UTS TEORI BILANGAN

advertisement
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
UTS TEORI BILANGAN
IBNU EDIYUONO (0901125091)
KELAS 3G, PEND. MATEMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
LAMBANG BILANGAN
&
SISTEM NUMERISASI
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
SEJARAH BILANGAN
Bilangan pada awalnya hanya dipergunakan untuk mengingat jumlah, namun dalam
perkembangannya setelah para pakar matematika menambahkan perbendaharaan simbol dan
kata- kata yang tepat untuk mendefenisikan bilangan maka matematika menjadi hal yang
sangat penting bagi kehidupan dan tak bisa kita pungkiri bahwa dalam kehidupan keseharian
kita akan selalu bertemu dengan yang namanya bilangan, karena bilangan selalu dibutuhkan
baik dalam teknologi, sains, ekonomi ataupun dalam dunia musik, filosofi dan hiburan serta
banyak aspek kehidupan lainnya.
Dulu perhitungan dengan bilangan dimulai dengan perbandingan, misalnya "milik si
ini lebih sedikit dari milik si itu" atau "milik si itu lebih banyak dari milik si ini" kemudian
seiring waktu cara perhitungan bilangan berkembang lagi, manusia tidak lagi menggunakan
cara perbandingan untuk menentukan jumlah sesuatu, tetapi mereka menggunakan kerikil,
simpul pada tali, jari-jemari atau menggunakan ranting untuk menentukan jumlah sesuatu
dengan tepat, misalnya jumlah ternak atau jumlah anggota keluarga yang tinggal bersamanya.
Inilah dasar pemahaman tentang konsep bilangan dan ketika seseorang berpikir tentang
bilangan dua maka dalam benaknya sudah tertanam pengertian terdapat benda sebanyak dua
buah. Misalnya "dua buah kelapa" atau "dua ekor sapi".
Karena menyatakan bilangan dengan menggunakan kerikil, ranting atau jemari
dirasakan tidak praktis, maka orang mulai berpikir untuk menggantikan bilangan itu dengan
simbol dan masing suku ataupun bangsa memiliki cara tersendiri untuk mengambarkan
bilangan dalam bentuk simbol-simbol yang unik seperti yang terlihat dalam gambar-gambar
berikut:
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
A.
SISTEM BILANGAN
System bilangan (number system) adalah suatu cara untuk mewakili besaran dari
suatu item fisik. Sistem bilanan yang banyak dipergunakan oleh manusia adalah system
biilangan desimal, yaitu sisitem bilangan yang menggunakan 10 macam symbol untuk
mewakili suatu besaran.Sistem ini banyak digunakan karena manusia mempunyai sepuluh
jari untuk dapat membantu perhitungan. Lain halnya dengan komputer, logika di komputer
diwakili oleh bentuk elemen dua keadaan yaitu off (tidak ada arus) dan on (ada arus). Konsep
inilah yang dipakai dalam sistem bilangan binary yang mempunyai dua macam nilai untuk
mewakili suatu besaran nilai.
Dahulu perhitungan dengan bilangan dimulai dengan perbandingan, misalnya "milik
si ini lebih sedikit dari milik si itu" atau "milik si itu lebih banyak dari milik si ini" kemudian
seiring waktu cara perhitungan bilangan berkembang lagi, manusia tidak lagi menggunakan
cara perbandingan untuk menentukan jumlah sesuatu, tetapi mereka menggunakan kerikil,
simpul pada tali, jari-jemari atau menggunakan ranting untuk menentukan jumlah sesuatu
dengan tepat, misalnya jumlah ternak atau jumlah anggota keluarga yang tinggal bersamanya.
Inilah dasar pemahaman tentang konsep bilangan dan ketika seseorang berpikir tentang
bilangan dua maka dalam benaknya sudah tertanam pengertian terdapat benda sebanyak dua
buah. Misalnya "dua buah kelapa" atau "dua ekor sapi".
Karena menyatakan bilangan dengan menggunakan kerikil, ranting atau jemari
dirasakan tidak praktis, maka orang mulai berpikir untuk menggantikan bilangan itu dengan
simbol dan masing suku ataupun bangsa memiliki cara tersendiri untuk mengambarkan
bilangan dalam bentuk simbol-simbol yang unik seperti yang terlihat dalam gambar-gambar
berikut:
Simbol Bilangan Babilonia
Simbol bilangan bangsa Babylonia Lambang bilangan sudah dikenal manusia sejak
tahun 5000 SM yang disebut Cuneiform ditemukan sekitar sungai Eufrat dan Tigris (sekarang
Irak). Lambang ini digunakan oleh bangsa Babilonia
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Simbol bilangan bangsa Maya di Amerika pada tahun 500 SM
Simbol bilangan menggunakan huruf Hieroglif yang dibuat bangsa Mesir Kuno:
Simbol bilangan bangsa Arab yang dibuat pada abad ke-11
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Simbol bilangan bangsa Yunani Kuno
Simbol bilangan bangsa Romawi
Angka Romawi atau Bilangan Romawi adalah sistem penomoran yang berasal dari
Romawi kuno. Sistem penomoran ini memakai huruf alfabet untuk melambangkan angka
numerik :
1
I
5
V
10
X
50
L
100
C
500
D
1.000
M
5.000
V
10.000
X
50.000
L
100.000
C
Ketentuan dalam menulis lambang bilangan Romawi
1. Lambang yang sama hanya boleh ditulis berurutan sebanyak 3 kali.
Contoh :
3
=
III
30
=
XXX
40 tidak boleh ditulis XXXX
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
2. Nilai dari lambang yang di sebelah kanan lebih kecil dari lambang yang di sebelah
kiri berarti penjumlahan.
Contoh :
VIII
= artinya
5 + 3 = 8
XV
= artinya
10 + 5 = 15
LVII
= artinya
50 + 5 + 2 = 57
CXXV = artinya
100 + 20 + 5 = 125
3. Nilai lambang yang di sebelah kiri lebih kecil dari lambang yang di sebelah kanan
berarti pengurangan.
Contoh :
IV
= artinya
5–1 = 4
IX
= artinya
10 - 1 = 9
XL
= artinya
50 - 10 = 40
4. V dan X hanya boleh dikurangi oleh I satu kali.
Contoh :
IV
= artinya
5–1
IX
= artinya
10 – 1 = 9
= 4
Tidak boleh ditulis IIV atau IIX
5. L hanya dapat dikurangi oleh X satu kali.
Contoh
XL
= artinya
50 - 10 = 40
Tidak boleh ditulis XXL atau XXXL
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Simbol bilangan oleh bangsa Hindu-Arab Kuno
Awal mula lambang bilangan hindu
Kebudayaan Hindu terletak di tengah beberapa pusat kebudayaan kuno yang telah
mencapai peradaban yang cukup tinggi, pad saat itu disana terjadi pertukaran budaya.
Pertukaran kebudayaan itu mengakibatkan pengetahuan dari berbagai pusat kebudayaan
berpadu dan terjalin. Salah satu pengetahuan berhitung yang telah dipertahankan dan
disebarkan adalah lambang bilangan. Lambang bilangan hindu – arab kuno, Tahun 775
wilayah kekuasaan Arab terpecah dua yaitu: Kalifat Arab timur berpusat di Bagdad, Kalifat
Arab barat berpusat di Cordoba. Lambang bilangan Arab timur kemudian menjelma menjadi
lambang bilangan Arab sekarang ini lambang bilangan Arab barat dikenal dengan nama
lambang bilangan Gobar. Penerimaan lambang bilangan Hindu-Arab di Eropa tidak berjalan
lancar. Setelah abad kedua belas dan ketiga belas lambang bilangan Hindu-Arab mulai
dipergunakan di Eropa dan menyebar ke seluruh dunia.
HIEROGLYPHIC
Kata “hieroglyphic” berarti “pahatan suci”. Sebenarnya, itu bukanlah nama yang tepat
bagi tulisan kuno Mesir. Namanya seperti itu karena ketika orang Yunani pertama kali
melihat tulisan itu, mereka yakin bahwa itu ditulis oleh pendeta untuk maksud yang suci.
Hieroglyphic Mesir merupakan salah satu sistem penulisan yang paling tua yang dikenal
manusia. Beberapa dari tulisan itu berasal dari tahun 3000 sebelum Masehi, dan hieroglyphic
menjadi tulisan Mesir selama lebih dari 3000 tahun. Mulanya, orang Mesir menggunakan
bentuk gambar tulisan yang kasar, seperti yang digunakan oleh suku-suku primitif di seluruh
dunia. Hieroglyphic adalah gambar, masing-masing mewakili obyek alamiah. Matahari
digambarkan sebagai piringan, bulan oleh bulan sabit, air oleh garis bergelombang, orang
dengan bentuk orang dan seterusnya. Tapi tulisan gambar ini tidak dapat mewakili bendabenda yang tidak dapat dilihat oleh mata seperti pikiran, cahaya dan hari. Jadi lambat laun
hieroglyphic lebih menjadi simbol ide daripada gambar obyek. Piringan dapat juga berarti
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
“hari” dan bukan hanya matahari. Simbol lain berarti “berbalik”. Ide-ide ini disebut
“ideogram”.
Hieroglyphic berkembang dengan menggunakan gambar untuk mewakili bunyi
daripada untuk obyek sesungguhnya. Misalnya, gambar lebah bisa bukan berarti serangga,
tetapi kata “lebah”. Daun dapat berarti kata “percaya”. Hieroglyphic yang digunakan sebagai
bunyi dikenal dengan nama “fonogram”. Belakangan, orang Mesir dapat menulis kata apa
saja yang mereka kenal, baik kata itu berarti sesuatu yang dapat mereka gambarkan atau
tidak. dari fonogram tersebut mereka kembangkan satu seri tanda, masing-masing mewakili
satu huruf. Dalam penulisan, orang Mesir hanya menggunakan konsonan (huruf mati). Orang
Mesir juga terus menggunakan tanda-tanda lama dalam penulisan mereka seperti ideogram,
fonogram dan picturegram yang semuanya digabungkan. Lambat laun, tulisannya menjadi
sangat rumit sehingga sulit dimengerti oleh orang awam.
PERKEMBANGAN BILANGAN DARI JAMAN HINDU-BUDHA INDIA
EROPA
Copyright@ibnuediyuono_2010
SAMPAI
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
SISTEM NUMERISASI
Sistem bilangan numerisaso adalah sebuah simbol atau kumpulan dari simbol yang
merepresentasikan sebuah angka. Numerisasi berbeda dengan angka. Simbol "11", "sebelas"
and "XI" adalah numerisasi yang berbeda, tetapi merepresentasikan angka yang sama yaitu
sebelas. Secara garis besar terdapat dua sistem numerisasi, yaitu sistem numerisasi
berdasarkan penambahan dan sistem numerik berdasarkan posisi.
Sistem Numerisasi Berdasarkan Penambahan
Sistem numerisasi yang paling sederhana adalah Sistem numerisasi. Sistem ini sering
dipakai untuk melakukan pemilihan pada suatu voting. Kerugiann penggunaan dari sistem
numerik adalah sistem ini membutuhkan tempat yang besar.
Selain sistem numerisasi, contoh lain dari sistem numerisasi berdasarkan penambahan
adalah :
I
1
D 500
V
5
M 1000
X
10
L
50
C
100
Angka Romawi dituliskan dengan simbol dari angka yang tersedia kemudian
ditambahkan atau dikurangkan. Sebagai contoh adalah '''1970''' disimbolkan dalam angka
romawi dengan '''MCMLXX'''. Simbol '''M''' merepresentasikan angka '''1000'''. Simbol '''CM'''
merepresentasikan '''900''', hal ini dikarenakan oleh peraturan dalam penulisan angka romawi,
yang tidak diperkenakan pengulangan suatu simbol lebih dari tiga kali. Jadi apabila '''900'''
dituliskan dengan simbol '''DCCCC''' maka penulisan tersebut salah. Simbol '''C''' disebelah
kiri atau sebelum '''M''' merupakan angka pengurang dari angka sesudahnya, jadi '''CM''' =
'''1000-100 = 900'''. Simbol selanjutnya adalah '''LXX''' yang melambangkan angka 70. Angka
Romawi ini digunakan di Eropa sampai dengan abad ke 15. Kekurangan dari sistem ini
adalah tidak adanya angka Nol.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Sistem Numerisasi Berdasarkan Posisi
Di dalam sistem numerisasi , penulisan angka berdasarkan posisi dan basis. Posisi
suatu angka dalam sistem ini menentukan nilai dari bilangan yang diwakilinya. Maka notasi
yang digunakan disebut notasi posisional. Sistem numerisasi berdasarkan posisi yang sangat
terkenal dan dipakai paling luas adalah sistem bilangan desimal. Sistem desimal ini
merupakan sistem numerisasi berdasarkan posisi yang berbasis 10. Simbol 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 8, 9 adalah bagian dari sistem desimal. Sebagai contoh 612, angka ini berarti:
2 × 100 = 2 × 1 = 2
1 × 101 = 1 × 10 = 10
6 × 102 = 6 × 100 = 600
Basis eksponen
Selain sistem desimal yang digunakan sehari-hari, terdapat pula sistem lainnya, yaitu:

Sistem biner, berbasis 2,

Sistem oktal, berbasis 8,

Sistem heksadesimal, berbasis 16,

Sistem seksagesimal, berbasis 60,

dan sistem numerik berbasis lainnya.
Seluruh sistem di atas menggunakan eksponen. Berarti setiap angka pada posisi
tertentu, nilainya adalah sebesar angka tersebut dikalikan basisnya dipangkatkan posisinya.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
PENYAJIAN
BILANGAN KOMPLEKS
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
A.
SEJARAH BILANGAN KOMPLEKS
Bilangan kompleks muncul pertama kali dalam mencoba untuk upaya memahami
pengertian formula CARDAN-TARTAGLIA untuk memecahkan masalah isi (volume)
dalam kubik. Sebagai contoh, CARDAN (1501-1576) untuk mengetahui (untuk alasan lain)
bahwa hanya satu jawaban positif untuk persamaan x3 = 15 x + 4 dan bahwa 4 ini dikerjakan
dengan secara langsung mensubsitusikan [64 = 64 atau 43 = 15.(4) + 4]. Bagaimanapun,
formula itu dikerjakan dengan baik untuk mendapatkan banyak persamaan, didapatkan x =
3
2   121  3 2   121 sebagai satu
jawaban positif.
Sejarahnya,
Greeks kuno
memberikan ingkarannya (menyangkal = negasi) dari bilangan negatif (negative number)
secara eksistensi. Oleh Cardan’s pada waktu itu, bilangan negatif itu tidak cukup kuat
alasannya, lebih masuk akal dibuat lebih dahulu dengan garis bilangan. Cardan’s
menggunakan bilangan negatif yang dinyatakan oleh mereka dengan “numeri ficti = bilangan
khayal/imaginer)”. Akar dari bilangan negatif merupakan satuan imaginer atau
“unimaginable”. Beberapa tahun kemudian, ahli aljabar dari Italia yaitu RAFAEL
BOMBELLI (1526 – 1573) menyebutnya “wild idea = idea yang gila” dan menuliskan
jawaban adalah
3
2  11  1  3 2  11  1 , dan kemudian dia dapat memperlihatkan bahwa
2 + √–1 + 2 – √–1 = 4. Bagaimanapun, √–1 merupakan bentuk anggapan sebagai imaginer
untuk dua abad selanjutnya. Pada tahun 1797, CASPAR WESSEL (1745 – 1818)
menciptakan / menemukan rancangan bidang kompleks (Complex plane). Ini berjalan tanpa
notasi sampai 30 tahun terakhir di mana penggunaan secara ekstensif dengan CARL
FRIEDRICH GAUSS (1777 – 1855). Dalam interprestasi geometri memberikan rancangan
tentang akar dari suatu bilangan negatif, tapi digunakan kata yang cocok adalah “Imaginary
= Imaginer”.
B.
Pengertian Bilangan Kompleks
Himpunan bilangan yang terbesar di dalam matematika adalah himpunan bilangan
komleks. Himpunan bilangan riil yang kita pakai sehari-hari merupakan himpunan bagian
dari himpunan bilangan kompleks ini.
Secara umum bilangan kompleks terdiri dari dua bagian : bagian riil dan bagian
imajener (khayal). Bagian khayal bercirikan hadirnya bilangan khayal i yang didefinisikan
sebagai :
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
……………………………………..(1)
System bilangan kompleks merupakan perluasan dari system bilangan riil. Misalkan,
saat kita memerlukan solusi dari persamaan x2 = - 25, tak ada bilangan riil yang memenuhi
persamaan tersebut. Oleh karena itu, kita perlu mendefinisikan bilangan kompleks. Bilangan
kompleks ditulis sebagai pasangan terurut dua bilangan riil, z = x + i y, dimana x = Re z
(bagian riil dari bilangan kompleks), y = Im z (bagian imajener dari bilangan kompleks).
Timbulnya bilangan kompleks dapat diikuti dari proses matematika yang sederhana,
yaitu dari persamaan kuadrat
……………………….(2)
Dimana cara penyelesaiannya dengan menggunakan rumus abc, yang menghasilkan
dua akar sekaligus
…………………….(3)
……………………..(4)
Untuk nilai diskriminan D≥0, tidak ada masalah, karena akar-akar persamaannya
bersifat riil menurut persamaan (3). Untuk kasus D<0, didalam matematika dasar dikatakan
bahwa persamaan kuadrat (2) tidak memiliki akar riil. Implikasi selanjutnya adalah bahwa
akar persamaannya termasuk bilangan kompleks. Bilangan diskriminana negative dituliskan
D = - d2, maka akar kompleksnya adalah :
………………………..(5)
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Dalam himpunan bilangan kompleks, x1, x2 dikatkan sebagai conjugat (sekawan) satu
terhadap yang lain, karena perkalian antara mereka akan menghasilkan bilangan riil.
Setiap bilangan kompleks memiliki konjugat. Hasil kali antara suatu bilangan
kompleks dengan konjugatnya dinamakan modulus. Misalkan, konjugat dari z = x + iy

