di wilayah kerja puskesmas mekarwangi kabupaten

advertisement
PENYAKIT INFEKSI SEBAGAI FAKTOR DOMINAN TB/U ATAU PB/U
PADA BALITA (6-59 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
MEKARWANGI KABUPATEN GARUT TAHUN 2013
Novi Anggraeni dan Kusharisupeni
Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
ABSTRACK
Stunting is a form of malnutrition which is characterized by impaired linear growth
below the World Health Organization (WHO) standards. HAZ or LAZ under -2 SD has various
negative effects in infants growth, development and long-term health conditions. The objective
of this study was to investigate the dominant factor of stunting (HAZ or LAZ) in infants (6-59
months) in the work areas of Mekarwangi community health center. This study used crosssectional design with a sample size of 152 infants (6-59 months). Data collection was conducted
in March until April 2013. Variables studied were HAZ or LAZ, age, birth weight, birth length,
infectious diseases, energy intake, protein intake, percentage ratio of animal protein and
vegetable intake,micronutrients intake(iron , vitamin A , vitamin D, vitamin C, calcium, and
zinc), family expenses, exclusive breastfeeding, and mother’s education. The data was analyzed
using correlation test, independent t test (bivariate analysis), and multiple logistic regression
(multivariate analysis). The results of bivariate analysis showed a significant relationship
between HAZ or LAZ with birth weight, infectious diseases, and energy intake. Meanwhile,
results of multivariate analysis showed that infectious disease was the dominant factor associated
with HAZ or LAZ on infants (6-59 months) in the work areas of Mekarwangi community health
center, Garut regency.
Keywords : HAZ or LAZ; infants (6-59 months); infectious diseases.
ABSTRAK
Pendek adalah salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan gangguan
pertumbuhan linear berada di bawah standar yang ditetapkan World Health Organization
(WHO). TB/U atau PB/U yang kurang dari -2 SD memiliki berbagai dampak negatif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan balita serta kondisi kesehatan jangka panjang. Tujuan umum
penelitian ini adalah diketahuinya faktor dominan yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U
pada balita (6-59 bulan) di Wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Garut tahun
2013. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 152
balita (6-59 bulan). Adapun pengambilan data dilakukan pada bulan Maret hingga April 2013.
Variabel yang diteliti yaitu TB/U atau PB/U, umur, berat lahir, panjang lahir, penyakit infeksi,
asupan energi, asupan protein, perbandingan persentase asupan protein hewani dan nabati,
asupan zat gizi mikro (zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin C, kalsium, dan zink),
pengeluaran keluarga, ASI eksklusif, dan pendidikan ibu. Analisis yang digunakan adalah uji
korelasi dan uji t independen (analisi bivariat), serta regresi logistik berganda (analisis
multivariat). Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
TB/U atau PB/U dengan berat lahir, penyakit infeksi, dan asupan energi. Sementara itu dari
hasil analisis multivariat didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan faktor dominan yang
berhubungan dengan TB/U atau PB/U pada balita (6-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas
Mekarwangi Kabupaten Garut.
Kata kunci : TB/U atau PB/U; balita (6-59 bulan); penyakit infeksi.
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
PENDAHULUAN
Pendek menggambarkan gangguan pertumbuhan linear, dimana tinggi badan menurut
umur (TB/U) atau panjang badan menurut umur (PB/U) berada di bawah standar yang
ditetapkan World Health Organization (WHO) (<-2 standar deviasi). Berbagai penelitian
membuktikan bahwa TB/U atau PB/U yang kurang dari -2 SD memiliki dampak negatif
terhadap perkembangan kognitif dan daya intelektual anak (Martins, VJB et al., 2011). TB/U
atau PB/U yang kurang dari -2 SD tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap
perkembangan kognitif dan daya intelektual anak, tetapi juga terhadap pertumbuhan organ
secara optimal pada anak (Whitehall, 2008), kondisi psikologis anak (Changet al., 2007),
risiko terkena hipertensi, dan diabetes setelah dewasa (Martin et al., 2011; Norgan, 2000),
rendahnya produktivitas yang berdampak pada kualitas hidup, serta risiko lebih besar untuk
meninggal pada masa balita dibandingkan anak yang normal (Ozaltin et al., 2010).
