ANATOMI OTOT DAERAH PANGGUL DAN PAHA TRENGGILING JAWA (Manis javanica) SINGGIH PRATIKNYO SUNDAWA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Anatomi Otot-Otot Daerah Panggul dan Paha Trenggiling Jawa (Manis javanica)” adalah benar karya Saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Singgih Pratiknyo Sundawa NIM B04100142 ABSTRAK SINGGIH PRATIKNYO SUNDAWA. Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Trenggiling Jawa (Manis javanica). Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’ dan SUPRATIKNO. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi otot daerah panggul dan paha trenggiling jawa (Manis javanica) serta origo, insersio, dan fungsi yang terkait dengan tingkah lakunya. Dalam penelitian ini digunakan dua spesimen trenggiling jawa yang telah diawetkan dalam formalin 10%. Hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan literatur mengenai anatomi otot beberapa hewan yang mirip secara filogenetik, anatomi dan tingkah lakunya. Otot-otot fleksor dan ekstensor panggul dan paha seperti m. tensor fascia lata, m. quadriceps femoris, m. gluteus medius, dan m. gluteus superficial, berkembang dengan baik untuk menghasilkan gerakan yang maksimal. Otot-otot yang mendukung gerakan adduktor kaki belakang adalah m. adductor magnus, m. adductor brevis, m. adductor longus, dan m. gracillis. Hasil yang paling menarik dalam penelitian ini adalah ditemukannya m. abductor yang sampai saat ini, belum pernah dilaporkan ditemukan pada mamalia. Origo otot ini yaitu pada caudolateral os femoris dan berinsersio pada caudodistal os tibia. Otot ini diduga berfungsi dominan sebagai abduktor kaki belakang trenggiling jawa. Adapun otot-otot gelang panggul seperti m. psoas minor, m. psoas major, m. quadratus lumborum, dan m. iliacus berkembang dengan baik, membantu tubuh trenggiling untuk menggulung tubuh. Disimpulkan bahwa susunan otot daerah panggul dan paha trenggiling jawa mempunyai karakteristik yang khas sebagai hewan penggali dan pemanjat, serta untuk mendukung perilakunya menggulung tubuh. Kata kunci : Manis javanica, otot, panggul dan paha SINGGIH PRATIKNYO SUNDAWA. The Muscles Anatomy of The Pelvic and Thigh Region of Java Pangolin (Manis javanica). Supervised by CHAIRUN NISA’ and SUPRATIKNO. The purpose of the study was to observe the muscles anatomy of the pelvic and thigh region of javan pangolin (Manis javanica) including the origin and insertion, and functions of the muscles related to pangolin behavior. Two specimen of javan pangolin preserved in 10% formaline was used in the study. The results were then compared with several animals that have related in phylogenic, anatomy and behaviour, from literature that related to the study. The muscles of pelvic and thigh region of javan pangolin that act as flexion and extension were m. tensor fascia lata, m. quadriceps femoris, m. gluteus medius, and m. gluteus superficialis. The muscles were relatively developed to produce maximum flexion and extension activity. The muscles that support adduction activity of hind legs were m. adductor magnus, m. adductor brevis, m. adductor longus, and m. gracillis. The most interesting result of the study was finding of m. abductor that absence in other mammalian muscles reported so far. The origin of the muscle was caudolateral side of os femoris and the insertion was caudodistal os tibia. It presumed that the muscle dominantly works as abduction of hind legs of javan pangolin. The pelvic girdle muscles such as m. psoas minor, m. psoas major, m. quadratus lumborum, and m. iliacus were well developed, thus helping the body to roll up. Therefore, it can be concluded that the muscle structure of the pelvic and thigh region of the javan pangolin have typical characteristics as digger and climber animal, and also support the body to roll up. Keywords: Manis javanica, muscles, pelvic and thigh region ANATOMI OTOT DAERAH PANGGUL DAN PAHA TRENGGILING JAWA (Manis javanica) SINGGIH PRATIKNYO SUNDAWA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Judul Skripsi : Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Trenggiling Jawa (Manis javanica) Nama : Singgih Pratiknyo Sundawa NIM : B04100142 Disetujui oleh Dr Drh Chairun Nisa’, MSi, PAVet Pembimbing I Drh Supratikno, MSi, PAVet Pembimbing II Diketahui oleh Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Trenggiling Jawa (Manis javanica)” ini dilaksanakan sejak bulan Februari 2014. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr Drh Chairun Nisa, MSi, PAVet dan Drh Supratikno, MSi, PAVet selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukkan dan koreksi selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Keluarga tercinta Ayah dan Ibu, Galih, dan seluruh sanak saudara yang telah memberi dukungan, semangat, dan nasihat. 3. Dr Bambang Kiranadi, MSc sebagai Pembimbing Akademik yang telah memberi nasehat dan bimbingannya selama Penulis kuliah di FKH IPB. 4. Dr Drh Nurhidayat, MS, PAVet, Drh Danang Dwi Cahyadi, Mas Bayu dan Pak Holid yang telah membantu Penulis selama mengerjakan penelitian. 5. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Konservasi dan Rehabilitasi Kehutanan, Kementerian Kehutanan yang telah menghibahkan spesimen trenggiling jawa hasil sitaan kepada Lab. Anatomi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, FKH IPB. 6. Sahabat sepenelitian Hiro, Titut, Eling, Vian, Suwardi, Wiwit, Bang Mahfud dan Bang Yusrizal yang telah mendampingi dan membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi. 7. Dwi Erikan Rizanti dan sahabat-sahabat saya Adit, Danny, Ari, Deka, Dwi Budiono, dan Restu yang telah memberikan semangat, saran dan masukan selama penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk khazanah ilmu pengetahuan. Bogor, Desember 2014 Singgih Pratiknyo Sundawa DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Klasifikasi Trenggiling Jawa 2 Distribusi Geografis dan Status Konservasi Trenggiling Jawa 2 Morfologi dan Tingkah Laku Trenggiling Jawa 3 Sistem Lokomosi 4 Kontruksi Alat Lokomosi Kaki Belakang 5 Susunan Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha 6 METODOLOGI 6 Waktu dan Tempat Penelitian 6 Bahan dan Alat 6 Metode Penelitian 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan 7 7 13 SIMPULAN DAN SARAN 16 DAFTAR PUSTAKA 16 