Peran Guru dalam Membina Kerukunan Umat Beragama (Studi

advertisement
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015, 23-42
ISSN: 2086-3594
Peran Guru dalam Membina Kerukunan Umat Beragama
(Studi Pengembangan Kompetensi Sosial Guru Pendidikan
Agama Islam SMAN 1 Pemenang Lombok Utara)
Muh. Azkar
Abstrak: Guru adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya
tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial. Di tengah masyarakat
yang plural baik dari segi agama ras, dan suku, maka guru sebagai
tokoh harus terlibat dalam membina hubungan antarkelompok
tersebut sebagaimana yang dilakukannya di sekolah pada peserta
didik. Nilai-nilai pluralisme dan sikap toleransi yang diajarkan pada
peserta didik di sekolah harus mampu ditransformasikan ke
lingkungan masyarakat. Artikel ini menguraikan tentang
pengembangan kompetensi sosial guru PAI SMAN 1 Pemenang
Lombok Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru PAI
mampu berinteraksi dan menjalin kerjasama yang baik dengan
masyarakat. Ini dibuktikan melaui kedudukan dan peran yang
diberikan oleh masyarakat baik dalam bidang keagamaan maupun
dalam bidang sosial kemasyarakatan. Sebagai tokoh agama, ia
membimbing dan mendidik umat sesuai dengan tuntutan ajaran
agama. Sedangkan sebagai tokoh masyarakat, ia adalah pengayom
dan pelindung masyarakat.
Kata Kunci: Peran Soaial, Guru Pendidikan Agama Islam,
Kerukunan Umat Beragama.
Pendahuluan
alam konteks masyarakat Indonesia yang serba plural,
baik dalam agama, ras, etnis, tradisi, budaya dan
sebagainya, adalah sangat rentan terhadap timbulnya
perpecahan dan konflik-konflik sosial. Artinya, perbedaanperbedaan dalam kehidupan masyarakat majemuk di satu sisi dapat
D

Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) IAIN Mataram. email: [email protected]
Copyright © 2015 el-Hikmah
Tersedia online di http://ejurnal.iainmataram.ac.id/index.php/el_hikmah
Peran Guru … (Muh. Azkar)
berperan sebagai faktor pemersatu (integratif), namun di sisi lain
dapat pula berperan seabgai faktor pemecah (disintegratif).
Masyarakat majemuk memang rawan konflik. Konflik dalam
masyarakat majemuk dapat berlangsung terus menerus di setiap
tempat dan waktu. Konflik bersumber pada perbedaan-perbedaan.
Setiap perbedaan pasti mempertahankan eksistensinya. Apabila
setiap pihak ingin mempertahankan eksistensi, berarti ikut
memperjuangkan kepentingannya agar tetap eksis dan diakui
keberadaannya. Hal inilah yang dapat melahirkan kerawanan
(Nganggung, t.th.:257).
Konflik dan kasus teror akhir-akhir ini semakin banyak terjadi.
Di antaranya adalah kekerasan dan konflik dengan
mengatasnamakan agama, baik intern umat beragama (misalnya
antara pengikut Sunni dan Syiah), ataupun antarumat beragama
(misalnya antara pemeluk Islam dan Kristen). Di samping itu
konflik antarumat beragama (masyarakat) dengan pemerintah juga
seringkali terjadi.
Tentu saja kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan berjalan
terus. Sesungguhnya konflik tidak bisa dihilangkan sama sekali
karena unsur perbedaan di antara manusia juga tidak dapat
dihilangkan. Namun paling tidak konflik-konflik tersebut dapat
diminimalisir agar tidak membawa kepada disintegrasi bangsa yang
berakibat pada merugikan masyarakat sendiri.
Menurut Muhaimin (2004:76), fenomena konflik semacam ini
banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh beberapa hal, yaitu: (1)
teologi agama dan doktrin ajarannya, (2) sikap dan perilaku
pemeluknya dalam memahami dan menghayati ajaran agama
tersebut, (3) lingkungan sosio kultural yang mengelilinginya, dan (4)
peranan dan pengaruh pemuka agama, termasuk guru agama dalam
mengarahkan pengikutnya.
Artinya, semua umat beragama terutama para pemuka-pemuka
tentu tertantang untuk mewujudkan kehidupan yang rukun, damai,
dan bahagia dalam situasi yang plural dan beragam. Dapatkah
keragaman agama membawa kepada kerukunan dan kerukunan
muncul dalam keragaman agama?. Ini, sekali lagi merupakan
24
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
tantangan bagi semua manusia yang mengaku beragama dan
bertuhan (Achmad, 2001:xi).
Jika kondisi sosial suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh
kemajuan dan tingkat pendidikan. Sebagaimana yang dikatakan oleh
para ahli sosiologi pendidikan, terdapat relasi yang kuat antara
dunia pendidikan dengan masyarakat. Baik dan buruknya
masyarakat sangat ditentukan oleh bagaimana sesungguhnya
pendidikan berperan dalam mencetak masyarakat yang berpikir
dewasa, terbuka, arif, dan bijaksana (Yamin, Aulia, 2011:25).
Sebaliknya lingkungan masyarakat juga mempunyai pengaruh
pendidikan anak di sekolah. Terhadap pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran di sekolah, sekolah dan masyarakat mempunyai
hubungan timbal balik, sekolah menerima pengaruh masyarakat,
dan masyarakat dipengaruhi oleh hasil pendidikan sekolah.
Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak
dapat dipisahkan dari sekolah, sebab keduanya memiliki
kepentingan. Sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi
mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda
bagi peranannya di masa depan, sementara masyarakat merupakan
pengguna jasa pendidikan itu.
