Untitled - BPK Penabur

advertisement
Diterbitkan oleh:
BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR)
I S S N : 1412-2588
Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai sebagai
medium tukar pikiran, informasi dan
penelitian ilmiah antar para pemerhati masalah pendidikan.
Penanggung Jawab
Dr. Jhan Brinsen Purba
Pemimpin Redaksi
Dr. BP. Sitepu, M.A.
Sekretaris Redaksi
Rosmawati Situmorang
Dewan Editor
Dr. BP. Sitepu, M.A.
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si
Dra. Mulyani
Dr. Theresia K. Brahim
Dra. Vitriyani P., M.Pd.
Alamat Redaksi :
Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470
Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968
E-mail : [email protected]
Jurnal Pendidikan Penabur No. 05/ IV /Desember 2005
i
Pedoman Penulisan Naskah untuk Jurnal Pendidikan Penabur
Naskah ditulis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1.
Naskah merupakan laporan penelitian, opini, info, dan resensi buku
yang berhubungan dengan bidang pendidikan serta disajikan dalam
bentuk bahasa ilmiah populer.
2.
Naskah merupakan karya asli dari penulis dan belum pernah
dipublikasikan atau sedang dikirimkan ke media lain.
3.
Naskah diketik pada kertas A4 dengan margin/batas atas, kanan, dan
bawah masing-masing 3 cm dan batas kiri 4 cm dari tepi kertas.
Menggunakan program MS Word dengan jenis huruf Tahoma 10 point/
spasi ganda.
4.
Panjang naskah hasil penelitian + 3000 kata, sedangkan untuk opini,
info, serta resensi buku + 1500 kata.
5.
Judul harus singkat, jelas dan tidak lebih dari 10 kata.
6.
Format penulisan adalah : Judul, nama penulis, abstrak, isi artikel, dan
daftar pustaka.
7.
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata.
8.
Ilustrasi (grafik, tabel dan foto) harus disajikan dengan jelas. Tulisan
pada ilustrasi menggunakan huruf yang sama pada isi naskah dengan
besar huruf tidak lebih kecil dari 6 point.
8.
Naskah dikirim dalam bentuk disket dan hasil print out ke Redaksi Jurnal
Pendidikan Penabur, Jalan Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lantai 5.
Jakarta Barat - 11470 atau melalui e-mail: [email protected]
9.
Naskah disertai dengan daftar riwayat hidup yang memuat latar belakang
pendidikan, pekerjaan dan karya ilmiah lain yang pernah ditulis.
10. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan. Naskah yang tidak dimuat
tidak dikembalikan.
11. Redaksi berhak mengedit naskah yang dimuat tanpa mengubah isi
naskah.
12. Isi Jurnal Pendidikan Penabur tidak mencerminkan pendapat atau
kebijakan BPK PENABUR
Jurnal Pendidikan Penabur No. 05/ IV/ Desember 2005
Jurnal Pendidikan Penabur
Nomor 05/IV/ Desember 2005
ISSN: 1412-2588
Halaman
i-ii
Daftar Isi
Pengantar Redaksi
iii-iv
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan
Media Lagu
Petrus Trimantara, S.Pd.
1-14
Mengajarkan Mata Pelajaran Kewarganegaraan Materi Kebijakan
Publik dengan Metode Portofolio Tampilan (Show Case)
P. Slamet Widodo
15-28
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika
Piping Sugiharti, S.Pd.
29-42
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi
Musisi GMAHK
Endang Kusumaningsih
43-62
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian
Kualitatif
Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc.
63-71
Love, Care and Share
Sebuah Tinjauan Praktis dari Persfektif Iman Kristen
Djudjun Djaenudin Supriadi, S.Th.
72-80
Menjawab Tema HUT Ke -55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
(BPK PENABUR)
Biretni Sumiwi, B.A.
81-91
Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu
Anak- Anak Jalanan
Priska Ivena, Ira Yulianti, Livie Tamariska
92-99
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
i
Berbagi Kasih dan Peduli Kepada Sesama
Jeffry Kurniawan, Steffi Agatha, Ricky Kurniawan
100-107
Manajemen Pemasaran Sekolah Sebagai Salah Satu Kunci
Keberhasilan Persaingan Sekolah
Henry Sumurung Octavian, SE., M.M.
108-117
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah dalam Meningkatkan 118-127
Outcomes Peserta Didik
Muksin Wijaya, M.Pd., M.M.
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini
Melalui Music and Movement (Gerak dan Lagu)
Elisabeth Marsaulina Matondang
128-136
Isu-isu Mutakhir Pendidikan
Drs. Hotben Situmorang, M.B.A.
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.
137-143
Resensi Buku: Pendidikan Alat Perlawanan, Teori Pendidikan
Radikal Paulo Freire
Judha Semal Irianto Sinulingga, S.Th.
144-147
Profil BPK PENABUR Tasikmalaya
Juniart Fransiskus Samosir
148-154
Keterangan Mengenai Penulis
155-158
ii
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV / Desember 2005
Pengantar Redaksi
alam bulan Juli 2005 yang lalu BPK PENABUR memperingati ulang
tahunnya yang ke 55 dengan tema Love, Care, and Share (Kasih,
Peduli dan Berbagi). Tema tersebut sangat relevan dengan
penyelenggaraan pendidikan dalam arti umum dan dalam kegiatan
pembelajaran dalam arti khusus. Profesionalisme seorang guru akan terlihat
dari sikap dan perilakunya dalam berhadapan, bergaul, dan membelajarkan
peserta didiknya. Keberhasilan guru dalam mendidik juga ditentukan oleh
perilakunya dalam saling berbagi ilmu pengetahuan dengan peserta didiknya
dalam suasana penuh kasih dan penuh perhatian. Agar dapat melaksanakan
tugas itu dengan baik, guru perlu secara terus menerus meningkatkan
pengetahuannya secara mandiri atau melalui jalur pendidikan formal.
Dalam rangkaian kegiatan memperingati ulang tahun yang ke-55, BPK
PENABUR menyelenggarakan Lomba Karya Tulis di kalangan guru, karyawan,
dan siswa. Lomba yang bersifat ilmiah dan sekaligus merupakan wadah unjuk
kemampuan intelektual ini tentu terkait dengan upaya meningkatkan
profesionalisme di bidang masing-masing sehingga tidak terlena dan hanyut
dalam kegiatan rutinitas semata. Jumlah peserta lomba yang mencapai 162
orang ini menunjukkan motivasi yang dapat dibanggakan serta memunculkan
potensi-potensi yang patut dihargai dan perlu dikembangkan pada masa yang
akan datang.
Jurnal Pendidikan Penabur edisi Desember 2005 ini terbit dengan
mengangkat sejumlah naskah hasil Lomba yang dianggap mengandung
gagasan-gagasan atau pengalaman yang pantas dibagi kepada orang lain.
Untuk kepentingan penerbitan Jurnal ini, maka untuk beberapa naskah
dilakukan penyuntingan tanpa mengubah keaslian gagasan serta gaya
penyajian penulisnya. Walaupun naskah-naskah yang dimuat dalam edisi ini
bervariasi dari jenjang (TK sampai SLTA) namun belum cukup mewakili untuk
menggambarkan keadaan mutu guru, karyawan, dan siswa sekolah BPK
PENABUR secara keseluruhan. Diyakini masih banyak guru, karyawan, dan
siswa BPK PENABUR yang dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik,
tetapi oleh karena berbagai hal tidak dapat berperan serta dalam Lomba
tersebut. Diharapkan dengan penerbitan sejumlah naskah yang berasal dari
D
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
i
lingkungan BPK PENABUR kiranya mendorong semua warga BPK PENABUR,
khususnya para guru, untuk lebih saling berbagi pengetahuan secara ilmiah
melalui Jurnal ini.
Salah satu cara menghasilkan karya ilmiah ialah melalui penelitian. Selama
ini ada anggapan bahwa penelitian yang dianggap berbobot adalah penelitian
kuantitatif dengan menggunakan rumus-rumus statistik yang rumit. Anggapan
tersebut dapat menjadi penghalang bagi mereka yang tidak terbiasa
menggunakan statistik. Bahkan tidak jarang terjadi, penelitian itu dianggap
“menakutkan” dan “menjemukan” karena harus menggunakan sekumpulan
teori dan data kuantitatif dengan pengolahan secara statistik. Padahal dalam
kehidupan sehari-hari, pengetahuan yang benar dapat juga dibangun dari
pengalaman nyata sehari-hari yang kemudian disimpulkan secara induktif.
Oleh karena itu dalam edisi ini dimuat tulisan yang menguraikan Landasan
Berpikir dan Pengembangan Teori Dalam Penelitian Kualitatif oleh Prof.
Yusufhadi Miarso MSc. Isi tulisan ini mengungkap paradigma penelitian lebih
bervariasi dan peneliti atau calon peneliti dapat memilih paradigma yang lebih
sesuai untuk masalah yang akan diteliti.
Penelitian Tindakan (Action Research) nampaknya sangat sesuai untuk
guru dalam menemukan pemecahan masalah aktual belajar dan
membelajarkan. Sungguhpun hasil dan kebermanfaatan penelitian tindakan
dibatasi oleh ruang dan waktu, penelitian ini dapat menjadi pemantik kreativitas
guru untuk lebih inovatif dalam memecahkan masalah-masalah belajar dan
membelajarkan. Edisi ini memuat satu contoh penelitian tindakan, Peningkatan
Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik Bagi Musisi GMAHK, oleh Endang
Kusumaningsih. Tulisan ini yang mengacu pada hasil penelitian untuk Program
S2, hendaknya dapat menggugah guru untuk melakukan penelitian yang sejenis
sehingga peningkatan mutu proses dan hasil belajar dan membelajarkan dapat
ditingkatkan secara terus menerus. Jenis penelitian ini juga menunjukkan
bahwa catatan harian guru dapat dirangkai dan ditata secara ilmiah sehingga
berbentuk kajian atau penelitian ilmiah.
Seperti terbitan sebelumnya, Edisi ini juga tetap memuat rubrik resensi
buku, profil sekolah BPK PENABUR, serta informasi-informasi mutakhir (current
issues) yang diharapkan bermanfaat bagi warga BPK PENABUR pada umumnya,
para guru pada khususnya. Mudah-mudahan tahun 2006 yang akan datang
Jurnal ini dapat terbit dengan memuat lebih banyak naskah dari para guru
BPK PENABUR. Undang-Undang tentang Guru yang baru saja diundangkan
dan berkaitan langsung dengan kehidupan dan prosesi guru, dapat menggugah
para guru mengkritisi isinya dan membagi pendapat melalui Jurnal ini.
Redaksi
ii
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV / Desember 2005
Penelitian
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Metode Sugesti-Imajinasi
dalam Pembelajaran Menulis
dengan Media Lagu
Petrus Trimantara,S.Pd.*)
Abstrak
etode sugesti-imajinasi merupakan sebuah teknik dalam pembelajaran
menulis dengan media lagu. Pada prinsipnya, metode ini digunakan
dengan cara memberi sugesti untuk merangsang daya imajinasi
siswa. Kegiatan pembelajaran dengan metode ini dibagi dalam tiga
tahap, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) evaluasi. Ketiga tahap
tersebut merupakan kegiatan yang ditempuh oleh guru dan siswa pada saat
sebelum, selama, dan sesudah pembelajaran.
Penerapan metode ini dalam pembelajaran menulis deskripsi dapat
meningkatkan keberhasilan pembelajaran. Elemen-elemen keterampilan
berbahasa yang mengalami peningkatan cukup signifikan adalah (1)
penguasaan kosakata,(2) pemahaman konsep-konsep dan teknik menulis, (3)
keterampilan menggali pengalaman hidup atau mengingat kembali fakta-fakta
yang pernah mereka temui, mengorganisasikannya, dan memberikan
tanggapan dalam bentuk simbol-simbol verbal, dan (4) kemampuan membuat
variasi kalimat.
M
Kata kunci: Media, metode, sugesti, imajinasi, stimulus, dan respons
Abstract
Imagination-suggestion method is a technique in writing lesson by using a
song. Basically, this method is used by giving suggestions to stimulate the
student’s imagination. The learning activities are divided into three stages:(1)
planning, (2) activities, and (3) evaluating. The three stages in the activities
are done by teacher and students before, during, and after learning process.
The application of this method in teaching descriptive writing can improve the
success of instruction. The language skills which can be significantly improved
through this method include (1) vocabulary mastery, (2) the understanding of
the concepts and writing techniques, (3) the skills of analizing life experience
*) Guru SMAK 2 BPK PENABUR Bandung, Juara III Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR
Kategori Guru SMP/SLTA
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
1
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
or remembering and organizing the facts, and giving the responds in the
verbal symbols, and (4) the ability to make sentence variations.
Pendahuluan
Menulis merupakan satu keterampilan berbahasa yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan penguasaan keterampilan
menulis, diharapkan siswa dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan
perasaan yang dimilikinya setelah menjalani proses pembelajaran dalam
berbagai jenis tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi. Asumsinya, pengungkapan
tersebut merupakan manifestasi peresapan, pemahaman, dan tanggapan
siswa terhadap berbagai hal yang diperolehnya dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, segala informasi, ilmu pengetahuan, dan berbagai
kecakapan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran tidak akan sekadar
menjadi hafalan yang mudah dilupakan sesaat setelah siswa menjalani tes.
Dilihat dari segi pragmatiknya, keterampilan menulis dibutuhkan di
berbagai jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Meskipun demikian, pembelajaran menulis telah lama menjadi satu masalah
dalam sistem pembelajaran bahasa Indonesia. Beberapa faktor yang oleh
kebanyakan pengajar dianggap memberikan andil terhadap tidak tercapainya
tujuan pembelajaran menulis adalah 1) rendahnya tingkat penguasaan kosa
kata sebagai akibat rendahnya minat baca, 2) kurangnya penguasaan
keterampilan mikrobahasa, seperti penggunaan tanda bahasa, kaidah-kaidah
penulisan, penggunaan kelompok kata, penyusunan klausa dan kalimat dengan
struktur yang benar, sampai penyusunan paragraf, 3) kesulitan menemukan
metode pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa,
serta 4) ketiadaan atau keterbatasan media pembelajaran menulis yang efektif.
Semua permasalahan tersebut akhirnya menjadi seperti benang kusut
yang sulit diuraikan. Dibutuhkan sistem pembelajaran bahasa Indonesia yang
benar-benar bisa mengakumulasi semua permasalahan itu dan sekaligus
menemukan solusi yang menyeluruh dan mengakar pada permasalahan yang
ada. Adanya ketentuan mengenai jenis dan jumlah buku yang harus dibaca
siswa pada setiap semester, pembuatan sistem penilaian yang akurat bagi
pencapaian standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia, uji ilmiah
dan pelatihan penggunaan berbagai metode pembelajaran bahasa Indonesia,
serta tawaran alternatif media pembelajaran bahasa Indonesia dapat menjadi
solusi bagi berbagai masalah pembelajaran bahasa Indonesia.
Mengenai tawaran alternatif media pembelajaran bahasa Indonesia, lagu
dapat dieksploitasi untuk membantu peningkatan kemampuan menulis. Dengan
metode sugesti-imajinasi, lagu tidak hanya digunakan untuk menciptakan
2
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
suasana yang nyaman tetapi juga memberikan sugesti yang merangsang
berkembangnya imajinasi siswa.
Metode Sugesti-Imajinasi
Pada prinsipnya, metode sugesti-imajinasi adalah metode pembelajaran
menulis dengan cara memberikan sugesti lewat lagu untuk merangsang
imajinasi siswa. Dalam hal ini, lagu digunakan sebagai pencipta suasana
sugestif, stimulus, dan sekaligus menjadi jembatan bagi siswa untuk
membayangkan atau menciptakan gambaran dan kejadian berdasarkan tema
lagu. Respons yang diharapkan muncul dari para siswa berupa kemampuan
melihat gambaran-gambaran kejadian tersebut dengan imajinasi-imajinasi
dan logika yang dimiliki lalu mengungkapkan kembali dengan menggunakan
simbol-simbol verbal.
Sebagaimana diungkapkan oleh Bobbi De Porter dan Mike Hernacki dalam
bukunya yang berjudul Quantum Learning, menulis adalah aktivitas seluruh
otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak
kiri (logika) dan tak satupun belahan otak itu bekerja secara sempurna tanpa
adanya rangsangan atau dorongan dari bagian yang lain. Penggunaan metode
sugesti-imajinasi dapat mengoptimalkan kerja belahan otak kanan sehingga
para siswa dapat mengembangkan imajinasinya secara leluasa. Efek positif
dari optimalisasi kerja belahan otak kanan adalah rangsangan atau dorongan
bagi kerja belahan otak kiri sehingga pada saat yang bersamaan para siswa
juga dapat mengembangkan logikanya. Keseimbangan kinerja otak kanan dan
kiri ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam perolehan
informasi, pengorganisasian informasi, pembuatan outline, dan akhirnya
menuliskan informasi tersebut dalam bentuk tulisan atau karangan yang baik.
Penerapan Metode Sugesti-Imajinasi
Penggunaan metode sugesti-imajinasi dalam pembelajaran menulis dibagi
menjadi tiga tahap utama. Ketiga tahap tersebut pada dasarnya merupakan
kegiatan yang ditempuh oleh guru dan siswa pada saat sebelum, selama,
dan sesudah pembelajaran. Ketiga tahap yang dimaksud adalah 1)
perencanaan, 2) pelaksanaan, dan 3) evaluasi.
Pada tahap perencanaan, ada tiga kegiatan prapembelajaran yang harus
dilakukan guru. Pertama, penelaahan materi pembelajaran. Kedua, pemilihan
lagu sebagai media pembelajaran. Ketiga, penyusunan ancangan pembelajaran.
Penelaahan materi pembelajaran perlu dilakukan agar guru benar-benar
menguasai materi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran di kelas.
Penguasaan teknik-teknik menulis, pemilihan tema, dan prioritas jenis tulisan
atau karangan yang akan dibelajarkan menjadi poin-poin yang harus dicapai
dalam kegiatan ini.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
3
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Penguasaan materi pembelajaran oleh guru tidak menjamin tercapainya
tujuan pembelajaran. Lagu sebagai media juga sangat menentukan berhasil
atau tidaknya proses pembelajaran tersebut. Pada kegiatan ini, guru harus
benar-benar dapat memilih lagu yang tidak hanya sesuai dengan tema dan
materi pembelajaran tetapi juga sesuai dengan “selera” dan minat para siswa.
Lagu yang sesuai dengan tema dan materi pembelajaran tetapi tidak menarik
bagi para siswa hanya akan menciptakan suasana yang tidak menyenangkan
dan bahkan merusak suasana hati para siswa. Hal ini sangat bertentangan
dengan prinsip metode sugesti-imajinasi yang menghendaki terciptanya
suasana nyaman dan menyenangkan sehingga para siswa tersugesti dan dapat
mengembangkan imajinasi serta logikanya dengan baik.
Kegiatan menyusun ancangan pembelajaran merupakan langkah lanjutan
yang ditempuh guru untuk memastikan bahwa proses pembelajaran yang
akan dilaksanakan dapat berlangsung dengan baik. Ancangan pembelajaran
hendaknya mencakup perumusan materi, tujuan, pendekatan, metode, media,
dan evaluasi pembelajaran.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan pada tahap pertama akan diuji pada
tahap kedua, yaitu tahap pelaksanaan. Mengacu pada yang telah dilakukan
pada tahap pertama, proses pembelajaran menulis dengan metode sugestiimajinasi dibagi menjadi enam langkah. Berikut ini penjabaran mengenai enam
langkah tersebut.
1. Pretes
Untuk mengukur kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa,
terutama yang berkaitan langsung dengan keterampilan menulis, guru
wajib memberikan pretes. Soal pretes hendaknya berupa perintah untuk
membuat karangan atau tulisan. Jenis dan tema karangan harus
disesuaikan dengan materi pembelajaran yang akan dilaksanakan. Di
samping itu, pretes ini harus memuat semua aspek yang diperlukan dalam
menulis.
2. Penyampaian tujuan pembelajaran
Penting artinya bagi siswa untuk mengetahui tujuan pembelajaran yang
akan dijalaninya dan kompetensi dasar yang harus dikuasai setelah proses
pembelajaran dilaksanakan. Jika diibaratkan orang yang sedang
menempuh perjalanan, keyakinan akan arah dan tujuan akan membuat
orang tersebut tidak setengah hati dalam menempuh perjalanan tersebut.
Demikian halnya dengan para siswa. Dengan mengetahui tujuan
pembelajaran yang akan dilaksanakan, diharapkan siswa lebih siap dalam
mengikuti proses pembelajaran.
3. Apersepsi
4
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Prinsip utama apersepsi adalah menjelaskan hubungan antara materi
yang telah diajarkan dengan materi yang akan diajarkan. Guru dapat
memberi ulasan singkat tentang materi pembelajaran kosa kata, kaidahkaidah penulisan atau EYD, penyusunan klausa, pembuatan kalimat, dan
penulisan paragraf. Kegiatan ini dapat menggugah kembali ingatan siswa
terhadap materi-materi yang diperlukan dan sudah harus dikuasai siswa
sebagai syarat dalam pembelajaran menulis.
4. Penjelasan praktik pembelajaran dengan media lagu
Guru menjelaskan kepada siswa enam kegiatan yang akan mereka jalani
dalam proses pembelajaran. Keenam kegiatan tersebut adalah a)
pemutaran lagu, b) penulisan gagasan yang muncul saat menikmati lagu
dan sesudahnya, c) pengendapan atau penelaahan dan pengelompokan
gagasan, d) penyusunan outline(kerangka karangan), e) penyusunan
karangan, dan f) penilaian kelompok.
5. Praktik pembelajaran
Guru dan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses ini
guru harus dapat menjadi motivator dan fasilitator yang baik.
6. Pascates
Siswa menulis sebuah karangan tanpa didahului dengan kegiatan
mendengarkan lagu. Jenis dan tema karangan tetap sama dengan materi
pembelajaran yang baru saja dilaksanakan.
Evaluasi terhadap pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembelajaran
menulis dengan metode sugesti-imajinasi menjadi tahap ketiga dari kegiatan
pembelajaran tersebut. Dalam tahap ini, guru harus bisa melihat keberhasilan
dan kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Di
sisi lain, membandingkan hasil pretes dan pascates dengan membuat grafik
perolehan nilai dapat menjadi sarana yang cukup efektif untuk melihat
persentase pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Selain tiga tahap yang bersifat teknis, pembelajaran menulis dengan
metode sugesti-imajinasi juga mensyaratkan beberapa hal yang bersifat
normatif. Pertama, guru harus mempunyai pengetahuan yang luas, terutama
tentang lagu-lagu yang sedang digemari para siswa. Hal ini akan sangat
membantu guru dalam memilih lagu sebagai media. “Tabungan” pengetahuan
itu juga dapat mendukung penampilan guru pada saat memberi arahan cara
“mengeksploitasi” lagu untuk membangun imajinasi dan memunculkan
gagasan-gagasan yang terpendam. Kedua, guru harus mampu mengolah emosi
para siswa sehingga mereka benar-benar bisa menikmati lagu, bukan sekadar
mendengarkan. Ketiga, guru harus bisa membangun relasi “pertemanan”
dengan siswa. Dengan cara inilah, guru membantu para siswa dalam proses
pembelajaran tanpa rasa takut, canggung, dan tertekan.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
5
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Penerapan Metode Sugesti-Imajinasi
dalam Pembelajaran Menulis Deskripsi Kelas X SMA
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut dipaparkan sebuah
model penggunaan metode sugesti-imajinasi dengan media lagu dalam
pembelajaran menulis. Model pembelajaran ini telah dilaksanakan di kelas X
SMA dengan jumlah siswa 40 orang.
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan mencakup penelaahan materi, pemilihan lagu, dan
pembuatan ancangan pembelajaran. Masing-masing kegiatan terkait dengan
pembelajaran menulis yang uraiannya adalah sebagai berikut:
A. Penelaahan materi
1. Pengertian karangan
2. Jenis-jenis karangan
3. Pengertian karangan deskripsi
4. Langkah-langkah menyusun karangan
B. Pemilihan lagu
1. Judul lagu
: Yogyakarta
2. Penyanyi
: Kla Project
3. Pencipta
: Adi/Katon
Lagu Yogyakarta sangat sesuai digunakan sebagai media pembelajaran
menulis deskripsi dengan tema pariwisata. Deskripsi kota Yogyakarta dalam
lagu tersebut dapat dieksploitasi untuk menggugah imajinasi siswa dan
membangun opini-opini baru mengenai sebuah kota wisata. Berikut syair lagu,
Yogyakarta
Pulang ke kotamu
Ada setangkup
Haru dalam rindu
Masih seperti dulu tiap sudut
Menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgia
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima, menjajakan
Sajian khas berselera orang
Duduk bersila
6
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, ditelan deru
Kotamu
Walau kini kau t’lah tiada, tak kembali
Namun kotamu hadirkan
Senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk slalu
Pulang lagi bila hati mulai sepi
Tanpa terobati
C. Ancangan Pembelajaran
1. Materi pembelajaran
a. Karangan adalah wacana tulis yang memiliki sebuah tema atau
masalah dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Wacana
tulis tersebut berupa artikel, berita, cerita, laporan, dan
sebagainya.
b. Ada lima jenis karangan, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi, dan persuasi.
c. Karangan deskripsi adalah tulisan yang bertujuan menggambarkan
atau melukiskan sesuatu. Tulisan deskripsi bisa berupa karya
fiksi atau nonfiksi.
d. Langkah-langkah menyusun karangan deskripsi
1) Menentukan tema atau topik
Dalam karangan nonfiksi topik pada umumnya menjadi judul
karangan karena topik merupakan pokok pikiran yang
menjiwai seluruh karangan. Pengambilan topik sebagai judul
harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan jenis
karangan.
2) Memahami tujuan karangan
Tujuan yang hendak dicapai menentukan arah, isi, dan jenis
karangan. Karena karangan deskri psi bertujuan
menggambarkan atau melukiskan sesuatu, arah dan isi
karangan hendaknya bisa membawa pembaca pada sasaran
tersebut.
3) Mengumpulan bahan
Bahan penulisan karangan deskripsi bisa diperoleh melalui
kegiatan mengamati, berimajinasi, atau menggali
pengalaman.
4) Menelaah bahan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
7
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Telaah bahan meliputi kegiatan menilai, membandingkan,
memilih, dan mengolah bahan sehingga susunan dan alur
penelaahannya baik.
5) Menyusun kerangka karangan
Kerangka karangan adalah susunan pikiran utama yang telah
diorganisasikan dan direalisasikan dalam kalimat-kalimat
utama. Kerangka karangan terdiri atas tiga bagian, yaitu
pembukaan, isi, dan penutup.
6) Mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan yang
utuh dan padu.
2. Tujuan pembelajaran
a. Tujuan umum
Siswa dapat menulis secara efektif dan efisien berbagai jenis
karangan dalam berbagai konteks.
b. Kompetensi dasar
1) Siswa dapat menunjukkan karakteristik karangan deskripsi.
2) Siswa dapat mendaftar topik-topik yang dapat dikembangkan
menjadi karangan deskripsi.
3) Siswa dapat menyusun paragraf deskripsi tentang benda,
manusia atau suatu keadaan berdasarkan pengamatan,
pendengaran, dan imajinasi.
4) Siswa dapat menyusun karangan deskripsi berdasarkan tema
atau topik tertentu.
5) Siswa dapat menyunting karangan deskripsi yang ditulis
temannya.
c. Pendekatan
Pendekatan yang akan digunakan dalam pembelajaran adalah
pendekatan keterampilan proses dengan mengutamakan
keaktifan dari pihak siswa.
d. Metode
Metode sugesti-imajinasi dilaksanakan secara “luwes” sesuai
dengan kondisi dan keadaan siswa di setiap kelasnya.
e. Media
Lagu akan digunakan sebagai media dalam pembelajaran dengan
metode sugesti-imajinasi. Adapun lagu yang dinilai sesuai
dengan pembelajaran menulis deskripsi yang bertemakan
pariwisata adalah lagu Yogyakarta. Kutipan syair lagu ini dapat
dibagikan kepada siswa.
f. Evaluasi
8
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Buatlah sebuah karangan deskripsi dengan ketentuan sebagai
berikut:
Tema
: pariwisata
Sifat
: nonfiksi
Panjang karangan minimal 150 kata
Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tahap Pelaksanaan
Kegiatan pembelajaran dengan metode sugesti-imajinasi dalam pembelajaran
menulis dilakukan mengacu pada perencanaan pembelajaran yang
sebelumnya telah disusun.
Atas dasar perencanaan itu maka kegiatan guru dan siswa terlihat dalam
tabel berikut:
Tabel Kegiatan Guru dan Siswa
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Guru
Siswa
Memberikan soal pretes.
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
kompetensi dasar yang hendak dicapai.
Menjelaskan hubungan materi yang telah
dibelajarkan dengan materi yang akan
dibelajarkan.
Menjelaskan praktik pembelajaran dengan
media lagu.
Membagikan kutipan syair lagu
Menyampaikan beberapa hal penting
tentang cara mengeksploitasi lagu dan
mengolah emosi siswa.
Memutar lagu
8. Tanya-jawab tentang cara menelaah dan
mengelompokkan gagasan yang dicatat
9.
Tanya-jawab tentang cara menyusun
kerangkamenyusun karangan yang baik
10. Membantu siswa yang mengalami kesulitan
11. Mengawasi dan memotivasi siswa
12. Memberikan soal pascates
Mengerjakan soal pretes.
Menyimak
Menyimak
Menyimak
Membaca syair lagu.
Menyimak
Menikmati lagu dan menulis
gagasan yang muncul.
Tanya-jawab cara menelaah
dan mengelompokkan
gagasan yang dicatat.
Tanya-jawab cara kerangka
karangan yang baik.
Menyusun karangan
deskripsi dengan tema
pariwisata.
Menyunting karangan deskripsi yang disusun teman
Mengerjakan soal pascates
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
9
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa merupakan proses
pembelajaran yang berkesinambungan dan padu. Kegiatan guru dan siswa saling
mendukung dan mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran.
Ketidakberhasilan suatu kegiatan berarti berpengaruh bagi ketidakberhasilan
kegiatan yang lain. Ketidakberhasilan dalam proses pembelajaran itu pada
akhirnya akan bermuara pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran.
Sebab itu, guru harus bisa menjadi moderator, motivator, dan fasilitator
yang baik dalam kegiatan pembelajaran dengan metode sugesti-imajinasi.
Sebagai moderator, guru hendaknya mampu memandu siswa sehingga setiap
kegiatan pembelajaran dapat mencapai sasarannya. Kemampuan untuk
memotivasi siswa sangat dibutuhkan terutama untuk membangkitkan minat
siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan metode sugesti-imajinasi dan
media lagu. Kesiapan dan kesediaan guru untuk menjadi fasilitator menjadi
kunci penentu keberhasilan kegiatan pembelajaran menulis dengan metode
sugesti-imajinasi. Pemahaman dan pendekatan intern dengan siswa membuka
peluang besar bagi terciptanya kegiatan pembelajaran yang sinergis.
Evaluasi
Evaluasi pada hakekatnya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung,
mulai dari pretes pada awal pembelajaran dan pascates pada akhir
pembelajaran. Hasil evaluasi dalam contoh penerapan metode sugesti-imajinasi
dalam Menulis Deskripsi kelas X SMA terlihat seperti dalam tabel berikut:
Tabel Evaluasi Proses Pembelajaran
No
Respon Siswa
%
1.
2.
Mengerjakan soal tes
Bertanya tentang tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar
yang akan dicapai.
3.
Bertanya tentang hubungan materi yang telah dibelajarkan
dengan materi yang akan dibelajarkan.
68
Bertanya tentang praktik pembelajaran dengan media lagu.
65
4.
5.
Mengaku menyukai lagu yang dipilih sebagai media pembelajaran.
6.
Bertanya tentang lagu yang dipilih sebagai media.
7.
Aktif menuliskan gagasan yang muncul saat menikmati lagu dan
sesudahnya.
8.
Aktif dalam kegiatan tanya jawab.
9.
Membuat telaah dan pengelompokkan gagasan.
100
75
85
78
100
80
100
10.
Menyusun kerangka karangan.
100
11.
Menyusun karangan deskripsi.
100
12.
Mengerjakan soal pascates.
100
10
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Catatan:
Jumlah siswa yang merespons
X 100 %
Jumlah siswa
Persentase
=
Total respons
: 0 – 50%
60 – 69%
70 – 79%
80 –100%
: Kurang
: Cukup
: Baik
: Sangat Baik
Analisis hasil evaluasi ditampilkan dalam bentuk grafik batang, maka terlihat
seperti berikut:
Grafik Perolehan Pretes dan Pascates
Grafik perolehan nilai pretes dan pascates memberikan gambaran tingkat
keberhasilan penerapan metode sugesti-imajinasi secara umum. Analisis
mendetail terhadap hasil pretes dan pascates mengidentifikasi elemen-elemen
keterampilan berbahasa yang mengalami peningkatan cukup signifikan setelah
penerapan metode sugesti-imajinasi tersebut. Secara rinci, berikut ini
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
11
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
persentase peningkatan elemen-elemen keterampilan berbahasa yang
dimaksud.
a. Hampir semua siswa mengalami peningkatan penguasaan kosakata.
b. Lebih dari 75 persen siswa menjadi lebih mampu menyusun kalimat
dengan pola yang benar.
c. Sekitar 70 persen siswa mampu menulis karangan dengan gaya penulisan
yang jauh lebih baik.
d. Setelah pembelajaran dengan metode sugesti-imajinasi, 90 persen
siswa dapat menulis karangan deskripsi dengan baik.
Ada empat faktor yang memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas
pembelajaran menulis dengan metode sugesti-imajinasi.
Pertama, pemilihan lagu yang bersyair puitis membantu para siswa
memperoleh model dalam pembelajaran kosakata. Pengembangan kosakata
yang dimaksud di sini mengandung pengertian lebih dari sekadar penambahan
kosakata baru, tetapi lebih pada penempatan konsep-konsep baru dalam
tatanan yang lebih baik atau ke dalam susunan-susunan tambahan
(Tarigan,1985: 22).
Kedua, pemberian apersepsi tentang keterampilan mikrobahasa yang
dilanjutkan dengan pembelajaran menulis menggunakan metode sugestiimajinasi dapat diserap dan dipahami dengan lebih baik oleh para siswa.
Situasi emosional yang terolah membantu keberhasilan komunikasi dan
interaksi guru dengan siswa. Keberhasilan komunikasi tersebut tercermin pada
meningkatnya kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep dan teknik
menulis yang disampaikan guru.
Ketiga, sugesti yang diberikan melalui pemutaran lagu merangsang dan
mengkondisikan siswa sedemikian rupa sehingga siswa dapat memberikan
respons spontan yang bersifat positif. Dalam hal ini, respons yang diharapkan
muncul dari para siswa berupa kemampuan menggali pengalaman hidup atau
mengingat kembali fakta-fakta yang pernah mereka temui,
mengorganisasikannya, dan memberikan tanggapan berupa ide-ide atau
konsep-konsep baru mengenai pengalaman atau fakta-fakta tertentu. Metode
sugesti-imajinasi memungkinkan proses ini dapat berlangsung dengan baik
sehingga para siswa memiliki cukup bahan untuk menulis sebuah karangan
deskripsi.
Keempat, peningkatan penguasaan kosakata, pemahaman konsep-konsep
dan teknik menulis, serta imajinasi yang terbangun baik berkorelasi dengan
peningkatan kemampuan siswa dalam membuat variasi kalimat. Kemampuan
membuat variasi kalimat itulah yang menjadi tolok ukur kemampuan siswa
dalam menemukan gaya penulisan yang baik.
12
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
Selain empat faktor yang menjadikan metode sugesti-imajinasi efektif
diterapkan dalam pembelajaran menulis, analisis hasil pretes dan pascates
juga mengidentifikasi adanya kelemahan-kelemahan dari metode sugestiimajinasi.
Pertama, penggunaan metode sugesti-imajinasi tidak cukup efektif bagi
kelompok siswa dengan tingkat keterampilan menyimak yang rendah. Stimulus
yang disampaikan secara lisan menghendaki adanya keterampilan menyimak
yang baik. Dengan demikian, komunikasi yang terjalin bisa diarahkan menuju
target yang hendak dicapai, yaitu sugesti untuk membangun imajinasi siswa.
Kedua, metode ini sulit digunakan bila siswa cenderung pasif. Metode
sugesti-imajinasi mensyaratkan adanya keaktifan dari pihak siswa. Siswa
harus aktif menerima stimulus dan memberikan respons dalam bentuk simbolsimbol verbal.
Kedua faktor inilah yang menyebabkan 4 siswa (10%) yang digambarkan
pada tabel tidak memperoleh hasil yang optimal. Mereka hanya memperoleh
sedikit peningkatan penguasaan kosakata. Evaluasi proses pembelajaran
menguatkan asumsi tersebut. Siswa yang tidak berhasil dalam pembelajaran
menulis dengan metode sugesti-imajinasi merupakan kelompok siswa yang
tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Tes menyimak yang
dilaksanakan sebelum pelaksanaan remedial menunjukkan bahwa
keterampilan siswa tersebut berada di bawah rata-rata siswa kelas itu. Untuk
siswa dengan keterampilan menyimak rendah, pembelajaran menulis dengan
metode sugesti-imajinasi dapat dikombinasikan dengan pemberian
pertanyaan-pertanyaan pemandu. Pertanyaan-pertanyaan pemandu itu harus
berkaitan langsung dengan topik karangan. Tujuannya, untuk membantu siswa
dalam menggali pengalaman hidup, mengorganisasikannya, dan akhirnya
memberikan respons. Proses tersebut tidak dapat mereka jalani hanya dengan
stimulus-stimulus sugesti secara lisan.
Penutup
Berdasarkan analisis proses dan hasil penerapan metode sugesti-imajinasi
dalam pembelajaran menulis diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, lagu dapat menjadi media yang efektif dalam pembelajaran
menulis. Efektivitas lagu sebagai media dimaksimalkan dengan prinsip link
and match (hubungan dan kesesuaian).
Kedua, imajinasi memberikan kontribusi yang cukup besar pada
keberhasilan pembelajaran menulis. Imajinasi yang terbangun baik membantu
siswa dalam menggali pengalaman hidup, mengorganisasikannya, dan
memberikan respons dalam bentuk simbol-simbol verbal yang baik.
Ketiga, sugesti dapat digunakan untuk merangsang perkembangan
imajinasi siswa. Lagu yang digunakan sebagai media pembelajaran menulis
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
13
Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu
dieksploitasi untuk memberikan sugesti kepada siswa. Cara pembelajaran
inilah yang disebut dengan metode sugesti-imajinasi.
Keempat, metode sugesti-imajinasi dapat meningkatkan keberhasilan
pembelajaran menulis pada sekelompok siswa dengan tingkat keterampilan
menyimak yang baik dan siswa yang aktif. Keterampilan menyimak yang baik
dan keaktifan siswa menjadi prasyarat dalam penerapan metode sugestiimajinasi.
Agar metode sugesti-imajinasi ini dapat berhasil dengan baik disarankan
sebagai berikut
Pertama, karena peran pentingnya, pembelajaran menulis hendaknya
selalu menggunakan media. Pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan
materi, metode, dan kondisi para siswa.
Kedua, Pengembangan imajinasi hendaknya mendapat porsi yang cukup
dalam pembelajaran bahasa dan sastra. Imajinasi yang merupakan daya
pikir untuk membayangkan atau menciptakan gambaran-gambaran akan
sangat membantu siswa dalam menentukan pilihan-pilihan hidup dan
mengantisipasi setiap masalah yang akan mereka hadapi di masa depan.
Daftar Pustaka
Citrobroto, R.I. Suhartin. (1981). Teknik belajar yang efektif. Jakarta: Bhratara
Karya Aksara.
De Porter, Bobbi and Mike Hernacki. (1999). Quantum learning: Unleashing
the genius in you, atau Quantum learning: Membiasakan belajar
nyaman dan menyenangkan, terjemahan Alwiyah Abdurrahman.
Bandung: Kaifa.
Ginting,Vera. “Penguatan Membaca, fasilitas sekolah dan keterampilan dasar
membaca serta minat baca murid”. Artikel dalam Jurnal Pendidikan
Penabur, No.04/IV/Juli 2005.
Keraf, Gorys. (1994). Komposisi: Sebuah pengantar kemahiran bahasa.
Flores: Nusa Indah.
Ali, Lukman, dkk. (1990). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rahman, H. (2005). “ Eksploitasi potensi gambar dalam meningkatkan
kemampuan menulis kalimat”. Bandung: Ikatan Alumni FPBS dan Prodi
Pengajaran Bahasa Indonesia Program Pascasarjana UPI (makalah,
tidak diterbitkan).
Svantesson, Ingemar. (1994). Learning maps and memory skill: Powerful
techniques to help you make better use of your brain, atau Learning
maps and memory skill: Teknik-teknik andal untuk memaksimalkan
kinerja otak anda, terjemahan Bambang Prajoko. Jakarta: Gramedia.
Tarigan, Henry Guntur. (1985). Pengajaran kosakata. Bandung: Angkasa.
14
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Penelitian
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Mengajarkan Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Materi Kebijakan Publik dengan Metode
Portofolio Tampilan (Show Case)
P. Slamet Widodo*)
Abstrak
odel Pembelajaran Berbasis Portofolio memberi keragaman sumber
belajar, dan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih
sumber belajar yang sesuai sebagai landasan untuk menyusun
fenomena yang terjadi dalam masyarakat (publik). Hal ini seirama
dengan salah satu prinsip dalam pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi 2004, yakni berpusat pada siswa sebagai pembangun
pengetahuan. Artinya upaya untuk memandirikan peserta didik dalam belajar,
berkolaborasi, membantu teman, mengadakan pengamatan, penilaian diri
untuk sebuah refleksi akan mendorong mereka membangun pengetahuannya
sendiri. Dengan metode ini siswa memperoleh pengalaman langsung. Peran
guru adalah sebagai fasilitator belajar.
M
Kata Kunci : Guru, metode portofolio, kemauan dan kreativitas
Abstract
Fortfolio-Based Instructional Model provides various learning resources and
gives the students an ample opportunity to select the appropriate resources
in constructing the phenomena in public life. This model meets the
requirements of Competency-Based Curriculum which emphasizes the students
active role in building their knowledge. Employing this model enables the
students to obtain direct experience under the guides of the teacher as a
facilitator.
Pendahuluan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diberlakukan pemerintah dan
diperkenalkan kepada dunia pendidikan masih dipandang sebagai “makhluk”
yang baru dan asing, rumit serta membingungkan. Kesan seperti itulah yang
kurang lebih masuk ke benak para pendidik. Selain materi pelajaran yang
*) Guru SMP BPK PENABUR Tasikmalaya, Juara II Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR
Kategori Guru SMP/SLTA
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
15
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
baru, administrasi yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya, persoalan
yang paling membuat para pendidik pusing tujuh keliling adalah penggunaan
metode pembelajaran.