Anak yang berusia di bawah lima tahun (balita) merupakan salah satu kelompok usia
rawan gizi. Pada periode ini terjadi proses pertumbuhan yang relatif pesat sehingga
memerlukan asupan dalam jumlah yang cukup besar (Sediaoetama, 1996). Masalah TB/U
atau PB/U yang kurang dari -2 SD pada kelompok usia ini merupakan permasalahan gizi yang
masih banyak ditemukan di berbagai belahan dunia, terutama di negara berkembang. Jumlah
balita dengan TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD di dunia adalah sekitar 30,7% (195 juta
anak). Adapun 50% dari keseluruhan jumlah balita tersebut berasal dari lima negara, yaitu
India, China, Nigeria, Pakistan, dan Indonesia. Indonesia menyumbang 3,9% atau sekitar
7.688 ribu balita dengan TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD untuk keseluruhan populasi
(UNICEF, 2009). Berdasarkan data Riskesdas (2010), prevalensi balita dengan TB/U atau
PB/U kurang dari -2 SD di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 35,6%. Besaran angka ini
berada di atas batas yang telah ditetapkan oleh WHO, apabila prevalensi balita dengan TB/U
atau PB/U kurang dari -2 SD berada diatas 20% merupakan suatu masalah kesehatan
masyarakat (Kemenkes RI, 2010).
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi balita yang memiliki
TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD, cukup tinggi, yaitu sebesar 33,7%. Salah satu kabupaten
di Provinsi Jawa Barat yang memiliki prevalensi balita dengan TB/U atau PB/U kurang dari
-2 SD tertinggi adalah Kabupaten Garut dengan prevalensi sebesar 31,8% pada tahun 2007
serta merupakan daerah rawan gizi kategori tinggi untuk balita (Fuada et al., 2012).
Berdasarkan data hasil penimbangan balita di Kabupaten Garut pada bulan November tahun
2012, Puskesmas Mekarwangi merupakan puskesmas yang memiliki prevalensi balita dengan
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD, tertinggi di Kabupaten Garut, yaitu sebesar 39,6%. Oleh
karena itu diperlukan suatu penelitian mengenai TB/U atau PB/U dikaitkan dengan kondisi
daerah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan yang
berhubungan dengan TB/U atau PB/U pada balita (6-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas
Mekarwangi Kabupaten Garut Tahun 2013.
TINJAUAN TEORITIS
Balita Pendek
Pendek merupakan salah satu masalah gizi yang masih banyak ditemukan terutama
pada negara berkembang. Pada kondisi normal, tinggi badan atau panjang badan anak akan
bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Adapun standar yang digunakan untuk menilai
pertambahan tinggi atau panjang badan anak sesuai dengan usianya atau tidak yaitu dengan
membandingkan nilai TB/U atau PB/U hasil pengukuran dengan standar baku WHO 2005.
Kondisi pendek mengindikasikan lambatnya laju pertumbuhan atau gagal tumbuh sebagai
efek kumulatif dari infeksi kronis atau infeksi yang terjadi berulang kali serta ketidakcukupan
asupan energi, zat gizi makro atau zat gizi mikro dalam jangka panjang. Adapun faktor
lainnya yaitu mencakup status ekonomi, status pendidikan Ibu dan karakteristik balita yang
mencakup berat lahir, umur, dan panjang lahir.
Asupan Zat Gizi Makro
Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kinerja. Beberapa bentuk
kinerja yang dilakukan oleh tubuh yaitu melakukan gerakan, pembentukan jaringan baru,
mempertahankan suhu tubuh, dan metabolisme makanan. Dengan kata lain energi dibutuhkan
untuk menjalankan semua fungsi tubuh. Efek dari kurangnya asupan energi pada masa
pertumbuhan adalah menurunnya laju pertumbuhan, yang akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan, gangguan perkembangan motorik, kognitif, penurunan kemampuan sistem
imun, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas (Martorel, 1999).
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting dan berhubungan erat dengan prosesproses kehidupan. Protein berfungsi dalam proses pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan,
menggantikan sel-sel yang mati, mekanisme pertahanan tubuh, dan mengatur proses
metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon. Setiap harinya sekitar seperempat dari asam
amino yang ada akan dialihkan ke dalam bentuk lain. Oleh karena itu asam amino dari
makanan dibutuhkan setiap harinya dalam jumlah yang memadai untuk mendukung semua
proses pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan (Caulfield et al., 2006).
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
Asupan Zat Gizi Mikro
Zat gizi mikro yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U diantaranya yaitu Vitamin
A, vitamin C, vitamin D, zat besi, seng, dan kalsium. Vitamin A merupakan salah satu zat gizi
yang berperan dalam pertumbuhan. Defisiensi vitamin A menunjukkan terjadinya hambatan
pertumbuhan yang disebabkan karena terhambatnya sintesa protein (Sediaoetama, 1996).
Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan merupakan salah satu tanda dari kurangnya vitamin
A (Sizer & Whitney, 2006). Vitamin C merupakan suatu asam organik yang tidak berbau.
Vitamin C berperan dalam banyak proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan
tubuh, yaitu: kesehatan substansi matriks jaringan ikat; integritas epitel melalui kesehatan zat
perekat antar sel; mekanisme imunitas; kesehatan epitel pembuluh darah; penurunan kadar
kolesterol; dan pertumbuhan tulang dan gigi.
Vitamin D merupakan satu-satunya vitamin yang diketahui sebagai pro hormon.
