BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Hasil Belajar Menurut Nana Sudjana (2005:22) hasil belajar adalah “kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Horward Kingsley dalam Nana Sudjana (2005:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat di isi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne dalam Nana Sudjana (2005:22-23) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris: 1. 2. 3. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang teridiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sistesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisani, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru 4 5 di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. 2.1.1.1.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sri Anitah (2008:2.7) mengelompokkan faktor-faktor tersebut menjadi dua kelompok yaitu: 1. Faktor dari dalam diri siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar di antaranya adalah kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan, dan kesehatan, serta kebiasaan siswa. Salah satu hal penting dalam kegiatan belajar yang harus ditanamkan dalam diri siswa bahwa belajar yang dilakukan merupakan kebutuhan dirinya. Minat belajar berkaitan dengan seberapa besar individu merasa suka atau tidak suka terhadap suatu materi yang dipelajari siswa. Minat inilah yang harus dimunculkan lebih awal dalam diri siswa. Minat, motivasi, dan perhatian siswa dapat dikondisikan oleh guru. 2. Faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar antaranya adalah lingkungan fisik dan nonfisik (ternasuk suasana kelas dalam belajar, seperti riang gembira, menyenangkan), lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga, progam sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru, pelaksanaan pembelajaran dan teman sekolah. Untuk memahami faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar siswa guru dapat melakukan berbagai pendekatan, diantaranya dengan wawancara, observasi, kunjungan rumah, dokumentasi, atau isian berupa angket (kuesioner). 2.1.2. Pembelajaran IPA 2.1.2.1.Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Menurut Laksmi Prihantoro dkk., yang dikutip Trianto (2011:135) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. 6 2.1.2.2.Fungsi dan Tujuan IPA Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi dalam Depdiknas yang dikutip Trianto (2011:138) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Dari fungsi dan tujuan tersebut kiranya semakin jelas bahwa hakikat IPA semata-mata tidaklah pada dimensi pengetahuan (keilmuan), tetapi lebih dari itu, IPA lebih menekankan pada dimensis nilai ukhrawi, di mana dengan memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang maha dahsyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dengan dimensi ini IPA hakihatnya mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual, yang sementara ini dianggap cakrawala kosong, karena suatu anggapan antara IPA dan agama merupakan dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang kajian. Padahal nyatanya terdapat benang merah ketertautan di antara keduanya. 2.1.2.3.Hakikat Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum sebagaimana tercantum dalam taksonomi bloom bahwa: diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Di samping itu, pembelajaran IPA diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan 7 apresiasi. Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya (Prihantro Laksmi, 1986). Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2011:143) mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prindip dan konsep, fakta yang ada di alam. Hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. 2.1.3. Metode Inquiry 2.1.3.1.Hakikat Metode Pembelajaran Dalam bahasa Inggris, method berarti cara. Apa bila kita kaitkan dengan pembelajaran, metode adalah cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa. Karena metode lebih menekankan pada peran guru, istilah metode sering digandengkan dengan kata mengajar, yaitu metode mengajar. (Anitah, 2008:1.24). Metode pembelajaran menurut Wina Sanjaya (2008) adalah “sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran”. 8 Menurut T. Raka Joni dalam Siti (2009) metode pembelajaran merupakan “suatu kerja yang diterapkan dan sesuai untuk mencapai tujuan tertentu”. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara yang dilakukan oleh seorang guru agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran. 2.1.3.2.Hakikat Metode Inquiry Amien 1982 dalam Rustaman (2010:1.5) mengungkapkan bahwa “inkuiri berasal dari kata inquire yang artinya mencari atau mempertanyakan. Istilah ikuiri sendiri udah diperkenalkan sejak tahun 1970an sebagai suatu metode. Di Indonesia sendiri istilah inkuiri sering dipasangkan dengan metode penemuan (discovery), khususnya dalam pembelajaran sains sekitar tahun 1980an. Hamruni (2011:88) menyatakan “pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan” Dari pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan pendekatan inkuiri adalah rangkaian pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan menekankan proses berpikir siswa secara sistematis, kritis, logis dan analitis untuk mencari, menyelidiki dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah 2.1.3.3.Langkah-langkah Metode Inquiry Syaefudin (2008-170) berpendapat dalam model inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah sistematis, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Merumuskan masalah. Mengajukan hipotesis. Mengumpulkan data. Menguji hipotesis. Membuat kesimpulan. Penerapan model inkuiri ini dapat dilakukan dalam proses pembelajaran kontekstual, dimulai atas kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah ini telah dipahami dengan jelas, selanjutnya siswa dapat 9 mengajukan jawaban sementara (hipotesis). Hipotesis itulah akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam mengumpulkan data. Bila data terkumpul makan dituntut untuk menguji hipotesis sebagai dasar untuk merumuskan kesimpulan. 