Metode pembelajaran sebagai salah satu cara menyampaikan materi
merupakan salah satu komponen, cara dan strategi yang paling penting dari
seluruh proses kegiatan belajar mengajar (KBM) agar siswa menjadi tertarik
dan senang dengan materi sehingga akhirnya materi yang disampaikan mudah
dicerna dan dipraktikkan oleh anak didik. Bahwa KBK membutuhkan kreativitas
guru, adalah sesuatu yang mutlak. Dalam KBK guru tidak bisa lagi
mengandalkan metode konvensional seperti ceramah, mencatat apalagi
mendikte anak didik. Konsekuensinya, guru harus lebih kreatif memilih metode
dalam setiap pokok materi yang akan diajarkan kepada anak didik. Di samping
itu guru juga dituntut untuk mencari bahan ajar yang sesuai dengan lingkungan
sekitar. Dengan demikian metode pembelajaran yang bagaimana dan yang
sesuai untuk mata pelajaran kewarganegaraan? Dalam pembelajaran
Kewarganegaraan terdapat berbagai metode yang biasa diterapkan seperti
ceramah, tugas, diskusi kelompok. Akan tetapi pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa metode-metode yang dipakai itu kurang dapat mencapai
tujuan pembelajaran Kewarganegaraan secara maksimal. Hasil belajar siswa
cenderung bersifat kognitif teoritis yang tidak berkembang. Sedangkan mata
pelajaran kewarganegaran bertujuan akhir untuk membentuk warga negara
yang baik (good citizenship) yang mengerti dan memahami akan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara. Selanjutnya menerapkan/mengamalkan
apa yang sudah dipahaminya dalam bentuk partisipasinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebagai seorang guru yang mengajarkan mata pel ajaran
Kewarganegaraan, penulis ingin memaparkan sekaligus membagikan
pengalaman penulis dalam mengajar dengan sebuah metode Portofolio
Tampilan untuk materi Kebijakan Publik bagi siswa kelas VII Sekolah Menengah
Pertama. Metode ini sudah penulis terapkan dalam proses belajar mengajar
mata pelajaran Kewarganegaraan kelas VII di tempat penulis mengajar yakni
SMP BPK PENABUR Tasikmalaya. Mengingat metode ini membutuhkan waktu
dan persiapan yang lama, maka metode ini penulis terapkan pada setiap
akhir semester atau akhir tahun pelajaran.
Metode Portofolio Tampilan
Model pembelajaran berbasis portofolio adalah sebuah metode yang
memperkenalkan suatu teori belajar konstruktivisme. Pada prinsipnya metode
ini menggambarkan bahwa si pelajar membentuk atau membangun
16
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungannya. Metode portofolio
tampilan sebenarnya sebuah metode pembelajaran yang berbasis metode
portofolio.
Prinsip paling esensial yang dapat diturunkan dari metode konstruktivisme
ini bahwa dalam merancang suatu pembelajaran siswa memperoleh banyak
pengetahuan dari luar sekolah (kelas). Penerapan metode konstruktivisme
dalam pembelajaran berarti menempatkan siswa pada posisi sentral dalam
keseluruhan program pembelajaran. Sebagai contoh isu atau masalah yang
muncul yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat digunakan sebagai
dasar pembahasan, diskusi, dan investigasi kegiatan di dalam atau di luar
kelas.
Model pembelajaran berbasis portofolio memungkinkan siswa untuk:
1. Berlatih memadukan konsep yang diberikan guru atau buku sumber dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mempunyai kesempatan dan kebebasan mencari informasi di luar kelas
secara langsung melalui berbagai macam media.
3. Memiliki kemampuan dalam memutuskan sesuatu bersama teman sesuai
dengan kemampuan yang berkaitan dengan topik yang dipelajari.
4. Membuat alternatif untuk mengatasi masalah/objek yang dikaji.
5. Berlatih merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk
mengatasi masalah dan mencegah timbulnya masalah yang berkaitan
dengan topik yang dibahas.
Langkah-langkah Membuat Portofolio Tampilan
Portofolio sebagai Proses Belajar Mengajar (PBM) selalu diawali dengan sebuah
isu/masalah yang memerlukan pemecahan masalah (problem solving). Hasil
dari kajian para siswa disajikan dalam bentuk portofolio tampilan yang
dituangkan dalam sebuah panel berbentuk persegi panjang dengan ukuran
kurang lebih 100 X 50 cm yang berasal dari kardus/papan/sterofom. Tampilan
ini dimungkinkan untuk dipasang di depan kelas ketika kasus tersebut
ditampilkan (show case) di depan kelas atau publik.
Setiap portofolio yang dikerjakan oleh siswa secara berkelompok memuat
bahan-bahan yang menggambarkan hasil kerja siswa secara sistematis.
Tampilan portofolio yang dihasilkan merupakan proses berpikir siswa secara
utuh yang didukung oleh data yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Sebuah portofolio tampilan yang dikerjakan secara berkelompok dibuat
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
17
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Langkah I: Membagi Kelompok dan Menjelaskan Tugas
Tiap Kelompok
Pada langkah pertama ini guru menjelaskan terlebih dahulu yang dimaksud
portofolio tampilan. Bila memungkinkan guru menunjukkan contoh portofolio
tampilan yang sudah jadi. Kemudian kelas dibagi menjadi empat kelompok.
Setelah itu guru menjelaskan tugas yang akan dikerjakan oleh setiap kelompok.
Secara terperinci tugas setiap kelompok dapat dijelaskan seperti berikut ini:
Kelompok 1:
Portofolio tampilan kelompok satu akan memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Bagaimana seriusnya masalah yang ada di masyarakat/sekolah.
2. Seberapa luas dampak yang ditimbulkan atas masalah tersebut.
3. Adakah silang pendapat (pro dan kontra) berkenaan dengan masalah
tersebut.
4. Siapakah orang atau lembaga yang bertanggung jawab terhadap masalah
tersebut.
5. Apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga untuk mengatasi masalah
tersebut.
Penyajian masalah yang akan ditampilkan dapat berupa grafik, peta,
pendapat tokoh, tabel/statistik dan illustrasi lain yang berasal dari sumber
cetakan atau media lain. Hasil pekerjaan kelompok yang telah diketik rapi
ditayangkan pada sebuah panel pertama.
Kelompok 2:
Portofolio tampilan kelompok dua akan memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Pendapat publik tentang masalah yang akan dijadikan kebijakan.
2. Kebijakan publik yang diambil atas masalah yang dipilih/ditentukan
bersama.
3. Data-data dari responden/publik baik yang mendukung maupun menolak
kebijakan publik.
4. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh responden/publik atas kebijakan
yang diambil.
Penyajian data, alasan, dapat ditampilkan dalam sebuah panel yang
berasal dari kardus atau sterofom berbentuk segi empat. Penyajian data dapat
berupa ulasan/pendapat, grafik, tabel yang telah diketik dan disusun rapi.
Kelompok 3:
Portofolio tampilan kelompok tiga akan memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Kebijakan yang diusulkan oleh kelompok yang telah mendapatkan
kesepakatan dan dukungan kelas dan diyakini akan mengatasi masalah.
2. Keuntungan dan kerugian atas kebijakan yang diusulkan.
18
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
3. Alasan mengapa kebijakan tersebut tidak melanggar undang-undang/
peraturan yang berlaku.
4. Pihak mana yang bertanggung jawab untuk menjalankan kebijakan yang
diusulkan beserta alasannya.
Penyajian kebijakan yang diusulkan tersebut ditampilkan pada sebuah
panel. Kebijakan tersebut dapat didukung oleh grafik, peta, pendapat tokoh,
tabel/statistik dan illustrasi lain yang berasal dari sumber cetakan atau media
lain. Hasil pekerjaan kelompok yang telah diketik rapi ditayangkan pada sebuah
panel pertama.
Kelompok 4:
Portofolio tampilan kelompok empat akan memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Penjelasan tertulis tentang rencana pelaksanaan dari kebijakan publik
yang telah diambil.
2. Identifikasi kelompok yang mungkin akan menentang rencana tindakan
yang diusulkan.
3. Rencana tindakan atas kebijakan yang diusulkan.
4. Identifikasi sumber-sumber informasi yang mendukung rencana tindakan
dari pakar, tokoh, profesional.
Hasil pekerjaan kelompok empat yang berupa rencana tersebut disusun
secara rapi dan menarik kemudian ditempel pada panel. Tampilan kelompok
empat ini diharapkan mampu menggambarkan tentang rencana kebijakan
publik yang akan diambil. Oleh karena itu tampilan bisa didukung dengan
kutipan pendapat tokoh, peta, grafik yang tertata rapi. Portofolio kelompok
menjadi portofolio paling penting mengingat hasil kebijakan yang direncanakan
dan diambil dipaparkan dalam bentuk rencana. Kelompok ini pula yang nantinya
bisa meyakinkan kelas/publik atas kebijakan yang diambil.
Langkah II: Menentukan Bersama Masalah yang Akan Dikaji
Prinsip utama metode pembelajaran berbasis portofolio adalah ingin
memperkenalkan suatu teori belajar konstruktivisme, yang pada prinsipnya
menggambarkan bahwa si pelajar membentuk atau membangun
pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Oleh
karena itu metode ini sangat cocok bila diterapkan di sekolah-sekolah yang
dekat dengan lingkungan dan situasi sosial (masyarakat, gereja, desa, RT/
RW).
Prinsip yang paling esensial yakni mengajak siswa memperoleh banyak
pengetahuan dari luar sekolah (kelas). Dengan demikian berarti menempatkan
siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program pembelajaran. Oleh
karena itu dalam menentukan masalah yang akan dikaji bersama siswa diajak
untuk menemukan masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat tempat
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
19
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
mereka hidup dan berkembang. Masyarakat dalam arti bisa masyarakat di
lingkungan siswa tinggal, masyarakat sekitar sekolah, gereja maupun
masyarakat sekolah itu sendiri. Masalah ini yang nanti akan digunakan sebagai
dasar pembahasan, diskusi, dan investigasi kegiatan di dalam atau di luar
kelas.
Pada langkah menentukan masalah yang akan dikaji guru bisa memberikan
kesempatan kepada setiap kelompok untuk mengusulkan satu masalah. Bila
dalam satu kelas terdiri dari empat kelompok, maka akan muncul empat
masalah. Setiap kelompok yang mengusulkan masalah harus menyertakan
argumentasinya. Dari empat masalah tersebut guru mengajak siswa untuk
memilih satu masalah yang paling memungkinkan untuk dikaji. Bila secara
musyawarah mufakat tidak dicapai kesepakatan, maka bisa ditentukan lewat
pengambilan suara. Dalam hal ini, siswa diajak untuk belajar demokratis
sekaligus menghargai pendapat kelompok lain serta menghormati keputusan
yang telah diambil bersama.
Langkah III: Menyusun Pertanyaan dan Menentukan
Narasumber
Pada langkah ketiga ini kelas menyusun pertanyaan yang akan digunakan
oleh semua kelompok dalam mencari data dan merencanakan nara sumber
yang akan diwawancarai. Pertanyaan disusun bersama-sama agar ada
kesinambungan. Pada tahap ini guru sangat berperanan dalam mengarahkan
siswa agar tidak keluar dari permasalahan utama. Yang perlu diperhatikan
bahwa pertanyaan harus mengacu pada pekerjaan yang akan dikerjakan
masing-masing kelompok seperti telah dijelaskan pada langkah pertama.
Setelah pertanyaan dan nara sumber ditentukan, maka para siswa secara
berkelompok merencanakan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Ketua
kelompok berperanan membagi tugas kepada anggota kelompoknya.
Langkah IV: Membuat Portofolio Tampilan
Pada langkah keempat ini, guru meminta siswa bekerja secara berkelompok.
Guru mengingatkan kembali pekerjaan yang harus dikerjakan oleh setiap
kelompok. Penting untuk dijelaskan bahwa setiap kelompok mempunyai tugas
yang berbeda, namun saling berkaitan.
Tugas keempat kelompok tersebut adalah:
Kelompok 1 bertugas
: menjelaskan masalah yang dikaji
Kelompok 2 bertugas
: menjelaskan keinginan publik
Kelompok 3 bertugas
: menjelaskan usulan kebijakan yang diambil
Kelompok 4 bertugas
: membuat rencana tindakan berkaitan dengan
kebijakan yang diusulkan
20
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Langkah V: Penyajian Portofolio Tampilan
Penyajian portofolio tampilan dilaksanakan setelah setiap kelompok kelas
menyelesaikan portofolio tampilan. Penyajian portofolio tampilan ini bisa
dilaksanakan pada akhir semester satu atau semester dua tergantung dari
situasi dan kondisi sekolah. Penyajian diikuti oleh kelas yang membuat
portofolio atau perwakilan kelas yang lain dengan dipandu oleh seorang guru
pembimbing dan beberapa guru lain sebagai Dewan Juri. Setiap kelompok
secara berurutan mulai dari kelompok satu memaparkan hasil kerjanya.
Pada tahap penyajian ini baik para pendengar maupun guru sebagai Dewan
Juri bisa mengajukan beberapa pertanyaan untuk menguji sejauh mana
kemampuan siswa menguasai masalah yang telah dikaji.
Contoh Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio
Tampilan Materi Kebijakan Publik: Penertiban Kantin di
Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya
Membaca dan membayangkan sebuah metode untuk diterapkan dalam praktik
mengajar bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh karena itu penulis mencoba
memberikan gambaran proses penerapan metode portofolio tampilan mata
pelajaran Kewarganegaraan kelas VII semester satu yakni materi Kebijakan
Publik dengan masalah yakni “Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK
PENABUR Tasikmalaya”. Penulis memaparkan langkah-langkah metode
portofolio tampilan dengan harapan mampu memberikan gambaran secara
jelas.
Langkah I: Membagi Kelompok dan Menjelaskan Tugas
Tiap Kelompok
Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok. Proses pembagian kelompok
didahului dengan penunjukan 4 siswa yang prestasinya menonjol di kelas
dan mampu mengatur teman-temannya untuk menjadi ketua kelompok.
Selanjutnya guru menjelaskan tugas yang akan dilakukan oleh setiap kelompok.
Tugas kelompok 1 adalah menjelaskan masalah yang akan dikaji yakni perlunya
kantin sekolah ditertibkan. Kelompok 2 bertugas mengkaji apa keinginan publik
(siswa, orangtua, guru, yayasan) terhadap kantin yang dicita-citakan.
Sedangkan usulan-usulan yang akan disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan dibahas oleh kelompok 3. Sementara itu kelompok 4 bertugas
merencanakan tindakan yang akan dilakukan bila kantin akan ditertibkan. Setiap
kelompok harus memiliki lembar petunjuk yang berisi perincian tugas tiap
kelompok.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
21
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Langkah II: Menentukan Bersama Masalah yang Ingin Dikaji
Prinsip utama metode pembelajaran berbasis portofolio adalah ingin
memperkenalkan suatu teori belajar konstruktivisme, yang pada prinsipnya
menggambarkan bahwa si pelajar membentuk atau membangun
pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Oleh
karena itu metode ini sangat cocok bila diterapkan di sekolah-sekolah yang
dekat dengan lingkungan dan situasi sosial (masyarakat, gereja, desa, RT/
RW).
Prinsip yang paling esensial yakni mengajak siswa memperoleh banyak
pengetahuan dari luar sekolah (kelas). Dengan demikian berarti menempatkan
siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program pembelajaran. Oleh
karena itu dalam menentukan masalah yang akan dikaji bersama siswa diajak
untuk menemukan masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat dimana
mereka hidup dan berkembang. Masyarakat dalam arti bisa masyarakat di
lingkungan siswa tinggal, masyarakat sekitar sekolah, gereja maupun
masyarakat sekolah itu sendiri. Masalah ini yang nanti akan digunakan sebagai
dasar pembahasan, diskusi, dan investigasi kegiatan di dalam atau di luar
kelas.
Pada langkah menentukan masalah yang akan dikaji guru bisa memberikan
kesempatan kepada setiap kelompok untuk mengusulkan satu masalah. Bila
dalam satu kelas terdiri dari empat kelompok, maka akan muncul empat
masalah. Setiap kelompok yang mengusulkan masalah harus menyertakan
argumentasinya. Dari empat masalah tersebut guru mengajak siswa untuk
memilih satu masalah yang paling memungkinkan untuk dikaji. Bila secara
musyawarah mufakat tidak dicapai kesepakatan, maka bisa ditentukan lewat
pengambilan suara. Dalam hal ini, siswa diajak untuk belajar demokratis
sekaligus menghargai pendapat kelompok lain serta menghormati keputusan
yang telah diambil bersama.
Langkah III: Menyusun Pertanyaan dan Menentukan Nara
Sumber
Pada langkah ketiga ini kelas menyusun pertanyaan yang akan digunakan
oleh semua kelompok dalam mencari data dan merencanakan nara sumber
yang akan diwawancarai. Pertanyaan disusun bersama-sama agar ada
kesinambungan. Pada tahap ini guru sangat berperanan dalam mengarahkan
siswa agar tidak keluar dari permasalahan utama. Yang perlu diperhatikan
bahwa pertanyaan harus mengacu pada pekerjaan yang akan dikerjakan
masing-masing kelompok seperti telah dijelaskan pada langkah pertama.
22
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Setelah pertanyaan dan nara sumber ditentukan, maka para siswa secara
berkelompok merencanakan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Ketua
kelompok berperanan membagi tugas kepada anggota kelompoknya.
Langkah IV: Membuat Portofolio Tampilan
Pada langkah keempat ini, guru meminta siswa bekerja secara berkelompok.
Guru mengingatkan kembali pekerjaan yang harus dikerjakan oleh setiap
kelompok. Penting untuk dijelaskan bahwa setiap kelompok mempunyai tugas
yang berbeda, namun saling berkaitan.
Tugas keempat kelompok tersebut adalah:
Kelompok 1 bertugas
: menjelaskan masalah yang dikaji
Kelompok 2 bertugas
: menjelaskan keinginan publik
Kelompok 3 bertugas
: menjelaskan usulan kebijakan yang diambil
Kelompok 4 bertugas
: membuat rencana tindakan berkaitan dengan
kebijakan yang diusulkan
Langkah V: Penyajian Portofolio Tampilan
Penyajian portofolio tampilan dilaksanakan setelah setiap kelompok kelas
menyelesaikan portofolio tampilan. Penyajian portofolio tampilan ini bisa
dilaksanakan pada akhir semester satu atau semester dua tergantung dari
situasi dan kondisi sekolah. Penyajian diikuti oleh kelas yang membuat
portofolio atau perwakilan kelas yang lain dengan dipandu oleh seorang guru
pembimbing dan beberapa guru lain sebagai Dewan Yuri. Setiap kelompok
secara berurutan mulai dari kelompok satu memaparkan hasil kerjanya.
Pada tahap penyajian ini baik para pendengar maupun guru sebagai Dewan
Yuri bisa mengajukan beberapa pertanyaan untuk menguji sejauh mana
kemampuan siswa menguasai masalah yang telah dikaji.
Contoh Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio
Tampilan Materi Kebijakan Publik: Penertiban Kantin di
Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya
Membaca dan membayangkan sebuah metode untuk diterapkan dalam praktik
mengajar bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh karena itu penulis mencoba
memberikan gambaran proses penerapan metode portofolio tampilan mata
pelajaran Kewarganegaraan kelas VII semester satu yakni materi Kebijakan
Publik dengan masalah yakni “Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK
PENABUR Tasikmalaya”. Penulis memaparkan langkah-langkah metode
portofolio tampilan dengan harapan mampu memberikan gambaran secara
jelas.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
23
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Langkah I: Membagi Kelompok dan Menjelaskan
Tugas Tiap Kelompok
Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok. Proses pembagian kelompok
didahului dengan penunjukan 4 siswa yang prestasinya menonjol di kelas
dan mampu mengatur teman-temannya untuk menjadi ketua kelompok.
Selanjutnya guru menjelaskan tugas yang akan dilakukan oleh setiap kelompok.
Tugas kelompok 1 adalah menjelaskan masalah yang akan dikaji yakni perlunya
kantin sekolah ditertibkan. Kelompok 2 bertugas mengkaji apa keinginan publik
(siswa, orangtua, guru, yayasan) terhadap kantin yang dicita-citakan.
Sedangkan usulan-usulan yang akan disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan dibahas oleh kelompok 3. Sementara itu kelompok 4 bertugas
merencanakan tindakan yang akan dilakukan bila kantin akan ditertibkan. Setiap
kelompok harus memiliki lembar petunjuk yang berisi perincian tugas tiap
kelompok.
Langkah II: Menentukan Bersama Masalah yang Ingin Dikaji
Guru bersama siswa mendata permasalahan. Setiap kelompok diberikan
keleluasaan untuk menyampaikan usulan masalah. Setiap kelompok yang
mengusulkan masalah harus menyertakan alasan secara masuk akal.
Muncul empat masalah yang diajukan oleh kelompok yakni: Penertiban
Pedagang K-5, Mengelola Sampah di Kota Tasikmalaya, Korupsi yang Merajalela
dan Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Dari
beberapa masalah yang diusulkan, guru bersama siswa menyepakati satu
masalah untuk dikaji bersama. Setelah melalui perundingan yang ramai dan
berdebat dengan alasan-alasan mereka masing-masing maka keempat
kelompok sepakat bahwa masalah yang akan dikaji dalam portofolio yakni:
“Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”.
Langkah III: Menyusun Pertanyaan dan Menentukan
Nara Sumber
Dengan bimbingan guru siswa berdiskusi menyusun daftar pertanyaan
(kuesioner) dan menentukan nara sumber untuk mengkaji masalah “Penertiban
Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”. Pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan harus berkaitan dengan masalah yang akan
dikaji oleh setiap kelompok. Oleh karena itu setiap kelompok menyusun
pertanyaan yang sesuai dengan tugas kelompoknya masing-masing.
Berikut ini adalah contoh kuesioner yang dibuat oleh kelompok 2 yang
membahas keinginan publik dalam rangka mencari data tentang kebijakan
publik masalah “Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR
Tasikmalaya”. Narasumber yang dimintai pendapat antara lain guru, orangtua,
siswa, dan karyawan.
24
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Kuesioner Penyusunan Kebijakan Publik
Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR
Tasikmalaya
Nama Responden
: …………………………………………………………………
Profesi
: Guru – Siswa – Karyawan – OrangTua *)
Pewawancara
: ………………………………………………………………….
1. Setujukah Anda bila kantin di kompleks sekolah ditertibkan/dibenahi?
setuju
tidak setuju
Jika tidak setuju sebutkan alasannya: (langsung ke pertanyaan no. 5)
________________________________________________________
2. Jika dibenahi apa saja yang perlu ditertibkan?
pedagang
tempat
jenis makanan
kebersihan
Alasan lain:______________________________________________
3. Apa alasan utama perlunya ditambah pedagang?
pedagang masih sedikit
agar ada persaingan yang sehat
harga makanan yang mahal
siswa dapat terlayani
Alasan lain: _______________________________________________
4. Apa saja jenis makanan yang perlu ditambah?
mie ayam
ayam goreng
batagor
gado-gado
__________
_________
5. Bagaimana cara pemungutan retribusi (sewa) bagi para pedagang?
kontrak setiap satu tahun
kontrak tiap satu semester
dipungut tiap hari
sistem lelang
6. Siapakah sebaiknya yang mengelola kantin sekolah?
yayasan
tim independent
sekolah masing-masing
koperasi sekolah
7. Kalau kantin di komplek sekolah sudah memadai apakah siswa boleh jajan di
luar kompleks?
boleh
tidak boleh
Setelah daftar kuesioner selesai disusun dan diperiksa oleh guru, siswa
mengumpulkan informasi dengan menyebarkan angket kuesioner kepada para
responden. Responden harus bervariasi terdiri dari siswa SMP dan SMA, guru,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
25
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
orang tua siswa, karyawan, dan pedagang yang selama ini telah berjualan
dikompleks SMP dan SMA BPK PENABUR Tasikmalaya.
Langkah IV: Membuat Portofolio Tampilan
Proses pembuatan portofolio dalam bentuk tampilan dikerjakan setelah
keempat kelompok mendapatkan data dari kuesioner yang telah diedarkan.
Setiap kelompok menyediakan sebuah steroform/kardus/tripleks berukuran
100 cm X 50 cm.
Kelompok 1 memaparkan tentang masalah yang dikaji yakni Penertiban
Kantin di SMP SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Paparan tersebut berisikan
keadaan kantin sekarang ini, alasan-alasan kantin perlu ditertibkan, kutipankutipan pendapat dari narasumber tentang kantin sekolah selama ini. Semua
hasil penelitian tersebut dituangkan dalam bentuk deskripsi. Bila memungkinkan
ditempel photo-photo yang mendukung. Setelah diketik rapi kemudian
ditempelkan di steroform. dengan judul “Masalah Kantin di SMP-SMA BPK
PENABUR Tasikmalaya”.
Kelompok 2 memaparkan mengenai keinginan publik. Gambaran mengenai
keinginan publik ini berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner yang
telah diedarkan. Paparan ini menggambarkan keinginan publik tentang kantin
sekolah. Selain dalam bentuk uraian, siswa memaparkan dengan menggunakan
grafik, photo, atau diagram. Semua hasil pemaparan yang telah diketik rapi
kemudian ditempelkan di steroform dengan judul “Keinginan Publik Terhadap
Kantin di SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”.
Kelompok 3 memaparkan usulan atas kebijakan yang diambil kepada pihak
yang berkepentingan yakni sekolah atau yayasan. Usulan yang dikemukakan
oleh kelompok 3 ini didasarkan pada temuan dari kelompok 1 dan 2. Dengan
demikian kelompok 3 membuat uraian tentang usulan setelah mengetahui
hasil paparan dari kelompok 1 dan 2.
Kelompok 4 bertugas memaparkan rencana tindakan berkaitan dengan
kebijakan yang diusulkan oleh kelompok 3. Rencana ini harus terperinci,
mendetail, dan jelas. Misalnya yang dipaparkan oleh kelompok 4 bisa berupa
rencana bentuk dan ukuran kantin, letak kantin, barang-barang yang akan
dijual, dan sebagainya.
Langkah V: Penyajian Portofolio Tampilan
Langkah penyajian portofolio ini dilaksanakan setelah seluruh kelompok selesai
melaksanakan tugas. Guru menentukan waktu yang tepat kemudian
menghubungi kepala sekolah, pengurus yayasan, dan guru. Agar penyajian
ini tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar matapelajaran yang lainmaka
26
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
waktu yang ditentukan oleh para siwa yakni pada akhir semester sesuai dengan
prinsip pembuatan portofolio tampilan.
Setiap kelompok memaparkan hasil kerja mereka di depan kepala sekolah,
pengurus yayasan, para guru, dan para siswa lainnya dipandu oleh guru
kewarganegaraan sebagai moderator. Penyajian para siswa diluar dugaan,
ternyata bisa memberikan wawasan baru.
Hasil
Model Pembelajaran Berbasis Portofolio memungkinkan siswa untuk berlatih
memadukan konsep yang diperoleh dari penjelasan guru atau dari buku
bacaan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu siswa
diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas baik informasi yang
sifatnya benda, penglihatan (objek langsung, TV/radio/internet) maupun orang/
pakar/tokoh. Dengan model pembelajaran ini pula siswa dilatih untuk berani
membuat suatu keputusan (sesuai dengan kemampuannya) yang berkaitan
dengan konsep yang dipelajarinya. Siswa juga diberi kesempatan untuk
merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan
mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
Penutup
Sebuah metode pembelajaran bagaimanapun baiknya tanpa melalui ketekunan
dan perbaikan serta keberanian untuk mencoba tidak akan membawa hasil
yang memuaskan. Metode portofolio tampilan yang penulis terapkan belumlah
sempurna. Hanya kemauan dan keberanian saja yang melatarbelakangi penulis
menampilkan metode ini. Masih banyak kendala yang penulis hadapi seperti
keterbatasan wawasan para siswa, data dari nara sumber yang belum
berkualitas dan belum memadai, dan cara penyampaian siswa dalam
menyajikan hasil yang belum sempurna.
Semoga metode pembelajaran yang penulis paparkan ini dapat memberikan
wawasan bagi teman-teman guru terutama di lingkungan BPK PENABUR.
Daftar Pustaka
Arnie Fajar, Dra. (2002). Portofolio dalam pembelajaran IPS. Bandung: Remaja
Rosdakarya
______ Kebijakan kurikulum berbasis kompetensi. (2002). Jakarta: Pusat
Kurikulum-Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional
______ Kurikulum berbasis kompetensi mata pelajaran Kewarganegaraan
(Citizenship) Sekolah Lanjutan Pertama. (2001). Jakarta: Pusat
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
27
Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan
Kurikulum-Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional
______ Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama: Pedoman khusus
pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi Sekolah
Menengah Pertama Mata Pelajaran Pengetahuan sosial. (2003).
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama
Mulyasa, E, Dr. M.Pd. (2003). Kurikulum berbasis kompetensi, konsep,
karakteristik, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tim Abdi guru. (2004). Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VII. Jakarta:
Erlangga
28
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Penelitian
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
Penerapan Teori Multiple Intelligence
dalam Pembelajaran Fisika
Piping Sugiharti, S.Pd.*)
Abstrak
nak-anak memiliki kecerdasan yang beragam (Multiple Intelligences),
dimana kecerdasan dalam bidang angka atau logika ( LogicalMathematical Intelligence) hanyalah merupakan sebagian kecil dari
berbagai kecerdasan yang mungkin dimiliki oleh seorang anak.
Fisika sebagai salah satu ilmu dalam bidang sains merupakan salah satu mata
pelajaran yang biasanya dipelajari melalui pendekatan secara matematis
sehingga seringkali ‘ditakuti’ dan cenderung ‘tidak disukai’ anak-anak karena
pada umumnya anak-anak- yang memiliki kecerdasan Logical Mathematical
sajalah yang ‘menikmati fisika’. Belajar fisika bukan hanya sekedar tahu
matematika, tetapi lebih jauh anak didik diharapkan mampu memahami konsep
yang terkandung di dalamnya, menuliskannya ke dalam parameter-parameter
atau simbol-simbol fisis, memahami permasalahan serta menyelesaikannya
secara matematis. Tidak jarang hal inilah yang menyebabkan ketidaksenangan
anak didik terhadap mata pelajaran ini menjadi semakin besar.
Dalam tulisan ini akan diterapkan sebuah metode mengajar yang kreatif dan
aplikatif berdasarkan Multiple Intelligence yang dimiliki anak-anak agar anakanak yang tidak memiliki kecerdasan logis-matematis dapat ikut ‘menikmati
fisika’. Metode ini tidak hanya sederhana, tetapi sangat efektif dalam
menciptakan kreativitas dan aktivitas anak didik. Dari hasil penerapan metode
ini diperoleh kenyataan bahwa kesenangan anak didik terhadap mata pelajaran
fisika meningkat. Melalui metode ini pula anak-anak minimal tidak lagi ‘takut’
menghadapi pelajaran fisika karena ternyata fisika pun dapat dipelajari dengan
cara-cara yang menyenangkan sesuai dengan talenta yang dimilikinya
A
Kata kunci : Keragaman kecerdasan, metode mengajar, siswa
Abstract
Children have multiple intelligence of which logical mathematical is only one
of them. Physics is one of the subjects in the field of science using mathematical
*) Guru SMP BPK PENABUR Cimahi, Juara I Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR Kategori
Guru SMP/SLTA
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
29
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika
approach. This approach often makes the children afraid of and reluctant to
studying Psysics. They are of the opinion that the students with logical
mathematical intelligence will succesfully study the subject. This opinion is definitely
not true because Physics is not simply mathematics. This article introduces a
method of teaching and learning Psysics which will motivate the children to learn
and enjoy the lesson very much. The method developed from multiple intelligence
will change the children’s image of Physics as a monster to be a fun.
Pendahuluan
Fisika menguraikan dan menganalisis struktur dan peristiwa yang terjadi di
alam, teknik dan lingkungan di sekitar kita. Menurut Duxes (1996:4) dalam
proses tersebut ditemukan sejumlah aturan atau hukum-hukum di alam yang
dapat menerangkan gejala alam tersebut secara logis dan rasional. Proses
menguraikan dan menganalisis tersebut didasarkan pada penerapan struktur
logika sebab akibat (kausalitas). Pada gilirannya proses menguraikan dan
menganalisis tersebut bertujuan untuk memahami gejala alam. Maksud
memahami di sini adalah dapat menyesuaikan gambaran dalam jiwa manusia
dengan pengalaman fisis.
Lebih lanjut memahami gejala alam fisika diperlukan untuk perkembangan
pembangunan bagi kesejahteraan manusia. Dengan demikian sangat
dibutuhkan proses penerusan pemahaman konsep-konsep fisika. Didaktik
fisika merupakan wahana dalam upaya meneruskan pengetahuan tentang
fisika. Dalam didaktik fisika diuraikan bagaimana cara memahami pengetahuan
fisika yang sudah tersusun dalam rumpun ilmu fisika yang kita kenal sekarang.
Agar terselenggara proses penerusan pengetahuan fisika diperlukan
sejumlah metode ataupun pendekatan yang mampu mengantarkan siswa pada
tahap penguasaan konsep-konsep fisika tersebut sehingga pada akhirnya
masalah tentang fisika dapat dipecahkan.
Menurut Bloom (1979:99) kemampuan pemahaman konsep adalah hal
penting dalam kemampuan intelektual yang selalu ditekankan di sekolah dan
Perguruan Tinggi. Kemampuan pemahaman konsep suatu materi subjek
merupakan hal terpenting dalam pengembangan intelektual.
Dalam pembelajaran fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan
syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan
penguasaan konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan, baik
permasalahan fisika yang ada dalam kehidupan sehari-hari maupun
permasalahan fisika dalam bentuk soal-soal fisika di sekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih
menuntut pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.
Sangat disayangkan mata pelajaran fisika pada umumnya justru dikenal
30
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
sebagai mata pelajaran yang “ditakuti” dan tidak disukai murid-murid.
Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar mereka dimana
mereka menemukan kenyataan bahwa pelajaran fisika adalah pelajaran ‘berat’
dan serius yang tidak jauh dari persoalan konsep, pemahaman konsep,
penyelesaian soal-soal yang rumit melalui pendekatan matematis hingga
kegiatan praktikum yang menuntut mereka melakukan segala sesuatunya
dengan sangat teliti dan cenderung “membosankan”. Akibatnya tujuan
pembelajaran yang diharapkan, menjadi sulit dicapai. Hal ini terlihat dari
rendahnya nilai rata-rata mata pelajaran sains (khususnya fisika) dari tahun
ke tahun.
Mata pelajaran fisika juga menjadi momok bagi para siswa karena
hubungannya erat dengan matematika. Kemampuan matematis siswa yang
lemah secara otomatis akan mengalami kesulitan dalam memahami fisika,
karena sebagian besar penyelesaian soal-soal fisika dilakukan melalui
pendekatan secara matematis. Artinya, siswa yang memiliki kecerdasan dalam
bidang angka atau logika (Logical-Mathematical Intelligence) saja yang dapat
memahami pelajaran fisika dengan baik. Padahal tidak semua siswa memiliki
kemampuan yang cukup dalam bidang matematika.
Melalui tulisan ini akan dijabarkan secara singkat bagaimana penulis
sebagai guru mata pelajaran fisika di SMP BPK PENABUR Cimahi menerapkan
suatu metode pembelajaran fisika yang didasarkan pada keragaman
kecerdasan (Multiple Intelligence) yang dimiliki siswa agar siswa yang tidak
memiliki kecerdasan logis matematis dapat mempelajari fisika berdasarkan
ragam kecerdasan yang dimilikinya. Sehingga diharapkan semua siswa dapat
ikut ‘menikmati’ fisika.
Keragaman Kecerdasan dan Metode Membelajarkan
Menurut T. Amstrong (2004) dalam bukunya “Kamu Itu Lebih Cerdas Daripada
Yang Kamu Duga” (You’re Smarter Than You Think), anak-anak memiliki
Multiple Intelligence. Dalam buku tersebut dikatakan sedikitnya ada 8 macam
kecerdasan yang salah satu atau beberapa diantaranya dapat dimiliki oleh
seorang anak, yaitu:
1. Kecerdasan dalam menggunakan kata-kata (Linguistic Intelligence)
2. Kecerdasan dalam bermusik (Musical Intelligence)
3. Kecerdasan dalam menggunakan logika (Logical-Mathematical Intelligence)
4. Kecerdasan dalam menggunakan gambar (Visual-Spatial Intelligence)
5. Kecerdasan dalam memahami tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
6. Kecerdasan dalam memahami sesama (Interpersonal Intelligence)
7. Kecerdasan dalam memahami diri sendiri (Intrapersonal Intelligence)
8. Kecerdasan dalam memahami alam (Naturalist Intelligence)
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
31
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika
Dari berbagai macam kecerdasan tersebut, setiap jenis kecerdasan yang
ada juga memiliki ciri-ciri tertentu. Dari berbagai macam ciri yang ada pada
seorang anak dapat diketahui jenis kecerdasan yang dimiliki oleh anak tersebut.
Linguistic Intelligence
Menurut buku tersebut, anak dengan kecerdasan linguistic yang menonjol
biasanya senang membaca, pandai bercerita, senang menulis cerita atau puisi,
senang belajar bahasa asing, mempunyai perbendaharaan kata yang baik,
pandai mengeja, suka menulis surat atau e-mail, senang membicarakan ideide dengan teman-temannya, memiliki kemampuan kuat dalam mengingat
nama atau fakta, menikmati permainan kata (utak-atik kata, kata-kata
tersembunyi, scrabble atau teka-teki silang, bolak-balik kata, plesetan atau
pantun) dan senang membaca tentang ide-ide yang menarik minatnya.
Kecerdasan dalam bidang ini menuntut kemampuan anak untuk menyimpan
berbagai informasi yang berarti yang berkaitan dengan proses berpikirnya.
Musical Intelligence
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam bermusik (Musical Intelligence)
biasanya senang menyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan
instrumen musik, mampu membaca not balok/angka, mudah mengingat
melodi atau nada, mudah mengenali banyak lagu yang berbeda-beda, mampu
mendengar perbedaan antara instrumen yang berbeda-beda yang dimainkan
bersama-sama, suka bersenandung/bernyanyi sambil berpikir atau
mengerjakan tugas, mudah menangkap irama dalam suara-suara
disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya
(bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau menghentakkan kaki),
senang mengarang/menulis lagu-lagu atau rap-nya sendiri dan mudah
mengingat fakta-fakta dengan mengarang lagu untuk fakta-fakta tersebut.
Logical Mathematical Intelligence
Seseorang dengan Logical-Mathematical Intelligence yang tinggi biasanya
memiliki ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan,
mudah mengerjakan matematika dalam benaknya, suka memecahkan misteri,
senang menghitung, suka membuat perkiraan, menerka jumlah (seperti
menerka jumlah uang logam dalam sebuah wadah), mudah mengingat angkaangka serta skor-skor (skor sepak bola, skor games, berapa tingginya gedung
tertinggi di dunia, dll), menikmati permainan yang menggunakan strategi
seperti catur atau games strategi, memperhatikan antara perbuatan dan
akibatnya (yang dikenal dengan sebab-akibat), senang menghabiskan waktu
dengan mengerjakan kuis asah otak atau teka-teki logika, senang menemukan
32
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
cara kerja komputer, senang mengelola informasi kedalam tabel atau grafik dan
mereka mampu menggunakan komputer lebih dari sekedar bermain games.
Visual-Spatial Inteligence
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam menggunakan gambar
biasanya lebih mengingat wajah ketimbang nama, suka menggambarkan ideidenya atau membuat sketsa untuk membantunya menyelesaikan masalah,
berpikir dalam bentuk gambar-gambar serta mudah melihat berbagai objek
dalam benaknya, dia juga senang membangun atau mendirikan sesuatu,
senang membongkar pasang, senang bekerja dengan bahan-bahan seni
seperti kertas, cat, spidol atau crayon, senang menonton film atau video,
senang bermain video games, memperhatikan gaya berpakaian, gaya rambut,
model mobil, motor atau hal sehari-hari lainnya, senang membaca atau
menggambar peta hanya untuk bersenang-senang, senang melihat foto-foto/
gambar-gambar serta membicarakannya, senang melihat pola-pola dunia
disekelilingnya, senang mencorat-coret, menggambar segala sesuatu dengan
sangat detail dan realistis, mengingat hal-hal yang telah dipelajarinya dalam
bentuk gambar-gambar, belajar dengan mengamati orang-orang yang sedang
mengerjakan banyak hal, senang memecahkan teka-teki visual/gambar serta
ilusi optik dan suka membangun model-model atau segala hal dalam 3 dimensi.
Anak dengan kecerdasan visual biasanya kaya dengan khayalan sehingga
cenderung kreatif dan imaginatif.
Bodily Kinesthetic Intelligence
Anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami tubuh cenderung suka
bergerak dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan
fisik serta suka bergerak sambil berpikir, mereka juga senang berakting,
senang meniru gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang
berolahraga atau berprestasi dalam bidang olahraga tertentu, terampil
membuat kerajinan atau membangun model-model, luwes dalam menari,
berjoget atau berdansa, senang menggunakan gerakan-gerakan untuk
membantunya mengingat berbagai hal, mempunyai koordinasi serta kesadaran
yang baik terhadap tempo dan senang beristirahat. Anak-anak dengan
kecerdasan tubuh biasanya lebih mengandalkan kekuatan otot-ototnya.
Interpersonal Intelligence
Jika seseorang memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya ia
suka mengamati sesama, mudah berteman, suka menawarkan bantuan ketika
seseorang membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok serta
percakapan yang hangat dan mengasyikkan, senang membantu sesamanya
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
33
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika
yang sedang bertikai agar berdamai, percaya diri ketika bertemu dengan orang
baru, suka mengatur kegiatan-kegiatan bagi dirinya sendiri dan temantemannya, mudah menerka bagaimana perasaan sesamanya hanya dengan
mengamati mereka, mengetahui bagaimana cara membuat sesamanya
bersemangat untuk bekerja sama atau bagaimana agar mereka mau terlibat
dalam hal-hal yang diminatinya, lebih suka bekerja dan belajar bersama
ketimbang sendirian, senang meyakinkan orang tentang sudut pandangnya
terhadap sesuatu, mementingkan soal keadilan serta benar-salah dan senang
bersukarela untuk menolong sesama. Anak yang memiliki kecerdasan
interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu berinteraksi
dengan baik dan memiliki empati yang besar terhadap teman-temannya.
Intrapersonal Intelligence
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri
biasanya lebih suka bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka
menetapkan serta meraih sasaran-sasarannya sendiri, menjunjung tinggi
kepercayaan-kepercayaannya seandainya pun kepercayaannya itu tidak
populer. Ia tidak terlalu mengkhawatirkan apa kata orang dibandingkan dengan
kebanyakan orang lainnya. Ia juga mengetahui bagaimana perasaannya dan
mengapa demikian dan seringkali ia menghabiskan waktu hanya untuk
merenungkan dalam-dalam tentang hal-hal yang penting baginya. Anak dengan
kecerdasan intrapersonal biasanya sadar betul akan bidang yang menjadi
kemahirannya dan bidang dimana dia tidak terlalu mahir. Ia senang membuat
catatan harian atau membuat jurnal harian, senang menuliskan ide-idenya,
kenangan-kenangannya, perasaan-perasaannya atau sejarah pribadinya. Anak
seperti ini biasanya sadar betul akan siapa dirinya dan ia sangat senang
memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti.
Naturalist Intelligence
Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka
binatang, pandai bercocok tanam dan merawat kebun di rumah atau di
lingkungannya, peduli tentang alam serta lingkungan, senang ke taman, kebun
binatang atau menikmati keindahan di aquarium. Selain itu ia juga senang
berkemah atau mendaki gunung di alam bebas, senang memperhatikan alam
dimanapun dia berada, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang
berbeda-beda, senang memelihara binatang, mempunyai ingatan yang kuat
tentang detail tempat-tempat yang pernah dia kunjungi serta nama-nama
hewan, tanaman, orang dan berbagai hal lainnya, banyak bertanya tentang
orang, tempat dan hal yang dia lihat di lingkungan atau di alam sehingga dia
bisa lebih memahaminya. Ia mampu memahami serta mengurus dirinya sendiri
34
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
di situasi atau tempat yang baru dan berbeda. Ia juga sangat memperhatikan
lingkungan di sekitarnya (di sekolah atau di rumah). Anak ini biasanya senang
mencari tahu tentang sesuatu kemudian mengelompokkannya ke dalam
kategori tertentu, misalnya senang mengamati burung, bebatuan atau
mencatat jenis mobil yang berbeda-beda. Anak dengan kecerdasan ini biasanya
tahu persis kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan.
