Document

advertisement
BAB II
PENGEMBANGAN SIKAP TOLERANSI BERAGAMA MELALUI
PEMBELAJARAN PAI
A. Toleransi Beragama
1. Hakikat Toleransi Beragama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi adalah sikap
toleran dua kelompok yang berbeda kebudayaan itu saling berhubungan
dengan penuh. 1
Dalam
kamus
yang
bersakala
otoritatif
dan
berstandar
internasional, kata toleransi diartikan :
a.
Sikap adil, objektif dan permisif terhadap orang-orang yang
pendapat, praktik, ras, agama, dan kebangsaan mereka berbeda dari
dirinya sendiri, bebas dari kefanatikan.
b.
Sikap adil, jujur, objektif dan permisif terhadap pendapat dan praktik
yang berbeda dari miliknya sendiri.
Jadi makna esensial toleransi terletak pada sikap kita yang adil,
jujur, objektif dan membolehkan orang lain berpendapat, praktik, ras,
agama, nasionalitas dan hal-hal lain yang berbeda pendapat, praktik,
ras,agama, kebangsaan, dan kesukubangsaan (etnis) kita. Di dalam
prinsip toleransi itu jelas terkandung pengertian adanya “pembolehan”
terhadap perbedaan, kemajemukan, kebinekaan dan keberagaman dalam
1
Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (PT Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta,2012), hlm. 1478
20
21
kehidupan manusia, baik sebagai masyarakat, umat atau bangsa. Prinsip
toleransi adalah menolak dan tidak membenarkan sikap fanatik dan
kefanatikan. 2
Hakikat
toleransi
pada
intinya
adalah
usaha
kebaikan,
khususnya pada kemajemukan agama yang memiliki tujuan luhur yaitu
tercapainya kerukunan, baik intern agama maupun antar agama. Praktik
keberagamaan seseorang atau masyarakat senantiasa
bentuk-bentuk
plural
bahkan
melahirkan
melahirkan
pengelompokkan-
pengelompokkan. Hal ini menyebabkan praktik keberagamaan bila
dilihat secara sosio-horizontal selalu memunculkan wajah ganda. Di
satu sisi bisa berfungsi sebagai kekuatan integratif, namun di sisi lain
dapat
juga
merupakan
kekuatan
disinteragatif.
Agama
mampu
menciptakan ikatan dan kohesi kelompok masyarakat dan pada saat
yang sama menciptakan pemisahan dari kelompok lain. 3
Fakta telah bercerita bagaimana ketidakserasian kehidupan yang
plural telah menjadi pemicu terjadinya berbagai kerusuhan, meskipun
pemicunya bukan hanya dari segi agama. Di tengah-tengah pluralitas
ini, agenda yang dirasa sangat urgen adalah bagaimana menciptakan
sebuah hubungan yang harmonis, terutama bagi para pemeluk agama
yang berbeda. Kerukunan antar umat beragama menjadi tujuan utama,
2
3
Faisal Ismail, Dinamika Kerukunan (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm 6.
Syharin Harahap, Teologi Kerukunan (Prenada : Jakarta, 2011), hlm 3.
22
karena tidak dipungkiri lagi bahwa perbedaan agama terkadang sering
memunculkan konflik. 4
Dalam sejarah, potret hubungan antar agama sering diwarnai
dengan beberapa konflik keagamaan disebabkan baik dari faktor
internal (agama itu sendiri), maupun faktor eksternal (struktural),
berikut adalah beberapa contoh konflik yang terjadi antar umat
beragama. 5Konflik di Ambon merupakan contoh yang memiliki
eskalasi yang luas. Konflik di Ambon memang tidak bisa hanya
dipahami dari perspektif agama. Dari penelusuran Jacky Manuputty dan
Daniel Watimanela (2004) terhadap konflik Ambon diperoleh suatu
kesimpulan bahwa konflik di Ambon diperoleh suatu kesimpulan
masalah
keagamaan,
tetapi
juga
berkaitan
dengan
persoalan
pembangunan yang ternyata membawa ekses diparitas terhadap orangorang miskin. 6
Konflik yang terjadi di Indonesia sering dikaitkan dengan
masalah agama, walaupun akar dari konflik itu bukan dari segi agama.
Untuk itu kita sebagai warga negara sebelum memutuskan penyebab
konflik tersebut,
harus
mencari akar konflik tersebut. Dengan
mengetahui apa yang menjadi akar konflik, kita tidak mudah terjebak
4
Lailatuzz Zuhriyah, ” Teologi Konvergensi dan Kerukunan Antar Umat Beragama
antara Peluang dan Tantangan” (Surabaya :UIN Sunan Ampel, No 01, Maret, III, 2013), hlm. 49
5 Ibid, hlm. 54.
6
Syamsul Arifin, Studi Agama Perspektif Sosiologi dan Isu-isu Kontemporee, (Malang :
UMM Press, 2009), hlm. 79.