diberikan oleh
z  x  iy maka modulus dari z adalah :
…………………..(6)
Untuk setiap bilangan kompleks z ≠ 0 maka modulus z adalah positif.
Suatu bilangan kompleks z memiliki konjugat z* yang didefinisikan dan ditulis
sebagai :
…………………….(7)
Sehingga perkaliannya dengan z menghasilkan bilangan riil
………………………….(8)
Sifaf ini dimanfaatkan untuk meriilkan penyebut dalam pecahan bilangan kompleks :
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
…………………………(9)
Sifat lain bilangan konjugat ini adalah distribusi terhadap penjumlahan maupun
perkalian :
…………………………(10)
Tentukan modulus dari z 
3  4i
= …… ?
i2
Misalkan z1 dan z2 merupakan bilangan kompleks, berlaku :
…………………….(11)
Misalakan z1, z2 dan z3 merupakan bilangan kompleks, beberapa sifat aritmatika dari
bilangan kompleks tersebut adalah sebagai berikut :
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
C.
ALJABAR BILANGAN KOMPLEKS
Dengan menggunakan aturan bahwa bilangan imajener satuan i diperlakukan sebagai
suatu variabel riil, kita dapat membangun aturan aljabar bilangan kompleks, yakni :
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Misalkan z1 = x1 + iy1 dan z2 = x2 + iy2 dua bilangan kompleks, maka operasi
aljabar antara kedua bilangan kompleks ini didefinisikan memberikan pula suatu bilangan
kompleks baru z = x + iy.
1. Penjumlahan/pengurangan
z1  z2 = (x1 + iy1) (x2 + iy2) = (x1x2) + i (y1y2) ………
Jika z1 = a1 + b1i dan z2 = a2 + b2i, dua bilangan kompleks, maka jumlah keduanya
adalah;
z1 + z1 = (a1 + b1i) + (a2 + b2i).
= (a1 + a2)+ (b1 + b2)i.
Bagian dari jumlah dua bilangan kompleks sama dengan jumlah dari bagian real masingmasing bilangan kompleks. Bagian imajiner dari jumlah dua bilangan kompleks sama dengan
jumlah dari bagian imajiner masing-masing bilangan kompleks. (Gambar di atas
penjumlahan)
2. Perlakian
z1.z2 = x1x2 + ix1y2 + iy1x2 + i2 y1y2
= (x1x2 – y1y2) + i (x1y2 + x2y1) ……………….
Jika z1 = a1 + b1i dan z2 = a2 + b2i, dua bilangan kompleks, maka perkalian keduanya
adalah z1 . z1 = (a1 + b1i) . (a2 + b2i)
= a1.a2 + i.a1.b2 + i.a2.b1 + b1.b2.i2
= a1.a2 + i.a1.b2 + i.a2.b1 – b1.b2 (karena i2 = –1)
= (a1.a2 – b1.b2) + i.(a1.b2 + a2.b1)
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Untuk perkalian, kita gambar beberapa kasus. Anda dapat menguji bahwa:
a). (4 + 3i).2 = (4 + 3i)(2 + 0i) = 8 + 6i
b). (4 + 3i).(2i) = (4 + 3i)(0 + 2i) = –6 + 8i
z1 . z1 = 2.z1 = 8+6i
z1 . z1 = 2i.z1 = –6 + 8i
z1 = 4 + 3i
z1 = 4 + 3i
z2 = 2i
Gambar perkalian dua bilangan kompleks (z1.z2)
Perhatikan bahwa himpunan bilangan real dapat disisipkan pada bilangan kompleks.
Bilangan real a dikenal sebagai a + 0i. Oleh karena itu kita sekarang akan selidiki sifat yang
ada di bilangan real apakah juga dapat didefinisikan pada bilangan kompleks.
Sebagai pengganti harga mutlak, pada bilangan kompleks modulus. Modulus dari
bilangan kompleks z = a + bi adalah bilangan real: | z | = a2 + b2, yaitu menyatakan panjang
garis yang menghubungkan titik (0, 0) ke titik (a, b). Khususnya jika z = a bilangan real,
maka | z | = a2 = | a | yaitu harga mutlak dari bilangan real itu sendiri.
Andaikan pada bilangan kompleks dapat didefinisikan urutan sehingga pada bilangan
real urutan ini sesuai dengan urutan yang telah kita kenal.
Kemudian, andaikan bahwa
(1). i > 0 (positif), maka i2 > 0, tetapi i2 = –1 yang tidak mungkin lebih besar dari nol.
(2). i < 0 (negatif), maka i2 > 0 atau –1 > 0. Sekali lagi ini bertentang dengan kenyataan yang
ada. Jadi, pada bilangan kompleks tak ada urutan.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
3. Pembagian
z1 ( x1  iy1)( x2  iy 2)

…………………………….
z 2 ( x2  iy 2)( x2  iy 2)

( x1x2  y1y 2) ( x1y 2  y1x 2)
i
………………..
( x22  y 22 )
( x22  y 22 )
4. Perkalian dan pembagian dalam bentuk polar
………………
Contoh :
1. (2 + 5i) + (3 – 2i) = 5 + 3i
2. (4 – 7i) – (2 + 3i) = 2 – 10i
3. (1 + 3i)(5 – 4i) = 5 – (-4i) + 15i – 12 i2 = 17 + 11i, i2 = -1
4.
(17  11i) (17  11i) (1  3i)

.
 5  4i
(1  3i)
(1  3i) (1  3i)
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
D.
PENYAJIAN BILANGAN KOMPLEKS
1. Bentuk rectangular
Z = x + iy
X = Re Z, bagian riil
Y = Im Z, bagian imajener
Bilangan
kompleks
dapat
digambarkan pada bidang Argand
seperti pada gambar disamping.
Semua titik yang berda pada sumbu
Re(z) mewakili garis bilangan riil.
2. Bentuk polar
z = x+y dapat digambarkan dalam bidang kompleks. Artinya, kita dapat
menggambarkannya secara kartesius maupun polar!! Lihat gambar di bawah untuk lebih
jelasnya!
Jika titik z digambarkan secara kartesius tentunya kita akan mengatakan bahwa titik
itu berada di koordinat (x,y). Namun, jika berbicara di koordinat polar, kita akan mengatakan
bahwa titik z berada di (r, ), arah
dengan panjang r. Di sini,
adalah sudut yang dihitung
dari sumbu x positif berputar berlawanan dengan arah jarum jam (tentunya ini materi SMA
yang
sebenarnya
tidak
perlu
dijelaskan
lagi).
disebut
sebagai
sedangkan r disebut sebagai modulus (panjang) z. Notasi: mod.(z)= r arg.(z) =
Copyright@ibnuediyuono_2010
argumen
z,
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Kembali lihat gambar di atas.
Oleh karena itu, z_= x+y z_=
menjadi z =
z_=
Dapat dikatakan juga:
Disingkat
. Lihat kembali gambar
di atas, bilangan kompleks z = x+y secara geometris dapat dinyatakan cengan vektor
posisi.!! Operasi bilangan kompleks secara geometris dalam bentuk vektor dapat dilakukan
sebagai berikut (z1 dan z2 diketahui) :
3.
menggambar z1+z2  (menggunakan
metode jajar genjang biasa
4.
5.
6.
7.
menggambar z1-z2  Ingat bahwa: z1z2 = z1+(-z1)
menggambar z1.z2  Perkalian ini sedikit
tricky. Gunakan metode perbandingan. misalkan
z
= z1.z2
z1.z2 = z
z1.z2 = z.1
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
menggambar z1:z2  Gunakan metode
perbandingan (seperti waktu kita mengalikan
z1.z2)
Catatan: penggambaran perkalian dan pembagian bilangan kompleks dengan vektor
tak ada hubungannya dengan arah vektor. Di sini, yang digunakan adalah panjang vektor itu..
(Ingat : pada vektor ada pengertian dot dan cross product).
Sebuah bilangan kompleks z = x + iy, bentuk polar dapat dilihat pada gambar di atas.
Dimana x = r cos dan y = r sin  sehingga :
…………………………..(16)
Hubungannya dengan bentuk rectangular tampak dari gambar di bidang argand :
…………………….(17)
Contoh : jika
1
1
2
2i , hitunglah r, , dan nyatakan z dalam bentuk polar
2
2
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Penyelesaian :
x
1
1
2 dan y 
2
2
2
r  x2  y2 = 1
  tan 1
x 

y 4
Contoh:
Tuliskan bilangan berikut dalam bentuk polar. (a). 3 + 4i;
(b). –3 + 4i;
(c), 3; (d). –4i.
Jawab:
(a). Untuk menuliskan bilangan kompleks di atas dalam bentuk polar
z = r (cos  + i sin ) = 3 + 4i
maka kita harus mencari jawab persamaan: r cos  = 3 dan r sin  = 4.
Kuadratkan kedua ruas, diperoleh:
(r cos )2 + (r sin )2 = 32 + 42.
r2 (cos2  + sin2 ) = 52.
r2 = 52
Karena r menyatakan panjang (modulus) maka r = 5. Selanjutnya, untuk mencari ,
kita gunakan persamaan: 5 cos  = 3 dan 5 sin  = 4.
Hasil pembagian kedua persamaan memberikan tan  = 5 sin  / 5 cos  = 3 / 4.
Salah satu jawab persamaan ini  = 0,9272952179 radian yaitu sudut positif yang
lebih kecil dari /2 atau sudut di kuadran I (satu). Karena sin  dan cos  positif, maka kita
tidak perlu mengadakan perubahan. Oleh karena itu penyajian bilangan kompleks di atas
dalam bentuk polar adalah
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
z = 5 (cos 0,92 + i sin 0,92)
3 + 4i
 = 0,92rad
(b). Untuk khusus ini, persamaan yang kita miliki adalah
z = r (cos  + i sin ) = –3 + 4i
dan persamaan yang berkaitan adalah : r cos  = –3 dan r sin  = 4.
Mudah dihitung bahwa diperoleh nilai r = 5, dan persamaan yang berkaitan dengan  adalah:
: 5 cos  = –3 dan 5 sin  = 4.
Atau tan  = sin  / cos  = 4 / –3.
Jawab utama persamaan ini adalah  = –0,92. Ini adalah sudut di kuadran IV, tetapi
karena cos  < 0 dan sin  > 0, maka  adalah sudut di kuadran II. Oleh karena itu, jawab
yang kita cari adalah:  = –0,92 + (3,14..) = 2,22.
Bilangan kompleks yang diberikan dalam bentuk polar adalah
–3+4i
z = 5 (cos 2,22 + i sin 2,22)
r=5
= 5 (cos [2,22 + 2.k.] + i sin [2,22 + 2.k.]), dengan k bilangan bulat
(c). Dengan cara serupa diperoleh:
z = 3 (cos 0 + i sin 0) = 3 (cos 2k + i sin 2.k. )
Dengan k bilangan bulat.
(d). Dengan cara serupa diperoleh
z = 3 (cos
3
3
3
3
 + i sin ) = 3 ( cos [  + 2.k. ] + i sin [  + 2.k.]), dengan k
2
2
2
2
bilangan bulat.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
3. Bentuk eksponen
Dari uraian fungsi dasar Maclaurin untuk sin x, cos x dan e x di peroleh hubungan :
ei = cos  + i sin  ……………………..(18)
e-i = cos  - i sin  ……………………..(19)
Kedua persamaan di atas disebut persamaan Euler. Selanjutnya bilangan kompleks
jika dinyatakan dalam bentuk eksponen sebagai :
Z = r (cos  + i sin ) = r ei …………………….(20a)

