BAB II PENGEMBANGAN SIKAP TOLERANSI BERAGAMA MELALUI PEMBELAJARAN PAI A. Toleransi Beragama 1. Hakikat Toleransi Beragama Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi adalah sikap toleran dua kelompok yang berbeda kebudayaan itu saling berhubungan dengan penuh. 1 Dalam kamus yang bersakala otoritatif dan berstandar internasional, kata toleransi diartikan : a. Sikap adil, objektif dan permisif terhadap orang-orang yang pendapat, praktik, ras, agama, dan kebangsaan mereka berbeda dari dirinya sendiri, bebas dari kefanatikan. b. Sikap adil, jujur, objektif dan permisif terhadap pendapat dan praktik yang berbeda dari miliknya sendiri. Jadi makna esensial toleransi terletak pada sikap kita yang adil, jujur, objektif dan membolehkan orang lain berpendapat, praktik, ras, agama, nasionalitas dan hal-hal lain yang berbeda pendapat, praktik, ras,agama, kebangsaan, dan kesukubangsaan (etnis) kita. Di dalam prinsip toleransi itu jelas terkandung pengertian adanya “pembolehan” terhadap perbedaan, kemajemukan, kebinekaan dan keberagaman dalam 1 Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta,2012), hlm. 1478 20 21 kehidupan manusia, baik sebagai masyarakat, umat atau bangsa. Prinsip toleransi adalah menolak dan tidak membenarkan sikap fanatik dan kefanatikan. 2 Hakikat toleransi pada intinya adalah usaha kebaikan, khususnya pada kemajemukan agama yang memiliki tujuan luhur yaitu tercapainya kerukunan, baik intern agama maupun antar agama. Praktik keberagamaan seseorang atau masyarakat senantiasa bentuk-bentuk plural bahkan melahirkan melahirkan pengelompokkan- pengelompokkan. Hal ini menyebabkan praktik keberagamaan bila dilihat secara sosio-horizontal selalu memunculkan wajah ganda. Di satu sisi bisa berfungsi sebagai kekuatan integratif, namun di sisi lain dapat juga merupakan kekuatan disinteragatif. Agama mampu menciptakan ikatan dan kohesi kelompok masyarakat dan pada saat yang sama menciptakan pemisahan dari kelompok lain. 3 Fakta telah bercerita bagaimana ketidakserasian kehidupan yang plural telah menjadi pemicu terjadinya berbagai kerusuhan, meskipun pemicunya bukan hanya dari segi agama. Di tengah-tengah pluralitas ini, agenda yang dirasa sangat urgen adalah bagaimana menciptakan sebuah hubungan yang harmonis, terutama bagi para pemeluk agama yang berbeda. Kerukunan antar umat beragama menjadi tujuan utama, 2 3 Faisal Ismail, Dinamika Kerukunan (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm 6. Syharin Harahap, Teologi Kerukunan (Prenada : Jakarta, 2011), hlm 3. 22 karena tidak dipungkiri lagi bahwa perbedaan agama terkadang sering memunculkan konflik. 4 Dalam sejarah, potret hubungan antar agama sering diwarnai dengan beberapa konflik keagamaan disebabkan baik dari faktor internal (agama itu sendiri), maupun faktor eksternal (struktural), berikut adalah beberapa contoh konflik yang terjadi antar umat beragama. 5Konflik di Ambon merupakan contoh yang memiliki eskalasi yang luas. Konflik di Ambon memang tidak bisa hanya dipahami dari perspektif agama. Dari penelusuran Jacky Manuputty dan Daniel Watimanela (2004) terhadap konflik Ambon diperoleh suatu kesimpulan bahwa konflik di Ambon diperoleh suatu kesimpulan masalah keagamaan, tetapi juga berkaitan dengan persoalan pembangunan yang ternyata membawa ekses diparitas terhadap orangorang miskin. 6 Konflik yang terjadi di Indonesia sering dikaitkan dengan masalah agama, walaupun akar dari konflik itu bukan dari segi agama. Untuk itu kita sebagai warga negara sebelum memutuskan penyebab konflik tersebut, harus mencari akar konflik tersebut. Dengan mengetahui apa yang menjadi akar konflik, kita tidak mudah terjebak 4 Lailatuzz Zuhriyah, ” Teologi Konvergensi dan Kerukunan Antar Umat Beragama antara Peluang dan Tantangan” (Surabaya :UIN Sunan Ampel, No 01, Maret, III, 2013), hlm. 49 5 Ibid, hlm. 54. 6 Syamsul Arifin, Studi Agama Perspektif Sosiologi dan Isu-isu Kontemporee, (Malang : UMM Press, 2009), hlm. 79. 