Hubungan antara Iklim Organisasi dan Perilaku Inovatif di Tempat

advertisement
Hubungan antara Iklim Organisasi dan Perilaku Inovatif di Tempat Kerja
pada Karyawan
Relationships between Organizational Climate and Innovative Work Behavior
among Employees
Indra Octara
Alice Salendu
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara iklim organisasi dan perilaku
inovatif di tempat kerja pada karyawan perusahaan, serta untuk mengetahui dimensi dari
iklim organisasi yang memberikan sumbangan terbesar terhadap perilaku inovatif di tempat
kerja. Pengukuran perilaku inovatif di tempat kerja sendiri dilakukan dengan menggunakan
Janssen’s Innovative Work Behavior, sedangkan pengukuran iklim organisasi dilakukan
dengan menggunakan Organizational Climate Measure (OCM). Partisipan dalam penelitian
ini berjumlah 205 karyawan perusahaan, yang terdiri dari berbagai macam divisi dalam satu
perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan
antara perilaku inovatif di tempat kerja dan iklim organisasi pada karyawan perusahaan X (r
= 0.685, n = 205, p < .01, one-tailed). Hasil tersebut memiliki arti bahwa semakin tinggi
perilaku inovatif di tempat kerja yang dimiliki oleh individu, maka akan semakin tinggi iklim
organisasi yang dimilikinya. Hasil lain dari penelitian ini diperoleh bahwa dimensi open
system dari iklim organisasi memberikan sumbangan terbesar terhadap perilaku inovatif di
tempat kerja, yang berarti peningkatan pada open system dari iklim organisasi akan diikuti
oleh peningkatan terhadap perilaku inovatif di tempat kerja.
Kata Kunci:
Inovasi, Perilaku Inovatif, Innovative Work Behavior, Iklim Organisasi, OCM
ABSTRACT
This research was conducted to find the relationship between organizational climate and
innovative work behavior among employee in company, to know how much each dimension
of organizatioanl climate was given to innovative work behavior. Innovative work behavior
was measured by using instrument named Janssen’s Innovative Work Behavior and
organizational cimate was measured by using a modification instrument named
Organizational Climate Measure (OCM). The participants of this research were 205
employee of company, consist of various divisions within company. The main result of this
research showed that there was a positive significant correlation between innovative work
behavior and organizational climate among employee (r = .685, n = 205, p < .01,one-tailed).
This result means that the higher innovative work behavior of one’s own, the higher
organizational climate of him. Another result of this research was that the biggest
contribution of organizational climate to innovative work behavior was open system, which
meant, an increase of open system component from organizational climate would be followed
by an increase of innovative work behavior.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Key Words:
Inovation, Innovative Work Behavior, Organizational Climate, OCM
1. Pendahuluan
Pembahasan mengenai pertumbuhan dan perkembangan industri di berbagai sektor
industri semakin menjadi topik hangat. Tema tersebut semakin menjadi booming setelah
persaingan antar industri semakin ketat di berbagai bidang, seperti industri elektronik,
otomotif, dan sebagainya. Pertumbuhan dan perkembangan yang dilakukan oleh industriindustri tidak hanya terbatas pada teknologi, tetapi juga termasuk kualitas pelayanan yang
ditawarkan, proses yang lebih singkat, dan sebagainya. Persaingan yang ketat tersebut
memperlihatkan bahwa perusahaan yang mampu membedakan diri dengan pesaingnya adalah
perusahaan yang mampu bertahan dari perkembangan zaman (Smith, Collins, & Clark, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Sangeeta (2006) menunjukkan bahwa setiap perusahaan yang
ingin bertahan dalam menghadapi tantangan di dunia industri harus mampu mengembangkan
potensi yang ada dalam diri perusahaan tersebut, baik berupa teknologi yang digunakan,
proses atau prosedur, peningkatan kualitas pelayanan, produk dan pasar, melalui para sumber
daya manusia yang ada di perusahaan.
Imran, Saeed, Anis-ul-Haq, dan Fatima (2010) mengemukakan dalam penelitiannya
bahwa untuk dapat bersaing dalam era pertumbuhan teknologi ini, setiap perusahaan
membutuhkan inovasi yang melahirkan ide-ide baru. Inovasi sendiri didefinisikan sebagai
adalah segala pemikiran, tingkah laku, atau sesuatu yang baru karena secara kualitas berbeda
dari bentuk-bentuk yang sudah ada (Barner, 1953). Senada dengan pendapat dari Barner,
Robbins (1996), mengatakan bahwa inovasi merupakan suatu gagasan baru yang diterapkan
untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk, proses, atau jasa. Dia menambahkan
bahwa hampir semua inovasi menyangkut perubahan, tetapi tidak harus selalu mengenai ideide baru. Hal tersebut diperkuat oleh West (1997) yang menyatakan bahwa inovasi tidak
hanya meliputi perubahan-perubahan teknologi seperti produk-produk, tetapi juga meliputi
proses-proses produksi baru, pengenalan teknologi manufaktur canggih, atau pengenalan
layanan-layanan pendukung komputer baru dalam suatu organisasi. Inovasi juga dapat
ditemukan pada perubahan administratif, seperti kebijakan organisasional, pengenalan sistem
tim kerja, strategi-strategi sumber daya manusia (Devita, 2003).
Perusahaan yang maju dengan visi dan misi yang bagus tidak luput dari penggerak di
dalamnya, yakni sumber daya manusia (SDM). Menurut Oei (2010), karyawan atau sumber
daya manusia (SDM) merupakan satu-satunya aset perusahaan yang bernapas atau hidup di
samping aset-aset lain yang tidak bernapas atau bersifat kebendaan, seperti modal, bangunan,
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
gedung, kendaraan, mesin, dan sebagainya. Aset ini, SDM, mensyaratkan adanya pengelolaan
yang berbeda dengan aset lain, sehingga apabila dikelola dengan baik mampu memberikan
sumbangan bagi kemajuan perusahaan secara aktif. Ditambahkan bahwa sebuah organisasi
atau perusahaan juga akan mampu memenangkan persaingan di dunia global dan mampu
menunjukkan eksistensinya jika didukung oleh SDM yang berkualitas. Untuk dapat menjadi
perusahaan yang inovatif, maka SDM sebagai penggerak dari organisasi juga harus memiliki
karakter inovatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Getz dan Robinson (2003) menunjukkan tentang siapa
yang membuat suatu ide baru atau improvisasi di perusahaan, mereka menemukan bahwa
80% ide diinisiatifkan oleh karyawan perusahaan dan 20% lainnya adalah hasil dari rencana
inovasi yang telah ditetapkan perusahaan. Penelitian tersebut memperkuat asumsi bahwa
karyawan merupakan bagian penting untuk menghasilkan inovasi. Oleh karena itu, salah satu
cara untuk mewujudkan organisasi yang inovatif adalah dengan meningkatkan tingkah laku
inovatif para karyawan.
