KERANGKA PEMIKIRAN Masa balita merupakan masa emas dalam proses kehidupan manusia untuk meletakkan dasar-dasar kecerdasan, kepribadian, dan kemandirian dimana pertumbuhan mental dan intelektual berkembang dengan sangat cepat. Pada masa ini terbentuklah dasar-dasar kemampuan keindraan, berpikir dan berbicara serta pertumbuhan mental intelaktual yang intensif yang juga merupakan awal dari pertumbuhan moral (Mariani 2003). Salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang balita adalah terpenuhinya asupan gizi pada anak. Kekurangan gizi yang terjadi pada masa tersebut dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual. Bahkan pada bayi, gangguan tersebut dapat bersifat permanen dan sangat sulit untuk diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita, dengan demikian, akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (Satoto 1990). Namun pada kenyataanya, masih terdapat adanya masalah gizi pada anak. Menurut Depkes (2008) jumlah balita berstatus gizi kurang adalah 13% bahkan terdapat 5,4% anak dengan status gizi buruk, 6,2% balita sangat kurus dan 7,4% balita berstatus gizi kurus. Jumlah balita pendek (stunting) adalah sebesar 36,8%. Jumlah balita pendek jauh lebih besar dibandingkan balita gizi kurang dan balita kurus. Berdasarkan batas masalah gizi masyarakat WHO, bila prevalensi stunting lebih dari 20%, hal tersebut menandakan adanya masalah gizi masyarakat (Depkes 2009). Anak dengan keadaan stunting tidak mengalami potensi pertumbuhan secara maksimal dan dapat menjadi remaja dan dewasa yang stunted (Ricci & Becker 1996). Stunting diakibatkan oleh kekurangan makanan atau sakit dalam jangka waktu yang lama (Depkes 2009). Menurut UNICEF (1990), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak. Faktor penyebab langsung pertama adalah penyakit infeksi dan makanan yang dikonsumsi harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang 19 cukup dan harga terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga. Kedua faktor penyebab langsung tersebut dapat ditimbulkan oleh tiga faktor penyebab tidak langsung, yaitu: (i) ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, (ii) pola pengasuhan anak, dan (iii) jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Ketiganya dapat berpengaruh pada kualitas konsumsi makanan anak dan frekuensi penyakit infeksi. Ketidakstabilan ekonomi, politik dan sosial, dapat berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat yang antara lain tercermin pada maraknya masalah gizi kurang dan gizi buruk di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah kerangka pikir faktor determinan status gizi menurut TB/U bagi anak balita dengan menyesuaikan data yang terdapat dalam Riskesdas 2007. Karakteristik keluarga yang meliputi tempat tinggal, besar keluarga, status ekonomi, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua, akan mempengaruhi sanitasi lingkungan dan akses dan pemanfaatan kesehatan dan konsumsi gizi. Selanjutnya, sanitasi lingkungan serta akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan akan mempungaruhi penyakit infeksi. Penyakit infeksi dipengaruhi pula oleh perilaku higienis. Selanjutnya penyakit infeksi, konsumsi gizi dan tinggi badan orang tua akan mempengaruhi status gizi anak menurut TB/U. Namun, variabel konsumi gizi tidak diteliti dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi menurut TB/U dapat dilihat pada Gambar 1. 20 Karakteristik Keluarga Tempat Tinggal Besar keluarga Status ekonomi Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Sanitasi lingkungan Perilaku Higienis Akses dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Penyakit infeksi Ketersediaan pangan Pengetahuan gizi Konsumsi gizi Status Gizi menurut TB/U Tinggi badan orang tua Gambar 1. Kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak menurut TB/U Keterangan : : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti 21