Dari berbagai penjelasan yang didapat dari buku inilah penulis memahami
bahwa anak-anak memiliki Multiple Intelligence dimana kecerdasan dalam
bidang angka atau logika hanyalah merupakan sebagian kecil dari berbagai
macam kecerdasan yang mungkin dimiliki oleh seorang anak. Dalam buku
tersebut juga dikatakan bahwa test IQ bukanlah satu-satunya ukuran
kecerdasan anak, karena test IQ hanya menekankan pada kecerdasan logikamatematika dan bahasa.
Model Pembelajaran Fisika Melalui Permainan
Berbekal dari pemahaman yang diuraikan di muka maka penulis terinspirasi
untuk membuat model pengajaran fisika yang kreatif dan aplikatif berdasarkan
keragaman kecerdasan yang dimiliki anak agar anak-anak yang tidak memiliki
kecerdasan dalam bidang angka/logika juga dapat ikut menikmati fisika sesuai
dengan jenis kecerdasan yang dimilikinya. Misalnya anak-anak yang memiliki
kecerdasan dalam menggunakan kata-kata (Linguistic Intelligence) dapat
mempelajari fisika dengan pantun, puisi dan lain-lain. Anak-anak yang memiliki
kecerdasan dalam bidang musik (Musical Intelligence) juga dapat mempelajari
fisika dengan mengarang lagu-lagu untuk mengingat fakta-fakta dalam fisika.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan dalam menggunakan gambar (VisualSpatial Intelligence) dapat mempelajari fisika dengan membuat komik/cerita
bergambar, lukisan dan lain-lain. Anak-anak yang memiliki kecerdasan dalam
memahami tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence) dapat mempelajari fisika
melalui drama dan tari-tarian.
Selain itu menurut Bahrudin, seorang guru sebuah sekolah alternatif di
Salatiga Jawa Tengah, ukuran keberhasilan pendidikan pertama-tama adalah
bila anak bisa belajar dengan senang. Bila sekolah tidak bisa memberikan
rasa nyaman maka keberhasilan anak untuk belajar sudah berkurang sampai
50%. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dibangun berdasarkan
kegembiraan murid dan guru. (Kompas, Rabu 23 Maret 2005).
Multiple Intelligence pada dasarnya merupakan pengembangan dari
kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emotional (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ). Celakanya, pola pemikiran tradisional dalam pendidikan acapkali lebih
menekankan pada kemampuan logika-matematika dan bahasa. Padahal, setiap
orang memiliki cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
35
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika
dihadapinya. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau
membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. (Handy Susanto,2005).
Berdasarkan berbagai kenyataan itulah maka penulis sebagai guru mata
pelajaran fisika pada SMP BPK PENABUR Cimahi mencoba menerapkan metode
mengajar yang kreatif dan aplikatif yang mungkin tidak didapatkan dalam
teori-teori belajar yang ada selama ini. Metode yang penulis terapkan di sini
adalah metode pengajaran fisika melalui permainan sesuai dengan ragam
kecerdasan yang dimiliki oleh para siswa. Dalam metode ini siswa dibagi
menjadi 4 kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 6 – 8 orang dan kepada
tiap-tiap kelompok diberikan kebebasan untuk menuangkan ide-idenya. Ke
empat kelompok tersebut memilih kegiatan membuat: 1) Teka Teki Silang
(TTS) dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan fisika, 2) pantun
tentang fisika, 3) mengganti syair lagu kesukaan mereka dengan konsepkonsep fisika dan 4) sebuah drama singkat tanpa kata untuk menjelaskan
suatu konsep fisika. Dan agar ‘permainan’ menjadi lebih menarik maka
diberikan aturan-aturan dan penilaian-penilaian dalam setiap jenis ‘permainan’
yang dilakukan.
Kelompok yang membuat TTS biasanya membuat kolom-kolom TTS-nya
pada sebuah kertas karton besar yang kemudian ditempel di papan tulis dan
pertanyaan-pertanyaan dibagikan kepada kelompok-kelompok lainnya.
Kemudian kelompok-kelompok yang lain diberikan kesempatan untuk mengisi
kolom-kolom tersebut secara bergiliran. Untuk setiap pertanyaan yang dijawab
benar akan memperoleh nilai 100 dan jika salah dikurangi 50. Kelompok yang
menjawab salah akan kehilangan giliran menjawab sebanyak 1 kali.
Contoh TTS:
36
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
Mendatar:
2. Suatu tarikan atau dorongan
4. Kelengkungan permukaan zat cair
5. Satuan intensitas cahaya
7. Alat ukur kelajuan
8. Penurunan tekanan udara secara tiba-tiba
Menurun:
1. Merupakan ukuran banyaknya materi yang dikandung dalam suatu benda
3. Kata lain dari energi
3a. Satuan internasional untuk suhu
8. Satuan energi
9. Kemampuan untuk melakukan usaha
10. Orang yang menemukan tekanan atmosfer
Kelompok yang membuat pantun biasanya membuat beberapa buah pantun
yang berisi konsep-konsep fisika dan mengandung pertanyaaan-pertanyaan
yang harus dijawab oleh kelompok-kelompok yang lainnya. Seperti halnya
TTS pertanyaan-pertanyaan yang dijawab benar akan memperoleh nilai 100
dan jika salah dikurangi 50.
Contoh pantun:
Gadis cantik idaman teruna
Wajah menarik bercahaya
Kalau adik bijaksana
Alat apa pengukur gaya
Kelompok yang membuat puisi atau lagu-lagu biasanya memperoleh
penilaian khusus atas kreativitasnya tersebut. Satu cerita menarik yang penulis
dapatkan disini adalah bahwa ada seorang siswa yang selama ini hampir
selalu mendapat nilai buruk dalam fisika ternyata mampu membuat puisi dan
mengubah sebuah syair lagu dengan konsep fisika hanya dalam waktu kurang
dari 2 x 45 menit bahkan membacakan dan menyanyikannya sendiri dengan
penuh penghayatan! Sungguh luar biasa!
Contoh Puisi:
Guru Pintar
Usahamu sangat berharga
Energimu benar-benar nyata
Ukuran otakmu melebihi guru fisika yang terkenal
Gayamu Seperti Bunda-ku
Meskipun tekanan udara silih berganti
Engkau masih bisa tinggal di bumi ini
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
37
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika
Berapa m/s engkau berjalan kaki dari rumah ke sekolah
Jujur saja dunia ini masih berputar
Engkau-pun juga seperti Manometer yang berjalan
Tolong jangan engkau mengurangi energimu
Engkau-pun jangan menghilangkan usahamu
Sebab usahamu dapat membiayai daya pikiranku yang belum pernah
tersimpan
Meskipun atmosfir ada
Waktu detik demi detik berjalan
Selamat menjalankan pekerjaanmu
Karena engkau adalah guru fisikaku
Contoh Lagu:
Slow^Fast; #=8; Indonesian; Copy@= Cobalah untuk setia, song by: Krisdayanti
Beban dari titik tumpu
Intro: Pada zamannya tuas telah digunakan oleh banyak ilmuwan
Lain untuk memudahkan melakukan suatu pekerjaan
Tetapi archimedes-lah yang pertama kali
Mendemonstrasikan secara matematis
Reff.
Bahwa mulai perbandingan antara kuasa-Nya
Diberikan dan beban yang dinaikkan sama
Dengan kebalikan dari nilai perbandingan
Antar jarak kuasa dan beban dari titik tumpu
Archimedes bahkan dengan bangga
Menyatakan bahwa seandainya
Ia dapat berdiri
Di suatu tempat yang jaraknya cukup
Reff.
...
Kemudian kelompok yang membuat drama singkat tanpa kata biasanya
menerangkan suatu konsep sederhana tentang fisika dan kelompok-kelompok
lainnya memberikan kesimpulan tentang maksud dari drama tersebut dalam
selembar kertas. Penilaian tertinggi diberikan kepada kelompok yang
pendapatnya paling mendekati kebenaran dari konsep yang disajikan. Penilaian
dilakukan oleh kelompok yang bersangkutan dan dibantu oleh guru apabila
memang diperlukan. Contoh drama singkat yang pernah dilakukan antara
lain: penjelasan tentang konsep perpindahan kalor secara konduksi, sifatsifat bayangan yang dibentuk oleh sebuah cermin datar, resultan gaya-gaya
segaris dan sejajar, konsep gaya tarik/gaya tolak pada magnet, rotasi planetplanet, penerapan hukum Pascal pada pompa sepeda dan lain-lain.
38
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
Dalam drama singkat yang menjelaskan proses perpindahan kalor secara
konduksi ada 4 – 5 orang siswa yang berdiri berjajar dan berperan sebagai
partikel-partikel logam. Kemudian seorang siswa lainnya berperan sebagai
‘api’ yang memberikan ‘panas’nya (panas digantikan oleh sebuah bola
berwarna kuning) pada siswa yang berada paling dekat dengan api kemudian
siswa tersebut memberikan bola itu secara estafet melalui siswa yang berada
di sebelahnya hingga sampai di ujung kemudian diberikan pada siswa terakhir
yang berperan sebagai ‘pengamat’. Dalam adegan tersebut terjadi hal-hal
menarik ketika siswa yang bertugas sebagai pengamat yang memegang bola
kuning tersebut berakting seolah-olah kepanasan. Suasana menjadi riuh
dengan sorak sorai dan applaus dari siswa yang lainnya.
Dalam drama singkat yang menjelaskan tentang sifat-sifat bayangan pada
cermin datar ada seorang siswa yang berperan sebagai benda dan siswa
lainnya berperan sebagai bayangan. Dua orang siswa lainnya memegang
sebuah plastik transparan besar yang diumpamakan sebagai cermin datar.
Hal yang diamati adalah bahwa jarak bayangan = jarak benda ke cermin,
tinggi bayangan = tinggi benda dan bayangan bertukaran sisi-sisinya dengan
benda. Yang menarik adalah ketika siswa yang berperan sebagai benda
mendekati cermin ternyata siswa yang berperan sebagai bayangan malah
bergerak mundur/menjauhi cermin. Hal ini tentu saja membuat sebagian siswa
spontan tertawa dan mengatakan bahwa hal tersebut salah. Disinilah guru
berperan sebagai sumber informasi yang dapat membantu meluruskan
kesalahan-kesalahan yang mungkin saja dilakukan. Tetapi dengan metode ini
siswa belajar menemukan sendiri masalahnya sekaligus memecahkannya.
Banyak sekali hal-hal menarik yang terjadi dalam proses pembelajaran
seperti ini. Antusiasme siswa sangat besar dan semua siswa terlihat sangat
menikmati pelajaran ini.
Memang dalam metode ini, siswa yang memegang peranan penuh dalam
kelas. Mereka yang memilih dan merancang konsep materi dan soal yang
akan dibahas dan mereka pula yang memberikan penilaian-penilaian. Hal ini
sesuai dengan kurikulum yang sedang digunakan saat ini yaitu Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) dimana dalam kurikulum ini siswa yang menjadi
subjek utama dalam proses pembelajaran sedangkan guru hanya berperan
sebagai fasilitator.
Satu hal yang menjadi kendala adalah metode ini tidak dapat digunakan
dalam setiap jam pelajaran fisika karena bagaimanapun siswa harus
mendapatkan pemahaman dan konsep-konsep terlebih dahulu dari guru yang
bersangkutan agar tidak terjadi kesalahan konsep dan penyimpangan dari
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Hal lain yang menjadi kendala
adalah adanya keterbatasan waktu yang ada sementara materi pelajaran
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
39
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika
yang harus diberikan sedemikian banyaknya. Akan tetapi paling tidak dengan
adanya metode ini guru dapat memberikan pengalaman belajar yang lain
kepada para siswanya sehingga mereka tidak lagi menganggap bahwa
pelajaran fisika adalah pelajaran yang membosankan sekaligus menakutkan.
Hasil dan Diskusi
Proses pembelajaran fisika yang didasarkan pada teori Multiple Intelligence
mampu mengubah pola pengajaran tradisional (ceramah) menjadi sebuah
pengalaman belajar yang menyenangkan. Dalam hal ini guru harus memiliki
kepekaan untuk melihat semua hal yang ada dalam lingkungan disekitarnya
yang dapat digunakan untuk menunjang proses belajar mengajar. Siswa ditarik
keluar dari paradigma lama yang menekankan pada teori semata. Siswa diajak
untuk melihat bahwa teori yang mereka terima dapat mereka temui dan bahkan
dapat mereka aplikasikan dalam kehidupan nyata sehingga mereka
memperoleh kesan yang mendalam.
Dari hasil pengalaman yang penulis dapatkan melalui penerapan teori
Multiple Intelligence dalam proses pembelajaran fisika khususnya, ada beberapa
keunggulan yang penulis rasakan, diantaranya adalah:
1. Aktivitas pengajaran yang disesuaikan dengan ragam kecerdasan yang
dimiliki oleh siswa sedikit banyak telah memunculkan semangat belajar
dan rasa percaya diri pada setiap siswa. Siswa digali kreativitasnya agar
mereka dapat mempelajari fisika sesuai dengan talenta yang ada pada
mereka, misalnya melalui lagu, pantun, puisi, drama dan lain-lain.
2. Melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam pembelajaran fisika
telah menggugurkan anggapan bahwa pelajaran fisika itu sulit dan tidak
menyenangkan. Karena melalui teori ini guru memberikan kesempatan
kepada para siswa untuk mempelajari fisika sesuai dengan ragam
kecerdasan yang dimilikinya.
3. Melalui teori Multiple intelligence ini pula siswa belajar untuk lebih menggali
potensi yang ada pada dirinya dan dapat lebih menghargai talenta yang
telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Selain itu siswa juga belajar untuk
menghargai kelebihan dan kekurangan masing-masing, misalnya siswa
yang biasanya dianggap bodoh karena selalu mendapat nilai buruk dalam
pelajaran fisika ternyata mampu membuat puisi dan menggubah syair
lagu dengan konsep-konsep fisika dengan sangat indah.
4. Metode ini juga sangat efektif karena mampu meningkatkan aktivitas dan
kreatifitas siswa dalam bentuk interaksi baik antara siswa dengan guru
maupun antara siswa dengan siswa lainnya. Bahkan interaksi ini lebih
didominasi oleh interaksi antara siswa dengan siswa sedangkan guru
hanya bersifat sebagai moderator saja. Tanya jawab antar siswa berjalan
40
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
dengan sangat baik dan setiap penilaian yang diberikan oleh guru maupun
siswa lainnya mampu memacu dirinya untuk lebih menggali konsep-konsep
materi yang diajarkan sehingga menghasilkan rasa keingintahuan dan
percaya diri yang tinggi.
5. Lebih jauh lagi, melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam
pembelajaran fisika diharapkan siswa dapat melihat kenyataan bahwa
mereka itu “unik”. Tuhan menciptakan jutaan bahkan milyaran manusia
dengan keunikan tersendiri. Mereka juga dapat melihat bahwa Tuhan
sudah menyediakan laboratorium terbesar bagi mereka berupa alam
semesta sehingga dengan kesadaran seperti ini maka kecerdasan spriritual
(SQ) mereka juga akan ikut tergali. Oleh karena itu secara keseluruhan
metode ini mampu menciptakan rasa belajar fisika yang menyenangkan
yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan minat dan motivasi
siswa pada pelajaran fisika. Indikator terakhir yang diharapkan tentu saja
adalah adanya peningkatan nilai rata-rata kelulusan pada mata pelajaran
sains umumnya, dan fisika khususnya.
Selain berbagai kelebihan, ada juga beberapa kelemahan/kendala yang
penulis temukan dalam menerapkan teori ini, di antaranya adalah:
1. Sedikitnya waktu pembelajaran yang tersedia sedangkan materi yang
harus diajarkan sangat banyak. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) dikatakan bahwa guru memiliki kewenangan untuk memilih materimateri esensial yang akan diajarkan kepada siswanya, sedangkan
kenyataannya adalah masih adanya tes bagi siswa (ujian nasional dan
ujian sekolah contohnya), dengan soal-soal yang notabene bukan berasal
dari guru yang bersangkutan. Sedang pemahaman tentang materi mana
yang dianggap esensial dan materi mana yang kurang esensial bagi setiap
guru bisa saja berbeda-beda. Akhirnya, mau tidak mau guru harus
mengajarkan semua materi yang ada dalam buku paket.
2. Penerapan teori Multiple Intelligence dalam proses pembelajaran fisika
membuat siswa tidak hanya duduk “manis” mendengarkan ceramah dari
guru. Siswa diberi keleluasaan untuk mencari tempat dimana mereka
akan belajar. Jadi proses belajar mengajar tidak selalu dilakukan di dalam
kelas tetapi bisa di lapangan, ruang laboratorium atau perpustakaan.
Adakalanya ketika siswa berada dilapangan untuk mempraktekkan sesuatu,
hal tersebut ikut memancing keingintahuan siswa yang sedang belajar di
kelas lain sehingga guru-guru yang lain (mungkin) merasa terganggu.
3. Penerapan teori Multiple Intelligence dalam ruang kelas juga
memungkinkan terjadinya diskusi hangat dalam kelas. Adakalanya siswa
berteriak atau bertepuk tangan untuk mengungkapkan kegembiraannya
ketika mereka mampu memecahkan suatu masalah. Hal ini juga dapat
menggangu konsentrasi guru dan siswa yang berada di kelas lain.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
41
Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika
4. Adanya keengganan dari para guru untuk mengubah paradigma lama
dalam pendidikan. Kebanyakan guru sudah merasa nyaman dengan metode
ceramah sehingga mereka enggan untuk mencoba hal-hal yang baru
karena dianggap merepotkan.
Kesimpulan dan Saran
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Metode pengajaran fisika yang kreatif dan aplikatif berdasarkan penerapan
teori Multiple Intelligence ternyata dapat meningkatkan aktivitas dan rasa
senang para siswa terhadap mata pelajaran fisika oleh karena di dalamnya
ternyata diterapkan cara-cara belajar fisika yang menarik dan sangat
menyenangkan sesuai dengan kecerdasan yang mereka miliki.
2. Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan waktu mengajar yang tersedia
(mengingat waktu yang tersedia cukup singkat) maka pada setiap akhir
pelajaran hendaknya guru memberitahukan kepada para siswanya materi
apa saja yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya sehingga para
siswa dapat mempelajarinya terlebih dahulu di rumah agar ketika guru
mengajar siswa sudah siap.
3. Sebagai salah satu ujung tombak dalam dunia pendidikan kiranya para
guru selalu berusaha untuk memberikan pengabdian yang terbaik bagi
para siswa khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Salah satu
cara sederhana yang dapat diterapkan adalah dengan menciptakan metode
pengajaran yang kreatif dan aplikatif sehingga mampu meningkatkan
minat dan kreativitas siswa-siswanya. Semoga dengan adanya tulisan ini
dapat memberikan sedikit masukan bagi perkembangan dunia pendidikan
di Indonesia umumnya dan BPK PENABUR khususnya.
Daftar Pustaka
Amstrong, T. (2004). Kamu itu lebih cerdas daripada yang kamu duga (You’re
smarter than you think). Batam Centre: Interaksara
Dahar, Ratna Wilis, Prof. Dr. M.Sc,. (1996).Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga
Duxes, Herbert. (1996). Kompedium didaktik fisika. Bandung: Remaja
Rosdakarya
———— (2002)Kamus besar bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Depdikbud
Kompas, Rabu 23 Maret 2005, hal. 9, kol. 1
Prasodjo, Budi dkk. (2003). Teori dan aplikasi fisika 1. Bogor: Yudhistira
Prasodjo, Budi dkk. (2003). Teori dan aplikasi fisika 2. Bogor: Yudhistira
Prasodjo, Budi dkk. (2003). Teori dan aplikasi fisika 3. Bogor: Yudhistira
Susanto, Handy, S.Psi : Penerapan multiple intelligences dalam sistem
pembelajaran, Jurnal Pendidikan Penabur, Jakarta, 2005
42
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Penelitian
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
Peningkatan Profesionalisme Melalui
Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
Endang Kusumaningsih*)
Abstrak
enelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan para musisi gereja
sebagai konduktor dan pianis yang memandu Jemaat saat menyanyikan
lagu Jemaat dalam kebaktian melalui pembelajaran musik. Penelitian
dilakukan di Jakarta yang melibatkan para musisi Jemaat Gereja Masehi
Advent Hari Ke Tujuh (GMAHK) di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan yang dilakukan dalam siklus, yang masingmasing terdiri dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Jumlah partisipan dalam penelitian ini, siklus kesatu 50 peserta, siklus kedua
12 peserta dan siklus ketiga 50 peserta.
Pelajaran yang diberikan pada pelatihan ini adalah: Standar Musik Gereja
Masehi Advent Hari Ke Tujuh, Landasan Musik GMAHK, Teknik Vokal, Teknik
Kondukting, Pengetahuan Dasar Bagi Pianis Pengiring Lagu Jemaat, Pengantar
Praktis Membaca Notasi Balok dan Ansambel.
Tujuan penelitian ini tercapai setelah tiga siklus yang ditunjukkan dengan ciriciri antara lain: (a) Konduktor sanggup menyanyikan lagu-lagu jemaat dan
melakukan aba-abanya dengan benar, (b) Pianis sanggup memainkan lagulagu jemaat dan mengiringi dengan benar, (c) Konduktor dengan pianis dapat
bekerjasama dengan baik pasa saat memandu jemaat menyanyi.
P
Kata Kunci: Peningkatan profesionalisme, pembelajaran musik, musisi gereja
Abstract
The main objective of this research is to develop the profesionalism of the
church musicians t of the Sevent-Day Adventist Church in Jakarta. This is an
action research which is done in three cycles, each of which consists of
planning, acting, observing, and reflecting. The research participants consist
of 50 musicians for the first and 12 musicians for the second and 50 musicians
for the third cycle. The learning materials consist of: The standart music of
*) Dosen Jurusan Musik Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
43
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
SDA church, the SDA church hymn, vocal technique, conducting technique,
basics of accompanying pianist for church song, basics of musical notation
and ensemble. The objectives of the research were achieved after the
implementation of the third cycle. The indicators of achievement are: (a) the
conductors are able to sing and conduct correctly, (b) the pianist are able to
perform properly as expected and, (c) the conductors and the pianist show
harmonious cooperation in guiding the church congregation to sing.
Latar Belakang
Penelitian dilaksanakan pada para konduktor dan pianis Jemaat gereja Masehi
Advent Hari Ke Tujuh di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, pada tahun 2001
hingga tahun 2003.
Para konduktor dan pianis jemaat yang dimaksud di sini adalah para musisi
yang ditugaskan untuk memandu saat jemaat menyanyikan lagu-lagu di dalam
kebaktian. Di saat pemanduan terjadi konduktor memberi aba-aba sambil
menyanyi di depan mikrofon agar terdengar oleh seluruh jemaat, sementara
pianis mengiring. Dalam wilayah DKI dan sekitarnya terdapat 90 gereja masehi
Advent Hari Ke Tujuh (GMAHK). Namun tidak semua gereja memiliki konduktor
dan pianis.
Berdasarkan hasil pra-observasi yang dilakukan oleh peneliti dan beberapa
kolaborator yang terlibat di dalam pelatihan selama tahun 2000 di gerejagereja saat kebaktian, terdapat kenyataan sebagai berikut:
1. Banyak lagu-lagu yang dinyanyikan salah dari melodinya, ritmenya,
temponya, prasering dan ekspresinya oleh jemaat maupun konduktor yang
pada umumnya kurang memiliki pengetahuan notasi, harga nada, tempo,
dinamika, prasering dan ekspresi lagu.
2. Pemberian aba-aba kurang tepat dan kadang-kadang ada konduktor yang
suaranya sumbang atau cempreng sehingga menggangu.
3. Ada konduktor yang menyanyikan lagu dengan di improvisasi seperti
layaknya penyanyi yang menyanyi lagu-lagu hiburan sehingga
mengakibatkan suasana tidak khusuk.
4. Para pianis yang kurang menguasai teknik permainan dan memainkan
melodi, ritme, tempo, prasering yang salah dari lagu-lagu yang sedang
dimainkan. Memainkan intro lagu tidak mantap sehingga membingungkan
konduktor dan jemaat yang akan menyanyi. Kadang-kadang membuat
variasi iringan yang dinilai kurang sesuai. Salah satunya membuat variasi
seperti untuk lagu hiburan, atau gaya iringan yang tidak sesuai dengan
karakter lagu. Contoh: lagu yang berkarakter khidmat dibuat gaya iringan
seperti lagu mars.
44
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
5. Kerjasama antara konduktor dan pianis tidak kompak sehingga
menimbulkan kekacauan.
Melihat kondisi tersebut, peneliti dan kolaborator berusaha mencari solusi
agar para konduktor dan pianis memiliki peningkatan kemampuan sehubungan
dengan tugas mereka dalam pelayanan musik pada saat kebaktian.
Ada beberapa pertanyaan permasalahan yang muncul di dalam praobservasi yaitu,
1. Mengapa para konduktor dan pianis jemaat tersebut tidak menguasai
melodi, ritme, prasering, ekspresi dari lagu-lagu jemaat yang sering
dinyanyikan?
2. Mengapa para konduktor tidak dapat menyanyi dan memberi aba-aba
dengan benar?
3. Mengapa para pianis kurang dapat bermain dan mengiringi dengan benar?
4. Mengapa para konduktor dan pianis kurang dapat bekerja sama?
5. Mengapa cara bekerja konduktor dan pianis kurang menghayati
kekhusukan dan suasana sakral nyanyian?
Keadaan tersebut di atas disadari oleh para pimpinan GMAHK. Pada
akhirnya pimpinan Departemen Musik dari organisasi GMAHK se DKI dan
sekitarnya merencanakan pelatihan bagi para konduktor dan pianis dengan
menugaskan peneliti untuk mengkordinasikan pelatihan tersebut.
Masalah
Untuk menjadi konduktor dan pianis pengiring lagu jemaat GMAHK perlu
mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk konduktor
a. Memiliki vokal yang cukup baik untuk dapat menyanyi dengan baik.
b. Memiliki kemampuan memberi aba-aba dengan benar.
c. Memiliki pengetahuan tentang notasi musik.
d. Memiliki pengetahuan tentang lagu-lagu jemaat sehubungan dengan
melodinya, ritmenya, temponya, biramanya, dan ekspresinya.
e. Memiliki pengetahuan tentang cara bekerja sama, dengan pianis.
f. Memiliki pengetahuan tentang prinsip bermusik Gereja Masehi Advent
Hari Ke Tujuh.
2. Untuk pianis
a. Memiliki kemampuan teknik permainan piano yang baik.
b. Memiliki kemampuan mengiringi dengan baik.
c. Memiliki pengetahuan tentang notasi musik.
d. Memiliki pengetahuan tentang lagu jemaat sehubungan dengan
melodinya, ritmenya, temponya, biramanya, dan ekspresinya.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
45
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
e. Memiliki pengetahuan tentang cara bekerja sama dengan konduktor.
f. Memiliki pengetahuan tentang prinsip bermusik Gereja Masehi Advent
Hari Ke Tujuh.
Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas maka rumusan permasalahan pada
penelitian ini adalah:
“Bagaimana meningkatkan kemampuan para konduktor dan pianis GMAHK
agar dapat memandu nyanyian Jemaat di saat kebaktian dengan benar?”
Alasan Melakukan Penelitian Tindakan
Proses pelatihan yang dijalankan perlu diteliti karena jemaat selama ini merasa
kekhusukan ibadatnya terganggu oleh tidak tertibnya penampilan lagu di dalam
gereja. Gejala ini perlu diperbaiki melalui penelitian kaji tindak.
Penelitian tindakan ini dilaksanakan sebagai usaha peningkatan kemampuan
para musisi jemaat yang perlu dilakukan melalui siklus-siklus, yang akhirnya
menghasilkan model pembelajaran seperti apa yang digunakan untuk
meningkatkan para musisi tersebut.
Penelitian ini akan melibatkan para kolaborator yang secara kebetulan adalah
para musisi senior berpengalaman di kalangan GMAHK dan para partisipan
yaitu pimpinan organisasi dan gereja setempat yang memiliki tanggungjawab
pada liturgi gereja termasuk musik. Dengan demikian penelitian kaji tindak
dengan pengamatan melalui siklus-siklus yang memiliki tahap-tahap seperti
planing, implementasi, observasi dan refleksi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pembelajaran musik bagi
musisi GMAHK.
Kerangka Teori
Dalam upaya membuat desain pembelajaran pada pelatihan ini, peneliti
membuat sebuah kerangka teori dari teori-teori sebagai berikut:
1. Hakikat Musik Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh
Melalui pendapat Pythagoras (filsup dan ahli matematika), Boethius (ahli
musik abad pertengahan), Yehudi Menuhin (Violis terkemuka), Bennett
Reimer (pendidik musik), Teguh Wartono (pendidik musik), Donald P. Hustad
(ahli musik Kristiani), John Sheperd dan Peter Wieke (musikolog), Dieter
Mack (komposer), dan Ellen G. White (rohaniwan GMAHK) dihasilkan
sebuah rangkuman tentang hakikat musik yang berbunyi sebagai berikut:
46
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
“Musik adalah hasil pengembangan kesadaran manusia atas bunyi yang
memiliki elemen-elemen melodi, ritme, dinamik, warna bunyi, bentuk
tekstur dan ekspresi yang menjadi budaya manusia itu sendiri yang
memiliki fungsi di dalam dimensi spiritual maupun phisikal dan menjadi
satu alat yang efektif dalam mengajarkan kebenaran serta merupakan
alat komunikasi dengan Tuhan.”
Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh memiliki misi yaitu 1) Menunggu
kedatangan Kristus yang kedua kali, 2) Meninggikan hukum Allah termasuk
hari Sabat (Hari Ke Tujuh), 3) Evangelisasi, 4) Doktrin.
Liturgi gereja MAHK adalah pelayanan yang melibatkan kata, gerak musik
dan suasana dalam menjalankan misi yang tersebut di atas. Sementara
itu Ellen G. White juga berkata bahwa musik di dalam GMAHK adalah
musik untuk memuliakan nama Tuhan dan memenangkan jiwa-jiwa yang
dilakukan dalam kekudusan.
Hakikat musik GMAHK adalah bunyi yang memiliki elemen-elemen melodi,
ritme, dinamika, warna bunyi, tekstur, dan ekspresi yang mendukung visimisi GMAHK yaitu menunggu kedatangan Kristus yang kedua kali,
meninggikan hukum Allah termasuk hari Sabat, evangelisasi dan doktrin.
2. Hakikat kecerdasan
Melalui pendapat-pendapat Gardner, Seashore, Tatarunis, Bersom, dan
Forcucci dapat disimpulkan bahwa:
Kecerdasan musik adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan
kegiatan musik dengan memiliki kepekaan akan unsur-unsur yang terkait
yaitu kepekaan melodi, ritme, harmoni, bentuk, dinamik, irama, dan
ekspresi, disertai pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang
mendukung.
Sesuai dengan teori belajar dari Bloom, maka dalam penelitian ini
kecerdasan musik para musisi gereja tersebut akan dibentuk melalui 3
aspek yaitu:
a. Aspek kognitif
: Dalam membentuk pemahaman dan dapat
menerapkan pengetahuan yang diajarkan.
b. Aspek psikomotor
: Dalam membentuk keterampilan untuk
menyanyi, mengaba-aba, mengiringi, dan
beransambel.
c. Aspek afektif
: Dalam membentuk penghayatan musik serta
membangkitkan motivasi belajar bagi
peserta.
3. Hakikat Model Pelatihan
Melalui pendapat Good, Travers, Harre dan Snelbecker untuk hakikat
model serta davis dan Werthor untuk hakikat pelatihan dapat disimpulkan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
47
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
bahwa sehubungan dengan kepentingan penelitian ini hakekatnya adalah
sebagai berikut:
Model sebagai sebuah prosedur yang dalam hal ini adalah prosedur
pembelajaran yang menggambarkan langkah, kegiatan dan strategi
pembelajaran yang dilakukan selama melatih para musisi.
4. Hakikat motivasi
Melalui pendapat-pendapat dari Sherif, Gagne, Shield, Bredemeir dan
Gredler dihasilkan sebuah rangkuman tentang hakekat motivasi yang
berbunyi sebagai berikut:
Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya
rangsangan dari dalam maupun luar sehingga seseorang berkeinginan
untuk melakukan suatu tindakan. Dalam rangka meningkatkan
profesionalisme para musisi GMAHK melalui pembelajaran musik perlu
adanya usaha dalam membangun motivasi agar memiliki semangat saat
mengikuti pelatihan.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan definisi dan pengertian beserta kerangka teori, maka peningkatan
profesionalisme melalui pembelajaran musik bagi musisi GMAHK adalah
kegiatan belajar mengajar bersifat pelatihan bagi konduktor dan pianis dengan
meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan pemahaman mereka tentang
musik yang didasari oleh dasar kepercayaan GMAHK, agar mereka layak untuk
memandu jemaat dalam menyanyikan lagu pada kebaktian. Kemampuan musik
yang diberikan adalah kemampuan yang bersifat individu seperti teknik vokal
yang membelajarkan bagaimana menyanyi dengan benar, teknik kondukting
yang membelajarkan bagaimana mengaba-aba dengan benar, pengetahuan
dasar bagi pianis pengiring lagu jemaat yang membelajarkan bagaimana
bermain piano dan mengiringi dengan benar, pemahaman lagu jemaat yang
membelajarkan sisi musikal lagu-lagu. Yang membelajarkan tulisan musik
melalui not balok dan notasi serta kelompok yaitu ansambel. Agar menghayati
musik yang dipelajari mereka diberikan apa yang menjadi prinsip dan landasan
dalam musik untuk kebaktian di GMAHK. Agar para peserta memiliki motivasi
dan semangat dalam mengikuti pelatihan, dibuat model pembelajaran dan
menentukan strateginya.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan terhadap pelatihan musisi GMAHK wilayah DKI
Jakarta dan sekitarnya mulai tahun 2001 hingga 2003. pelatihan yang diadakan
sebanyak tiga siklus ini diikuti oleh peserta yang berbeda dari gereja-gereja
48
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
yang tersebar di DKI Jakarta dan sekitarnya. Pada siklus satu, pelatihan diikuti
oleh 50 peserta dan pada siklus dua 16 orang, sedangkan siklus tiga ada 50
orang. Pelatihan ini melibatkan 9 orang kolaborator yang bertugas mengajar
serta mengadakan pemantuan secara bergiliran.
Penelitian tindakan dilaksanakan sebagai usaha peningkatan kemampuan para
musisi jemaat melalui siklus-siklus yang akhirnya akan menghasilkan model
pembelajaran Dengan demikian penelitian kaji tindak dengan pengamatan
melalui siklus-siklus yang memiliki tahap-tahap seperti planning, implementasi,
observasi, dan refleksi merupakan wadah dalam melaksanakan tanggung jawab
tersebut, khususnya dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
1. Teknik Pengumpulan Data:
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Melakukan observasi
Yang melakukan adalah peneliti dengan dibantu oleh beberapa
kolaborator untuk mengamati proses pelatihan berupa lembar
pengamatan yang sudah dengan rinci menampilkan aspek-aspek dari
proses yang harus diamati, dan tinggal membubuhkan tanda cek.
Selain itu juga mengamati kendala-kendala dan akibat-akibat yang
terjadi. Bagi peneliti selain mengamati proses pembelajaran, juga
mengamati kinerja kolaborator dalam menyajikan materi
pembelajaran.
Proses pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung, dan juga setelah pembelajaran berlangsung dengna
menghadiri gereja-gereja, dan menyaksikan saat konduktor dan pianis
memandu jemaat menyanyi. Dari hasil observasi diadakan diskusi
antara peneliti dan kolaborator dan hasilnya dijadikan acuan untuk
rencana berikutnya.
b. Melakukan interviu
Dilakukan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang belum
di dapat dari observasi. Wawancara dilakukan kepada kolaborator,
pimpinan jemaat dari gereja yang bersangkutan dan pimpinan
organisasi penyelenggara.
c. Menyebar kuesioner
Dilakukan kepada peserta pelatihan.
d. Menjalankan tes
Tes dipakai untuk mengukur kemajuan peserta pada akhir pertemuan
berbentuk tes teori dan praktek.
e. Dokumen
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber berbentuk
tulisan dengan tujuan mendapatkan tambahan data tentang hal-hal
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
49
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
yang sedang dibahas. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan
adalah silabus, kepustakaan, dan strategi pembelajaran yang
dilaksanakan.
2. Analisis Data
Peneliti melaksanakan analisis dari data yang didapat dalam proses
meningkatkan profesionalisme para musisi gereja MAHK. Sesuai dengan
apa yang dikemukan oleh Mills maka prosedur analisis data yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah:
a. Dilakukan penjabaran dari kajian pustaka tentang peristiwa atau halhal yang sering muncul.
b. Data dari hasil observasi dan wawancara dicatat dan diolah untuk
diidentifikasikan pola yang muncul.
c. Data mentah yang diperoleh dimasukkan ke dalam matrik data.
d. Dalam menginterpretasikan, menggunakan kategorisasi dengan
membubuhkan kode untuk memudahkan interpretasi data.
Analisis data tersebut di atas terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
secara bersamaan yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data dan (3)
penarikan kesimpulan.
3. Validasi
Untuk memperoleh keabsahan data penelitian digunakan tiga teknik
pemeriksaan data yaitu (1) perpanjangan keikutsertaan, (2) triangulasi
dan, (3) audit trail.
Manfaat Penelitian
1. Secara Praktis
a. Bagi musisi jemaat: Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
profesionalisme para musisi jemaat untuk dapat memimpin dan
mengiringi nyanyian ibadat dengan benar.
b. Bagi kolaborator: Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar
pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
model pelatihan bagi musisi-musisi jemaat.
c. Bagi pihak pengelola (Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh Konferens
DKI dan sekitarnya): Hasil penelitian ini menjadi bahan masukan
penetapan kebijakan yang perlu dimiliki oleh Komisi Pendidikan dan
Pelatihan Musik yang berada di bawah naungan Gereja Masehi Hari
Ke Tujuh Konferens DKI.
2. Secara Teoritis : Dapat dijadikan acuan dalam melakukan lebih lanjut
dalam penelitian sejenis. Selain itu dapat memperkaya teori yang sudah
ada.
50
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
Pembahasan Hasil Penelitian
Siklus I: Prosedur pembelajaran secara keseluruhan
Tahap I :
Konduktor + pianis disatukan:
1. Standar Musik GMAHK (teori).
2. Pengetahuan Dasar Bagi Pianis (teori).
3. Pembelajaran terpadu : Vokal, pemahaman lagu, pengetahuan dasar bagi
pianis (praktek).
4. Ansambel
5. Evaluasi
Tahap II :
Konduktor + pianis dipisah
1. Konduktor : Mempelajari notasi balok
2. Pianis : Mempelajari Pengetahuan Dasar Bagi Pianis.
Tahap III :
1. Konduktor belajar kondukting.
2. Pianis melanjutkan dari tahap II.
3. Konduktor + Piais : Ansambel.
4. Pemahaman lagu jemaat (teori).
5. Evaluasi : test teori + praktek.
6. Praktek memandu jemaat di gereja.
Prosedur pembelajaran dari setiap mata pelajaran
A. Langkah : sesuai urutan materi.
B. Kegiatan:
1. Teori.
2. Praktek individu dan kelompok.
C. Strategi pembelajaran : Ada strategi pembelajaran disemua pelajaran.
D. Media : Gambar-gambar, contoh dari kaset, alat musik (piano, keyboard).
Siklus II: Prosedur pembelajaran secara keseluruhan
Tahap I :
Konduktor + pianis disatukan:
1. Standar Musik GMAHK (teori).
2. Pembelajaran terpadu : Vokal, pemahaman lagu, pengetahuan dasar bagi
pianis pengiring, pemahamaman lagu GMAHK, menurut visi-misi dan
musikalitas, notasi balok, ansambel.
3. Evaluasi.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
51
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
Tahap II :
Pembelajaran terpadu dari 6 pelajaran di Gereja masing-masing, satu
pelajaran terpisah yaitu pelajaran notasi balok.
Evaluasi : Tes teori + praktek.
Prosedur pembelajaran dari setiap mata pelajaran
A. Langkah :
1. Enam pelajaran sesuai urutan silabus.
2. Satu pelajaran, urutannya disesuaikan dengan urutan lagu di kebaktian
yaitu pemahalam lagu jemaat.
B. Kegiatan:
1. Lebih ditekankan pada praktek.
2. Individu dan kelompok.
C. Strategi pembelajaran : Ada perubahan strategi khususnya untuk praktek.
D. Metode : Ceramah, peragaan, praktek.
E. Media : Gambar, contoh dari kaset, piano, keyboard.
Siklus III: Prosedur pembelajaran secara keseluruhan
Tahap I :
1. Konduktor + pianis : Standar Musik GMAHK
2. Konduktor : Vokal + pemahaman lagu.
3. Pianis : Pengetahuan Dasar Bagi Pianis + Pemahaman lagu.
4. Konduktor + pianis : Ansambel + paduan suara.
5. Evaluasi : Tes praktek.
Tahap II :
1. Konduktor : Membaca notasi, teknik kondukting.
2. Pianis : Pengetahuan dasar untuk Pianis.
3. Konduktor + pianis : Ansambel + paduan suara.
4. Konduktor + pianis : Latihan di gereja masing-masing (pembelajaran
terpadu).
5. Evaluasi : Tes praktek dan teori.
Prosedur pembelajaran dari setiap mata pelajaran
A. Langkah :
1. Enam pelajaran sesesuai urutan silabus.
2. Satu pelajaran urutannya dirubah, yaitu pemahaman lagu jemaat,
yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan lagu, dan urutan lagi di
kebaktikan
B. Kegiatan:
1. Kegiatan teori + praktek.
2. Praktek individu dan kelompok.
52
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
C. Strategi pembelajaran : Ada perubahan strategi pembelajaran yang
disesuaikan untuk solusi masalah dan memantapkan pembelajaran, serta
merangsang motivasi belajar pada pelajaran-pelajaran praktek
khususnya.
D. Metode : Ceramah, peragaan, praktek dan tanya jawab.
E. Media : Gambar-gambar, musik dari kaset, piano, keyboard.
Ciri-Ciri Peserta yang Sudah Memahami Pembelajaran
dan Terampil serta Memiliki Motivasi
1. Bagi Konduktor
a. Aspek Kognitif
1) Dengan kemampuannya menjawab soal tes teori. Nilai mereka
antara 70 hingga 100.
2) Terkesan memahami pengetahuan yang disampaikan melalui
kegiatan prakteknya, yaitu sewaktu menyanyi membuat aba-aba
dan waktu ansambel.
3) Dapat menterjemahkan lagu dari not balok ke angka.
b. Aspek Psikomotor
1) Sewaktu menyanyi suaranya baik, bulat, kata-katanya jelas,
ketinggian nadanya tepat. Melodi, ritme, tempo lagu juga tepat.
Prasering lagu sesuai alur melodi dan tekanan iramanya.
2) Sewaktu membuat aba-aba, posisi tubuhnya dan tangannya
benar. Gerakannya, pola hitungan, ictus , pengawalan dan
pengakhiran lagu jelas. Demikian juga dengan perlambatan atau
percepatan dan tanda dinamika yang mudah terlihat temponya
stabil.
3) Sewaktu bermain bersama dengan pianis ia dapat menyesuaikan
diri dengan temponya dan tekanan iramanya.
c. Aspek Afektif
1) Peserta dapat menyanyikan lagu sesuai karakter dan jenis
lagunya. Memiliki ekspresi hikmat, melodius, riang, semangat saat
menyanyikan lagu-lagu jemaat dengan ekspresi-ekspresi tersebut.
2) Terlihat semangat dan senang saat mengikuti pelatihan dan
melakukan praktek menyanyi ataupun membuat aba-aba.