Perilaku inovatif dilihat sebagai perilaku yang berbeda dengan kreativitas, dimana
kreativitas akan berhenti pada generasi ide, sedangkan perilaku inovatif akan terus belanjut
hingga bagaimana ide tersebut dipromosikan dan diimplementasikan di pasaran (De Jong &
Den Hartog, 2008). Perilaku inovatif dapat meningkatkan kinerja perusahaan karena tidak
hanya mengubah hasil atau outcome dari perusahaan, tetapi juga termasuk ke proses dan
prosedur yang ada di perusahaan. Janssen (2000, 2001) mengatakan bahwa kemampuan
berinovasi dan mengimprovisasikan produk, service, dan proses kerja merupakan hal yang
krusial dalam organisasi untuk saat ini. Setiap karyawan membutuhkan baik keinginan dan
kemampuan berinovasi jika ingin dapat merealisasikan inovasinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Solomon, Winslow, dan Tarabishy (2004) menemukan
bahwa iklim organisasi adalah faktor esensial yang mungkin mempengaruhi perilaku inovatif
pada individu. Hal ini disebabkan karena iklim organisasi merefleksikan keyakinan dan
psychological meanings dari setiap karyawan kepada lingkungannya dan berusaha
mewujudkannya (Schneider & Reichers, 1983). Iklim organisasi didefinisikan sebagai suatu
set perilaku, sikap, dan perasaan, dimana hal tersebut tampak pada keseharian dalam
lingkungan organisasi dan setiap individu dari organisasi mengalami dan memahami hal
tersebut (Isaksen & Lauer, 1999). Iklim secara garis besar berbeda dengan budaya organisasi,
dimana Gibson (1996) menyatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas khusus dari
suatu organisasi dan budaya organisasi merupakan suatu kualitas umum dari suatu organisasi.
Pernyataan tersebut kemudian diperjelas bahwa iklim merupakan sekumpulan sifat dari suatu
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
lingkungan kerja yang dipersepsikan secara langsung atau tidak langsung oleh karyawan dan
dianggap sebagai kekuatan utama yang dapat mempengaruhi tingkah laku karyawan.
Sedangkan budaya merupakan suatu sistem nilai, keyakinan, dan norma yang telah tumbuh
dalam suatu organisasi yang dapat mendorong ataupun menghambat efektivitas organisasi.
Quinn dan Rohbaugh (1983) membuat dasar dari alat ukur iklim organisasi dengan
nama Competing Values Framework (CVF), yang kemudian oleh Patterson, West,
Shackleton, Lawthom, Maitlis, Robinson, Dawson, dan Wallace, (2004, 2005) dikembangkan
lagi menjadi Organizational Climate Measure (OCM). Pada alat ukur OCM, iklim organisasi
dilihat sebagai variabel yang multidimensional dimana terdapat empat dimensi yang
membagi konstruk tersebut, yakni yaitu Human Relations, Internal Process, Open System,
dan Rational Goal (Patterson et al., 2005). Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil dua
dimensi yang akan menjadi fokus, yaitu open system dan rational goal model. Hal ini
dikarenakan meninjau hasil penelitian sebelumnya dimana Jung, Chow, dan Wu (2003)
meneliti bahwa dimensi internal process menggambarkan keadaan dimana organisasi
memiliki level yang rendah dalam iklim kreativitas, inovasi, dan tingginya produktivitas.
Internal process sendiri merupakan dimensi yang menggambarkan kekakuan dalam sebuah
organisasi, karena berisikan aturan pada birokrasi. Dimana pada sistem birokrasi yang ketat
kreativitas dan inovasi bukan menjadi hal utama, dan lebih mengutamakan kuantitas,
produktivitas tinggi (Patterson, et al., 2005). Sedangkan rational goal digambarkan sebagai
iklim yang berorientasi pada perkembangan inovasi, begitu pula dengan dimensi open system
(Jung, et al., 2003).
Secara empiris, iklim organisasi memiliki dampak pada inovasi (Ekvall & Ryhammar,
1999). Churcill, Ford, dan Walker (1976) pernah mengemukakan bahwa iklim organisasi
menampilkan persepsi dari situasi kerja, karakteristik organisasi dan bagaimana hubungan
antara karyawan dalam keseharian. Beberapa penelitian di luar negeri menyatakan bahwa
perilaku inovatif tidak berhubungan dengan iklim organisasi (Bunce & West, 1996). Senada
dengan penelitian sebelumnya, De Jong dan Den Hartog (2008) menemukan hubungan yang
tidak signifikan antara kedua konstruk tersebut. Sedangkan di penelitian lain mengatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku inovatif dan iklim organisasi (Axtel,
Holman, & Wall, 2006).
Peneliti memilih karyawan pada dua perusahaan jenis modul surya, PT X dan Y, dari
enam jenis perusahaan yang di Indonesia sebagai partisipan dalam penelitian ini. Hal ini
karena kedua perusahaan tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan
penelitian, dimana perusahaan terus bergerak dalam bidang inovasi, yakni bidang tenaga
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
surya. Hal tersebut tertera dalam visi dan misi kedua company profile untuk tetap
mengadakan inovasi, sehingga mereka tetap mampu bertahan. Selain itu, menurut Miller dan
Friesen (1984), perusahaan yang baru berkembang akan mengembangkan strateginya dalam
hal memperluas pemasaran produk pada area yang relatif sama dan mengembangkan inovasi
kecil, serta dilakukan oleh semua pihak terkait. Berbeda dengan perusahaan yang telah
dewasa maupun perusahaan yang berada pada tahap revival, mereka akan memfokuskan
strateginya dalam hal efisiensi penyebaran produk dan membuat produk baru dengan pasar
yang jauh berbeda dengan produk sebelumnya. Hal tersebut yang membedakan perusahaan
modul energi dengan perusahaan lainnya, yang telah lama berdiri dan memiliki konsumen
yang berasal dari berbagai kalangan. Perusahaan modul surya yang berada pada tahap
perkembangan dan memfokuskan diri dalam mengembangkan produk-produk yang lebih
inovatif pada pasar yang relatif sama, sehingga inovasi merupakan hal yang utama pada
perusahaan ini.