23 pada rumusan bahwa pertikaian yang terjadi saat ini adalah dikatakan sebagai konflik agama. 7 Terkait hubungan antar umat beragama ini, banyak pihak berupaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama, baik pada level lokal, nasional, maupun internasional, yang paling sering adalah dengan melakukan dialog antar umat beragama oleh para pemuka-pemuka agama, bakti sosial terhadap korban bencana, serta beberapa solusi lain yang sifatnya praksis. 8 Ada dua modal yang dibutuhkan untuk membangun toleransi sebagai nilai kebijakan : pertama, toleransi membutuhkan interaksi sosial melalui percakapan dan pergaulan yang intensif. Kedua, membangun kepercayaan di antara berbagai kelompok dan aliran. 9 2. Landasan Pengembangan Sikap Toleransi Beragama a. Landasan toleransi beragama dalam Islam Berbicara tentang kebebasan beragama dalam Islam bisa di mulai dengan merujuk pada firman-firman Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an yang bisa dijadikan titik tolak untuk berbicara tentang kebebasan beragama. 10 Konsep dan pemahaman toleransi beragama 7 Atho Mudzhar, “Meretas Wawasan dan Praksis Kerikunan Umat Beragama di Indonesia dalam Bingkai Masyarakat Multikultural, ( Jakarta : Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005), hlm. 67 8 Lailatuzz Zuhriyah, Op.Cit hlm. 55. 9 Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat Toleransi, Terorisme, dan Oase Perdamaian, (Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 7. 10 Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus Af, Passing Over Melintas Batas Agama (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 5. 24 ini di dukung oleh dalil naqli, Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah ayat 256. َ َۡ ۡ ُّ َ َّ َ َّ َ ُۡ ّ لَا ٓ إ ۡك َراهَ ف ِي ٱلرش ُد م َِن ٱلغ ِ ّيۚ � َمن يَ�ف ۡر ين� قد تبين ٱلد ِ ِ ِ َ َۡ ُۡ َ ۡ ُۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َّ َُۡ ُ َّ ٱ� ِ �ق ِد ٱستمسك ب ِٱلعروة ِ ٱلو�ق ٰي لا ِ ٱل�ٰغ ِ وت و�ؤم ِۢن ب ِب َّ َ َ َ َ َ َ ٌ َ ُ ٌ ٢٥٦ ٱنفِصام لهاۗ وٱ� س ِميع علِيم 256. tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. 11 Penegasan ayat ini, tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan agama, Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Agamanya dinamai Islam, yakni damai. Kedamaian tidak dapat diraih kalau jiwa tidak damai. Paksaan menyebabkan jiwa tidak damai, karena itu tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan agama Islam. 12 Ketentuan tentang agama dalam konstitusi Indonesia menyebutkan bahwa negara berdasarkan kepada Ketuhanan Yang 11 H. Moh.Rifai dan Rosihin Abdulgoni,AlQur’an dan Terjemah Lengkap dengan Transliterasi Arab Latin, (Semarang : CV Wicaksana, 2001), hlm 12-15. 12 M. Quraish Shihab, Tafsir AlMisbah, ( Jakarta : Lentera Hati, 2005), hlm 551-552. 25 Maha Esa dan menjamin adanya kebebasan beragama. Di Indonesia ada 5 agama yang diakui secara resmi : Islam, Protestan, Katholik, Hindu dan Budha. Itu bisa juga dipahami bahwa negara tidak akan membuat undang-undang pembentukan negara agama dan menghalangi kebebasan beragama. Kebanyakan sarjana percaya, bahwa “tidak ada ketentuan “yang membutuhkan kenetralan di bagian negara disembunyikan dengan komitmen kebebasan beragama. 13 Tuhan tidak menciptakan seluruh umat manusia secara eksoterik menganut satu agama, seperti yang diterangkan dalam firman Allah QS.Yunus:99 َۡ ۡ ُ َ َ َ َ ً َ ۡ ُ ُّ ُ َ �ُّ َول َ ۡو َشا ٓ َء َر َ �م َن َ ك ُ�ره ت نت أ ف أ ا يع م ج م ه ل ك �ض ِ أ ٱل ِي ف ن م ۚ ِ ِ َّ ُ َاس َح َّت ٰي ي َ ٱلن َ ِ �ونُوا ْ ُم ۡؤمِن ٩٩ ين 99. dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? 