Durkheim, (seorang ahli sosiologi pertama) sebagaimana yang
dikutip Sanapiah Faisal (t.th.:246), memandang pendidikan sebagai
kreasi sosial. Kreasi sosial dimaksud merupakan sarana yang
digunakan masyarakat untuk kelangsungan hidupnya dengan
mensosialisasikan anak menurut citra masyarakat itu sendiri.
Hubungan sekolah dengan masyarakat menjadikan posisi guru
sebagai salah satu komponen begitu penting. Dalam melaksanakan
hubungan sosial dengan masyarakat tersebut menurut Mulyasa,
guru harus memiliki kompetensi sebagai berikut: (1) mampu
berkomunikasi dengan masyarakat, (2) mampu bergaul dan
melayani masyarakat dengan baik, (3) mampu mendorong dan
menjunjung kreativitas masyarakat, dan (4) menjaga emosi dan
perilaku yang kurang baik (Faisal, t.th:183).
25
Peran Guru … (Muh. Azkar)
Dari deskripsi hubungan pendidikan, guru dan masyarakat
tersebut, muncul pertanyaan “apakah konflik-konflik sosial dalam
masyarakat beragama saat ini merupakan bentuk dari kegagalan
pendidikan?”
Menurut Azyumardi Azra (2007:126), mengatakan bahwa
konflik yang terjadi antara pemeluk agama saat ini adalah akibat
dari pengajaran dan sikap keagamaan adalah kesalahan fatal. Sebab
menurutnya, banyak faktor lain yang lebih mendukung terjadinya
konflik dan kekerasan, seperti faktor ekonomi, sosial dan lain-lain.
Namun jika pangatasnamaan agama dalam konflik dan kasus-kasus
kekerasan tersebut didasarkan pada kesalahan dalam
menginterpretasi dan memahami ajaran agama, maka jelas hal
tersebut berhubungan dengan pendidikan. Artinya pendidikan
(dalam hal ini pendidikan agama) juga dapat dikatakan gagal dalam
memenuhi fungsi dan perannya untuk mencetak manusia yang
beragama secara benar, saling menghargai dan menghormati
antarsesama.
Zainuddin dalam Mudjia Rahardjo (2006:194) mengatakan,
salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan
kerukunan antarumat beragama di Indonesia adalah: pertama,
perlunya reorientasi pendidikan agama yang berwawasan pada
kerukunan umat dan keramahan (rahmah li al-‘alamin); kedua, upaya
peningkatan kualitas pendidikan pada masing-masing umat.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang melahirkan
akhlaq al-karimah dengan indikator, adanya sikap jujur, tenggang
rasa, dan cinta kasih antar sesama. Bukan pendidikan yang hanya
sekedar mengedepankan intelek.
Di samping itu secara khusus, guru juga pada dasarnya memiliki
kewajiban sosial di masyarakat untuk membina kerukunan umat.
Seperti yang diungkapkan oleh Sulastri, bahwa guru memiliki dua
misi penting dalam masyarakat yaitu:(1) humanitas yaitu
memanusiakan makhluk berakhlak mulia, dan (2) sosio politik yaitu
misi guru untuk membangun, memimpin, menjadi teladan,
menegakkan keadilan, teteraturan, kerukunan, dan menjamin
26
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
keberlangsungan
masyarakat
(http//
SulastriS3IP.Unesa.ac.id/2011/06/07/kompetensi sosial/htm).
Agar hubungan dengan masyarakat terjamin baik dan
berlangsung kontinu, maka diperlukan peningkatan profesi guru
dalam hal berhubungan dengan masyarakat. Guru di samping
mampu melakukan tugasnya masing-masing di sekolah, mereka
juga diharapkan dapat dan mampu melakukan tugas-tugas
hubungan dengan masyarakat. Mereka bisa mengetahui aktivitasaktivitas masyarakatnya, paham akan adat istiadat, mengerti
aspirasinya, mampu membawa diri di tengah-tengah masyarakat,
bisa berkomunikasi dengan mereka dan mewujudkan cita-cita
mereka. Untuk mencapai hal itu diperlukan kompetensi dan
perilaku dari guru yang cocok dengan struktur sosial masyarakat
setempat, sebab ketika kompetensi dan perilaku guru tidak cocok
dengan struktur sosial dalam masyarakat maka akan terjadi
benturan pemahaman dan salah pengertian terhadap program yang
dilaksanakan sekolah dan berakibat tidak adanya dukungan
masyarakat terhadap sekolah, padahal sekolah dan masyarakat
memiliki kepentingan yang sama dan peran yang strategis dalam
mendidik dan menghasilkan peserta didik yang berkualitas.
Dari paparan di atas, bahwa jelas membina kerukunan
umat merupakan tanggung jawab lembaga pendidikan dan guru
khususnya, yang juga menyangkut peran sosialnya di masyarakat.
Oleh karena itu menarik kiranya apa yang dilakukan oleh guru
Pendidikan Agama Islam SMAN I Pemenang Lombok Utara yang
berperan aktif di masyarakat khusunya dalam membina kerukunan
umat beragama.