Berangkat dari fenomena ini, peneliti ingin membuat suatu penelitian replikasi dengan
karakteristik partisipan yang berbeda dan konteks budaya yang berbeda. Peneliti ingin
melihat apakah ada hubungan antara variabel perilaku inovatif dengan dimensi-dimensi iklim
organisasi pada karyawan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, peneliti berasumsi bahwa
terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan
oleh peneliti mengenai kedua variabel, yakni iklim organisasi dan perilaku inovatif, penting
untuk dapat mengetahui dinamika hubungan kedua variabel. Hal ini dikarenakan untuk dapat
meningkatkan perilaku inovatif dari para karyawannya, perusahaan tersebut harus
mengetahui apa saja yang mempengaruhi, salah satunya iklim organisasi. Selain itu, penting
pula mengetahui mengenai hubungan kedua variabel pada kondisi budaya Indonesia.
Penelitian mengenai kedua hal ini di Indonesia sendiri masih kurang banyak diperdalam
sehingga kebanyakan rujukan diperoleh dari luar. Kiranya, hasil penelitian ini dapat
membawa gambaran lebih jelas mengenai hubungan antara perilaku inovatif di tempat kerja
dan iklim organisasi pada karyawan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang, pertanyaan penelitian yang akan dirumuskan dalam
penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat hubungan antara iklim organisasi dan perilaku inovatif di tempat
kerja pada karyawan?
2. Manakah dimensi dari iklim organisasi yang memberikan sumbangan terbesar
terhadap perilaku inovatif di tempat kerja pada karyawan?
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Iklim Organisasi
Iklim Organisasi didefinisikan sebagai kualitas lingkungan yang relatif bertahan di
dalam perusahaan yang dialami oleh para karyawannya, mempengaruhi tingkah laku mereka
dan dapat digambarkan dalam bentuk nilai-nilai dari seperangkat karakteristik tertentu dari
perusahaan (Litwin & Stringer, 1968). Definisi tersebut yang kemudian mendasari penelitianpenelitian lainnya dalam bidang iklim organisasi, salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Patterson et al. (2004). Patterson et al. (2004) melakukan pengembangan alat
ukur berdasarkan teori yang digunakan oleh penelitian sebelumnya dan menghasilkan alat
ukur yang dinamakan Organizational Climate Measure (OCM). Alat ukur tersebut memiliki 4
dimensi yang setiap dimensinya memiliki sub-dimensi di bawahnya. Pada penelitian ini,
dimensi yang digunakan berjumlah dua, yakni open system dan rational goal. Hal ini didasari
oleh penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kedua dimensi tersebut merupakan
dimensi penyokong untuk jenis perusahaan yang tidak mengandalkan birokrasi (Imran et al.,
2010).
a. Open system
Model ini menekankan pada fokus eksternal dan fleksibilitas pada organisasi, dimana
perubahan dan inovasi telah dipersiapkan. Norma dan nilai diasosiasikan dengan
pertumbuhan, perolehan sumber, kreativitas, dan adaptasi. Beberapa hal yang merefleksikan
yaitu Flexibility, yaitu adanya orientasi terhadap perubahan. Innovation, yaitu tingkat
dorongan dan dukungan mengenai ide-ide baru dan pendekatan inovatif. Outward focus,
yaitu tingkat respon organisasi dalam menanggapi kebutuhan konsumen dan pasar secara
umum. Reflexivity, yaitu fokus pada meninjau kembali tujuan, strategi, proses kerja dan
lingkungan yang lebih luas.
b. Rational goal
Dimensi lain yang digunakan pada penelitian ini adalah rational goal model. Model
ini menekankan pada fokus eksternal tetapi memiliki kontrol yang ketat di dalam organisasi,
seperti pengejaran dan pencapaian dari tujuan-tujuan organisasi, dimana norma dan nilai yang
ada dalam organisasi diasosiasikan dengan produktivitas, efisiensi, pencapaian goal, dan
umpan balik performa (Patterson et al., 2004). Beberapa hal yang merefleksikan dimensi ini
adalah clarity of organizational goals, yaitu fokus pada mendefinisikan tujuan organisasi
dengan jelas. Effort, yaitu melihat pada seberapa keras usaha yang dilakukan oleh orangorang di organisasi dalam mencapai tujuan. Efficiency, yaitu penempatan derajat kepentingan
pada efisiensi dan produktivitas di tempat kerja. Quality, yaitu menekankan pada kualitas dari
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
prosedur. Pressure to produce, yaitu tekanan pekerja dalam mencapai target. Performance
feedback, yaitu penilaian dan umpan balik dari performa kerja.
2.2 Perilaku Inovatif di Tempat Kerja
Beberapa orang menyamakan antara perilaku inovatif dan kreativitas pada level yang
setara. Namun, pada dasarnya, kedua hal tersebut berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dari
proses pembentukannya. Perilaku inovatif meliputi pembentukan ide, promosi ide dan
pelaksanaan ide (Janssen, 2000), dimana kreativitas hanya akan terhenti pada pembentukan
ide (De Jong & Den Hartog, 2008). Beberapa tahun sebelumnya, Torrington et al. (2005) juga
telah mengemukakan bahwa kreativitas lebih menekankan pada sesuatu yang benar-benar
baru, sedangkan inovasi lebih pada kebaruan sifatnya. Perilaku inovatif di tempat kerja
didefinisikan sebagai intensi untuk generasi, promosi dan realisasi pad aide-ide baru dalam
peraturan kerja, grup atau organisasi, supaya menguntungkan performa kerja, grup atau
organisasi. (West & Farr, 1989). Definisi yang diungkapkan oleh West dan Farr (1989) ini
sendiri lebih mengutamakan adanya keinginan dari individu untuk memperoleh,
mempromosikan dan mengimplementasikan ide yang diperoleh. Selain itu, individu juga
berkeinginan untuk menguntukan perusahaan atau organisasi tempat dia bekerja. Dalam
pembahasan lain, perilaku inovatif menurut West dan Farr ini dapat diartikan sebagai perilaku
individu yang diarahkan untuk menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal
‘baru’ yang bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Definisi tersebut kemudian dijadikan
dasar oleh Janssen untuk mengembangkan alat ukurnya, yakni Innovative Work Behavior
(IWB).