RIWAYAT HIDUP 19 DAFTAR TABEL 1 Origo dan insersio otot-otot paha daerah lateral 2 Origo dan insersio otot-otot paha daerah medial 3 Origo dan insersio otot-otot daerah panggul 9 11 11 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 Perkiraan wilayah persebaran trenggiling Morfologi trenggiling jawa Struktur otot kulit trenggiling jawa Susunan otot-otot paha lateral Susunan otot-otot paha medial Susunan otot-otot gelang panggul 3 4 7 10 12 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna yang melimpah. Oleh karena itu, Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas. Pelestarian keanekaragaman hayati melalui pemanfaatan secara positif, dapat bermakna sebagai pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam ilmu pengetahuan yang mendukung upaya konservasi. Seiring berjalannya waktu, banyak dilakukan praktek-praktek ilegal seperti penebangan hutan secara liar, kebakaran hutan, perburuan liar dan alih fungsi lahan. Hal ini dapat mengancam populasi satwa liar khusunya yang dilindungi, termasuk trenggiling jawa. Trenggiling jawa (Manis javanica) termasuk hewan langka yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia, berdasarkan PP Nomor 7 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990. IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) memasukkan trenggiling ke dalam kategori critically endangered species, sehingga masuk dalam daftar Red List. Namun, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) yang mengatur perdagangan spesies satwa dan tumbuhan yang terancam punah, memasukkan trenggiling ke dalam daftar Appendix II yang artinya masih boleh diperdagangkan dengan batas kuota (Suyanto et al. 1998). Indonesia sudah memberlakukan zero quota untuk perdagangan trenggiling sejak tahun 2000 (Semiadi et al. 2009). Populasi trenggiling di alam diduga semakin menurun akibat semakin maraknya perburuan dan perdagangan ilegal, serta kerusakan habitat (Challender et al. 2011). Maraknya perdagangan ilegal trenggiling disebabkan oleh permintaan pasar khususnya dari masyarakat Cina. Mereka mempercayai bahwa sisik trenggiling berkhasiat untuk menyembuhkan keracunan, inflamasi, scabies, dan rematik. Selain sisiknya, daging trenggiling juga dianggap bermanfaat bagi kesehatan dan menunjukkan status sosial konsumen, khususnya bagi masyarakat Asia Timur, khususnya Cina (Nowak 1999). Trenggiling merupakan mamalia yang unik karena seluruh bagian dorsal tubuhnya ditutupi oleh sisik yang keras. Keberadaan sisik ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari predator (Lekagul & McNeely 1997). Trenggiling memiliki sistem pertahanan diri lainnya dengan cara menggulungkan badan membentuk seperti bola, serta menyemprotkan bau pesing yang menyengat dari kelenjar analnya (Feldamer et al. 1999). Hewan ini tidak mempunyai gigi (toothless) (Cahyono 2007) dan memiliki lidah yang dapat menjulur ke depan dengan panjang hampir sepanjang tubuhnya (Breen 2012). Trenggiling memiliki kemampuan yang baik dalam memanjat dan menggali. Aktivitas ini melibatkan skeleton tungkai dan otot-ototnya. Sejauh ini penelitian mengenai skelet tungkai sudah dilakukan oleh Cahyono (2007), namun penelitian mengenai otot-otot daerah tungkai trenggiling baru dilaporkan oleh Astuti (2012) pada daerah bahu dan lengan atas. Oleh karena itu, penelitian mengenai anatomi otot daerah panggul dan paha trenggiling penting dilakukan untuk dapat menjelaskan kaitan antara struktur otot tersebut dengan fungsinya. 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi otot-otot daerah panggul dan paha trenggiling jawa (Manis javanica), beserta origo, insersio dan fungsinya terkait dengan tingkah lakunya. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam memperkaya data biologi satwaliar di Indonesia khususnya Manis javanica dan sebagai data dasar mengenai anatomi otot trenggiling. Data ini diperlukan untuk memahami perilakunya dalam upaya konservasi. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Trenggiling Jawa Trenggiling jawa merupakan salah satu jenis mamalia langka yang menjadi kekayaan alam hayati Indonesia. Nama trenggiling atau pangolin berasal dari kata guling atau pengguling yang berarti bentuk bantal silinder, melingkar dan berguling seperti bola pada posisi bertahan (Lekagul & Mc Neely 1977). Trenggiling termasuk ke dalam ordo Pholidota yang artinya bersisik banyak. Ordo ini memiliki satu famili Manidae dan satu genus Manis dengan delapan spesies yang tersebar di daerah Asia dan daerah tropis dan subtropis Afrika. Trenggiling jawa merupakan salah satu dari delapan spesies trenggiling (Gaubert & Antunes 2005). Secara sistematis klasifikasi trenggiling jawa adalah sebagai berikut: Kelas : Mammalia Ordo : Pholidota Famili : Manidae Genus : Manis Spesies : Manis javanica Distribusi Geografis dan Status Konservasi Trenggiling Jawa Trenggiling merupakan hewan yang mendapat perhatian dari CITES sebagai hewan yang terancam punah. Sedangkan di Indonesia, trenggiling termasuk hewan langka yang dilindungi Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Maraknya perburuan dan perdagangan liar serta kerusakan habitat menjadi faktor utama penyebab menurunnya populasi trenggiling di alam. Terdapat delapan spesies trenggiling di dunia yang tersebar di wilayah hutan tropis Asia dan daerah tropis hingga subtropis Afrika. Empat spesies trenggiling yang tersebar di wilayah Asia adalah M. crassicaudata (trenggiling india), M. pentadactyla (trenggiling cina), M. culionensis (trenggiling palawan), dan M. javanica (trenggiling jawa) (Gaubert & Antunes (2005). Persebaran 3 trenggiling jawa di Indonesia meliputi hutan hujan tropis di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan dan beberapa pulau kecil seperti Kepulauan Riau, Pulau Lingga, Bangka, Belitung, Nias, Pagai, Pulau Natuna, Karimata, Bali dan Lombok (Corbet & Hill, 1992). Sedangkan persebaran trenggiling di luar wilayah Indonesia meliputi Burma, Thailand, Indocina, Malaysia, Filipina (Lekagul & McNeely 1977), serta Vietnam, Laos, dan Singapura (Corbet & Hill, 1992) (Gambar 1). Gambar 1 Perkiraan wilayah persebaran trenggiling (IUCN 2014) Daerah Distribusi Trenggiling Morfologi dan Tingkah Laku Trenggiling Jawa Trenggiling merupakan mamalia yang mempunyai morfologi tubuh yang unik. Tubuh trenggiling bagian