
pimpinan dalam tanggung jawabnya terhadap para pekerja dan
organisasinya (Steers, 1985 :(209-211).
2.2.3.3. Alat Ukur Efektivitas Kerja
Cara pengukuran efektivitas menurut Steers menggunakan tiga unsur yakni
: a) Produktivitas, merupakan efisiensi dalam arti ekonomi, b) Tekanan atau stress,
yang dibuktikan dengan tingkat ketegangan dan konflik yang terjadi, c)
Fleksibilitas atau kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ekstern
dan intern. Variabel-variabel yang ada diantaranya :
1.
Kemampuan menyesuaikan diri
Kemampuan kerja manusia terbatas secara fisik, waktu, tempat dan pendidikan
serta faktor lain yang membatasi kegiatan manusia. Adanya keterbatasan ini,
menyebabkan manusia tidak dapat mencapai semua pemenuhan kebutuhannya
tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Kemampuan menyesuaikan diri
26
sangat penting, karena hal ini merupakan tujuan organisasi. Hal ini diperkuat
dengan pendapat yang menyatakan bahwa kunci keberhasilan organisasi atau
gagal kerjasama bagi pencapaian tujuan (steers, 1985:134-135).
2.
Kepuasan kerja
Efektivitas kerja adalah tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas
peran atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa
mereka mendapat penghargaan yang setimpal dari macam-macam aspek situasi
pekerjaan dan organisasi tempat mereka berada (Steers, 1985:48).
3.
Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah suatu penyelesaian tugas pekerjaan yang sudah
dibebankan sesuai dengan target yang sudah ditentukan, bahkan ada yang
melebihi target yang sudah ditentukan sebelumnya (Steers, 1985:140). Prestasi
kerja yang telah dicapai akan mempengaruhi orang lain untuk dapat melakukan
hal yang sama dengan demikian maka hasil kerja di dalam organisasi menjadi
lebih baik.
Sedangkan menurut Gibson (2004:32-34)) disebutkan hahwa indikator
untuk mengukur efektivitas organisasi adalah :
1.
2.
Produksi (Produksi)
Produksi menggambarkan kemampuan organisasi untuk memproduksi
jumlah dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan.
Dalam kaitannya dengan pengukuran efektifitas sebuah instansi
pemerintah, tentunya parameter yang digunakan adalah seberapa
optimal pelaksanaan tugas atau pelayanan kepada masyarakat serta
seberapa besar tingkat kepuasan masyarakat yang dilayani.
Efisiensi (Efficiency)
Konsep ini didefinisikan sebagai angka perbandingan (rasio) antara
output dan input, Kriteria ini memusatkan perhatian pada seturuh siklus
input-proses-output, namun demikian kriteria ini menekankan unsur
input dan proses. Ukuran efisiensi meliputi penggunaan waktu dengan
27
3.
4.
sebaik-baiknya, periode waktu mesin tidak aktif dan lain sebagainya.
Jelaslah bahwa ukuran efisiensi harus dinyatakan dalam perbandingan;
perbandingan antara biaya yang telah dikeluarkan dengan output atau
dengan waktu merupakan bentuk umum dari ukuran ini.
Kepuasan (Satisfaction)
Penyusunan konsep organisasi sebagai suatu sistem sosial
mengharuskan kita memperhatikan keuntungan yang diterima oleh para
pengurusnya maupun pelanggannya. Kepuasan dan semangat kerja
adalah istilah yang serupa, yang menunjukkan sampai seberapa jauh
organisasi memenuhi kebutuhan para pegawai atau pengurusnya.
Ukuran kepuasan meliputi sikap pegawai, pergantian pegawai
(turnover), kemangkiran (absenteeism), keterlambatan, dan keluhan.
Adaptasi (Adaptiveness)
Kemampuan adaptasi adalah sampai seberapa jauh organisasi dapat
menanggapi perubahan intern dan ekstern. Kriteria ini berhubungan
dengan kemampuan manajemen untuk menduga adanya perubahan
dalam lingkungan maupun dalam organisasi itu sendiri. Jika organisasi
tidak dapat menyesuaikan diri, maka kelangsungan hidupnya akan
terancam.