23
pada rumusan bahwa pertikaian yang terjadi saat ini adalah dikatakan
sebagai konflik agama. 7
Terkait hubungan antar umat beragama ini, banyak pihak
berupaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama, baik
pada level lokal, nasional, maupun internasional, yang paling sering
adalah dengan melakukan dialog antar umat beragama oleh para
pemuka-pemuka agama, bakti sosial terhadap korban bencana, serta
beberapa solusi lain yang sifatnya praksis. 8
Ada dua modal yang dibutuhkan untuk membangun toleransi
sebagai nilai kebijakan : pertama, toleransi membutuhkan interaksi
sosial melalui percakapan dan pergaulan yang intensif. Kedua,
membangun kepercayaan di antara berbagai kelompok dan aliran. 9
2. Landasan Pengembangan Sikap Toleransi Beragama
a. Landasan toleransi beragama dalam Islam
Berbicara tentang kebebasan beragama dalam Islam bisa di mulai
dengan merujuk pada firman-firman Allah. Banyak sekali ayat-ayat
Al-qur’an yang bisa dijadikan titik tolak untuk berbicara tentang
kebebasan beragama. 10 Konsep dan pemahaman toleransi beragama
7
Atho Mudzhar, “Meretas Wawasan dan Praksis Kerikunan Umat Beragama di
Indonesia dalam Bingkai Masyarakat Multikultural, ( Jakarta : Puslitbang Kehidupan Beragama,
2005), hlm. 67
8
Lailatuzz Zuhriyah, Op.Cit hlm. 55.
9 Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat Toleransi, Terorisme, dan Oase
Perdamaian, (Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 7.
10 Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus Af, Passing Over Melintas Batas Agama
(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 5.
24
ini di dukung oleh dalil naqli, Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah
ayat 256.
َ َۡ
ۡ ُّ َ َّ َ َّ َ
ُۡ
ّ ‫لَا ٓ إ ۡك َراهَ ف ِي‬
‫ٱلرش ُد م َِن ٱلغ ِ ّيۚ � َمن يَ�ف ۡر‬
‫ين� قد تبين‬
‫ٱلد‬
ِ
ِ
ِ
َ َۡ ُۡ َ ۡ ُۡ َ َ ۡ َ ۡ
َ َ َّ
َُۡ
ُ َّ
‫ٱ� ِ �ق ِد ٱستمسك ب ِٱلعروة ِ ٱلو�ق ٰي لا‬
ِ ‫ٱل�ٰغ‬
ِ ‫وت و�ؤم ِۢن ب‬
ِ‫ب‬
َّ َ َ َ َ َ
َ
ٌ
َ
ُ
ٌ
٢٥٦ ‫ٱنفِصام لهاۗ وٱ� س ِميع علِيم‬
256. tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat.
Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui. 11
Penegasan ayat ini, tidak ada paksaan dalam menganut
keyakinan agama, Allah menghendaki agar setiap orang merasakan
kedamaian. Agamanya dinamai Islam, yakni damai. Kedamaian
tidak dapat diraih kalau jiwa tidak damai. Paksaan menyebabkan
jiwa tidak damai, karena itu tidak ada paksaan dalam menganut
keyakinan agama Islam. 12
Ketentuan
tentang
agama
dalam
konstitusi
Indonesia
menyebutkan bahwa negara berdasarkan kepada Ketuhanan Yang
11
H. Moh.Rifai dan Rosihin Abdulgoni,AlQur’an dan Terjemah Lengkap dengan
Transliterasi Arab Latin, (Semarang : CV Wicaksana, 2001), hlm 12-15.