Seperti diketahui bahwa masyarakat Kabupaten Lombok Utara
adalah masyarakat yang plural baik dari segi agama, suku, dan
sebagainya. Dari sisi agama, di daerah ini hidup tiga agama besar
yaitu Islam, Budha, dan Hindu. Berdasarkan data dari Kementerian
Agama Kabupaten Lombok Barat tahun 2010, penduduk yang
beragama Islam mencapai 86%, Hindu 8,4%, Budha 5,4%, dan
lain-lain 0,2%. Dari lima kecamatan yang ada di Lombok Utara,
Kecamatan Tanjung dan Pemenang menunjukkan populasi yang
27
Peran Guru … (Muh. Azkar)
paling banyak dari sisi pluralitas agama. Di Kecamatan Tanjung
misalnya jumlah penduduk yang menganut agama Islam 70,8%;
Hindu 18,9%; dan Budha 10,1%. Sedangkan di Kecamatan
Pemenang, yang menganut agama Islam 83,3%; Hindu 10,7%;
Budha 5,8%; dan lain-lain 0,2%. Di samping keberagaman agama,
juga terdapat aliran-aliran keagamaan seperti Islam Wetu Telu dan
Islam Wetu Lima, dan organisasi-organisasi keagamaan seperti
organisasi Nahdhatul Ulama, Nahdhatul Wathan, Muhammadiyah,
dan juga organisasi-organisasi kemasyarakatan lain.
Selama ini konflik-konflik besar memang belum terjadi, namun
kerukunan yang ada jika tidak terus dibina, maka konflik bisa saja
terjadi. Sebab pluralitas dimanapun dan kapanpun selalu berpotensi
menimbulkan konflik dan perepecahan. Oleh karena itu hal ini
meniscayakan tokoh agama, tokoh masyarakat, termasuk guru
agama dan terutama pemerintah untuk senantiasa menjaga dan
membina kerukunan umat beragama di daerah ini.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah, tokoh agama, dan juga
tokoh masyarakat di daerah ini, yang senantiasa membina
kerukunan antarumat beragama harus terus ditingkatkan.
Khususnya guru PAI yang juga merupakan tokoh agama dan tokoh
masyarakat. Sebab ia tidak hanya bertugas sebagai pendidik di
sekolah, tetapi juga di masyarakat. Keterpaduan antara dua tugas
tersebut sangat dibutuhkan dalam upaya menuju keberhasilan
tujuan pendidikan.
Menyadari bahwa pluralitas masyarakat di Lombok Utara begitu
tinggi, dan oleh karena itu, potensi konflik juga sangat tinggi, maka
posisi elit atau tokoh dan pemuka agama, termasuk guru agama
menjadi penting, artinya dalam menuntun umat menuju kehidupan
yang damai. Posisi elit dan tokoh serta pemuka agama penting
dalam menjelaskan kepada umatnya masing-masing mengenai akarakar penyebab kekerasan konflik dan bagaimana cara
menanganinya secara patut. Di samping para elit dan tokoh agama,
bagaimanapun kedudukan negara juga penting dalam menjaga
ketertiban umum mengelola negara yang bersifat multietnik dan
multireligius.
28
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
Terkait dengan fenomena di atas, maka menarik kiranya untuk
mengkaji peran sosial guru Pendidikan Agama Islam terutama
terkait dengan perannya sebagai pendidik di masyarakat dalam
membina kerukunan umat beragama di lingkungan yang plural.
Sebab hal ini juga sebagai bentuk dari pengembangan kurikulum
Pendidikan Agama (yang mengandung kerukunan) untuk
ditransformasikan oleh guru agama melalui pengembangan
kompetensi sosialnya.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk
mendapatkan data-data dari gejala sosial ataupun fenomenafenomena tentang peran sosial guru dalam membina kerukunan
umat beragama di Kecamatan Pemenang Lombok Utara.
Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus (case
study) yaitu penelitian yang bermaksud menyelidiki suatu fenomena
dalam konteks kehidupan nyata, dimana batas-batas antara
fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegas, dan dengan
menggunakan multisumber bukti (Yin, 2006:18). Penelitian
kualitatif-deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat
terhadap fenomena sosial dalam hal ini tentang “peran sosial guru
Pendidikan Agama Islam SMAN I Pemenang Lombok Utara dalam
membina kerukunan umat beragama.”
Penelitian tentang peran sosial guru Pendidikan Agama Islam
ini difokuskan di Kecamatan Pemenang Lombok Utara. Untuk itu
peneliti hadir menemukan data yang diperlukan yang
bersinggungan langsung ataupun tidak dengan masalah yang akan
diteliti. Dalam penelitian ini peneliti tidak menentukan waktu
lamanya maupun harinya penelitian, akan tetapi peneliti akan secara
terus-menerus menggali data dalam waktu yang tepat dan sesuai
kesempatan dengan para informan. Sisi lain yang peneliti tekankan
adalah, keterlibatan langsung peneliti di lapangan dengan informan
dan sumber data.
29
Peran Guru … (Muh. Azkar)
Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah informan
kunci (key informan) yaitu guru PAI SMAN 1 Pemenang, elit dan
tokoh agama, dan para pejabat pemerintah yang tugas utamanya
menangani hubungan dan atau kerukunan intern umat beragama
dan antar umat beragama. Mereka adalah pihak-pihak yang selama
ini dianggap tahu dan memahami betul persoalan yang diangkat
dalam penelitian ini.
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan yang dibutuhkan
penulis dalam penelitian ini, maka dalam penelitian ini digunakan
metode pengumpulan data yang sesuai dengan metode
pengumpulan data jenis penelitian kualitatif yaitu menggunakan
metode wawancara, observasi dan dokumentasi dan triangulasi.
Oleh karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
maka data yang telah terkumpul dari berbagai sumber dianalisis dan
disusun dalam pola tertentu, fokus tertentu dengan melakukan
reduksi data. Hasil dari reduksi data ini di display untuk setiap pola,
kategori, fokus serta pokok masalahnya.