Dari berbagai pendapat di atas, indikator yang digunakan oleh penulis untuk
mengukur tingkat efektivitas kerja pegawai di Kesatuan Pekas Satkapol II Armatim
Tanjung Perak Surabaya adalah : produksi, kepuasan kerja, efisiensi dan prestasi
kerja. Hal tersebut karena kemampuan adaptasi merupakan gambaran sampai
seberapa jauh suatu organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi baik intern maupun ekstern. Sementara Gibson (2004 : 33) mengemukakan
bahwa tidak ada ukuran khusus dan nyata mengenai kemampuan menyesuaikan
diri.
2.2.4. Hubungan Variabel Penelitian
Di tengah kondisi kehidupan sosial sekarang ini yang sering mengalaini
perubahan dan ketidakpastian, akibat era globalisasi informasi, maka kebutuhan
manusia terhadap kepemimpinan semakin luas meliputi segala bidang kehidupan.
28
Begitu juga dalam sebuah instansi, peran kepemimpinan merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas kerja. Bahkan sekarang ini bisa
dikatakan bahwa kemajuan yang dicapai dan kemunduran yang dialami oleh suatu
instansi, sangat ditentukan oleh peranan pemimpinnya yang dapat dilihat dari gaya
kepemimpinannya.
Hal ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai peranan yang
sangat penting dalam mencapai efektivitas kerja. Jika seorang pemimpin mampu
menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada, maka para pegawai pun akan dapat bekerja dengan nyaman dan
semangat yang tinggi sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.
Selain gaya kepemimpinan, komunikasi intern juga merupakan faktor yang
secara tidak langsung bepengaruh terhadap efektivitas kerja. Komunikasi yang
efektif Selain gaya kepemimpinan, komunikasi intern juga merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap efektivitas kerja. Komunikasi yang efektif akan tercapai jika
informasi, ide, pesan-pesan maupun gagasan disampaikan dengan jelas, dipersepsi,
dimengerti dan dilaksanakan sama dengan maksud si pengirim pesan.
Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi dua arah secara timbal balik
mempunyai peranan yan sangat penting, sehingga efektivitas komunikasi suatu
organisasi akan memberikan akibat positif yang besar. Jika komunikasi inten
berjalan secara efektif dalam suatu organisasi, maka efektivitas kerja akan dapat
terwujud.
29
2.3. Kerangka Pikir Penelitian
Dengan adanya gaya kepemimpinan dan komunikasi intern yang baik,
diharapkan efektivitas kerja dapat terwujud dengan baik. Karena efektivitas
menunjukkan seberapa jauh rencana dapat dilaksanakan dan seberapa jauh tujuan
dapat tercapai. Secara skematis dapat jelaskan dalam bagan sebagai berikut :
Gaya Kepemimpinan (X1)
1.
2.
3.
4.
Perilaku direktif
Perilaku konsultatif
Perilaku partisipatif
Perilaku delegatif
Komunikasi Intern (X2)
Efektivitas Kerja (Y)
1.
2.
3.
4.
Produksi (Produksi)
Efisiensi (Efficiency)
Kepuasan (Satisfaction)
Adaptasi (Adaptiveness)
1. Komunikasi ke bawah
2. Komunikasi ke atas
3. Komunikasi horisontal
Gambar 2.1
Model Kerangka Konseptual Penelitian
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang
masih perlu di uji kebenarannya melalui pengujian hipotesis. Berdasar rumusan
masalah dalam bab sebelumnya, hipotesis penelitian yang diajukan adalah :
1.
Faktor gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap efektivitas kerja
anggota satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Dawar Blandong
Kabupaten Mojokerto.
30
2.
Faktor komunikasi intern berpengaruh signifikan terhadap efektivitas kerja
anggota satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Dawar Blandong
Kabupaten Mojokerto.
3.
Bahwa gaya kepemimpinan dan komunikasi intern berpengaruh signifikan
terhadap efektivitas kerja anggota satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Kecamatan Dawar Blandong Kabupaten Mojokerto.
Download