14 Dalam ayat yang dikutip di atas, dengan menggunakan ekspresi gaya bahasa retoris, Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad: “Apakah engkau (Muhammad) hendak memaksa semua manusia agar beriman jawaban atas pertanyaan retoris ini 13 14 Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Op.Cit., hlm. 183. H. Moh.Rifai dan Rosihin Abdulgoni, Op.Cit., hlm. 420 26 sudah terkandung dalam pertanyaan itu sendiri. Tegasnya, Nabi Muhammad (dan para pengikutnya ummat Islam) dalam menyiarkan agama Islam dimana saja dan kapan saja sama sekali tidak diperbolehkan dan tidak dibenarkan untuk mendikte dan memaksaan agama Islam kepada non muslim untuk memeluk agama lain. 15 Yusuf Ali memberi ulasan yang cukup mengesankan. Menurutnya : “Orang beriman tidak boleh marah jika berhadapan dengan orang yang tidak beriman dan terutama sekali dari semua ini harus menahan diri dari godaan melakukan kekerasan, misalnya memaksakan iman kepada orang lain dengan paksaan fisik, paksaan lain, seperti tekanan sosial, membujuk dengan harta dan kedudukan atau mengambil manfaat melalui cara lain yang di buat-buat. Iman yang dipaksakan bukanlah iman. Mereka harus berusaha dengan jalan rohani dan menyadari bahwa Tuhanlah yang menentukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. 16Dalam firman Allah, telah dijelaskan untuk dapat memilih dan berpegang teguh pada agama masing-masing. QS Alkafirun ayat 6. ُ ِين ُ َل ُ � ۡم د َ � ۡم َو ٦ ين د ِ � ِ ِ 15 16 Faisal Ismail, Op.Cit. hlm 8. Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan, (Jakarta : Prenada, 2011), hlm 17-18. 27 untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." 17 Ayat di atas, merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik, bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. Sehingga dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakan pendapat kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing-masing. 18 b. Landasan kebebasan beragama di Indonesia Indonesia merupakan negara yang pluralis memiliki keberagaman agama, seperti yang tertulis dalam penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965 seperti termaktub dalam Lembaran Negara No.2376 tahun 1965, di situ tertulis “Agamaagama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budhha dan Kong Hu Cu (Confusius). 19 Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia tidak hanya mengakui agama dengan pemeluk mayoritas, namun mengakui agama-agama yang dianut oleh penduduknya. Mereka yang berbeda agama dapat hidup berdampingan tanpa adanya diskriminasi antara umat yang satu dengan yang lainnya. Sejak awal berdirinya, Negara Republik Indonesia memberikan perhatian besar kepada urusan keagamaan dan masalah 17 H. Moh.Rifai dan Rosihin Abdulgoni, AlQur’an dan Terjemah Lengkap dengan Transliterasi Arab Latin, (Semarang : CV Wicaksana, 2001), hlm 12-15. 18 M. Quraish Shihab, Tafsir AlMisbah,( Jakarta : Lentera Hati, 2005), hlm. 581-582. 19 Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Op. Cit, hlm. 112. 28 hubungan antar komunitas agama agar stabilitas nasional yang mantap dan dinamis dapat diciptakan dalam kehidupan masayarakat di seluruh Tanah Air. Diantara peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah antara lain : 20 a. Undang-undang Dasar 195 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi:”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” b. Undang-undang Dasar 1945 Bab X A pasal 28 E ayat 1 tentang Hak Asasi Manusia:”Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara, serta berhak kembali. c. Keputusan Menteri Agama No. 70 tahun 1978 tanggal 1 agustus 1978 tentang pedoman Penyiaran Agama. 