Hasil dan Pembahasan
Kondisi Sosial Umat Beragama di Kecamatan Pemenang
Lombok Utara
Indonesia adalah bangsa yang mengklaim diri sebagai bangsa
yang religius. Klaim tersebut paling tidak dengan alasan bahwa
seluruh penduduk Indonesia tiadak ada satupun yang tidak
memeluk salah satu agama. Atau dengan kata lain seluruh
penduduk Indonesia tanpa terkecuali mengaku sebagai pemeluk
salah satu agama yang sekurang-kurangnya dibuktikan dengan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) (Muhaimin AG, 2004:1). Buktibukti kalim religius bangsa Indonesia dapat pula diidentifikasi
antara lain melalui fakta-fakta historis, demografis, sosiologis, dan
kultural (Muhaimin AG, 2004:2).
Di Indonesia ada enam agama yang diakui negara, yaitu Islam,
Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.
Kemajemukan agama ini di satu sisi tentu merupakan kekayaan
30
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
bangsa. Namun di sisi lain kemajemukan ini mengandung potensi
yang sangat besar terhadap terjadinya konflik dan disintegrasi.
Konflik dalam masyarakat majemuk dapat berlangsung terus
menerus di setiap tempat dan waktu. Persoalan kerukunan umat
beragama senantiasa perlu terus-menerus disosialisasikan. Karena,
tak dapat dipungkiri banyak konflik antarumat beragama dan intern
umat beragama di Indonesia pada kenyataannya masih terus
berlangsung hingga hari ini.
Kerukunan umat beragama sangat diperlukan, agar bisa
menjalani kehidupan beragama dan bermasyarakat di bumi
Indonesia ini dengan damai, sejahtera, dan jauh dari kecurigaan
kepada kelompok-kelompok lain. Dengan begitu, agenda-agenda
kemanusiaan yang seharusnya dilakukan dengan kerja sama
antaragama, seperti memberantas kemiskinan, memerangi
kebodohan, mencegah korupsi, membentuk pemerintahan yang
bersih, serta memajukan bangsa, dapat segera dilakukan dengan
sebaik-baiknya.
Agenda-agenda tersebut, jelas tidak dapat dilaksanakan dengan
optimal, jika masalah kerukunan umat beragama belum
terselesaikan. Fakta menjelaskan meskipun setiap agama
mengajarkan tentang kedamaian dan keselarasan hidup, realitas
menunjukkan pluralitas agama seringkali memicu pemeluknya
untuk saling berbenturan dan bahkan terjadi konflik. Konflik jenis
ini dapat mempunyai dampak yang amat mendalam dan cenderung
meluas. Bahkan implikasinya bisa sangat besar sehingga berisiko
sosial, politik maupun ekonomi yang besar pula.
Padahal, di era globalisasi sekarang ini, masyarakat harus mau
hidup berdampingan dalam lingkungan sosial yang plural,
melampui sekat etnis, budaya, dan agama. Untuk menyelenggarakan
kehidupan yang harmonis, aman, dan damai, mereka dituntut
mampu menyikapi realitas kemajemukan.
Konsep pluralisme seakan sudah menjadi filosofi
ketatanegaraan masyarakat global saat ini. Dalam al-Qur’an dan
Hadits, konsep pluralisme ini juga dijelaskan secara eksplisit. Dalam
beberapa ayat al-Qur’an dikatakan bahwa tujuan pluralitas manusia
31
Peran Guru … (Muh. Azkar)
antara lain, pertama, sebagai simbol atau tanda kebesaran Tuhan
(QS. Al-Rum 30: 22); kedua, sebagai sarana berinteraksi dan
berkomunikasi antar sesama manusia (QS. Al-Hujarat 49: 13);
ketiga, sebagai ujian dan sarana manusia dalam berlomba menuju
kebaikan dan prestasi (QS. Al-Maidah 5: 48); dan keempat, sebagai
motivasi beriman dan beramal sholeh (QS. Al-Baqarah 2: 60) (lihat
Nur Achmad, 2001: ix).
Dalam Islam, pluralitas merupakan dasar dari penciptaan alam
dan karenanya pluralisme tidak berpotensi dan bermaksud untuk
melahirkan konflik (the source of conflict), melainkan berpotensi untuk
membentuk sebuah keseimbangan (equilibrium). Karena itu Islam
menetapkan bahwa syarat untuk membuat keharmonisan adalah
pengakuan-pengakuan terhadap komponen yang secara alamsiah
berbeda (Hamim, dkk, t.th:14).
Sebagaimana yang diungkapkan Zainuddin (2006:22), relasi
antarumat beragama sebenarnya sudah terjadi sejak zaman Nabi
Muhammad. Sebagai pemimpin agama dan negara, Nabi
Muhammad telah meletakkan asas kerukunan antarumat beragama
dengan “Piagam Madinah”. Di antara isi Piagam Madinah antara
lain menyangkut kerjasama dan saling menolong antara kaum
Muslimin dan kaum Yahudi dalam menghadapi pihak luar yang
melakukan penyerangan terhadap kedua kelompok tersebut.
Piagam Madinah merupakan komitmen bersama antara kaum
Muslimin dan Yahudi dalam mempertahankan kota Madinah.
Rasa aman dan tentram tersebut, tidak muncul tiba-tiba
melainkan melalui suatu proses untuk mencapai pengenalan serta
memahami satu dengan yang lain. Proses itu hanya bisa terjadi jika
adanya dialog dan kerjasama antarumat beragama. Dialog dan
kerjasama itu bukan untuk memperlihatkan pelbagai perbedaan
ajaran, melainkan kebersamaan pandangan tentang aspek-aspek
hidup dan kehidupan. Sekaligus mampu memahami agama orang
lain dengan benar; serta meningkatkan ikatan persaudaraan sebagai
rakyat dan bangsa Indonesia, yang membawa pada peningkatan
kerjasama dalam berbagai bidang.
