PENYAKIT INFEKSI SEBAGAI FAKTOR DOMINAN TB/U ATAU PB/U PADA BALITA (6-59 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEKARWANGI KABUPATEN GARUT TAHUN 2013 Novi Anggraeni dan Kusharisupeni Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia ABSTRACK Stunting is a form of malnutrition which is characterized by impaired linear growth below the World Health Organization (WHO) standards. HAZ or LAZ under -2 SD has various negative effects in infants growth, development and long-term health conditions. The objective of this study was to investigate the dominant factor of stunting (HAZ or LAZ) in infants (6-59 months) in the work areas of Mekarwangi community health center. This study used crosssectional design with a sample size of 152 infants (6-59 months). Data collection was conducted in March until April 2013. Variables studied were HAZ or LAZ, age, birth weight, birth length, infectious diseases, energy intake, protein intake, percentage ratio of animal protein and vegetable intake,micronutrients intake(iron , vitamin A , vitamin D, vitamin C, calcium, and zinc), family expenses, exclusive breastfeeding, and mother’s education. The data was analyzed using correlation test, independent t test (bivariate analysis), and multiple logistic regression (multivariate analysis). The results of bivariate analysis showed a significant relationship between HAZ or LAZ with birth weight, infectious diseases, and energy intake. Meanwhile, results of multivariate analysis showed that infectious disease was the dominant factor associated with HAZ or LAZ on infants (6-59 months) in the work areas of Mekarwangi community health center, Garut regency. Keywords : HAZ or LAZ; infants (6-59 months); infectious diseases. ABSTRAK Pendek adalah salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan linear berada di bawah standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO). TB/U atau PB/U yang kurang dari -2 SD memiliki berbagai dampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita serta kondisi kesehatan jangka panjang. Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya faktor dominan yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U pada balita (6-59 bulan) di Wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Garut tahun 2013. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 152 balita (6-59 bulan). Adapun pengambilan data dilakukan pada bulan Maret hingga April 2013. Variabel yang diteliti yaitu TB/U atau PB/U, umur, berat lahir, panjang lahir, penyakit infeksi, asupan energi, asupan protein, perbandingan persentase asupan protein hewani dan nabati, asupan zat gizi mikro (zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin C, kalsium, dan zink), pengeluaran keluarga, ASI eksklusif, dan pendidikan ibu. Analisis yang digunakan adalah uji korelasi dan uji t independen (analisi bivariat), serta regresi logistik berganda (analisis multivariat). Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara TB/U atau PB/U dengan berat lahir, penyakit infeksi, dan asupan energi. Sementara itu dari hasil analisis multivariat didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U pada balita (6-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Garut. Kata kunci : TB/U atau PB/U; balita (6-59 bulan); penyakit infeksi. Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 PENDAHULUAN Pendek menggambarkan gangguan pertumbuhan linear, dimana tinggi badan menurut umur (TB/U) atau panjang badan menurut umur (PB/U) berada di bawah standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO) (<-2 standar deviasi). Berbagai penelitian membuktikan bahwa TB/U atau PB/U yang kurang dari -2 SD memiliki dampak negatif terhadap perkembangan kognitif dan daya intelektual anak (Martins, VJB et al., 2011). TB/U atau PB/U yang kurang dari -2 SD tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap perkembangan kognitif dan daya intelektual anak, tetapi juga terhadap pertumbuhan organ secara optimal pada anak (Whitehall, 2008), kondisi psikologis anak (Changet al., 2007), risiko terkena hipertensi, dan diabetes setelah dewasa (Martin et al., 2011; Norgan, 2000), rendahnya produktivitas yang berdampak pada kualitas hidup, serta risiko lebih besar untuk meninggal pada masa balita dibandingkan anak yang normal (Ozaltin et al., 2010). Anak yang berusia di bawah lima tahun (balita) merupakan salah satu kelompok usia rawan gizi. Pada periode ini terjadi proses pertumbuhan yang relatif pesat sehingga memerlukan asupan dalam jumlah yang