12 M. Quraish Shihab, Tafsir AlMisbah, ( Jakarta : Lentera Hati, 2005), hlm 551-552.
25
Maha Esa dan menjamin adanya kebebasan beragama. Di Indonesia
ada 5 agama yang diakui secara resmi : Islam, Protestan, Katholik,
Hindu dan Budha. Itu bisa juga dipahami bahwa negara tidak akan
membuat
undang-undang
pembentukan
negara
agama
dan
menghalangi kebebasan beragama. Kebanyakan sarjana percaya,
bahwa “tidak ada ketentuan “yang membutuhkan kenetralan di
bagian
negara
disembunyikan
dengan
komitmen
kebebasan
beragama. 13
Tuhan tidak menciptakan seluruh umat manusia secara
eksoterik menganut satu agama, seperti yang diterangkan dalam
firman Allah QS.Yunus:99
َۡ
ۡ ُ َ َ َ َ ً َ ۡ ُ ُّ ُ
َ �ُّ ‫َول َ ۡو َشا ٓ َء َر‬
َ ‫�م َن‬
َ ‫ك‬
ُ‫�ره‬
‫ت‬
‫نت‬
‫أ‬
‫ف‬
‫أ‬
‫ا‬
‫يع‬
‫م‬
‫ج‬
‫م‬
‫ه‬
‫ل‬
‫ك‬
‫�ض‬
ِ
‫أ‬
‫ٱل‬
‫ِي‬
‫ف‬
‫ن‬
‫م‬
ۚ
ِ
ِ
َّ
ُ َ‫اس َح َّت ٰي ي‬
َ ‫ٱلن‬
َ ِ ‫�ونُوا ْ ُم ۡؤمِن‬
٩٩ ‫ين‬
99. dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman
semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu
(hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuanya ? 14
Dalam ayat yang dikutip di atas, dengan menggunakan
ekspresi gaya bahasa retoris, Allah mengatakan kepada Nabi
Muhammad:
“Apakah
engkau
(Muhammad)
hendak memaksa
semua manusia agar beriman jawaban atas pertanyaan retoris ini
13
14
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Op.Cit., hlm. 183.
H. Moh.Rifai dan Rosihin Abdulgoni, Op.Cit., hlm. 420
26
sudah terkandung dalam pertanyaan itu sendiri. Tegasnya, Nabi
Muhammad (dan para pengikutnya ummat Islam) dalam menyiarkan
agama Islam dimana saja dan kapan saja sama sekali tidak
diperbolehkan
dan
tidak
dibenarkan
untuk
mendikte
dan
memaksaan agama Islam kepada non muslim untuk memeluk agama
lain. 15
Yusuf Ali memberi ulasan yang cukup mengesankan.
Menurutnya :
“Orang beriman tidak boleh marah jika berhadapan dengan
orang yang tidak beriman dan terutama sekali dari semua ini harus
menahan
diri
dari
godaan
melakukan
kekerasan,
misalnya
memaksakan iman kepada orang lain dengan paksaan fisik, paksaan
lain, seperti tekanan sosial, membujuk dengan harta dan kedudukan
atau mengambil manfaat melalui cara lain yang di buat-buat. Iman
yang dipaksakan bukanlah iman. Mereka harus berusaha dengan
jalan rohani dan menyadari bahwa Tuhanlah yang menentukan
segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. 16Dalam firman Allah,
telah dijelaskan untuk dapat memilih dan berpegang teguh pada
agama masing-masing. QS Alkafirun ayat 6.
ُ ‫ِين‬
ُ َ‫ل‬
ُ ‫� ۡم د‬
َ ‫� ۡم َو‬
٦ ‫ين‬
‫د‬
ِ
�
ِ ِ
15
16
Faisal Ismail, Op.Cit. hlm 8.
Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan, (Jakarta : Prenada, 2011), hlm 17-18.
27
untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." 17
Ayat di atas, merupakan pengakuan eksistensi secara timbal
balik, bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. Sehingga
dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa
yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakan pendapat
kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan
masing-masing. 18
b. Landasan kebebasan beragama di Indonesia
Indonesia
merupakan
negara
yang
pluralis
memiliki
keberagaman agama, seperti yang tertulis dalam penetapan Presiden
Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965
seperti termaktub dalam
Lembaran Negara No.2376 tahun 1965, di situ tertulis “Agamaagama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budhha dan Kong Hu Cu (Confusius). 19
Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia tidak hanya
mengakui agama dengan pemeluk mayoritas, namun mengakui
agama-agama yang dianut oleh penduduknya. Mereka yang berbeda
agama dapat hidup berdampingan tanpa adanya diskriminasi antara
umat yang satu dengan yang lainnya.
Sejak
awal
berdirinya,
Negara
Republik
Indonesia
memberikan perhatian besar kepada urusan keagamaan dan masalah
17 H. Moh.Rifai dan Rosihin Abdulgoni, AlQur’an dan Terjemah Lengkap dengan
Transliterasi Arab Latin, (Semarang : CV Wicaksana, 2001), hlm 12-15.
18
M. Quraish Shihab, Tafsir AlMisbah,( Jakarta : Lentera Hati, 2005), hlm. 581-582.
19 Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Op. Cit, hlm. 112.
28
hubungan antar komunitas agama agar stabilitas nasional yang
mantap dan dinamis dapat diciptakan dalam kehidupan masayarakat
di seluruh Tanah Air. Diantara peraturan perundang-undangan yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah antara lain : 20
a.