2. Bagi Pianis
a. Aspek Kognitif
1) Dengan kemampuannya menjawab soal tes teori. Nilai mereka
antara 70 hingga 100.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
53
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
2) Terkesan memahami pengetahuan yang disampaikan melalui
kegiatan prakteknya, yaitu sewaktu bermain piano dan ansambel.
b. Aspek Psikomotor
1) Sewaktu bermain piano, teknik permainannya baik. Not-notnya,
akord-akordnya, basnya dimainkan dengan tekanan jari yang
benar. Demikian juga dengan pedal dapat mengeluarkan efek
bunyi yang sesuai. Melodi, ritme, tempo lagu juga tepat. Prasering
lagu sesuai alur melodi dan tekanan iramanya.
2) Sewaktu membuat iringan, pola iringannya sesuai dengan
prasering, tekanan irama dan karakter serta tempo lagunya.
3) Sewaktu mengiringi konduktor menyanyi ia dapat mengikuti
tempo, irama, dan ekspresi yang dibawakan. Demikian juga saat
mengiringi konduktor dalam membuat aba-aba. Namun demikian
ia juga membuat kontrol tempo agar tidak makin cepat atau
lambat.
c. Aspek Afektif
1) Peserta dapat memainkan lagu sesuai karakter dan jenis lagunya.
Memiliki ekspresi hikmat, melodius, riang, semangat saat
memainkan lagu-lagu jemaat di piano yang memiliki ekspresiekspresi tersebut di atas.
2) Terlihat semangat dan senang saat mengikuti pelatihan saat
berpraktek.
3) Selalu hadir selama pelatihan pada hari Sabtu dan Minggu dan
selalu melakukan tugas-tugas yang diberikan.
Kesimpulan
Disimpulkan bahwa setelah siklus ketiga kriteria keberhasilan tercapai. Dengan
demikian maka model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan para
konduktor dan pianis jemaat GMAHK adalah model pembelajaran siklus ketiga
yang memiliki prosedur sebagai berikut:
1. Pada tahap pertama konduktor dan pianis disatukan untuk mempelajari
standar musik GMAHK, dan Landasan Musik GMAHK. Kemudian kelas dipisah
di mana konduktor mempelajari teknik vokal yang dipadukan dengan
pemahaman lagu GMAHK, dan para pianis mempelajari pengetahuan dasar
bagi pianis pengiring lagu jemaat GMAHK yang dipadukan dengan
pemahaman lagu GMAHK. Konduktor dan pianis dipersatukan kembali di
setiap akhir pertemuan di kelas ansambel, dan paduan suara
Di akhir tahap pertama diadakan evaluasi berupa tes praktek menyanyi
sambil diiringi piano.
2. Pada tahap kedua konduktor mempelajari notasi balok yang dilanjutkan
dengan teknik kondukting, sementara pianis masih melanjutkan
54
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
pembelajaran pengetahuan dasar bagi pianis pengiring lagu jemaat. Di
akhir pertemuan mereka berlatih ansambel dan paduan suara. Setelah
para konduktor mempelajari teknik kondukting, pelatihan juga diadakan
pada hari Sabtu di gereja masing-masing, di mana semua pelajaran
dipadukan dalam bentuk praktek, kecuali latihan notasi balok. Di sini para
musisi berlatih pada saat sebelum dan sesudah kebaktian, dalam
mempersiapkan memandu jemaat menyanyi.
Di akhir tahap dua diadakan evaluasi dalam bentuk tes praktek dan teori.
3. Langkah-langkah dalam pembentukan pemahaman dan keterampilan dari
tujuh pembelajaran sesuai urutan materi silabus, kecuali pembelajaran
pemahaman lagu jemaat yang dirubah di mana urutan lagu-lagu yang
dipelajari disesuaikan dengan tingkat kesulitan awal pembiramaan lagu
dan tekanan birama lagu.
4. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan teori (40%) dan praktek (60%)
secara individu maupun kelompok melalui metode ceramah, tanya-jawab,
peragaan dan praktek, dengan menggunakan media pembelajaran berupa
OHP, LCD, keyboard, kaset, piano akustik dan piano elektrik.
Kegiatan pembelajaran diadakan pada hari Minggu untuk semua peserta
dari semua gereja yang mengikuti pelatihan, dan hari Sabtu untuk masingmasing peserta di gereja dalam mengintensifkan praktek individu dan
latihan memandu jemaat. Di setiap pertemuan selalu diawali dan ditutup
dengan kebaktian singkat. Di pertengahan dan akhir kegiatan diadakan
tes. Dengan demikian maka keseluruhan pertemuan berjumlah 12 kali
pertemuan dalam waktu yang lebih singkat yaitu dua bulan, karena dalam
satu minggu diadakan pelatihan dua kali.
Dalam usaha memecahkan permasalahan yang terjadi sebelumnya,
memantapkan apa yang telah dihasilkan, serta merangsang motivasi peserta
untuk belajar ada strategi yang dilakukan yaitu:
1. Untuk pembelajaran standar musik dan landasan lagu GMAHK, pada akhir
pembelajaran kolaborator meminta peserta untuk menyimpulkan intisari
pelajaran dan menyebutkan hal-hal penting yang patut menjadi perhatian
utama. Untuk pembelajaran Landasan Lagu GMAHK, peserta diminta untuk
membuat intisari pelajaran serta dilatih menyebutkan jenis-jenis lagu
jemaat yang disebut oleh kolaborator, agar peserta dapat menyimpulkan
karakter dari lagu tersebut.
2. Untuk pembelajaran pengantar teoritis dari teknik vokal, teknik kondukting
dan pengetahuan dasar bagi pianis pengiring lagu jemaat disampaikan
secara ringkas dan singkat di awal pembelajaran tersebut, agar lebih
banyak waktu untuk praktek.
3. Kelas dipisah setelah pembelajaran standar musik dan landasan musik
GMAHK agar peserta lebih intensif dan terfokus mempelajari bidang mereka
masing-masing.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
55
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
4. Dalam mempelajari lagu-lagu urutannya difokuskan pada tingkatan
kesukaran pengawalan birama dan tekanan irama untuk memantapkan
rasa irama dan pengawalan birama.
5. Sebelum mempelajari lagu, peserta diminta mengidentifikasi ciri-ciri
musikal dari lagu yang akan dilatih agar tidak mudah lupa dan selalu
teliti.
6. Peserta diminta memperhatikan dan mengomentari penampilan temannya
agar perhatian mereka terfokus serta teliti dalam membawakan lagu.
7. Saat sedang mempelajari lagu melalui teknik vokal, konduktor diminta
dengan seksama mendengarkan ketinggian nada dari melodinya dengan
tujuan agar selalu berhati-hati dan teliti saat menyanyikan melodi dengan
ketinggian nada yang pasti.
8. Untuk lebih memantapkan pemahaman dan keterampilan para peserta,
latihan dilakukan berulang-ulang dengan perlahan sampai peserta
menguasai.
9. Para peserta diminta melatih di rumah lagu-lagu yang sudah dipelajari
dipelatihan serta melatih lagu-lagu yang akan dilatih di pertemuan
mendatang.
10. Lagu-lagu yang dilatih tidak hanya yang bermasalah, tetapi juga lagulagu kebaktian yang sedang dinyanyikan di gereja pada masa itu, khususnya
yang memiliki prinsip yang sama dengan lagu-lagu yang bermasalah.
11. Untuk lebih meningkatkan kemampuan setiap individu, kegiatan berpraktek
memandu jemaat menyanyi juga diadakan di gereja masing-masing
melalui latihan intensif sebelum dan sesudahnya.
12. Kegiatan pelatihan di hari Minggu dan Sabtu beriringan setelah pertemuan
keempat, tidak seperti siklus sebelumnya.
13. Diadakan latihan paduan suara yang melibatkan seluruh peserta setiap
setelah pelatihan selesai sebagai kegiatan tambahan yang mengandung
unsur pembelajaran teknik vokal, kondukting, iringan piano dan ansambel.
14. Latihan menterjemahkan lagu-lagu yang sedang dibahas dari notasi balok
ke notasi angka melalui tuntunan langsung.
Fokus pemantauan tindakan pada siklus ini adalah:
1. Irama lagu pada lagu-lagu berbirama ganda dan pengawalannya
khususnya yang bertekanan lemah saat dinyanyikan, dimainkan dan
dilakukan aba-aba.
2. Ketinggian nada dari melodi pada lagu-lagu yang sedang dinyanyikan oleh
konduktor.
3. Pemahaman tentang karakter, jenis dan kategori lagu melalui permainan
piano dan nyanyian.
56
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
4. Penerapan keterampilan dan pengetahuan pada lagu-lagu yang tidak dilatih
dipelatihan, pada saat memandu jemaat menyanyi.
5. Ketelitian peserta di dalam mengidentifikasi lagu.
6. Pemanduan jemaat menyanyi.
Model pembelajaran siklus ketiga merupakan perbaikan dari model
pembelajaran siklus kedua yang masih memiliki kendala dalam pembiramaan
ganda, aba-aba untuk pengawalan lagu bertekanan lemah, kurang teliti dan
lupa, kurang tepat dalam menyanyikan ketinggian nada, pemahaman visimisi gereja yang melandasi lagu kurang, dan gereja yang turut pelatihan
hanya sedikit.
Model pembelajaran siklus kedua merupakan perbaikan dari model
pembelajaran siklus kesatu yang masih memiliki kendala dalam hal kurang
dapat menerapkan apa yang didapat dari pelatihan pada saat menyanyikan,
memainkan dan membuat aba-aba dari lagu-lagu jemaat khususnya lagu
berbirama ganda, dan pengawalan lagu bertekanan lemah, tidak teliti dan
lupa, fasilitas yang kurang memadai dan penggunaan waktu yang kurang
efektif yang mengakibatkan kegiatan-kegiatan penting terhambat sehingga
pembinaan keterampilan kurang optimal.
Pada pembelajaran siklus ketiga masih ada sedikit kelemahan yaitu
masalah fasilitas. Fasilitas berupa ruang dan peralatan yang digunakan pada
siklus ketiga masih sama dengan siklus-siklus sebelumnya. Hal ini yang masih
menjadi kendala di siklus ketiga: Kurangnya ruang untuk belajar, kurangnya
jumlah piano dan pengajar menyebabkan kurang optimalnya pembelajaran
khususnya untuk pianis. Namun kendala-kendala yang lain tidak ada. Memang
masih ada kolaborator yang tidak puas dengan hasil pelatihannya yaitu teknik
kondukting, namun peneliti menganggap hal ini merupakan suatu hal yang
wajar saja, bahwa di dalam menyelenggarakan sesuatu selalu saja masih
belum sempurna. Oleh karena kendala-kendala sangat sedikit, maka data
dianggap sudah jenuh sehingga penelitian dihentikan.
Hasil belajar para peserta yang didapat dari tes teori dan praktek,
menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan dari para peserta, dibanding
sebelumnya.
Implikasi
Penelitian ini memiliki implikasi bahwa melalui pelatihan yang intensif dengan
memberikan 8 mata pelajaran yang memuat pengetahuan dan keterampilan
dengan kegiatan yang diadakan secara bersama-sama dan pelatihan individu
di gereja memberikan pengetahuan dan keterampilan yang merata bagi
konduktor dan pianis lagu jemaat GMAHK di seluruh wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa bukan hanya pengetahuan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
57
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
dan keterampilan untuk memandu jemaat menyanyi saja yang ditingkatkan
tetapi juga wawasan dan kesadaran akan mutu musik yang baik yang
merangsang motivasi mereka untuk mempelajari musik lebih mendalam
melalui pelatihan lanjutan.
Pemisahan kelas sejak awal bagi konduktor dan pianis setelah mengikuti
pelajaran standar musik dan landasan musik GMAHK, membuat mereka lebih
intensif dalam mempelajari bidang mereka masing-masing, sehingga saat
bertemu di kelas ansambel, mereka sudah lancar dan materi ansambel
langsung dapat disampaikan. Kelas ansambel yang diadakan sejak awal hingga
akhir tatap muka memberikan kelancaran mereka dalam bermain bersama
dan bekerja sama. Urutan pengelompokan lagu-lagu yang dipelajari dengan
memfokuskan kategori pengawalan birama memberikan kelancaran bagi
mereka untuk gerakan pendahuluan awal lagu yang bertekanan kuat maupun
bertekanan lemah. Dengan mengidentifikasi ciri-ciri musikal lagu dan
pemberian komentar pada sesama peserta saat berpraktek, memberikan
ketelitian dan kewaspadaan terhadap lagu-lagu yang mereka mainkan dan
nyanyikan.
Kegiatan paduan suara sebagai kegiatan ekstra-kurikuler meningkatkan
motivasi mereka untuk selalu hadir pada pelatihan di mana mereka secara
intensif berlatih. Bagi konduktor kegiatan vokalisi yang diadakan di setiap latihan
paduan suara, pembelajaran teknik vokal dan pelatihan di gereja memberikan
kelancaran teknik vokalnya. Demikian juga dengan latihan mendengar
ketinggian nada dari lagu-lagu yang dinyanyikan, memberikan latihan untuk
menyanyikan nada-nada yang benar dari melodi lagu yang sedang
dinyanyikannya.
Latihan menerjemahkan lagu dari notasi balok ke not angka lalu membaca
dan menyanyikan juga membuat mereka lebih teliti, akan notasi lagu-lagu.
Solusi yang digunakan untuk kelancaran penguasaan materi-materi praktek
bagi peserta dengan mengulang-ulang materi tersebut dengan contoh,
peragaan, dan juga menugaskan peserta untuk melatih di rumah menyebabkan
para peserta dapat menguasai lagu-lagu yang harus dipelajari.
Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukkan oleh para
pelatih konduktor dan pianis di gereja-gereja, dan juga acuan bagi panitia
penyelenggara apabila hendak mengadakan siklus berikutnya.
Disarankan agar :
(1) Para kolaborator yang dianggap juga pelatih para konduktor dan pianis di
gereja-gereja dapat melanjutkan hasil penelitian yang selama ini
diterapkan.
58
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
(2) Para pelatih yang bersangkutan dapat menularkan pengalaman yang
diperoleh di peroleh kepada rekan sejawat.
(3) Para pelatih dapat mengembangkan kreativitasnya dalam mengajar
sehingga lebih, pelaksanaan pembelajaran lebih bervariasi dan tidak
monoton.
(4) Para peserta agar tetap mengingat apa yang telah dilatih dipelatihan dan
menerapkan di setiap kesempatan kebaktian.
(5) Bagi pihak penyelenggara dapat menyediakan beberapa ruangan di
tambah dua atau tiga piano serta tambahan dua atau tiga orang
kolaborator yang mengajar piano. Karena di kelas piano, memerlukan
lebih banyak ruang, piano dan pengajar karena penanganannya lebih
individu, untuk pelatihan yang akan datang.
(6) Penelitian ini baru mengungkapkan sebagian kecil permasalahan yang
ada di dalam dunia pendidikan musik umumnya, dan dunia pendidikan
musik rohani gereja khususnya. Masih banyak yang belum terungkap di
dunia pendidikan musik rohani yang tentunya menjadi peluang untuk
dilaksanakan penelitian berkelanjutan di masa yang akan datang.
(7) Siklus penelitian masih dapat dilanjutkan lagi menjadi siklus empat.
Diskusi
Penerapan prosedur pembelajaran di siklus ketiga merupakan model
pembelajaran yang memberikan pemahaman dan keterampilan secara
berjenjang. Pemahaman secara berjenjang dimulai dengan pemahaman akan
doktrin gereja yang melandasi prinsip musik, bagaimana bermusik dan sikap
musisi. Dalam hal ini jelas bahwa sebelum memiliki pemahaman akan ilmu
musiknya, musisi harus mengetahui prinsip doktrin agama. Baru setelah itu
diberi kepahaman dan keterampilan berjenjang ilmu musiknya yang dimulai
dengan pembelajaran yang bersifat individu yang dilanjutkan dengan kelompok.
Namun di samping itu ada pembelajaran terpadu dari beberapa pelajaran.
Untuk konduktor, pembelajaran yang bersifat individu dimulai dengan teknik
vokal yang membelajarkan cara menyanyi dengan baik dan benar, baru
kemudian dilanjutkan dengan keterampilan membaca notasi dan diakhiri
dengan keterampilan melakukan aba-aba. Sedangkan untuk pianis,
pembelajaran yang bersifat individu adalah pengetahuan dasar bagi pianis
pengiring lagu jemaat yang membelajarkan bagaimana memainkan dan
mengiringi lagu jemaat. Semua kegiatan praktek ini dipadukan dengan
pemahaman lagu-lagu jemaat. Dengan pembinaan yang bersifat individu
terlebih dahulu diharapkan mereka sudah memiliki persiapan yang baik saat
di kelas ansambel yang melibatkan kerjasama yang kuat yang sangat
memerlukan kemampuan individu. Penerapan peningkatan kemampuan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
59
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
dengan menggunakan jenjang dapat dipandang sebagai suatu usaha dalam
memberikan pemahaman dan keterampilan secara bertahap yang akan
memperkokoh kemampuan itu sendiri.
Kegiatan pembelajaran yang diadakan secara bersama-sama di hari
Minggu memungkinkan pemerataan pendidikan, dan pembelajaran yang
diadakan di gereja masing-masing memungkinkan peserta berpraktek secara
langsung dalam kegiatan kebaktian dan mematangkan keterampilan secara
individu melalui pembelajaran terpadu. Metode pembelajaran yang digunakan
yaitu metode ceramah, tanya jawab peragaan dan praktek merupakan metode
yang ideal digunakan untuk pelatihan, karena menanamkan pemahaman dan
keterampilan. Langkah-langkah pembelajaran menuruti urutan materi dalam
silabus setiap pelajaran yang disusun sesuai standar yang baku, memberikan
jaminan bahwa peserta mendapatkan materi pembelajaran beserta urutan
yang tepat. Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam pemecahan masalah
memantapkan apa yang dicapai dan merangsang motivasi belajar peserta
merupakan hal-hal yang dapat dibuktikan memberikan solusi pada
permasalahan yang ada.
Dari hasil tes teori dan praktek terbukti bahwa dengan menggunakan
prosedur pembelajaran tersebut peserta pelatihan siklus ketiga ini memiliki
hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan peserta pelatihan siklus
sebelumnya.
Pemahaman berjenjang dan terpadu di dalam pendidikan musik bukan
sesuatu hal yang baru. Urut-urutan materi silabus yang digunakan dalam
pelatihan ini memiliki standar yang baku, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dengan metode serta media yang digunakan biasa dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran musik. Hanya saja prosedur serta strategi yang dilaksanakan
disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Model pembelajaran yang dilakukan pada pelatihan di sini merupakan
model yang digunakan dalam mengusahakan pemerataan pendidikan musik
di lingkungan Gereja Masehi Advent yang terdiri dari lebih 90 gereja yang
memiliki permasalahan yang sama. Tidak semua gereja memiliki konduktor
dan pianis, dan yang mengikuti pelatihan ini baru 20 sampai 25 gereja di
setiap siklus. Hal ini disebabkan berbagai alasan seperti jarak tempat pelatihan
terlalu jauh, tidak ada biaya, dan ada kesibukan lain.
Ciri khas model pembelajaran di sini adalah:
1. Peserta harus mengetahui prinsip musik GMAHK yang dilandasi oleh doktrin
gereja terlebih dahulu.
2. Untuk pemerataan pengetahuan dan keterampilan serta memperkokoh
pemahaman serta keterampilan diadakan pelatihan bersama dengan
pembelajaran berjenjang untuk keterampilan individu dan pembelajaran
terpadu untuk keterampilan bersama saat terlibat kerjasama.
60
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
3. Untuk mematangkan keterampilan diadakan pelatihan di gereja masingmasing dengan pembelajaran terpadu sambil berpraktek memandu
jemaat.
4. Diadakan tes di pertengahan serta akhir pelatihan.
5. Peserta diberi tugas yang harus dilatih di rumah.
Permas al ahan bagi ko nduktor dan piani s jemaat s erta
kekurangpengetahuan anggota jemaat dalam menyanyikan lagu-lagu jemaat
tidak saja terjadi di lingkungan GMAHK saja tetapi juga di denominasi yang
lain. Hal ini dapat diketahui oleh peneliti, karena secara kebetulan peneliti
sempat berkunjung ke gereja-gereja tersebut dan melihat permasalahan yang
sama apalagi dalam lingkungan gereja protestan hampir memiliki lagu-lagu
yang sama dan kesalahan yang sama dengan GMAHK. Demikian juga kondisi
musisinya dapat dikatakan memiliki kemampuan dan kondisi kurang lebih sama.
Sejauh ini sepengetahuan peneliti gereja-gereja tersebut belum
mengoptimalkan kegiatan pelatihan bagi musisinya. Sebuah institusi Kristen
bergengsi pernah mengadakan pelatihan kilat selama 3 hari bagi konduktor
dan pianis jemaat. Kegiatan pembelajaran tidak memberikan keterampilan
secara individuil, namun dilakukan bersama-sama mempelajari lagu-lagu
jemaat yang bermasalah dengan petunjuk, contoh kemudian diperagakan
bersama dengan gerak aba-aba yang sederhana sambil diiringi piano oleh
salah seorang kolaborator. Tidak ada pembelajaran teori seperti prinsip-prinsip
bermusik, landasan lagu seperti pada pelatihan di GMAHK.
Model pembelajaran yang baru berjalan dilingkungan GMAHK belum pernah
dilaksanakan ditempat yang lain. Dengan pembahasan di atas peneliti
berpendapat bahwa model pembelajaran yang sudah diberlakukan
dilingkungan GMAHK dapat diberlakukan di gereja-gereja luar lingkungan
GMAHK khususnya bila ingin mengadakan pemerataan pendidikan, kokohnya
keterampilan dan benar-benar menghayati prinsip dasar yang melandasi musik
gereja itu sendiri.
Daftar Pustaka
______ (1985). Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia
Anderson, Rin W & Krathwohl David R, .(2001). A Taxonomi for Learning,
Teaching and Assessing. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Gardner, Howard. (1999). Intelligence reframed, New York: Basic Book
Gardner, Howard. The seven types of intelligence. Http/www.awopnet.com/
ed/TAG/7 Inteligences, htm
Greenwood, Davydd J. (1999). Introduction to action research, London: Sage
Publication
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
61
Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK
Hooper, Wayne and Edward E. White. (1988) Companion to the seventh day
adventist hymnal, Washington: Review and Herald Publishing
Association
Mangkuprawiro, Syafri. (2002). Manajemen sumber daya manusia strategik.
Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia
Miarso, Yusufhadi. (1985). Suatu model teknologi pendidikan untuk pemerataan
kesempatan pendidikan di Indonesia. Disertasi, IKIP Malang
Mills, Geoffrey E. (2000). Action research a guide for the teacher research.
New Jersey: Merriel, an Imprint of Prentice Hall
Musik, Komite.(2000) Penuntun Musik GMAHK Konferens DKI dan Sekitarnya,
Jakarta: Konferens DKI GMAHK
Moleong, Lexy J. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Richey, Rita. (1986).The Theorical and conceptual bases of instructional design,
New York: Nicholas Publishing Company
62
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Opini
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif
Landasan Berpikir dan Pengembangan
Teori dalam Penelitian Kualitatif
Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc.*)
Abstrak
ikotomi penelitian kuantitatif dan kualitatif yang selama ini digunakan
kurang tepat karena dalam penelitian tertentu kedua pendekatan ini
dipergunakan secara bersama-sama. Dilihat dari pendekatan,
penggolongan yang lebih sesuai ialah pendekatan positivistik,
postpositivistik atau fenomenologik dan hermeneuistik. Pendekatan pertama
yang berakar pada ilmu-ilmu eksakta menemukan kebenaran untuk tujuan
generalisasi. Pendekatan kedua dan ketiga yang berakar pada ilmu sosial dan
antropologi menemukan kebenaran tidak untuk keperluan generalisasi. Untuk
penelitian di bidang sosial, seharusnya pendekatan fenomenologik atau
hermeneustik yang diterapkan. Pendekatan postpositivistik masih berkembang
dengan perspektif ideologi baru seperti seperti pasca modernis, paradigma
kritis, penedekatan feminis, dan pendekatan konstruktivis yang perlu dikaji
lebih lanjut.
D
Kata kunci: Paradigma penelitian, kebenaran, kuantitatif, kualitatif, positivistik,
pascapositivistk, hermeneustik
Abstract
As both quantitative and qualitative approaches can be employed in a research
simultaneously , the dichotomy of these two approaches should be
reconsidered. The research approaches can be classified as positivistic and
post positivistic or phenomenological and hermeneuitic approaches. The first
approach based on the pure science is mostly used for findings to be
generalized. The second and the third based on the sociology and anthropology
are not intended for a generalization. The researchers in social studies should
employ more phenomenological or hermeneuitic approaches. The post
positivistic is still developing such as postmodernism, critical paradigm, feminist
approaches, and constructivism which need more studies.
*) Guru Besar Universitas Negeri Jakarta
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
63
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif
Pendahuluan
Sebenarnya penulis kurang sependapat dengan dikotomi penelitian kuantitatif
dengan kualitatif, sebab ke duanya saling mengisi. Hampir semua penelitian
sosial merupakan kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif, oleh
karena itu, sesuai dengan pendapat Newman dan Benz (1998:9-10) ke dua
metodologi tersebut merupakan continuum interaktif. Ke dua pendekatan
tersebut memang dapat dibedakan karena latar belakang filsafatnya dapat
dibedakan; pendekatan kuantitatif digunakan bila seseorang memulainya
dengan teori atau hipotesis dan berusaha membuktikan kebenarannya,
sedangkan pendekatan kualitatif bila seseorang berusaha menafsirkan realitas
dan berusaha membangun teori berdasarkan apa yang dialami.
Dikotomi yang lebih tepat adalah antara postivistik dan pascapostivistik
atau fenomenologik. Pendekatan postivistik berakar pada ilmu-ilmu eksakta
dan karena itu dapat juga disebut pula dengan studi statistik. Dalam penelitian
ini dipersyaratkan adanya variabel yang dikontrol, pengacakan sampel,
pengujian validitas dan realibilitas instrumen, dan ditujukan untuk
menggeneralisasi sampel ke dalam populasi. Termasuk dalam kategori
penelitian ini adalah eksperimen, kuasi-eksperimen, survai, desain pretestpostest, korelasi dan lain-lain (Campbell dan Stanley, 1963). Pendekatan
pascapostivistik/fenomenologik berakar pada tradisi dalam sosiologi dan
antropologi yang bertujuan untuk memahami suatu gejala seperti apa adanya
tanpa harus mengontrol variabel dan tidak berusaha menggeneralisasi gejala
tersebut dalam gejala-gejala yang lain. Termasuk dalam penelitian ini adalah
etnografi, studi kasus, studi naturalistic, sejarah, biografi, teori membumi
(grounded theory), dan studi deskriptif (Creswell, 1998; Denzin dan Lincoln,
2003; Merriam, 1998).
Landasan Berpikir
Semua penelitian pada hakekatnya merupakan usaha mengungkap kebenaran.
Kebenaran ini dapat dibedakan dalam empat lapis. Lapis paling dasar adalah
kebenaran inderawi yang diperoleh melalui pancaindera kita dan dapat
dilakukan oleh siapa saja; lapis di atasnya adalah kebenaran ilmiah yang
diperoleh melalui kegiatan sistematik, logis, dan etis oleh mereka yang
terpelajar. Pada lapis di atasnya lagi adalah kebenaran falsafati yang diperoleh
melalui kontemplasi mendalam oleh orang yang sangat terpelajar dan hasilnya
diterima serta dipakai sebagai rujukan oleh masyarakat luas. Sedangkan pada
lapis kebenaran tertinggi adalah kebenaran religi yang diperoleh dari Yang
Maha Pencipta melalui wahyu kepada para nabi serta diikuti oleh mereka
yang meyakininya.
64
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif
Kebenaran falsafati dan religi dianggap sebagi kebenaran mutlak. Kepada
kita hanya ada dua pilihan: ambil atau tinggalkan (take it or leave it); kalau
kita mengambilnya atau menganutnya maka kita harus mengerjakan semua
perintah atau ajarannya. Namun justru karena perkembangan dalam falsafah
dan agama itu sendiri, serta perkembangan budaya dan akal manusia, maka
kita mulai mempertanyakan apakah memang kebenaran mutlak itu
mengharuskan adanya kesatuan pengertian dalam segala hal mengenai hidup,
kehidupan, dan bahkan alam semesta ini seragam? Mulailah berkembang
berbagai mazhab atau aliran dalam bidang falsafah dan agama dengan
memberikan penafsiran terhadap apa yang telah diperintahkan secara tertulis.
Kalau kebenaran falsafati dan religi saja memungkinkan adanya tafsir
yang menimbulkan mazhab atau aliran tersendiri, apalagi dalam memperoleh
kebenaran ilmiah. Kita semua dilahirkan aebagai mahluk yang unik, masingmasing di antara kita berbeda. Kalau penampakan kita saja dapat dibedabedakan, seperti misalnya sidik jari dan DNA, apalagi yang kasatmata yang
ada dalam otak dan hati kita masing-masing. Suatu gejala atau peristiwa
yang sama, dapat diberi arti yang lain oleh orang yang berlainan. Timbul pula
pertanyaan apakah gejala yang kita amati di sekitar kita yang didasarkan
pada akal sehat (common sense) dapat pula dipertimbangkan sebagai
kebenaran yang dapat diterima secara ilmiah. Seringkali kita ragu-ragu untuk
menentukan apakah pikiran sehat (common sence) dapat dikategorikan
sebagai salah satu inkuiri ilmiah (scientific atau disciplined inquiry), yang
bertujuan untuk memperoleh kebenaran ilmiah.
Meskipun semua penelitian ilmiah, apakah itu eksperimen, korelasional,
studi kasus, evaluasi, histori, biografi, riset tindakan, riset kebijakan dan lainlain, merupakan usaha investigatif untuk menemukan kebenaran tentang dunia,
namun ada perbedaan yang mendasar tentang dunia tersebut. Ada dua ujung
kubu yang berbeda penafsirannya tentang dunia. Pada satu kubu yang
sumbernya dapat ditelusuri pada sekitar 400 tahun SM dengan dipelopori
oleh Plato (paham idealis), berpendapat bahwa penginderean manusia
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipercaya (reliable) untuk dijadikan
sumber pengetahuan. Dunia dianggap mengandung gagasan dan nilai-nilai
abadi dan obyektif, yang dapat dipahami melalui pikiran. Penganut paham ini
juga berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan ciri-ciri yang sudah
ditentukan (predetermined). Aristoteles, seorang murid Plato, mempunyai
pendapat yang berbeda mengenai cara memperoleh pengetahuan dan
kebenaran. Aristoteles (paham realis) berpendapat bahwa dunia berjalan atas
dasar hukum alam yang tetap, yang dapat ditemukan dengan melalui observasi
dan pemikiran. Kebenaran diperoleh melalui penggunaan logika formal dan
operasi matematikal atau statistik.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
65
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif
Pada kubu yang berseberangan terdapat paham empiris, yang antara
lain dipelopori oleh Francis Bacon dan John Locke. Penganut paham ini
berpendapat bahwa pertimbangan manusia (human judgment) merupakan
kunci untuk mentransformasikan data mentah menjadi penegetahuan. Data
empirik yang diperoleh melalui penginderaan mengenai dunia, adalah cara
yang terpenting untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan. Kedua kubu
pendapat tersebut ditengahi oleh Emanuel Kant dalam buku The Critique of
Pure Reason dengan paham rasionalisnya, yang berpendapat bahwa
pengetahuan dapat dibangun baik melalui proses induktif dari pengalaman,
maupun dengan proses deduktif menggunakan penalaran. Semua pengetahuan
yang dibangun melalui pendekatan deduktif didasarkan pada logika formal
dan matematik, harus dapat diuji dan dibuktikan secara empirik. (Eichelberger,
1989:2-3).
Eichelberger selanjutnya membedakan tiga paradigma filsafat yang
melandasi metodologi pengetahuan, yaitu: positivistik, fenomenologik, dan
hermeneutik (1989:4-8). Penganut filsafat positivistik berpendapat bahwa
keberadaan sesuatu merupakan besaran yang dapat diukur. Peneliti adalah
pengamat yang objectif atas peristiwa yang terjadi di dunia. Mereka percaya
bahwa variabel yang mereka teliti, merupakan suatu yang telah ada di dunia.
Hubungan antara variabel yang mereka temukan, telah ada sebelumnya untuk
dapat diungkap. Pengetahuan merupakan pernyataan atas fakta atau keyakinan
yang dapat diuji secara empirik. Variabel dan pengetahuan tentang manusia,
dapat dinyatakan dalam istilah fisika seperti halnya dalam pengetahuan
eksakta. Misalnya peran Kepala Sekolah dapat dijabarkan meliputi variabel
kemampuan komunikasi, kepemimpinan, dan hubungan antar personal.
Tradisi positivistik ini menggunakan landasan berpikir:”kalau sesuatu itu
ada, maka sesuatu itu mengandung besaran yang dapat diukur.” (Eichelberger,
h.4). Banyak di antara kita menganggap bahwa pernyataan itu masuk akal,
sebab kalau kita tidak dapat mengukur dengan tepat, bagaimana kita dapat
mengetahui hubungan dengan variabel lain. Para positivis berpendapat bahwa
penelitian adalah pengamat obyektif atas peristiwa yang ada di alam semesta,
di mana peneliti tersebut tidak mempunyai pengaruh atau dampak terhadap
peristiwa tersebut. Teori penguatan (reinforcement theory) oleh Skinner
misalnya, merupakan rampatan dari percobaan laboratorik dengan merpati.
Peneliti memberikan berbagai macam rangsangan kepada burung merpati
yang dikurung, dan reaksi burung itu dicatat dan diulang hingga diperoleh
atau terjadi peristiwa yang berlaku secara tetap. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, lahirlah kemudian teori yang mendasari dikembangkannya pengajaran
terprogram, antar lain dalam bentuk “mesin pengajaran” (teaching machine),
66
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif
Para penganut positivistik yang setia memandang pengetahuan sebagai
pernyataan mengenai keyakinan atau fakta yang dapat diuji secara empirik,
dapat dikonfirmasi atau dapat ditolak. Variabel mengenai ciri manusia, seperti
misalnya kemampuan berbahasa, dapat dinyatakan dalam bentuk istilah fisik
yang dapat dihitung sebagaimana halnya dalam ilmu alam. Kemampuan
membaca misalnya ditunjukkan dengan indikator perbendaharaan kata,
gramatika, ejaan, dan pemahaman. Indikator ini kemudian dijabarkan secara
kuantitatif dalam serangkaian instrumen yang hasilnya dapat dinyatakan
dengan angka. Demikian pula motivasi belajar misalnya dijabarkan dalam
indikator operasional keinginan, ketekunan, usaha, persaingan dan sebagainya.
Indikator operasional ini dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian instrumen
yang dapat dikuantifikasikan. Oleh karena itu pendekatan positivistik ini
seringkali juga dikenal sebagai paradigma kuantitatif kerena semua datanya
perlu ditransfer dalam bentuk angka yang dapat dihitung.
Pendekatan positivistik ini telah begitu dominan ibarat tabir yang menutupi
berbagai upaya yang memperoleh kebenaran dengan melalui cara lain. Yang
lebih parah bahkan dibuat pedoman untuk melakukan penelitian dengan format
yang standar termasuk harus adanya hipotesis dan pengujian atasnya.
Pembakuan seperti ini mungkin dilakukan untuk mempermudah pengelolaan,
tetapi juga dicurigai bahwa para pengambil keputusan yang menetapkan
pedoman tersebut tidak peduli (ignorance) dengan berbagai pendekatan atau
paradigma baru dalam memperoleh kebenaran ilmiah.
Filsafat fenomenologik pertama kali dikembangkan oleh seorang
matematikawan Jerman Edmund Husserl (1850-1938). Menurut Husserl seperti
dikutip Creswell (1998:52) filsafat fenomenologik berupaya untuk memahami
makna yang sesungguhnya atas suatu pengalaman dan menekankan pada
kesadaran yang disengaja (intentionallity of consciousness) atas pengalaman,
karena pengalaman mengandung penampilan ke luar dan kesadaran di dalam,
yang berbasis pada ingatan, gambaran dan makna. Filsafat fenomenologik
menganggap bahwa pengalaman bukanlah merupakan suatu dunia eksternal
yang bersifat objektif. Pengalaman bukan sekedar lama waktu seseorang
berinteraksi dengan lingkungannya, melainkan pelajaran yang diperoleh dalam
rentangan waktu tertentu. Seorang dosen yang telah memberi kuliah selama
15 tahun dapat berarti mempunyai pengalaman setahun diulang 14 kali, jadi
bukan berpengalaman 15 tahun. Untuk memahami pengalaman itu digunakan
pemikiran, perasaan, tanggapan, dan berbagai ungkapan psikologis atau
mental lain. Gejala yang diamati dari suatu pengalaman perlu dibandingkan
dengan pengalaman lain agar hal-hal yang esensial dari berbagai pengalaman
itu dapat dipahami. Hal-hal yang esensial tersebut selanjutnya perlu
digabungkan dengan hasil pengalaman lain, sehingga dapat diidentifikasi
kesamaan yang bersifat hakiki. Keberadaan manusia memang bersifat unik,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
67
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif
karena adanya ciri-ciri khas yang melekat pada diri manusia itu sendiri-sendiri.
Namun dari berbagai keunikan tersebut dapat disimpulkan adanya kebenaran
yang berlaku umum.
Paradigma fenomenologik ini justru menggunakan akal sehat (common
sense) yang oleh penganut positivistik dianggap tidak/kurang ilmiah. Akal sehat
ini mengandung makna yang diberikan seseorang dalam menghadapi
pengalaman dan kehidupannnya sehari-hari. Jadi tidak semata-mata
didasarkan pada data atau informasi yang diperoleh melalui penginderaan.
Dalam paradigma ini suatu kebenaran ilmiah tidak dimulai dengan adanya
sejumlah teori yang mendasari, namun secara induktif mengakumulasikan
pengalaman khusus menjadi umum, atau yang konkrit menjadi abstrak, dan
bahkan kemudian bahkan mengukuhkan pengalaman itu menjadi teori (teori
membumi = grounded theory) yang bersifat holistik (meliputi segala sesuatu
yang berkaitan dengan pengalaman yang bersangkutan). Kebenaran ilmiah
menurut paradigma ini tidak bersifat nomotetik melainkan bersifat ideografik,
yaitu mengungkap secara naratif dengan memberikan uraian rinci mengenai
hakekat suatu objek atau konsep. Kebenaran itu juga bersifat unik dan hanya
dapat ditransfer bila kondisi dan situasinya sama atau tidak berbeda. Kebenaran
ini sarat dengan nilai (value loaded).
Filsafat hermeneutik dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dilthey
(Bleicher, 2003: 17; Eichelberger, 1998: 7), dalam usaha mencari kebenaran
dengan menafsirkan makna atas gejala yang ada. Sejarawan akan menafsirkan
legenda, artefak atau berbagai naskah kuno berdasarkan perspektif terkini.
Seorang ahli tafsir agama akan berusaha menelaah ayat-ayat dari kitab suci
dan memberikan makna berdasarkan kondisi yang berkembang sekarang.
Sedangkan seorang ahli hukum akan menafsirkan pasal dan ayat dalam kitab
hukum dan jurisprudensi dengan mempertimbangkan azas keadilan dan/atau
manfaat. Interprestasi atau penafsiran tersebut berlangsung dalam suatu
konteks tradisi. Implikasinya adalah bahwa ilmuwan sosial atau interpretator
harus telah memiliki pra-pemahaman atas objek ketika ia mengkaji objek
tersebut, sehingga tidak mungkin untuk memulai dengan sebuah pemikiran
netral (Bleicher, 2003: ix). Pengkajian atas objek itu harus dilakukan dengan
sungguh-sungguh, mendalam, teliti dan tepat agar dapat diterima oleh orang
lain yang melakukan pengkajian yang sama, dan kemudian dapat digabungkan
menjadi bangunan pengetahuan.
Pendekatan hermeneutik ini pada awalnya banyak digunakan oleh para
agamawan, sejarawan dan ahli hukum. Mereka ini menafsikan apa yang ada
dalam naskah (kitab suci, artefak atau kitab undang-undang) sesuai masalah
yang dihadapinya dengan membangun argumentasi sendiri. Paradigma
hermeneutik, meskipun dapat dikatakan satu kategori dengan paradigma
68
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif
fenomenologik, mempunyai sejumlah ketentuan yang berbeda. Kebenaran
ilmiah dalam paradigma ini tidak analitik maupun holistik, melainkan sintetik
yaitu memadukan pendapat yang berlawanan (tesis dan antitesis). Kebenaran
dinyatakan dalam bentuk interpretatik, yaitu penafsiran yang didasarkan pada
keyakinan tertentu. Pendekatan yang dilakukan tidak berupa deduktif atau
induktif, melainkan sinkretik, yaitu menggunakan berbagai pandangan dan
praktek. Seorang pengacara dalam membela kliennya, tidak hanya menafsirkan
hukum dari aspek legal saja (secara deduktif membangun kesimpulan dari
kasus), melainkan berusaha memasukkan aspek moral, sosial dan politik,
sehingga diharapkan dapat menjadi suatu keputusan jurisprudensi tersendiri.
Data dan informasi yang dikumpulkan tidak dari latar laboratorik maupun
empirik, melainkan dengan cara empatik yaitu data yang diperoleh dengan
membangun kepedulian dengan adanya getaran yang bermakna. Kebenaran
diperoleh melalui penafsiran yang tidak memihak, meskipun dilandasi oleh
prasangka dan adanya pengetahuan awal. Setiap pengacara akan bertolak
dari azas praduga tidak bersalah sebagai suatu kebenaran. Dia berlindung
dibalik azas ini tanpa “kelihatan” memihak kepada klien yang dibelanya.
Kebenaran yang diusahakan adalah kebenaran yang dapat diterima oleh
mereka yang berkepentingan. Kebenaran ini tidak bersifat bebas nilai.
Sintesis atas berbagai landasan epistemologik guna memperoleh
pengetahuan atau kebenaran ilmiah dapat digambarkan sebagai berikut:
Positivistik
Analitik
Nomotetik
Dedukatif
Laboratorik
Pembuktian dengan logika
Kebenaran universal
Bebas nilai
Fenomenologik
Holistik
Ideografik
Induktif
Empirik
Pengukuhan pengalaman
Kebenaran bersifat unik
Tidak bebas nilai
Hermeneutik
Sintetik
Interpretatik
Sinkretik
Empatik
Penafsiran tak memihak
Kebenaran yang diterima
Tidak bebas nilai
Para ilmuwan dalam bidang eksakta (kimia, fisika, biologi dsb.) cenderung
menggunakan posisi ontologik logical positivism, yang memandang dunia
sebagai telah tertata secara objektif, dan karena itu usaha espistemologik
untuk memperoleh kebenaran adalah dengan metode objektif dengan hasil
yang dapat digeneralisasikan. Pendapat para ilmuwan eksakta ini memang
telah mengakar dan sangat populer, sehingga banyak ilmuwan sosial yang
mengikutinya dengan membuta. Para ilmuwan sosial yang peduli, seyogyanya
berbeda dengan mereka yang ada dalam posisi logical positivism, yaitu dengan
mengambil posisi ontologik hermeneutik (hermeneutics) atau fenomenologik
(phenomenologycs) dengan titik tolak bahwa dunia itu bersifat subjektif, dan
karena itu diperlukan usaha epistemologik dengan menafsirkan dunia yang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
69
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif
subjektif tersebut. Dunia, menurut penganut aliran ini, tidak terorganisasikan
secara objektif sesuai dengan prakonsepsi sebagian orang, dan karena itu
diperlukan berbagai cara alternatif untuk memahaminya. (Greenwwod & Levin,
1998: 68).