z  r (cos   i sin  ) = r e
-i
………………………(20b)
Dengan mengingat hubungan fungsi trigonometri dengan eksponensial kompleks :
Sin  =
e i  e i
……………………………..(21a)
2i
Cos  =
e i  e i
……………………………(21b)
2
Bentuk ini banyak dipakai dalam operasi perkalian dan pemangkatan, juga pada
kasus-kasus yang melibatkan fungsi trigonometri seperti peristiwa perambatan gelombang,
getaran, dan lain-lain.
Contoh :
1. Hitunglah cos i!
Penyelesaian :
cos i 
e i.i  i.i
2
1 e
 e
 1,543
2
Copyright@ibnuediyuono_2010
Catatan :
Log (a.b) = log a + log b
ab = eb ln a
Ln (a.b) = ln a + ln b
log 10 = 1
Ln a/b = ln a – ln b
ln e = 1
e = 2,72
ln ab = b ln a
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
2. Nyatakan z = 2 +2 i dalam bentuk polar dan exponential
Penyelesaian
r  22  22 = 2 2
 = tan-12/2 = 450
Bentuk polarnya : z = 2 2 (cos 450 + i sin 450)
Bentuk exponentianya  harus dirubah dalam bentuk radial (450 = 45 (/180) =
0,7854) maka z = 2 2 e0,7854 i
3. Nyatakan 4e0,6109 i dalam bentuk polar dan rectangular
Penyelesaian
0,6109 = 180 (0,6190/) = 350
Bentuk polarnya : z = 4 (cos 350 + i sin 350)
x = 4 cos 350 = 3,277,y = 4 sin 350 = 2,294
sehingga bentuk rectangularnya : z = 3,277 + 2,294 i
E.
PERSAMAAN KOMPLEKS
Suatu persamaan kompleks adalah suatu persamaan yang mengandung bilangan-
bilangan kompleks. Sebagai contoh, 2 + 2iy = x + 5i, adalah suatu persamaan kompleks
dengan x dan y sebagai variabel-variabel riil. Untuk menangani suatu persamaan kompleks
seperti ini perlu diterapkan difinisi berikut :
“dua bilangan kompleks adalah sama, jika dan hanya jika bagian riilnya sama dan
juga bagian imajenernya sama. Jadi, persamaan kompleks x + iy = p + iq, setara dengan
dua persamaan riil serempak x = p dan y = q”
x + iy = p + iq dimana x = p dan y = q ……………………
Contoh : Hitunglah x dan y jika (x + iy)2 = 2i
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Penyelesaian :
x2 + 2ixy +i2y2 = 2i
x2 - y2 + 2ixy = 2i
x2 - y2 = 0, maka x = y
2ixy = 2i
x = 1 dan y = 1
F.
FUNGSI LOGARITMA KOMPLEKS
Logaritma dari sebuah bilangan kompleks z :
Ln z = ln rei = ln r + i ( + 2n) …………………………….(23)
Dimana n = 0, 1, 2, 3, … ln merupakan logarotma dari suatu bilangan riil. Untuk
harga n = 0, maka harga ln z disebut harga utama karena fungsi logaritma dalam himpunan
bilangan kompleks sebenarnya adalah fingsi bernilai jamak.
Contoh : Nyatakan ln (- 1) dalam bentuk rectangular
Penyelesaian
Z = – 1, maka r = z = 1 dan  =  sehingga
ln (- 1) = ln 1 + i ( + 2n)
ln (- 1) = 0 + i (, - , 3, - 3,… )
ln (- 1) = i (, - , 3, - 3,… )
G.
PANGKAT DAN AKAR KOMPLEKS
Operasi pemangkatan juga memanfaatkan kemudahan yang dimiliki oleh bentuk
exponential :
Zn = rein = rnein = rn (cos n + i sin n)………………………………..(24)
Z 1/n = rei1/n = r1/nei1/n = r1/n (cos /n + i sin /n)………………………(25)
 =  + 2n, dimana n = 0, 1, 2, 3, …
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Contoh : Hitunglah
3
(1  i)
Penyelesaian :
r=
2
 = 5/4  2 n
3
(1  i) = ( 2 )1/3 (cos (5/4)/3 + i sin (5/4)/3) ketika n = 0,
bagaimana jika n = 1, 2, 3
H.
BILANGAN KOMPLEKS DI MATRIKS
Pada urutan di atas bahwa pendefinisian bilangan kompleks terlalu dibuat-buat, mulai
dari yang tak ada, yaitu i = –1. Pada bagian ini (imajiner) kita akan melihat bahwa sistem
seperti di atas ternyata telah muncul secara alamiah, yaitu pada subhimpunan matriks.
a  b
 , dengan a, b bilangan real. Perhatikan
Perhatikan semua matriks berbentuk 
b a 
bahwa matriks tersebut ditulis sebagai :
 a  b a 0  0  b
1 0  0  b

 = 
  
  a
  b

b a  0 a  b 0 
0 1 b 0 
kita mengetahui bahwa
 1 0  1 0   1 0 
 a  b  1 0   a  b 

  
 (matriks identitas), dan 

  

(1). 
 0 1  0 1   0 1 
 b a  0 1   b a 
 0  1 0  1   1 0 
1 0

  
  

(2). 
 1 0  1 0   0  1
0 1
1 0
  1 (Real) dan
Sekarang kita tulis: 
0 1
 0  1

  i (Imajiner)
1 0 
Untuk sebarang matrik z berukuran ordo 2 x 2, serta i2 = –1.
Jadi sistem ini seperti yang kita inginkan. Nanti dapat kita lihat bahwa perkalian
bilangan kompleks z = a + bi dengan i menghasilkan iz = –b + ai, yaitu hasil rotasi z sebesar
900 dengan arah putaran jarum jam. Hal ini sesuai dengan matriks transformasi yang
bertindak seperti i sebagai matriks rotasi sebesar 900.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Untuk operasi bilangan kompleks, jika diketahui :
 a1

 b1
 b1 
  a1
a1 
1 0

 + b1
0 1
 0  1

 = a1 + b1i
1 0 
 a2

 b2
 b2 
  a2
a 2 
1 0

 + b2
0 1
 0  1

 = a2 + b2i
1 0 
maka penjumlahan dan perkalian dilakukan seperti pada matriks, yaitu:
Untuk penjumlahan:
a
z1 + z1 = (a1 + b1i) + (a2 + b2i) =  1
 b1
 b1   a 2
 +
a1   b2
 b2   a1  a 2
 =
a 2   b1  b2
1 0
 0  1
 + (b1 + b2). 

= (a1 + a2). 
0 1
1 0 
= (a1 + a2) + (b1 + b2)i
dan Untuk perkalian:
a
z1 . z1 = (a1 + b1i) . (a2 + b2i) =  1
 b1
a a  b b
=  1 2 1 2
 a1b2  a 2 b1
 b1 

a1 
a
.  2
 b2
 b2 

a 2 
 a1b2  a 2 b1 

a1 a 2  b1b2 
1 0
 + (a1 b2 + a2 b1) .
= (a1 a2 – b1 b2) . 
0 1
= (a1 a2 – b1 b2) + (a1 b2 – a2 b1)i
Copyright@ibnuediyuono_2010
 0  1