Undang-undang
Dasar
195
pasal
29
ayat
2
yang
berbunyi:”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
b.
Undang-undang Dasar 1945 Bab X A pasal 28 E ayat 1 tentang
Hak Asasi Manusia:”Setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat
menurut
agamanya,
memilih
pendidikan
dan
pengajaran, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah negara, serta berhak kembali.
c. Keputusan Menteri Agama No. 70 tahun 1978 tanggal 1 agustus
1978 tentang pedoman Penyiaran Agama.
3. Manfaat Toleransi Beragama
Adapun manfaat dari toleransi beragama sebagai berikut : 21
a. Menghindari Perpecahan
Dengan belajar dan melakukan toleransi beragama maka kita
juga belajar bagaimana agar bangsa besar kita ini indonesia dapat
20
21
Faisal Ismail, Op.Cit.. hlm 34-35
http://tommysyatriadi.blogspot.co.id/2013/02/manfaat-dan-contoh-toleransi-
beragma.html. diakses pada tanggal 1 mei 2015 pukul 11.02 WIB
29
bertahan lama dan terhindar dari isu-isu yang berkaitan dengan
konflik antar agama.
b. Mempererat Hubungan
Dengan toleransi beragama tidak hanya dapat menghindarkan
kita dari sebuah perpecahan serta membuat kita lebih solid dalam
hubungan kemasyarakatan.
c. Mengokohkan Iman
Semua agama mangajarkan hal yang baik bagaimana mengatur
hubungan dengan masyarakat yang beragama lain. Wujud nyata
tingkah
laku
toleransi
akan
menunjukkan
perwujudan
iman
keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Menurut ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan bati, karakter), pikiran
(intelektual)
dan
tubuh
anak. 22
Sedangkan
kata
“Islam”
dalam
“pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu
pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu
pendidikan yang berdasarkan Islam. 23
Dalam istilah pendidikan agama Islam, ada dua istilah kunci, yaitu
pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam. Pendidikan Islam adalah
22 Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam (Landasan Teoritis dan Praktis),
(Pekalongan : STAIN Press, 2011), hlm.3.
23 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,(Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2005), hlm.24.
30
proses transformasi dan internalisasi nilai-nilai Islam dan ilmu
pengetahuan dalam rangka pengembangan fitrah dan kemampuan dasar
yang dimiliki peserta didik guna mencapai keseimbangan dan kesadaran
dalam
berbagai
aspek
kehidupan
yang
berkesinambungan
dan
perkembangannya disesuaikan dengan situasi dan zamannya. 24
Definisi pendidikan agama Islam secara lebih rinci dan jelas, tertera
dalam kurikulum pendidikan Agama Islam ialah sebagai upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam
mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamnya kitab suci alQur’an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta
penggunaan pengalaman. 25
Pendidikan agama Islam dibakukan sebagai mata pelajaran
seharusnya dinamakan “Agama Islam”, karena yang diajarkan adalah
agama Islam bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya atau
usaha-usaha dalam mendidik agama Islam disebut sebagai pendidikan
agama Islam. 26
Pendidikan Agama Islam lebih menekankan pada pembenahan
perilaku, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Jadi dalam proses
24
Remiswal dan Rezki Amelia, Format Pengembangan Strategi PAIKEM dalam
Pembelajaran Agama Islam, (Yogyakarta ; Graha Ilmu,2013), hlm. 5.
25 Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung :
Alfabeta, 2013), hlm. 208.
26 Muhaimin, Pengembangn Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010), hlm 6.
31
pembelajarannya tidak hanya bersifat teoritis saja tetapi juga praktis yang
mana ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan seharusnya mempersiapkan individu untuk
cakap
dalam
kehidupannya
di
tengah
seluruh
perubahan
dan
kemungkinan perkembangan zaman.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2004, tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dikemukkan tujuan pendidikan nasional :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. 27
Tujuan pendidikan agama Islam seperti yang tertulis dalam
depdiknas
menyebutkan pendidikan agama Islam bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman
peserta didik tentang agama Islam sehinga menjadi manusia muslim yang
terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah swt.
Serta
27
berakhlak mulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
Bambang Qanees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis AlQur’an,
(Bandung : Refika Offset,2009), hlm.49-50.