32
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
Masyarakat Lombok Utara pada umumnya dan masyarakat
Kecamatan Pemenang khususnya, adalah para pemeluk agama yang
taat dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Berbagai etnis dan
agama yang ada di Lombok Utara sejauh ini dapat hidup secara
damai dan penuh dengan toleransi. Tentu saja kenyataan ini tidak
menafikan terjadinya gejolak yang muncul beberapa kali, tetapi
sejauh itu gejolak-gejolak tersebut dapat dikatakan sebagai riak-riak
kecil semata yang dapat secara cepat ditangani dan diselesaikan.
Perbedaan organisasi keagamaan antara NU, NW dan organisasi
lainnya, walaupun seringkali memunculkan ketegangan, namun
tidak sampai memunculkan konflik fisik yang massif. Rivalitas
antara masing-masing kelompok di satu sisi memberikan dampak
yang positif bagi perkembangan agama Islam sendiri. Sebagai
contoh, dengan munculnya banyak madrasah dan lembaga
pendidikan yang dibangun oleh masing-masing kelompok dapat
memudahkan masyarakat untuk belajar dan menuntut ilmu agama.
Artinya rivalitas atau persaingan yang sehat antarkelompok
keagamaan dalam bidang agama merupakan bagian dari istibaq al
khairat (berlomba dalam kebaikan) yang dianjurkan oleh Islam.
Namun rivalitas dalam bidang sosial dan politik yang sudah
mengarah pada kepentingan kelompok dan individu lah yang
sesungguhnya berpotensi melahirkan ketegangan dan konflik.
Sebab bagi yang berbeda organisasi menganggap bahwa
kemenangan kelompok lain dapat merugikan kelompok mereka. Di
sini terlihat kepentingan kelompok yang paling dikedepankan dan
bukan kepentingan agama.
Konflik-konflik yang sempat terjadi antara organisasi
keagamaan di Kecamatan Pemenang ataupun antarumat beragama
hanya bersifat ketegangan-ketegangan yang masih dapat
ditanggulangi dan diselesaikan secara kekeluargaan. Keteganganketegangan tersebut tidak sampai kepada konflik fisik dan massif.
Sehingga dengan demikian kerukunan dapat dikatakan terjaga
dengan baik.
Selanjutnya kondisi dan situasi yang kondusif ini, harus
senantiasa dipelihara dan dijaga keharmonisannya. Sebab jika tidak,
33
Peran Guru … (Muh. Azkar)
berbagai kemungkinan dapat merusak keharmonisan yang selama
ini telah terbina secara mantap. Begitu rawannya kehidupan
antarumat beragama, sehingga salah satu prioritas pembangunan di
Indonesia adalah masalah kerukunan hidup antarumat beragama.
Mewujudkan kerukunan hidup umat beragama di Pemenang,
perlu diperhatikan adanya faktor penghambat dan penunjang.
Beberapa faktor penghambat kerukunan hidup beragama di
Kecamatan Pemenang, antara lain: fanatisme dangkal, sikap
sentimen, kepentingan elit kelompok, maupun ketidak-matangan
dan ketertutupan penganut agama itu sendiri.
Adapun faktor-faktor pendukung dalam upaya kerukunan hidup
beragama di Kecamatan Pemenang, yaitu adanya nilai gotongroyong, saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agamanya, kerjasama di kalangan intern maupun
antar umatberagama, kematangan, keterbukaan sikap para penganut
agama.
Kerukunan hidup beragama masyarakat Kecamatan Pemenang
yang dicita-citakan untuk masa-masa mendatang bukan sekadar
kerukunan semu, melainkan kerukunan yang mantap, kerukunan
yang otentik, positif, kerukunan melalui pendekatan komunikasi
teologis yang saling pengertian. Aspek kerukunan merupakan nilai
yang dapat ditemukan dalam ajaran setiap agama maupun dalam
aktivitas sosialnya. Kerukunan merupakan nilai yang universal. Hal
ini artinya bahwa semua manusia pada dasarnya berkepentingan
untuk merealisasikannya. Di antara usaha-usaha untuk mewujudkan
kerukunan hidup umat beragama itu adalah melalui dialog
antaragama.
Setidak-tidaknya ada empat faktor yang cenderung mendorong
bertumbuhnya kerukunan umat beragama beragama di Kecamatan
Pemenang yaitu: (1) kesadaran sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan, terutama dalam bidang ekonomi; (2) ikatan
kekeluargaan; dan (3) hubungan ketetanggaan.
Faktor yang dirasa paling mendorong kerukunan intern umat
beragama ialah ikatan kekeluargaan yang acapkali terdapat di antara
golongan yang satu dengan yang lain. Unsur pendorong kerukunan
34
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
yang lain dapat ditelusuri pada sikap yang terjalin dalam hubungan
antartetangga. Para penghuni rumah yang saling berdekatan
biasanya berpikir bahwa di antara mereka selayaknya terdapat
keharmonisan, kerjasama dan tolong-menolong dalam kehidupan
sehari-hari.
Peran Guru PAI SMAN 1 Pemenang Lombok Utara di
Masyarakat
Bidang Keagamaan
Guru Pendidikan Agama Islam SMAN I Pemenang Lombok
Utara yang sehari-hari dipangggil masyarakat sekitar dengan
panggilan “ustadz” merupakan seorang tokoh agama yang memiliki
pengaruh dan peran di tengah masyarakat. Sebagai seorang tokoh
agama, kata-kata dan ucapannya sangat didengar dan dipatuhi oleh
masyarakat.