Terdapat tiga tahapan yang membentuk perilaku inovatif di tempat kerja menurut
Janssen (2000). Tahapan pertama, idea generation menggambarkan bagaimana usaha
individu untuk memperoleh ide-ide atau cara baru untuk menguntungkan perusahaan. (De
Jong & Den Hartog, 2008). West (1997) mengatakan sebelumnya bahwa produk inovatif atau
perilaku inovatif tidak terbatas meliputi pada produk melainkan cara pelayanan atau
sebagainya. Dorner (2012) menambahkan bahwa ide yang mungkin digunakan oleh
organisasi atau perusahaan lain, tetapi belum pernah diterapkan ke dalam organisasi sendiri
merupakan salah satu contoh kecil dari perilaku inovasi. Oleh karena itu, idea generation
tidak terbatas pada produk, dapat berupa berbagai macam hal.
Tahapan kedua adalah idea promoting, dimana menggambarkan bagaimana individu
mencari dukungan dari lingkungan sekitar untuk mewujudkan ide atau cara yang telah dia
temukan (De Jong & Den Hartog, 2008). Pada tahapan ini, perilaku inovasi yang sebelumnya
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
baru berupa munculnya ide, memperoleh dukungan dari lingkungan sekitar, sehingga menjadi
semakin terlihat nyata. Tahapan kedua dan ketiga yang membedakan perilaku inovasi dan
kreativitas.
Tahapan ketiga adalah idea realization, dimana menggambarkan bagaimana individu
mewujudkan ide atau cara secara nyata. Pada tahapan ini ide-ide yang telah diperoleh
direalisasikan pada kebutuhan perusahaan.
2.3 Hipotesis
Ho: “Tidak ada korelasi antara skor iklim organisasi yang diperoleh dari dari alat ukur
Organizational Climate Measure dan skor total perilaku inovatif di tempat kerja yang
diperoleh dari alat ukur Innovative Work Behavior pada karyawan.”
Ha: “Ada korelasi antara skor iklim organisasi yang diperoleh dari dari alat ukur
Organizational Climate Measure dan skor total perilaku inovatif di tempat kerja yang
diperoleh dari alat ukur Innovative Work Behavior pada karyawan.”
3. Metode
Karakteristik responden pada penelitian ini adalah karyawan perusahaan modul surya
dari 2 perusahaan yang terletak di Jakarta dan Bandung. Kedua perusahaan tersebut sedang
melakukan inovasi baik dari sisi produk/proses/pelayanan dan sebagainya. Keterangan
mengenai inovasi di perusahaan diperoleh berdasarkan hasil wawancara singkat dan
penelusuran mengenai company profile (visi dan misi). Selain itu batasan usiayang digunakan
berdasarkan tahap perkembangan karir oleh Dessler (2000), yakni rentang antara 15 – 65
tahun. Pendidikan akhir yang dimiliki oleh responden dibatasi yakni minimal
SMA/SMK/STM, karena partisipan diharapkan telah mampu mengerti bahasa Indonesia,
mengerti istilah yang mungkin muncul sesuai dengan kontes pekerjaa dan memahami konteks
dari pernyataan. Masa kerja minimal 1 tahun. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
karyawan yang telah bekerja di perusahaan selama satu tahun telah memahami lingkungan
perusahaan dan memiliki persepsi sendiri mengenai perusahaan (Ornstein, Cron, & Slocum,
1989).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling, dimana
Kumar (2005) menyatakan bahwa sampel dipilih berdasarkan kemudahan dalam mengakses
responden. Kumar (2005) menyebutkan bahwa teknik sampling tersebut tergolong pada nonrandom/nonprobability sampling karena tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
di dalam populasi untuk menjadi partisipan penelitian. Penelitian ini memperoleh total 223
partisipan, tetapi hanya 205 kuesioner yang dapat diolah.
Peneliti menggunakan alat ukur Organizational Climate Measure (OCM) yang
dikembangkan oleh Patterson et al. (2005) untuk mengukur iklim organisasi pada karyawan
perusahaan. Alat ukur ini telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Alat ukur OCM terdiri
dari 39 item yang mengukur pandangan karyawan terhadap iklim organisasi di perusahaan.
Alat ukur ini menggunakan skala Likert dengan rentang pilihan respon 1 hingga 6, yaitu
“Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Agak Tidak Sesuai (ATS), Agak Sesuai
(AS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Imran et al. (2010) telah melakukan pengujian
terhadap alat ukur tersebut, yakni reliabilitas dari alat ukur iklim organisasi sebesar 0.86 dan
0.87 pada dimensi open system dan rational goal.
Peneliti menggunakan alat ukur Innovative Work Behavior (IWB) yang telah
dikembangkan sebelumnya oleh Jannsen (2000) untuk mengukur intensi individu dalam
melakukan perilaku inovatif. Alat ukur ini telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia.
Jumlah item pada alat ukur ini adalah 9 buah item. Janssen (2000) telah mengujicobakan alat
ukur tersebut pada 170 (85% dari responden pria) dengan rata-rata umur 43.35 tahun (SD =
8.08) responden pada satu perusahaan. Rentang jenis pekerjaan dari partisipan sendiri dari
berbagai bidang, seperti produksi, quality control, dan lain-lain. Alat ukur ini menggunakan
skala Likert dengan rentang pilihan respon 1 hingga 6, yakni tidak pernah, sangat jarang,
jarang, kadang-kadang, sangat sering, dan selalu.
4. Hasil
Berikut merupakan gambaran umum 205 subjek penelitian jika ditinjau dari data
demografis.
Penyebaran Demografis Subjek
Karakteristik Partisipan
Masa Kerja
Data Partisipan
1-2 tahun
3-10 tahun
>10 tahun
Frekuensi
73
80
52
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Persentase
35.6%
39.0%
25.37%
Penyebaran Demografis Subjek (lanjutan)
Karakteristik Partisipan
Divisi/Departemen
Data Partisipan
Elektrikal
HR
Implementasi
IT
Keuangan
Marketing
Mekanikal
Procurement
Produksi
Staff IFA
Umum
Warehouse
Managemen Strategi
dan Operasional
(MSO)
PUSTEKIN
Sekretaris
Satuan
Pengawas
Internal (SPI)
Frekuensi
23
14
2
15
19
8
9
2
58
9
9
12
5
Persentase
11.2%
6.8%
0.9%
7.3%
9.3%
3.9%
4.4%
0.9%
28.3%
4.4%
4.4%
5.9%
2.4%
9
3
8
4.4%
1.5%
3.9%
Level Jabatan
Managerial
Non-managerial
73
132
35.6%
64.4%
Usia
15-24 tahun
25-44 tahun
45-65 tahun
68
108
29
33.2%
52.9%
14.2%
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
164
41
80.0%
40.0%
Pendidikan
SMA/SMK/STM
D3
S1
96
38
71
46.8%
18.5%
34.6%
Status Pernikahan
Menikah
Belum Menikah
95
110
46.3%
53.7%
205
100%
Total
Kemudian, berikut merupakan tabel perhitungan korelasi antara iklim organisasi dan
perilaku inovatif di tempat kerja.