3. Manfaat Toleransi Beragama Adapun manfaat dari toleransi beragama sebagai berikut : 21 a. Menghindari Perpecahan Dengan belajar dan melakukan toleransi beragama maka kita juga belajar bagaimana agar bangsa besar kita ini indonesia dapat 20 21 Faisal Ismail, Op.Cit.. hlm 34-35 http://tommysyatriadi.blogspot.co.id/2013/02/manfaat-dan-contoh-toleransi- beragma.html. diakses pada tanggal 1 mei 2015 pukul 11.02 WIB 29 bertahan lama dan terhindar dari isu-isu yang berkaitan dengan konflik antar agama. b. Mempererat Hubungan Dengan toleransi beragama tidak hanya dapat menghindarkan kita dari sebuah perpecahan serta membuat kita lebih solid dalam hubungan kemasyarakatan. c. Mengokohkan Iman Semua agama mangajarkan hal yang baik bagaimana mengatur hubungan dengan masyarakat yang beragama lain. Wujud nyata tingkah laku toleransi akan menunjukkan perwujudan iman keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan bati, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak. 22 Sedangkan kata “Islam” dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. 23 Dalam istilah pendidikan agama Islam, ada dua istilah kunci, yaitu pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam. Pendidikan Islam adalah 22 Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam (Landasan Teoritis dan Praktis), (Pekalongan : STAIN Press, 2011), hlm.3. 23 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.24. 30 proses transformasi dan internalisasi nilai-nilai Islam dan ilmu pengetahuan dalam rangka pengembangan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik guna mencapai keseimbangan dan kesadaran dalam berbagai aspek kehidupan yang berkesinambungan dan perkembangannya disesuaikan dengan situasi dan zamannya. 24 Definisi pendidikan agama Islam secara lebih rinci dan jelas, tertera dalam kurikulum pendidikan Agama Islam ialah sebagai upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamnya kitab suci alQur’an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman. 25 Pendidikan agama Islam dibakukan sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama Islam”, karena yang diajarkan adalah agama Islam bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidik agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam. 26 Pendidikan Agama Islam lebih menekankan pada pembenahan perilaku, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Jadi dalam proses 24 Remiswal dan Rezki Amelia, Format Pengembangan Strategi PAIKEM dalam Pembelajaran Agama Islam, (Yogyakarta ; Graha Ilmu,2013), hlm. 5. 25 Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung : Alfabeta, 2013), hlm. 208. 26 Muhaimin, Pengembangn Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010), hlm 6. 31 pembelajarannya tidak hanya bersifat teoritis saja tetapi juga praktis yang mana ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan pendidikan seharusnya mempersiapkan individu untuk cakap dalam kehidupannya di tengah seluruh perubahan dan kemungkinan perkembangan zaman. Dalam undang-undang No. 20 tahun 2004, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dikemukkan tujuan pendidikan nasional : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 27 Tujuan pendidikan agama Islam seperti yang tertulis dalam depdiknas menyebutkan pendidikan agama Islam bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehinga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah swt. Serta 27 berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, Bambang Qanees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis AlQur’an, (Bandung : Refika Offset,2009), hlm.49-50. 32 berbangsa, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 28 Tujuan pendidikan Islam itu juga merupakan bagian dari tujuan Islam itu sendiri yang sekaligus dapat dijadikan sebagai tujuan hidup umat Islam. Adapun tujuan hidup umat Islam adalah mengabdi kepada Allah dengan mengharapkan keridhaan-Nya. Tujuan ini berpedoman kepada firman Allah dalam surat al-Bayyinah ayat 5 yaitu: ْ ُ َُ َٓ ََ ُ َ ّ َُ َ ۡ ُ َ َّ ْ ُ ُ ۡ َ َّ ْ ٓ ُ ُ ٓ َ َ ٱلدين حنفاء و� ِقيموا ِ وما أمِروا إِلا ل ِيعبدوا ٱ� مخل ِ ِصين له َ ۡ ُ َ ٰ َ َ َ ٰ َ َّ ْ ُ ۡ ُ َ َ ٰ َ َّ ٥ ِِين ٱلق ّي ِ َمة ٱلصلوة و�ؤتوا ٱلزكوة ۚ و�ل ِك د 5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. Berdasarkan ayat tersebut diketahui bahwa tujuan dari penciptaan manusia oleh Allah adalah untuk mengabdi kepada-Nya, maka dapat dikatakan apapun yang dilakukan oleh manusia adalah rangka melakukan pengabdian. Karenanya segala aspek yang meliputi kehidupan manusia adalah untuk meningkatkan kualitas pengabdian kepada Allah. 