Walaupun tidak termasuk anggota atau simpatisan organisasi
Nahdhatul Wathan, namun hubungannya selama ini dengan
pengurus maupun simpatisan NW cukup baik. Tidak hanya bagi
kalangan non NW, namun bagi kalangan NW-pun ia diakui sebagai
seorang pribadi yang santun dan memiliki hubungan baik dengan
seemua lapisan masyarakat.
Di Dusun Telaga Wareng khususnya, Subawaeh, guru PAI
dipercaya dan diberikan tugas sebagai Ketua Ta’mir Masjid
(Dokumentasi, Struktur Organisasi Masjid Raudahtul Jannah).
Peran dan tugas tersebut menunjukkan kepercayaan masyarakat
yang begitu tinggi kepada Subawaeh. Walaupun ia termasuk orang
yang sangat sibuk, baik dengan tugas mengajarnya di sekolah,
maupun tugas-tugas lain.
Bagi masyarakat sekitar, terutama masyarakat awam, jabatan
sebagai ketua ta’mir masjid menunjukkan bahwa akan ketinggian
pengetahuan dalam bidang agama. Bahkan lebih dari itu, ia diakui
sebagai orang yang paling faham terhadap agama di tempat
tersebut.
Sebagai seorang tokoh agama ia melakukan kegiatan-kegiatan
dakwah dengan membuka pengajian-pengajian di masjid-masjid di
35
Peran Guru … (Muh. Azkar)
beberapa masjid di Kecamatan Pemenang. Pengajian tersebut
dipimpin olehnya dan beberapa tokoh agama lain dan terkadang
berasal dari para Tuan Guru dari Kabupaten lain. Ini sebagai
bentuk dakwah dan silaturrahmi dengan segenap masyarakat
(Subawaeh, Wawancara, 26 Februari 2014).
Tidak cukup dakwah secara verbal di masjid yang dilakukan
oleh Subawaeh, digagaslah pendirian sebuah Madrasah Tsanawiyah
yang diberi nama Madrasah Tsanawiyah Al-Jihad di Dusun Telaga
Wareng. Nama Al-Bayan diambil dari bahasa arab yang berarti
berjihad atau berjuang.Pendirian madrasah ini menurut Subawaeh
semata-semata untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses
pendidikan khusunya untuk memberikan sumbangan pemahaman
keagamaan bagi masyarakat. Subawaeh merupakan salah seorang
pengurus dan penasehat dalam organisasi madrasah.
Sejak hadirnya madrasah tersebut di tengah-tengah masyarakat
sedikit banyak memberikan pengaruh dan dampak positif terhadap
pemahaman keagamaan Islam masyarakat. Madarasah Tsanawiyah
Al-Jihad samapai saat ini telah mengeluarkan banyak lulusan
(Marwan, Wawancara, 27 Februari 2014).
Dengan berbagai media dakwah yang dilakukan oleh Subawaeh
ternyata mampu memberikan nuansa keagamaan yang berbeda di
masyarakat bila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan
dakwah yang begitu intensif, baik dari kegiatan majlis taklim dan
lain sebagainya dalam masyarakat di Pemenang dapat dilihat dan
diketahui dari beberapa penuturan masyarakat setempat, sebagai
informan peneliti dengan melakukan wawancara berikut datanya.
Bidang Sosial Kemasyarakatan
Subawaeh guru PAI SMAN I Pemenang adalah orang yang
sudah diakui dan dipercaya oleh masyarakat. Peran yang diberikan
pun bukan hanya dalam bidang-bidang keagamaan, namun juga
dalam bidang sosial kemasyarakatan. Dalam bidang sosial
kemasyarakatan guru PAI SMAN I Pemenang misalnya dipercaya
sebagai ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Pemenang Barat.
36
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
Dengan demikian guru PAI SMAN I Pemenang ikut ambil bagian
dalam pemerintahan.
Sebagai seorang wakil masyarakat, Subawaeh merupakan orang
yang dianggap paling tegas dalam menyuarakan aspirasi terutama
masyarakat Desa Pemenang Barat. Inilah salah satu alasan yang
dikemukakan sehingga ia diangkat menjadi ketua BPD. Hasiruddin
yang juga anggota BPD Pemenang Barat mengungkapkan :
“Di antara anggota-anggota BPD beliau merupakan figur yang
palingdisegani dan dihormati. Beliau orangnya tegas dan berani dalam
menyampaikan aspirasi masyarakat. Beliau adalah orang yang pantas
dijadikan pemimpin, karena di samping tegas dan dihormati, beliau juga
bisa berkomunikasi dengan baik dengan semua pihak, termasuk dengan
kalangan pemerintah. (Hasiruddin, Wawancara, 1 Maret 2014)
Dari kepercayaan dan kedudukan tersebut, dapat diketahui
peran Subaweh di masyarakat. Ia memiliki peran tidak hanya dalam
bidang sosial keagamaan, tapi juga berperan dalam bidang sosial
kemasyarakatan. Artinya kepercayaan masyarakat tidak hanya dalam
bidang pendidikan dan agama, namun juga pada bidang-bidang
sosial kemasyarakatan.
Sebagai wakil masyarakat, Subawaeh adalah lidah penyambung
yang menyampaikan masyarakat dengan pemerintah. Keinginankeinginan dan berbagai aspirasi masyarakat yang dipegangnya wajib
disampaikan kepada pemerintah. Begitu juga sebaliknya, dia
merupakan tangan pemerintah untuk membantu sosialisasi
terhadap berbagai program yang akan dilaksanakan. Dengan begitu,
Subawaeh adalah legislator dan mediator antara masyarakat dengan
pemerintah.