cukup besar (Sediaoetama, 1996). Masalah TB/U atau PB/U yang kurang dari -2 SD pada kelompok usia ini merupakan permasalahan gizi yang masih banyak ditemukan di berbagai belahan dunia, terutama di negara berkembang. Jumlah balita dengan TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD di dunia adalah sekitar 30,7% (195 juta anak). Adapun 50% dari keseluruhan jumlah balita tersebut berasal dari lima negara, yaitu India, China, Nigeria, Pakistan, dan Indonesia. Indonesia menyumbang 3,9% atau sekitar 7.688 ribu balita dengan TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD untuk keseluruhan populasi (UNICEF, 2009). Berdasarkan data Riskesdas (2010), prevalensi balita dengan TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 35,6%. Besaran angka ini berada di atas batas yang telah ditetapkan oleh WHO, apabila prevalensi balita dengan TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD berada diatas 20% merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2010). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi balita yang memiliki TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD, cukup tinggi, yaitu sebesar 33,7%. Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki prevalensi balita dengan TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD tertinggi adalah Kabupaten Garut dengan prevalensi sebesar 31,8% pada tahun 2007 serta merupakan daerah rawan gizi kategori tinggi untuk balita (Fuada et al., 2012). Berdasarkan data hasil penimbangan balita di Kabupaten Garut pada bulan November tahun 2012, Puskesmas Mekarwangi merupakan puskesmas yang memiliki prevalensi balita dengan Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD, tertinggi di Kabupaten Garut, yaitu sebesar 39,6%. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian mengenai TB/U atau PB/U dikaitkan dengan kondisi daerah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U pada balita (6-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Garut Tahun 2013. TINJAUAN TEORITIS Balita Pendek Pendek merupakan salah satu masalah gizi yang masih banyak ditemukan terutama pada negara berkembang. Pada kondisi normal, tinggi badan atau panjang badan anak akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Adapun standar yang digunakan untuk menilai pertambahan tinggi atau panjang badan anak sesuai dengan usianya atau tidak yaitu dengan membandingkan nilai TB/U atau PB/U hasil pengukuran dengan standar baku WHO 2005. Kondisi pendek mengindikasikan lambatnya laju pertumbuhan atau gagal tumbuh sebagai efek kumulatif dari infeksi kronis atau infeksi yang terjadi berulang kali serta ketidakcukupan asupan energi, zat gizi makro atau zat gizi mikro dalam jangka panjang. Adapun faktor lainnya yaitu mencakup status ekonomi, status pendidikan Ibu dan karakteristik balita yang mencakup berat lahir, umur, dan panjang lahir. Asupan Zat Gizi Makro Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kinerja. Beberapa bentuk kinerja yang dilakukan oleh tubuh yaitu melakukan gerakan, pembentukan jaringan baru, mempertahankan suhu tubuh, dan metabolisme makanan. Dengan kata lain energi dibutuhkan untuk menjalankan semua fungsi tubuh. Efek dari kurangnya asupan energi pada masa pertumbuhan adalah menurunnya laju pertumbuhan, yang akan menyebabkan gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan motorik, kognitif, penurunan kemampuan sistem imun, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas (Martorel, 1999). Protein merupakan zat gizi yang sangat penting dan berhubungan erat dengan prosesproses kehidupan. Protein berfungsi dalam proses pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati, mekanisme pertahanan tubuh, dan mengatur proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon. Setiap harinya sekitar seperempat dari asam amino yang ada akan dialihkan ke dalam bentuk lain. Oleh karena itu asam amino dari makanan dibutuhkan setiap harinya dalam jumlah yang memadai untuk mendukung semua proses pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan (Caulfield et al., 2006). Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 Asupan Zat Gizi Mikro Zat gizi mikro yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U diantaranya yaitu Vitamin A, vitamin C, vitamin D, zat besi, seng, dan kalsium. Vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang berperan dalam pertumbuhan. Defisiensi vitamin A menunjukkan terjadinya hambatan pertumbuhan yang disebabkan karena terhambatnya sintesa protein (Sediaoetama, 1996). Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan merupakan salah satu tanda dari kurangnya vitamin A (Sizer & Whitney, 2006). Vitamin C merupakan suatu asam organik yang tidak berbau. Vitamin C berperan dalam banyak proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan tubuh, yaitu: kesehatan substansi matriks jaringan ikat; integritas epitel melalui kesehatan zat perekat antar sel; mekanisme imunitas; kesehatan epitel pembuluh darah; penurunan kadar kolesterol; dan pertumbuhan tulang dan gigi. Vitamin D merupakan satu-satunya vitamin yang diketahui sebagai pro hormon. Defisiensi vitamin D dapat terjadi apabila kurangnya asupan vitamin D dari makanan serta sinar matahari yang kurang, malabsorpsi lemak dalam usus, dan rusaknya hidroksilasi karena penyakit hati atau ginjal. Pada anak-anak, defisiensi vitamin D dapat mengganggu mineralisasi skeletal yang sedang tumbuh sehingga menyebabkan riketsia (Underwood, 1999). Zat besi merupakan mikroelemen esensial bagi tubuh. Penelitian yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa pemberian zat besi dapat meningkatkan pertumbuhan linear pada balita yang memiliki TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD (Fahmida et al., 2007). Zat besi terutama diperlukan dalam sintesa hemoglobin dan kofaktor dari berbagai enzim. Zink merupakan zat gizi mikro yang esensial bagi tubuh. Zink berperan dalam proses pertumbuhan, sistem imun, metabolisme vitamin A, biosintesis asam nukleat, asam amino, dan protein termasuk hormone (Caulfield et al., 2006). Defisiensi zink dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, gangguan fungsi imun, hipogonadism, anoreksia, dan gangguan kognitif. Kalsium merupakan mineral yang termasuk dalam kelompok makro elemen. Defisiensi kalsium tingkat ringan tidak dapat terlihat dari tanda klinis sehingga tidak dapat terlihat dampaknya secara kasat mata. Apabila defisiensi yang terjadi berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, dampaknya dapat terlihat melalui adanya gangguan pertumbuhan pada balita (Stargrove et al., 2008). Penyakit Infeksi Pertumbuhan bergantung pada kecukupan asupan makanan yang tidak hanya melalui proses pencernaan dan penyerapan, namun juga harus digunakan oleh tubuh. Salah satu Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 kondisi yang dapat mengganggu proses ini adalah adanya infeksi. Infeksi tidak hanya memengaruhi penyerapan, metabolisme, dan eksresi dari berbagai zat gizi namun juga memengaruhi jumlah asupan. Hal ini dikarenakan saat kondisi sakit, anak akan memiliki nafsu makan yang lebih rendah. Dampak yang diberikan berbeda-beda bergantung pada sifat agen pembawa penyakit, umur dan kondisi fisiologis dari penderita (Jellife & Jellife, 1979). Status Ekonomi Keadaan ekonomi keluarga mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang berasal dari keluarga yang memiliki status ekonomi tinggi pada umumnya pemenuhan akan kebutuhan zat gizinya lebih baik dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah (Hidayat, 2008). Adapun pengukuran status ekonomi keluarga dapat dilakukan dengan melihat total pendapatan ataupun pengeluaran keluarga. Pendidikan Ibu Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang. Dalam pengasuhan anak, pendidikan orang tua terutama pendidikan ibu merupakan hal penting yang harus diperhatikan karena turut menentukan dalam kualitas pengasuhan anak. Pendidikan formal yang lebih tinggi pada ibu membuat pengetahuan gizi dan pola pengasuhan seorang ibu akan bertambah baik, sehingga risiko untuk mengalami gangguan pertumbuhan pada anak menjadi lebih rendah (Ambarwati 2012; Ulya, 2012). Karakteristik Balita Berat lahir, umur, dan panjang lahir merupakan karakteristik balita yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U. Berat lahir merupakan indikator penting untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, kesehatan jangka panjang dan perkembangan psikososial. Pada dasarnya, berat lahir merupakan refleksi kualitas pertumbuhan intrauterine dan kesehatan ibu selama masa kehamilan. Sebagian besar bayi dengan berat lahir rendah mengalami gangguan pertumbuhan pada masa kanak-kanak. Bayi dengan BBLR berisiko terhadap penyakit infeksi, kekurangan berat badan, kematian, dan memiliki TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD pada awal periode neonatal sampai memasuki masa kanak-kanak. Umur merupakan faktor yang menentukan banyaknya kebutuhan zat gizi terutama pada masa pertumbuhan. Balita merupakan kelompok umur yang rentan untuk terkena