Hasil Perhitungan Korelasi antara Iklim Organisasi dan
Perilaku Inovatif di Tempat Kerja
Variabel
R
Sig
r2
Perilaku Inovatif di 0.685
.000**
0.469
Tempat Kerja
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Iklim Organisasi
**signifikan pada los .01
Hasil perhitungan mengenai hubungan antara perilaku inovatif di tempat kerja dan
iklim organisasi diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment
berdasarkan skor total dari masing-masing variabel, yakni perilaku inovatif di tempat kerja
dan iklim organisasi dari 205 subjek. Pada tabel 4.6 di atas, hasil koefisien korelasi (r)
diperoleh sebesar 0.685 dengan signifikasi (p) di bawah 0.01 yang berarti signifikan pada los
0.01, atau dapat ditulis sebagai r = 0.709, n = 205, p < .01, one-tailed. Hasil tersebut
menandakan bahwa hipotesis null (Ho) penelitian ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)
diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara perilaku inovatif di tempat kerja dan iklim organisasi pada karyawan perusahaan X.
Hasil dari r2 adalah sebesar 0.469 atau 46.9%, yang berarti bahwa sebesar 46.9% varians skor
iklim organisasi dapat dijelaskan melalui skor perilaku inovatif di tempat kerja atau
sebaliknya.
Berikutnya adalah besar sumbangan dari setiap dimensi iklim organisasi terhadap
perilaku inovatif di tempat kerja.
Hasil Perhitungan Regresi Ganda Dimensi Iklim Organisasi terhadap
Perilaku Inovatif di Tempat Kerja
R
r2
sig.
0.719a
0.517
.000**
a
Prediktor: (Konstan), rational goal, open system
**signifikan pada los .01, one-tailed
Hasil menunjukkan bahwa koefisien r sebesar 0.719 dan signifikan di bawah los 0.01.
hasil dari r2 sebesar 0.517 atau 51.7% dapat diinterpretasikan bahwa kedua dimensi dari iklim
organisasi, yakni rational goal dan open system, secara bersama-sama menyumbang sebesar
51.7% terhadap perilaku inovatif di tempat kerja, sedangkan 48.3% sisanya merupakan
sumbangan dari faktor lain. Perhitungan regresi ganda juga digunakan untuk melihat dimensi
dari iklim organisasi yang paling menyumbang terhadap perilaku inovatif di tempat kerja.
Hasil Perhitungan Regresi Ganda mengenai Besar Sumbangan Dimensi Iklim
Organisasi terhadap Perilaku Inovatif di Tempat Kerja
Dimensi Iklim Organisasi
Besar Sumbangan (β)
Sig.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Rational Goal
(Standardized
Coefficients) a
0.151
.018
Open System
0.614
.000**
a
Variabel dependen: Perilaku Inovatif di Tempat Kerja
** signifikan pada los .01
Nilai β pada dimensi rational goal dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan sebesar
1 standar deviasi (SD) pada dimensi rational goal akan diikuti oleh peningkatan sebesar
0.151 pada variabel perilaku inovatif di tempat kerja. Atau, penurunan sebesar 1 SD pada
dimensi rational goal akan diikuti oleh penurunan sebesar 0.151 pada variabel perilaku
inovatif di tempat kerja. Sementara itu, nilai β pada dimensi open system dapat
diinterpretasikan bahwa peningkatan sebesar 1 SD pada dimensi open system akan diikuti
oleh kenaikan sebesar 0.614 pada variabel perilaku inovatif di tempat kerja. Atau, penurunan
sebesar 1 SD pada dimensi open system akan diikuti oleh peningkatan sebesar 0.614 pada
variabel perilaku inovatif di tempat kerja. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dimensi
open system (β = 0.614; p = .000) memberikan sumbangan paling besar terhadap perilaku
inovatif di tempat kerja. Dimensi rational goal tidak cukup besar dalam menyumbang bagi
perilaku inovatif di tempat kerja.
5. Diskusi
Hasil dari penelitian ditunjukkan dengan adanya hubungan yang positif dan signifikan
antara perilaku inovatif di tempat kerja dan iklim organisasi pada karyawan perusahaan.
Dengan kata lain, hasil penelitian ini bernilai positif, yang dapat diinterpretasikan bahwa
semakin tinggi perilaku inovatif di tempat kerja, semakin tinggi pula iklim organisasi atau
sebaliknya. Adanya hubungan positif yang terjadi antara perilaku inovatif di tempat kerja dan
iklim organisasi pada karyawan perusahaan X terkait dengan konstruk perilaku inovatif
sendiri yang lekat dengan istilah perubahan, dimana pada iklim organisasi hal tersebut juga
dianggap penting. Hal ini dipaparkan oleh Quinn dan Rohrbaugh (1983) dimana kualitas
hubungan yang bersifat fleksibel terkait dengan perubahan atau inovasi. Pada iklim organisasi
sendiri, kelenturan atau fleksibilitas merupakan salah satu komponen penting dari konstruk
tersebut. Kedua dimensi yang digunakan oleh peneliti dari variabel iklim organisasi,
merupakan dimensi yang menenkankan adanya fleksibilitas pada nilai-nilai yang dianut oleh
individu-individu di perusahaan.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Hasil penelitian berikutnya terkait dengan besar sumbangan dari setiap dimensi dalam
iklim organisasi terhadap perilaku inovatif di tempat kerja. Jika merujuk pada dimensi yang
dikutsertakan dalam alat ukur OCM pada penelitian ini, yaitu rational goal dan open system,
keduanya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku inovatif di tempat kerja.