dorsal ditutupi oleh sisik-sisik keras dan di antara sisik tersebut terdapat rambut-rambut kasar. Sisik pada trenggiling merupakan derivat kulit yang berkembang dari lapis basal epidermis. Pada tubuh bagian ventral hanya terdapat rambut-rambut saja (Lekagul & McNeely 1977). Ukuran tubuh trenggiling jantan lebih panjang dibandingkan dengan betina Rata-rata panjang tubuh trenggiling adalah 75-150 cm dengan panjang ekor sekitar 45-65% dari total panjang tubuh (Grzimek 1975). Dengan ukuran ekor yang mencapai hampir setengah dari panjang tubuhnya maka diduga ekor mempunyai peran penting dalam aktivitasnya. Kepala trenggiling berbentuk elips dan berukuran kecil dengan mata yang kecil namun dilindungi oleh kelopak mata yang tebal yang berfungsi sebagai pelindung dari gigitan semut. Trenggiling memiliki daun telinga yang berukuran kecil dan berbentuk seperti bulan sabit, selain itu trenggiling juga memiliki lidah yang dapat menjulur panjang berbentuk seperti cacing dan sangat lengket (Amir 1978). Trenggiling merupakan hewan plantigradi, yaitu hewan yang berjalan dengan menumpu pada tapak kakinya. Kaki trenggiling memiliki lima jari pada setiap kaki dengan kuku cakar yang panjang dan melengkung. Keberadaan kuku pada kaki depan dan belakang tidak menghalanginya ketika bergerak. Kuku kaki depan dan belakang dilipat ke medial dan bertumpu pada bagian lateral dari telapak kakinya. Keberadaan kuku cakar sangat berperan penting dalam menggali sarang rayap atau semut serta berperan pada saat trenggiling memanjat (Grzimek 1975) (Gambar 2). Selain menumpu dengan telapak kakinya, trengiling juga 4 terkadang menggunakan ekornya untuk menumpu ataupun menyangga tubuhnya. Ketika trenggiling menggali lubang semut menggunakan kedua kaki depannya, trenggiling bertumpu pada kedua kaki belakang dan ekor sebagai penyangga. Namun pada saat berjalan, trenggiling jawa mengangkat ekornya untuk menjaga keseimbangan tubuh (Grzimek 1975). Trenggiling jawa termasuk ke dalam hewan nokturnal, yaitu hewan yang lebih banyak melakukan aktivitasnya pada malam hari. Pada siang hari, trenggiling banyak menghabiskan waktu untuk tidur di dalam lubang atau di celah-celah pohon (Amir 1978). Aktivitas malam harinya dilakukan trenggiling untuk mencari makanan. Makanan utama dari trenggiling adalah semut (Ordo Hymenoptera) dan rayap (Ordo Isoptera) sehingga trenggiling disebut hewan pemakan semut/ant eater (Feldamer et al. 1999). Dalam mencari makan, trenggiling lebih banyak menggunakan organ penciumannya yang berkembang. Trenggiling jawa mengambil makan dan air dengan cara menjulurkan lidahnya yang panjang dan memasukkannya kembali dengan cepat (Nowak 1999). Trenggiling mempunyai sistem pertahanan diri yang unik yaitu dengan cara menggulungkan tubuhnya. Sisik-sisik keratin yang kokoh berfungsi untuk melindungi trenggiling dari gigitan predator (Lekagul & Mc Neely 1997). Selain dengan menggulungkan tubuh, trenggiling mengeluarkan sekreta kelenjar perianal yang berbau tajam untuk mengusir predator (Feldamer et al. 1999). Gambar 2 Trenggiling jawa (Manis javanica) Sistem Lokomosi Pada umumnya alat gerak dibentuk oleh dua unsur, yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif. Bagian dari alat gerak pasif dibentuk oleh tulang, tulang rawan, ligamentum dan tendo. Tulang dan tulang rawan membentuk kerangka yang berfungsi untuk memberi bentuk tubuh, melindungi organ-organ tubuh serta menjadi tempat bertautnya otot-otot rangka. Ligamentum adalah suatu jaringan berbentuk pita yang tersusun atas serabut-serabut jaringan ikat yang liat. Jaringan ikat yang kenyal dan fleksibel ini berfungsi mengikat tulang satu dengan tulang lain. Sedangkan tendo merupakan jaringan yang menghubungkan otot dengan tulang, baik di bagian origo maupun di bagian insersio (Sigit 2000; Tortora & Derrickson 2009). 5 Otot merupakan alat gerak aktif karena mempunyai fungsi kontraksi dan relaksasi. Berdasarkan morfologinya otot tubuh dibagi tiga tipe, yaitu otot rangka atau otot lurik, otot jantung dan otot polos (Sigit 2000). Otot rangka termasuk otot bergaris melintang yang diinervasi oleh syaraf somatomototris. Otot rangka bekerja secara sadar dan berfungsi sebagai alat lokomosi pada saat bergerak (Colville & Bassert 2002). Otot rangka disusun dari serabut-serabut otot yang disatukan oleh endomesium membentuk fasikulus dan dibungkus oleh perimisium. Gabungan fasikulus membentuk otot dan dibungkus oleh epimisium. Serabut otot tersusun atas miofibril-miofibril yang terdiri dari filamen-filamen. Filamen tebal tersusun oleh miosin, sedangkan filamen tipis tersusun oleh aktin, tropomiosin dan troponin. Dalam fungsinya sebagai alat gerak, otot bekerja dengan cara berkontraksi dan berelaksasi sebagai proses untuk bergerak. Pada saat otot berkontraksi, filamen miosin dan aktin akan saling berdekatan sedangkan pada saat relaksasi akan berjauhan (Marieb 1988; Tortora & Derrickson 2009). Kontruksi Alat Lokomosi Kaki Belakang Alat lokomosi hewan dijalankan oleh tulang-tulang apendikular yang merupakan tulang-tulang anggota gerak tubuh. Tulang-tulang apendikular terdiri dari tulang-tulang pembentuk kaki depan dan tulang-tulang pembentuk kaki belakang (Carola et al. 1990). Trenggiling termasuk kedalam kelompok hewan “scratch digger” yang mencari makan dengan menggali. Hewan dalam kelompok ini mempunyai ciri khas yaitu mempunyai kaki yang pendek dan tubuh yang panjang. Kaki belakang trenggiling memiliki morfologi tulang yang pendek, besar, dan memiliki banyak bungkul untuk pertautan otot (Cahyono 2007). Kontruksi tersebut memudahkan trenggiling dalam aktivitasnya sebagai hewan penggali dan pemanjat (Cahyono 2007). Susunan tulang kaki belakang pada trenggiling tersusun atas empat bagian yaitu pelvic girdle (gelang panggul), thigh (femur), leg (tibia dan fibula), dan pes (telapak kaki). Pelvic girdle trenggiling terdiri dari tulang-tulang gelang panggul yang menyatu. Os coxae menyatu dengan os sacrum membentuk bangun pelvis yang kokoh. Os coxae terdiri dari tiga tulang yaitu os ilium, os ischium, dan os pubis (Cahyono 2007). Os femur (tulang paha) memiliki dua extremitas dan satu corpus. Extremitas proksimal terdiri atas caput, collum, dan trochanter major. Extremitas distal memiliki trochlea di anterior dan dua condylus di posterior. Trochlea merupakan bidang persendian dengan os patella yang mempunyai rigi di bagian medial dan lateral. Rigi medial mempunyai ukuran yang lebih besar dan lebar. Os tibia trenggiling memiliki satu corpus dan dua extremitas. Extremitas proximal mempunyai dua condylus, yaitu lateralis dan medialis. Corpus os tibia mempunyai margo lateralis yang membentuk spatium interosseum dengan os fibula. Extremitas distal bagian medial disebut maleolus medialis. Extremitas lateral os tibia mengadakan persendian dengan os tarsi tibiale dan os tarsi fibulare. Os fibula terletak di bagian lateral dari os tibia. Corpus os fibula berukuran langsing dan membentuk spatium interoseum dengan os tibia, sedangkan bagian lateral membentuk maleolus lateralis. Bagian distal os fibula mengadakan persendian dengan os tarsi tibiale dan os tarsi fibulare (Cahyono 2007). 