29 3. Fungsi Pendidikan Agama Islam 28 29 Heri Gunawan, Op.Cit., hlm. 206. Remiswal dan Rezki Amelia, Op.Cit, hlm. 7 33 Kita tidak dapat memungkiri bahwa pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional memiliki keterpaduan, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam merupakan bagian atau subsistem pendidikan nasional. Secara eksplisit fungsi pendidikan agama telah dituangkan dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) UU Nomor 2 tahun 1989, yang menyebutkan “pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut peserta didiknya yang bersangkutan, dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. 30 Peran dan fungsi pendidikan Agama Islam demikian strategis dalam menciptakan kondisi masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Pendidikan Islam akan membimbing dan memproses sumber daya manusia dengan bimbingan wahyu hingga terbentuk individu-individu yang memiliki kompetensi yang memadai. 31 Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut : 32 1. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah Swt, yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. 30 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 178-179. 31 Heri Gunawan, Op.Cit, hlm 207. 32 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya), hlm 15-16. 34 2. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. 3. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. 4. Perbaikan, yaitu untuk kekurangan-kekurangan dalam keyakinan, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan pemahaman, peserta didik dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari. 5. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. 6. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nirnyata), sistem dan fungsionalnya. 7. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain. Sedangkan fungsi pendidikan agama dalam perspektif multikultural antara lain. Pertama, demokrasi dalam mengakomodir aspirasi, kebutuhan dan kepentingan semua golongan masyarakat yang plural, terutama yang terkait dengan masalah keagamaan. Kedua, 35 menepis agamisasi yang kaku, formalistik dan eksklusivistik pada pendidikan nasional. Ketiga, menepis tuduhan Islamisasi perundangundangan pendidikan nasional, atau pemihakan pemerintah terhadap kaum muslimin. 33 C. Toleransi Beragama di Sekolah Berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan kurikulum yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Kurikulum dikembangkan salah satunya deengan jenjang pendidikan, tanpa mebeda-bedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum tersebut dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu : (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. 34 Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi menyiapkan generasi penerus. Dalam menanamkan dan membina sikap toleransi antara sesama murid, terutama yang tidak seagama hanya terbatas dalam 33 H. Abd Aziz Albone, Pendidikan Agama dalam Perspektif Multikulturalisme, (Jakarta : Balai Litbang Agama Jakarta, 2009), hlm. 61. 34 Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 36 membantu menyiapkan sarana yang diperlukan untuk upacara yang dimaksud dan bukan untuk menghadiri atau melaksanakan upacara (ritual) agama tetentu. 35 Pada dasarnya sikap toleransi dapat dikembangkan melalui proses pendidikan. Adapun indikator dalam mengembangkan sikap toleransi beragama menurut UU SIDIKNAS No. 20 Tahun 2003 adalah : 36 Dalam BAB III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam pasal 4 disebutkan pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjujung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bagsa. Sedangkan dalam BAB V tentang peserta didik dalam pasal 12 menyebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Lebih lanjut lagi indikator toleransi beragama pada pembelajaran PAI adalah : 37 1. Dalam proses pembelajaran guru berusaha untuk menghindari pandangan-pandangan atau sindiran-sindiran negatif pada agama lain. Seluruh pesan kebencian harus dihilangkan. 