Defisiensi vitamin D dapat terjadi apabila kurangnya asupan vitamin D dari makanan serta
sinar matahari yang kurang, malabsorpsi lemak dalam usus, dan rusaknya hidroksilasi karena
penyakit hati atau ginjal. Pada anak-anak, defisiensi vitamin D dapat mengganggu
mineralisasi skeletal yang sedang tumbuh sehingga menyebabkan riketsia (Underwood,
1999). Zat besi merupakan mikroelemen esensial bagi tubuh. Penelitian yang dilakukan di
Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa pemberian zat besi dapat meningkatkan
pertumbuhan linear pada balita yang memiliki TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD (Fahmida
et al., 2007). Zat besi terutama diperlukan dalam sintesa hemoglobin dan kofaktor dari
berbagai enzim.
Zink merupakan zat gizi mikro yang esensial bagi tubuh. Zink berperan dalam proses
pertumbuhan, sistem imun, metabolisme vitamin A, biosintesis asam nukleat, asam amino,
dan protein termasuk hormone (Caulfield et al., 2006). Defisiensi zink dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan, gangguan fungsi imun, hipogonadism, anoreksia, dan gangguan
kognitif. Kalsium merupakan mineral yang termasuk dalam kelompok makro elemen.
Defisiensi kalsium tingkat ringan tidak dapat terlihat dari tanda klinis sehingga tidak dapat
terlihat dampaknya secara kasat mata. Apabila defisiensi yang terjadi berlangsung dalam
jangka waktu yang cukup lama, dampaknya dapat terlihat melalui adanya gangguan
pertumbuhan pada balita (Stargrove et al., 2008).
Penyakit Infeksi
Pertumbuhan bergantung pada kecukupan asupan makanan yang tidak hanya melalui
proses pencernaan dan penyerapan, namun juga harus digunakan oleh tubuh. Salah satu
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
kondisi yang dapat mengganggu proses ini adalah adanya infeksi. Infeksi tidak hanya
memengaruhi penyerapan, metabolisme, dan eksresi dari berbagai zat gizi namun juga
memengaruhi jumlah asupan. Hal ini dikarenakan saat kondisi sakit, anak akan memiliki
nafsu makan yang lebih rendah. Dampak yang diberikan berbeda-beda bergantung pada sifat
agen pembawa penyakit, umur dan kondisi fisiologis dari penderita (Jellife & Jellife, 1979).
Status Ekonomi
Keadaan ekonomi keluarga mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak. Anak yang berasal dari keluarga yang memiliki status ekonomi tinggi
pada umumnya pemenuhan akan kebutuhan zat gizinya lebih baik dibandingkan dengan anak
yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah (Hidayat, 2008). Adapun
pengukuran status ekonomi keluarga dapat dilakukan dengan melihat total pendapatan
ataupun pengeluaran keluarga.
Pendidikan Ibu
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup
seseorang. Dalam pengasuhan anak, pendidikan orang tua terutama pendidikan ibu
merupakan hal penting yang harus diperhatikan karena turut menentukan dalam kualitas
pengasuhan anak. Pendidikan formal yang lebih tinggi pada ibu membuat pengetahuan gizi
dan pola pengasuhan seorang ibu akan bertambah baik, sehingga risiko untuk mengalami
gangguan pertumbuhan pada anak menjadi lebih rendah (Ambarwati 2012; Ulya, 2012).
Karakteristik Balita
Berat lahir, umur, dan panjang lahir merupakan karakteristik balita yang berhubungan
dengan TB/U atau PB/U. Berat lahir merupakan indikator penting untuk kelangsungan hidup,
pertumbuhan, kesehatan jangka panjang dan perkembangan psikososial. Pada dasarnya, berat
lahir merupakan refleksi kualitas pertumbuhan intrauterine dan kesehatan ibu selama masa
kehamilan. Sebagian besar bayi dengan berat lahir rendah mengalami gangguan pertumbuhan
pada masa kanak-kanak. Bayi dengan BBLR berisiko terhadap penyakit infeksi, kekurangan
berat badan, kematian, dan memiliki TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD pada awal periode
neonatal sampai memasuki masa kanak-kanak.
Umur merupakan faktor yang menentukan banyaknya kebutuhan zat gizi terutama
pada masa pertumbuhan. Balita merupakan kelompok umur yang rentan untuk terkena
masalah gizi, terutama pada usia satu hingga tiga tahun dimana terjadi proses pertumbuhan
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
yang sangat pesat. Pada periode ini diperlukan lebih banyak asupan dibandingkan dengan
periode lainnya. Oleh karena itu apabila kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi, maka akan lebih
berisiko untuk mengalami masalah gizi, dalam hal ini gangguan pertumbuhan (Soetjiningsih,
1995). Sementara itu, panjang lahir merupakan salah satu faktor determinan pertumbuhan dan
status gizi pada balita. Penelitian yang dilakukan di Bogor menunjukkan bahwa panjang lahir
merupakan prediktor terkuat untuk menentukan status gizi balita (Schmidt et al., 2002).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross
sectional yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi, Kecamatan Tarogong
Kaler, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Adapun waktu penelitian berlangsung pada
bulan Maret hingga April 2013. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh balita di
wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi Kecamatan Tarogong Kaler. Sementara populasi studi
adalah seluruh balita yang berada di 27 posyandu terpilih. Adapun responden dalam penelitian
ini adalah ibu dari anak yang terpilih menjadi sampel penelitian dan bersedia untuk menjalani
serangkaian proses pengambilan data. Total sampel yang akan diambil dalam penelitian ini
adalah sebanyak 168 balita.
Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder
dan data primer. Data sekunder meliputi gambaran umum wilayah dan kondisi kesehatan
secara umum yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Garut dan Puskesmas
Mekarwangi. Data primer yang dikumpulkan meliputi tinggi badan atau panjang badan, umur,
berat lahir, panjang lahir, penyakit infeksi, asupan zat gizi makro dan mikro, pengeluaran
keluarga, pemberian ASI ekslusif, dan pendidikan ibu. Data primer diperoleh melalui
pengumpulan data secara langsung dengan metode wawancara dan pengukuran antropometri
(tinggi atau panjang badan) pada responden di posyandu-posyandu terpilih.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan dua cara, yaitu dilaksanakan pada hari
pelaksanaan posyandu sesuai dengan jadwal yang telah ada dengan cara
mendatangi
posyandu-posyandu terpilih secara langsung, ataupun mendatangi responden langsung ke
rumah-rumah (door to door). Proses pengumpulan data dilakukan oleh tiga orang petugas
yang merupakan mahasiswa gizi FKM UI. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah microtoise, wooden length board, kuesioner, dan kuesioner food recall 24 jam, untuk
mendapatkan data asupan zat gizi makro dan mikro. Data yang sudah diperoleh selanjutnya
diolah dengan menggunakan perangkat lunak. Adapun tahapan proses yang dilakukan adalah
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
pemeriksaan kelengkapan data (editing), pengodean data (coding), pemasukan data (entry),
dan pembersihan data (cleaning). Sementara itu, analisis yang dilakukan meliputi analisi
univariat, bivariat, dan multivariat.
HASIL PENELITIAN
Total subjek yang terlibat di dalam penelitian sebanyak 152 orang. Tabel 1
menggambarkan distribusi variabel data numerik hasil penelitian.
Tabel 1 Distribusi Variabel Data Numerik Hasil Penelitian
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
1,29
14,77
430,67
1,84
1,30
Z Score TB/U atau PB/U
-2,01
Umur (bulan)
24,38
Berat Lahir (gram)
3.143,75
Panjang Lahir (cm)
48,02
Penyakit Infeksi
3,03
(kali)
Asupan Energi
74,68
36,04
(% AKG)
Asupan Protein
95,46
55,19
(% AKG)
Perbandingan
Jumlah Asupan
2,14
2,26
Protein Hewani dan
Nabati
Asupan Zat Besi
73,13
67,53
(% AKG)
Asupan Vitamin A
87,19
96,91
(% AKG)
Asupan Vitamin D
82,24
85,98
(% AKG)
Asupan Vitamin C
97,97
205,29
(% AKG)
Asupan Kalsium
99,25
78,28
(% AKG)
Asupan Zink
80,37
151,89
(% AKG)
Pengeluaran
1.520.802,63 539.189,00
Keluarga (Rupiah)
Nilai
Minimum
-4,67
6
2.200
43
1
Nilai
Maksimum
+2,00
58
4.200
52
6
23,23
230,51
17,71
362,92
0,03
14,50
4,29
377,12
11,16
565,90
0,00
419,00
0,00
135,30
4,56
342,38
4,00
1.007,07
707.000,00
3.425.000,00
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
Selain variabel numerik, dalam penelitian ini terdapat variabel kategorik yang diteliti.
Gambaran variabel data kategorik hasil penelitian terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Variabel Data Kategorik Hasil Penelitian
Variabel
Pendidikan Ibu
a. Rendah
b. Tinggi
ASI Eksklusif
a. Tidak
b. Ya
Jumlah (n)
Persentase (%)
Total
120
32
78,9
21,10
152 (100%)
128
24
84,20
15,80
152 (100%)
Analisis selanjutnya yang dilakukan setelah analisis univariat adalah analisis bivariat.
Pada analisis ini dilakukan uji hubungan antara variabel dependen (TB/U atau PB/U) dengan
variabel independen (umur, berat lahir, panjang lahir, penyakit infeksi, asupan zat gizi makro,
asupan zat gizi mikro, pengeluaran keluarga, pendidikan ibu, dan pemberian ASI eksklusif).
Adapun hasil analisis bivariat terdapat pada Tabel 3, 4, dan 5.
Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat untuk Variabel Independen Numerik
Variabel
Umur
Berat Lahir
Panjang Lahir
Penyakit Infeksi
Asupan Energi
Asupan Protein
Perbandingan
Jumlah Asupan
Protein Hewani dan
Nabati
Asupan Zat Besi
Asupan Vitamin A
Asupan Vitamin D
Asupan Vitamin C
Asupan Kalsium
Asupan Zink
Pengeluaran
Keluarga
Total (n)
152
152
152
152
152
152
152
Koefisien Korelasi ( r )
-0,122
0,259
0,131
-0,629
0,172
0,106
0,008
P Value
0,134
0,001
0,106
0,0005
0,034
0,194
0,922
152
152
152
152
152
152
152
0,070
0,10
0,102
0,072
0,133
0,062
0,041
0,391
0,209
0,211
0,377
0,102
0,446
0,616
Selain variabel independen yang numerik, terdapat dua variabel yang termasuk dalam
jenis kategorik, yaitu pendidikan Ibu dan status pemberian ASI.
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat untuk Variabel Pendidikan Ibu
Pendidikan Ibu
TB/U Rendah
atau
Tinggi
PB/U
N
120
Mean
Standar Deviasi
-2.0822
1.26581
32
-1.7491
P Value
0,214
1.34631
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat untuk Variabel Status Pemberian ASI
ASI
Ya
TB/U
atau
Tidak
PB/U
N
24
Mean
-2.0583
128
-2.0034
Standar Deviasi P Value
1.21419
0,842
1.30322
Analisis terakhir yang dilakukan adalah analisis multivariat. Adapun uji analisis yang
digunakan adalah uji regresi linier ganda. Hasil akhir dari analisis multivariat terdapat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Akhir Analisis Regresi Linear Ganda
Model
R2
Konstanta
Umur
Penyakit
Infeksi
Berat lahir
Asupan
0,480
Vitamin D
Asupan Protein
Asupan
Kalsium
Asupan
Vitamin A
Unstandardized
Coefficients B
-1,337
-0,24
Standardized
Coefficients Beta
P Value
-0,281
0,000
-0,618
-0,627
0,000
0,001
0,175
0,006
0,001
0,052
0,683
0,002
0,086
0,444
0,001
0,075
0,449
0,001
0,081
0,448
Dari Tabel 6, diperoleh nilai R2 (koefisien determinasi) yaitu sebesar 0,480. Hasil ini
menunjukkan bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan sebesar 48 persen
variasi variabel dependen (TB/U atau PB/U). Dapat disimpulkan pula bahwa ketujuh variabel
(umur, penyakit infeksi, berat lahir, asupan vitamin D, asupan protein, asupan kalsium, dan
asupan vitamin A) yang masuk dalam hasil akhir dapat menjelaskan variasi variabel TB/U
atau PB/U sebesar 48 persen. Sementara itu, untuk mengetahui variabel yang memiliki
hubungan yang paling dominan dengan variabel dependen TB/U atau PB/U dapat dilihat dari
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
nilai standardized coefficients beta. Variabel yang memiliki nilai standardized coefficients
beta paling besar merupakan variabel yang memiliki hubungan yang paling dominan. Dari
hasil analisis diperoleh bahwa variabel yang memiliki nilai standardized coefficients beta
terbesar adalah penyakit infeksi, yaitu dengan nilai sebesar 0,627. Oleh karena itu, penyakit
infeksi merupakan variabel yang memiliki hubungan paling dominan terhadap kejadian TB/U
atau PB/U pada balita (6-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi.
PEMBAHASAN
Nilai TB/U atau PB/U yang rendah menggambarkan suatu keadaan yang tidak optimal
dalam pencapaian potensial pertumbuhan linear (Golden, 2009). Di negara-negara
berkembang khususnya kawasan Asia dan Afrika, TB/U atau PB/U merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat utama. Hasil analisis univariat dari penelitian ini menunjukkan
bahwa nilai rata-rata indikator TB/U atau PB/U rata-rata adalah sebesar -2,01 SD. Menurut
WHO, seseorang diklasifikasikan pendek apabila nilai Z score TB/U atau PB/U berada pada
nilai kurang dari -2 SD (di bawah standar yang telah ditetapkan oleh WHO). Oleh karena itu,
dapat kita ketahui bahwa rata-rata balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi
memiliki nilai Z score TB/U atau PB/U kurang dari -2,00 SD dan masuk dalam kategori
pendek.