32
berbangsa, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. 28
Tujuan pendidikan Islam itu juga merupakan bagian dari tujuan
Islam itu sendiri yang sekaligus dapat dijadikan sebagai tujuan hidup
umat Islam. Adapun tujuan hidup umat Islam adalah mengabdi kepada
Allah dengan mengharapkan keridhaan-Nya. Tujuan ini berpedoman
kepada firman Allah dalam surat al-Bayyinah ayat 5 yaitu:
ْ ُ َُ َٓ ََ ُ َ ّ َُ َ
ۡ ُ َ َّ ْ ُ ُ ۡ َ َّ ْ ٓ ُ ُ ٓ َ َ
‫ٱلدين حنفاء و� ِقيموا‬
ِ ‫وما أمِروا إِلا ل ِيعبدوا ٱ� مخل ِ ِصين له‬
َ ۡ ُ َ ٰ َ َ َ ٰ َ َّ ْ ُ ۡ ُ َ َ ٰ َ َّ
٥ ِ‫ِين ٱلق ّي ِ َمة‬
‫ٱلصلوة و�ؤتوا ٱلزكوة ۚ و�ل ِك د‬
5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
Berdasarkan ayat tersebut diketahui bahwa tujuan dari penciptaan
manusia oleh Allah adalah untuk mengabdi kepada-Nya, maka dapat
dikatakan apapun yang dilakukan oleh manusia adalah rangka melakukan
pengabdian. Karenanya segala aspek yang meliputi kehidupan manusia
adalah untuk meningkatkan kualitas pengabdian kepada Allah. 29
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
28
29
Heri Gunawan, Op.Cit., hlm. 206.
Remiswal dan Rezki Amelia, Op.Cit, hlm. 7
33
Kita tidak dapat memungkiri bahwa pendidikan Islam dengan
sistem pendidikan nasional memiliki keterpaduan, sehingga dapat
dikatakan bahwa pendidikan Islam merupakan bagian atau subsistem
pendidikan nasional. Secara eksplisit fungsi pendidikan agama telah
dituangkan dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) UU Nomor 2 tahun 1989,
yang
menyebutkan
“pendidikan
agama
merupakan
usaha
untuk
memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sesuai
dengan agama yang dianut peserta didiknya yang bersangkutan, dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional. 30
Peran dan fungsi pendidikan Agama Islam demikian strategis
dalam menciptakan kondisi masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.
Pendidikan Islam akan membimbing dan memproses sumber daya
manusia dengan bimbingan wahyu hingga terbentuk individu-individu
yang memiliki kompetensi yang memadai. 31
Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi
sebagai berikut : 32
1. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta
didik kepada Allah Swt, yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga.
30
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015),
hlm. 178-179.
31
Heri Gunawan, Op.Cit, hlm 207.
32
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya), hlm 15-16.
34
2. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
3. Penyesuaian
mental,
yaitu
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
4. Perbaikan,
yaitu
untuk
kekurangan-kekurangan
dalam keyakinan,
dan
memperbaiki
kesalahan-kesalahan,
kelemahan-kelemahan
pemahaman,
peserta
didik
dan pengalaman ajaran dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Pencegahan,
yaitu
untuk
menangkal
hal-hal
negatif
dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya
dan
menghambat
perkembangannya
menuju
manusia
Indonesia seutuhnya.
6. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam
nyata dan nirnyata), sistem dan fungsionalnya.
7. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang
secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan
bagi orang lain.
Sedangkan
fungsi
pendidikan
agama
dalam
perspektif
multikultural antara lain. Pertama, demokrasi dalam mengakomodir
aspirasi, kebutuhan dan kepentingan semua golongan masyarakat yang
plural, terutama yang terkait dengan masalah keagamaan. Kedua,
35
menepis agamisasi yang kaku, formalistik dan eksklusivistik pada
pendidikan nasional. Ketiga, menepis tuduhan Islamisasi perundangundangan pendidikan nasional, atau pemihakan pemerintah terhadap
kaum muslimin. 33
C. Toleransi Beragama di Sekolah
Berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta
panduan kurikulum yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005. Kurikulum dikembangkan salah satunya deengan
jenjang pendidikan, tanpa mebeda-bedakan agama, suku, budaya dan adat
istiadat serta status sosial ekonomi dan gender.
Kurikulum tersebut dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar
belajar, yaitu : (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk
mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup
bersama dan berguna bagi orang lain dan (e) belajar untuk membangun
dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan. 34
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi menyiapkan
generasi penerus. Dalam menanamkan dan membina sikap toleransi antara
sesama murid, terutama yang tidak seagama hanya terbatas dalam
33
H. Abd Aziz Albone, Pendidikan Agama dalam Perspektif Multikulturalisme, (Jakarta :
Balai Litbang Agama Jakarta, 2009), hlm. 61.