1 0 
 b1  b2 

a1  a 2 
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
MACAM – MACAM
BILANGAN
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
A.
PENGERTIAN
Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan
pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut
sebagai angka atau lambang bilangan. Dalam matematika, konsep bilangan selama bertahuntahun lamanya telah diperluas untuk meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan
rasional, bilangan irasional, dan bilangan kompleks.
Prosedur-prosedur tertentu yang mengambil bilangan sebagai masukan dan menghasil
bilangan lainnya sebagai keluran, disebut sebagai operasi numeris. Operasi uner mengambil
satu masukan bilangan dan menghasilkan satu keluaran bilangan. Operasi yang lebih
umumnya ditemukan adalah operasi biner, yang mengambil dua bilangan sebagai masukan
dan menghasilkan satu bilangan sebagai keluaran. Contoh operasi biner adalah penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, dan perpangkatan. Bidang matematika yang mengkaji
operasi numeris disebut sebagai aritmetika.
1.
Bilangan Kompleks
adalah bilangan yang berbentuk dimana a dan b adalah bilangan riil, dan i adalah
bilangan imajiner tertentu yang mempunyai sifat i 2 = −1. Bilangan riil a disebut juga bagian
riil dari bilangan kompleks, dan bilangan real b disebut bagian imajiner. Jika pada suatu
bilangan kompleks, nilai b adalah 0, maka bilangan kompleks tersebut menjadi sama dengan
bilangan real a. Sebagai contoh, 3 + 2i adalah bilangan kompleks dengan bagian riil 3 dan
bagian imajiner 2.
2.
Bilangan Real atau Rill
adalah suatu bilangan yang terdiri dari bilangan rasional dan bilangan irasional.
bilangan riil atau
bilangan real menyatakan angka yang bisa dituliskan dalam bentuk
desimal.
Menyatakan bilangan yang bisa dituliskan dalam bentuk desimal, seperti
2,4871773339… atau 3.25678. Bilangan real meliputi bilangan rasional, seperti 42 dan
−23/129, dan bilangan irasional, seperti π dan sqrt2. Bilangan rasional direpresentasikan
dalam bentuk desimal berakhir, sedangkan bilangan irasional memiliki representasi desimal
tidak berakhir namun berulang. Bilangan riil juga dapat direpresentasikan sebagai salah satu
titik dalam garis bilangan. Definisi popular dari bilangan real meliputi klas ekivalen dari deret
Cauchy rasional, irisan Dedekind, dan deret Archimides. Bilangan riil ini berbeda dengan
bilangan kompleks yang termasuk di dalamnya adalah bilangan imajiner.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
3.
Bilangan Rasional
Adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk
dengan p dan q bilangan
bulat serta q ≠ 0. Bilangan rasional merupakan bentuk pembagian dua buah bilangan bulat
dengan desimal tak terbatas dan periodik. Bilangan tersebut adalah :
4.
Bilangan Irasional
Adalah bilangan riil yang tidak bisa dibagi (hasil baginya tidak pernah berhenti).
Dalam hal ini, bilangan irasional tidak bisa dinyatakan sebagai a/b, dengan a dan b sebagai
bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Jadi bilangan irasional bukan merupakan
bilangan rasional. Contoh yang paling populer dari bilangan irasional ini adalah bilangan π,
, dan bilangan e.
Bilangan π sebetulnya tidak tepat, yaitu kurang lebih 3.14, tetapi = 3,1415926535....
atau = 3,14159 26535 89793 23846 26433 83279 50288 41971 69399 37510...
Untuk bilangan
: = 1,4142135623730950488016887242096....
atau = 1,41421 35623 73095 04880 16887 24209 69807 85696 71875 37694 80731 76679
73798.. dan untuk bilangan e: = 2,7182818....
5.
Bilangan pecahan
Adalah bilangan yang dapat dinyatakan dengan dengan a bilangan bulat dan b ≠ 0.
6.
Bilangan bulat
biasanya dinyatakan dengan lambang Z. Bilangan bulat terdiri dari bilangan cacah (0,
1, 2, ...) dan negatifnya (-1, -2, -3, ...; -0 adalah sama dengan 0 dan tidak dimasukkan lagi
secara terpisah). Bilangan bulat dapat dituliskan tanpa komponen desimal atau pecahan.
Himpunan semua bilangan bulat dalam matematika dilambangkan dengan Z (atau ), berasal
dari Zahlen (bahasa Jerman untuk "bilangan“). Di mulai dari …., -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, ….
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
7.
Bilangan bulat negatif
Di mulai dari …., -5, -4, -3, -2, -1
8.
Bilangan cacah
Adalah semua bilangan asli dan nol. Bilangan tersebut adalah 0, 1, 2, 3,….
9.
Bilangan nol
Kata Nol atau “Zero” berasal dari bahasa latin Zephirum yang berarti kosong atau
hampa RATUSAN tahun yang lalu, manusia hanya mengenal 9 lambang bilangan yakni 1, 2,
3, 5, 6, 7, 8, dan 9. Kemudian, datang angka 0, sehingga jumlah lambang bilangan menjadi 10
buah. Nol telah digunakan dalam notasi posisi sejak 700 SM oleh orang-orang Babylon,
namun mereka mencopotnya bila menjadi lambang terakhir pada bilangan tersebut. Konsep
nol pada masa modern berasal dari matematikawan India Brahmagupta.
10.
Bilangan asli
Biasanya dinyatakan dengan lambang N. Bilangan asli memiliki asal dari kata-kata
yang digunakan untuk menghitung benda-benda, dimulai dari bilangan satu. Bilangan asli
adalah bilangan bulat positif yang bukan nol, yaitu unsur himpunan {1, 2, 3, 4, ...}
Pada abad ke-19 dikembangkan definisi bilangan asli menggunakan teori himpunan.
Dengan definisi ini, dirasakan lebih mudah memasukkan nol (berkorespondensi dengan
himpunan kosong) sebagai bilangan asli, dan sekarang menjadi konvensi dalam bidang teori
himpunan, logika dan ilmu komputer. Matematikawan lain, seperti dalam bidang teori
bilangan, bertahan pada tradisi lama dan tetap menjadikan 1 sebagai bilangan asli pertama. Di
mulai dari 1, 2, 3, 4, 5, ….
11.
Bilangan genap
Adalah bilangan cacah yang habis dibagi dua, seperti 2, 4, 6, 8, ….
12.
Bilangan ganjil
Adalah bilangan cacah yang tidak genap. Bilangan tersebut adalah 1, 3, 5, 7, ….
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
13.
Bilangan Prima
Bilangan prima adalah suatu bilangan yang dimulai dari 2 dan hanya dapat dibagi
oleh bilangan itu sendiri dan ± 1 P = {2,3,5,7,...}.
Coba perhatikan contoh beberapa bilangan berikut ini: 2,3,5,7
2=1x2
3=1x3
5=1x5
7=1x7
Ke empat factor tersebut mempunyai factor 1 dan dirinya sendiri, tidak mempunyai
factor yang lain. Bilangan semacam ini disebut bilangan prima. 11 = 1 x 11 tidak mempunyai
factor lain selain 11 dan 1, sehingga 11 adalah bilangan prima. Akan tetapi 4 adalah bukan
bilangan prima, sebab selain 1 x 4 = 4, 4 juga dapat dinyatakan dengan 2 x 2,yang berarti 4
mempunyai factor 1,2 dan 4. Walaupun 1= 1 x 1, yang berarti 1 mempunyai factor 1 dan
dirinya sendiri, akan tetapi 1 tidak digolongkan sebagai bilangan prima. Bilangan prima
adalah bilangan bulat yang lebih besar dari 1 yang mempunyai hanya dua factor yaitu 1 dan
dirinya sendiri.
14.
Bilangan Komposit
Bilangan komposit adalah suatu bilangan yang dapat dibagi oleh bilangan yang lain
Komposit = {4,6,8,9,…
15.
Bilangan Khayal / Imajiner
Bilangan khayal adalah suatu bilangan yang hanya bisa dikhayalkan dalam pikiran,
tetapi kenyataannya tidak ada. Contoh: −5
Copyright@ibnuediyuono_2010
−2 −3
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
B.
KONSEP DAN OPERASI BILANGAN
Konsep Bilangan cacah
Bilangan cacah dapat didefinisikan sebagai bilangan
yang digunakan untuk
menyatakan cacah anggota atau kardinalitas suatu himpunan. Jika suatu himpunan yang
karena alasan tertentu tidak mempunyai anggota sama sekali, maka cacah anggota himpunan
itu dinyatakan dengan “ nol “ dan dinyatakan demgam lambang “0”. Jika anggota dari suatu
himpunan hanya terdiri atas satu anggota saja, maka cacah anggota himpunan tersebut adalah
“satu” dan dinyatakan dengan lambang “1”. Demikian seterusnya sehingga kita mengenal
barisan bilangan hasil pencacahan himpunan yang dinyatakan dengan lambang bilangan
berikut:
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,…
Bilangan-bilangan tersebut adalah bilangan cacah
 OPERASI PADA BILANGAN CACAH
Ada beberapa operasi yang dikanakan pada bilangan-bilangan cacah. Operasi-operasi
tersebut adalah:
1. Penjumlahan
2. Pengurangan
3. Perkalian
4. Pembagian
Opersi-operasi tersebut mempunyai kaitan yang cukup kuat. Oleh karena itu,
pemahaman konsep dan keterampilan melakukan operasi yang satu akan mempengaruhi
pemahaman konsep dan keterampilan melakukan operasi yang lain.
 Operasi Penjumlahan
Operasi penjumlahan pada bilangan cacah pada dasarnya merupakan suatu aturan
yang mengaitkankan setiap pasang bilangan cacah dengan suatu bilangan cacah yang lain.
Jika a dan b adalah bilangan cacah, maka jumlah dari kedua bilangan tersebut dilambangkan
dengan “ a + b “. Jumlah dari a dan b diperoleh dengan menentukan cacah gabungan
himpunan yang mempunyai sebanyak a anggota dengan himpunan yang mempunyai
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
sebanyak b anggota, asalkan kedua himpunan tersebut tidak mempunyai unsure persekutuan.
Selanjutnya. System bilangan cacah terhadap operasi penjumlahan ini mempunyai beberapa
sifat, yaitu sifat pertukaran, sifat identitas, dan sifat pengelompokkan
 Operasi Pengurangan
Operasi pengurangan pada dasarnya merupakan kebalikan daripada operasi
penjumlahan. Jika dalam situasi penjumlahan,jumlahnya dan salah satu unsurnya sudah
diketahui, maka proses penentuan unsure penjumlahan yang lainnya menuntut operasi
pengurangan. Oleh karena itu, dalam prakteknya jika sebuah bilangan cacah a dikurangi
dengan bilangan cacah b menghasilkan bilangan cacah c (dilambangkan dengan a – b = c),
maka operasi penjumlahan yang terkait adalah b + c = a. Namun demikian, operasi
pengurangan tidak memenuhi sifat-sifat yang dimiliki oleh operasi penjumlahan di atas.
Operasi pengurangan tidak memenuhi sifat pertukaran,sebab tidak setiap a dan b
berlaku a – b = b – a. operasi pengurangan juga tidak memenuhi sifat identitas, sebab bisa
ditemukan adanya bilangan cacah a sehingga a – 0
0 – a. Operasi pengurangan juga tidak
memenuhi sifat pengelompokan, sebab bisa diperoleh bilangan cacah a,b,c sehingga (a – b) –
c
a – (b – c)
 Operasi perkalian
Operasi perkalian bilangan cacah pada dasarnya dapat di definisikan sebagai hasil
penjumlahan berulang bilangan-bilangan cacah. Jika a dan b bilangan cacah, maka a x b
dapat didefinisikan sebagai b + b + b +… + b (sebanyak a kali). Jadi secara konseptual a x b
tidak sama dengan b x a, akan tetapi kalau mau dilihat hasil kalinya saja maka a x b = b x a.
dengan demikian operasi perkalian memenuhi sifat pertukaran.
Operasi perkalian juga memenuhi sifat identitas. Ada sebuah bilangan cacah yang
kalau dikalikan dengan setiap bilangan cacah a maka hasil kalinya adalah tetap a. bilangan
cacah tersebut adalah bilangan 1. Jadi a x 1 = 1 x a untuk setiap bilangan cacah a
Operasi perkalian juga memenuhi sifat pengelompokan, yaitu : untuk setiap bilangan
cacah a,b,c berlaku (a x b)x c = a x (b x c). disamping itu, perkalian bilangan cacah masih
mempunyai satu sifat dalam kaitannya dengan operasi penjumlahan. Sifat ini menyatakan
bahwa: setiap bilangan cacah a,b,c berlaku a x (b+c) = ( a x b) + ( a x c ). Sifat ini disebut
sifat penyebaran
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
 Operasi pembagian
Operasi pembagian pada dasarnya merupakan kebalikan dari operasi perkalian. Jika
sebuah bilangan cacah a dibagi bilangan cacah b menghasilkan bilangan cacah c
(dilambangkan dengan a : b = c), maka konsep perkalian yang bersangkutan adalah c x b = a.
sebagaimana operasi pengurangan, maka operasi pembagian juga tidak memenuhi sifat
pertukaran, sifat identitas, sifat pengelompokan, dan sifat penyebaran.
Konsep Bilangan Bulat
Pengertian Bilangan Bulat
Di atas telah dikemukakan artinya, hanya dengan memiliki pengetahuan bilangan
cacah saja kita belum mampu menjawab masalah baik dalam matematika maupun masalah
komputasi dalam kehidupan sehari- hari. Dengan kata lain, himpunan bilangan cacah
memiliki beberapa kekurangan. Sebagai contoh, tidak ada bilangan cacah yang membuat
kalimat “ 7 + x = 5” menjadi pernyataan yang bernilai benar. Oleh sebab itu, ahli matematika
mengkontruksikan atau menciptakan bilangan dengan nama bilangan bulat.
Bilangan bulat diciptakan dengan cara berikut. Untuk setiap bilangan cacah, misalnya
3, kita menciptakan dua symbol yaitu +3 dan -3. Symbol bilangan yang diawali dengan tanda
plus kecil yang terletak agak ke atas mewwakili positif. Biasanya bilangan plus ini
dihilangkan dalam menyatakan bilangan positif, sehingga +3 juga berarti 3. Selanjutnya
untuk menyatakan suatu bilangan positif kita hanya menulis symbol saja tanpa awalan tanda
plus
Symbol bilangan diawali dengan tanda minus kecil ditempatkan agak di atas mewakili
bilangan negative. Misalnya -3 mewakili bilangan negative 3. Perlu diperhatikan bahwa 0
bukan bilangan positif maupun bilangan negative, sehingga dalam penulisan symbol bilangan
nol kita tidak perlu membubuhi tanda plus atau tanda minus di depannya.
Nampaknya bahwa setiap bilangan cacah n ada bilangan positif –n. untuk setiap
bilangan cacah ada -1, 2 ada -2,3 ada -3, 4 ada -4. Dengan demikian untuk masing-masing
bilangan cacah positif berturut-turut ada bilangan negative sebagai pasangannya. Bilangan
cacah maupun bilangan negative disebut bilangan bulat. Gabungan dari himpunan bilangan
cacah dan himpunan bilangan bulat negative disebut himpunan bilangan bulat. Dengan kata
lain, himpunan semua bilangan bulat terdiri atas :
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
1. Himpunan bilangan bulat positif atau bilangan asli
2. Bilangan bulat nol
3. Bilangan bulat negative
Seperti halnya pada bilangan cacah, pada bilangan bulat juga terkenal adanya relasi
sama dengan dan relasi urutan. Pada relasi sama dengan berlaku sifat-sifat sebagai berikut:
1. Sifat reflektif, yaitu untuk sebarang bilangan bulat a berlaku a = a.
2. Sifat simetris, yaitu untuk sebarang bilangan bulat a dan b berlaku: jika a = b maka b
=a
3. Sifat transitif, yaitu untuk sebarang bilangan bulat a,b,c berlaku: jika a = b, b = c
maka akan sama a = c
Relasi urutan untuk bilangan bulat dapat di definisikan dengan menggunakan uruta
letak titik – titik pada garis bilangan.
 OPERASI PADA BILANGAN BULAT
Seperti halnya pada bilangan cacah, ada 4 macam operasi utama yang berlaku pada
bilangan bulat. Operasi yang dimaksu adalah:
1. Penjumlahan
2. Pengurangan
3. Perkalian
4. Pembagian
Keempat operasi pada bilangan bulat ini sangat erat kaitannya dengan hubugan
operasi bilangan cacah.
 Operasi penjumlahan
Penjumlahan bilangan bulat mempunyai beberapa sifat:
1. Sifat tertutup
Jika a dan b bilangan bulat, maka a + b juga bilangan bulat
2. Sifat pertukaran
Jika a dan b bilangan bulat, maka a + b = b + a
3. Sifat penggelompokan
Jika a,b,c bilangan bulat, maka ( a + b) + c = a + ( b + c )
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
4. Sifat adanya unsure identitas
Ada bilangan bulat 0 yang bersifat a + 0 = 0 + a = a untuk semua bilangan bulat a
5. Sifat adanya invers penjumlahan
Untuk setiap bilangan bulat a, ada bilangan bulat b sehingga a + b = b + a = 0.
Bilangan b ini disebut invers atau lawan dari a dan biasanya dilambangkan -a
6. Sifat ketertambahan
Jika a,b,c bilangan bulat, dan a = b, maka a + c = b + c
7. Sifat kanselasi
Jika a,b,c bilangan bulat, dan a + c = b + c maka a = b
 Operasi pengurangan
Operasi pengurangan merupakan invers dari operasi penjumlahan. Misalkan lambang
a – b dapat diartikan bilangan yang jika ditambahkan kepada b menghasilkan a dan lambang
bilangan a- b dapat pula diartikan sebagai a + (-b)
 Operasi perkalian
Ada beberapa sifat perkalian bilangan bulat, seperti ;
1. Sifat tertutup
Jika a dan b bilangan bulat, maka a. b juga bilangan bulat
2. Sifat pertukaran
Jika a dan b bilangan bulat, mka a.b = b.a
3. Sifat pengelompokan
Jika a,b,c bilangan bulat, maka (a.b) c = a( b.c )
4. Sifat adanya unsure identitas
Ada bilangan bulat 1, sehingga untuk setiap bilangan bulat a berlaku a. 1 = 1. a = a
Bilangan 1 disebut unsure identitas perkalian
5. Sifat penyebaran perkalian terhadap penjumlahan
Jika a,b,c bilangan bulat,maka :
a ( b + c ) = ab + ac, disebut penyebaran kiri, dan
(b + c ) = ba + ca, disebut penyebaran kanan
6. Sifat ketergandaan
Untuk setiap bilangan bulat a,b,c jika a = b, maka ac = bc
7. Sifat kanselasi
Untuk setiap bilangan bulat a,b,c jika ac = bc dan c ≠ 0 maka a= b
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Disamping sifat-sifat yang telah disebutkan diatas, ada beberapa teorema yang terkait dengan
operasi perkalian bilangan bulat dan perlu dipahami. Teorema yang dimaksud antara lain:
1. Jika a bilangan bulat, maka ( -1 ) a = a
Bukti :
a.0
=0
identitas
a.0
= a ( 1+ -1 )
invers
= a(1) + a( -1 )
penyebaran
= a +( -1 )a
identitas pertukaran
Jadi a + (-1)a = 0
= a+ -a
Akhirnya (-1) a = - a
transitif
invers
kanselasi
2. Jika a bilangan bulat, maka –( -a) = a
Bukti :
-a( -a ) + ( -a ) = 0
invers
-(-a) + (-a) + a = 0 + a
penjumlahan
-(-a) +((-a) + a) = a
pengelompokkan dan identitas
-(-a) + 0
=a
invers
-(-a)
=a
identitas
 Operasi pembagian
Operasi pembagian pada bilangan bulat di definisikan sebagai berikut:

Jika a dan b bilangan bulat dengan b
0, maka a dibagi b, ditulis a:b, ialah bilangan
bulat x yang bersifat b. x = a
Untuk mendapatkan apakah hasil bagi positif atau negative, kita berpedoman pada
definisi perkalian dua bilangan bulat. Oleh karena a:b = x jika dan hanya jika b.x = a, maka
tanda dari bilangan bulat akan ditentukan sedemikian hingga hasil kali b.x sama dengan a.
jadi, hasil bagi dua bilangan bulat positif atau bilangan bulat negative, jika hasil bagi itu ada,
adalah bilangan bulat positif dan hasil bagi dua bilangan bulat yang berlainan tanda, jika hasil
bagi itu ada, adalah bilangan bulat negative.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Contoh:
15 : 3 = 5 sebab 3 . 5 = 15 ; (-15) : ( -3) = 5, sebab (-3) 5 = (-15) ; (-15) : 3 = -5 sebab 3. (-5)
= -15 ; dan 15 : ( -3 ) = -5 sebab -3 . -5 = 15
Perhatikan bahwa bilangan nol mempunyai sifat penting dalam pembagian, sifat itu adalah
sebagai berikut :
1. Jika a bilangan bulat yang bukan nol, maka 0 : a = 0
2. Jika a bilangan bulat, maka a : 0 tidak didefinisikan
Sebagai akibat dari sifat itu, maka 3 : 0 dan 0 : 0 semuanya tidak definisikan
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
SISTEM
BILANGAN
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
A.
PENGERTIAN
Sistem bilangan atau dalam bahasa inggris disebut number system adalah suatu cara
untuk mewakili besaran dari suatu phisik. Sistem bilangan menggunakan suatu bilangan dasar
atau disebut juga basis (base / radix) yang tertentu. Dalam hubungannya dengan komputer,
ada 4 jenis sistem bilangan yang dikenal yaitu :
B.