Dimensi rational goal terkait dengan perilaku inovatif di tempat kerja karena dimensi ini
berfokus pada external perusahaan. Fokus eksternal mengindikasikan adanya keinginan untuk
menerima dan mengubah diri sesuati dengan kebutuhan. Perusahaan melihat ke lingkungan
dimana kebutuhan dan adaptasi untuk diri sendiri sesuai dengan tuntutan yang ada (Patterson
et al., 2005). Dimensi open system dari iklim organisasi merupakan dimensi yang
memberikan sumbangan terbesar terhadap perilaku inovatif di tempat kerja, karena secara
tidak langsung dimensi ini terkait langsung dengan perilaku inovatif di tempat kerja.
Beberapa hal yang membangun dimensi ini adalah fokus terhadap eksternal, inovasi,
refleksifitas, dan fleksibilitas (Patterson et al., 2005).
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai hasil penelitian yang telah ditulis
pada bab sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan mengenai hasil utama dari penelitian,
yaitu:
1. Adanya hubungan positif dan signifikan antara iklim organisasi dan perilaku
inovatif di tempat kerja pada karyawan perusahaan. Hasil perhitungan
menunjukkan tidak adanya tanda minus di depan koefisien korelasi yang berarti
hubungan yang dimiliki kedua variabel adalah positif dan signifikan, dimana
semakin tinggi iklim organisasi individu, maka akan semakin tinggi perilaku
inovatif di tempat kerja yang dimiliki individu tersebut. Dengan kata lain, semakin
kuat persepsi atau pandangan individu tersebut kepada perusahaan, semakin tinggi
perilaku inovatif di tempat kerja yang akan ditampilkan.
2. Dimensi dari iklim organisasi, yakni open system, merupakan dimensi yang
memiliki peran paling besar terhadap perilaku inovatif di tempat kerja pada
karyawan perusahaan X. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi open
system individu, maka akan semakin tinggi pula perilaku inovatif di tempat kerja
pada individu tersebut. Dengan kata lain, pandangan positif bahwa perusahaan
merupakan tempat yang siap dan dapat menerima perubahan akan semakin
memperkuat perilaku inovatif di tempat kerja bagi individu.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
7. Saran
7.1 Saran Metodologis
Berdasarkan pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan dan hasil penelitian yang
diperoleh, terdapat beberapa saran metodologis yang bisa dipertimbangkan untuk penelitianpenelitian selanjutnya, antara lain:
1. Penelitian selanjutnya dapat memperkaya data partisipan seperti, gaji atau suku untuk
dapat ditambahkan dalam data kontrol. Selain itu, peneliti tidak harus kaku dalam
proses pengambilan data. Peneliti dapat melakukan wawancara untuk memperoleh
data yang lebih kaya, seperti inovasi yang sedang dilakukan oleh perusahaan atau
divisi.
2. Melakukan penelitian lain dengan mengikutsertakan kedua dimensi lain pada iklim
organisasi, yakni human relation dan internal process. Selain itu, dapat melakukan
perbandingan dengan variabel lain yang setipe dengan iklim organisasi, seperti
psychologcial climate atau organizational culture. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran mengenai variabel mana yang terkait dengan organisasi yang
berhubungan atau berpengaruh pada perilaku inovatif di tempat kerja.
3. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan membawa perbedaan karakteristik dari
ukuran perusahaan (organizational size). Patterson et al. (2005) tidak menemukan
adanya hubungan antara inovasi dan ukuran dari perusahaan (organizational size),
sedangkan terdapat asumsi bahwa perusahaan yang lebih kecil lebih inovatif
dibandingkan perusahaan besar (Acs & Audretsch, 1991, dalam Imran et al., 2010).
7.2 Saran Praktis
Selain saran metodologis yang terkait dengan pelaksanaan penelitian dan hasil
penelitian, terdapat pula beberapa saran praktis yang bisa dipertimbangkan untuk penelitian
selanjutnya, yaitu sebagai berikut:
1. Hasil utama penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara perilaku inovatif
di tempat kerja dan iklim organisasi menandakan bahwa perilaku inovatif dapat
meningkat dan ditampilkan oleh karyawan apabila kualitas lingkungan tersebut
bersifat positif dan membangun. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pada
intervensi untuk meningkatkan perilaku inovatif. Berdasarkan hasil wawancara
kepada staff SDM di perusahaan, inovasi pada suatu perusahaan memang wajib
adanya untuk menjamin keberlangsungan perusaaan tersebut. Hal tersebut bisa
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
dilakukan dengan adanya pelatihan-pelatihan yang terkait dengan peningkatan
perilaku inovatif.
2. Penerapan perilaku sederhana seperti melakukan rapat mingguan terkait dengan ideide yang muncul untuk dapat dikembangkan dapat memicu iklim positif di organisasi.
Hal ini sesuai dengan tahapan dari Rogers (1983) dimana proses terjadinya inovasi
harus dimulai dengan pemantaun masalah dan mencari cara menyelesaikannya.
Setelah itu terdapat tahapan routinizing, dimana setiap karena melakukan rutinitas
inovasi yang diperoleh agar melekat pada individu.
3. Hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan mean pada level jabatan, yakni
level jabatan non-managerial lebih tinggi dibandingkan dengan level managerial,
meski tidak signifikan, dapat menjadi acuan dimana seharusnya semua level pada
organisasi mampu berinovasi.
4. Pada penelitian ini tipe inovasi yang dilihat adalah tipe inovasi teknikal, dimana
inovasi difokuskan pada produksi barang. Hal ini karena jenis perusahaan yang
dijadikan tempat pengambilan data adalah perusahaan produksi. Berdasarkan hasil
yang diperoleh, divisi yang paling tinggi menampilkan perilaku inovatif adalah divisi
seperti sekretaris dan HR. Berdasarkan gambaran dari divisi tersebut, inovasi
administratif, seperti sekretaris dan HR, tidak terkekang pada jenis perusaaan
produksi. Peneliti berpendapat bahwa usaha untuk melakukan inovasi tidak harus
terfokus pada satu divisi atau bagian, seperti R&D, melainkan diusahakan oleh
seluruh divisi.
5. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dimensi open system lebih
berhubungan dengan perilaku inovatif di tempat kerja, perusahaan dapat secara
perlahan mengadaptasikan diri terhadap lingkungan. Dimensi open system
digambarkan sebagai dimensi yang fleksibel, terbuka terhadap lingkungan dan
berusaha untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Hal ini sesuai dengan tuntutan
dimana setiap perusahaan harus mampu bertahan dalam persaingan yang semakin
berat. Perusahaan dapat melihat perilaku inovatif yang dilakukan oleh perusahaan lain
dan mencoba mengadaptasikan ke dalam perusahaan.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir, D. S., & Adedoyin, S. I. (2011). Influences of firm size, age and organizational
climate on the adoption of strategic human resource management practices.