6 Susunan Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Kaki belakang pada umumnya berfungsi sebagai alat lokomosi dan untuk membatu menjaga keseimbangan tubuh. Pada beberapa hewan seperti anjing dan kucing, kaki belakang digunakan untuk berlari dan untuk menggaruk tubuh. Pada hewan penggali seperti landak, kaki belakang digunakan untuk membuang hasil galiannya keluar dari lubang penggalian. Adapun pada hewan yang berjalan dengan dua kaki (bipedal) seperti monyet ekor panjang, kaki belakang terutama digunakan untuk melompat dan memanjat. Semua aktivitas tersebut membutuhkan susunan otot yang kuat, khususnya daerah panggul dan paha. Otot panggul dan paha lateral pada landak dan anjing meliputi m. gluteus superficialis, m. tensor fasciae latae, m. sartorius cranialis, dan m. quadriceps femoris yang terdiri dari empat buah otot yaitu m. vastus lateralis, m. vastus medialis, m. vastus intermedius dan m. rectus femoris. Selain itu terdapat otot besar di sebelah kaudolateral os femoris yaitu m. biceps femoris serta di bagian profundal terdapat m. semitendinosus dan m. adductor. Pada bagian paha medial terdapat m. sartorius caudalis , m. gracilis, m. adductor, m. pectineus dan m. semimembranosus. Kelima otot ini berperan dalam fungsi adductor kaki belakang (Evans & Lahunta 2010, Cahyo 2012). Otot-otot daerah paha landak dan anjing mempunyai persamaan pada m. sartorius yaitu terdiri dari dua bagian: pars cranial dan caudal. Hal ini tidak ditemukan pada sebagian hewan domestik lainnya seperti kambing, domba dan kuda (Getty 1975). Selain itu m. biceps femoris mempunyai dua caput yaitu caput sacrale dan caput ischii, namun pada landak otot ini mempunyai origo pada processus spinosus ossa sacrale dan processus transversus ossa vertebrae caudalis I-III (Cahyo 2012). Secara filogenetik anjing sangat dekat dengan trenggiling. Sementara itu landak merupakan hewan yang memiliki perilaku (behaviour) yang mirip sebagai hewan penggali. Selain itu, hewan-hewan lain yang memiliki persamaan perilaku atau cara hidup akan menjadi parameter dan komparasi susunan anatomi otot daerah panggul dan paha trenggiling. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2014 di Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi, dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Penelitian Penelitian ini menggunakan dua kadaver trenggiling jawa jantan dewasa yang berasal dari hibah hasil sitaan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementerian Kehutanan pada tahun 2013. Spesimen selanjutnya diawetkan dalam formalin 10%, dengan disuntikkan pada beberapa bagian tubuh dan direndam. Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat bedah minor, kamera Canon EOS 700D, dan software pengolah foto Adobe Photoshop CS4. 7 Metode Penelitian Penelitian ini diawali dengan pengamatan morfologi luar trenggiling di daerah panggul dan kaki belakang. Setelah itu dilakukan pemisahan kulit dan penguraian otot. Kulit di sekitar panggul dan kaki belakang trenggiling di preparir secara hati-hati. Jaringan lemak dan jaringan subkutan dibersihkan dengan menggunakan pinset, gunting, dan skalpel. Untuk mengamati otot daerah panggul dan paha, m. cutaneus dan lemak yang menutupinya harus dikuakkan. Otot-otot pada daerah panggul dan paha dipreparir, diidentifikasi dan dicari letak origo dan insersio. Penamaan otot dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria (ICVGAN 2012). Setelah dilakukan pencatatan, otot-otot tersebut didokumentasi dengan menggunakan kamera Canon EOS 700D. Untuk memperjelas gambaran otot-otot yang diperoleh, dibuat sketsa dan diolah menggunakan program Adobe Photoshop CS4. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan beberapa literatur mengenai otot-otot daerah panggul dan paha terutama pada anjing landak dan beberapa hewan lain yang memiliki kedekatan filogenetik dan kemiripan anatomi serta fungsi kaki belakang. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Otot Kulit Trenggiling Jawa Setelah kulit dikuakkan maka akan terlihat m.cutaneus yang cukup tebal membungkus susunan otot daerah panggul dan paha lateral. Musculus cutaneus berjalan mulai dari lateral bahu hingga ke daerah panggul dengan arah serabut caudodorsad. Otot ini digantung oleh fascia yang lebar dan tebal sampai daerah punggung dan bagian caudal panggul. Diduga fascia tersebut berfungsi untuk memfiksasi posisi m. cutaneus (Gambar 3). 2 2 1 1 Gambar 3 Struktur otot kulit trenggiling. Musculus cutaneus yang cukup tebal (1) difiksir oleh fascia (2) yang lebar dan tebal ke dorsal dan kaudal tubuh. (bar : 5 cm) 8 Otot-otot Paha Lateral 1 Susunan otot paha lateral berada di profundal m. cutaneus dan ditutupi oleh lemak yang cukup tebal. Dua otot besar yang terletak di profundal m. cutaneus adalah m. tensor fasciae latae dan m. biceps femoris. Musculus tensor fasciae latae merupakan otot yang paling lebar di antara otot paha lainnya. Otot ini menyatu dengan m. sartorius cranialis pada bagain kranial dan insersionya menyatu dengan fascia lata. Musculus biceps femoris mempunyai dua caput, yaitu caput sacrale dan caput ischii. Caput sacrale memiliki ukuran yang lebih lebar dan tebal dibandingkan caput ischii. Muscullus tensor fasciae latae dan m. biceps femoris hampir menutupi seluruh daerah paha lateral (Gambar 4A) (Tabel 1). Otot-otot yang ditemukan di profundal m. tensor fasciae latae dan m. biceps femoris adalah m. abductor, m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, m. gluteus