35 Said Agil Husain Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama,(Jakarta : Ciputat Press, 2003), hlm. 15. 36http://www.mediafire.com/download/9ke8182gu2b617g/UU+SISDIKNAS+NO+20+T AHUN+2003.pdf Franz Magniz-Suseno (et.al), Memahamai Hubungan Antar Agama, (Yogyakarta : Elsaq Press, 2007), hlm 33-35 37 37 2. Guru selalu bersikap hormat ketika membicarkan kepercayaan atau komunitas agama lain. 3. Mengajak siswa untuk dapat berinteraksi dengan baik antar umat beragama yang berbeda. 4. Siswa-siswa dari berbagai agama diajak untuk bekerjasama dalam suatu kegiatan sosial dan budaya. 5. Guru memberikan contoh kepada siswa-siswa untuk tidak melecehkan anak-anak dari kelompok minoritas, tetapi sebaliknya harus mengembangkan sikap toleran dan bertanggung jawab. 6. Para siswa dikenalkan secara terang-terangan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang majemuk. Mereka harus diajarkan ketrampilan dan pengetahuan yang dapat menjadikan mereka menguasai secara positif pluralisme budaya dan agama. 7. Para siswa tidak didorong untuk berfikiran fanatik yang sempit, tetapi harus didorong untuk berfikiran terbuka dan toleransi. 8. Para siswa dibantu untuk selalu merasa percaya diri dan yakin terhadap keimananya sendiri, bukan dengan cara tertutup dan menghina pihak lain, tetapi dengan cara inklusif dan dengan melihat nilai yang positif dari keimanan agama lain. 9. Para siswa dididik agar peka dan perhatian kepada orang yang menderita, tertekan, tidak mampu membela diri mereka sendiri, diperas dan dimanfaatkan orang lain, tanpa mempertimbangkan 38 apakah korban penderita berasal dari keyakinan yang sama ataukah berbeda. 10. Dalam pendidikan agama dimasukkan petunjuk kepada komitmen terhadap penolakkan kekerasan, bahkan dalam mengajar tujuan yang mulia, maka prinsip-prinsip sikap anti kekerasan harus selalu dilakukan dengan cara yang beradab. Peran sekolah juga sangat penting dalam membangun lingkungan pendidikan yang pluralis dan toleran terhadap semua pemeluk agama. Untuk itu, sekolah sebaiknya memperhatikan langkah-langkah berikut : pertama, sekolah sebaiknya membuat dan menerapkan undang-undang lokal, yaitu undang-undang sekolah yang di terapkan secara khusus di satu sekolah tertentu. Kedua, untuk membangun rasa saling pengertian sejak dini antara siwa-siswa yang mempunyai keyakinan keagamaan yang berbeda maka sekolah harus berperan aktif menggalakkan dialog keagamaan atau daialog antar iman yang tentunya tetap berada dalam bimbingan guru-guru dalam sekolah tersebut. Ketiga, hal lain yang penting dalam penerapan pendidikan multikultural yaitu kurikulum dan buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan dan buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan di sekolah. 38 38 Ibid, 63-64. 39 Perwujudan toleransi beragama dalam pergaulan hidup antar umat beragama direalisasikan dengan cara, pertama, setiap penganut agama mengakui eksistensi agama-agama lain dan menghormati segala hak asasi penganutnya. Kedua, dalam pergaulan bermasyarakat, setiap golongan umat beragama menampakkan sikap saling mengerti, menghormati dan menghargai. 39 D. Strategi Guru PAI dalamMengembangkan Sikap Toleransi Beragama 1. Strategi Guru PAI dalam mengembangkan sikap toleransi beragama Istilah strategi berasal dari “kata benda” dan “kata kerja” dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos merupakan gabungan kata stratos (militer) dan “ago” (memimpin). Sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan). Sedangkan menurut istilah strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana penunjang kegiatan. 