Dalam tugasnya sebagai tokoh di masyarakat, ada beberapa hal
yang dilakukan oleh guru PAI terutama terkait dalam membina
kerukunan umat beragama. Guru PAI melakukan pembinaan
melalui beberapa kegiatan sebagai berikut:
Pengajian/majlis ta’lim
Majlis ta’lim merupakan kegiatan non formal yang juga dirintis
oleh Subawaeh, guru PAI SMAN I Pemenang. Sambutan
masyarakat sendiri sangat baik dalam mengikuti kegiatan majlis
37
Peran Guru … (Muh. Azkar)
taklim ini. Selain di masjid, majlis ta’lim juga dibuka di surau
miliknya. Jika di masjid, pengajian dibuka untuk masyarakat umum
terutama golongan tua, namun di surau pengajian dikhusukan
untuk anak-anak usia sekolah. Di masjid dilakukan setelah sholat
maghrib sampai sholat isya. Sementara di surau dilakukan setelah
sholat shubuh. Kegiatan ini berbentuk pengajian sederhana dengan
duduk bersila, dilakukan pada setiap malam setelah shalat magrib
sampai dengan shalat isya.
Penyampaian yang sederhana, santun dan penuh toleransi,
sehingga sampai dengan saat ini kegiatan majlis taklim yang
dilakukan guru PAI SMAN I Peemenang tidak hanya di Dusun
Telaga Wareng namun ada beberapa tokoh masyarakat yang
menginginkan kegiatan majlis ta’lim ini secara rutin dilakukan di
masjid tempat mereka berada bahkan ada yang tidak rutin terutama
ketika ada acara seremonial anggota masyarakat.
Materi-materi pengajian yang diberikan sebagaimana diceritakan
oleh guru PAI lebih banyak menyangkut persoalan akhlak dan
hubungan-hubungan sosial. terutama pada pengajian remaja.
Masalah-masalah ibadah disampaikan biasanya pada bulan-bulan
tertentu seperti masalah puasa dan zakat pada bulan Ramadhan,
pembahasan haji di bulan Zulhijjah (Subawaeh, Wawancara, 2
Maret 2014).
Khutbah Jumat
Aktivitas dakwah juga dilakukan oleh Subawaeh guru PAI
SMAN I Pemenang juga melalui khutbah jum’at. Marwan, tokoh
pemuda mengatakan bahwa setiap Jum’at Subawaeh secara
bergiliran mendapatkan undangan untuk menyampaikan khutbah
jum’at disekitar masjid yang berada di desa di Pemenang. Biasanya
materi yang disampaikan lebih kepada masalah-masalah sosial
(Marwan, Wawancara, 3 Maret 2014).
Melalui khutbahnya Subawaeh juga memilih topik yang
berkenaan dengan kegiatan sehari-hari, seperti pentingya bersikap
jujur, menjalin silaturrahmi, menjaga amanah dan pembahasan lain
yang berkaitan dengan sikap terpuji dan hubungan sosial
kemasyarakatan.
38
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
Dengan berbagai media dakwah yang dilakukan oleh Subawaeh,
guru PAI SMAN I Pemenang ternyata mampu memberikan nuansa
keagamaan yang berbeda di masyarakat bila dibandingkan dengan
sebelum adanya kegiatan dakwah yang begitu intensif, baik dari
kegiatan majlis ta’lim, dan lain sebagainya perubahan kegamaan
dalam masyarakat di Kecamatan Pemenang dapat dilihat dari
beberapa penuturan masyarakat setempat di Kecamatan Pemenang.
Pembentukan kelompok kematian dan pernikahan
Setiap musibah, terutama kematian akan dapat mendatangkan
rasa solidaritas di kalangan manusia. Musibah kematian yang
dihadapi oleh seorang tetangga misalnya, akan menumbuhkan sikap
empati dari tetangga lainnya, walaupun sebelumnya bisa saja
mereka menyimpan masalah.
Di Telaga Wareng Pemenang Barat, ini dimanfaatkan oleh
Subawaeh untuk membentuk semacam kelompok yang disebut
kelompok kematian. Kelompok kematian ini dibentuk agar masingmasing anggota masyarakat yang ada dalam kelompok tersebut
terlibat secara aktif membantu anggota kelompok lain yang
tertimpa musibah kematian. Anggota kelompok wajib hukumnya
memberikan bantuan baik moriil maupun materil kepada anggota
lain yang sedang ditimpa musibah. Ini bisa dikatakan semacam
arisan.
Tidak hanya untuk saling bantu membantu, tapi musibah
kematian ini juga dimanfaatkan untuk menggelar pengajian di
rumah duka selama seremoni belum selesai. Biasanya seremoni atau
acara tahlilan dilakukan selama sembilan hari. Selama itu pula
dilakukan pengajian. Pengajian dilakukan setiap selesai acara
tahlilan di rumah duka.
Kelompok kematian dan juga kelompok pernikahan ini
dipimpin langsung oleh ta’mir masjid dan masuk dalam
kepengurusan masjid. Para orang tua juga sangat mendukung
kegiatan ini. Sebab adanya kelompok ini maka beban mereka juga
akan sedikit berkurang.
Di Dusun Telaga Wareng dibentuk dua kelompok kematian.
Kelompok ini dibagi berdasarkan jumlah musholla yang ada.