Rendahnya nilai TB/U atau PB/U pada balita menunjukkan malnutrisi kronis yakni
disebabkan oleh kurangnya asupan dalam jangka waktu panjang. Selain faktor asupan (zat
gizi) berbagai faktor lainnya juga berhubungan dengan TB/U atau PB/U. TB/U atau PB/U
yang kurang dari -2 SD pada balita memiliki berbagai dampak negatif baik yang berupa
dampak jangka pendek ataupun jangka panjang, yaitu terhambatnya kemampuan kognitif dan
psikososial, meningkatnya risiko untuk mengalami obesitas, hipertensi, dan diabetes, serta
kemampuan fisik yang lebih rendah dibandingkan balita normal (Martins, 2011; Chang,
2010). Oleh karena itu, upaya-upaya penanggulangan dan pencegahan masalah ini pada balita
sangat penting untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan masa balita merupakan masa
terpenting yang menentukan masa depan seseorang. Balita dengan TB/U atau PB/U kurang
dari -2 SD akan tumbuh menjadi anak, remaja, dan dewasa dengan kondisi pendek, memiliki
kemampuan kognitif yang lebih rendah, rentan terkena hipertensi dan obesitas, serta memiliki
kemampuan fisik yang lebih rendah.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
TB/U atau PB/U dengan berat lahir, asupan energy, dan penyakit infeksi. Berat lahir
merupakan indikator potensial pertumbuhan bayi, respon terhadap rangsangan lingkungan,
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
serta kemampuan bayi untuk bertahan hidup (Schanler, 2003). Bayi dengan berat lahir rendah
(< 2500 gram) rentan untuk terkena penyakit infeksi dan mengalami malnutrisi pada awal
kehidupan (Awwal, 2004). Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata
berat lahir sampel tergolong dalam kategori berat lahir normal (3.143,75 gram). Penelitian ini
juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara TB/U atau PB/U dengan
berat lahir. Hubungan antara kedua variabel ini tergolong dalam kategori sedang. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Taguri et al (2008)
di Libia yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara TB/U atau PB/U dengan berat
lahir.
Berat lahir merupakan faktor yang berhubungan erat dengan pertumbuhan pada fase
kehidupan selanjutnya. Bayi dengan berat lahir rendah memiliki risiko untu mengalami
gangguan pertumbuhan pada saat balita.Hal ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan
fungsi kekebalan tubuh dan peningkatan risiko untuk terkena diare akut atau pneumonia pada
bayi dengan berat lahir rendah (Podja & Kelley, 2000).
Energi merupakan modal utama yang diperlukan oleh tubuh untuk menjalankan segala
fungsinya, termasuk untuk mendukung proses pertumbuhan. Kekurangan energi pada masa
pertumbuhan akan membuat tubuh melakukan upaya penghematan energi dengan
menurunkan laju pertumbuhan dan berakibat pada terjadinya gangguan pertumbuhan,
termasuk pertumbuhan linear. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara asupan energi dengan TB/U atau PB/U pada balita.Hubungan antara kedua variabel ini
(dilihat berdasarkan nilai koefisien korelasi) tergolong dalam kategori lemah. Hasil penelitian
ini juga sejalan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang menyatakan
terdapat hubungan antara asupan energi dengan TB/U atau PB/U pada balita (Oktarina 2012;
Anisa 2012).
Adapun rata-rata asupan energi sampel adalah sebesar 74,68% AKG (Angka
Kecukupan Gizi). Kecukupan asupan energi menurut Kemenkes (2010), dikategorikan cukup
apabila lebih dari atau sama dengan 70 persen kecukupan energi berdasarkan AKG, dan
dikategorikan kurang apabila kurang dari 70 persen kecukupan energi berdasarkan AKG.
Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka rata-rata asupan sampel pada penelitian ini
termasuk dalam kategori cukup.Akan tetapi, apabila melihat distribusinya secara keseluruhan
masih ada yang termasuk dalam kategori kurang. Perbedaan asupan ini terjadi diantaranya
disebabkan oleh kondisi kesehatan balita, dan pola asuh ibu.
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab langsung malnutrisi pada balita.
Adanya penyakit infeksi dapat memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan. Hal ini
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
disebabkan saat seseorang terkena penyakit infeksi, cenderung akan kehilangan nafsu makan
sehingga asupan zat gizi yang diperlukan tidak terpenuhi. Selain itu, adanya infeksi dapat
mempengaruhi penyerapan dari berbagai zat gizi (ACC/SCN, 1997). Pada fase akut, infeksi
dapat menyebabkan terbentuknya sitokin yang secara langsung berdampak pada proses
pertumbuhan dan remodeling tulang yang dibutuhkan pada saat pertumbuhan (Stephensen,
1999).
Adapun penyakit infeksi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai frekuensi terkena
penyakit infeksi dalam tiga bulan terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara penyakit infeksi dengan TB/U atau PB/U pada balita.Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jesmin et al (2011) yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara penyakit infeksi dengan kejadian TB/U atau PB/U pada balita.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Assis et al (2004) di Brazil juga menunjukkan hasil
yang selaras. Apabila dilihat dari jenis penyakit infeksi yang diderita oleh sampel, didapatkan
bahwa jenis penyakit infeksi terbanyak yang diderita adalah diare. Diare bukan hanya
merupakan penyakit infeksi yang banyak diderita oleh balita, namun juga menjadi salah satu
penyakit infeksi penyebab kematian di negara berkembang. Setiap balita di negara
berkembang setidaknya terinfeksi diare sebanyak tiga kali dalam satu tahun (Kosek &
Guerrant, 2003).