International Review of Business and Social Sciences. Vol. 1, No. 7, 22-36.
Aiken, L. R., & Groth-Marnat, G. (2006). Psychological testing and assessment (12th ed.).
Boston: Pearson Education.
Al-Saudi, M, A. (2012). The impact of organizational climate upon the innovative behavior at
Jordanian private universities as perceived by employees: a field study. Internatioanal
Business
and
Management.
Vol.
5,
No.
2,
14-27.
DOI:
10.3968/j.ibm.1923842820120502.1025
Amabile, T. (1988). A model of creativity and innovation in organizations. In B. M. Staw &
L. L. Cummings (Eds.), Research in organizational behavior. Vol. 10, 123-167.
Greenwich, CT: JAI Press.
Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological Testing (7th Ed.). New Jersey: Prentice-Hall,
Inc.
Axtell, C., Holman, D., & Wall, T. (2006). Promoting innovation: A change study, J.
Organizational Occupational Psychology. Vol. 79, No. 3, 509-516.
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: Freeman.
Barnet, H. G. (1953). Innovation: the basis of cultural change, series in sociology &
anthropology. New York: McGraw-Hill.
Bunce, D. and West, M. A. (1996). Stress management and innovation interventions at work,
Human Relations. Vol. 49, No. 2, 209-224.
Byrd, J. & Brown, P. L. (2003). The innovation equation: Building creativity and risk taking
in your organization. San Fransisco: Jossey-Bass/Pfeiffer. A Wiley Imprint.
Churchill, G. A. Jr., Ford, N. M., & Walker, O. C. Jr. (1976). Organizational climate and job
satisfaction in the sales force. J. Mark. Res., No. 13, 323- 332.
Damanpour, F., & Evan, W.M. (1984). Organisational innovation and performance: The
problem of “organisational lag”. Administrative Science Quarterly. Vol. 29, No. 3, 392409.
De Jong, J. & Den Hartog, D. N. (2008). Innovative work behaviour : measurement and
validation. November, 2008. Scientific Analysis of Entrepreneurship and SMEs.
http://www.entrepreneurship-sme.eu/pdf-ez/h200820.pdf
Devita, I. (2003). Hubungan antara Leader-Member Exchange dan Iklim Organisasi dengan
Perilaku Inovatif. Depok: Tesis (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.
Dessler, G. (2000), Human Resources Management (8th Ed.). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Dorner, N. (2012). Innovative work behavior: the roles of employee expectations and effects
on job performance. (Disertasi). Diunduh pada 3 Februari 2013 dari
http://verdi.unisg.ch/www/edis.nsf/SysLkpByIdentifier/4007/$FILE/dis4007.pdf Ekvall, G., & Ryhammer, L. (1999). The creative climate: its determinants and effects at a
Swedish university. Creat. Res. J., No. 12, 303-310.
Farr, J. L., & Ford, C. M. (1990). Individual innovation. In M. A. West & J. L. Farr (Eds.),
Innovation and creativity at work. New York, NY: John Wiley & Sons.
Furlong, N., Lovelace, E., & Lovelace, K. (2000). Research methods and statistics: An
integrated approach (Custom ed.). New York: Wadsworth.
Getz, I. & Robinson, A. G. (2003). Innovative or die: is that a fact?. Creativity Innovation
Manage. Vol. 12, No. 3, 130-136.
Gibson, J. L. (1996). Organisasi: perilaku, struktur dan proses. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., & Donnelly, J.H. (1997). Organizations: Behavior, structure,
processes (9th ed). Chicago: Irwin.
Gilmer, B, Von Heller. (1971). Industrial and organizational psychology. Japan: Mc-Graw
Hill Publisher.
Gravetter, F. J. & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences (3rd
Ed.). California: Wadsworth Cengange Learning.
Gravetter, F. J. & Wallnau, L. B. (2007). Statistics for the behavioral sciences. Canada:
Thomson Learning Inc.
Guildford, J. P., & Fruchter, B. (1981). Fundamental statistic in psychology and education.
New York: McGraw-Hill.
Gonzalez-Roma, V., Peiro, J. M., & Tordera, N. (2002). An examination of the antecendents
and moderator of climate strength. Journal of Applied Psychology. Vol. 87, No. 3, 465473. DOI: 10.1037//0021-9010.87.3.465
Imran, R., Saeed, T., Anil-ul-Haq, M., & Fatima, A. (2010). Organizational climate as
predictor of innovative work behaviour. African Journal of Business Management.
Vol. 4, No. 15, 3337-3343.
Imran, R., & Anil-ul-Haque, M. (2011). Mediating effect of organizational climate between
transformational leadership and innovative work behaviour. Pakistan Journal of
Psychological Research. Vol. 26, No. 2, 183-199.
Isaksen, S.G., & Lauer, K. J. (1999). The relationship between cognitive style and individual
psychological climate: Reflections on a previous study. Studia Psychologica. No. 41,
177–191.
Janssen, O. (2000). Job demand perception of effort-reward fairness and innovative
behaviour. Journal of Occupational and Organizational Psychology. Vol. 73, No. 3,
287-302.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Janssen, O. (2003). Innovative behaviour and job involvement at the price of conflict and less
satisfactory relation with co-workers. Journal of Occupational and Organizational
Psychology. Vol. 74, 347-364.
Janssen, O. (2005). The joint impact of perceived influence and supervisor supportiveness on
employee innovative behavior. Journal of Occupationa and Organizational
Psychology. Vol. 78, 573-579.
Janssen, O., & Van der Vegt, G, S,. (2003). Joint impact of interdependence and group
diversity on innovation. Journal of Management. Vol. 29, 729-751.
Janssen, O., Van de Vliert, E., & West, M. (2004). The bright and dark sides of individual
and group innovation: a special issue introduction. Journal of Organizational
Behavior. Vol. 25, 129-145. DOI: 10.1002/job.242
Janssen, O., & van Yperen, N. W. (2004). Employees’s goal orientation, the quality of leadermember exchange, and the outcomes of job performance and job satisfaction.
Academy of Management Journal. Vol. 47, No. 3, 368-384.
Jung, D.I., Chow, C., & Wu, A. (2003). The role of transformational leadership in enhancing
organizational innovation: Hypotheses and some preliminary findings. Leadership. Q.,
No. 14, 525-544.