40 Strategi pada intinya adalah langkah-langkah terencana yang bermakna luas dan mendalam yang dihasilkan dari sebuah proses pemikiran dan perenungan yang mendalam berdasarkan teori dan pengalaman tertentu. 41 39 Said Agil Husain Al Munawar, Op.Cit, hlm 17. Abdul majid, Strategi Pembelajaran, Cet ke 3 ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 3 41 Muhaimin, Op.Cit,hlm. 151. 40 40 Untuk melaksanakan strategi tertentu diperlukan separangkat metode pengajaran. Strategi dapat diartikan sebagai a plan of operation achieving something “rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu. 42 Seorang pengajar harus memiliki strategi pembelajaran, tidak terkecuali guru pendidikan Agama Islam. Guru atau pendidik PAI yang profesional adalah orang yang menguasai ilmu pengetahuan (agama Islam) sekaligus mampu melakukan transfer ilmu atau pengetahuan (agama Islam), internalisasi, serta amaliah (implementasi), mampu menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasinya untuk kemaslahatan diri dan masayarakatnya, mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri dan konsultan bagi peserta didik. 43 Seorang guru yang profesional juga harus memiliki beberapa sifat, seperti yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya yaitu : 44 1. Kasih sayang kepada anak didik 2. Lemah lembut 3. Menghormati ilmu yang bukan pegangannya 4. Adil 5. Menyenangi ijtihad 6. Konsekuen, perkataan sesuai dengan perbuatan 42 Abdul majid, Op.Cit, hlm.129 Abuddinata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Cet ke 2 (Jakarta : Kencana, 2011), hlm. 206 44 Bambang Qanees dan Adang Hambali, Op.Cit, hlm.70 43 41 7. Sederhana Dalam lingkungan belajar yang multikultural, seorang guru harus bisa menerapkan sikap demokratis, artinya dalam segala tingkah lakunya, baik sikap maupun perkataanya, tidak diskriminatif (bersikap tidak adil atau menyinggung) murid-murid yang menganut agama yang berbeda dengannya. 45Dari implementasi sikap demokratis seorang guru terhadap lingkungan belajar yang multikultural, maka akan tercipta suasana belajar mengajar yang komunikatif dan juga kondusif. Pendidikan multikultural melalui PAI harus dilakukan dengan cara komprehensif, dimulai dengan desain perencanaan dan kurikulum melalui proses penyiapan, pengayaan dan penguatan terhadap berbagai komptensi yang telah ada, mendesain proses pembelajaran yang dapat mengembangkan sikap siswa untuk mampu menghormati hak-hak orang lain tanpa mebeda-bedakan latar belakang ras, agama, bahasa dan budaya, serta tidak membeda-bedakan mayoritas dan minoritas. 46 Dalam bentuk pengajaran, guru harus memperhatikan tiga hal. Pertama guru PAI harus sadar akan keragaman etnik siswa, tidak dapat dalam mendidik guru menganggap semuanya sama dan seragam. Kedua, bahan kurikulum dan pengajaran harus merupakan refleksi keragaman etnik. Ketiga, bahan kurikulum PAI hendaknya 45 M.Ainul yaqin, Pendidikan Multikultural Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta : Pilar Media, 2005), hlm. 61 46 H. Abd Aziz Albone, Op.Cit. hlm 62. 42 menjelaskan nilai paling sakral setiap agama dan etnik yang ada di Indonesia. 47 2. Model Pembelajaran PAI dalam Mengembangkan Sikap Toleransi Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukkan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, dll. 48 Untuk menciptakan model pendidikan yang dapat menyuburkan sikap toleransi, antara lain : a. Model aksi-refleksi-aksi Model aksi-refleksi-aksi yaitu pembelajaran yang lebih mementingkan siswa. Model ini lebih menekankan pada pemecahan masalah (problem solving) dengan paradigma kritis, menggunakan dialog antara fasilitator dan pembelajar yang membawa percakapan yang bernilai harapan, perspektif dan nilai (value). 49 Dalam pembahasan model aksi-refleksi-aksi ini lebih menekankan pada pemecahan masalah atau (problem solving). Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Ibid, hlm 194. Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-progresif:Konsep Landasan dan Implementasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta : Prenada, 2009), hlm.22 49 H. Abd Aziz Albone, Op.Cit, hlm. 127-128 47 48 43 Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. 50 Menurut Savoie dan Hughes (1994) perlunya suatu proses yang dapat digunakan untuk mendesain pengalaman pembelajaran berbasis masalah bagi siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut di bawah ini diperlukan untuk menunjang proses tersebut, yaitu sebagai berikut : 51 1. Identifikasi suatu masalah yang cocok bagi para siswa. 2. Kaitkan masalah tersebut dengan konteks dunia siswa sehingga mereka dapat menghadirkan suatu kesempatan otentik. 3. Organisasikan pokok bahasan di sekitar masalah, jangan berlandaskan bidang studi. 4. Berilah para siswa tanggung jawab untuk dapat mendefinisikan sendiri pengalaman belajar mereka serta membuat perencanaan dalam menyelesaikan maalah. 5. Dorong timbulnya kolaborasi dengan membentuk kelompok pembelajaran. Sintak dalam Pembelajaran Berbasis Masalah meliputi : 52 1. Orientasi siswa kepada masalah. 50 Trianto, Op.Cit, hlm. 92 Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.149-150 52 Ibid, hlm.150 51 44 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menguraikan kebutuhan logistik (bahan dan alat) yang diperlukan bagi pemecahan masalah, motivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang telah dipilih siswa bersama guru, maupun yang dipilih sendiri oleh siswa. 1. Mendefinisikan masalah dan mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membantu mengorganisasikan siswa tugas-tugas mendefisinikan siswa dalam dan belajar memecahkan masalah, menentukan tema, jadwal tugas dan lain-lain. 2. Memandu investigasi mandiri maupun investigasi kelompok. Guru memotivasi siswa untuk membuat hipotesis, mengumpulkan informasi, data yang relevan dengan tugas pemecahan masalah, melakukan eksperimen untuk mendapatkan informasi, data yang relevan dengan tugas pemecahan masalah, melakukan eksperimen untuk mendapat informasi dan pemecahan masalahan. 3. Mengembangkan dan mempresentasikan karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan meyiapkan karya yang relevan, misalnya membuat laporan, membantu berbagi tugas dengan teman-teman di kelompoknya dan lain- 45 lain, kemudian siswa mempresentasikan karya sebagai bukti pemecahan masalah. 4. Refleksi dan penilaian Guru memandu siswa untuk melakukan refleksi, memahami kekuatan dan kelemahan laporan mereka,mencatat dalam ingatan butir-butir atau konsep penting terkait pemecahan masalah, menganalisis dan menilai proses-proses dan hasil akhir dariinvestigasi masalah. b. Model Ignasian Model ini hampir mirip dengan model pembelajaran aksirefleksi-aksi. Langkah yang ditempuh meliputi : konteks, pegalaman (langsung maupun tidak langsung), refleksi (daya ingat, pemahaman, daya imajinasi dan perasaan) untuk menangkap arti dan nilai hakiki dari apa yang dipelajari, aksi (tindakan ini mengacu kepada pertumbuhan batin manusia berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan dan mengacu juga kepada yang ditampilkan), dan evaluasi. 53 Dua model pembelajaran diatas adalah salah satu contoh model pembelajaran dalam lingkungan belajar yang multikultural. Dengan sistem pendidikan nasional dan kebijakan Diknas serta Depag terkait kurikulum PAI di sekolah-sekolah Indonesia, mengembangkan 53 kurikulumnya masing-masing meskipun H. Abd Aziz Albone, Pendidikan Agama dalam Perspektif Multikulturalisme, (Jakarta : Balai Litbang Agama Jakarta, 2009), hlm. 128. 46 kerangka dasarnya tetap berada pada lingkungan Depag dan Diknas, merupakan kesempatan yang harus diisi dalam upaya merumuskan rincian-rincian kurikulum yang bermuatan lokal, serta sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.