profundus, m. piriformis, m. quadratus femoris, m. obturatorius externus, m. quadriceps femoris, dan m. semitendinosus. Tepat di profundal m. biceps femoris ditemukan satu otot yang berukuran panjang dan berjalan melintang dari lateral os femoris sampai ke distal os tibia. Otot ini selanjutnya diberi nama m. abductor karena diduga fungsi utamanya sebagai abduktor kaki belakang (Gambar 4). Musculus quadriceps femoris merupakan gabungan dari empat otot yaitu m. vastus lateralis, m. vastus medialis, m. vastus intermedius dan m. rectus femoris. Kelompok otot yang terletak di kranial paha ini, berukuran cukup besar dan tebal. Musculus gluteus medius merupakan otot panggul yang paling tebal. Di profundalnya terdapat m. gluteus profundus yang tipis dan pendek (Gambar 4C), namun tidak ditemukan m. gluteus accessorius pada trenggiling jawa. Di antara m.gluteus medius dan m. piriformis terdapat m. gluteus superficialis. Musculus quadratus femoris merupakan otot paling caudal di daerah paha. Di profundal otot ini berjalan mm.gemelli dan m. obturatorius externus yang merupakan otot penutup foramen obturatum dari luar. Musculus semitendinosus berjalan dari dorsolateral panggul ke pertengahan os tibia bagian medial. Otot ini memiliki dua origo yang berbeda, yaitu di bagian kranial dan kaudal. Otot yang berorigo di bagian kranial berupa otot tipis dan diikat oleh fascia tipis. Adapun otot yang berorigo di bagian kaudal berupa otot tebal yang bertaut pada processus spinosus ossa sacrale dan processus transversus ossa vertebrae caudalis II-IV. Pada sepertiga bagian distal otot ini terdapat otot kecil berbentuk seperti tali yang menghubungkannya dengan fascia yang sangat tebal (Gambar 4B). Otot-otot paha medial Otot-otot yang terdapat di daerah paha bagian medial adalah m. gracilis, m. adductor, m. semimembranosus, m. pectineus, m. sartorius caudalis dan m. obturatorius internus (Tabel 2). Otot-otot ini membersit dari daerah pelvis dan bertaut pada distal os femoris dan proksimal os tibia. Musculus gracilis merupakan otot yang sangat tebal berjalan di profundal m. semimembranosus dan sebagian m. adductor. Musculus sartorius caudalis terletak sejajar dengan m. pectineus yang sebagian besar tertutup oleh m. adductor yang cukup tebal dan besar. Musculus adductor terbagi menjadi tiga otot yang terpisah yaitu m. adductor magnus, m. adductor brevis dan m. adductor longus (Gambar 5). Musculus obturatorius internus menutupi foramen obturatum dari dalam ruang pelvis dan masuk ke foramen obturatum dan selanjutnya menyatu dengan m. obturatorius externus. 9 Tabel 1 Otot-otot paha daerah lateral No Nama Otot Origo 1 M. tensor fasciae Tuber coxae, fascies latae glutea 2 3 M. biceps femoris a. Caput sacrale b. Caput ischii M. quadriceps femoris a. M. rectus femoris b. M. vastus lateralis c. M. vastus medialis 4 d. M. vastus intermedius M. abductor 5 6 M. gluteus medius M. gluteus superficialis 7 8 M. gluteus profundus M. piriformis 9 10 11 12 M. quadratus femoris M. obturatorius externus Mm. gemelli M. semitendinosus 13 M. sartorius cranialis Insersio Fasciae latae, os patellae, ligamentum recti patellae Ligamentum sacrotuberosum, tuber ischii, proc. spinosus ossa vert. sacrale, proc. transversus ossa vert. caudalis I-III, fascies glutea Tuber ischii Fasciae latae, crista epicondylus lateralis os femoris Os ilium bagian acetabulum Craniolateral os femoris, trochanter major Collum os femoris, craniomedial os femoris Os patellae, facies anterior os patellae Os patellae, facies anteriolateral patellae Bagian dorsal os femoris Bagian caudolateral os femoris Tuber coxae Fascies glutea, fasciae thoracolumbal, ossa vert. caudalis II-III Corpus os ilium Fascies glutea, bagian lateral os pubis, tuber ischii Facies lateral os pubis Bagian ventrolateral os pubis Spina ischiadica Fascies glutea, proc. spinosus ossa vert. sacrale, proc. trans. ossa vert. caudalis II-IV Fascies glutea, tuber coxae Fascia cruris os tibiae Facies anteromedial os patellae, crista epicondylus medialis Basis os patellae Bagian caudodistal os tibiae Trochanter major Trochanter major Trochanter major Bagian kaudal trochanter major Trochanter major Fossa trochanterica Fossa trochanterica Margo cranial os tibiae, crista tibiae Bagian anterior os patellae, fasciae latae 10 A 4 4 1 2 1 2 3a 3a 3b 3b 5 5 Kranial B 3a 3a 9 12 10 8 11 13 7 5 3b 10 9 11 12 13 6 8 7 5 6 3b 3a 3a C 3a 8 10 8 9 11 13 15 5 12 3a 14 7 6 3a 3b 10 8 9 11 13 15 5 12 8 14 7 6 3a 3b Gambar 4 Susunan otot-otot paha lateral; A. Otot-otot paha lateral setelah m. cutaneus dikuakkan, B. Otot-otot paha lateral lapis profundal setelah m. tensor fascia lata & m. biceps femoris caput sacrale dikuakkan, C. Setelah m. biceps femoris caput ischii dikuakkan. 1. m. tensor fasciae latae, 2. m. sartorius cranialis, 3. m. biceps femoris (a. caput sacrale, b. caput ischii), 4. m. cutaneus, 5. m. abductor, 6. m. vastus lateralis, 7. m. rectus femoris, 8. m. gluteus medius, 9. m. piriformis, 10. m. gluteus superficialis, 11. m. quadratus femoris, 12. m. semitendinosus dan otot kecil berbentuk tali yang terdapat di distal (panah), 13. m. adductor longus, 14. m. gluteus profundus (bar : 3 cm). 11 Tabel 2 Otot-otot paha daerah medial No Nama otot Origo 1 M. gracilis Symphysis pelvis 2 M. adductor a. M. adductor magnus Bagian ventrolateral pelvis, margo lateral os pubis Symphysis pelvis 3 4 b. M. adductor brevis c. M. adductor longus M. semimembranosus M. pectineus 5 M. sartorius caudalis Eminentia iliopubica 6 M. obturatorius internus Facies medial os pubis Symphisis pelvis Tuber ischii Eminentia iliopubica Insersio Margo cranial os tibiae, os fibullae Crista tibiae Bagian caudal os femoris Crista tibiae Crista tibiae Bagian distal dari medial os femoris Margo medial os femoris, bagian caudal os femoris Masuk ke dalam foramen obturatum menyatu dengan m. obturatorius externus Otot-otot gelang panggul Otot-otot yang terdapat di daerah gelang panggul terdiri dari m. psoas minor, m. psoas major, m. iliacus dan m. quadratus lumborum. Otot-otot ini berjalan di sepanjang ossa vertebrae lumbales sampai ke daerah pelvis. Musculus psoas minor merupakan otot yang paling besar di antara otot gelang panggul lainnya. Musculus psoas major terletak di profundal dari m. psoas minor dan bertaut pada