34
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
36
membantu menyiapkan sarana yang diperlukan untuk upacara yang
dimaksud dan bukan untuk menghadiri atau melaksanakan upacara (ritual)
agama tetentu. 35
Pada dasarnya sikap toleransi dapat dikembangkan melalui proses
pendidikan. Adapun indikator dalam mengembangkan sikap toleransi
beragama menurut UU SIDIKNAS No. 20 Tahun 2003 adalah : 36
Dalam BAB III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam
pasal 4 disebutkan pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjujung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bagsa.
Sedangkan dalam BAB V tentang peserta didik dalam pasal 12
menyebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Lebih lanjut lagi indikator toleransi beragama pada pembelajaran
PAI adalah : 37
1. Dalam proses pembelajaran guru berusaha untuk menghindari
pandangan-pandangan atau sindiran-sindiran negatif pada agama lain.
Seluruh pesan kebencian harus dihilangkan.
35
Said Agil Husain Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama,(Jakarta : Ciputat Press,
2003), hlm. 15.
36http://www.mediafire.com/download/9ke8182gu2b617g/UU+SISDIKNAS+NO+20+T
AHUN+2003.pdf
Franz Magniz-Suseno (et.al), Memahamai Hubungan Antar Agama, (Yogyakarta : Elsaq
Press, 2007), hlm 33-35
37
37
2. Guru selalu bersikap hormat ketika membicarkan kepercayaan atau
komunitas agama lain.
3. Mengajak siswa untuk dapat berinteraksi dengan baik antar umat
beragama yang berbeda.
4. Siswa-siswa dari berbagai agama diajak untuk bekerjasama dalam
suatu kegiatan sosial dan budaya.
5. Guru memberikan contoh kepada siswa-siswa untuk tidak melecehkan
anak-anak
dari
kelompok
minoritas,
tetapi
sebaliknya
harus
mengembangkan sikap toleran dan bertanggung jawab.
6. Para siswa dikenalkan secara terang-terangan bahwa bangsa kita
adalah bangsa yang majemuk. Mereka harus diajarkan ketrampilan
dan pengetahuan yang dapat menjadikan mereka menguasai secara
positif pluralisme budaya dan agama.
7. Para siswa tidak didorong untuk berfikiran fanatik yang sempit, tetapi
harus didorong untuk berfikiran terbuka dan toleransi.
8. Para siswa dibantu untuk selalu merasa percaya diri dan yakin
terhadap keimananya sendiri, bukan dengan cara tertutup dan
menghina pihak lain, tetapi dengan cara inklusif dan dengan melihat
nilai yang positif dari keimanan agama lain.
9. Para siswa dididik agar peka dan perhatian kepada orang yang
menderita, tertekan, tidak mampu membela diri mereka sendiri,
diperas dan dimanfaatkan orang lain, tanpa mempertimbangkan
38
apakah korban penderita berasal dari keyakinan yang sama ataukah
berbeda.
10. Dalam pendidikan agama dimasukkan petunjuk kepada komitmen
terhadap penolakkan kekerasan, bahkan dalam mengajar tujuan yang
mulia, maka prinsip-prinsip sikap anti kekerasan harus selalu
dilakukan dengan cara yang beradab.
Peran sekolah juga sangat penting dalam membangun lingkungan
pendidikan yang pluralis dan toleran terhadap semua pemeluk agama.
Untuk itu, sekolah sebaiknya memperhatikan langkah-langkah berikut :
pertama, sekolah sebaiknya membuat dan menerapkan undang-undang
lokal, yaitu undang-undang sekolah yang di terapkan secara khusus di satu
sekolah tertentu.
Kedua, untuk membangun rasa saling pengertian sejak dini antara
siwa-siswa yang mempunyai keyakinan keagamaan yang berbeda maka
sekolah harus berperan aktif menggalakkan dialog keagamaan atau daialog
antar iman yang tentunya tetap berada dalam bimbingan guru-guru dalam
sekolah tersebut.
Ketiga, hal lain yang penting dalam penerapan pendidikan
multikultural yaitu kurikulum dan buku-buku pelajaran yang dipakai dan
diterapkan dan buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan di
sekolah. 38
38
Ibid, 63-64.
39
Perwujudan toleransi beragama dalam pergaulan hidup antar umat
beragama direalisasikan dengan cara, pertama, setiap penganut agama
mengakui eksistensi agama-agama lain dan menghormati segala hak asasi
penganutnya. Kedua, dalam pergaulan bermasyarakat, setiap golongan
umat beragama menampakkan sikap saling mengerti, menghormati dan
menghargai. 39
D. Strategi Guru PAI dalamMengembangkan Sikap Toleransi Beragama
1. Strategi Guru PAI dalam mengembangkan sikap toleransi beragama
Istilah strategi berasal dari “kata benda” dan “kata kerja”
dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos merupakan
gabungan kata stratos (militer) dan “ago” (memimpin). Sebagai kata
kerja, stratego berarti merencanakan (to plan).