Sistem Bilangan Desimal (Decimal Number System)

Sistem Bilangan Binari (Binary Number System)

Sistem Bilangan Oktal (Octal Number System)

Sistem Bilangan Hexadesimal (Hexadecimal Number System)
Sistem Bilangan Desimal
Sistem bilangan desimal mempunyai sepuluh lambang dasar yang disebut angka
(digit), yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Sistem bilangan desimal menggunakan sistem nilai
tempat, artinya setiap angka pada sistem desimal menempati nilai tempat tertentu. Karena
setiap nilai tempat merupakan hasil perpangkatan bilangan 10, maka sistem bilangan desimal
disebut juga sistem bilangan basis 10 (100, 101, 102, ... ).
Misal bilangan 2569, angka “2” menempati “ribuan”, angka “5” menempati
“ratusan”, angka “6” menempati “puluhan” dan angka “9” menempati “satuan”. Bilangan
2569 dibaca “dua ribu lima ratus enam puluh sembilan” Tanda titik dituliskan pada tiap
hitungan tiga angka dari bilangan satuan. Dengan cara ini bilangan-bilangan yang besar
(mempunyai tulisan yang cukup panjang) akan lebih mudah dalam pembacaannya dan
terhindar dari kekeliruan (dalam buku-buku berbahasa asing, tanda titik diganti dengan tanda
koma). Misalkan bilangan 2569 ditulis 2.569. Bilangan dalam sistem desimal dapat ditulis
dalam bentuk panjang. Misal 2.569 = (2 x 103) + (5 x 102) + (6 x 100) + (9 x 100).
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Integer desimal :
adalah nilai desimal yang bulat, misalnya 8598 dapat diartikan :
8 x 103
= 8000
5 x 102
= 500
9 x 101
=
90
8 x 100
=
8
8598
position value/palce value
absolute value
Absolue value merupakan nilai untuk masing-masing digit bilangan, sedangkan
position value adalah merupakan penimbang atau bobot dari masing-masing digit tergantung
dari letak posisinya, yaitu nernilai basis dipangkatkan dengan urutan posisinya.
Pecahan desimal :
Adalah nilai desimal yang mengandung nilai pecahan dibelakang koma, misalnya
nilai 183,75 adalah pecahan desimal yang dapat diartikan :
1 x 10 2
= 100
8 x 10 1
= 80
3 x 10 0
=
3
7 x 10 –1
=
0,7
5 x 10 –2
=
0,05
183,75
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
C.
Sistem Bilangan Biner
Sistem bilangan biner mempunyai dua lambang dasar yang disebut angka (digit),
yaitu 0 dan 1. Sistem bilangan biner sama dengan sistem desimal menggunakan sistem nilai
tempat, artinya setiap angka pada sistem biner menempati nilai tempat tertentu.
Karena setiap nilai tempat merupakan hasil perpangkatan bilangan 2, maka sistem
bilangan desimal disebut juga sistem bilangan basis 2 (20, 21, 22, ... ). Misal bilangan
1001101, angka “1” menempati “enam puluh empatan”, angka “0” menempati “tiga puluh
duaan”, angka “0” menempati “enam belasan”, angka “1” menempati “delapanan”, angka “1”
menempati” “empatan”, angka “0” menempati “duaan”, dan angka “1” menempati “satuan”.
Bilangan dalam sistem biner dapat ditulis dalam bentuk panjang. Misal 1001101 = (1 x 26) +
(0 x 25) + (0 x 24) + (1 x 23) + (1 x 22) + (0 x 21) + (1 x 20).
Sistem bilangan biner menggunakan 2 macam symbol bilangan berbasis 2digit angka,
yaitu 0 dan 1.
Contoh bilangan 1001 dapat diartikan :
1001
1x20 =1
0x21 =0
0x22 =0
1x23 =8
10 (10)
Operasi aritmetika pada bilangan Biner :
a. Penjumlahan
Dasar penujmlahan biner adalah :
0+0=0
0+1=1
1+0=1
1+1=0
dengan carry of 1, yaitu 1 + 1 = 2, karena digit terbesar ninari
1, maka harus dikurangi dengan 2 (basis), jadi 2 – 2 = 0 dengan carry of 1
contoh :
1111
10100
100011
Copyright@ibnuediyuono_2010
+
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
atau dengan langkah :
1+0
=1
1+0
=1
1+1
= 0 dengan carry of 1
1+1+1
=0
1+1
= 0 dengan carry of 1
1 0
0
0 1
1
b. Pengurangan
Bilangan biner dikurangkan dengan cara yang sama dengan pengurangan bilangan
desimal. Dasar pengurangan untuk masing-masing digit bilangan biner adalah :
0-0=0
1-0=1
1-1=0
0–1=1
dengan borrow of 1, (pijam 1 dari posisi sebelah kirinya).
Contoh :
11101
1011 10010
dengan langkah – langkah :
1–1
=0
0–1
= 1 dengan borrow of 1
1–0–1
=0
1–1
=0
1–0
=1
1
Copyright@ibnuediyuono_2010
0
0
1 0
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
c. Perkalian
Dilakukan sama dengan cara perkalian pada bilangan desimal. Dasar perkalian
bilangan biner adalah :
0x0=0
1x0=0
0x1=0
1x1=1
contoh
Desimal
Biner
14
1110
12 x
1100
28
0000
14
x
0000
1110
+
168
1110
+
10101000
d. pembagian
Pembagian biner dilakukan juga dengan cara yang sama dengan bilangan desimal.
Pembagian biner 0 tidak mempunyai arti, sehingga dasar pemagian biner adalah :
0:1=0
1:1=1
Desimal
5
Biner
/ 125 \ 25
101 / 1111101 \ 11001
10 -
101 -
25
101
25 -
101 -
0
0101
101 0
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
D.
SISTEM BLANGAN OKTAL
Sistem bilangan Oktal menggunakan 8 macam symbol bilangan berbasis 8 digit
angka, yaitu 0 ,1,2,3,4,5,6,7.
Position value system bilangan octal adalah perpangkatan dari nilai 8.
Contoh :
12(8) = …… (10)
2x80=2
1 x 8 1 =8
10
Jadi 10 (10)
Operasi Aritmetika pada Bilangan Oktal
a. Penjumlahan
Langkah-langkah penjumlahan octal :
-
tambahkan masing-masing kolom secara desimal
-
rubah dari hasil desimal ke octal
-
tuliskan hasil dari digit paling kanan dari hasil octal
-
kalau hasil penjumlahan tiap-tiap kolom terdiri dari dua digit, maka digit
paling kiri merupakan carry of untuk penjumlahan kolom selanjutnya.
Contoh :
Desimal
Oktal
21
25
87 +
108
127 +
154
5 10 + 7 10
Copyright@ibnuediyuono_2010
= 12 10 =
14 8
2 10 + 2 10 + 1 10 = 5 10
=
58
1 10
=
18
= 1 10
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
b.
Pengurangan
Pengurangan Oktal dapat dilaukan secara sama dengan pengurangan bilangan
desimal.
Contoh :
Desimal
Oktal
108
154
87 -
127 -
21
25
48 -78
+88
(borrow of) = 5 8
5 8 - 2 8- 1 8
=28
18 -18
= 08
c. Perkalian
Langkah – langkah :
-
kalikan masing-masing kolom secara desimal
-
rubah dari hasil desimal ke octal
-
tuliskan hasil dari digit paling kanan dari hasil octal
-
kalau hasil perkalian tiap kolol terdiri dari 2 digit, maka digit paling kiri
merupakan carry of untuk ditambahkan pada hasil perkalian kolom
selanjutnya.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Contoh :
Desimal
Oktal
16
14
14 x
12 x
70
28
4 10 x 6 10
14 +
= 24 10 = 30 8
4 10 x 1 10 + 3 10 = 7 10 = 7 8
168
16
14 x
70
16
1 10 x 6 10
= 6 10
=68
1 10 x 1 10
= 1 10 = 1 8
16
14 x
70
16 +
250
7 10 + 6 10 = 13 10 = 15 8
1 10 + 1 10 = 2 10 = 2 8
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
d.
Pembagian
Desimal
Oktal
12 / 168 \ 14
14 / 250 \ 16
12 -
14 -
48
110
48 –
110 -
0
0
14 8 x 1 8 = 14 8
14 8 x 6 8 = 4 8 x 6 8 = 30 8
1 8 x 6 8= 6 8 +
110 8
E.
SISTEM BILANGAN HEXADESIMAL
Sistem bilangan Oktal menggunakan 16 macam symbol bilangan berbasis 8 digit
angka, yaitu 0 ,1,2,3,4,5,6,7,8,9,A,B,C,D,Edan F
Dimana A = 10, B = 11, C= 12, D = 13 , E = 14 dan F = 15
Position value system bilangan octal adalah perpangkatan dari nilai 16.
Contoh :
C7(16) = …… (10)
7 x 16 0
=
C x 16 1
= 192
7
199
Jadi 199 (10)
Operasi Aritmetika Pada Bilangan Hexadesimal
a. Penjumlahan
Penjumlahan bilangan hexadesimal dapat dilakukan secara sama dengan penjumlahan
bilangan octal, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah-langkah penjumlahan hexadesimal :
-
tambahkan masing-masing kolom secara desimal
-
rubah dari hasil desimal ke hexadesimal
-
tuliskan hasil dari digit paling kanan dari hasil hexadesimal
-
kalau hasil penjumlahan tiap-tiap kolom terdiri dari dua digit, maka digit
paling kiri merupakan carry of untuk penjumlahan kolom selanjutnya.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Contoh :
Desimal
hexadesimal
2989
BAD
1073 +
431 +
4062
FDE
D 16 + 1 16 = 13 10 + 110 = 14 10 = E 16
A 16 + 3 16 = 10 10 + 3 10 = 13 10
=D 16
B16 + 4 16 = 1110 + 4 10 = 15 10 = F 16
b. Pengurangan
Pengurangan bilangan hexadesimal dapat dilakukan secara sama dengan pengurangan
bilangan desimal.
Contoh :
Desimal
hexadesimal
4833
12E1
1575 3258
627 CBA
16 10 (pinjam) + 1 10 - 710
= 10 10 = A 16
14 10 - 7 10 - - 1 10 (dipinjam) = 11 10 =B 16
1610 (pinjam) + 2 10 - 610
= 12 10 = C 16
1 10 – 1 10 (dipinjam) 0 10 = 0 16
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
c. Perkalian
Langkah – langkah :
-
kalikan masing-masing kolom secara desimal
-
rubah dari hasil desimal ke octal
-
tuliskan hasil dari digit paling kanan dari hasil octal
-
kalau hasil perkalian tiap kolol terdiri dari 2 digit, maka digit paling kiri
merupakan carry of untuk ditambahkan pada hasil perkalian kolom
selanjutnya.
Contoh :
Desimal
Hexadesimal
172
27 x
1204
AC
1B x
764
344 +
C 16 x B 16
4644
=12 10 x 1110= 84 16
A16 x B16 +816 = 1010 x 1110+810=7616
AC
1B x
764
AC
C16 x 116 = 1210 x 110 =1210=C16
A16 x 116 = 1010 x110 =1010=A 16
AC
1B x
764
AC +
1224
616 + C16 = 610 + 1210 = 1810 =12 16
716+A16 +116 = 710 x 1010 + 110=1810 = 1216
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
d. Pembagian
Contoh :
Desimal
hexadesimal
27 / 4646 \ 172
1B / 1214 \ AC
27-
10E -
194
144
189 –
144-
54
1B16xA16 = 2710x1010=27010= 10E16
1B 16 x C16 = 2710 x 10 10 = 3240 10
0
=144 16
54 –
0
KONVERSI BILANGAN
Konversi bilangan adalah suatu proses dimana satu system bilangan dengan basis
tertentu akan dijadikan bilangan dengan basis yang alian.