trochanter minor os femoris di antara m. iliacus. Otot yang paling profundal yaitu m.quadratus lumborum. Otot ini relatif pendek dan terletak di daerah cranial susunan otot gelang panggul. Musculus iliacus merupakan otot yang relatif tipis. Otot ini mempunyai dua origo yang masingmasing bertaut pada daerah medial tuber coxae dan os vertebrae lumbales VII dan menyatu pada trochanter minor os femoris (Gambar 7). Tabel 3 Otot-otot gelang panggul No Otot Origo 1 M. psoas minor Os vert. thoracicae, ossa vert. lumbales I-V 2 M. iliopsoas a. M. psoas Ossa vert. lumbales II-V major b. M. iliacus Tuber coxae bagian medial, os vert. lumbales VII 3 M. quadratus Corpus ossa vert. lumborum Thoracicae XII-XVI Insersio Tuberculum m. psoas minor Trochanter minor Tuber coxae, trochanter minor Processus transversus ossa vert. lumbales V 12 A 9 9 8 7 3 6 2 7 4 7 8 3 7 6 1 2 4 1 5 5 Kranial B 1 1 3 3 2 2 10 11 11 C ‘ 3 13 15 2 1 12 11 16 14 3 2 10 13 15 12 2 14 11 16 1 2 10 11 1 11 1 Gambar 5 Susunan otot-otot paha medial; A. Otot-otot paha medial, B. Setelah m. gracillis dikuakkan, C. m. semimembranosus dikuakkan. Setelah m. adductor magnus & 1. m. gracillis, 2. m. adductor magnus, 3. m. sartorius caudalis, 4. m. rectus femoris, 5. m. vastus medialis, 6. m. vastus intermedius, 7. m. iliacus, 8. m. psoas mayor, 9. m. psoas minor, 10. m. semimemranosus, 11. m. semitendinosus, 12. m. adductor longus, 13. m. pectineus, 14. m. abductor,15. m. adductor brevis, 16. m. biceps femoris caput ischii (bar : 3 cm). 2 2 2 1 2 3 1 3 Gambar 6 Susunan otot-otot gelang panggul. 1. m. quadratus lumborum, 2. m. psoas minor, 3. m. psoas major (bar : 3 cm). 13 Pembahasan Musculus cutaneus merupakan otot yang berperan penting untuk menggerakan sisik yang menutupi daerah lateral perut, punggung, panggul dan paha. Sisik pada daerah tersebut memiliki ukuran yang lebih besar dan tebal dibandingkan pada daerah lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan m. cutaneus yang berukuran lebar dan tebal, sehingga mampu memfiksir sisik tersebut dengan kuat dan menggerakkannya. Fungsi otot ini diduga mirip dengan fungsi otot kulit pada landak yaitu sebagai erektor (penegang) sisik. Otot ini digantung oleh fascia yang lebar pada daerah punggung sampai ke caudal panggul. Fascia ini diduga berfungsi untuk menahan dan memfiksir posisi m. cutaneus. Trenggiling memiliki struktur kaki yang khas sebagai hewan penggali yaitu ukuran kaki dan segmen-segmen jari yang pendek dengan kuku cakar yang cukup panjang dan kuat pada setiap jarinya. Trenggiling menggali tanah dengan metode scratch digging yaitu dengan merobek sarang dan tanah untuk mendapatkan mangsanya (Hildebrand & Goslow 2001). Secara umum, kaki digunakan sebagai alat penopang tubuh dan alat lokomosi. Selain fungsi tersebut, trenggiling jawa juga menggunakan kakinya untuk menggali dan memanjat. Fungsi kaki depan lebih dominan dengan gerakan fleksor dan ekstensor lengan yang kuat pada saat menggali, sedangkan kaki belakang lebih berperan untuk membuang hasil galiannya keluar. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga yang besar untuk melakukan hal tersebut. Hal ini diduga membuat otot-otot kaki belakang menjadi sangat berkembang dan tersusun rapat serta memiliki ukuran yang relatif tebal. Otot-otot fleksor dan ekstensor pada kaki belakang seperti m. tensor fasciae latae, m. quadriceps femoris, m. gluteus medius, m. gracillis, m. semimembranosus, dan m. sartorius berkembang dengan sangat baik. Trenggiling jawa membutuhkan gerakan fleksio dan ekstensio persendian kaki belakang yang kuat untuk membuang hasil galian keluar dari lubang penggalian. Gerakan membuang hasil galian diawali dengan gerakan mengambil galian yang melibatkan otot-otot fleksor paha, lutut dan tarsus serta protaktor kaki belakang. Selanjutnya semua persendian mengalami ekstensio dan secara bersamaan kaki belakang mengalami retraksi dan abduksi sehingga terjadi gerakan kearah kaudolateral yang kuat. Selain untuk menggali, kaki belakang juga berperan penting pada saat trenggiling jawa memanjat dan menggulungkan badan. Musculus tensor fasciae latae pada trenggiling jawa mirip dengan pada landak jawa yaitu ukurannya yang lebar dan tebal serta bersatu dengan m. sartorius pars cranialis (Cahyo 2012). Dengan ukuran yang tebal ini, maka akan memberikan kekuatan pada gerakan fleksio persendian paha, namun tetap memberi ruang yang cukup leluasa untuk melakukan gerakan ekstensio persendian paha. Pada anjing, otot ini tidak terlalu lebar karena otot ini berfungsi sebagai fleksor persendian pada dan protraktor kaki belakang pada saat berlari (Evans & Lahunta 2010). Pada saat membuang galian tanah, dibutuhkan fleksibilitas persendian lutut. Hal ini ditunjang oleh struktur m. biceps femoris, m. semitendinosus dan m. semimembranosus yang relatif tebal dan lebih panjang dengan insersio yang lebih ke distal pada os tibiae. Dengan struktur seperti ini, gerakan fleksio dan ekstensio persendian lutut dapat dilakukan secara maksimal. Gerakan fleksio persendian lutut juga didukung oleh m. gracilis dan m. abductor pada saat berkontraksi. Musculus biceps femoris pada trenggiling jawa memiliki kemiripan 14 dengan pada landak jawa yaitu memiliki dua caput dengan ukuran yang tebal yaitu caput ischii dan caput sacrale (Cahyo 2012). Musculus biceps femoris caput ischi merupakan otot yang berfungsi sebagai fleksor persendian lutut sedangkan m. biceps femoris caput sacrale merupakan otot ekstensor persendian paha yang sangat kuat karena ukurannya yang lebar dan tebal. Origo otot ini sama dengan origo m. semitendosus yang mencapai processus spinosus ossa vertebrae sacrale dan ossa vertebrae caudalis I-III. Kondisi tersebut diduga terkait sistem pertahanan trenggiling saat tubuh menggulung maka daerah panggul akan sangat kuat menggulung sehingga sulit dilepaskan. Musculus semitendinosus memiliki keunikan yang tidak dimiliki hewan lain yaitu terdapat otot yang menyerupai tali pada sepertiga bagian distal otot ini (Gambar 4A). Otot ini diduga berfungsi untuk membantu mengembalikan sisik kepada keadaan normal, karena otot ini menempel pada fascia yang menggantung m. cutaneus. Musculus semimembranosus memiliki ukuran yang tebal dan terletak lebih ke distal os femoris sehingga otot ini mampu memberikan gerakan fleksio