Sedangkan menurut istilah strategi adalah suatu pola yang
direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan
kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa
yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana
penunjang kegiatan. 40
Strategi pada intinya adalah langkah-langkah terencana yang
bermakna luas dan mendalam yang dihasilkan dari sebuah proses
pemikiran dan perenungan yang mendalam berdasarkan teori dan
pengalaman tertentu. 41
39
Said Agil Husain Al Munawar, Op.Cit, hlm 17.
Abdul majid, Strategi Pembelajaran, Cet ke 3 ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2014), hlm. 3
41 Muhaimin, Op.Cit,hlm. 151.
40
40
Untuk melaksanakan strategi tertentu diperlukan separangkat
metode pengajaran. Strategi dapat diartikan sebagai a plan of
operation achieving something “rencana kegiatan untuk mencapai
sesuatu. 42 Seorang pengajar harus memiliki strategi pembelajaran,
tidak terkecuali guru pendidikan Agama Islam.
Guru atau pendidik PAI yang profesional adalah orang yang
menguasai ilmu pengetahuan (agama Islam) sekaligus mampu
melakukan transfer ilmu atau pengetahuan
(agama Islam),
internalisasi, serta amaliah (implementasi), mampu menyiapkan
peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang kecerdasan dan
daya kreasinya untuk kemaslahatan diri dan masayarakatnya, mampu
menjadi model atau sentral identifikasi diri dan konsultan bagi
peserta didik. 43
Seorang guru yang profesional juga harus memiliki beberapa
sifat, seperti yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya yaitu : 44
1. Kasih sayang kepada anak didik
2. Lemah lembut
3. Menghormati ilmu yang bukan pegangannya
4. Adil
5. Menyenangi ijtihad
6. Konsekuen, perkataan sesuai dengan perbuatan
42
Abdul majid, Op.Cit, hlm.129
Abuddinata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Cet ke 2 (Jakarta :
Kencana, 2011), hlm. 206
44 Bambang Qanees dan Adang Hambali, Op.Cit, hlm.70
43
41
7. Sederhana
Dalam lingkungan belajar yang multikultural, seorang guru
harus bisa menerapkan sikap demokratis, artinya dalam segala tingkah
lakunya, baik sikap maupun perkataanya, tidak diskriminatif (bersikap
tidak adil atau menyinggung) murid-murid yang menganut agama
yang berbeda
dengannya. 45Dari implementasi sikap demokratis
seorang guru terhadap lingkungan belajar yang multikultural, maka
akan tercipta suasana belajar mengajar yang komunikatif dan juga
kondusif.
Pendidikan multikultural melalui PAI harus dilakukan dengan
cara komprehensif, dimulai dengan desain perencanaan dan kurikulum
melalui
proses penyiapan, pengayaan dan penguatan terhadap
berbagai komptensi yang telah ada, mendesain proses pembelajaran
yang dapat mengembangkan sikap siswa untuk mampu menghormati
hak-hak orang lain tanpa mebeda-bedakan latar belakang ras, agama,
bahasa dan budaya, serta tidak membeda-bedakan mayoritas dan
minoritas. 46
Dalam bentuk pengajaran, guru harus memperhatikan tiga hal.
Pertama guru PAI harus sadar akan keragaman etnik siswa, tidak
dapat dalam mendidik guru menganggap semuanya sama dan
seragam. Kedua, bahan kurikulum dan pengajaran harus merupakan
refleksi keragaman etnik. Ketiga, bahan kurikulum PAI hendaknya
45
M.Ainul yaqin, Pendidikan Multikultural Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta : Pilar Media, 2005), hlm. 61
46
H. Abd Aziz Albone, Op.Cit. hlm 62.
42
menjelaskan nilai paling sakral setiap agama dan etnik yang ada di
Indonesia. 47
2. Model Pembelajaran PAI dalam Mengembangkan Sikap Toleransi
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola
yang
digunakan
yang
digunakan
sebagai
pedoman
dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial
dan untuk menentukkan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk
termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, dll. 48
Untuk menciptakan model pendidikan yang dapat menyuburkan
sikap toleransi, antara lain :
a. Model aksi-refleksi-aksi
Model aksi-refleksi-aksi yaitu pembelajaran yang lebih
mementingkan
siswa.
Model
ini
lebih
menekankan
pada
pemecahan masalah (problem solving) dengan paradigma kritis,
menggunakan dialog antara fasilitator dan pembelajar yang
membawa percakapan yang bernilai harapan, perspektif dan nilai
(value). 49
Dalam pembahasan model aksi-refleksi-aksi ini lebih
menekankan pada pemecahan masalah atau (problem solving).