Kaplan, R. M., & Sacuzzo, D. P. (1993). Psychological Testing: Principles, Applications, and
Issues (3rd Ed). California: Brooks/Cole Publishing Company.
Kimmel, D.C. (1974). Adulthood and Aging: An Interdisciplinary, Developmental View. New
York: John Wiley and Sons.
King, N. (1990). Innovation at work: the research literature. In M. A. West & J. L. Farr (Ed.),
Innovation and creativity at work (pp.58-87). Chicester: John Wiley & Sons.
Kumar, Ranjit. (2005). Research Methodology: A step-By-Step Guide for Beginners (2nd Ed.).
London: SAGE Publication, Inc.
Landy, F. J., & Trumbo, D. A. (1980). Psychology of work behavior. Homewood: Dorsey
Press.
Litwin, G. H., & Stringer, R. A. (1968), Motivation and organizational climate. Cambridge,
MA: Harvard Business School, Division of Research.
Lund Research. (2013). Pearson Product Moment Correlation. Diunduh pada 23 Mei 2013,
dari
https://statistics.laerd.com/statistical-guides/pearson-correlation-coefficientstatistical-guide.php
Malhotra, N. K. (1996). Marketing research: An applied orientation. New Jersey: Prentice
Hall.
Montes, F. J. L., Moreno, A. R., & Fernandez, L. M. M. (2004). Assessing the organizational
climate and contractual relationship for perceptions of support for innovation.
International Journal of Manpower. Vol. 25, No. 2, 167-180.
Mumford, M. D. & Licuanan, B. (2004). Leading for innovation: conclucsions, issues, and
directions. Leadership Quaterly. Vol. 15, No. 1, 163-171.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Mumford, M. D., Scott, G. M., Gaddis, B., & Strange, J. M. (2002). Leading creative people:
orchestrating expertise and relationship. Leadership Quaterly. Vol. 13. No. 6, 705-750.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI-Press.
Noor, M. H. & Dzulkifli, B. (2013). Assesing leadership practices, organizational climate and
its effect towards innovative work behavior in R&D. International Journal of Social
Science and Humanity. Vol. 3, No. 2.
Oei, I. (2010). Riset sumber daya manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Oktary, J. (2004). Hubungan Iklim Organisasi dengan Keterlibatan Kerja Karyawan. Depok:
Skripsi (Tidak Diterbitkan) Fakultasi Psikologi Universtitas Indonesia.
Ornstein, S., Cron, W. L., & Slocum, J.W. (1989). Life stages versus career stage: A
comparative test of the theories of levinson and super. Journal of Organizational
Behavior, 10, 117-133.DOI: 10.1002/job.4030100203
Patterson, M., West, M., Shackleton, V., Lawthom, R., Maitlis, S., Robinson, D., Dawson, J.,
& Wallace, A. (2004). Development and validation of an organizational climate
measure. Journal of Organizational Behaviour. Vol. 30, 408-530.
Patterson, M., West, M., Shackleton, V., Lawthom, R., Maitlis, S., Robinson, D., Dawson, J.
F., & Wallace, A. (2005). Validating the organizational measure: links to managerial
practices, productivity and innovation. Journal of Organizational Behaviour. Vol. 26,
379-408.
Pfeifer, C. & Wagner, J. (2012). Is innovative firm behavior correlated with age and gender
composition of the workforce? Evidence from a new type of data for German
enterprise. German: University Lueneburg.
Quinn, R.E. & Rohrbaugh, J. (1983). A spatial model of effectiveness criteria: Towards a
competing values approach to organizational analysis. Management Science. No. 29,
363-377.
Robbins, S. P. (1996). Organizational behavior (6th ed). New Jersey: Prentice Hall.
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of innovation. New York: Free Press.
Sangeeta, Singh. (2006). Cultural differences in, and influences on, consumers propensity to
adopt innovations. International Marketing Reviews. London: 2006. Vol.23, No. 2,
173.
Seniati, A. N. L. (2002). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadiam, Kepuasan kerja dan
Iklim Psikologis terhadap Komitmen pada Dosen Universitas Indonesia. Depok:
(Tidak Diterbitkan) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. (2009). Psikologi eksperimen. Jakarta: PT Indeks
Gramedia.
Shane, Scott. (1995). Uncertainty avoidance and the preferences for innovation cham.
Journal of International Business Studies. Washington: First Quarter. Vol. 26, No. 1,
22-47.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Shih, H. & Susanto, E. (2010). Innovative work behavior, conflict with coworkers and
turnover intention: moderating roles of perceived distributive fairness. Journal of
Organizational Behavior. Vol. 30, No. 2, 67-80.
Smith, K. G., Collins, C. J., & Clark, K. D. (2005). Existing knowledge, knowledge creation
capability, and the rate of new product introduction in high-technology firms.
Academy of Management Journal, No. 48, 346-357.
Schneider, B. & Reichers, A. (1983). On the etiology of climates. Personnel Psychology. No.
36, 19-39.
Solomon, T. G., Winslow, K. E., & Tarabishy, A. (2004). The role of climate in fostering
innovative behavior in entrepreneurial SMEs. Diunduh pada February 2, 2013, dari
http://www.sbaer.uca.edu/research/1998/USASBE/98usa221.txt
Stringer, R. (2002). Leadership and organizational climate: The cloud chamber effect. Upper
Sadle River. NJ: Prentice Hall.
Suwisno, A. (2012, Mei 16). Penjualan LG dan Polytron tumbuh dua digit di kuartal I.
Electronics.
Diunduh
dari
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/26818/Penjualan-LG-dan-PolytronTumbuh-Dua-Digit-di-Kuartal-I
Torrington, D., Hall, L. & Taylor, S. (2005) Human Resource Management. Harlow:
Financial Times.
Veeramah, S. (2011). Pearson’s r Correlation – A Rule of Thumb. Diunduh pada 23 Mei
2013, dari http://faculty.quinnipiac.edu/libarts/polsci/Statistics.html
West, M. A. (1997). Developing creativity in organizations. Leicester UK: British
Psychological Society.
West, M., & Farr, J. (1989). Innovation at work: Psychological perspectives. Social Behavior.
No. 4, 15-30.
Yuan, F., & Woodman, R. W. (2010). Innovative behavior in the workplace: The role of
performance and image outcome expectations. Academy of Management Journal. Vol.
53, No. 2, 323-342.
Hubungan antara…, Indra Octara, Fpsi UI, 2013
Download