Kebenaran pascapositivistik ini masih belum lengkap, karena akhir-akhir
ini telah berkembang perspektif ideologis baru, atau masih adanya tabir yang
perlu diungkapkan lagi. Perspektif ideologis baru itu meliputi paradigma pasca
modernis (postmodernism), paradigma kritis (critical paradigm), pendekatan
feminis (feminist approaches), dan pendekatan konstruktivis. Paradigma baru
ini pada dasarnya menganggap bahwa perkembangan ilmu tidak dapat
dipisahkan dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Seperti halnya pada paradigma pasca positivistik, kebenaran dalam paradigma
baru ini bersifat unik dan menekankan pada manusia sebagai mahluk yang
mampu membangun pengetahuan sendiri yang tidak terlepas dari
lingkungannya. Paradigma baru ini masih perlu dikaji dan dipelajari lebih dalam
lagi untuk dapat disajikan.
Posisi Teori
Pendekatan pascapositivistik cenderung menggunakan teori secara bervariasi.
Kebanyakan menggunakan teori sebagai “jendela” untuk mengamati gejala
yang ada, dan berdasarkan data empirik dari lapangan yang berhasil
dikumpulkan, dianalisis dan disintesiskan dalam bentuk teori sebagai teori
yang membumi. Dengan kata lain, tidak berusaha untuk membuktikan teori.
Pendekatan ini senantiasa memandang manusia sebagai mahkluk yang unik,
oleh karena itu dalam penelitian untuk memecahkan masalah belajar misalnya,
penelitian ini cenderung menggunakan landasan teori belajar konstruktivis.
Teori ini secara ringkas menyatakan bahwa setiap orang membangun
pengetahuan, sikap atau keterampilan berdasarkan pengalaman, pengetahuan
yang telah ada sebelumnya, serta keserasian dalam lingkungannya. Jadi
bersifat subjektif. Namun kalau apa yang dibangunnya itu dapat diterima oleh
lingkungannya, maka terjadilah gejala yang dikenal dengan intersubjektivitas.
Pendekatan positivistik pada dasarnya menggunakan teori dalam
merumuskan hipotesis dan pertanyaan penelitian, dan kemudian berusaha
membuktikannya. Teori dianggap sebagai penjelasan dan peramalan ilmiah
(scientific explanation and prediction). Teori didefinisikan sebagai “a set of
interrelated constructs (variables), definitions, and propositions that present
a systematic view of phenomena by specifying relations among variables,
with the purpose of explaining natural phenomena” (Creswell, 2003:120).
70
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif
Kesimpulan
Penelitian kualitatif atau pascapostivistik perlu mendapat perhatian lebih besar
dari para ilmuwan sosial, atau mereka yang bermaksud untuk memecahkan
masalah yang berhubungan dengan keberadaan manusia sebagai mahluk yang
unik. Kebenaran mengenai mahluk ini dapat diungkapkan dengan berbagai
pendekatan baik kuantitatif maupun kualitatif, namun disarankan agar azas
aksiologis dalam memperoleh kebenaran itu lebih diutamakan daripada
kecanggihan kebenaran matematis.
Masih banyak yang harus kita pelajari dan laksanakan dalam penelitian
pascapositivistik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah adanya iklim
keterbukaan, dukungan moral dan kebijakan, dan keinginan untuk mencari
kebenaran dengan cara yang lebih manusiawi, agar pendekatan penelitian ini
dapat dikembangkan sebagai perkembangan paradigma penelitian.
Daftar Pustaka
Creswell, John W. (1998). Qualitative inquiry and research design: Choosing
among the five traditions. London: Sage Publications
——-- Research Design. (2003). Qualitative, quantitative, and mixed methods
approaches. Second edition. London: Sage Publications
Denzin, Norman K. & Yvonna S. Lincoln. (eds.) (1994). Handbook of qualitative
research, London: Sage Publications
Eichelberger, Tony R. (1989). Disciplined inquiry: Understanding and doing
educational research. New York: Longman Inc.
Merriem, Sharan B. (1998). Qualitative research and case study applications
in education. San Franscisco: Jossey-Bass Publishers
Newman, Isadore and Benz, Carolyn R. (1998). Qualitative-quantitative
research methodology. Exploring the interactive continuum. Souther
Illinois University
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
71
OpiniCare and Share
Love,
Love, Care and Share*
Sebuah Tinjauan Praktis dari Perspektif
Iman Kristen
Djudjun Djaenudin Supriadi, S.Th*)
Abstrak
emiskinan yang dialami oleh rakyat Indonesia baik karena kenaikan
BBM ataupun sebab-sebab lainnya mengakibatkan meningkatnya tindak
kekerasan dalam masyarakat. Kekerasan yang dilakukan seolah-olah
membenarkan anggapan bahwa perasaan orang seakan-akan
menumpul, kurang ada rasa peka, rasa kasih, peduli satu pada yang lain.
Untuk mengatasi kekerasan bahkan perasaan tertekan dari sebagian rakyat,
maka menurut penulis perlu ditanamkan kepada seluruh bangsa Indonesia,
teristimewa seluruh keluarga BPK PENABUR sebuah pendidikan dan sikap
peduli: Love, Care and Share. Penulis mencoba menawarkan bagaimana Love,
Care and Share diimpelmentasikan dilihat dari perspektif iman Kristen.
K
Kata kunci : Love, care dan share
Abstract
The poverty in Indonesia is caused by an amount of reasons including the
increasing price of oil that creates various violence in the community. A lot of
people believe the violence as an evidence of blunted emphathy, love, and
care. To solve the problem the writer thinks it is necessary to conduct the
education with the spirit and practise of love, care and share in the nation
wide, particularly within BPK PENABUR it self. Love, care, and share are
develoved Christian value.
Pendahuluan
Pada bulan April 2005 pemerintah Indonesia menaikan harga BBM. Walaupun
beberapa ahli mengatakan tidak ada korelasi langsung antara kenaikan BBM
itu dengan pertambahan jumlah rakyat miskin, Badan Pusat Statistik (BPS)
memberikan data cukup mengejutkan bahwa semula badan ini menunjukan
jumlah rakyat miskin adalah 36 juta. Setelah dilakukan cek lapangan dan
*) Kepala Bidang Kerohanian BPK PENABUR Jakarta
72
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Love, Care and Share
klarifikasi, ternyata jumlahnya lebih dari 50 juta1, bahkan dengan jumlah yang
tidak mempunyai KTP2 maka rakyat miskin ini berjumlah 60 juta. Jumlah ini
menurut penulis makin bertambah ketika pemerintah menaikkan kembali BBM
pertanggal 1 Oktober 2005 karena kenaikan yang dialami berakibat secara
langsung atau tidak langsung kepada kenaikan barang, inflasi3 sehingga
makin menyulitkan dan mengecilkan daya beli rakyat yang pada akhirnya jumlah
rakyat miskin bertambah banyak.
Kemiskinan yang menyebabkan kesulitan yang dialami oleh rakyat akan
mengakibatkan masyarakat cenderung untuk makin menjadi individualis dan
egois. Orang mengejar kepentingannya sendiri, dengan cara halal maupun
tidak halal, tanpa peduli bahwa akan ada orang/kelompok agama/kelompok
suku/masyarakat/negara yang menderita atau dirugikan karena perbuatannya.
Kemiskinan dan akibat-akibat ditimbulkannya juga dapat meningkatkan
tindak kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tampak tidak hanya
di layar TV, tetapi telah merasuk dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
perampokan nasabah bank atau perkelahian pelajar dengan menggunakan
berbagai alat terjadi bukan hanya antar orang dengan siapa mereka ada
perkara, melainkan juga dengan orang yang sama sekali mereka tidak kenal.
Perasaan orang seakan-akan telah menumpul; kurang ada rasa peka, rasa
kasihan dan rasa kasih satu pada yang lain.
Perlunya Penekanan Love, Care and Share
Untuk mengatasi kekerasan bahkan perasaan tertekan dari sebahagian rakyat
kita maka menurut penulis perlu ditanamkan kepada seluruh keluarga BPK
PENABUR sebuah program pendidikan Love, care and share. Progam ini bukan
hanya meningkatkan kognisi dan psikomotor, tetapi terutama yang
mengembangkan afeksi seluruh keluarga BPK PENABUR. Program tersebut
dapat menumbuhkan perhatian, motivasi dan sikap yang memperbaiki
hubungan antar manusia dan menajamkan kembali perasaan untuk saling
mengasihi dan saling mempedulikan.
Love, Care and Share adalah kebutuhan emosional dan psikologis yang
essensial. Kalau kebutuhan ini tidak dipenuhi, manusia tidak dapat hidup
berarti, sejahtera dan bahagia. Bahkan seorang bayi akan mati merana jika
tidak menerima kasih sayang dan kehangatan dari sesama manusia, meskipun
kebutuhan fisiknya dipenuhi. Kekurangan Love, Care and Share waktu anak
masih kecil, akan membawa akibat yang menetap. Seorang anak yang pada
masa kecilnya dididik dengan keras dan kejam serta menerima sedikit kasih
dan kehangatan, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang beringas, yang
tidak mengenal rasa peduli dan kasihan kepada orang lain, seperti tampak
pada sejarah Hitler4 .
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
73
Love, Care and Share
Love, Care and Share adalah hukum yang terutama dari semua hukum,
seperti dinyatakan oleh Tuhan Yesus dalam Injil Matius yang berbunyi:
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap
jiwamu dan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
(Matius 22 : 37-39 dan Markus 12: 30-31)
Maksud disebutkannya segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan ialah agar
kita mengasihi Allah dengan segenap diri kita sebagai kesatuan dari tubuh,
jiwa roh, akal budi, perasaan dan kemauan kita. Hidup kita sepenuhnya harus
diarahkan dan patuh kepada perintah Allah; sehingga Allah yang menjadi
Raja dalam hidup kita dan kehendakNya yang berlaku di dalam hidup kita.
Melaksanakan hukum ini membawa konsekuensi bahwa kita harus mengasihi
sesama dan disinilah Love, Share and Care terjadi. Kita mengasihi karena
Tuhan Yesus telah mengasihi kita terlebih dahulu. Karena kasihNya Ia telah
memberikan seluruh diriNya untuk menebus kita. Sebab itu, kita diminta
untuk mengasihi sesama manusia (bdk Yoh 13:39).
Sesama manusia tidak terbatas pada keluarga, teman, tetangga, orang
sesuku, seagama, sebangsa, tetapi juga musuh kita dan orang-orang yang
tidak kita kenal, yang ditempatkan Tuhan dalam jalan hidup kita, bahkan
termasuk orang-orang lain pun di seluruh dunia. Semua manusia adalah
bersaudara karena semua orang adalah anak-anak Allah.5
Bisa saja kita kurang menyukai tetangga kita, namun jika kita percaya bahwa
Allah memelihara kita dan juga tetangga kita, dan bahwa Tuhan datang untuk
tetangga maupun untuk kita, maka kita harus mengasihi dia; kalau tidak, kita
akan menghina Tuhan yang mengasihi dia. Maka satu-satunya cara seorang
membuktikan bahwa ia mengasihi Allah ialah dengan menunjukkan kasihnya
kepada sesamanya,sama seperti ia mengasihi dirinya sendiri.6
Bagaimana Kita mengajarkan Love, Care and Share
Sebelum kita mengajarkan Love, Care and Share menurut penulis kita harus
terlebih dahulu mengerti apa yang dimaksudkan dengan Love (Cinta, Kasih),
Care (Kepedulian), and Share (membagi, memperhatikan). Oleh karena
itu dalam bagian ini penulis berturut-turut menerangkan apa yang dimaksud
dengan Love, Care and Share.
Arti Sayang/ Cinta/ Mengasihi
Kalau kita mengatakan : “saya sayang/saya cinta/saya mengasihi”, pada
umumnya yang dimaksud adalah dua hal :
1. Kita menghargai orang yang kita cintai, dalam arti kita merasa senang
bila berada dekat orang tersebut, dan kita membayangkan dan berpikir
74
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Love, Care and Share
tentang dia, bilamana ia jauh. Kita senang pada penampilannya,
perkataannya dan perbuatannya.
2. Kita menempatkan diri dalam perasaan orang tersebut (empati). Kita
merasa gembira dengan kegembiraannya dan merasa susah dengan
kesusahannya. Kita bersikap ramah dan mau menolong dia mencapai
tujuannya serta berusaha melindunginya dari bahaya7. Kita peka dan
peduli akan apa yang dialami orang yang kita sayangi.
Sayang/ cinta/ kasih pada dasarnya terbentuk dari rasa peduli akan orang
tersebut. Kalau tidak ada rasa peduli, mustahil ada rasa sayang. Tetapi
cinta kasih lebih dalam dan lebih lebar dari pada rasa peduli/empati.
Dalam cinta/kasih ada perasaan senang yang mendalam pada orang
tersebut dan orang yang mencintai akan melakukan sesuatu untuk yang
dicintainya bukan sebagai beban, tetapi dengan perasaan gembira.
Sikap sayang dapat dilatih dan ditumbuhkan pada diri kita dengan cara
antara lain sebagai berikut :
2.1. Mengajarkan perilaku sayang.
Banyak orang perlu secara terstruktur belajar bagaimana bersikap
sayang. Seringkali mereka tidak menyadari betapa mudah orang
terluka, baik secara fisik maupun secara emosional. Orang juga
perlu diajari bagaimana mengutarakan perasaan sayang baik secara
fisik, maupun dengan kata-kata.
2.2. Memberi penguatan positif (reinforce) pada perbuatan sayang.
Banyak kasus dimana ada orang yang perlu diingatkan untuk
memberi pujian, untuk memeluk dan menciumnya, saat ia
menunjukkan sikap sayang. Amat sering kita hanya memperhatikan
ketika seseorang melakukan hal yang tidak baik dan tidak
memperhatikan saat mereka melakukan hal yang baik. Karena setiap
orang merindukan perhatian, maka sikap ini justru akan mendorong
seseorang untuk lebih sering berbuat yang tidak baik, demi mendapat
perhatian itu. Karena itu, nyatakan penghargaan dan sayang.
Jika kita melakukan hal ini maka orang akan mulai peduli kepada orang
lain walaupun masih dalam tarap yang sangat sederhana yaitu mulai dari
perasaan. Untuk membantu seseorang peduli pada orang lain, yang pertama
dibutuhkan adalah keterangan/informasi tentang apa yang telah dialami orang
yang akan dibantu itu, karena kepedulian timbul kalau orang mengetahui apa
yang dialami seseorang. Orang tidak dapat menempatkan diri dalam perasaan
orang lain (empati dengan orang lain), kalau ia tidak mempunyai informasi
tentang keadaan orang tersebut.
Selanjutnya, ia akan lebih mudah menempatkan diri dalam keadaan orang
tersebut, kalau ia juga mengerti mengapa orang tersebut mengalami hal itu.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
75
Love, Care and Share
Sebelum kita lebih jauh membicarakan tentang care (kepedulian), kita harus
telah mengerti tentang arti sayang. Yang sangat penting juga menurut penulis
adalah bagaimana membangun rasa sayang. Oleh karena itu penulis
menguraikan tentang bagaimana membangun rasa sayang
Membangun Rasa Sayang
Apa yang menyebabkan kita sayang? Kita sayang pada orang/ binatang/ benda,
karena orang/ binatang/ benda tersebut memberi rasa senang kepada kita.
Rasa senang itu dapat dibangun melalui:
1. Dengan membantu/ melayani/ melakukan hal-hal untuk orang lain akan
tumbuh rasa sayang dalam hati orang yang membantu. We love those
whom we serve.
2. Karena merasa disayang, seorang dapat menyayangi orang lain. We learn
to love by being loved.8
Salah satu cara terbaik bagi kita untuk memperkuat kesediaan seseorang
untuk menyayangi orang lain, adalah untuk membuat ia merasa disayang.
Seseorang yang merasa disayang oleh orang lain cenderung akan menyayangi
orang lain pula.
Menumbuhkan Kepedulian Kepada Orang Lain
Kepedulian adalah kesanggupan untuk peka terhadap kebutuhan orang lain
dan kesanggupan untuk turut merasakan perasaan orang lain serta
menempatkan diri dalam keadaan orang lain (empati). Rasa peduli adalah
ibarat batu bata untuk bangunan yang bernama kasih. Tanpa adanya
kepedulian tidak mungkin terdapat rasa kasih pada seseorang
Peka yang dibicarakan di sini bukan dalam arti sifat orang yang perhatiannya
tertuju ke dalam kepada dirinya (self-centered) sehingga mudah
tersinggung perasaannya, melainkan sifat orang yang perhatiannya tertuju
ke luar kepada orang lain, yang mudah merasa iba kepada orang lain (extracentered sensitivity).9
Kepekaan dan kepedulian membuat orang melihat ke luar dari dirinya, dan
menyelami perasaan dan kebutuhan orang lain, lalu menanggapi dan
melakukan perbuatan yang diperlukan untuk orang lain dan dunia di
sekelilingnya.
Sebaliknya kesombongan, keserakahan dan iri hati membuat orang hanya
memperhatikan kepentingan diri sendiri dan tidak peduli apakah orang lain
dirugikan atau dilukai, baik secara fisik maupun emosional.
Kepekaan dan kepedulian adalah nilai yang sangat penting dipunyai
seseorang. Pada nilai ini terkait banyak nilai-nilai lainnya antara lain :
kedisiplinan, kejujuran, kerendahan hati, cinta kasih, keramahan, kebaikan
76
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Love, Care and Share
hati, kebijaksanaan dan sebagainya. Kebahagiaan yang dialami seseorang
sebagian besar adalah hasil dari kepekaan dan kepedulian orang tersebut
terhadap perasaan, kesempatan dan kebutuhan orang lain dan dunia di
sekitarnya
Kunci yang paling penting dalam mengajar seseorang agar mempunyai
kepekaan dan kepedulian ialah: sikap orang yang tidak cepat menyerah, tekun
dan berusaha terus, serta tidak mengharapkan hasil dalam waktu singkat. Di
samping itu, hal lain yang perlu disadari adalah, ini yang paling sukar, kepekaan
dan kepedulian harus dimulai dari diri kita sendiri. Kalau kita mau orang lain
bersikap peka dan peduli, kita pun harus bersikap demikian, jangan hanya
kita menuntutnya dari orang lain. Seringkali sebagai pribadi kita tidak bisa/
mau menempatkan diri di tempat orang lain berada. Di mata mereka, kita
barangkali orang yang kadang-kadang tidak peduli, tidak toleran, kuatir, marah,
cerewet dan menjengkelkan. Agar kita tidak bersikap demikian maka kita
perlu mempunyai kesanggupan untuk merasakan perasaan orang lain lewat
simpati dan empati yang kita tampakkan.
Secara umum orang mengatakan empati adalah kesanggupan untuk turut
merasakan apa yang dirasakan orang lain dan kesanggupan untuk
menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Empati membuat kita dapat
turut merasa senang dengan kesenangan orang lain, turut merasa sakit dengan
penderitaan orang lain dan turut berduka dengan kedukaan orang lain.
Rasa empati dekat sekali hubungannya dengan rasa belas kasihan. Karena
orang empati dengan orang lain, maka ia dapat merasa belas kasihan pada
orang lain. Dari rasa belas kasihan dapat tumbuh rasa peduli yang dalam.
Rasa peduli yang dalam hal ini kemudian tampak ketika kita merasakan apa
yang dirasakan orang lain, kita ingin melakukan sesuatu untuk orang tersebut.
Hubungan antara empati dan kesediaan berbuat baik (altruisme), telah dicatat
oleh banyak hasil penyelidikan psikolog : Empati yang tinggi memperbesar
kesediaan untuk menolong, untuk berbagi dan berkorban demi kesejahteraan
orang lain.
Salah satu cara untuk menumbuhkan empati adalah dengan menceritakan
apa dan mengapa perasaan orang. Empati dapat ditumbuhkan dengan
menceritakan apa dan mengapa seseorang mengalami sesuatu. Seorang akan
lebih mudah turut merasakan dengan orang lain kalau orang itu mempunyai
informasi tentang apa yang dirasakan orang tersebut. (What the person feels).
Selanjutnya orang akan lebih bersedia untuk empati kalau ia mengerti mengapa
orang itu merasa seperti yang dirasakannya. (Why he feels as he does).
Informasi yang paling efektif untuk membangkitkan empati adalah informasi
mengenai apa yang sedang diperjuangkan orang itu dan apa perjuangannya
untuk mencapai tujuannya.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
77
Love, Care and Share
Kesanggupan Untuk Menyatakan Kepedulian
dalam Tindakan Nyata
Kesanggupan untuk mengobservasi, untuk merasakan dengan orang lain
(empati) baru ada gunanya, kalau kesanggupan itu ditindaklanjuti dengan
perbuatan nyata.
Perbuatan tersebut bukan hanya akan menyenangkan orang yang ditolong,
tetapi terutama akan menyenangkan diri si pemberi bantuan tersebut. Yang
paling kita ingat dari pengalaman hidup kita ialah kejadian/peristiwa di mana
kita telah melakukan sesuatu untuk orang lain.
Yang menjadi pertanyaan perbuatan nyata seperti apa (share) yang BPK
PENABUR lakukan dalam situasi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan
karena beban kehidupan dan kenaikan BBM. Menurut penulis banyak hal yang
dapat kita lakukan, salah satunya dalam bentuk program bea siswa untuk
saudara-saudara kita yang tidak mampu di luar daerah atau di kantongkantong kemiskinan.
Selain hal di atas menurut penulis share (perbuatan nyata) bisa dilakukan
dengan menggerakkan keberadaan pendeta sekolah sebagai pendorong/
penggerak utama untuk terwujudnya kegiatan tersebut. Alasan utama penulis
mengatakan hal ini karena dalam melakukan tugas (menjadi pendorong love,
care and share) pendeta sekolah telah melaksanakan tugas khususnya dalam
bidang penggembalaan dan pengembangan falsafah pendidikan seperti diatur
dalam tata laksana pelayanaan pendeta sekolah.10 Untuk lebih jelas dari tugas
pelayanan tersebut dikatakan demikian:
1. Penggembalaan11
1.1. Pelayanan Pendeta Seko lah terutama mengarah pada
penggembalaan, yaitu upaya menerangi persoalan-persoalan
kehidupan dari subjek-subjek yang terlibat dalam lingkungan sekolah,
dengan Terang Firman Tuhan.
1.2. Dalam rangka penggembalaan itu, Pendeta Sekolah juga
memperhatikan segi-segi kesehatan/kesejahteraan dari subjeksubjek yang dilayaninya yaitu siswa dan orang tuanya, guru, karyawan
dan pengurus.
1.3. Tugas utama Pendeta Sekolah ini menempatkan ia pada posisi dan
fungsi sebagai gembala dalam lingkungan sekolah di mana ia
melayani, yang bekerjasama dengan lembaga Bimbingan dan
Penyuluhan Siswa.
2. Falsafah Pendidikan Kristen
a.
Pelayanan Pendeta Sekolah yang lebih luas di lingkungan BPK Jabar
dan Sinode GKI Jabar, mencakup tugas mengembangkan Falsafah
78
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Love, Care and Share
b.
c.
Pendidikan Kristen, yaitu upaya memahami pertanyaan-pertanyaan
dan jawaban-jawaban essensial sekitar realitas kemanusiaan,
keilmuan, keagamaan dan kelembagaan pendidikan, serta upaya
menanamkan dan menumbuhkan nafas iman Kristen dalam
lingkungan BPK Jabar.
Dalam rangka pengembangan Falsafah Pendidikan Kristen itu, Pendeta
Sekolah memperhatikan segi-segi makna realitas, makna
pengetahuan dan makna kekristenan guna memupuk nilai-nilai
kekristenan dalam bangunan Falsafah Pendidikan Kristen tersebut.
Tugas filosofis ini menempatkan Pendeta Sekolah pada posisi selaku
fungsionaris yang bekerja sama dengan orang-orang dan ahli-ahli
lain dalam membangun dan memberlakukan Falsafah Pendidikan
Kristen itu.
Dari urairan tugas pelayanan pendeta sekolah di bidang penggembalaan dan
falsafah pendidikan Kristen yang akan dikembangkan maka kedua tugas
pelayanan itu bersinggungan dengan program dan sikap love, share and care.
Menurut penulis ketika progam ini dikembangkan secara tidak langsung
menerangi persoalan-persoalan kehidupan dari subjek-subjek, memperhatikan
segi-segi kesehatan/kesejahteraan dari subjek-subyek (lihat penggembalaan:
point 1.1. dan 1.2) dan juga mengembangkan falsafah pendidikan Kristen,
yaitu upaya memahami pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban
essensial sekitar realitas kemanusiaan, memperhatikan segi-segi makna
realitas, makna pengetahuan dan makna kekristenan guna memupuk nilainilai kekristenan.
Penutup
Love, Care and Share tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi tumbuh karena
asuhan, yakni bimbingan dan latihan bahkan adanya program yang disengaja
dan berkesinambungan dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata. BPK PENABUR
dalam rangka HUT nya yang ke 55 misalnya telah melakukan program
kepedulian kepada mereka yang mengalami penderitaan/sakit. Program ini
menurut penulis diharapkan tidak boleh hanya bersifat karitatif.
Melalui semua kegiatan ini kita akan belajar mengarahkan hidupnya untuk
memberikan perasaan senang atau memberikan bantuan yang dibutuhkan,
karena terdorong oleh rasa peka dan pedulinya kepada orang tersebut. Ia
akan belajar peka terhadap kebutuhan orang lain dan mencoba merasakan
perasaan orang lain dan menempatkan diri dalam keadaan orang lain, serta
menindak lanjuti dengan perbuatan nyata yang dibutuhkan.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
79
Love, Care and Share
Di samping itu ia akan merasa tertusuk hati nuraninya dan merasa bersalah,
ketika menyadari bahwa perbuatannya telah melukai seseorang. Ia belajar
meminta maaf serta berusaha memperbaiki kesalahan itu.
__________
* Tulisan ini berdasarkan artikel Pengantar Pengembangan Kepribadian Siswa
Cinta Kasih dan Kepedulian (Stans Ismail M.A) yang dilakukan di BPK
PENABUR Jakarta sejak tahun 1996
1
Depkes Meng”cover” rakyat miskin, Pikiran Rakyat, 11 April 2005, http://
pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0405/11/0504.html, diakses pada tanggal
28 Oktober 2005
2
Rakyat yang tidak mempunyai KTP sering diidentikkan dengan rakyat miskin
karena secara umum mereka yang tidak mempunyai KTP adalah rakyat
yang tidak mempunyai rumah, domisili yang tetap, domisilinya tidak diakui
oleh pemerintah mereka menempati tempat-tempat yang ilegal
3
Menekan biaya dengan ‘Agency System’, INVESTIOR, http://www.investor.co.id/
view artikel.html ? seq=2&id=1991&cari=, diakses pada tanggal 31
Oktober 2005
4
B.J. Boland. Tafsiran Lukas II. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1978, hlm 27 - 28
5
M.H. Bolkestein, Kerajaan yang terselubung, ulasan atas injil Markus. Jakarta :
BPK Gunung Mulia, 1991, hlm. 248
6
Ibid hlm. 25, 132
7
Linda & Richard Eyre. Teaching your children sensitivity. New York : Fireside
1995, hlm. 20
8
Michael Schulmann & Eva Mekler, Bringing up a moral child. New York : Double
Day 1994, hal 75
9
Opcit , Linda & Richard Eyre, hlm.20
10
Lampiran keputusan PMS GKI (SW) JABAR tahun 1986 tentang Tata Laksana
Pendeta Sekolah
11
Keputusan PMS GKI (SW) JABAR tahun 1986 tentang Tata Laksana Pendeta
Sekolah, sub Pelayanan Sekolah : Penggembalaan, dan Falsafah Pedidikan
Kristen
80
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Opini
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
Menjawab Tema HUT Ke-55
Badan Pendidikan Kristen PENABUR
(BPK PENABUR)
Biretni Sumiwi, BA.*)
Abstrak
ulisan ini membahas Tema HUT Ke-55 BPK PENABUR yakni LOVE,
CARE and SHARE yang sarat makna dan cukup berarti dalam
menghadirkan Citra Allah di sebuah Lembaga Pendidikan Kristen yang
usianya sudah lebih dari setengah abad. Tema itu mencerminkan Motto
BPK PENABUR serta terkait erat dengan visi dan misi BPK PENABUR. Setelah
mengulas makna tema itu, tulisan ini menawarkan beberapa gagasan
mewujudkannya dalam praktek dan pengelolaan pendidikan di lingkungan BPK
PENABUR dalam menghadapi tantangan masa depan. Tulisan ini menganggap
perlu (1) meningkatkan keteladanan dari Pengurus, guru dan karyawan serta
(2) membentuk Tim sukses untuk memotori pengejawantahan LOVE, CARE
and SHARE ini dikaitkan dengan Visi, Misi serta Motto BPK PENABUR.
T
Kata kunci: Love, care, share, motto, misi dan visi
Abstract
This article discusses the theme of The 55th Anniversary of BPK PENABUR,
which is LOVE, CARE, and SHARE. The theme contains a lot of value and very
powerful in presenting the God’s Image in a Christian education institution
such as BPK PENABUR. It is expected that the theme, derived from the vision,
mission, and motto of BPK PENABUR, can be well reflected in daily activities.
To respond the theme, the writer suggests (1) to strengthen the roles of the
board of directors, the teachers, and all supporting staff of BPK PENABUR as
models to be followed by others, and (2) to establish a success team to
promote the implementation of Love, Care, and Share in the spirit of the
vision, mission, and motto of BPK PENABUR.
Pendahuluan
Pada tanggal 19 Juli 1950 di Jawa Barat dibentuk BADAN PENDIDIKAN
TIONGHOA KIE TOK KAUW HWEE KHU H WEE DJAWA BARAT yang selanjutnya
*)
Staf Bagian Organisasi dan Sistem BPK PENABUR
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
81
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
disebut Badan Pendidikan Kristen Djawa Barat disingkat BPK Djabar. BPK Djabar
ini mengemban tugas GKI SW JABAR melayani masyarakat di bidang
pendidikan. Dalam perkembangannya kemudian. BPK Djabar ini mengalami
perluasan pelayanan bukan hanya di bagian Jawa Barat saja, melainkan juga
di Jakarta hingga Lampung, sehingga pada tanggal 21 Maret 1989 nama BPK
Djabar diganti menjadi BPK PENABUR. BPK PENABUR telah berkembang dari
sebuah yayasan pendidikan kecil menjadi sebuah yayasan pendidikan yang
sangat besar. Dalam tahun 2005 ini BPK PENABUR mengelola lebih dari 125
sekolah dari jenjang TK, SD, SMP dan SMTA, tersebar di 16 kota di empat
propinsi (Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Lampung) dengan jumlah siswa
sekitar 40.000 dan guru sekitar 2.150 didampingi 750 karyawan. Selaras
dengan perkembangannya, struktur organisasi BPK PENABUR-pun melakukan
penyesuaian. Saat ini struktur organisasi BPK PENABUR terdiri dari lima bidang
yaitu Bidang Pendidikan, Bidang Riset dan Pengembangan, Bidang Keuangan,
Bidang Kepegawaian serta Bidang Organisasi dan Sistem. Masing-masing
bidang saling terkait dan saling melengkapi dalam memandu organisasi sekolah
yang berada di 16 kota.
Beberapa langkah maju telah mengangkat citra BPK PENABUR antara lain
pemberian beasiswa dan dana pensiun kepada karyawan, kerja sama dengan
Curtin Technology University Australia . Tahun 2005, telah diputuskan
mendirikan Sekolah PENABUR Internasional di Jakarta dan Bandung yang
akan dikelola secara khusus dan profesional. Di samping itu kualitas pendidikan
secara umum menoreh prestasi yang membanggakan baik di tingkat daerah,
nasional serta internasional. Di samping itu Alumni BPK PENABUR-pun tidak
ketinggalan, dalam berbagai prestasi di dalam dan di luar negeri. Prestasi
yang demikian tidak semata-mata dilandasi oleh kemampuan ilmu yang
diperolehnya tetapi juga di dorong oleh semangat keimanan yang
ditumbuhkembangkan selama proses pendidikan di lingkungan BPK PENABUR.
Pada tanggal 19 Juli 2005 BPK PENABUR memperingati HUT ke-55 dengan
tema Love, Care and Share yang sesuai dengan motto BPK PENABUR, Iman,
Ilmu dan Pelayanan. Harapan panitia melalui tema tersebut visi dan misi BPK
PENABUR dapat terpayungi. Serangkaian kegiatan mewarnai ungkapan syukur
atas kasih Allah yang dirasakan merupakan bagian dari sikap yang takut akan
Allah dan hidup menurut jalan yang ditunjukkannya. Pertama, Kegiatan
Kebaktian Syukur yang berlangsung di seluruh GKI SW Jabar yang jumlahnya
sekitar 90 Gereja dengan liturgi khusus. Kedua, Kegiatan Lomba Karya tulis
bagi siswa, guru dan karyawan. Ketiga, Kegiatan Peduli Kasih, merupakan
salah satu upaya pelayanan untuk mengembangkan semangat peduli dengan
memberikan bantuan biaya bagi guru, karyawan, anak yang menderita sakit
parah yang mengalami kesulitan untuk biaya berobat. Sebagai puncak acara
82
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
berlangsung kebaktian syukur secara massal di Tennis Indoor Senayan, tanggal
20 Agustus 2005 yang dihadiri tiga ribuan komunitas BPK PENABUR. Pada
kebaktian akbar ini hadirin diajak untuk mengucapkan syukur melalui pujipujian dan doa yang dikemas bersama pementasan pagelaran seni dan drama
musikal. Pendukung acara yang terdiri dari peserta didik sekitar 400 an orang
dengan didampingi sebagian guru. Mereka diberi kesempatan untuk
menampilkan potensinya secara optimal khususnya di bidang seni sekaligus
bersaksi untuk memuliakan Sang Pencipta BPK PENABUR.
Peringatan HUT ke- 55 BPK PENABUR dengan berbagai kegiatannya telah
berlalu dan dapat dikatakan berlangsung dengan baik. Akan tetapi tema
peringatan itu masih tetap relevan untuk dijadikan prinsip dalam melaksanakan
tugas-tugas pendidikan yang menjadi misi utama BPK PENABUR. Tulisan ini
mengulas tema Love, Care and Share sebagai wacana dalam menghadapi
berbagai tantangan di masa depan dalam upaya mencerdaskan,
memartabatkan, dan membudayakan bangsa. Tema ini sarat dengan nilainilai kristiani yang seharusnya tidak akan pernah luntur dalam masyarakat
yang semakin cenderung individualistik, komersial dan konsumtif serta
mengagung-agungkan hedonisme. Bagaimana pula nilai-nilai dalam tema ini
dapat diterapkan dalam melaksanakan misi BPK PENABUR menuju visinya yang
sangat mulia dan luhur, menarik untuk dibahas.
Makna Love, Care and Share
Love, Care and Share tidak bisa hadir secara terpisah/sendiri-sendiri. Ketiganya
saling berkaitan yang secara berbarengan/menyeluruh selalu dibangun. Love,
Care and Share merupakan warna dasar kristiani yang seharusnya
ditumbuhkan di setiap kegiatan baik di Gereja maupun di sekolah. Karena
sekolah-sekolah BPK PENABUR milik Gereja. Sekolah dan Gereja itu bermitra.
Menurut Dr. Andar Ismail (mantan pengurus BPK PENABUR), mendirikan
sekolah memang termasuk fungsi Gereja. Gereja adalah lembaga pendidikan.
Kristus berpesan,” Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28 : 20). Secara eksternal Gereja mengajar
masyarakat luas dengan cara mendirikan sekolah. Jadi sekolah Kristen adalah
perpanjangan tangan Gereja untuk bersaksi dan melayani masyarakat. Fungsi
pertama, Sekolah Kristen adalah bersaksi tentang diri dan karya Kristus. Itu
jati diri dan ciri khas sekolah Kristen. Fungsi kedua adalah melayani masyarakat
dengan mencerdaskan bangsa secara optimal.
Love, Care and Share, di sini tidak sekadar tugas dan kewajiban melainkan
merupakan bagian dalam kehidupan kita. Hidup akan terasa gersang dan
kerdil jika tanpa Love, Care and Share. Itulah juga yang diperbuat oleh Tuhan
Yesus, ketika Ia mengajar berkeliling dari kota yang satu ke kota yang lain.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
83
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
Oleh karena itu perlu dipahami secara tepat apa yang tersirat dari tema itu,
kata demi kata.
Love
Love berarti kasih sayang seperti yang tertera dalam Lukas 10 : 27 “Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata kasih yang mengasihi
sesama seperti mengasihi diri sendiri dapat juga diartikan bahwa kalau kita
tidak dapat mengasihi diri sendiri berarti kita sulit dapat mengasihi sesama.
Oleh karena itu, dalam mengasihi diri sendiri, kita perlu terlebih dahulu
menikmati/merasakan kasih sayang yang Tuhan anugerahkan setiap hari,
mengandalkan sepenuhnya kekuatan dari Tuhan, lebih dekat kepada Tuhan
melalui firman-Nya, menghayati firman-Nya, mengerti rancangan Allah dalam
hidupnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hidup dalam
kasih itu suka menjadi berkat bagi sesama dan peduli terhadap sesama. Hidup
dalam kasih itu tidak mementingkan diri sendiri. Ia peka dan peduli kepada yang
lebih lemah.
BPK PENABUR merupakan karya Allah. Memahami karya Allah, tidaklah
bisa mengandalkan logika saja, tetapi juga iman. Tanda orang beriman adalah
mengasihi Allah dan menuruti perintah-perintahNya. Orang Kristen yang
hidupnya dalam penebusan Allah, tidak perlu takut dan ragu dalam melangkah.
Dalam era globalisasi ini semua insan BPK PENABUR diharapkan dapat maju
terus bersama Yesus dalam mengelola BPK PENABUR. Hidup yang
mengandalkan kekuatan kasih yang bersumber dari Tuhan akan membuat
hidup menjadi dinamis.
Love tidak hanya dimiliki dan diterapkan dalam proses pendidikan atau
pembelajaran. Love juga perlu terlihat dalam tubuh organisasi dan manajemen
BPK PENABUR. Nuansa Love diharapkan terlihat pada hubungan antara pribadi
dalam organisasi, antar sesama karyawan, karyawan dengan pengurus serta
antar sesama pengurus.
Care
Care itu pada hakikatnya berarti peduli, memberikan perhatian atau
menghiraukan seseorang. Care berarti mengakui, menghargai dan
menghormati keberadaan orang lain. Care merupakan salah satu perwujudan
dari Love. Love akan gersang tidak bermakna tanpa diwujudkan secara nyata
yang antara lain melalui Care. Dengan demikian jiwa atau roh dari Care adalah
cinta kasih. Care akan dirasakan sebagai makna sesungguhnya apabila tindakan
atau perbuatan itu disertai kasih.
84
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
Dalam proses pendidikan, peserta didik menghendaki perlakuan yang
diterimanya dari guru disertai dengan kasih. Emotional Intelligence peserta
didik akan tersentuh dan berkembang apabila dia merasakan sentuhan kasih.
Wujud Care itu terlihat dari perilaku individu kepada individu lain. Dalam
konteks iman Kristen, Care kepada Tuhan diwujudkan dalam perilaku terhadap
sesama seperti tertulis dalam 1 Yohanes 4: 20 – 21 Jikalau seorang berkata
aku mengasihi Allah dan ia membenci saudaranya maka ia adalah pendusta,
karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin
mengasihi Allah yang tidak dilihatnya. Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus
juga mengasihi saudaranya.
Dalam proses pembelajaran di sekolah, Care itu diperlihatkan guru kepada
peserta didik dengan cara menjadikan mereka sebagai subyek bukan obyek
pembelajaran. Segala proses pembelajaran dilakukan untuk pencapaian tujuan
dan kepentingan peserta didik serta menanggapi secara edukatif keluhan dan
masalah peserta didik baik secara individual maupun secara kelompok. Oleh
karena BPK PENABUR merupakan perpanjangan tangan GKI Sw Jabar, maka
tepatlah bila Gereja ikut serta secara nyata dalam menumbuhkan Love, Care
and Share.
BPK PENABUR sudah mengemban tugasnya dengan menunjukkan
prestasinya di masyarakat dalam bentuk berbagai keunggulan yang dicapai
oleh sekolah-sekolah yang dibinanya. Sungguhpun demikian prestasi yang
telah diraih itu masih perlu terus ditingkatkan sehingga benar-benar terjadi
keseimbangan antara keunggulan dalam iman, ilmu, dan pelayanan. Dalam
konteks keseimbangan inilah diperlukan perhatian, bimbingan dan pembinaan
dari Gereja secara terus menerus. Hubungan yang kondusif antara Gereja
dengan BPK PENABUR akan lebih memberdayakan sekolah melaksanakan tugas
dan fungsinya dalam memberikan pelayan pendidikan di tengah-tengah
masyarakat yang serba majemuk.
Share
Share merupakan kelanjutan dari Love dan Care. Love dan Care memang
diperlukan tetapi tidak cukup berhenti di situ. Share atau membagi apa yang
dimiliki untuk orang lain. Share menunjukkan bahwa manusia adalah
merupakan komunitas umat Allah yang memiliki kesamaan satu sama lain
yaitu sama-sama makhluk Tuhan dan memiliki hak dan kewajiban yang sama
di hadapan Tuhan. Oleh karena itu wajarlah kalau manusia saling membantu
dan saling berkorban karena apa yang manusia lakukan terhadap sesamanya
berarti melakukannya juga terhadap Tuhan.
Share dalam pendidikan, khususnya dalam pembelajaran, guru membagi
pengetahuan, ilmu serta berbagai kemampuan yang dimilikinya kepada
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
85
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
peserta didik. Di samping itu guru membagi kasih dan perhatian serta peduli
kepada peserta didiknya tanpa perbedaan apapun. Semangat Share dapat
ditumbuh kembangkan di kalangan peserta didik oleh sekolah atau guru,
sehingga mereka juga peduli dan membagikan apa yang dimilikinya kepada
sesama temannya. Love, Care and Share di kalangan peserta didik dapat
dipacu oleh sekolah dengan dorongan yang diberikan oleh Gereja.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keadaan sosial ekonomi siswa yang
sebahagian besar merupakan anak dari anggota gereja masih heterogen.
Ada yang memiliki kemampuan ekonomi memadai, tetapi masih terdapat
banyak yang masih memerlukan uluran tangan dan bantuan untuk dapat hidup
layak dan mampu menyekolahkan anak-anaknya. Dalam keadaan yang
demikian inilah semangat berbagi itu sangat diperlukan. Kesadaran dan
semangat yang demikian tidak dapat timbul dengan sendirinya di kalangan
umat, tetapi memerlukan proses penyadaran dari Gereja. Saling berbagi ini
yang melandasi subsidi silang yang selama ini telah dilakukan antar sekolah
dalam lingkungani BPK PENABUR. Dengan saling berbagi diharapkan di masa
depan tidak ada anak jemaat yang tidak diterima di sekolah BPK PENABUR
karena alasan ketidakmampuan ekonomi. Prinsip ini diharapkan dihayati dan
diterapkan oleh semua sekolah, mulai dari TK sampai SMTA di lingkungan
BPK PENABUR.
Pada hakekatnya proses pendidikan di sekolah memberi perhatian
pembinaan kepada masing-masing anak secara pribadi, bukanlah per
kelompok. Pendidikan bukan semata-mata mengisi anak dengan pengetahuan
dan pendidikan dikatakan belum berhasil jika siswa secara pribadi tidak
mengalami diri dihargai, dicintai, diperhatikan oleh gurunya. Proses pendidikan
pada dasarnya mau merangsang/mengangkat potensi-potensi yang ada dalam
diri siswa agar berkembang.
Kalau sendi-sendi dasar dalam keseharian para pendidik/guru dalam
proses belajar-mengajar mengandung azas Love, Care and Share maka
dengan sendirinya peserta didik dalam tingkah lakunya juga terbiasa untuk
melakukan gaya hidup yang Love, Care and Share.