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang
efektif
untuk
pengajaran
proses
berpikir
tingkat
tinggi.
Ibid, hlm 194.
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-progresif:Konsep Landasan dan
Implementasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta : Prenada, 2009),
hlm.22
49
H. Abd Aziz Albone, Op.Cit, hlm. 127-128
47
48
43
Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi
yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan
mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. 50
Menurut Savoie dan Hughes (1994) perlunya suatu proses
yang dapat digunakan untuk mendesain pengalaman pembelajaran
berbasis masalah bagi siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut di bawah
ini diperlukan untuk menunjang proses tersebut, yaitu sebagai
berikut : 51
1. Identifikasi suatu masalah yang cocok bagi para siswa.
2. Kaitkan masalah tersebut dengan konteks dunia siswa sehingga
mereka dapat menghadirkan suatu kesempatan otentik.
3. Organisasikan pokok bahasan di sekitar masalah, jangan
berlandaskan bidang studi.
4. Berilah para siswa tanggung jawab untuk dapat mendefinisikan
sendiri pengalaman belajar mereka serta membuat perencanaan
dalam menyelesaikan maalah.
5. Dorong timbulnya kolaborasi dengan membentuk kelompok
pembelajaran.
Sintak dalam Pembelajaran Berbasis Masalah meliputi : 52
1. Orientasi siswa kepada masalah.
50
Trianto, Op.Cit, hlm. 92
Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2014), hlm.149-150
52
Ibid, hlm.150
51
44
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menguraikan
kebutuhan logistik (bahan dan alat) yang diperlukan bagi
pemecahan masalah, motivasi siswa untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah yang telah dipilih siswa bersama
guru, maupun yang dipilih sendiri oleh siswa.
1. Mendefinisikan masalah dan mengorganisasikan siswa untuk
belajar.
Guru
membantu
mengorganisasikan
siswa
tugas-tugas
mendefisinikan
siswa
dalam
dan
belajar
memecahkan masalah, menentukan tema, jadwal tugas dan
lain-lain.
2. Memandu investigasi mandiri maupun investigasi kelompok.
Guru
memotivasi
siswa
untuk
membuat
hipotesis,
mengumpulkan informasi, data yang relevan dengan tugas
pemecahan
masalah,
melakukan
eksperimen
untuk
mendapatkan informasi, data yang relevan dengan tugas
pemecahan masalah, melakukan eksperimen untuk mendapat
informasi dan pemecahan masalahan.
3. Mengembangkan dan mempresentasikan karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan meyiapkan
karya yang relevan, misalnya membuat laporan, membantu
berbagi tugas dengan teman-teman di kelompoknya dan lain-
45
lain, kemudian siswa mempresentasikan karya sebagai bukti
pemecahan masalah.
4. Refleksi dan penilaian
Guru
memandu
siswa
untuk
melakukan
refleksi,
memahami kekuatan dan kelemahan laporan mereka,mencatat
dalam ingatan butir-butir atau konsep penting terkait pemecahan
masalah, menganalisis dan menilai proses-proses dan hasil akhir
dariinvestigasi masalah.
b. Model Ignasian
Model ini hampir mirip dengan model pembelajaran aksirefleksi-aksi.
Langkah
yang
ditempuh
meliputi
:
konteks,
pegalaman (langsung maupun tidak langsung), refleksi (daya ingat,
pemahaman, daya imajinasi dan perasaan) untuk menangkap arti
dan nilai hakiki dari apa yang dipelajari, aksi (tindakan ini
mengacu
kepada
pertumbuhan
batin
manusia
berdasarkan
pengalaman yang telah direfleksikan dan mengacu juga kepada
yang ditampilkan), dan evaluasi. 53
Dua model pembelajaran diatas adalah salah satu contoh
model pembelajaran dalam lingkungan belajar yang multikultural.
Dengan sistem pendidikan nasional dan kebijakan Diknas serta
Depag terkait kurikulum PAI di sekolah-sekolah Indonesia,
mengembangkan
53
kurikulumnya
masing-masing
meskipun
H. Abd Aziz Albone, Pendidikan Agama dalam Perspektif Multikulturalisme, (Jakarta :
Balai Litbang Agama Jakarta, 2009), hlm. 128.
46
kerangka dasarnya tetap berada pada lingkungan Depag dan
Diknas, merupakan kesempatan yang harus diisi dalam upaya
merumuskan rincian-rincian kurikulum yang bermuatan lokal, serta
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Download