masalah gizi, terutama pada usia satu hingga tiga tahun dimana terjadi proses pertumbuhan Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 yang sangat pesat. Pada periode ini diperlukan lebih banyak asupan dibandingkan dengan periode lainnya. Oleh karena itu apabila kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi, maka akan lebih berisiko untuk mengalami masalah gizi, dalam hal ini gangguan pertumbuhan (Soetjiningsih, 1995). Sementara itu, panjang lahir merupakan salah satu faktor determinan pertumbuhan dan status gizi pada balita. Penelitian yang dilakukan di Bogor menunjukkan bahwa panjang lahir merupakan prediktor terkuat untuk menentukan status gizi balita (Schmidt et al., 2002). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Adapun waktu penelitian berlangsung pada bulan Maret hingga April 2013. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh balita di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi Kecamatan Tarogong Kaler. Sementara populasi studi adalah seluruh balita yang berada di 27 posyandu terpilih. Adapun responden dalam penelitian ini adalah ibu dari anak yang terpilih menjadi sampel penelitian dan bersedia untuk menjalani serangkaian proses pengambilan data. Total sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 168 balita. Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi gambaran umum wilayah dan kondisi kesehatan secara umum yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Garut dan Puskesmas Mekarwangi. Data primer yang dikumpulkan meliputi tinggi badan atau panjang badan, umur, berat lahir, panjang lahir, penyakit infeksi, asupan zat gizi makro dan mikro, pengeluaran keluarga, pemberian ASI ekslusif, dan pendidikan ibu. Data primer diperoleh melalui pengumpulan data secara langsung dengan metode wawancara dan pengukuran antropometri (tinggi atau panjang badan) pada responden di posyandu-posyandu terpilih. Pengumpulan data primer dilakukan dengan dua cara, yaitu dilaksanakan pada hari pelaksanaan posyandu sesuai dengan jadwal yang telah ada dengan cara mendatangi posyandu-posyandu terpilih secara langsung, ataupun mendatangi responden langsung ke rumah-rumah (door to door). Proses pengumpulan data dilakukan oleh tiga orang petugas yang merupakan mahasiswa gizi FKM UI. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah microtoise, wooden length board, kuesioner, dan kuesioner food recall 24 jam, untuk mendapatkan data asupan zat gizi makro dan mikro. Data yang sudah diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan perangkat lunak. Adapun tahapan proses yang dilakukan adalah Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 pemeriksaan kelengkapan data (editing), pengodean data (coding), pemasukan data (entry), dan pembersihan data (cleaning). Sementara itu, analisis yang dilakukan meliputi analisi univariat, bivariat, dan multivariat. HASIL PENELITIAN Total subjek yang terlibat di dalam penelitian sebanyak 152 orang. Tabel 1 menggambarkan distribusi variabel data numerik hasil penelitian. Tabel 1 Distribusi Variabel Data Numerik Hasil Penelitian Variabel Mean Standar Deviasi 1,29 14,77 430,67 1,84 1,30 Z Score TB/U atau PB/U -2,01 Umur (bulan) 24,38 Berat Lahir (gram) 3.143,75 Panjang Lahir (cm) 48,02 Penyakit Infeksi 3,03 (kali) Asupan Energi 74,68 36,04 (% AKG) Asupan Protein 95,46 55,19 (% AKG) Perbandingan Jumlah Asupan 2,14 2,26 Protein Hewani dan Nabati Asupan Zat Besi 73,13 67,53 (% AKG) Asupan Vitamin A 87,19 96,91 (% AKG) Asupan Vitamin D 82,24 85,98 (% AKG) Asupan Vitamin C 97,97 205,29 (% AKG) Asupan Kalsium 99,25 78,28 (% AKG) Asupan Zink 80,37 151,89 (% AKG) Pengeluaran 1.520.802,63 539.189,00 Keluarga (Rupiah) Nilai Minimum -4,67 6 2.200 43 1 Nilai Maksimum +2,00 58 4.200 52 6 23,23 230,51 17,71 362,92 0,03 14,50 4,29 377,12 11,16 565,90 0,00 419,00 0,00 135,30 4,56 342,38 4,00 1.007,07 707.000,00 3.425.000,00 Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 Selain variabel numerik, dalam penelitian ini terdapat variabel kategorik yang diteliti. Gambaran variabel data kategorik hasil penelitian terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Variabel Data Kategorik Hasil Penelitian Variabel Pendidikan Ibu a. Rendah b. Tinggi ASI Eksklusif a. Tidak b. Ya Jumlah (n) Persentase (%) Total 120 32 78,9 21,10 152 (100%) 128 24 84,20 15,80 152 (100%) Analisis selanjutnya yang dilakukan setelah analisis univariat adalah analisis bivariat. Pada analisis ini dilakukan uji hubungan antara variabel dependen (TB/U atau PB/U) dengan variabel independen (umur, berat lahir, panjang lahir, penyakit infeksi, asupan zat gizi makro, asupan zat gizi mikro, pengeluaran keluarga, pendidikan ibu, dan pemberian ASI eksklusif). Adapun hasil analisis bivariat terdapat pada Tabel 3, 4, dan 5. Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat untuk Variabel Independen Numerik Variabel Umur Berat Lahir Panjang Lahir Penyakit Infeksi Asupan Energi Asupan Protein Perbandingan Jumlah Asupan Protein Hewani dan Nabati Asupan Zat Besi Asupan Vitamin A Asupan Vitamin D Asupan Vitamin C Asupan Kalsium Asupan Zink Pengeluaran Keluarga Total (n) 152 152 152 152 152 152 152 Koefisien Korelasi ( r ) -0,122 0,259 0,131 -0,629 0,172 0,106 0,008 P Value 0,134 0,001 0,106 0,0005 0,034 0,194 0,922 152 152 152 152 152 152 152 0,070 0,10 0,102 0,072 0,133 0,062 0,041 0,391 0,209 0,211 0,377 0,102 0,446 0,616 Selain variabel independen yang numerik, terdapat dua variabel yang termasuk dalam jenis kategorik, yaitu pendidikan Ibu dan status pemberian ASI. Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat untuk Variabel Pendidikan Ibu Pendidikan Ibu TB/U Rendah atau Tinggi PB/U N 120 Mean Standar Deviasi -2.0822 1.26581 32 -1.7491 P Value 0,214 1.34631 Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat untuk Variabel Status Pemberian ASI ASI Ya TB/U atau Tidak PB/U N 24 Mean -2.0583 128 -2.0034 Standar Deviasi P Value 1.21419 0,842 1.30322 Analisis terakhir yang dilakukan adalah analisis multivariat. Adapun uji analisis yang digunakan adalah uji regresi linier ganda. Hasil akhir dari analisis multivariat terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Akhir Analisis Regresi Linear Ganda Model R2 Konstanta Umur Penyakit Infeksi Berat lahir Asupan 0,480 Vitamin D Asupan Protein Asupan Kalsium Asupan Vitamin A Unstandardized Coefficients B -1,337 -0,24 Standardized Coefficients Beta P Value -0,281 0,000 -0,618 -0,627 0,000 0,001 0,175 0,006 0,001 0,052 0,683 0,002 0,086 0,444 0,001 0,075 0,449 0,001 0,081 0,448 Dari Tabel 6, diperoleh nilai R2 (koefisien determinasi) yaitu sebesar 0,480. Hasil ini menunjukkan bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan sebesar 48 persen variasi variabel dependen (TB/U atau PB/U). Dapat disimpulkan pula bahwa ketujuh variabel (umur, penyakit infeksi, berat lahir, asupan vitamin D, asupan protein, asupan kalsium, dan asupan vitamin A) yang masuk dalam hasil akhir dapat menjelaskan variasi variabel TB/U atau PB/U sebesar 48 persen. Sementara itu, untuk mengetahui variabel yang memiliki hubungan yang paling dominan dengan variabel dependen TB/U atau PB/U dapat dilihat dari Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 nilai standardized coefficients beta. Variabel yang memiliki nilai standardized coefficients beta paling besar merupakan variabel yang memiliki hubungan yang paling dominan. Dari hasil analisis diperoleh bahwa variabel yang memiliki nilai standardized coefficients beta terbesar adalah penyakit infeksi, yaitu dengan nilai sebesar 0,627. Oleh karena itu, penyakit infeksi merupakan variabel yang memiliki hubungan paling dominan terhadap kejadian TB/U atau PB/U pada balita (6-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi. PEMBAHASAN Nilai TB/U atau PB/U yang rendah menggambarkan suatu keadaan yang tidak optimal dalam pencapaian potensial pertumbuhan linear (Golden, 2009). Di negara-negara berkembang khususnya kawasan Asia dan Afrika, TB/U atau PB/U merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hasil analisis univariat dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator TB/U atau PB/U rata-rata adalah sebesar -2,01 SD. Menurut WHO, seseorang diklasifikasikan pendek apabila nilai Z score TB/U atau PB/U berada pada nilai kurang dari -2 SD (di bawah standar yang telah ditetapkan oleh WHO). Oleh karena itu, dapat kita ketahui bahwa rata-rata balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi memiliki nilai Z score TB/U atau PB/U kurang dari -2,00 SD dan masuk dalam kategori pendek. Rendahnya nilai TB/U atau PB/U pada balita menunjukkan malnutrisi kronis yakni disebabkan oleh kurangnya asupan dalam jangka waktu panjang. Selain faktor asupan (zat gizi) berbagai faktor lainnya juga berhubungan dengan TB/U atau PB/U. TB/U atau PB/U yang kurang dari -2 SD pada balita memiliki berbagai dampak negatif baik yang berupa dampak jangka pendek ataupun jangka panjang, yaitu terhambatnya kemampuan kognitif dan psikososial, meningkatnya risiko untuk mengalami obesitas, hipertensi, dan diabetes, serta kemampuan fisik yang lebih rendah dibandingkan balita normal (Martins, 2011; Chang, 2010). Oleh karena itu, upaya-upaya penanggulangan dan pencegahan masalah ini pada balita sangat penting untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan masa balita merupakan masa terpenting yang menentukan masa depan seseorang. Balita dengan TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD akan tumbuh menjadi anak, remaja, dan dewasa dengan kondisi pendek, memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah, rentan terkena hipertensi dan obesitas, serta memiliki kemampuan fisik yang lebih rendah. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara TB/U atau PB/U dengan berat lahir, asupan energy, dan penyakit infeksi. Berat lahir merupakan indikator potensial pertumbuhan bayi, respon terhadap rangsangan lingkungan, Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 serta kemampuan bayi untuk bertahan hidup (Schanler, 2003). Bayi dengan berat lahir rendah (< 2500 gram) rentan untuk terkena penyakit infeksi dan mengalami malnutrisi pada awal kehidupan (Awwal, 2004). Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata berat lahir sampel tergolong dalam kategori berat lahir normal (3.143,75 gram). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara TB/U atau PB/U dengan berat lahir. Hubungan antara kedua variabel ini tergolong dalam kategori sedang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Taguri et al (2008) di Libia yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara TB/U atau PB/U dengan berat lahir. Berat lahir merupakan faktor yang berhubungan erat dengan pertumbuhan pada fase kehidupan selanjutnya. Bayi dengan berat lahir rendah memiliki risiko untu mengalami gangguan pertumbuhan pada saat balita.Hal ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan fungsi kekebalan tubuh dan peningkatan risiko untuk terkena diare akut atau pneumonia pada bayi dengan berat lahir rendah (Podja & Kelley, 2000). Energi merupakan modal utama yang diperlukan oleh tubuh untuk menjalankan segala fungsinya, termasuk untuk mendukung proses pertumbuhan. Kekurangan energi pada masa pertumbuhan akan membuat tubuh melakukan upaya penghematan energi dengan menurunkan laju pertumbuhan dan berakibat pada terjadinya gangguan pertumbuhan, termasuk pertumbuhan linear. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dengan TB/U atau PB/U pada balita.Hubungan antara kedua variabel ini (dilihat berdasarkan nilai koefisien korelasi) tergolong dalam kategori lemah. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang menyatakan terdapat hubungan antara asupan energi dengan TB/U atau PB/U pada balita (Oktarina 2012; Anisa 2012). Adapun rata-rata asupan energi sampel adalah sebesar 74,68% AKG (Angka Kecukupan Gizi). Kecukupan asupan energi menurut Kemenkes (2010), dikategorikan cukup apabila lebih dari atau sama dengan 70 persen kecukupan energi berdasarkan AKG, dan dikategorikan kurang apabila kurang dari 70 persen kecukupan energi berdasarkan AKG. Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka rata-rata asupan sampel pada penelitian ini termasuk dalam kategori cukup.Akan tetapi, apabila melihat distribusinya secara keseluruhan masih ada yang termasuk dalam kategori kurang. Perbedaan asupan ini terjadi diantaranya disebabkan oleh kondisi kesehatan balita, dan pola asuh ibu. Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab langsung malnutrisi pada balita. Adanya penyakit infeksi dapat memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan. Hal ini Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 disebabkan saat seseorang terkena penyakit infeksi, cenderung akan kehilangan nafsu makan sehingga asupan zat gizi yang diperlukan tidak terpenuhi. Selain itu, adanya infeksi dapat mempengaruhi penyerapan dari berbagai zat gizi (ACC/SCN, 1997). Pada fase akut, infeksi dapat menyebabkan terbentuknya sitokin yang secara langsung berdampak pada proses pertumbuhan dan remodeling tulang yang dibutuhkan pada saat pertumbuhan (Stephensen, 1999). Adapun penyakit infeksi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai frekuensi terkena penyakit infeksi dalam tiga bulan terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penyakit infeksi dengan TB/U atau PB/U pada balita.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jesmin et al (2011) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penyakit infeksi dengan kejadian TB/U atau PB/U pada balita. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Assis et al (2004) di Brazil juga menunjukkan hasil yang selaras. Apabila dilihat dari jenis penyakit infeksi yang diderita oleh sampel, didapatkan bahwa jenis penyakit infeksi terbanyak yang diderita adalah diare. Diare bukan hanya merupakan penyakit infeksi yang banyak diderita oleh balita, namun juga menjadi salah satu penyakit infeksi penyebab kematian di negara berkembang. Setiap balita di negara berkembang setidaknya terinfeksi diare sebanyak tiga kali dalam satu tahun (Kosek & Guerrant, 2003). Dari hasil multivariate didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan faktor dominan dengan nilai standar koefisien beta sebesar -0,627. Nilai negatif menunjukkan hubungan negatif antara penyakit infeksi dengan TB/U atau PB/U. Semakin sering anak mengalami infeksi pada tiga bulan terakhir, maka akan menyebabkan semakin rendahnya nilai z score TB/U atau PB/U pada balita anak tersebut. Adapun nilai R2 dari hasil akhir analisis ini menunjukkan angka sebesar 0.480. Hal ini berarti bahwa tujuh variabel (umur, penyakit infeksi, berat lahir, asupan vitamin D, asupan protein, asupan kalsium, dan asupan vitamin A) yang terdapat pada pemodelan akhir dapat menjelaskan TB/U atau PB/U sebesar 48 persen. Sementara itu 52 persen lainnya dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Adapun berdasarkan observasi di lapangan, variabel lainnya yang mungkin berhubungan kuat dengan TB/U atau PB/U pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi adalah sanitasi dan ketersediaan air bersih. Sanitasi dan ketersediaan air bersih sangat erat pula kaitannya dengan penyakit infeksi yang menjadi faktor dominan kejadian TB/U atau PB/U di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi. Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 KESIMPULAN 1. Rata-rata nilai Z score TB/U atau PB/U balita di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi adalah sebesar -2,01 SD (< -2 Standar Deviasi). 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi, penyakit infeksi, dan berat lahir dengan TB/U atau PB/U pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi. 3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, panjang lahir, asupan protein, perbandingan persentase jumlah asupan protein hewani dan nabati, asupan zat besi, asupan vitamin A, asupan vitamin D, asupan vitamin C, asupan kalsium, asupan zink, dan total pengeluaran keluarga dengan TB/U atau PB/U pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi. 4. Penyakit infeksi merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U pada balita di wilayah kerja Puskesmas mekarwangi. 5. TB/U atau PB/U dapat dijelaskan oleh variabel umur, penyakit infeksi, berat lahir, asupan vitamin D, asupan protein, asupan kalsium, dan asupan vitamin A sebesar 48% (R2 = 0,48). SARAN Bagi Puskesmas Mekarwangi 1. Diharapkan Puskesmas Mekarwangi beserta Dinas Kesehatan Kabupaten Garut memberikan perhatian terhadap masalah balita pendek. Hal ini mengingat rendahnya nilai rata-rata z score TB/U atau PB/U pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mekarwangi. 2. Diharapkan Puskesmas Mekarwangi memberikan edukasi akan pentingnya sanitasi dan higienitas pada ibu-ibu, khususnya yang memiliki balita. Hal ini dikarenakan eratnya hubungan antara sanitasi dan higienitas dengan penyakit infeksi. 2. Diharapkan Puskesmas Mekarwangi didukung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Garut untuk dapat memberikan informasi secara luas melalui penyuluhan ataupun metode lainnya kepada masyarakat terutama para ibu mengenai balita pendek, dampak, serta faktor penyebabnya. Bagi Peneliti Lain 1. Terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan TB/U atau PB/U baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini hanya dapat menggambarkan TB/U atau PB/U dari Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 variabel-variabel yang diteliti sebanyak 48 persen, sehingga diharapkan dapat dilakukan penelitian dengan meneliti variabel-variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini. 2. Mengingat keterbatasan dari desain penelitian cross sectional yang tidak dapat melihat hubungan sebab akibat antara dua variabel, sehingga diharapkan dapat dilakukan penelitian dengan desain penelitian lain yang dapat menggambarkan hubungan sebab akibat. 