Proses pendidikan Kristen yang unggul baik iman, ilmu dan pelayanan ini
membantu peserta didik ada keinginan untuk membuka wawasan peserta
didik terhadap dunia. Apalagi sekarang jamannya era globalisasi, yang sudah
tidak ada batas-batasnya lagi antar negara. Menghasilkan siswa yang terbuka
terhadap dunia, mencintai dan berminat pada dunia. Hal ini merupakan modal
bagi BPK PENABUR agar mereka menjadi ilmuwan. Maka melalui ilmu
pengetahuan yang disampaikan pendidik membantu siswa mempunyai sikap
keterbukaan yang mengarahkan pada sikap positif tidak sempit. Memberi
penghargaan kepada peserta didik yang peduli dan peka kepada temannya
86
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
yang lemah. Bagi peserta didik yang mengajari temannya jika belum bisa,
mendapat penghargaan khusus berupa tambahan nilai.
Orangtua ikut menentukan keberhasilan pendidikan anak. Oleh karena
itu keikutsertaan mereka perlu dilihat secara nyata. Mereka hendaknya dapat
berperan aktif, bekerja sama dengan pihak sekolah. Sebagai contoh: Sekolah
melakukan open house, mengundang orangtua murid untuk menyaksikan
kemampuan anaknya saat mempresentasi hasil karyanya. Di sini selain
menciptakan komunikasi yang baik juga sekaligus memperkenalkan sesuatu
yang baru yang bersifat innovatif. Sekolah dapat juga mengadakan seminar
bagi orangtua, misalnya dengan materi tentang bimbingan seks atau dinamika
kehidupan remaja masa kini.
Ketiga kata kunci dalam tema dinyatakan dalam bahasa Inggris mungkin
karena sulit untuk menemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia
yang ringkas dan sesuai dengan makna yang dimaksud. Kata Love tidak cukup
mewakili makna yang sesungguhnya kalau hanya sekadar diterjemahkan
dengan kata mencintai. Love tidak hanya bermakna cinta, Love merupakan
perasaan dan tindakan yang lebih luas dari mencintai. Mencinta memang
memerlukan pengorbanan tetapi tidak bebas dari tuntutan. Kita mengasihi
juga tidak identik dengan Love. Mengasihi merupakan perasaan yang tulus
tanpa tuntutan. Namun kata mengasihi tidak seaktif cinta. Karena itu frase
mencintai dan mengasihi nampaknya lebih dapat mewakili makna Love.
Motto Mengilhami BPK PENABUR
Kata iman, ilmu dan pelayanan bukan hal yang baru bagi komunitas BPK
PENABUR. Namun dalam kenyataannya Iman, Ilmu dan Pelayanan yang
merupakan motto BPK PENABUR seolah-olah hanya “slogan” saja. Isi motto
tersebut pada hakikatnya mencerminkan hal-hal berikut.
1. Iman: seluruh kebijakan dan pelaksanaan kegiatan hendaknya dilandaskan
pada nilai-nilai spiritualitas menurut teladan Yesus Kristus. Membawa
peserta didik tidak saja berilmu, tetapi juga beriman.
2. Ilmu: menjadi pusat pelayanan untuk ilmu pengetahuan dan teknologi.
Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar
menjadi manusia yang unggul dan berguna.
3. Pelayanan: memberikan pelayanan pendidikan dengan perlakuan merata
bagi semua peserta didik. Memberikan peluang pengembangan bagi guru/
karyawan dan menghasilkan lulusan yang unggul dalam iman, ilmu dan
pelayanan.
Ketiga unsur dalam motto itu terintegrasi dalam satu kesatuan yang diikat
dengan kasih. Kasih yang dimaksud adalah kasih yang merujuk pada apa
yang dimaksudkan oleh Tuhan dengan memberikan contoh. Ia telah
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
87
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
menyatakan kasih-Nya dengan memberikan Anak-Nya yang tunggal sebagai
pendamaian bagi dosa-dosa kita, bukan hanya kata-kata belaka tetapi
membuktikan dengan perbuatan-Nya yang ajaib, yaitu dengan rela hadir
ditengah-tengah pergumulan manusia. Inilah bukti nyata kasih Allah bagi
manusia.
Allah tidak menuntut sesuatu yang tidak dapat kita pikul. Tetapi Allah
menghendaki kita dapat merespons kasih Allah yaitu: mengasihi Dia dan
mengasihi sesama. Kasih itu harus nyata, Matius 25: 42 – 45, Jika kita
mengasihi sesama kitapun mengasihi Tuhan, bahkan kepada sesama yang
menderita yang membutuhkan pertolongan kita.
Motto BPK PENABUR dimaksudkan menjadi prinsip kerja semua unsur
BPK PENABUR dalam melaksanakan tugasnya di bidang pendidikan. Dengan
iman yang kukuh serta ilmu yang dimiliki melakukan pelayanan penuh kasih.
Demikian pula sebagai pengurus BPK PENABUR yang merupakan sebagai
utusan jemaat, diharapkan memiliki komitmen untuk melayani bukan sekadar
rasa tertarik atau karena ambisi pribadi, melainkan karena diutus oleh TUHAN
yang empunya BPK PENABUR. Menyadari sebagai utusan, bahwa kita tidak
bekerja untuk diri sendiri dan tidak pula bekerja seorang diri, ada Allah
yang menuntun dan menyertai kita (Yohanes 5: 36). Dengan demikian patut
dipahami bahwa pengurus BPK PENABUR dipercaya oleh TUHAN untuk
menghadirkan kesejahteraan bagi banyak orang melalui lembaga pendidikan
Kristen ini. Sambil tetap Allah menyertai dan memberikan hikmat dalam
menjalankan tugas melayani tersebut.
Visi dan Misi BPK PENABUR
Visi dan misi merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar untuk
pencapaian tujuan. Melalui visi kita dapat melihat suatu gambaran yang jelas
apa yang dimiliki BPK PENABUR. Bagaimana bakal jadinya dan apa yang akan
dilakukan oleh pengurus.Tanpa visi yang jelas maka akan muncul di permukaan
kekacauan, kebingungan, pertentangan dan ketidak jelasan.
Sebagai suatu lembaga pendidikan yang dilandasi oleh iman Kristen, BPK
PENABUR memiliki visi untuk menjadi Lembaga Pendidikan Kristen yang unggul
dalam iman, ilmu dan pelayanan. Visi yang amat mulia dan luhur mengandung
nilai-nilai Love, Care and Share. Iman Kristen adalah cinta kasih yang peduli
terhadap sesama serta saling berbagi. Dalam konteks pendidikan iman Kristen
itu tercermin dalam proses interaksi antara guru dan siswa, antar siswa,
antar guru, antar karyawan dan pimpinan.
Mengacu pada visi BPK PENABUR maka sangat tepatlah kalau misi yang
ditetapkan adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal
melalui pendidikan dan pengajaran bermutu berdasarkan nilai-nilai kristiani.
88
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
Ada berbagai jenis dan pengelola lembaga-lembaga pendidikan, tetapi yang
membedakan BPK PENABUR dengan yang lainnya adalah nilai-nilai kristiani
mewarnai segala kegiatan yang dilakukan termasuk dalam manajemen dan
iklim organisasinya. Nilai-nilai kristiani itu mengkristal dan mencair dalam
Love, Care and Share.
Agar dapat mewujudkan visi dan misi tersebut, pengurus BPK PENABUR
serta semua unsur yang ada di dalamnya diharapkan bekerja keras
mengupayakan Lembaga Pendidikan Kristen yang berkualitas dalam iman,
ilmu pengetahuan dan pelayanan sehingga menghasilkan lulusan yang mandiri,
berguna dan siap melayani.
Saran
Untuk mewujudkan visi BPK PENABUR dengan mengacu secara ajeg terhadap
misinya serta dijiwai oleh Love, Care and Share yang menjadi tema HUT ke55 BPK PENABUR, maka hal-hal berikut kiranya perlu mendapat perhatian.
1. Meningkatkan profesionalisme karyawan dan tenaga pendidikan di semua
strata tugas dan pekerjaan.
2. Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan tenaga kependidikan
berbarengan dengan peningkatan profesionalisme mereka. Jika para
pendidik/guru merasa diperhatikan kesejahteraannya, mereka akan
semakin termotivasi menerapkan Love, Care and Share dalam
melaksanakan pekerjaannya.
3. Mempersiapkan generasi mendatang yang siap berkompetisi dalam era
informasi dan globalisasi merupakan tugas dan tanggung jawab orangtua,
masyarakat dan Pemerintah. Akan tetapi karena guru mengemban tugas
khusus dalam mempersiapkan generasi yang berkualitas di masa yang
akan datang, penguasaan mereka terhadap ilmu pengetahuan dan
teknologi perlu terus menerus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan
yang ada. Guru juga diharapkan dapat menjadi contoh dan teladan serta
menjadi motivator di tengah-tengah masyarakat. Dalam kerangka berpikir
yang demikian, BPK PENABUR diharapkan menyusun dan melaksanakan
program pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan baik melalui
jalur program bergelar maupun non-bergelar. Dengan dermikian Unit
Pendidikan dan Pelatihan (UDIKLAT) BPK PENABUR nampaknya perlu dan
mendesak untuk dibentuk dan dikembangkan.
4. Sekolah-sekolah BPK PENABUR perlu menyediakan ajang pamer untuk
memajang karya peserta didik. Selain memberi penghargaan kepada
peserta didik atas hasil karyanya, ajang pamer ini juga sekaligus dapat
memberikan inspirasi dan mendorong peserta didik yang lain untuk
berkarya.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
89
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
5
6
Oleh karena BPK PENABUR adalah bagian dari GKI SW JABAR, perhatian
dan pembinaan Gereja perlu ditingkatkan sehingga benar-benar menjadi
sekolah-sekolah yang memenuhi harapan jemaat GKI SW Jabar. Rasa
tanggungjawab dan rasa memiliki masing-masing Gereja yang terdekat
dengan sekolah hendaknya diwujudkan lebih nyata. Hal ini dianggap perlu
karena pada dasarnya nilai-nilai etis dan moral serta spiritual keagamaan
merupakan penyeimbang terhadap peralatan teknologi modern dalam
proses pembelajaran baik formal maupun informal baik di rumah maupun
di sekolah.
Untuk melaksanakan program – program yang telah disusun dengan baik
diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Hal ini dapat dilakukan
melalui Tim Sukses. Selain sebagai penggerak dan pengendali pelaksanaan
program, Tim Sukses bertugas menghadirkan Love, Care and Share di
setiap tugas pelayanan dalam dunia pendidikan dan pengajaran yang
bermutu berdasarkan nilai-nilai Kristiani. Tim Sukses dibentuk dengan
susunan yang terdiri atas : Pengurus, Pendidik dan Karyawan serta Alumni
yang masing-masing saling melengkapi dan dapat bekerja sama.
Anggota Tim Sukses diharapkan adalah mereka yang memiliki (1) wawasan
yang tertuju kepada Allah, maksudnya seluruh pikiran, perasaan, ucapan
dan tindakan i tu hasil dari menghayati Firman Tuhan yang
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, (2) reputasi yang baik,
cerminan kasih Kristus yang menghasilkan sejahtera – dapat dijadikan
teladan, (3)penguasaan diri – dewasa dalam iman sehingga aktivitasnya
menampilkan nilai-nilai Kristiani, (4) hati yang penuh kasih, (5) keluarga
yang sehat rohani, (6) kecakapan mengajar, dan (7) dapat bekerjasama
dalam tim, masing-masing dari anggota dapat memunculkan kekuatan
magis. Ketujuh persyaratan ini dapat membantu Tim Sukses sebagai
penggerak dalam menciptakan suasana keseimbangan antara Love, Care
and Share. Dengan demikian sekolah-sekolah BPK PENABUR akan menjadi
unggul, sekaligus menyenangkan bagi peserta didik.
Penutup
BPK PENABUR sudah mengemban tugasnya dengan menunjukkan prestasinya
di masyarakat dalam bentuk berbagai keunggulan yang dicapai oleh sekolahsekolah yang dibinanya. Sungguhpun demikian prestasi yang telah diraih itu
masih perlu terus ditingkatkan sehingga benar-benar terjadi keseimbangan
antara keunggulan dalam iman, ilmu, dan pelayanan. Dalam konteks
keseimbangan inilah diperlukan perhatian, bimbingan dan pembinaan dari
Gereja secara terus menerus. Hubungan yang kondusif antara Gereja dengan
BPK PENABUR akan lebih memberdayakan sekolah melaksanakan tugas dan
90
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR
fungsinya dalam memberikan pelayan pendidikan di tengah-tengah masyarakat
yang serba majemuk. Demikian pula menghadirkan Love, Care and Share di
setiap tugas pelayanan dalam dunia pendidikan dan pengajaran yang bermutu
berdasarkan nilai-nilai kristiani yang perlu diteladani secara langsung oleh
Pengurus, Pendidik dan karyawan BPK PENABUR.
Daftar Pustaka
______ Buku HUT ke- 55 BPK PENABUR. Tuhan Berkarya “Love, Care and
Share” hal. 25
______ (1985). Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jakarta:
Lembaga Alkitab Indonesia
Khoe Yao Tung. (2002). Simphoni Sedih Pendidikan Nasional. Jakarta. Abdi
Tandur
Tangyong, Agus F. Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan. MPPK
Tilaar, H.A.R. (1998). Beberapa agenda reformasi pendidikan nasional.
Magelang: Penerbit Tera Indonesia
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
91
Opini Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan
Gerakan
Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh
untuk Membantu Anak-Anak Jalanan
Priska Ivena, Ira Yulianti, Livie Tamariska*)
Abstrak
ulisan ini membahas tentang kehidupan anak jalanan dengan
menitikberatkan pada latar belakang kehidupan anak jalanan,
permasalahan yang mereka hadapi, dan beberapa alternatif jalan
keluar untuk membantu meringankan beban anak-anak jalanan.
Latar belakang masalah dan penggambaran mengenai kehidupan anak-anak
jalanan diilustrasikan berdasarkan pengamatan penulis di tempat atau lokasi
penulis bermukim yakni di Bandung. Ilustrasi awal yang tertuang pada bagian
pendahuluan merupakan hasil pengamatan penulis terhadap peristiwa yang
benar-benar terjadi di sebuah lokasi di pinggiran kota Bandung, namun penulis
menceritakan dengan memberi nama-nama rekaan agar lebih mudah
dipahami. Penulis menemukan enam permasalahan yang dihadapi oleh anak–
anak jalanan. Permasalahan itu adalah: orang tua anak–anak jalanan
umumnya orang yang sangat kekurangan baik secara ekonomi maupun
pendidikan; anak-anak jalanan mencari nafkah dalam usia dini; beban hidup
anak-anak jalanan terasa berat karena mereka menjadi tumpuan keluarga
untuk mencari kebutuhan hidup sehari–hari dengan cara apapun; kebutuhan
hidup anak–anak jalanan tidak dapat terpenuhi seperti pakaian yang layak,
makanan yang cukup mengandung gizi, tempat tinggal yang sehat atau tidak
kotor, lingkungan yang nyaman dan sebagainya; waktu yang dimiliki anak–
anak jalanan dihabiskan untuk bekerja mencari uang. Beberapa alternatif
untuk memecahkan permasalahan tersebut di atas akan dibahas dalam
pemecahan masalah, yakni dengan menggalakan peran teman asuh dan orang
tua asuh bagi anak-anak jalanan.
T
Kata kunci: Gerakan teman asuh, orang tua asuh
Abstract
This article exposes the life of vagrants particularly about their background,
the problems they are facing, and some alternative solutions to their problems.
*) Siswa SDK THI BPK PENABUR Bandung, Juara I Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK
PENABUR Kategori Siswa SD
92
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan
The information was gathered by direct observation on the daily life of vagrants
in the slum areas of Bandung. Based on six problems identified and discussed,
the writer proposes a program of friends and parents movement as an
alternative solution.
Pendahuluan
Di bawah sengatan terik matahari siang hari, empat anak yang masih di bawah
umur tanpa malu-malu menyanyikan lagu di sebuah perempatan jalan di sudut
kota Bandung. Anak-anak ini kira-kira berusia tujuh tahun, lima tahun, empat
tahun, dan tiga tahun. Mereka ini merupakan empat bersaudara kakak beradik.
Dengan alat musik seadanya mereka berusaha menyelesaikan lagu yang
didendangkan, namun sering kali lagu mereka harus terpotong karena lampu
lalu lintas sudah berubah menjadi hijau. Hal ini berarti bahwa mobil-mobil
yang sedang berhenti akan segera pergi melewati perempatan tersebut.
Dengan terburu-buru anak yang paling besar menyodorkan gelas plastik bekas
botol minuman kepada para penumpang sambil menggendong adiknya yang
paling kecil, untuk meminta uang receh dari kantong mereka. Sementara
seorang ibu setengah baya duduk, persis di bawah traffic light dengan telapak
kaki yang terbalut kain perca yang sudah kumal. Ia tidak menghiraukan
panasnya sengatan matahari yang sedang membakarnya serta rasa pedih
pada kakinya yang terluka. Ia melihat anak-anaknya yang sedang beraksi dan
berharap agar setiap penumpang kendaraan yang sedang berhenti mau
membagikan sedikit rezeki kepada anak-anaknya. Mungkin di benak ibu
setengah baya ini sudah tak terpikir akan pendidikan dan masa depan anakanaknya, karena untuk menyekolahkan mereka itu tidak akan mungkin karena
tidak ada biaya. Jika pada hari itu keempat anaknya berhasil mengumpulkan
uang receh yang cukup untuk membeli makanan maka ia sudah bernapas
dengan lega dan berharap hari-hari berikutnya akan mengalami hal yang
sama. Syukur-syukur uang yang didapatkan hari itu ada sisanya untuk
kebutuhan hari berikutnya. Lalu apa yang ada di benak anak-anak itu? Apakah
mereka mempunyai cita-cita? Sebetulnya mereka juga merindukan hal-hal
yang dialami oleh anak-anak yang berkecukupan, bisa bermain, bersekolah
bahkan mereka juga mempunyai cita-cita. Tetapi di balik semua itu mereka
mengubur cita-citanya itu dalam-dalam karena kondisi perekonomian
keluarganya tidak memungkinkan bagi mereka untuk belajar demi meraih
cita-citanya. Harapan tinggallah harapan, tanpa ada jalan ke luar untuk bisa
meraihnya. Beban hidup keluarga seakan-akan telah merampas hak anakanak ini untuk berusaha mengembangkan potensinya atau setidaknya bisa
mempersiapkan hari depan mereka dengan lebih baik.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
93
Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan
Pemandangan tentang kondisi anak jalanan yang sangat menyedihkan ini
sudah tidak asing lagi bagi kita. Bahkan dari hari ke hari jumlah mereka
bukannya berkurang tetapi sebaliknya terus bertambah. Mereka berdatangan
dari daerah-daerah kantong kemiskinan yang ada di pinggiran kota bahkan
ada yang datang dari daerah lain. Sebetulnya pemerintah sudah melakukan
tindakan dengan cara menertibkan anak-anak jalanan untuk dibina oleh
departemen sosial. Namun karena begitu banyaknya jumlah anak-anak jalanan
yang berdatangan secara silih berganti, maka pemerintah tidak mampu lagi
untuk memecahkan persoalan ini secara tuntas.
Anak-anak jalanan terlahir dari sebuah kondisi keterpurukan perekonomian
masyarakat lapisan bawah. Sesungguhnya mereka juga memiliki harapanharapan sebagaimana anak-anak yang orang tuanya berkecukupan. Namun
oleh karena keadaan ekonomi yang tidak mendukung maka mereka hanya
bisa pasrah dan menjalani kehidupan mereka dengan penuh penderitaan.
Agar dapat menyumbangkan gagasan dalam rangka meringankan penderitaan
anak-anak jalanan, berikut ini akan disajikan beberapa permasalahan yang
dihadapi oleh anak-anak jalanan serta alternatif pemecahannya.
Penyebab Masalah
Setidaknya ada lima faktor penyebab masalah yang dihadapi oleh anak-anak
jalanan, yang dapat diperikan seperti berikut:
1. Orang tua anak–anak jalanan umumnya orang yang sangat kekurangan
baik secara ekonomi maupun pendidikan
2. Anak-anak jalanan mencari nafkah dalam usia dini
3. Beban hidup anak-anak jalanan terasa berat karena mereka menjadi
tumpuan keluarga untuk mencari kebutuhan hidup sehari–hari dengan
cara apapun
4. Kebutuhan hidup anak–anak jalanan tidak dapat terpenuhi seperti pakaian
yang layak, makanan yang cukup mengandung gizi, tempat tinggal yang
sehat atau tidak kotor, lingkungan yang nyaman dan sebagainya
5. Waktu yang dimiliki anak–anak jalanan dihabiskan untuk bekerja mencari
uang.
Untuk memperjelas permasalahan tersebut di atas berikut ini akan dibahas
satu demi satu masalah.
Orang tua dari anak-anak jalanan umumnya orang yang sangat kekurangan
baik secara ekonomi maupun pendidikan. Orang-orang ini menikah dan
memiliki keturunan tanpa perencanaan yang matang. Sehingga pada saat
melahirkan anak, mereka tidak mampu mengurus anak-anak mereka dengan
perlakuan yang sewajarnya. Ada yang tidak mampu menyekolahkan, ada yang
tidak mampu memberikan pakaian layak pakai, bahkan ada yang tidak mampu
94
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan
memberikan kebutuhan makanan sehari-hari. Dengan keadaan yang sangat
memprihatinkan ini, maka anak-anak mereka tumbuh dengan suasana yang
penuh dengan permasalahan. Permasalahan itu antara lain: terpaksa bekerja
pada usia dini, tidak memiliki peluang untuk mengenyam pendidikan, tidak
terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, kekurangan gizi, kreativitas mereka tidak
tersalurkan, dan sebagainya.
Masa anak-anak (berkisar tiga tahun hingga dua belas tahun) adalah
masa untuk bermain dan belajar, sudah sewajarnya mereka tidak dibebani
untuk mencari nafkah. Namun tidak demikian dengan apa yang dialami oleh
anak-anak jalanan. Mereka mencari nafkah dalam usia dini, hal ini dikarenakan
oleh ketidakmampuan orang tua untuk memenuhi atau mencukupi kebutuhan
keluarganya. Jangankan untuk membayar uang sekolah, untuk membeli
makanan sehari-hari pun kesulitan. Hal tersebut menyebabkan anak-anak
terpaksa membantu orang tua mencari nafkah, baik karena keinginan orang
tua maupun keinginan mereka sendiri. Karena mereka tidak bersekolah, maka
waktu sehari penuh merupakan waktu yang mutlak milik mereka. Dalam
menggunakan waktu yang sangat banyak ini, mereka tidak mempunyai arahan
yang baik dari siapapun, akhirnya mereka berusaha menggunakan waktu yang
ada untuk mencari uang dengan hal yang mudah, misalnya dengan cara
mengamen, membersihkan mobil di perempatan jalan menggunakan
kemoceng (yang sebetulnya tidak diharapkan oleh pemilik kendaraan tersebut)
untuk sekedar mendapatkan uang receh, atau dengan sengaja
menengadahkan tangan minta belas kasihan dari orang-orang yang peduli
terhadap mereka. Sebenarnya keberadaan mereka dapat mengganggu
kelancaran keamanan dan lalu lintas. Mereka juga dapat menjadi korban
kecelakaan lalu lintas, bahkan menjadi korban pelaku tindak kriminalitas. Tidak
jarang keberadaan mereka ini disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab, yakni secara sengaja dikumpulkan oleh orang tertentu
untuk dikerahkan di kota-kota besar dengan ancaman kekerasan bagi yang
tidak mau melakukan perintahnya. Sehingga permasalahan yang dihadapi
oleh anak jalanan ini menjadi bertambah parah dan sangat membahayakan
jiwa mereka.
Beban hidup anak-anak jalanan terasa berat karena mereka menjadi
tumpuan keluarga untuk mencari kebutuhan hidup sehari-hari dengan cara
apapun. Dengan demikian mereka telah mengorbankan masa bermain dan
belajar demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Mereka menggantikan
peran orang tua dalam mencari nafkah bagi keluarga. Karena kewajiban
untuk bekerja, akhirnya anak-anak jalanan itu pun harus kehilangan waktu
untuk menuntut ilmu dan bermain. Khususnya pada anak-anak yang baru
berusia tiga sampai dengan lima tahun , waktu untuk bermain dan belajar
masih sangat dibutuhkan. Sebenarnya ada beberapa anak jalanan yang pernah
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
95
Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan
merasakan bangku sekolah, tetapi karena faktor ekonomi yang tidak
mendukung , akhirnya anak-anak jalanan terpaksa harus memberhentikan
masa-masa sekolahnya. Anak-anak jalanan sebenarnya ingin merasakan
sebagaimana orang-orang yang dibesarkan dengan kondisi perekonomian yang
baik, mereka ingin memiliki orang tua yang berkecukupan, mereka memiliki
cita-cita dan juga harapan. Namun keinginan dan harapan itu tinggallah impian
semata.
Selain waktu belajar dan bermain tidak mereka miliki, kebutuhan hidup
anak-anak jalanan tidak dapat terpenuhi seperti pakaian yang layak, makanan
yang mengandung cukup gizi, tempat tinggal yang sehat atau tidak kotor,
lingkungan yang nyaman, dan sebagainya. Jadi pada umumnya anak-anak
jalanan hidup pada keterpurukan dan penderitaan. Banyak hal yang seharusnya
dilakukan oleh anak-anak, seperti belajar untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan.. Tetapi, karena kewajibannya mencari uang demi kehidupannya
maka waktu belajar dan bermain harus digantikan dengan bekerja. Selain
itu, keberadaan anak-anak jalanan pun rawan terhadap tindakan kriminal.
Ada anak-anak jalanan yang akhirnya mencopet, mencuri, atau menodong
dan melakukan berbagai macam tindakan kriminal lainnya. Itu semua mereka
lakukan karena keadaan yang memaksa, mungkin pada saat mengamen
mereka tidak mendapatkan hasil yang cukup untuk membeli kebutuhan hidup
pada hari itu. Dengan demikian mereka mencari jalan keluar untuk mencukupi
kebutuhannya dengan tindakan yang melanggar hukum.
Waktu yang dimiliki anak-anak jalanan dalam satu hari, nyaris dihabiskan
di jalanan untuk bekerja mencari uang. Hal itu menyebabkan mereka menjadi
kurang kreatif. Kreativitas anak-anak seharusnya dipupuk dan dikembangkan
disebabkan kreativitas merupakan aspek yang sangat penting dalam rangka
mencerdaskan anak. Sebagaimana dikatakan oleh Joan Beck bahwa anak
yang memiliki kreativitas tinggi pasti memiliki kecerdasan yang tinggi pula
(Joan Beck 1994:155). Kurangnya kreativitas anak-anak jalanan tersebut,
karena tidak mendapat perhatian orang tua mereka. Waktu yang mereka
miliki cenderung dieksplotasi untuk menghasilkan uang. Padahal untuk
meningkatkan kreativitas dibutuhkan rangsangan, kesempatan dan latihan.
Pemecahan Masalah
Anak-anak jalanan biasanya menjadi tulang punggung keluarganya. Ini
disebabkan orang tua sudah tidak mampu lagi untuk mencari uang. Hal ini
disebabkan beberapa faktor antara lain: tidak ada lapangan kerja yang dapat
menampung para orang tua anak jalanan, orang tua yang cacat sehingga
mengakibatkan orang tua mengandalkan anak-anaknya untuk mencari uang.
Sebenarnya bagi anak-anak, mengamen atau melakukan kegiatan apapun di
jalan raya merupakan hal yang dapat membahayakan jiwa mereka. Apalagi
96
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan
pada anak-anak yang masih tergolong balita. Pada usia itu anak-anak masih
membutuhkan pengawasan dan perlindungan dari orang tua. Namun tidak
ada jalan lain, mereka harus bekerja supaya terus tetap bertahan hidup.
Kadang ada yang mengamen dari pagi buta hingga larut malam. Akhirnya
membuat anak-anak harus bermalam di tempat yang tidak layak. Begitu
menderitanya anak-anak jalanan ini, lalu apakah ada peluang bagi mereka
untuk dapat merasakan kehidupan yang sedikit lebih nyaman? Lalu siapa yang
seharusnya tergerak untuk mempedulikan mereka?
Seperti telah dikemukakan di depan bahwa anak-anak jalanan sebenarnya
ingin sekali hidup bersama orang tua yang berkecukupan. Mereka pun memiliki
cita-cita dan harapan yang tinggi sama seperti anak-anak yang berkecukupan
seusianya. Jika mereka tidak hidup dalam keadaan yang tidak terpuruk ,
kreativitas mereka bisa diasah dengan sebaik-baiknya. Dengan permasalahan
yang begitu kompleks ini, jalan ke luar apa yang bisa ditempuh? Apa yang
bisa dilakukan pihak lain untuk membantu anak jalanan?
Gerakan teman asuh dan gerakan orang tua asuh merupakan alternatif
yang dapat ditempuh untuk meringankan beban anak-anak jalanan. Teman
asuh yang dimaksud di sini adalah anak-anak yang hidup di dalam keluarga
berkecukupan dan memiliki kepedulian terhadap penderitaan yang dialami
oleh anak-anak jalanan. Teman asuh dapat berasal dari lingkungan sekolah
tertentu dan mayarakat di luar sekolah misalnya anak-anak warga gereja
tertentu.
Gerakan teman asuh di lingkungan sekolah tertentu dapat direncanakan
sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. Sebagai contoh, sekolah A memiliki
murid seribu orang, sekolah ini dapat membuat program gerakan teman asuh
dengan cara penyisihan uang jajan sebesar Rp. 1.000,00 per orang per
minggu. Dengan demikian dalam satu bulan sekolah tersebut sudah dapat
mengumpulkan dana sebesar Rp. 4.000.000,00. Besaran penyisihan uang jajan
ini sangat bergantung kepada kemampuan warga sekolah. Bisa lebih dari
nominal seribu rupiah atau bisa kurang dari nominal seribu rupiah. Setelah
dana terkumpul, maka dana tersebut dapat segera disalurkan kepada anakanak jalanan yang menjadi target sekolah. Penyerahan dana ini dapat
dilakukan secara periodik misalnya setiap tiga bulan, empat bulan, enam bulan,
dan sebagainya. Selain pengumpulan uang, dapat juga dilakukan pengumpulan
pakaian seragam sekolah layak pakai dan buku-buku pelajaran serta peralatan
sekolah yang sudah tidak digunakan oleh pemiliknya.
Gerakan teman asuh di lingkungan gereja tertentu juga dapat dilakukan
dengan teknis yang tidak jauh berbeda dengan gerakan teman asuh di
lingkungan sekolah. Hanya saja dana yang disisihkan mungkin bukan uang
jajan, melainkan persembahan khusus yang dialokasikan untuk membantu
anak-anak jalanan. Besaran uang yang dipersembahkan mungkin lebih
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
97
Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan
progresif, bergantung kepada kemampuan pemberi persembahan. Setelah
dana terkumpul, maka dana tersebut dapat segera diserahkan kepada anakanak jalanan yang menjadi target gereja itu.
GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh) sudah lama dicanangkan oleh
pemerintah. Gerakan ini perlu dipupukkembangkan lagi agar mencapai jumlah
yang lebih banyak. Orang tua asuh yang dimaksud di sini adalah keluarga
yang berkecukupan dan memiliki kepedulian terhadap anak-anak jalanan
dengan cara memberikan bantuan berupa kebutuhan hidup atau biaya sekolah
bagi anak-anak jalanan. Gereja merupakan lembaga yang cukup potensial
untuk menggerakkan orang tua asuh. Gereja dapat menawarkan kepada
keluarga-keluarga mampu untuk menjadi donatur bagi anak-anak jalanan.
Apabila tawaran ini sudah mendapatkan respon dari jemaat, pengelola dapat
menentukan target anak-anak jalanan yang akan dibantu. Bantuan tersebut
dapat berupa biaya sekolah selama satu tahun (pada akhir tahun pelajaran,
kesanggupan keluarga tersebut untuk menjadi donatur dapat diperbaharui
lagi). Apabila jumlah orang tua asuh lebih banyak, maka langkah untuk
menolong para anak jalanan ini semakin dapat membuahkan hasil.
Alternatif lain dapat juga dilakukan oleh pihak sekolah. Sekolah-sekolah
sebaiknya mengadakan program beasiswa bagi anak-anak jalanan dengan
aturan yang lebih khusus. Misalnya dengan cara menjaring anak-anak jalanan
yang memiliki prestasi tinggi, kemudian diberikan pelayanan pendidikan tanpa
biaya. Selain itu, agar anak-anak jalanan dapat bersekolah perlu peranan
pemerintah dalam memperbaiki taraf hidup orang tua dan mengatasi masalah
pengangguran yang ada, yaitu dengan cara membuka lapangan kerja baru,
mendorong usaha-usaha kecil, memperluas kesempatan swasta untuk
berusaha, sehingga para orang tua anak jalanan ini mendapat peluang untuk
mendapatkan pekerjaan dan dapat menyekolahkan anak-anaknya.
Gerakan teman asuh dan gerakan orang tua asuh merupakan alternatif
yang patut didorong keberadaannya agar anak-anak jalanan dapat ditolong.
Langkah-langkah untuk menggerakkan orang tua asuh dan teman asuh ini
sangat mungkin dilakukan, asal dengan program yang pasti dan informasi
yang jelas. Di sisi lain pemerintah sebaiknya merangkul pihak-pihak yang
mampu seperti para pengusaha yang sukses ataupun para pejabat yang memiliki
penghasilan tinggi untuk memberikan bantuan kepada anak-anak jalanan secara
tepat sasaran dan tepat guna. Semua itu akan tercapai, bila orang-orang yang
mampu dengan tulus ikhlas mau ambil bagian membantu mereka. Mari ulurkan
tangan bagi anak-anak jalanan, agar mereka bisa menikmati kehidupan yang
wajar, terus bersekolah, dan menjadi anak yang siap menyongsong masa depan
yang lebih baik. Melalui kedua gerakan ini serta dengan bantuan pemerintah,
kelima penyebab masalah yang dihadapi anak-anak jalanan itu akan dapat diatasi.
98
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Anak-anak jalanan terlahir dari sebuah kondisi keterpurukan perekonomian
masyarakat lapisan bawah. Sesungguhnya mereka juga memiliki harapanharapan sebagaimana anak-anak yang orang tuanya berkecukupan. Namun
oleh karena keadaan ekonomi yang tidak mendukung maka mereka hanya
bisa pasrah dan menjalani kehidupan mereka dengan penuh penderitaan.
Anak – anak jalanan tumbuh di dalam kondisi keluarga yang sangat tidak
menguntungkan, mereka tidak bisa mengenyam pendidikan, tidak bisa
menikmati kasih sayang orang tua, tidak bisa menikmati kesehatan yang
semestinya, bahkan apa yang mereka makan sangat jauh di bawah standar
gizi yang dibutuhkan. Di balik keterpurukan seperti ini sebenarnya anak-anak
jalanan juga memiliki harapan dan cita-cita sebagaimana anak–anak pada
umumnya, akan tetapi mereka tidak dapat mewujudkan harapan dan cita–
cita mereka. Penderitaan anak-anak jalanan ini sudah sepantasnya
mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai lapisan masyarakat. Gerakan
teman asuh dan orang tua asuh merupakan langkah yang sangat mungkin
dilakukan untuk mengurangi penderitaan anak-anak jalanan. Sekolah-sekolah
dan lembaga sosial masyarakat seperti gereja, organisasi umat Islam,
organisasi umat Hindu, dan organisasi umat Budha, dan sejenisnya merupakan
wahana yang cukup potensial untuk melakukan gerakan ini.
Saran
Gerakan teman asuh dan orang tua asuh dapat berjalan dengan baik
apabila para tokoh kunci di lembaga-lembaga tertentu bersedia menaruh
perhatian yang lebih serius terhadap hal ini. Para tokoh kunci yang dimaksud
misalnya kepala sekolah, guru, pengurus OSIS, dan sebagainya. Sedangkan
di lembaga-lembaga di luar sekolah misalnya pendeta, pekerja gereja, para aktivis
gereja, pimpinan organisasi dan aktivis umat Islam, Hindu, Budha, dan pimpinan
atau aktivis lembaga sejenis lainnya. Untuk itu kami menghimbau kepada para
tokoh kunci ini untuk memberikan perhatian yang lebih serius terhadap hal ini.
Daftar Pustaka
Clyde, M. Narramore, (1985). Liku-liku problema rumah tangga. Bandung:
Yayasan Kalam Hidup
Beck, Joan. (1994). Meningkatkan kecerdasan anak . Jakarta: Pustaka
Delapratasa
Dargatz, Jan. (1999). Sederhana menyatakan kasih sayang. Batam: Interaksara
Lewis, Paul. (1997). 40 cara mengarahkan anak. Bandung: Yayasan Kalam Hidup
Subrata, Hadi Subrata, A. (1997). Mengembangkan kepribadian anak balita.
Jakarta: BPK Gunung Mulia
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
99
Berbagi
Opini Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih
Kepada Sesama
Jeffry Kurniawan, Steffi Agatha, Ricky Kurniawan*)
Abstrak
langkah indahnya jika dunia ini penuh dengan kasih, peduli dan berbagi
dimana setiap orang mempunyai suatu keinginan untuk mencintai dan
peduli satu dengan yang lainnya. Berbagi kasih adalah suatu usaha
untuk menjalin hubungan sosial dan juga untuk mempererat tali
persaudaraan di antara manusia. Berbagi kasih juga adalah wujud kepedulian
kita terhadap sesama. Banyak sekali yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan
kepedulian. Bentuk kepedulian ini dapat kita lakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Di dalam berbagi kasih, kita juga tidak perlu memandang ras,
suku, agama, golongan sosial, dan sebagainya. Berbagi kasih tidak boleh
pandang bulu.
A
Kata kunci: Berbagi kasih, wujud kepedulian, tidak pandang bulu.
Abstract
How beautiful it is if this world filled with love, care, and share where every
body has a willingness to love and care each other. Sharing affection is an
effort to build and maintain good social relation and also to tighten solidarity
among human beings. We can do many things to realize it. Sharing love can
be done directly or indirectly without discrimination of races, religions, ethnics,
culture, social status, etc.
Pendahuluan
Dewasa ini, tampaknya manusia banyak yang sudah mulai lupa akan panggilan
hidupnya. Hal ini dapat terlihat dari semakin sulitnya manusia untuk berbagi
kasih dan peduli kepada sesamanya. Padahal, berbagi kasih kepada sesama
bukanlah hal yang terlalu sulit dilakukan dan tidak akan mengurangi sesuatu
*) Siswa SMA BPK PENABUR Tasikmalaya, Juara I Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR
Kategori Siswa SLTA
100
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
apapun dari diri kita sebagai manusia. Sebagai manusia kita seharusnya sadar
bahwa kita hadir di dalam dunia bukan untuk diri kita sendiri, tapi untuk orang
lain juga. Memang tidak salah apabila seseorang menyayangi dan memanjakan
dirinya sendiri. Bahkan Tuhan Yesus dalam Matius 22:39 mengatakan, “Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Ini artinya bukannya kita tidak
boleh mencintai diri sendiri, tetapi kita juga dipanggil untuk mengasihi Allah
dan sesama. Sudah selayaknya berkat dan kasih yang kita terima dari Allah
kita bagikan juga kepada sesama agar mereka juga turut merasakan kasih
dari Allah yang sudah kita terima. Dengan begitu, kita juga sudah
mewujudnyatakan rasa syukur kita sebagai makhluk yang telah diselamatkan
oleh darah anak-Nya.
Lantas, apa yang membuat kita begitu sulit mengasihi dan peduli kepada
sesama? Ini semua tidak terlepas dari kepekaan manusia sebagai individu
dan juga sudut pandang manusia di dalam memandang sesamanya. Melalui
tulisan ini, kita semua diajak untuk mengintropeksi diri kita sendiri, juga untuk
menyadari bahwa betapa pentingnya kehadiran manusia yang satu terhadap
yang lainnya serta apa saja yang bisa kita lakukan untuk mereka dengan
mengingat bahwa kita adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan
bantuan dari orang lain.
Uraian berikut ini tentang berbagi kasih dan peduli kepada sesama mudahmudahan dapat menjadi bahan refleksi untuk kita. Bagaimana kita dapat
menunjukkan sikap peduli kita terhadap sesama. Kita dapat memulai dari diri
kita sendiri dan saat ini juga.
Kasus I
Gara-gara tidak mampu membayar SPP, Miftahul Jannah, yang akrab dipanggil
Mita nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Selepas magrib, bocah
13 tahun yang tinggal di Kelurahan Karang Semande, Kecamatan Karang
Malang, Balong Panggang, Gresik, itu menggantungkan setagen panjang 395
cm warna putih di lehernya. …. Mengapa Mita bunuh diri? Atun, adik Sami
(nenek korban), mengatakan, korban stres dan bingung karena tidak punya
uang biaya tur yang akan dilaksanakan sekolahnya. “Kalau tidak bisa bayar,
katanya tidak boleh ikut rekreasi dan ambil ijazah,” tuturnya. …. Mita juga
sempat marah dan sakit hati ketika emak embahnya berkata bahwa dirinya
makan dan tidur tidak membayar. …. Hal tersebut membuat bocah kelas 6
SDN Semande ini sakit hati.
Penggalan berita di koran beberapa waktu yang lalu di atas merupakan
cerminan dari kondisi sosial di negara kita. Dalam kondisi yang seperti itulah
kepedulian kita terhadap sesama sangat dibutuhkan, terutama oleh orangJurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
101
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
orang kecil seperti Mita. Padahal, jika pada saat itu pihak sekolah memberikan
keringanan dalam pembayaran SPP, mungkin peristiwa tersebut tidak akan
terjadi. Memang kasus di atas tidak dapat ditimpakan kepada pihak sekolah
saja, karena Mita pun sebenarnya tidak menyampaikan kesulitan yang
dialaminya pada pihak sekolah. Tetapi, jika sejak dini sekolah lebih peka di
dalam memantau keadaan keluarga para siswanya dan memberikan
keringanan dalam pembayaran SPP atau pun melalui pemberian beasiswa
bagi mereka yang kurang mampu secara ekonomi, Mita mungkin tidak akan
berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang seperti itu. Kurangnya
kepedulian dan perhatian membuat Mita nekat mengakhiri hidupnya dengan
gantung diri.
Kadangkala kita memang terlalu asyik dengan apa yang ada pada diri kita
sendiri. Persoalan-persoalan pribadi, rutinitas kerja, harta, dan kesenangankesenangan membuat kita lupa bahwa masih banyak orang yang membutuhkan
uluran tangan dari kita. Ironis memang jika kita mengingat bahwa sejak kecil
kita sudah dikenalkan sebagai makhluk sosial, di mana manusia tidak dapat
hidup sendiri dan saling bergantung kepada orang lain. Tapi itulah
kenyataannya, bahwa kita sering kali tidak peka terhadap sesama kita.