Dari hasil multivariate didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan faktor dominan
dengan nilai standar koefisien beta sebesar -0,627. Nilai negatif menunjukkan hubungan
negatif antara penyakit infeksi dengan TB/U atau PB/U. Semakin sering anak mengalami
infeksi pada tiga bulan terakhir, maka akan menyebabkan semakin rendahnya nilai z score
TB/U atau PB/U pada balita anak tersebut.
Adapun nilai R2 dari hasil akhir analisis ini menunjukkan angka sebesar 0.480. Hal ini
berarti bahwa tujuh variabel (umur, penyakit infeksi, berat lahir, asupan vitamin D, asupan
protein, asupan kalsium, dan asupan vitamin A) yang terdapat pada pemodelan akhir dapat
menjelaskan TB/U atau PB/U sebesar 48 persen. Sementara itu 52 persen lainnya dapat
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Adapun berdasarkan
observasi di lapangan, variabel lainnya yang mungkin berhubungan kuat dengan TB/U atau
PB/U pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi adalah sanitasi dan ketersediaan
air bersih. Sanitasi dan ketersediaan air bersih sangat erat pula kaitannya dengan penyakit
infeksi yang menjadi faktor dominan kejadian TB/U atau PB/U di wilayah kerja Puskesmas
Mekarwangi.
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
KESIMPULAN
1. Rata-rata nilai Z score TB/U atau PB/U balita di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi
adalah sebesar -2,01 SD (< -2 Standar Deviasi).
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi, penyakit infeksi, dan berat lahir
dengan TB/U atau PB/U pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, panjang lahir, asupan protein,
perbandingan persentase jumlah asupan protein hewani dan nabati, asupan zat besi,
asupan vitamin A, asupan vitamin D, asupan vitamin C, asupan kalsium, asupan zink, dan
total pengeluaran keluarga dengan TB/U atau PB/U pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Mekarwangi.
4.
Penyakit infeksi merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U
pada balita di wilayah kerja Puskesmas mekarwangi.
5. TB/U atau PB/U dapat dijelaskan oleh variabel umur, penyakit infeksi, berat lahir, asupan
vitamin D, asupan protein, asupan kalsium, dan asupan vitamin A sebesar 48% (R2 =
0,48).
SARAN
Bagi Puskesmas Mekarwangi
1. Diharapkan Puskesmas Mekarwangi beserta Dinas Kesehatan Kabupaten Garut
memberikan perhatian terhadap masalah balita pendek. Hal ini mengingat
rendahnya nilai rata-rata z score TB/U atau PB/U pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Mekarwangi.
2. Diharapkan Puskesmas Mekarwangi memberikan edukasi akan pentingnya
sanitasi dan higienitas pada ibu-ibu, khususnya yang memiliki balita. Hal ini
dikarenakan eratnya hubungan antara sanitasi dan higienitas dengan penyakit
infeksi.
2. Diharapkan Puskesmas Mekarwangi didukung oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Garut untuk dapat memberikan informasi secara luas melalui
penyuluhan ataupun metode lainnya kepada masyarakat terutama para ibu
mengenai balita pendek, dampak, serta faktor penyebabnya.
Bagi Peneliti Lain
1. Terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penelitian ini hanya dapat menggambarkan TB/U atau PB/U dari
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
variabel-variabel yang diteliti sebanyak 48 persen, sehingga diharapkan dapat dilakukan
penelitian dengan meneliti variabel-variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini.
2. Mengingat keterbatasan dari desain penelitian cross sectional yang tidak dapat melihat
hubungan sebab akibat antara dua variabel, sehingga diharapkan dapat dilakukan
penelitian dengan desain penelitian lain yang dapat menggambarkan hubungan sebab
akibat.
3. Menggunakan metode pengukuran asupan yang lain, mengingat keterbatasan dari metode
food recall 24 jam yang tidak dapat melihat pola asupan.
KEPUSTAKAAN
Ambarwati, Ratih Ratnaningrum. (2012) ‘Hubungan Panjang Badan Lahir, Konsumsi
Makanan, dan Faktor Lainnya dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 7-35 Bulan
di Tiga Posyandu Kelurahan Depok Kota Depok Tahun 2012’, Skripsi, Universitas
Indonesia, Depok.
Budiarto, Eko. (2003) Metode Penelitian Kedokteran: Sebuah Pengantar, Jakrta, EGC.