3. Menggunakan metode pengukuran asupan yang lain, mengingat keterbatasan dari metode food recall 24 jam yang tidak dapat melihat pola asupan. KEPUSTAKAAN Ambarwati, Ratih Ratnaningrum. (2012) ‘Hubungan Panjang Badan Lahir, Konsumsi Makanan, dan Faktor Lainnya dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 7-35 Bulan di Tiga Posyandu Kelurahan Depok Kota Depok Tahun 2012’, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok. Budiarto, Eko. (2003) Metode Penelitian Kedokteran: Sebuah Pengantar, Jakrta, EGC. Cautfield, LE., Richard, SA., Rivera, JA., Musgrove, P. and Black, RE. (2006) ‘Stunting, Wasting, and Micronutrient Deficiency Disorders’, in Jamison, DT (ed.), Disease Control Priorities in Developing Countries, 2nd edition, Washington DC, World Bank. Chang, SM., Walker, SP., McGregor, SL. and Powell, CA. (2007) ‘Early Childhood Stunting is Associated with Poor Psychological Functioning in Late Adolescene and Effects are Reduced by Psychosocial Stimulation’, The Journal of nutrition: Community and International Nutrition, vol. 137, pp. 2464-2469. El Taguri, A., Betilmal, I., Mahmud, SM., Ahmed, AM., Goulet, O., Galan, P. and Hercberg, S. (2008) ‘Risk Factors for Stunting among Under-fives in Libya’, Public Health Nutrition, vol. 12, pp. 1141–1149. Fahmida, U., Rumawas, JS., Utomo, B., Patmonodewo, S. and Schultink, W. (2007) ‘ZincIron But Not Zinc Alone Supplementation Increases Linear Growth of Stunted Infants With Low Haemoglobin’, Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, vol. 16, pp. 301309. Fuada, Noviati ., Muljati, Sri. dan Hidayat, TS. (2012) ‘Penentuan Daerah Rawan Gizi berdasarkan Analisis Spatial’, Media Litbang Kesehatan, vol. 22, pp. 16-23. Hastono, SP. (2006) Analisis Data, Depok, FKM UI. Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 Jelliffe, BD. and Jelliffe, EF Patrice. (1979) Human Nutrition: A Comprehensive Treatise, New York, Plenum Press. Kanjilal, B., Mazumdar, PG., Mukherjee, M. and Rahman, MH. (2010) ‘Nutritional Status of Children in India: Household Socio-economic Condition as The Contextual Determinant’, International Journal for Equity in Health, vol. 9, <http://www.equityhealthj.com/content/9/1/19>. Kemenkes RI. (2010) Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional Tahun 2010, Jakarta, Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kosek M. Bern,. Guerrant R.L. (2003) ‘The Global Burden of Diarrhoeal Disease as Estimated from Studies Published Between 1992 and 2000’, World Health Organization, pp. 197-204. Martins, VJB., Florencio, TMMT., Grillo LP., Franco, MDCP., Martins, PA., Clemente, APG., Santos, CDL., Vieira, MDFA. and Sawaya, AL. (2011) ‘Review: Long Lasting Effect of Undernutrition’, International Journal of Environment Research and Public Health, vol. 52, pp. 1817-1846. Martorell, R. (1999) ‘The Nature of Child Malnutrition and Its Long Term Implications’, Food and Nutrition Bulletin, vol. 20, pp. 88-92. Oktarina, Zilda. (2012) ‘Hubungan Berat Lahir dan Faktor-Faktor Lainnya dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Aceh, Sumut, Sumsel, dan Lampung Tahun 2010. Skripsi, Universitas Indonesia, Depok. Ozaltin, Emre., Hill, Kenneth. and Subramanian, SV. (2010) ‘Association of Maternal Stature with Offspring Mortality, Underweight, and Stunting in Low to Middle Income Countries’, Journal of The American Medical Association,vol. 33, pp. 157-164. Pollit, E,. Gorman, K.S,. Engle, P.L,. Rivera, J.A,. Martorell, R. (1995) ‘Nutrition in Early Life and The Fulfillment of Intellectual Potential’, The Journal of Nutrition, pp. 1111S-1118S. Rodgers, Yana Van Der Meulen. (2011) Maternal Employment and Child Health : Global Issues and Policy Solutions, UK, Edward Elgar Publishing Inc. Schmidt, MK., Muslimatun, S., West, CE., Schultink, W., Groos, R. and Hautvast, JGAJ. (2002) ‘Nutritional Status and Linear Growth of Indonesian Infants in West Java are Determined More By Prenatal Environment Than By Postnatal Factors’, The Journal of Nutrition, vol. 132, pp. 2202-2207. Schwartz, MW. (2004) Pedoman Klinis Pediatrik, Jakarta, EGC. Sediaoetama, AJ. (1996) Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, Jakarta, Dian Rakyat. Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013 Stargrove, MB., Treasure, J. and McKee, DL. (2008) Herb, Nutrient, and Drug Interaction: Clinical Implication and Therapeutics, St. Louis, Mosby Elsevier. Stephensen, CB (1999) ‘Burden of Infection on Growth Failure’. Journal of Nutrition, pp. S535-S538. Underwood, JCE. (1999) Patologi Umum dan Sisitematik, Edisi 2, Jakarta, EGC. UNICEF. (2009) Tracking Progress on Child and Maternal Nutrition: A Survival and Development Priority, www.unicef.org/publications, New York. Penyakit infeksi…, Novi Anggraeni, FKM UI, 2013