Sekarang ini semakin jarang orang yang mau mengulurkan tangannya untuk
membantu sesamanya. Contoh kecil, sering kali kita bersikap acuh tak acuh
terhadap pengemis-pengemis yang cacat fisik yang dapat kita jumpai di depan
pusat-pusat perbelanjaan. Padahal, mereka jelas-jelas sudah cacat dan tidak
dapat mencari uang dengan cara yang lain, sebenarnya mereka pun terpaksa
melakukan hal tersebu. Jika mereka bisa tentu mereka ingin mencari
pekerjaan yang lebih layak. Contoh lainnya, mungkin kita seringkali bercekcok
dengan tukang reparasi payung untuk mendapatkan harga yang semurahmurahnya dalam memperbaiki payung. Padahal, harga yang kita ributkan itu
tidaklah seberapa jika kita bandingkan dengan gaya hidup kita yang mewah
di mana kita seringkali membeli barang-barang yang manfaatnya tidaklah
seberapa dibandingkan dengan keahlian mereka dalam memperbaiki payung
dan manfaat dari payung itu sendiri. Mungkin tidak pernah terpikirkan oleh
kita jika pada hari itu, dia tidak menemukan pelanggan lain selain kita maka
mungkin dia tidak akan membawa sepeser uang pun. Bisa kita bayangkan
betapa berat bebannya untuk memberi nafkah kepada keluarganya dengan
penghasilan yang pas-pasan dan tidak menentu dalam setiap harinya. Apakah
kita sudah melupakan ajaran sosial yang telah kita terima sejak kecil itu atau
apakah kita berpikir bahwa kita hidup semata-mata untuk mencari kepuasan
diri dan memenuhi kepentingan diri sendiri?
102
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
Kurangnya Empati
Yang jelas salah satu penyebab kurangnya kepedulian dan perhatian manusia
terhadap sesamanya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya rasa empati
dalam dirinya. Empati lebih dalam dari rasa simpati karena dengan berempati
seseorang benar-benar merasakan posisi dan kondisi yang sedang dialami
orang lain. Seseorang yang tidak memiliki rasa empati dalam dirinya tidak
akan mampu merasakan penderitaan atau kesusahan yang sedang dialami
oleh orang lain. Akibatnya, dia tidak akan memiliki rasa belas kasihan bahkan
terkesan cuek ketika menyaksikan sesamanya mengalami kesusahan. Dia tidak
akan merasa terpanggil untuk memberikan bantuan kepada sesama mereka
itu. Kita sebagai manusia dipanggil untuk mengasah rasa empati kita setiap
saat dalam kehidupan yang kita jalani sehingga mampu merasakan
penderitaan yang dialami oleh orang lain dan dapat berbelas kasihan kepada
yang membutuhkan bantuan. Ilustrasi berikut dapat menunjukkan bagaimana
sikap empati dapat diwujudkan.
Mencoba mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik, itulah yang
diinginkan Anif Lesmana (11) seorang siswa kelas enam SD di kota Bandung
yang terpaksa harus merangkap sebagai anak jalanan. Ia bersama temantemannya biasa mengamen di perempatan jalan atau menjual koran sepulang
sekolah.
Anif terpaksa bekerja karena ia sangat ingin membantu orang tuanya. Ayahnya
adalah seorang penjual es keliling yang penah menganggur karena sakit
sedangkan ibunya belum juga mendapat pekerjaan.
Awalnya, ada tetangga yang prihatin dan mengajak kakak Anif, Alvin(14)
untuk menjual koran di perempatan jalan. Melihat kakaknya biasa mendapat
uang Rp.1.000- Rp.5.000 sehari di jalanan, Anif pun mengikutinya. Waktu
ayahnya mengetahui ia berjualan di jalanan, ia sempat dilarang. Tapi karena
terpaksa akhirnya ia diperbolehkan.
Bagi Anif dan juga anak-anak jalanan lain bekerja merupakan hal yang
pasti bisa mengurangi beban orangtua. Jika tidak karena mimpi untuk memiliki
masa depan yang cerah, mungkin mereka tidak mengamen. (Kompas, Jumat
30 September 2005).
Sikap tetangga Anif dalam kisah di atas menunjukkan sikap empati. Dia merasa
prihatin dan turut merasakan kesulitan yang dialami Anif dan keluarganya .
Memang, dalam berbagi kasih kepada sesama, kita harus mau turut merasakan
apa yang mereka derita. Karena dengan begitu, kita tergerak untuk membantu
mereka.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
103
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
Keegoisan
“Paling enak itu jadi orang cueek, nggaaak peduli sama orang lain. Buat apa
mikirin orang lain? Cape sendiri… elu jalanin hidup lu sendiri, gue jalanin
hidup gue.” Itulah komentar yang belakangan ini sering kita dengar dari mulut
manusia. Sikap manusia yang menganggap dirinya paling penting sedangkan
kepentingan orang lain adalah nomor dua membuat orang kehilangan
kepedulian. Manusia terlalu memikirkan dirinya sendiri dan tidak mau tahu
tentang orang lain. Manusia lebih mengutamakan kepuasan dirinya sendiri
dengan mencari uang atau menghamburkan uang untuk membeli televisi yang
berharga 70 juta misalnya. Padahal, sejak manusia dilahirkan, Tuhan pun
sudah mengingatkan bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki keterikatan
pada orang lain. Bayangkan apabila ketika ibu kita akan melahirkan kita, di
sana tidak ada bidan ataupun dokter yang mendampinginya, apakah ibu kita
akan melahirkan dengan lancar? Tentunya, diperlukan orang lain yang dapat
membantu ibu kita sehingga dapat melahirkan secara lancar. Manusia dalam
hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, kita tidak seharusnya
menyepelekan atau cuek terhadap orang lain. Kita harus sadar bahwa kita
memerlukan orang lain dan orang lain juga memerlukan kita. Sudah
seharusnya kita saling membantu sesama dan mengesampingkan ego-ego
kita. Apakah kita akan memilih perbuatan baik atau memenangkan ego kita
sendiri?.
Konsistensi
Malam itu Ani berdoa. “Tuhan, … aku ingin supaya Engkau mencurahkan
berkatMu atas diri ku. Ajarlah aku juga untuk melakukan segala yang Kau
perintahkan, agar hidupku dapat berkenan di mataMu dan menjadi sumber
sukacita serta berkat bagi sesama. Amin.”
Pada hari minggu, Ani pergi ke restoran karena sudah memiliki janji
dengan temannya. Di tengah jalan dia menyaksikan suatu peristiwa tabrak
lari. Sang korban terluka dan tidak dapat bangun karena jatuh dan kakinya
keseleo. Sang korban menjadi kebingungan karena di sana tidak ada orang
lain. Melihat kenyataan itu, Ani berlari dengan cepat sambil sembunyi-sembunyi
karena dia tidak mau direpotkan oleh sang korban. Dia tidak ingin terlambat
menemui temannya di restoran.
Selain egois, kadang-kadang manusia juga munafik. Sebenarnya, kita
sudah tahu bahwa sejak kecil kita diajarkan untuk saling mengasihi sesama
seperti kita mengasihi diri sendiri dan kita juga meyakini kebenaran ajaran
tersebut. Namun, dalam kenyataannya kita tidak mau melakukan hal itu. Kita
lebih tertarik untuk melakukan hal-hal yang memuaskan diri kita sendiri.
Mungkin, sering kita mengucapkan perintah untuk saling mengasihi sesama
104
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
ini, tapi hal itu diucapkan hanya oleh mulut saja tidak dengan hati dan
perbuatan. Dalam hal ini, manusia dingatkan untuk konsisten bahwa apa yang
telah kita yakini dan ucapkan haruslah nyata dalam tindakan.
Berbicara tentang konsistensi, kita diingatkan pada cerita tentang orangorang Farisi dalam Alkitab. Mereka melakukan sesuatu bukan karena didorong
oleh panggilan hati yang jernih, melainkan sekadar sebagai kewajiban
keagamaan. Bahkan lebih lanjut mereka melakukan banyak hal supaya
perbuatannya itu dilihat orang. Di sini terlihat ketidakkonsistenan antara yang
diyakini dengan yang dilakukan. Minimal, terjadi pembelokan tujuan. Puasa
yang seharusnya dilakukan sebagai bagian dari hubungan yang khusus dengan
Allah, kini dijadikan sarana pameran kesalehan. Ini jelas suatu sikap tidak
konsisten. Mereka mengajarkan Firman Allah tetapi tidak melakukannya.
Mereka suka sekali menjadi guru namun tidak mau menjadi teladan.
Seharusnya apa yang diyakini harus terlihat dalam semua tingkah laku, dan
dilakukan dengan motivasi yang benar. Perintah Tuhan untuk mengasihi sesama
seperti diri sendiri adalah imperatif kategoris dimana perintah ini mutlak
dilakukan untuk menjamin suatu kondisi yang baik. Janganlah kita menjadi
orang yang tidak konsisten karena jika demikian kita telah mengambil langkah
menuju kemunafikan.
Kasus II
Ada orang Yahudi yang dirampok penyamun sehingga mengalami luka-luka.
Kemudian lewatlat seorang Imam, tetapi dia diam saja. Dia hanya lewat tanpa
peduli apa yang terjadi. Lalu, beberapa saat kemudian lewat pula seorang
Lewi (pembantu imam). Namun, ia juga tidak melakukan apa pun. Ia hanya
lewat dan membiarkan orang Yahudi itu. Akhirnya lewatlah seorang Samaria.
Berbeda dengan dua orang sebelumnya, hati orang Samaria ini tergerak oleh
belas kasihan, ia bersihkan luka orang Yahudi itu dengan minyak dan anggur
(suatu benda yang sangat berharga pada saat itu), memberi tumpangan di
kudanya dan mengantarnya ke sebuah penginapan. Ia juga meninggalkan
biaya perawatan bagi orang Yahudi yang tak dikenalnya itu, bahkan ia berjanji
akan kembali untuk melunasi kekurangannya.
Siapakah Sesama Manusia itu?
Itulah sepenggal kisah orang Samaria yang baik hati. Dalam kisah tersebut
Imam dan orang Lewi tidak mau menolongnya. Mungkin mereka sedang
terburu-buru atau mereka tidak mau dinajiskan oleh darah orang yang terluka
itu, karena dapat mengganggu pelayanan dan tugas mereka di tempat ibadah.
Namun yang jelas, kepekaan mereka terhadap penderitaan manusia dan kasih
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
105
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
pada sesama kalah oleh orang Samaria yang mau berkorban bagi orang yang
memusuhi dan membencinya. Pada zaman itu, orang Samaria kerapkali
dilecehkan, dijauhi dan dimusuhi oleh orang Yahudi. Dari ketiga orang yang
lewat dalam cerita di atas, siapakah yang menjadi sesama bagi orang lain
dan menganggap orang lain adalah sesamanya?
Kisah tentang orang Samaria tersebut telah menjawab pertanyaan dari
subjudul di atas. Sesama manusia adalah orang-orang yang ada di sekitar
kita tanpa membedakan muka, suku, budaya, agama, ras,dan lain lain. Orang
Samaria dalam cerita di atas telah menunjukan kasih yang luar biasa. Kasih
yang mengatasi segala permusuhan, perbedaan dan kebencian. Begitu juga
kita sebagai manusia, hendaklah kita meneladani orang Samaria tersebut.
Kita harus peduli dan mengasihi orang-orang di sekitar kita tanpa harus melihat
dulu latar belakang orang yang ditolong, mukanya, ataupun agamanya.
Seringkali kita tidak mau peduli dengan orang lain karena kita menganggap
mereka berbeda dengan kita atau karena mereka lebih rendah derajatnya
daripada kita sehingga kita tidak layak bergaul dengan mereka. Tetapi sekali
lagi kita telah diingatkan bahwa kita harus menjadi sesama bagi siapa pun
dan harus menjadikan siapa pun sebagai sesama kita.
Kesimpulan dan Saran
Kasus seperti Mita dapat dihindari jika kita semua lebih peduli dan lebih menaruh
perhatian terhadap Mita. Hal ini menuntut kemurahan dari hati kita sebagai
manusia. Murah hati adalah rela memberi sesuatu kepada orang lain dengan
tulus tanpa mengharapkan imbalan. Namun, pemberian yang tulus tersebut
harus mempertimbangkan ketepatan waktu, bentuk dan manfaat bagi orang
yang menerima, serta ketetapan motivasi bagi sang pemberi. Jadi, dalam
bermurah hati, kita harus ingat bahwa bantuan yang kita berikan harus :
1. Tepat waktu. Bantuan kita tidak diulur-ulur atau ditunda.
2. Tepat bentuk. Misalnya, bagi orang yang kelaparan, tentu tidak tepat apabila
kita memberi bantuan berupa “membacakan Alkitab dan mendoakannya”
tanpa berbuat sesuatu untuk mengurangi kelaparannya.
3. Tepat manfaat. Apakah yang kita berikan sesuai dengan kebutuhan atau
tidak bagi si penerima.
Penyakit terbesar di dunia Barat pada zaman ini bukanlah TBC atau Lepra,
melainkan timbulnya perasaan tidak dibutuhkan oleh orang lain, tidak dicintai,
atau tidak dipedulikan. Kita dapat menyembuhkan penyakit fisik dengan obatobatan tetapi satu-satunya penyembuhan bagi kesepian, keputusasaan, dan
hilangnya harapan adalah cinta…. ada kelaparan akan cinta….(A Simple Parh;
hal.49). Kira-kira itulah yang ingin Ibu Teresa katakan pada dunia. Dalam
hidupnya, Ibu Teresa bersama dengan Tarekat yang ia dirikan sendiri,
106
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
Missionaris Cinta Kasih, telah melakukan pekerjaan besar. Ia tanpa banyak
bicara dan dengan efektif telah membantu 123 negara yang dilanda
penderitaan dan kekurangan yang begitu mengerikan. Hal itu bisa kita lihat
dari rumah-rumah dan pusat-pusat yang beliau dirikan yang sekarang
mencakup tempat bernaung bagi para tunawisma dan klinik-klinik AIDS.
Hidupnya ia persembahkan untuk melayani orang-orang yang tersisih dan
terbuang dari masyarakat.
Dari pengalaman hidup Ibu Teresa itu, kita dapat mempelajari banyak
hal. Namun, pada intinya kita dipanggil untuk berbagi cinta kasih dengan
sesama. Mungkin, kita tidak dapat menjadi seperti Ibu Teresa yang berkeliling
dunia untuk menjamah mereka yang membutuhkan perhatian, tetapi kita dapat
memulainya dari perkara-perkara kecil, dimulai dari teman-teman sepergaulan
kita, masyarakat di lingkungan kita tinggal, teman sekolah, dan sebagainya.
Banyak sekali yang dapat kita lakukan untuk mereka. Misalnya saja, menjadi
tempat curhat teman-teman kita, memberi perhatian terhadap teman-teman
kita, ikut memberi subsidi teman kita yang tidak mampu membayar SPP,
menyumbang korban bencana alam melalui kotak peduli kasih yang diedarkan
di sekolah ataupun tempat-tempat lainnya atau bahkan menjadi relawan ke
daerah bencana untuk memberi bantuan tenaga dalam melayani mereka yang
terkena bencana. Jika sejak dini kita mampu memperhatikan mereka yang
ada di sekitar kita dan berbagi kasih dengan mereka, maka akan tercipta
suatu kondisi yang damai dan mudah-mudahan tidak akan terulang lagi
peristiwa yang menimpa Mita.
Inilah panggilan saat ini. Kita dipanggil untuk mengasah empati kita,
membuang keegoisan kita, tidak munafik, dan murah hati. Satu pertanyaan
yang patut dijawab dan memerlukan kekonsistenan adalah, “Maukah kita menjadi
Ibu Teresa lain yang mau berbagi cinta kasih dan peduli pada sesama kita?”
Daftar Pustaka
Purnama, Danny. (2003). Murah hati: Gimana caranya?. Dalam Teens for
christ (edisi November-Desember). Jakarta.
www.jawapos.com.
www.kompas.com
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
107
Opini
Manajemen
Pemasaran Sekolah
Manajemen Pemasaran Sekolah
sebagai Salah Satu Kunci
Keberhasilan Persaingan Sekolah
Henry Sumurung Octavian, SE., M.M.*)
Abstrak
aat ini istilah efektif dan efisien merupakan istilah yang sering digunakan
sehubungan dengan pola persaingan yang semakin ketat. Tidak
terkecuali dunia pendidikan termasuk sekolah merasakan tuntutan
kondisi lingkungan tersebut. Banyak perubahan yang harus dilakukan
khususnya menyangkut pola-pola manajemen sekolah selama ini. Sebagai
organisasi nirlaba maka sekolah seharusnya berusaha melakukan terobosan
akibat berkurang atau bahkan hilangnya insentif yang diterima lembaga
pendidikan. Sekolah sebagai lembaga penyedia jasa pendidikan perlu belajar
dan memiliki inisiatif untuk semakin meningkatkan kepuasan pelanggan karena
pendidikan merupakan proses yang sirkuler yang saling mempengaruhi dan
berkelanjutan. Inisiatif sekolah dimulai dari mencari tahu (riset pasar) kondisi
pasar pendidikan. Dari berbagai macam segmen yang ada di pasar, selanjutnya
sekolah menetapkan strategi pemasaran yang sesuai dengan pasar sasaran.
Dalam pemetaan pasar yang tersegmen, penyedia jasa pendidikan (sekolah)
akan secara fokus menetapkan atribut-atribut kepentingan sesuai dengan
karakteristik segmen yang dipilih. Lebih dari itu gap keseimbangan antara
jumlah penyelenggara sekolah dan jumlah siswa akan semakin kecil akibat
sekolah secara komprehensif mengukur sumber daya dan kondisi pasar.
S
Kata kunci: Manajemen sekolah, manajemen pemasaran, strategi
pengelolaan, atribut pendidikan, pasar pendidikan, segmen,
target pasar, riset pasar
Abstract
Nowdays the terms of ’effective’ and ‘efficient’ are more often used in relation
to tight competition patterns. Such as a competition also occurs in the
education world. Schools are demanded to improve management system,
*) Kepala SMA BPK PENABUR Bogor, Juara III Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR
Kategori Karyawan
108
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Manajemen Pemasaran Sekolah
teaching and learning process in order to be able to sustain, develop, and
compete. As a non profit institution, schools are expected to make some
breakthroughs and innovations to satisfy their consumers. The writer discusses
some ideas how to improve school management to maximize the attainment
of its educational objectives.
Pendahuluan
Dalam kondisi krisis multidimensi yang berkepanjangan, pendidikan telah
menarik perhatian berbagai pihak setelah bergeser menjadi salah satu pos
pengeluaran yang semakin besar dan memberatkan di sebahagaian besar
anggota masyarakat. Tingginya biaya pendidikan merupakan konsekuensi dari
meningkatnya biaya dan ditambah lagi dengan berkurangnya kemampuan
para penyandang dana pendidikan.
Pendidikan yang ‘mahal’ akan semakin menjadi relatif ketika kita melihat
dari sudut pandang yang berbeda. Apabila pendidikan dianggap sebagai suatu
bentuk investasi yang akan memberikan suatu benefit di masa mendatang
maka tidak akan terjadi penempatan biaya pendidikan dalam skala prioritas
terakhir atau berada di bawah pengeluaran-pengeluaran yang konsumtif.
Perspektif inilah yang harus terus diupayakan menjadi sepandang agar tidak
terjadi gap pendekatan bagi solusi masalah-masalah seputar pendidikan.
Komunikasi yang sering sumbang harus disamakan, paling tidak untuk
membuka forum diskusi yang lebih terarah bagi semua pihak yang
berkepentingan di dunia pendidikan.
Bermunculannya sekolah-sekolah baru menimbulkan fenomena dalam
dunia kependidikan. Bentuk dan pendekatan pendidikan semakin berkembang
dan kompleks. Tidak hanya pemain-pemain lama yang mengembangkan
sekolah yang sudah ada namun juga dari pelaku usaha non kependidikan dan
bahkan penyelenggara pendidikan dari luar negeri. Secara objektif, masyarakat
semakin sulit menentukan pilihan lembaga pendidikan formal/sekolah yang
akan digunakan.
Sehubungan dengan kurikulum berbasis kompetensi, maka pendekatan
satu arah guru-siswa akan semakin dikurangi. Metode-metode partisipatif
berdasarkan kompetensi akan semakin digunakan. Peserta didik akan semakin
mendapat perhatian secara pribadi. Dengan semakin ditambahkannya fiturfitur pengajaran tersebut, maka biaya operasional secara rasional akan
bertambah. Hal yang logis ketika kualitas suatu produk/layanan ditingkatkan
maka akan meningkatkan biaya.
Di lain pihak pengelolaan suatu lembaga menuju organisasai yang efektif
dan efisien merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi tersebut. Tidak
terkecuali lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut menjadi
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
109
Manajemen Pemasaran Sekolah
organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal memerlukan suatu sistem pengelolaan yang profesional.
Sekolah formal sebagai organisasi nirlaba telah banyak mengalami
redefenisi dalam hal bagaimana seharusnya sekolah dapat tetap beroperasi
dalam iklim hypercompetitive. Visi dan Misi sekolah dengan pendekatan
situsional akan seringkali disalahartikan oleh masyarakat. Dari paparan kondisi
pendidikan di atas, maka pengelolaan sekolah memainkan peranan yang
penting dan menentukan keberlangsungan serta perkembangan sekolah itu
dimasa yang akan datang. Bagaimana sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan
dikelola serta strategi yang bagaimana diperlukan perlu dibahas lebih lanjut.
Manajemen Sekolah
Sebagai salah satu salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan,
sekolah sudah selayaknya memberikan kontribusi yang nyata dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal ini tidak terlepas
dari seberapa baik sekolah itu dikelola. Apabila sekolah dianalogikan sebagai
mesin produksi, maka kualitas output akan relevan sekali dengan kualitas
mesin tersebut.
Pengelolaan Pendidikan bermutu tidak terlepas dari fungsi-fungsi
manajemen secara umum yaitu: Perencanaan (Planning), Pengorganisasian
(Organizing), Pengarahan (Directing) dan Pengendalian (Controlling). Fungsifungsi manajerial tersebut hendaknya dilakukan oleh setiap pengelola sekolah
secara efektif dan efisien, dimana pimpinan (kepala sekolah) secara khusus
merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya
sekolah yaitu: SDM, siswa, metode, sarana prasarana dan pasar.
Manajemen sekolah berbasis kualitas (Quality Education) merupakan
dasar efektifitas dari segala keberhasilan program-program sekolah.
Pendidikan yang bermutu merupakan standar kesesuain tampilan
(performance) terhadap atribut-atribut yang dianggap penting oleh para
pelanggan/pengguna jasa pendidikan. Atribut-atribut mutu tersebut hendaknya
diketahui oleh penyelenggara sekolah sehingga dalam operasionalisasi kegiatan
dapat mengacu pada kepentingan mutu pelanggan.
Kegiatan pendidikan di sekolah sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa
(service) memiliki bentuk proses yang sirkuler bukan linier atau sekedar jual
beli. Dalam sistem pendidikan, sekolah hendaknya dapat memberikan inisiatif
peran yang dapat memancing peran positif komponen sisitem pendidikan
lainnya seperti tergambar sebagai berikut:
110
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Manajemen Pemasaran Sekolah
Gambar 1
Proses Sirkuler Pendidikan
Keterangan:
A : Lembaga Pendidikan/ Sekolah
B : Jasa Kependidikan
C : Pelanggan Primer (Peserta Didik)
D : Pelanggan Tersier (Dunia Usaha, Lembaga Studi Lanjutan)
E : Pelanggan Sekunder (Orangtua, Masyarakat, Pemerintah)
: Proses Pelayanan
: Proses saling melayani
: Produk yang lansung ke dunia usaha
Sumber: Tampubolon, 2005
Sekolah dalam kaitannya dalam industri jasa kependidikan menghasilkan
produk-produk yang dapat dikategorikan sebagai (Tampubolon, 2005): (1)
produk sepenuhnya yaitu jasa/ pelayanan kependidikan dan (2) produk
parsial adalah lulusan. Produk-produk pendidikan sekolah terdiri dari jasa:
kurikuler, penelitian, pengembangan kehidupan bermasyarakat, ekstrakurikuler
dan administrasi. Kelima produk inilah yang merupakan wilayah kendali penuh
sekolah dan merupakan tolok ukur pelayanan sekolah oleh komponen
pendidikan lainnya.
Strategi Pengelolaan Sekolah
Masyarakat mengharapkan sekolah dapat memberikan penyediaan pelayanan
pendidikan secara maksimal. Harapan yang besar pada sekolah memerlukan
energi yang besar. Untuk itu diperlukan banyak dukungan dari berbagai pihak.
Di negara-negara maju, perlakuan khusus kepada lembaga yang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
111
Manajemen Pemasaran Sekolah
menyelenggarakan pendidikan umum sudah sangat kondusif. Tentunya tidak
terlepas dari kemampuan pemerintahnya.
Sekolah dalam menjalankan kegiatan pendidikan sangat tergantung kepada
tiga jenis sumber pemasukan keuangan, yaitu: (1) pemilik organisasi, (2)
masyarakat pengguna dan (3) pihak ketiga. Masalah yang sering timbul adalah
bagaimana jaminan ketersediaan dana tersebut secara jelas dan kontinyu,
tanpa mengganggu kelangsungan kegiatan operasional sekolah.
Masalah lain yang dapat timbul adalah ketika para penyandang dana
memiliki kepentingan yang berbeda Adalah sangat penting untuk sekolah
mencari sumber-sumber dana yang tidak memiliki kepentingan yang saling
berbenturan. Tentunya sangat adil ketika visi dan misi sekolah diawali dari
tujuan lembaga pembentuknya (pemerintah atau yayasan).
Dalam kondisi tertentu, sekolah-sekolah yang mempunyai keterbatasan
sumber daya yang dimiliki, maka strategi alliances merupakan jawaban dalam
meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan. Stategi alliance merupakan
bentuk kerjasama dengan lembaga lain yang paling aman dijalankan
dibandingkan metode kerjasama lainnya (piggybacking dan merger), ketika
identitas organisasi tersebut masih terjaga. Hal ini sangat logis ketika
kompetensi dan kolaborasi antar lembaga pendidikan akan menjadi semakin
dinamis, maka untuk materi-materi tertentu (seperti ketrampilan dan seni),
sekolah dapat bekerjasama dengan mitra yang kompeten. Sebagai contoh
untuk penyediaan pendidikan ketrampilan komputer bisa menggandeng
lembaga pendidikan komputer yang sudah ada. Namun perlu diperhatikan
bahwa strategi ini memiliki konsekuensi terpengaruhnya imej sekolah oleh
lembaga mitra. Untuk itu diperlukan penetapan mitra yang memiliki visi dan
misi yang sejalan serta reputasi yang baik.
Pola persaingan antar sekolah dapat disikapi sebagai suatu iklim yang
kondusif dalam pertumbuhan penyelenggaraan pendidikan. Isu-isu
komersialisasi pendidikan merupakan konsekuensi logis dari tidak meratanya
pasar yang terlayani oleh sekolah yang ada. Timbulnya sekolah favorit adalah
akibat atribut-atribut sekolah yang secara panca indra tertangkap sebagai
sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Atribut-aribut sekolah antara
lain visi dan misi, sarana prasarana fisik, reputasi pendidik, prestasi siswa
dan lulusan.
Di lain pihak perlu pengelompokan pasar pengguna jasa pendidikan yang
luas ke dalam beberapa segmen. Sekolah dapat lebih menajamkan strategi
pengelolaan sehubungan dengan pasar yang menjadi segemennya. Akan lebih
baik sekolah menjadi yang terbaik di kelasnya.
112
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Manajemen Pemasaran Sekolah
Manajemen Pemasaran Sekolah
Kotler mendefinisikan Pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial
di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka
dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu
sama lain. Dengan demikian pemasaran produk dan jasa, termasuk sekolah
akan terkait kepada konsep: permintaan, produk, nilai dan kepuasan
pelanggan.
Konsep produk dalam dunia pendidikan terbagi atas jasa kependidikan
dan lulusan. Jasa kependidikan sendiri terbagi atas jasa: kurikuler, penelitian,
pengembangan kehidupan bermasyarakat, ekstrakurikuler dan administrasi.
Bentuk produk-produk tersebut hendaknya sejalan dengan permintaan pasar
atau keinginan pasar yang diikuti oleh kemampuan dan kesediaan dalam
membeli jasa kependidikan.
Sekolah hendaknya dapat berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Selain
itu juga perlu mencermati pergeseran konsep ‘keuntungan pelanggan’ menuju
‘nilai’ (value) dari jasa yang terhantar. Sekolah mahal tidak menjadi masalah
sepanjang manfaat yang dirasakan siswa melebihi biaya yang dikeluarkan.
Dan sebaliknya sekolah murah bukan jaminan akan diserbu calon siswa apabila
dirasan nilainya rendah.
Langkah-langkah kegiatan dalam mengelola pemasaran sekolah yaitu:
1. Identifikasi pasar
Tahapan pertama dalam pemasaran sekolah adalah mengidentifikasi dan
menganalisis pasar. Dalam tahapan ini perlu dilakukan suatu penelitian/ riset
pasar untuk mengetahui kondisi dan ekspektasi pasar termasuk atribut-atribut
pendidikan yang menjadi kepentingan konsumen pendidikan. Termasuk dalam
tahapan ini adalah pemetan dari sekolah lain.
2. Segmentasi pasar dan Positioning
Penentuan target pasar merupakan langkah selanjutnya dalam
pengelolaan masalah pemasaran sekolah. Dalam pasar yang sangat beragam
karakternya, perlu ditentukan atribut-atribut apa yang menjadi kepentingan
utama bagi pengguna pedidikan. Secara umum pasar dapat dipilah
berdasarkan karakteristik demografi, geografi, psikografi maupun perilaku.
Dengan demikian sekolah akan lebih mudah menentukan strategi pemasaran
sehubungan dengan karakteristik dan kebutuhan pasar.
Setelah kita mengetahui karakter pasar, maka kita akan menentukan
bagian pasar mana yang akan kita layani. Tentunya secara ekonomis, melayani
pasar yang besar akan membawa sekolah masuk ke dalam skala operasi
yang baik.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
113
Manajemen Pemasaran Sekolah
3. Diferensiasi Produk
Melakukan diferensiasi merupakan cara yang efektif dalam mencari
perhatian pasar. Dari banyaknya sekolah yang ada, orangtua siswa akan
kesulitan untuk memilih sekolah anaknya dikarenakan atribut-atribut
kepentingan antar sekolah semakin standar. Sekolah hendaknya dapat
memberikan tekanan yang berbeda dari sekolah lainnya dalam bentuk-bentuk
kemasan yang menarik seperti logo dan slogan. Fasilitas internet mungkin
akan menjadi standar, namun jaminan internet yang aman dan bersih akan
menarik perhatian orangtua .
Melakukan pembedaan secara mudah dapat pula dilakukan melalui bentukbentuk tampilan fisik yang tertangkap panca indra yang memberikan kesan
baik, seperti pemakaian seragam yang menarik, gedung sekolah yang bersih
atau stiker sekolah.
4. Komunikasi pemasaran
Akhirnya pengelola sekolah hendaknya dapat mengkomunikasikan pesanpesan pemasaran sekolah yang diharapkan pasar. Sekolah sebagai lembaga
ilmiah akan lebih elegan apabila bentuk-bentuk komunikasi disajikan dalam
bentuk/ format ilmiah, seperti menyelenggarakan kompetisi bidang studi,
forum ilmiah/ seminar dan yang paling efektif adalah publikasi prestasi oleh
media independen seperti berita dalam media massa.
Komunikasi yang sengaja dilakukan sekolah dalam bentuk promosi atau
bahkan iklan sekalipun perlu menjadi pertimbangan. Bentuk dan materi pesan
agar dapat dikemas secara elegan namun menarik perhatian agar sekolah
tetap dalam imej sekolah sebagai pembentuk karakter dan nilai yang baik.
Publikasi yang sering terlupakan namun memiliki pengaruh yang kuat
adalah promosi “mouth to mouth”. Alumni yang sukses dapat membagi
pengalaman (testimony) atau bukti keberhasilan sekolah.
Dengan langkah-langkah kegiatan tersebut diatas seperti tertuang dalam
gambar 2, maka sekolah dapat mencapai keseimbangan/ ekuilibrium dalam
operasionalisasi pengajaran dalam kondisi memperebutkan ‘kue’ dari banyak
penyelenggara sekolah. Dengan demikian masalah sekolah yang kekurangan
murid tidak terjadi lagi.
Organisasi pendidikan hendaknya memiliki sistem pengelolaan/manajemen
yang dapat memaksimalkan atribut-atribut yang dianggap pasar sebagai atribut
yang penting dalam sebuah institusi pendidikan. Sehingga konsep pemasaran
pedidikan yang berwawasan jasa/produk pelayanan akan berkembang menjadi
konsep pemasaran pendidikan yang berorientasi pasar bahkan berwawasan
masyarakat (society).
114
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Manajemen Pemasaran Sekolah
Visi Misi Sekolah
Strategi Pegololaan Sekolah
Pesaing
Riset Pasar
Konsumen Pendidikan
Strategi Pemasaran Sekolah
Gambar 2. Konsep Pemikiran Pengelolaan Pemasaran Sekolah
Langkah strategi selanjutnya adalah bagaimana pelayanan sekolah dapat
terlihat sebagai apa yang diharapkan konsumen. Kesenjangan yang sering
terjadi adalah adanya perbedaan persepsi kualitas maupun atribut jasa
pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap organisasi jasa, termasuk
sekolah, didapati beberapa ciri-ciri organisasi jasa yang baik yaitu memiliki
(Kotler, 2000):
1. Konsep strategis yang memiliki fokus kepada konsumen.
2. Komitmen kualitas dari manajemen puncak.
3. Penetapan standar yang tinggi.
4. Sistem untuk memonitor kinerja jasa.
5. Sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan.
6. Memuaskan karyawan sama dengan pelanggan
Untuk mencapai ciri-ciri tersebut di atas, kita sepatutnya mengetahui
parameter-parameter apa saja yang akan menjadi kekuatan dalam organisasi
jasa. Setidaknya ada lima determinan kualitas jasa (Parasuraman, 1985) yaitu:
keandalan, responsif, keyakinan, empati dan wujud.
Keandalan merupakan kemamampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. Dalam setiap realisasi pelayanan
sekolah hendaknya sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Dan selanjutnya
bagaimana dengan kondisi pelayanan yang ada dapat membantu keberhasilan
proses belajar mengajar.
Responsif merupakan kemampuan untuk membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat. Kecepatan waktu juga harus diikuti oleh
ketepatan waktu sehingga kualitas pelayanan tidak dikorbankan. Penanggung
jawab kegiatan, guru dan juga guru piket merupakan ujung tombak dalam
merespon orangtua siswa. Mereka hendaknya dapat menjawab setiap
pertanyaan dan paling tidak dapat menjadi ‘pendengar yang baik’ ketika keluhan
muncul.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
115
Manajemen Pemasaran Sekolah
Keyakinan merupakan pengetahuan dan kompetensi guru dan
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
Keyakinan pasar yang timbul merupakan suatu reputasi sekolah yang dibangun
dalam kurun waktu tertentu dan yang utama merupakan cerminan dari kulitas
guru. Untuk itu diperlukan strategi pendekatan pemasaran internal yaitu
bagaimana pemilik sekolah dapat memberikan peningkatan kemampuan/
kompetensi guru serta memotivasi guru agar dapat semakin yakin akan
organisasinya.
Empati merupakan syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi
pelanggan. Pada prinsipnya setiap manusia senang apabila diperhatikan orang
lain. Hal ini dapat menjadi dasar perlakuan sekolah untuk memperhatikan
setiap perkembangan siswanya. Pengelolaan administrasi, termasuk basisdata,
yang baik dapat memudahkan pendekatan ini.
Berujud merupakan penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil dan
media komunikasi. Umumnya jasa pendidikan akan semakin terlihat baik ketika
fasilitas fisik tersedia secara lengkap dan baik. Untuk menambahkan kewujudan
dari jasa pelayanan dapat dilakukan dengan mewujudkan yang tidak berwujud.
Imej sekolah dapat ditimbulkan dengan menempatkan simbol-simbol yang
sifatnya dapat menterjemahkan konsep ke dalam tangkapan panca indra,
sebagai contoh untuk mengesankan guru sekolah yang berkualitas maka ijasah
pendidikan guru tersebut bisa dipajang.
Dengan melakukan unsur-unsur kualitas pelayan jasa, maka sekolah dalam
memberikan pelayanan pendidikan akan menjadi unggul dan pada akhirnya
akan memudahkan pemasar untuk mengkomunikasikan kekuatan sekolah.
Sehingga dalam mengantarkan pesan visi dan misi sekolah, masyarakat dapat
menangkap lebih cepat, mudah dan paham. Tidak akan terjadi gap cara
pandang dan komunikasi karena fakta lebih berbicara keras dari sekedar katakata.
Ketika setiap komponen (stake holder) dalam sistem pendidikan telah
memahami kearah mana sekolah menuju, maka gap antara permintaan dan
penawaran pengguna pendidikan akan semakin kecil. Sekolah akan lebih
memfokuskan pasar sasaran yang sesuai dengan misinya dengan tetap
mempertimbangkan kelayakan untuk dapat tetap beroperasi dan berkembang.
Kesimpulan
Penyelenggara pendidikan dituntut semakin profesional dalam mengelola
sekolah. Tidak saja menghadapi iklim persaingan yang semakin sengit namun
juga tuntutan pasar yang semakin kritis dan rasional. Diperlukan suatu penelitian
pasar yang sistematis sehingga sekolah dapat membuat strategi pemasaran
116
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Manajemen Pemasaran Sekolah
sekolah dengan melihat kondisi persaingan lembaga pendidikan dan pasar
pendidikan.
Arah pengelolaan pemasaran sekolah adalah mencapai kepuasan
pelanggan. Upaya komunikasi pemasaran akan menekankan pada atribut yang
dipentingkan oleh segmen yang dituju. Dengan pengalaman pelanggan yang
puas, maka akan dapat menjadi media yang cukup efektif dan obyektif.
Sekolah berbasis kualitas akan menjadi dasar yang kuat dalam pemasaran
produk pendidikan. Determinan kualitas jasa yang perlu dilakukan oleh sekolah
yaitu: keandalan, responsif, keyakinan, empati dan wujud.
Pendidikan yang merupakan proses yang sirkuler akan menempatkan
pengelolaan pemasaran sekolah kepada langkah berkelanjutan yang saling
mendukung. Dengan demikian diharapkan sekolah tidak mengalami kesulitan
dalam mendapatkan siswa dengan diketahuinya kondisi pasar pendidikan.
Daftar Pustaka
Arief, Rachman dan Tim Konsultan Proyek Peningkatan Mutu SMU Paket-2.
2000. Panduan pelatihan untuk pengembangan sekolah. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Johan, Rita. (2004). Berbagai masalah pendidikan di Indonesia, Tabloid
PENABUR Jakarta. No. 4 Thn II Edisi April – Juni 2004
Kotler, Philip. (2000). Marketing management, 10th edition. Upper Saddle River:
Prentice Hall, Inc.
Parasuraman, A, Valarie A. Zeithaml, Leonard L. Berry. (1985). Journal of
marketing: A conceptual model of service quality and its implication
for future Reseach
Tampubolon, Daulat P. (2005). Pendidikan bermutu untuk semua. Makalah
Seminar: Meningkakan Mutu Pendidikan Indonesia, 12 Mei 3005.
Jakarta: IBII
Tung, Khoe Yao. (2002). Simponi sedih pendidikan nasional. Jakarta: Abdi
Tandur
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
117
Opini
Kepemimpinan
Transformasional di Sekolah
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
dalam Meningkatkan Outcomes
Peserta Didik
Muksin Wijaya , M.Pd.,M.M.*)
Abstrak
anyak gaya kepemimpinan yang dapat kita implementasikan dalam
suatu organi sasi . Salah satunya adalah kepemi mpinan
transformasional. Kepemimpinan transformasional adalah
kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan di dalam diri
setiap individu yang terlibat atau seluruh organisasi untuk mencapai performa
yang semakin tinggi. Tulisan ini menunjukkan alternatif kerangka implementasi
kepemimpinan transformasional di sekolah yang dapat meningkatkan hasil
(outcomes) para peserta didiknya (keterampilan-kompetensi akademik dan
keterampilan-kompetensi non akademik) yang seharusnya secara utuh dapat
dimiliki peserta didik sebagai hasil dari suatu proses pendidikan dan kegiatan
pembelajaran. Diharapkan outcomes tersebut dapat menjadi bekal hidup
mereka di masa mendatang yang semakin menuntut dan berkembang dengan
cepat.
B
Kata kunci: Kepemimpinan, transformasional, kepemimpinan-transformasional
Abstract
There are clearly many styles of leadership that can be implemented in
organization, such as transformational leadership. Transformational leadership
brings ourselves changes within the people who involved in and or a whole of
the organization to achieve higher level in performance. This paper shows an
alternative framework of transformational leadership implementation in school
that can improve students’ outcomes (the academic competencies-skills and
non academic competencies-skills). These learning outcomes should be
acquired completely by every student as the results of the education process
and the learning activities. Hopefully the outcomes provide what the students
need for their future life.
*) Kepala Bidang Pembinaan dan Program Pendidikan BPK PENABUR Bandung
118
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
Pendahuluan
Dewasa ini perkembangan manajemen dan kepemimpinan dalam suatu
organisasi apapun merupakan hal penting dan perlu mendapatkan perhatian.
Tanpa adanya suatu manajemen dan kepemimpinan yang baik dan aspiratif,
upaya perubahan dan optimalisasi pencapaian kinerja dan tujuan organisasi
akan sulit dicapai dan mungkin saja tidak menghasilkan apapun. Lalu akan
muncul berbagai pertanyaan, antara lain: Apakah “Manajemen” dan
“Kepemimpinan” itu?. Apa perbedaan kedua hal tersebut?. Pertanyaanpertanyaan tersebut sudah sering ditanyakan dan kerap kali juga sudah dijawab
dengan berbagai pendekatan, baik dari pendekatan praktis maupun dari
pendekatan teoritis empiris organisasional.
Sudah banyak pakar dan praktisi manajemen dan organisasi memberikan
batasan-batasan, baik secara umum maupun secara spesifik mengenai
perbedaan manajemen dan kepemimpinan yang selanjutnya kita baca dalam
pengertian seorang manajer dan seorang pemimpin. Dari berbagai batasan
yang diberikan terdapat suatu benang merah bahwa perbedaan antara
manajemen dan kepemimpinan bersumber dari masalah motivasi yang dapat
mendorong serta menggerakkan orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk
melakukan atau mengikuti acuan dan perintah yang diberikan.
Seorang manajer definitif memiliki bawahan (subordinates) dan secara
posisional otoritas mereka menerima power jabatan yang diberikan secara
formal. Gaya manajemen yang biasa digunakan adalah transaksional yang
lebih mengarah pada stabilitas pekerjaan, pengelolaan pekerjaan, objektivitas,
kontrol, peraturan-peraturan. Gaya ini akan terlihat pada saat seorang manajer
meminta bawahannya melakukan sesuatu dan orientasi para bawahan memiliki
tendensi kepada pertimbangan sejumlah nominal uang (upah atau gaji) yang
akan diterima setelah melakukan pekerjaan tersebut.
Seorang pemimpin tidak memiliki bawahan, tetapi ia memiliki para
pengikut (followers) yang biasanya mengikuti pemimpin ini atas kesadaran
masing-masing. Seorang pemimpin kerap mendapatkan power-nya secara
tidak formal, antara lain dapat berasal dari karisma personalitas diri, yang
membuat para pengikut merasa terinspirasi untuk mengikuti dan
menjadikannya sebagai pemimpin. Gaya manajemen yang terjadi biasanya
adalah transformasional yang mengarah pada perubahan dinamis, tantangan,
visioner, perasaan-hati, nilai, motivasional, serta inovasi.
Manajemen dan kepemimpinan merupakan dua unsur yang sangat
menentukan dalam keberlangsungan dan perkembangan organisasi termasuk
organisasi pendidikan. Dalam era yang penuh dinamika serta perubahan yang
cepat seperti sekarang ini, manajemen dan kepemimpinan yang peka terhadap
perubahan amat diperlukan dalam memberdayakan semua potensi yang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
119
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
dimiliki. Manajemen dan kepemimpinan yang demikian diperlukan dalam
mendorong organisasi untuk terus belajar dan tanggap terhadap perubahan
dan perkembangan yang terjadi serta semakin berusaha dalam meningkatkan
performa organisasinya.