39
Peran Guru … (Muh. Azkar)
Karena acara-acara kematian seperti tahlilan biasanya diadakan di
musholla. Walaupun kelompok kematian dan pernikahan ini tidak
diharuskan untuk semua warga masyarakat, namun antusias warga
untuk mengikuti kelompok sangat besar. Karena memang akan
mempermudah dan sangat membantu mereka pada saatnya nanti.
Simpulan
Kerukunan umat beragama di Kecamatan Pemenang masih
terjaga dan berjalan harmonis. Masalah konflik antara masingmasing organisasi keagamaan dan konflik antarumat beragama di
Kecamatan Pemenang adalah lebih banyak berkisar mengenai
perbedaan latar belakang persepsi keagamaan, kepentingan
antarkelompok baik dalam bidang sosial dan politik. Demikian juga
adanya rasa fanatisme terhadap organisasi, agama, adat istiadat juga
merupakan sebab mereka saling merasa lebih tinggi antara satu
dengan yang lain yang dapat menimbulkan konflik. Sedangkan
adanya tempat tinggal yang berdekatan, pasar, sekolah umum yang
sama, ternyata dapat membantu melakukan integrasi dan hubungan
kerjasama yang akrab. Demikian pula dengan adanya peringatan
hari-hari besar keagamaan, maupun hari besar nasional, atau acaraacara formal lainnya yang diselenggarakan oleh pemerintah, dapat
menjadi faktor pendorong untuk saling menyadari perlunya
kesatuan dan kerjasama sosial untuk mengurangi potensi konflik
antara mereka.
Guru PAI SMAN 1 Pemenang memiliki beberapa peran di
tengah masyarakat. Peran-peran tersebut merupakan wujud dari
pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai seorang tokoh agama
dan tokoh masyarakat. Beberapa peran guru PAI SMAN 1
Pemenang Lombok Utara di masyarakat adalah sebagai pendidik,
sebagai penengah konflik, sebagai legislator (sebagai BPD Desa
Pemenang Barat), dan sebagai Ketua Ta’mir Masjid Raudhatul
Jannah Telaga Wareng. Melalui status dan perannya di masyarakat,
terkait dengan pembinaan kerukunan umat beragama ada beberapa
kegiatan yang dilakukan oleh guru PAI SMAN I Pemenang, yaitu
sebagai berikut: (1) membina kerukunan intern umat beragama
40
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
dilakukan melalui kegiatan dakwah lewat pengajian, khutbah jum’at,
peringatan hari besar Islam, selakaran, dan membina kelompok
kematian dan pernikahan. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan melalui
statusnya sebagai tokoh agama yaitu tokoh agama Islam; (2)
membina kerukunan antarumat beragama dilakukan dengan
mengembangkan sikap kerjasama antarumat beragama dalam
bidang sosial kemasyarakatan (in community of life) seperti gotong
royong, peringatan hari-hari besar nasional. Sebab pada acara-acara
semacam ini, yang dikedepankan adalah rasa nasionalisme dan rasa
persaudaraan sesama bangsa Indonesia. Ini dilakukan oleh guru
PAI SMAN 1 Pemenang melalui perannya sebagai tokoh
masyarakat. Oleh karena itu hubungan ini masih bersifat top down;
dan (3) membina kerukunan antarumat beragama dengan
pemerintah dilakukan melalui kerjasama dan silaturrahmi.
Kerjasama dengan pemerintah sangat diperlukan sebab pemerintah
juga memiliki kewajiban dalam menjaga kerukunan di masyarakat.
Daftar Pustaka
Achmad, Nur. 2001. Pluralitas Agama, Kerukunan Dalam Keragaman.
(Jakarta: Penerbit Kompas.
Azra, Azyumardi. 2007. Memahami Hubungan Antaragama, Jogjakarta:
eLSAQ PRESS.
Faisal, Sanapiah. tth. Sosiologi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.
Muhaimin AG. 2004. Damai di Dunia, Damai Untuk Semua Perspektif
Agama-Agama, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama.
Muhaimin, 2004. Paradigma Pendidikan Islam,Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agam Islam Di Sekolah, (Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nganggung, P Paul. Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Pluralistik,
dalam Th. Sumartana, Pluralisme, Konflik, dan Pendidikan
Agama di Indonesia, Jakarta: Interpedei.
Robert K. Yin, 2006. Studi Kasus, terj. M. Djauzi Mudzakir, Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
41
Peran Guru … (Muh. Azkar)
Soekanto, Soerjono. 2006.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Soyomukti, Nurani. 2010. Pengantar Sosiologi, Dasar Analisis, Teori,
dan Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial,
Perubahan Sosial, dan Kajian-Kajian Skeptis. Jogjakarta: ArRuzz Media.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Pengembangan Kurikulum, Teori
dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sumartana, Th. Pluralisme, Konflik, dan Pendidikan Agama di Indonesia.
Jakarta: Interpedei.
Suprayogo, Imam. 2007. Kyai dan Politik, Membaca Citra Politik Kyai.
Malang: UIN Malang Press.
Syani, Abdul. 2007. Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Syarbini, Amirullah dkk. 2011. Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat
Beragama. Jakarta: Kompas-Gramedia.
Yamin, Moh. dan Vivi Aulia, 2011. Meretas Pendidikan Toleransi,
Pluralisme dan Multikulturalisme, Malang: Madani Media.
Zainuddin dalam Mudjia Rahardjo, 2006. Quo Vadis Pendidikan
Islam, Pembacaan Realitas Pendidikan Islam, Sosial dan
Keagamaan, Malang: UIN Malang Press.
http//Sulastri-S3IP.Unesa.ac.id/2011/06/07/kompetensi
sosial/htm.
42
Download