2.1.3.4.Keunggulan Metode Inquiry Keunggulan dari metode Inquiry menurut (Roestiyah, 2008:76-77) dalam (http://wahid-biyobe.blogspot.com/2012/10/keunggulankelebihan-sertakekurangan.html ) antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. Mendorong siswa berpikir secara ilmiah dalam setai pemecahan masalah yang dihadapi. Membantu dalam menggunakan ingatan, dan transfer pengetahuan pada situasi proses pengajaran. Mendorong siswa untuk berfikir kreatif dan intuitif, dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri. Menumbuhkan sikap obyektif, jujur dan terbuka. Situasi proses belajar mengajar menjadi hidup dan dinamis. 2.1.3.5.Kekurangan Metode Inquiry Kekurangan dari metode Inquiry menurut (Roestiyah, 2008:76-77) dalam (http://wahid-biyobe.blogspot.com/2012/10/keunggulankelebihan-sertakekurangan.html) antara lain: 2. 3. 4. 5. 6. Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. Bagi guru yang terbiasa dengan cara tradisional, merupakan beban yang memberatkan. Pelaksanaan pengajaran melalui metode ini, dapat memakan watu yang cukup panjang. Apalagi proses pemecahan masalah itu memerlukan pembuktian secara ilmiah. Proses jalannya inquiry akan menjadi terhambat, apabila siswa telah terbiasa cara belajar “nrimo” tanpa kritik dan pasif apa yang diberikan oleh gurunya. Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah. Akan tetapi justru memerlukan pengulangan dan penanaman nilai. Misalnya pada pengajaran agama, mengenai keimanan, ibadah dan akhlak. 10 2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain: Margono 2012. Peningkatan Hasil Belajar IPA Dengan Menerapkan Metode Inkuiri Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Pacet Kecamatan Reban Kabupaten Batang Semester 2/2011-2012. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan dianalisis maka dapat disimpulkan penerapan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada materi panas dan bumi siswa kelas IV SD Negeri Pacet Kecamatan Reban Kabupaten Batang. Hal itu terlihat dari hasil tes siklus I dengan rata-rata 66 dan persentase ketuntasan belajar sebesar 66%. Siklus II rata-rata nilai tes meningkat menjadi 74 dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 86%. Safitri, Anggitya Cucu Hardi Dewi. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Metode Inkuiri Kelas II SD Kristen Satya Wacana Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah perlakuan siklus I dan silkus II yang menggunakan metode inkuiri. Pada kondisi awal atau pra-siklus, terdapat 12 siswa (40%) yang mendapatkan nilai di bawah KKM 70 dan 18 siswa (60%) mendapatkan nilai di atas KKM. Rata-rata hasil belajar adalah 70,94. Setelah dilakukan tindakan melalui siklus I, rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebanyak 27,82% menjadi 90,67. Siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM berkurang menjadi 1 siswa (3,33%) dan siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM meningkat 61,12% menjadi 29 siswa (96,67%). Setelah dilakukan siklus II, rata-rata hasil belajar semakin meningkat 1,69% menjadi 92,2. Siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM juga semakin berkurang menjadi 0 siswa (0%) dan siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM meningkat 3,44% menjadi 30 siswa (100%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode inkuiri pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SD Kristen Satya Wacana semester II tahun pelajaran 2011/2012. 11 2.3. Kerangka Berfikir Karena dalam proses belajar mengajar IPA lebih menekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Oleh karena itulah peneliti menggunakan metode Inquiry. Dimana metode ini mampu mendorong siswa berpikir secara ilmiah dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapi, membantu dalam menggunakan ingatan, dan transfer pengetahuan pada situasi proses pengajaran, mendorong siswa untuk berfikir kreatif dan intuitif, dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, dan membuat situasi proses belajar mengajar menjadi hidup dan dinamis. Keberhasilan proses pembelajaran juga didukung oleh penggunaan model atau metode pembelajaran yang tepat, sesuai mata pelajaran, materi dan kondisi siswa secara keseluruhan, selain oleh kemampuan siswa itu sendiri. Salah satu wujud pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa adalah dengan penggunaan metode pembelajaran Inquiry. Penerapan model inkuiri ini dapat dilakukan dalam proses pembelajaran kontekstual, dimulai atas kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah ini telah dipahami dengan jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan jawaban sementara (hipotesis). Hipotesis itulah akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam mengumpulkan data. Bila data terkumpul makan dituntut untuk menguji hipotesis sebagai dasar untuk merumuskan kesimpulan sehingga dapat melatih siswa untuk berfikir kritis. 2.4. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoritis dan hasil penelitian sebelumnya, maka diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: Dengan menggunakan metode Inquiry dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas 4 SDN Ledok 07 Salatiga pada semester II tahun pelajaran 2012/2013.