Cautfield, LE., Richard, SA., Rivera, JA., Musgrove, P. and Black, RE. (2006) ‘Stunting,
Wasting, and Micronutrient Deficiency Disorders’, in Jamison, DT (ed.), Disease
Control Priorities in Developing Countries, 2nd edition, Washington DC, World
Bank.
Chang, SM., Walker, SP., McGregor, SL. and Powell, CA. (2007) ‘Early Childhood Stunting
is Associated with Poor Psychological Functioning in Late Adolescene and Effects are
Reduced by Psychosocial Stimulation’, The Journal of nutrition: Community and
International Nutrition, vol. 137, pp. 2464-2469.
El Taguri, A., Betilmal, I., Mahmud, SM., Ahmed, AM., Goulet, O., Galan, P. and Hercberg,
S. (2008) ‘Risk Factors for Stunting among Under-fives in Libya’, Public Health
Nutrition, vol. 12, pp. 1141–1149.
Fahmida, U., Rumawas, JS., Utomo, B., Patmonodewo, S. and Schultink, W. (2007) ‘ZincIron But Not Zinc Alone Supplementation Increases Linear Growth of Stunted Infants
With Low Haemoglobin’, Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, vol. 16, pp. 301309.
Fuada, Noviati ., Muljati, Sri. dan Hidayat, TS. (2012) ‘Penentuan Daerah Rawan Gizi
berdasarkan Analisis Spatial’, Media Litbang Kesehatan, vol. 22, pp. 16-23.
Hastono, SP. (2006) Analisis Data, Depok, FKM UI.
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
Jelliffe, BD. and Jelliffe, EF Patrice. (1979) Human Nutrition: A Comprehensive Treatise,
New York, Plenum Press.
Kanjilal, B., Mazumdar, PG., Mukherjee, M. and Rahman, MH. (2010) ‘Nutritional Status of
Children in India: Household Socio-economic Condition as The Contextual
Determinant’,
International
Journal
for
Equity
in
Health,
vol.
9,
<http://www.equityhealthj.com/content/9/1/19>.
Kemenkes RI. (2010) Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional Tahun 2010, Jakarta, Badan
penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kosek M. Bern,. Guerrant R.L. (2003) ‘The Global
Burden of Diarrhoeal Disease as
Estimated from Studies Published Between 1992 and 2000’, World Health Organization, pp.
197-204.
Martins, VJB., Florencio, TMMT., Grillo LP., Franco, MDCP., Martins, PA., Clemente,
APG., Santos, CDL., Vieira, MDFA. and Sawaya, AL. (2011) ‘Review: Long Lasting
Effect of Undernutrition’, International Journal of Environment Research and Public
Health, vol. 52, pp. 1817-1846.
Martorell, R. (1999) ‘The Nature of Child Malnutrition and Its Long Term Implications’,
Food and Nutrition Bulletin, vol. 20, pp. 88-92.
Oktarina, Zilda. (2012) ‘Hubungan Berat Lahir dan Faktor-Faktor Lainnya dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Aceh, Sumut, Sumsel, dan
Lampung Tahun 2010. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Ozaltin, Emre., Hill, Kenneth. and Subramanian, SV. (2010) ‘Association of Maternal Stature
with Offspring Mortality, Underweight, and Stunting in Low to Middle Income
Countries’, Journal of The American Medical Association,vol. 33, pp. 157-164.
Pollit, E,. Gorman, K.S,. Engle, P.L,. Rivera, J.A,. Martorell, R. (1995) ‘Nutrition in Early
Life and The Fulfillment of Intellectual Potential’, The Journal of Nutrition, pp.
1111S-1118S.
Rodgers, Yana Van Der Meulen. (2011) Maternal Employment and Child Health : Global
Issues and Policy Solutions, UK, Edward Elgar Publishing Inc.
Schmidt, MK., Muslimatun, S., West, CE., Schultink, W., Groos, R. and Hautvast, JGAJ.
(2002) ‘Nutritional Status and Linear Growth of Indonesian Infants in West Java are
Determined More By Prenatal Environment Than By Postnatal Factors’, The Journal
of Nutrition, vol. 132, pp. 2202-2207.
Schwartz, MW. (2004) Pedoman Klinis Pediatrik, Jakarta, EGC.
Sediaoetama, AJ. (1996) Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, Jakarta, Dian Rakyat.
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
Stargrove, MB., Treasure, J. and McKee, DL. (2008) Herb, Nutrient, and Drug Interaction:
Clinical Implication and Therapeutics, St. Louis, Mosby Elsevier.
Stephensen, CB (1999) ‘Burden of Infection on Growth Failure’. Journal of Nutrition, pp.
S535-S538.
Underwood, JCE. (1999) Patologi Umum dan Sisitematik, Edisi 2, Jakarta, EGC.
UNICEF. (2009) Tracking Progress on Child and Maternal Nutrition: A Survival and
Development Priority, www.unicef.org/publications, New York.
Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013
Download