persendian lutut dengan maksimal. Kedua otot ini memiliki insersio yang lebih ke distal pada os tibiae sehingga akan bekerja secara sinergis pada saat gerakan fleksio persendian lutut dan ekstensio persendian paha. Gerakan ini memberikan kontribusi berupa gaya dorong yang cukup besar (Davies 1981; Supratikno 2002). Musculus quadriceps femoris pada trenggiling jawa secara umum mirip pada landak jawa. Kelompok otot ini secara keseluruhan berfungsi sebagai ekstensor persendian lutut (Pasquini et al. 1989). Ukurannya yang relatif tebal akan menghasilkan kontraksi yang kuat sehingga akan memberikan gerakan protraksio kaki belakang pada saat membuang tanah galian. Struktur ini juga diduga sangat membantu untuk mengangkat kedua kaki belakangnya secara bersamaan pada saat memanjat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hildebrand dan Goslow (2001) bahwa hewan yang menggali dengan metode scratch digger mempunyai otot-otot fleksor dan ekstensor yang kuat. Trenggiling jawa membuang tanah galian ke arah kaudolateral dengan menggunakan kaki belakangnya. Selain menggunakan gerakan fleksio dan ekstensio persendian kaki belakang, gerakan tersebut juga harus didukung oleh gerakan adduksio dan abduksio yang kuat. Otot-otot adduktor utama kaki belakang pada trenggiling jawa yaitu m. adductor dan m. gracillis. Otot-otot adduktor kaki belakang pada trenggiling jawa berkembang dengan baik dan memiliki ukuran yang relatif tebal. Secara umum, susunan otot-otot adduktor kaki belakang mirip dengan landak dan anjing. Meskipun demikian terdapat perbedaan pada m. adductor yang tersusun atas tiga otot yang terpisah yaitu m. adductor magnus, m. adductor brevis dan m. adductor longus. Perbedaan tersebut terletak pada m. adductor magnus dan m. adductor brevis, yang terpisah pada trenggiling jawa sedangkan pada anjing dan landak otot ini menyatu (Evans & Lahunta 2010; Cahyo 2012). Musculus gracilis pada trenggiling jawa mempunyai ukuran yang sangat tebal dibandingkan pada anjing dan landak. Selain perannya dalam membuang tanah galian keluar, kondisi ini juga terkait dengan sistem pertahanan tubuh trenggiling. Pada saat trenggiling menggulungkan badan, otot-otot tersebut akan menarik dan menahan kaki belakang ke arah medial sehingga sulit dibuka. Kekuatan adduksio kaki belakang juga ditunjang oleh m. semimembranosus dan m. pectineus. 15 Untuk melakukan gerakan abduksio, selain otot mm. glutei dan m. biceps femoris, trenggiling jawa memiliki otot tambahan yaitu m. abductor yang sampai saat ini belum pernah dilaporkan ditemukan pada mamalia lain. Otot yang berbentuk segitiga memanjang ini membersit dari kaudal os femoris dan bertaut pada caudolateral os tibia. Otot ini diduga sebagai abduktor utama kaki belakang yang berperan pada saat membuang tanah galian ke lateral. Trenggiling jawa memiliki otot-otot panggul yang relatif tebal seperti m. gluteus medius, m. gluteus profundus, m. gluteus superficial. Otot ini secara umum berfungsi sebagai ekstensor persendian paha dan abduktor kaki belakang. Musculus gluteus medius pada trenggiling jawa berukuran tebal dan dengan insersio yang membulat pada bagian kaudal dari trochanter major dan sepanjang crista trochanterica. Otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian paha dan abduktor kaki belakang. Penebalan otot ini diduga berkaitan dengan tuntutan gerakan retraksio yang kuat pada saat kaki belakang membuang galiannya keluar (Cahyo 2012). Musculus gluteus medius yang tebal diduga sebagai kompensasi untuk memperkuat m. gluteus superficialis dan m. gluteus profundus yang tipis (Supratikno 2002). Trenggiling jawa mampu memanjat pohon untuk mencari sarang semut maupun untuk menghindari predator. Kaki depan dan kaki belakang saling bekerja sama pada saat memanjat. Pada aktivitas ini, trenggiling berpegangan dengan kedua kaki depannya, selanjutnya badan dilengkungkan dan kaki belakang diangkat secara bersamaan. Aktivitas ini membutuhkan kekuatan fleksor persendian paha dan protraktor kaki belakang yang kuat. Gerakan ini ditunjang oleh struktur m. quadriceps femoris yang tebal. Musculus tensor fascia lata dan m. sartorius pars cranialis akan menunjang m. quadriceps femoris dalam mengangkat kaki belakang melalui gerakan fleksio persendian paha. Pada saat memanjat, tubuh trenggiling akan melengkung. Keadaan ini ditunjang oleh otot-otot gelang panggul. Otot-otot tersebut yaitu m. psoas minor, m. iliopsoas, dan m. quadratus lumborum. Musculus psoas minor pada trenggiling jawa memiliki ukuran yang lebih tebal dari m. psoas major. Hal ini menunjukkan bahwa otot ini merupakan otot yang sering melakukan kontraksi dibandingkan otot gelang panggul lainnya. Otot ini berfungsi sebagai fleksor persendian pelvis dan fleksor collumna vertebralis ke ventral pada saat trenggiling memanjat sehingga tubuhnya akan melengkung. Otot ini juga diduga berperan pada saat tubuh trenggiling menggulung. Pada saat menggulung maka otot ini akan menarik tubuh bagian kaudal dengan gerakan fleksionya dan menahan serta mengunci posisi sehingga tubuh trenggiling akan sangat sulit dibuka. Penguncian ini ditunjang oleh adanya interlocking articulations yang terbentuk di bagian procesus accesorius dengan procesus articularis cranialis (Cahyono 2007). Musculus iliopsoas berperan sebagai fleksor persendian paha dan fleksor collumna vertebralis. Musculus quadratus lumborum berfungsi untuk menunjang m. iliopsoas dan m. psoas minor dalam melakukan gerakan fleksio collumna vertebralis. Kelompok otot ini sangat dibutuhkan trenggiling sebagai fleksor collumna vertebralis pada saat gerakan menggulung dan melengkungkan badan pada saat memanjat. 16 Ekor pada trenggiling jawa memiliki peran yang penting pada saat hewan ini berada di atas pohon. Trenggiling menggunakan ekornya untuk berpegangan pada saat bergelantungan dan pada saat akan turun dari pohon. Aktivitas ini diduga didukung oleh adanya struktur origo dari m. biceps femoris dan m. semitendinosus yaitu pada processus spinosus ossa sacrale sampai ke pocessus transversus ossa vertebrae caudalis I-III. Hal ini mirip dengan pada landak tetapi memiliki perbedaan fungsi yaitu pada landak otot ini digunakan untuk mengibaskan ekornya pada saat menakut-nakuti predator (Cahyo 2012). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara umum susunan otot-otot daerah panggul dan paha pada trenggiling jawa mempunyai kemiripan dengan hewan yang aktif menggunakan kaki belakangnya untuk menggali tanah seperti landak jawa dan anjing, serta hewan pemanjat seperti monyet ekor panjang. Namun ditemukan beberapa keunikan yang tidak dijumpai pada hewan-hewan tersebut. Keunikan tersebut antara lain ditemukannya m. abductor yang berkembang sebagai otot abduktor kaki belakang yang dominan. Musculus adductor terbagi menjadi tiga otot yang terpisah yaitu m. adductor magnus, m. adductor brevis dan m. adductor longus. Selain itu ditemukan otot kecil pada bagian distal m. semitendinosus yang diduga berfungsi untuk mengembalikan posisi sisik kepada keadaan normal. Otot-otot daerah panggul dan paha trenggiling jawa berkembang dengan baik. Otot-otot daerah ini tersusun rapat dengan ukuran yang relatif tebal dan panjang mendukung perilaku trenggiling jawa dalam melakukan aktivitas menggali, menggulungkan badan dan memanjat. Saran Penelitian lebih lanjut mengenai otot-otot daerah kaki bagian bawah, ekor dan sumbu tubuh perlu dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap mengenai anatomi fungsional trenggiling jawa. DAFTAR PUSTAKA Amir H. 1978. Mamalia di Indonesia, Pedoman Inventarisasi Satwa. Bogor (ID). Direktorat Perlindungan dan Pengawasan Alam. Astuti CFD. 2012. Anatomi otot daerah bahu dan lengan atas trenggiling jawa (Manis javanica). [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Breen, K. 2012. Manis javanica, Animal Diversity Web, Museum of Zoology [internet]. University of Michigan. [diunduh 10 Mei 2013]. Tersedia pada: http://animaldiversity.ummz.umich.edu. 17 Cahyo OKN. 2012. Anatomi otot daerah panggul dan paha landak jawa (hystrix javanica). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Cahyono E. 2007. Kajian anatomi skelet trenggiling tawa (Manis javanica). [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Carola R, Harley JP, Noback CR. 1992. Human Anatomy and Physiology. New York (US). Mc. Graw Hill. Challender DWS, Thai NV, Jones M, May L. 2011. Time-budgets and activity patterns of captive sunda pangolins (Manis javanica). Zoo Biology. 29:113. doi:10.1002/zoo.20381. [CITES] Convention on International Trade in Endangered Species. 2012. Appendices I, II, and III. [internet]. [diunduh pada 8 Juli 2014]. Tersedia pada : www.cites.org. Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technicians.Missouri (US). Mosby Inc. Corbet, Hill J. 1992. Mammals of Indomalayan Region. Oxford (GB): London and Oxford University Pr. Davies AS. 1981. Quadrupedal Mechanics: Anatomical Principles of the Musculoskeletal System. New Zealand (NZ): Massey University. Evans HE, Lahunta A. 2010. Guide to the Dissection of the Dog 7th Edition. Missouri (US): Elsevier Inc. Feldamer GA, Drickamer LC, Vessey SH, Merrit JF. 1999. Mammalogy: Addaptation Diversity, and Ecology. Boston (US): The Mc Graw Hill Publishing Company. Gaubert P, Antunes A. 2005. Assessing the taxonomic status of the Palawan pangolin Manis culionensis (Pholidota) using discrete morphological characters. J Mammal 86: 1068-1074. Getty. R. 1975. The Anatomy Of The Domestic Animals, 5th Edition. Philadelphia (US). W. B. Saunders Company Grzimek B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Vol. 11 Mammals II. New York (US): Van Nostrand Reinhold Company. Hildebrand M, Goslow JR. 2001. Analysis of Vertebrata Structure. 5th Edition. John Wiley & Sons, Inc: New York (US). [ICVGAN] International Comittee on Veterinary Gross Anatomical Nomenclature. 2012. Nomina Anatomica Veterinaria. 5th Edition. Hanover (DE): ICVGAN. [IUCN] International Union for The Conservation of Nature. 2008. Manis Javanica. [internet]. [diunduh pada 8 Juli 2014]. Tresedia pada: http://maps.iucnredlist.org/map.html?id=12763. Lekagul B, Mc Neely JA. 1977. Mammals of Thailand. Association for The Conservation of Wildlife. Bangkok (TH): Sahakarnbath Co. Marieb E. 1988. Essentials of Human Anatomy and Physiology. 2th Edition. California (US): The Benjamin/ Cummings Pub. Nisa’ C, Agungpriyono S, Kitamura N, Sasaki M, Yamada J, Sigit, K. 2010. Morphological features of the stomach of Malayan pangolin, Manis javanica. Anat. Histol. Embryol. 39: 432-439. doi: 10.1111/j.14390264.2010.01015.x. 18 Nisa’ C. 2005. Morphological studies of the stomach of malayan pangolin. [disertasi]. Bogor (ID). Graduate School Bogor Agricultural University. Nowak R. 1999. Walker’s Mammals of The World 6th Edition. Baltimore (US): The Jhons Hopkins University Press. Pasquini C, Tom S, Susan P. 1989. Anatomy of Domestic Animals: Systemic & Regional. 5th Edition. Tioga (US): Sudz Publishing. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jakarta (ID). Sekertariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta (ID). Sekertariat Negara. Semiadi G, Darnaedi D, Arief AJ. 2009. Sunda Pangolin Manis javanica conservation in Indonesia: Status & Problems. Di dalam Proceedings of the Workshop on Trade and Conservation of Pangolins Native to South and Southeast Asia; Singapore Zoo, 30 Juni – 2 Juli 2008, hlmn 12-17. Sigit K. 2000. Peranan Alat Lokomosi sebagai Sarana Kelangsungan Hidup Hewan. Kajian Anatomi Fungsional. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Supratikno. 2002. Anatomi otot daerah panggul dan paha monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Suyanto A, Masaki Y, Maryanto I, Maharadatunkamsi, Sugardjito J. 1998. Cheklist of The Mammals of Indonesia. Bogor (ID): JICA LIPI. Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th Edition. Hoboken (GB): Jhon Wiley and Sons. 19 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Cilacap, 12 Juli 1993 dari ayah Suroto dan ibu Astuti. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis bersekolah di SD Negeri 1 Kedungreja dan lulus tahun 2004 dilanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Kedungreja yang diselesaikan pada tahun 2007. Pendidikan di SMA Negeri 1 Sidareja ditempuh selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur USMI. Selama masa perkuliahan, penulis pernah tergabung ke dalam HIMPRO (Himpunan Minat dan Profesi) ORNITH (Ornithologi dan Unggas) pada tahun 2011-2013, sebagai Ketua divisi Musik Lembaga Struktural (LS) STERIL FKH IPB tahun 2012, dan Ketua LS STERIL tahun 2013.