Konversi dari bilangan Desimal
1. Konversi dari bilangan Desimal ke biner
Yaitu dengan cara membagi bilangan desimal dengan dua kemudian diambil sisa
pembagiannya.
Contoh :
45 (10) = …..(2)
45 : 2 = 22 + sisa 1
22 : 2 = 11 + sisa 0
11 : 2 = 5 + sisa 1
5 : 2 = 2 + sisa 1
2 : 2 = 1 + sisa 0
Copyright@ibnuediyuono_2010
101101(2) ditulis dari bawah ke atas
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
2. Konversi bilangan Desimal ke Oktal
Yaitu dengan cara membagi bilangan desimal dengan 8 kemudian diambil sisa
pembagiannya
Contoh :
385 ( 10 ) = ….(8)
385 : 8 = 48 + sisa 1
48 : 8 = 6 + sisa 0
601 (8)
3. Konversi bilangan Desimal ke Hexadesimal
Yaitu dengan cara membagi bilangan desimal dengan 16 kemudian diambil sisa
pembagiannya
Contoh :
1583 ( 10 ) = ….(16)
1583 : 16 = 98 + sisa 15
96 : 16 = 6 + sisa 2
62F (16)
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G

Konversi dari system bilangan Biner
1. Konversi ke desimal
Yaitu dengan cara mengalikan masing-masing bit dalam bilangan dengan position
valuenya.
Contoh :
1001
1x20 =1
0x21 =0
0x22 =0
1x23 =8
10 (10)
2.
Konversi ke Oktal
Dapat dilakukan dengan mengkonversikan tiap-tiap tiga buah digit biner yang dimulai
dari bagian belakang.
Contoh :
11010100 (2) = ………(8)
11 010 100
3
2
4
diperjelas :
100 = 0 x 2 0 = 0
0x21=0
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
1x22=4
4
Begitu seterusnya untuk yang lain.
3. Konversi ke Hexademial
Dapat dilakukan dengan mengkonversikan tiap-tiap empat buah digit biner yang
dimulai dari bagian belakang.
Contoh :
11010100
1101
0100
D

4
Konversi dari system bilangan Oktal
1. Konversi ke Desimal
Yaitu dengan cara mengalikan masing-masing bit dalam bilangan dengan position
valuenya.
Contoh :
12(8) = …… (10)
2x80=2
1 x 8 1 =8
10
Jadi 10 (10)
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
2. Konversi ke Biner
Dilakukan dengan mengkonversikan masing-masing digit octal ke tiga digit biner.
Contoh :
6502 (8) ….. = (2)
2 = 010
0 = 000
5 = 101
6 = 110
jadi 110101000010
3. Konversi ke Hexadesimal
Dilakukan dengan cara merubah dari bilangan octal menjadi bilangan biner kemudian
dikonversikan ke hexadesimal.
Contoh :
2537 (8) = …..(16)
2537 (8) = 010101011111
010101010000(2) = 55F (16)
Konversi dari bilangan Hexadesimal
1. Konversi ke Desimal
Yaitu dengan cara mengalikan masing-masing bit dalam bilangan dengan position
valuenya.
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
Contoh :
C7(16) = …… (10)
7 x 16 0
=
C x 16 1
= 192
7
199
Jadi 199 (10)
2. Konversi ke Oktal
Dilakukan dengan cara merubah dari bilangan hexadesimal menjadi biner terlebih
dahulu kemudian dikonversikan ke octal.
Contoh :
55F (16) = …..(8)
55F(16) = 010101011111(2)
010101011111 (2) = 2537 (8)
Copyright@ibnuediyuono_2010
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Pendidikan Matematika Kelas 3 G
SUMBER
file:///C:/Users/IBNU%20EDI%20YUONO/Documents/New%20folder/Sistem%20bilangan
%20-%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm
www.Scribd.com
www.google.com
http://loepies.wordpress.com/2010/10/29/tulisan-hieroglyph-hieroglyphic/
http://id.wikipedia.org/wiki/Angka_Romawi
http://kuliah.imadewira.com/tag/sistem-bilangan/
http://simplemathlesson.blogspot.com/2009/02/sejarah-bilangan-danperkembangannya_20.html
http://Rangkuman-Pelajaran.Blogspot.com
www.yakuza.weebly.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan
http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan_kompleks
http://www.scribd.com/doc/18414911/modul-1-Sistem-Bilangan
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_bilangan_desimal
http://kuliah.imadewira.com/sistem-bilangan-desimal/
http://blog.math.uny.ac.id/yulialinguistika/sistem-bilangan-hexadecimal/
http://kuliah.imadewira.com/sistem-bilangan-binari/
http://www.scribd.com/doc/20681002/3/BILANGAN-OKTAL
Copyright@ibnuediyuono_2010
Download