Dalam bidang pendidikan dan persekolahan, kepemimpinan perlu
diformulasikan kembali agar tujuan pendidikan dan pembelajaran dapat dicapai
lebih optimal agar berdampak signifikan terhadap hasil (outcomes) para
siswanya. Pemahaman hasil (outcomes) dalam tulisan ini adalah sejumlah
keterampilan dan kompetensi akademik maupun non akademik yang
seharusnya dimiliki siswa secara utuh sebagai hasil proses pendidikan dan
pembelajaran. Keterampilan dan kompetensi yang dikuasai siswa diharapkan
dapat menjadi bekal hidup mereka di masa mendatang yang sarat dengan
berbagai tuntutan serta perkembangannya.
Tulisan ini menunjukkan kepemimpinan transformasional sebagai salah
satu alternatif bentuk kepemimpinan untuk meningkatkan hasil (outcomes)
para s iswa dan juga kinerja sekol ah. Agar benar-benar dapat
diimplementasikan di tataran teknis operasional, alternatif kerangka dasar
bentuk kepemimpinan di sekolah dalam tulisan singkat ini perlu
disinkronisasikan dengan situasi dan kondisi serta sumberdaya yang terdapat
di sekolah.
Kepemimpinan dan Fungsi Kepemimpinan
Dalam pengertian umum, kepemimpinan menunjukkan proses kegiatan
seseorang dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi atau
mengendalikan pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Kegiatan
tersebut dapat dilakukan melalui suatu karya, seperti buku, lukisan dan
sebagainya, atau melalui kontak personal secara tatap muka. Faktor penting
dalam kepemimpinan, yakni dalam mempengaruhi atau mengendalikan pikiran,
perasaan, atau tingkah laku orang lain adalah tujuan dan rencana. Namun
bukan berarti bahwa kepemimpinan selalu merupakan kegiatan yang
direncanakan dan dilakukan dengan sengaja, seringkali juga kepemimpinan
berlangsung secara spontan.
Fungsi kepemimpinan secara praktis beserta gaya kepemimpinannya
akan berbeda menurut situasi di mana pemimpin itu melakukan kegiatannya,
namun fungsi utama dari kepemimpinan terletak pada perwakilan kelompok
yang dipimpinnya, dalam pengertian bahwa kepemimpinan harus dapat
mewakili fungsi administratif eksekutif yang meliputi koordinasi dan integrasi
atas berbagai aktivitas dalam kelompok atau orang-orang yang terlibat di
dalam kepemimpinan tersebut.
120
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
Gaya-Gaya Kepemimpinan
Dalam kepemimpinan terdapat bermacam-macam gaya kepemimpinan dengan
masing-masing keterbatasan dan kelebihannya. Berikut beberapa gaya
kepemimpinan yang kerap kita lihat atau alami saat ini :
a. Kedi ktatoran, gaya kepemimpinan kediktatoran cenderung
mempertahankan diri atas kekuasaan dan kewenangannya dalam
pembuatan keputusan.
b. Demokrasi relatif, gaya kepemimpinan ini lebih lunak dari gaya
kediktatoran, dan kepemimpinan ini berusaha memastikan bahwa
kelompoknya mendapatkan informasi memadai dan berpartisipasi dalam
tujuan tim sebagai satu entitas.
c. Kemitraan, gaya kepemimpinan ini mengaburkan batas antara pemimpin
dan para anggotanya, dengan suatu kesejajaran dan berbagi tanggung jawab
d. Transformasional, gaya kepemimpinan yang mampu mendatangkan
perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat dan/atau bagi seluruh
organisasi untuk mencapai kinerja yang semakin tinggi.
Kepemimpinan Transformasional
Asumsi yang mendasari kepemimpinan transformasional adalah bahwa setiap
orang akan mengikuti seseorang yang dapat memberikan mereka inspirasi,
mempunyai visi yang jelas , serta cara dan energi yang baik untuk mencapai
sesuatu tujuan baik yang besar. Bekerja sama dengan seorang pemimpin
transformasional dapat memberikan suatu pengalaman yang berharga, karena
pemimpin transformasional biasanya akan selalu memberikan semangat dan
energi positif terhadap segala hal dan pekerjaan tanpa kita menyadarinya.
Pemimpin transformasional akan memulai segala sesuatu dengan visi,
yang merupakan suatu pandangan dan harapan kedepan yang akan dicapai
bersama dengan memadukan semua kekuatan, kemampuan dan keberadaan
para pengikutnya. Mungkin saja bahwa sebuah visi ini dikembangkan oleh
para pemimpin itu sendiri atau visi tersebut memang sudah ada secara
kelembagaan yang sudah dibuat dirumuskan oleh para pendahulu sebelumnya
dan memang masih sahih dan selaras dengan perkembangan kebutuhan dan
tuntutan pada saat sekarang.
Pemimpin transformasional pada dasarnya memiliki totalitas perhatian
dan selalu berusaha membantu dan mendukung keberhasilan para
pengikutnya. Tentu saja semua perhatian dan totalitas yang diberikan
pemimpin transformasional tidak akan berarti tanpa adanya komitmen bersama
dari masing-masing pribadi pengikut.
Setiap peluang yang ada akan diperhatikan dan digunakan untuk
mengembangkan visi bersama dalam mencapai sesuatu yang terbaik. Dalam
membangun pengikut, pemimpin transformasional sangat berhati-hati demi
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
121
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
terbentuknya suatu saling percaya dan terbentuknya integritas personal dan
kelompok. Sering pula terjadi bahwa dalam kepemimpinan transformasional
visi merupakan identitas dari pemimpin dan atau identitas dari kelompok itu
sendiri.
Pemimpin transformasional sangat memahami berbagai strategi baru
yang efektif untuk mencapai suatu tujuan yang besar. Mungkin saja tidak
dalam bentuk petunjuk-petunjuk teknis yang tersurat. Sebetulnya hal tersebut
sudah dapat kita pahami melalui visi yang ada serta dalam suatu proses
penemuan dan pengembangan dari pemimpin dan kelompok itu sendiri.
Dengan kesadaran bahwa di dalam proses penemuan dan pengembangan
mungkin saja terjadi kendala atau kegagalan. Namun setiap kendala atau
kegagalan itu hendaknya dijadikan suatu pelajaran untuk menjadi lebih baik
dan efektif dalam mencapai suatu tujuan yang besar tersebut.
Memang cukup sukar untuk kita dapat memahami kepemimpinan
transformasional dalam pengertian yang sedalam-dalamnya. Sudah banyak
para praktisi umum ataupun praktisi pendidikan, maupun praktisi organisasional
yang memberikan definisinya, antara lain:
“transformational leadership as a process where leader and followers engage
in a mutual process of raising one another to hinger levels of morality and
motivation (Burns, 1978)”. Kepemimpinan transformasional menurut Burns
merupakan suatu proses dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama
saling meningkatkan dan mengembangkan moralitas dan motivasinya. Definisi
yang diungkapkan oleh Bass (1990) lebih melihat bagaimana pemimpin
transformasional dapat memberikan dampak atau pengaruh kepada para
pengikutnya sehingga terbentuk rasa percaya, rasa kagum dan rasa segan.
Dengan bahasa sederhana, kepemimpinan transformasional dapat
didefinisikan dan dipahami sebagai kepemimpinan yang mampu mendatangkan
perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh organisasi
untuk mencapai performa yang semakin tinggi.
Selain memberikan definisi, Bass (1990) juga mengarisbawahi beberapa
hal mengenai bagaimana seorang pemimpin transformasional dapat
mentransformasi para pengikutnya dan bagaimana kepemimpinan
transformasional itu dapat terjadi, yaitu dengan:
1. Meningkatkan kesadaran atas pentingnya suatu tugas pekerjaan dan
nilai dari tugas pekerjaan tersebut
2. Menekankan kepada pengembangan tim atau pencapaian tujuan organisasi
dari pada hanya sekedar kepentingan masing-masing pribadi
3. Mengutamakan kebutuhan-kebutuhan dari tingkatan kebutuhan yang
paling tinggi
Ada 4 hal yang perlu dilakukan agar kepemimpinan transformasional dapat
terlaksana, yaitu :
122
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
Pertama, mengidealisasikan pengaruh dengan standar etika dan moral yang
cukup tinggi dengan tetap mengembangkan dan memelihara rasa percaya
diantara pimpinan dan pengikutnya sebagai landasannya.
Kedua, inspirasi yang menumbuhkan motivasi seperti tantangan dalam tugas
dan pekerjaan.
Ketiga, stimulasi intelektual dengan tujuan untuk menumbuhkan kreativitas,
terutama kreativitas di dalam memecahkan masalah dan mencapai suatu tujuan
bersama yang besar
Keempat, pertimbangan individual dengan menyadari bahwa setiap
pengikutnya memiliki keberadaan dan karakteristik yang unik yang berdampak
pula pada perbedaan perlakuan ketika melakukan coaching, karena pada
hakikatnya setiap individu membutuhkan aktualisasi diri, penghargaan diri
dan pemenuhan berbagai keinginan pribadi. Pendekatan ini selain berdampak
positif pada pertumbuhan individu dan optimalisasi pencapaian hasil, juga
akan berdampak pula pada pembentukan generasi kepemimpinan selanjutnya.
Di dalam suatu organisasi yang sehat, masalah regenerasi kepemimpinan
adalah hal penting lainnya yang juga perlu kita pikirkan dan kita antisipasi.
Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional
Paradigma baru dari kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh prinsip
untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang sinergis
sebagaimana di bawah ini (Erik Rees : 2001) :
1. Simplifikasi, keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah
visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta
keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu
saja transformasional yang dapat menjawab “Kemana kita akan
melangkah?” menjadi hal pertama yang penting untuk kita
implementasikan.
2. Motivasi, kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang
yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang
perlu kita lakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat
menciptakan suatu sinergitas di dalam organisasi, berarti seharusnya
dia dapat pula mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada
setiap pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan
yang betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi mereka
pula untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal memberikan
usulan ataupun mengambil keputusan dalam pemecahan masalah,
sehingga hal ini pula akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri.
3. Fasilitasi, dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
123
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
4.
5.
6.
7.
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada
semakin bertambahnya modal intektual dari setiap orang yang terlibat
di dalamnya.
Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab
melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu
tuntutan dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang
efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi
perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan
tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus sigap
merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja
yang sudah dibangun.
Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam
mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu
mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab.
Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka
sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif.
Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat
untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu
perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan
fisik serta komitmen.
Bagaimana ketujuh prinsip kepemimpinan transformasional itu bersinergi
satu dengan lain secara utuh, dapat digambarkan sebagai berikut:
Simplifikasi
Motivasi
Fasilitasi
Tekad
Kepemimpinan
Transformasional
Inovasi
Siap Siaga
Mobilitas
Tujuh Prinsip Kepemimpinan Transformasional
124
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
Implementasi
Sebagaimana yang sudah diuraikan di atas, bahwa kepemimpinan
transformasional merupakan kepemimpinan yang mampu mendatangkan
perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh organisasi
untuk mencapai performa yang semakin tinggi. Organisasi yang dimaksudkan
dalam pemahaman tersebut dapat dalam skala makro, meso, atau mikro. Ini
berarti bahwa kepemimpinan trasnformasional dapat diterapkan di organisasi
yang berskala nasional, wilayah, lokal, dan lebih mikro adalah sekolah dan
kelas. Dalam skala mikro dengan contoh sekolah atau kelas, maka kepala
sekolah atau guru adalah pemimpin transformasional.
Pemimpin transformasional harus dapat berperan banyak di dalam
menstimulasi orang-orang yang terlibat agar menjadi lebih kreatif dan inovatif,
di samping dia juga merupakan seorang pendengar yang baik.
Implementasi kepemimpinan transformasional bagi sekolah seyogianya
diarahkan pada pencapaian hasil (outcomes) peserta didiknya secara optimal,
dalam pengertian bahwa dengan kepemimpinan transformasional itu,
ketrampilan dan kompetensi peserta didik yang menjadi suatu tujuan
pendidikan dan pemelajaran yang sudah ditentukan dapat dicapai dengan
lebih optimal dan ketrampilan serta kompetensi-kompetensi itu betul-betul
dikuasai oleh peserta didik dan dapat menjadi bekal hidup mereka di masa
datang. Oleh sebab itu implementasi kepemimpinan transformasional di
sekolah akan dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep kepemimpinan transformasional dipersepsikan dan
diterima oleh setiap orang yang terlibat di dalam sekolah tersebut? (misal:
guru, karyawan, siswa, dll)
2. Apa yang mereka harapkan dari suatu kepemimpinan dalam arti luas dan
kepemimpinan transformasional dalam arti sempit?
3. Hasil (outcomes ) siswa yang bagaimana yang diharapkan oleh para
guru dan oleh siswa itu sendiri , baik dalam hal akademik maupun non
akademik?
4. Faktor-faktor apa sajakah yang memberikan kontribusi signifikan pada
usaha pencapaian target hasil (outcomes ) tersebut?
Apabila kita sudah dapat menjawab pertanyaan mendasar di atas, maka
dapatlah hal-hal penting tersebut dipadukan dan diselaraskan secara terarah
pada beberapa hal utama yang membuat kepemimpinan transformasional
itu dapat terjadi sebagai yang sudah dibahas di atas yaitu : 1) meningkatkan
kesadaran atas pentingnya suatu tugas pekerjaan dan nilai dari tugas
pekerjaan tersebut, 2) menekankan pada pengembangan tim dan pencapaian
tujuan sekolah, 3) mengutamakan kebutuhan dari tingkatan yang paling tinggi/
besar. Dukungan secara individual di semua tingkatan (guru, siswa) pun perlu
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
125
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
dilakukan termasuk di dalamnya dukungan moral dan apresiasi atas suatu
hasil kerja individual yang baik.
Di samping itu perlu ditumbuhkan budaya sekolah berupa suasana saling
hormat antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru,
dan dengan pihak lainnya. Kemauan untuk berubah atas suatu pemahaman
dan paradigma perlu didorong, yaitu dengan menumbuhkan tingkat partisipatif
dalam pengambilan keputusan, pendelegasian, dan mendorong para guru
untuk dapat mengambil keputusan sesuai lingkup tugas dan batasan
kewenangannya.
Lebih lanjut, visi dan tujuan dikembangkan berdasarkan suatu kesepakatan
bersama untuk membangun komunitas sekolah yang terarah dalam mencapai
tujuan dengan tidak lupa memperhatikan harapan kinerja, yaitu dengan
memberikan ekspektasi yang tinggi bagi para guru dan para siswa dan dorong
mereka untuk menjadi efektif dan inovatif. Sekolah sebagai sebagai suatu
organisasi yang terus belajar, dalam pengertian dinamis, dan tanggap terhadap
perkembangan keilmuan yang terjadi, perlu secara terus menerus diberikan
stimuli intelektualitas. Stimuli intelektualitas dapat dilakukan antara lain
dengan cara mendorong setiap orang yang terlibat untuk merefleksikan apa
yang akan mereka capai dan bagaimana mereka melakukannya, dan
memfasilitasi setiap peluang belajar yang ada dan setiap usaha mereka untuk
mempraktekan apa yang sudah mereka pelajari tersebut. Hal ini akan
menumbuhkan rasa keterlibatan dan kontribusi atas suatu nilai yg dipegang
bersama.
Lebih teknis kita dapat mulai mengimplementasikan hal tersebut di atas
antara lain dalam hal:
1. Cara guru dalam mengajar yang mengembangkan kemampuan siswa
untuk berpikir analisis (analytic thinking) dan mendiskusikan hasil dan
harapannya bersama para siswa
2. Variasi di dalam aktivitas belajar siswa
3. Organisasi kelas yang baik
4. Menumbuhkan rasa percaya diri siswa, terutama dalam hal :
a. Meraih keberhasilan, misalnya lulus dengan hasil yang optimal;
b. Cara belajar dan pemahaman pelajaran;
c. Memberikan respon, bertanya dan berpendapat
5. Kegiatan ekstrakurikuler
6. Kedisplinan siswa, terutama dalam pengelolaan waktu belajarnya
7. Orientasi sekolah untuk memberikan bekal hidup di masa datang. Hal ini
erat sekali kaitannya antara akademik outcomes dan non-akademik
outcomes yang ditargetkan sekolah.
126
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Kepemimpinan Transformasional di Sekolah
Kesimpulan
Saat ini perkembangan manajeman dan kepemimpinan dalam suatu
organisasi hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian. Manajemen
dan kepemimpinan perlu terus menerus dikembangkan dan disesuaikan untuk
keberlangsungan dan perkembangan organisasi itu sendiri.
Sekolah sebagai sebagai suatu organisasi yang terus belajar, dalam
pengertian dinamis, dan tanggap terhadap perkembangan keilmuan yang
terjadi saat ini, semakin membutuhkan kepemimpinan yang lebih dapat
menjawab tantangan, membawa pembaharuan, dan lebih aspiratif terhadap
perubahan yang terjadi. Kepemimpinan di sekolah dilakukan baik oleh Kepala
Sekolah maupun oleh guru di kelas.
Kepemimpinan transformasional merupakan suatu alternatif
kepemimpinan yang dapat diterapkan di sekolah dalam upaya pencapaian
outcomes peserta didik secara lebih optimal. Outcomes yang dimaksudkan
adalah sejumlah keterampilan, kompetensi baik akademik maupun non
akademik yang dimiliki peserta didik secara utuh sebagai hasil dari suatu
proses pendidikan dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Implementasi kepemimpinan transformasional di sekolah pada dasarnya
perlu diselaraskan dan dilakukan sinkronisasi dengan situasi dan kondisi serta
sumberdaya yang lebih spesifik yang terdapat di masing-masing sekolah.
Daftar Pustaka
Bass, B.M . (1985). Leadership and performance beyond expectation, New
York: Free Press.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row
Erik , R. (2001). Leadership Articles.
Gersick, C.J.G. & Hackman, J.R. (1990). Habitual routines in task-performing
teams. Organizational Behavior and Human Decision Processes
Hickman, G. (1993). Toward transformistic organizations: A conceptual
framework
Osterman, K. (2000). Students’ need for belonging in the school community,
review of educational research
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
127
Penelitian
Menumbuhkan
Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris
Anak Usia Dini Melalui
Music and Movement (Gerak dan Lagu)
Elisabeth Marsaulina Matondang*)
Abstrak
emampuan seseorang dalam menggunakan bahasa Inggris sangatlah
dibutuhkan seiring dengan kemajuan sebuah negara. Karenanya
pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional mulai
diperkenalkan sedini mungkin kepada anak didik di Indonesia saat ini.
Mengingat bahasa Inggris merupakan bahasa asing di Indonesia, tentunya
proses pembelajarannya memerlukan pendekatan yang tepat dan efektif.
Keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini sangat
dipengaruhi oleh kemampuan seorang guru dalam menyajikan proses kegiatan
belajar mengajar yang menarik dan menyenangkan bagi anak. Sejalan dengan
keberadaan seorang anak yang senang menyanyi dan bergerak maka gerak
dan lagu adalah salah satu pendekatan yang sangat tepat jika digunakan
sebagai sarana dalam menyajikan proses pembelajaran bahasa Inggris pada
anak usia dini. Menyajikan proses pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan bagi anak dengan tidak meninggalkan kaidah berbahasa Inggris
yang baik dan benar, melalui gerak dan lagu akan memotivasi anak untuk
lebih senang mempelajari bahasa Inggris. Dengan menyanyi anak menjadi
senang dan lebih mudah dalam memahami materi ajar yang disampaikan.
Kemampuan guru dalam memilih lagu dan menciptakan gerakan yang sesuai
dengan usia perkembangan anak akan berdampak pula terhadap berhasilnya
proses pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini.
K
Kata kunci : Gerak dan lagu, minat, anak
Abstract
Due to the development of a country, people’s ability in using English language
is badly needed. Therefore in Indonesia, learning English as an international
language is introduced to a child at the early age. Considering that English is
*)
Guru TKK Kota Modern BPK PENABUR Tangerang, Juara I Lomba Karya Tulis HUT ke-55
BPK PENABUR, Kategori Guru TKK/SD
128
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak
a foreign language in Indonesia, an appropriate and effective approach is
needed To make learning English succesful and joyful, the writer introduces
music and movement method for young children. This method takes into
account the characteristics of young children who enjoy singing and moving
their bodies. It is believed this method will encourage and motivate the children
to learn and use English.
Pendahuluan
Periode paling sensitif terhadap bahasa dalam kehidupan seseorang adalah
antara umur nol sampai delapan tahun. Segala macam aspek dalam
berbahasa harus diperkenalkan kepada anak sebelum masa sensitif ini berakhir.
Pada periode sensitif ini sangat penting diperkenalkan cara berbahasa yang
baik dan benar, karena keahlian ini sangat berguna untuk berkomunikasi
dengan lingkungannya (Maria Montessori,1991). Berdasarkan teori tersebut,
adalah tepat jika Bahasa Inggris mulai diperkenalkan kepada anak sedini
mungkin.
Mengingat Bahasa Inggris merupakan bahasa asing di Indonesia, maka
proses pembelajarannya harus dilakukan secara bertahap. Pemilihan materi
yang sesuai dengan usia anak dan situasi belajar yang menyenangkan haruslah
menjadi perhatian utama dalam berhasilnya suatu proses pembelajaran.
Keberhasilan proses pembelajaran Bahasa Inggris pada anak usia dini
tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain :
1. Guru yang berkualitas, guru yang dapat menghidupkan proses kegiatan
belajar mengajar.
2. Sumber dan fasilitas pembelajaran yang memadai dan memenuhi syarat
(adekuat).
3. Kurikulum yang baik, sederhana, dan menarik (atraktif).
Di sisi lain perlu dipahami bahwa usia dini adalah usia bermain. Setiap
anak adalah pribadi yang unik dan dunia bermain serta bernyanyi merupakan
kegiatan yang serius namun mengasyikan bagi mereka. Maka pendekatan
yang tepat perlu diciptakan oleh seorang pendidik agar proses pembelajaran
Bahasa Inggris lebih menarik dan menyenangkan tanpa meninggalkan kaidahkaidah bahasa yang benar.
Pendekatan yang digunakan hendaknya sejalan dengan tujuan pengenalan
bahasa pada umummnya. Tujuan tersebut ialah supaya anak dapat memahami
cara berbahasa yang baik dan benar, berani mengungkapakan ide atau
pendapatnya dan dapat berkomunikasi dengan lingkungannya.
Dalam pembelajaran Bahasa Inggris banyak metode dan teknik yang dapat
digunakan, diantaranya melalui:
a. Story Telling (Bercerita)
b. Role Play (Bermain Peran)
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
129
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini
Art and Crafts (Seni dan Kerajinan Tangan)
Games (Permainan),
Show and Tell,
Music and Movement (Gerak dan Lagu) dimana termasuk di dalamnya
 Singing (Nyanyian)
 Chants and Rhymes (Nyanyian Pendek dan Sajak), dan sebagainya.
Metode dan teknik yang hendak digunakan sebaiknya dipilih dan
disesuaikan dengan kemampuan yang ingin dicapai. Profesionalisme seorang
pendidik di dalam mengembangkan dan memanfaatkan metode dan teknik
tersebut sangatlah dibutuhkan agar proses belajar mengajar dapat berjalan
lebih baik.
Berdasarkan pengamatan penulis, ternyata Music and Movement adalah
metode yang sangat berhasil jika digunakan dalam proses belajar Bahasa
Inggris khususnya bagi anak usia dini. Karena pada hakekatnya Music (Musik)
adalah seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan
hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi yang mempunyai kesatuan
dan kesinambungan (mengandung irama). Dan ragam nada atau suara yang
berirama disebut juga dengan lagu. Jadi musik ataupun lagu merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan dapat digunakan sebagai sarana
dalam sebuah proses pembelajaran.
Sedangkan Movement yang berarti gerakan, berasal dari kata dasar gerak.
Dan ‘gerak’ memiliki makna, suatu peralihan tempat (adanya aktifitas) yang
dilakukan setelah ada dorongan (batin/perasaan). Aktifitas gerakan dapat
timbul setelah seseorang mendengarkan lagu/nyanyian.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas penulis menggunakan istilah
‘gerak dan lagu’ untuk mengartikan Music and Movement.
Menggunakan Music and Movement sebagai pendekatan dalam proses
pembelajaran bahasa Inggris dan menyajikannya secara menarik dan
menyenangkan dalam sebuah proses kegiatan belajar mengajar, dapat
membantu anak untuk lebih senang dan giat belajar serta memudahkan anak
untuk memahami suatu materi ajar. Karena dalam melakukan kegiatan belajar
anak diajak untuk melakukan dan memperagakan suatu gerakan yang sesuai
dengan makna dari lagu yang dinyanyikan. Jadi gerak dan lagu merupakan
suatu aktifitas yang sangat menyenangkan bagi anak.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menitikberatkan bahasan pada
pentingnya Music and Movement digunakan sebagai motivator di dalam proses
belajar Bahasa Inggris pada anak usia dini.
c.
d.
e.
f.
130
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak
Alasan Gerak dan Lagu perlu Digunakan
dalam Proses Pembelajaran Bahasa Inggris
Music and movement memegang peranan penting dalam proses tumbuhkembangnya seorang anak. Musik dapat memperkaya kehidupan rohani dan
memberikan keseimbangan hidup bagi anak. Melalui musik, manusia dapat
mengungkapkan pikiran dan perasaan hatinya serta dapat mengendalikan
aspek emosionalnya.
Adapun nyanyian adalah bagian dari musik. Nyanyian berfungsi sebagai
alat untuk mencurahkan pikiran dan perasaan untuk berkomunikasi. Pada
hakikatnya nyanyian bagi anak-anak adalah sebagai :
1. Bahasa Emosi, dimana dengan nyanyian anak dapat mengukapkan
perasaannya, rasa senang, lucu, kagum, haru.
2. Bahasa Nada, karena nyanyian dapat didengar, dapat dinyanyikan, dan
dikomunikasikan.
3. Bahasa Gerak, gerak pada nyanyian tergambar pada birama (gerak/
ketukan yang teratur), pada irama (gerak/ketukan panjang pendek, tidak
teratur), dan pada melodi (gerakan tinggi rendah).
Dengan demikian bernyanyi merupakan suatu kegiatan yang sangat disukai
oleh anak-anak. Secara umum menyanyi bagi anak lebih berfungsi sebagai
aktivitas bermain dari pada aktivitas pembelajaran atau penyampaian pesan.
Menyanyi dapat memberikan kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan bagi
anak sehingga dapat mendorong anak untuk belajar lebih giat (Joyful Learning).
Dengan nyanyian seorang anak akan lebih cepat mempelajari, menguasai,
dan mempraktikkan suatu materi ajar yang disampaikan oleh pendidik. Selain
itu kemampuan anak dalam mendengar (listening), bernyanyi (singing),
berkreativitas (creative) dapat dilatih melalui kegiatan ini.
Sementara gerakan ( movement) merupakan bahasa tubuh. Anak
mengekspresikan perasaannya melalui aktivitas gerakan setelah
mendengarkan nyanyian. Anak mempunyai hubungan yang aktif dalam
merespon nyanyian. Melalui gerak dan olah tubuhnya akan dapat digambarkan
apa yang dirasakan dan dimengerti oleh anak tersebut terhadap musik
(nyanyian). Aktifitas gerakan itu sendiri sangat dibutuhkan bagi anak usia dini
dalam melatih dan mengembangkan motorik kasar mereka.
Jadi bernyanyi untuk anak-anak bukan saja menyuarakan lagu, tapi
sekaligus membawakan isi dan makna nyanyian, serta meragakan nyanyian
dengan gerak seperti gerak bebas atau gerak tari. Untuk itu alangkah baiknya
bila guru dapat memanfaatkan dengan baik Musik and Movement dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
131
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini
Nyanyian yang Baik untuk Anak-Anak
Pemilihan sebuah nyanyian (lagu) yang akan disajikan dalam proses
pembelajaran haruslah sesuai untuk anak dan dapat menunjang tema ajar
yang akan disampaikan. Nyanyian yang baik dan sesuai untuk anak-anak,
adalah antara lain:
1. Nyanyian yang dapat membantu pertunbuhan dan perkembangan diri anak
(aspek fisik, intelegensi, emosi, social);
2. Nyanyian yang bertolak dari kemampuan yang telah dimiliki anak ;
a. isi lagu sesuai dengan dunia anak-anak;
b. bahasa yang digunakan sederhana;
c. luas wilayah nada s epadan dengan kesanggupan alat suara dan
pengucapan anak; dan
d. tema lagu, antara lain; mengacu pada kurikulum yang digunakan.
Untuk nyanyian (lagu) anak dalam Bahasa Inggris banyak sumber yang
dapat kita gunakan sebagai bahan acuan di antaranya dari:
1) The Complete Daily Curriculum for Early Childhood Book (Pam Schiller
and Pat Phipps, 2002);
2) The Complete Book of Rhymes, Songs, Poems, Fingerplays, and
Chants (Jackie Silberg and Pam Schiller);
3) The Giant Encyclopedia of Circle Time and Group Activities for Children
3 to 6 (Kathy Charner,1996);
4) Where is Thumbkin? (Pam Schiller and Thomas Moore,1993);
5) Creative Ressources for the Early Childhood Classroom (Judy Herr
and Ivonne Libby,1995), dll.
Selain buku-buku tersebut, dapat juga digunakan berbagai CD/VCD
sebagai sumber nyanyian, misalnya:
1) 80 Kidsongs (Together Again Video Production, inc.KidsongsTM and
Kidsongs Kid, 2001);
2) Sing and Learn, Children Favourite Songs Series (WorldStar Music
Int’l Ltd, 1998);
3) Miss Patty Cake (Integrity Music Just For Kids, 1997);
4) The Donut Man’s (Integrity Music Just For Kids, 1996), dll
Meskipun banyak buku sumber maupun CD/VCD yang bisa dipakai, namun
faktor yang terpenting adalah kemampuan seorang guru di dalam memilih,
menggunakan dan mengembangkan nyanyian yang ada agar nyanyian tersebut
dapat disajikan dan dipahami oleh anak secara baik tanpa melupakan kaidah
berbahasa Inggris yang baik dan benar.
132
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak
Cara Menggunakan Music and Movement
dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) ?
Pembelajaran Bahasa Inggris khususnya pada anak usia dini, lebih
menekankan pada pengenalan akan perintah-perintah dasar ( Basic
Instructions) dan pengetahuan akan nama-nama benda atau objek yang ada
disekitar mereka (Vocabulary). Maka pemanfaatan Music and Movement dalam
KBM dapat dilakukan sebagai berikut.
Ketika Baru Masuk Kelas
Untuk mendapatkan atensi anak sebelum memulai pembelajaran, anak diajak
untuk dapat duduk baik dengan hati yang senang (tidak dalam keadaan
terpaksa). Hal ini dilakukan dengan mengajak anak menyanyikan lagu sambil
menggerakkan anggota badan.
Misalnya dengan menyanyikan lagu “Sit Together” (Tune: Where Is Thumbkin?)
Sit together, sit together,
Look at me, look at me,
I am good, I am good,
Look at me, look at me.
Nyanyian (lagu) ini dapat dinyanyikan dengan posisi anak duduk membentuk
lingkaran di lantai, dan bernyanyi dengan gerakan menepuk paha masingmasing. Guru sebagai model haruslah dapat menghidupkan suasana kelas
agar anak merasa nyaman dengan lagu dan gerakan yang dinyanyikan
bersama. Melalui nyanyian ini anak diharapkan dapat memahami makna dari
lagu yang mereka nyanyikan.
Sebagai Pembuka (Doa dan Salam)
Setiap proses belajar hendaknya diperkenalkan juga kepada anak untuk
berdoa dan saling mengucapkan salam. Melalui kegiatan berdoa pendidik dapat
mengenalkan dan membina anak agar selalu dekat kepada Tuhan. Sebelum
maupun sesudah melakukan aktivitas anak dapat diajak menyanyikan lagu
doa, misalnya: lagu “ Morning Prayer” sebelum melakukan kegiatan.
Dear Lord,
Thank you for today,
Thank you for the school,
Thank you for the teachers and friends,
Help us to learn, help us to listen,
In Jesus’ Name. We pray, Amien.
Nyanyian ini hendaknya dilakukan dengan posisi anak berdoa.
Mengajak anak untuk saling menyapa dengan baik dapat dilakukan dengan
menyanyikan, misalnya : lagu “ Hello-hello”
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
133
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini
Hello,hello, hello and how are you?
I’m fine, I’m fine, I hope that you are too.
Ketika lagu ini dinyanyikan, anak diajak untuk saling melambaikan tangannya
sebagai gerakan menyapa.
Mengucapkan salam dalam bahasa Inggris (Greeting), dapat juga dikenalkan
melalui nyanyian, misalnya: lagu “Good Morning”. (Tune: Where Is Thumbkin?)
Good morning, good morning,
How are you? How are you?
Very well, I thank you.
Very well, I thank you.
How about you, how about you?
Good afternoon, good afternoon,
How are you? how are you?
Very well, I thank you,
Verry well I Thank You,
How about you, ? How about You?
Nyanyian-nyanyian tersebut hendaknya dapat dinyanyikan pada setiap proses
pembelajaran berlangsung, karena penggulangan ( Repetition) sangat
diperlukan bagi anak usia dini dalam mempelajari hal yang baru.
Sebagai Apersepsi
Sebagai pengantar pembelajaran suatu materi ajar, guru dapat menggunakan
nyanyian sebagai appersepsinya.
Contoh: Ketika mengajar dengan tema wajahku, guru dapat mengajak anak
menyanyi antara lain : lagu “Happy Face” (Tune: Head and Shoulders)
Eyes, ears, mouth and nose, mouth and nose 2x
Show your happy face, smile… and laugh...,
Eyes, ears, mouth and nose, mouth and nose.
Demikian juga ketika mengajarkan tema-tema ajar lainnya, seperti tema
transportasi dapat juga menggunakan lagu misalnya, “The Train”, untuk tema
binatang banyak nyanyian yang bisa digunakan, antara lain, “When I Went To
The Farm”, “Five Little Speckled Frogs”. Tema tentang keluarga dapat juga
diperkenalkan misalnya melalui lagu “Happy Family”, dll.
Masih banyak nyanyian (lagu) anak-anak yang dapat dinyanyikan untuk
appersepsi ini. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah, nyanyian yang
dipilih haruslah sesuai dengan materi ajar yang akan disampaikan dan tingkat
perkembangan kejiwaan anak.
134
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak
Dalam Pembelajaran Inti
Pada saat kegiatan belajar mengajar berjalan, guru dapat menyelingi dengan
nyanyian, bahkan dalam pembelajaran salah satu aspek bahasa itu sendiri, seperti
pelafalan atau pengucapan, nyanyian dapat digunakan sebagai materi ajar.
Contoh: Untuk mengajarkan bunyi dari suatu huruf (Phonics Sound), misalnya
kita dapat belajar sambil bernyanyi “Letters Sounds”
Ants on the apple, a, a, a,
Ants on the apple, a, a, a,
Ants on the apple, a, a, a,
‘a’ is the sound of ‘A’,
Balls are bouncing b, b ,b,
Balls are bouncing, b, b, b,
Balls are bouncing, b, b, b,
b’ is the sound of ‘B’,…..demikian seterusnya.
Ketika anak menyanyikan lagu ini, guru dapat sambil menunjukan kartu
huruf yang dimaksud. Sehingga diharapkan anak dapat memahami bentuk
hurufnya secara visual dan melafalkan bunyinya dengan baik dan benar. Contoh
lain dapat dicari dari berbagai sumber yang sudah ada, atau juga diciptakan
oleh guru sendiri dengan mempertimbangkan kesesuaian antara situasi dan
kondisi serta materi yang akan disampaikan.
Nyanyian sebagai materi ajar, di dalam pembelajarannya tidak hanya
dinyanyikan tetapi juga dibaca dan dipahami oleh anak. Karenanya materi
nyanyian harus disesuaikan dengan usia anak, agar menyanyi menjadi sesuatu
kegiatan yang menyenangkan bukan menjadikan beban.
Sebagai Penutup Kegiatan Belajar Mengajar
Setelah menyelesaikan proses KBM anak diajak untuk merapikan semua
perlengkapannya sambil bernyanyi, misalnya dengan lagu “Clean Up Time”.
Clean up time! Clean up time!
Everything will look just fine,
We’ll pick up the things and put them all away,
We can use another day.
Melalui kegiatan ini anak dapat dilatih untuk mandiri dan mengembangkan
rasa tanggung jawab mereka.
Untuk mengakhiri proses KBM nyanyian dapat juga digunakan sebagai
salam penutup, misalnya lagu: “Good Bye”
Good bye, good bye everybody,
Good bye, good bye everyboby,
Good bye, good bye everybody,
See you next time again.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
135
Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini
Dengan proses kegiatan belajar mengajar yang menarik dan variatif,
tentunya dapat memotivasi anak untuk semakin senang dan menyukai
pembelajaran Bahasa Inggris.
Kesimpulan
Anak usia dini pada dasarnya suka menyanyi dan melakukan aktivitas fisik
yang menyenangkan bagi mereka. Music and Movement adalah salah satu
metode/teknik yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran Bahasa
Inggris pada anak usia dini agar kegiatan belajar mengajar lebih
menyenangkan.
Melalui nyanyian dan kegiatan pembelajaran yang bervariasi, pendidik
dapat menumbuhkan minat anak untuk lebih senang dan giat belajar, bahkan
dapat memudahkan anak dalam memahami materi ajar yang disampaikan.
Anak dibuat senang, tidak bosan, dan tertarik dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Metode dan teknik yang baik, menarik dan atraktif bisa bermanfaat atau
tidak bagi peserta didik tergantung kepada kemampuan seorang pendidik
mengaplikasikannya dalam proses kegiatan belajar mengajar. Jadi pendidik
yang professional dan berkualitas yang mampu menggunakan serta
mengembangkan suatu metode pembelajaran dengan baik akan sangat
mempengaruhi keberhasilan sebuah proses pembelajaran Bahasa Inggris,
khususnya pada anak usia dini.
Daftar Pustaka
Armstrong, Thomas, Ph.D. (1997). Setiap anak cerdas. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Cowell, Nick dan Roy Gardner. (1995). Tehnik mengembangkan guru dan siswa.
Jakarta: Grasindo
_____ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1994). Petunjuk teknis
proses belajar mengajar di taman kanak-kanak, Depdikbud
Herr, Judy dan Ivonne Libby. (1995). Creative ressources for the early childhood
classroom. Delmar Publisher
Lim, Ms.Jane. I can jingle and jangle. Materi workshop pada Educators
Confrence 2005, “The Living Classroom”, Sahid Jaya Hotel - March
2005
Montessori, Dr. Maria. (1991). The secret of chidhood. New York: Ballatine
Books
Montessori, Dr. Maria. (1991). The discovery of the Child. New
York: Ballatine Books
Pam Schiller dan Pat Phipps. (2002). The complete daily curricullum for early
childhood. Gryphon house
136
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Isu Mutakhir
Isu-Isu Pendidikan Mutakhir
Drs. Hotben Situmorang, M.B.A.*)
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.**)
Undang-Undang Tentang Guru-Dosen
rofesi guru sepertinya sudah lama dinomorduakan dan negeri ini
menuai keterpurukan dalam dunia pendidikan. Menurut data statistik
tentang Human Development Index yang dikeluarkan UNDP, Indonesia
menempati urutan ke-111 jauh lebih rendah dari Malaysia ( nomor
urut ke-59), padahal hingga pada awal tahun 1970-an negara ini menerima
bantuan guru dari Indonesia.
Untuk memperbaiki kualitas pendidikan, Pemerintah memberikan perhatian
khusus dengan merumuskan sebuah Undang-Undang yang mengatur profesi
guru dan dosen. Dalam pembahasan rancangan Undang-Undang ini hingga
disahkan pada 6 Desember 2005, terbersit keinginan Pemerintah untuk
memperbaiki wajah suram nasib guru dari sisi kesejahteraan dan
profesionalisme. Jumlah guru di Indonesia saat ini 2,2 juta orang, dan hanya
sebagian kecil guru dari sekolah negeri dan sekolah elit yang hidup
berkecukupan. Mengandalkan penghasilan dari profesi guru, jauh dari cukup
sehingga tidak sedikit guru yang mencari tambahan untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Hal-hal yang terkesan menjadi sorotan utama Undang-Undang ini adalah
hak dan kewajiban guru. Pasal 19 tentang tunjangan fungsional guru, walau
tidak mencantumkan besaran standar minimal akan tetapi telah menyebutkan
tunjangan fungsional sebesar satu kali gaji pokok dari pegawai yang diangkat
Pemerintah atau Pemerintah Daerah pada tingkatan, masa kerja dan kualifikasi
yang sama. Disamping itu ditambah lagi tunjangan professi dengan besaran
yang setidak-tidaknya sama dengan tunjangan fungsional. Dengan demikian
penghasilan guru akan lebih baik dibandingkan gaji pegawai lainnya pada
tingkatan dan masa kerja yang sama. Guru juga mempunyai hak pembinaan
dan pengembangan selama 40 jam setiap tahunnya.
Sertifikat kompetensi guru dalam tindak lanjut dari Undang-Undang ini
P
*)
**)
Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (2) BPK PENABUR Jakarta
Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (1) BPK PENABUR Jakarta
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
137
Isu-Isu Pendidikan Mutakhir
masih menyisakan persoalan sebagaimana disampaikan Mendiknas pada media
massa pada saat pengesahan Undang-Undang ini, antara lain kesepahaman
akan ukuran uji kompetensi guru.
Secara politis organisasi profesi berfungsi memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan pendidikan, perlindungan profesi,
kesejahteraan dan pengabdian masyarakat.
Sejak awal gagasan pembuatan RUU Guru dan Dosen dilatarbelakangi
oleh komitmen bersama untuk mengangkat martabat guru dalam memajukan
pendidikan nasional, dan menjadikan profesi ini menjadi pilihan utama bagi
generasi guru berikutnya
Implikasi pelaksanaan Undang-Undang ini belum menyatakan secara jelas
tentang guru yang diangkat oleh masyarakat (sebutan pada sekolah swasta).
Pada dasarnya pembiayaan tunjangan fungsional dan tunjangan professi
guru sudah dianggarkan di APBN/APBD dan masyarakat penyelenggara sekolah
(swasta) akan mendapat bantuan dari anggaran tersebut. Dengan alokasi
anggaran 20 % diharapkan negeri dan swasta akan terlayani.
Walau sisi pendanaan yang akan membengkak bagi sekolah swasta dapat
teratasi dari subsidi Pemerintah guna membayar tunjangan fungsional dan
tunjangan profesi guru, akan tetapi persoalan baru haruslah diantisipasi oleh
sekolah swasta. Prasyarat pengakuan professi terletak di tangan pemberi
subsidi. Selain masalah administratif sekolah swasta akan menghadapi
berbagai aturan pengelolaan pencairan dana.
Bagi pengelola sekolah swasta Undang-Undang ini menjadi tantangan
dan sekaligus ancaman. Sekolah yang kualifikasi SDM-nya sesuai dengan UU
tersebut akan mendapat dukungan Pemerintah, sementara sekolah swasta
lain yang SDM-nya tidak memenuhi kriteria akan terabaikan.
Tenaga guru profesional yang usianya relatif muda dimungkinkan akan
memilih mengabdi di sekolah negeri terkait dengan keamanan jaminan masa
depan. Jika pernyataan ini benar maka sekolah swasta hanya akan mendapat
guru yang baik jika mampu membayar lebih mahal dari mereka yang yang
mengabdi di sekolah negeri. Sebaliknya jika tanggung jawab pendanaan
pendidikan terkelola dengan baik oleh Pemerintah maka dikotomi swasta dan
negeri akan tereliminasi dan kualitas pendidikan secara umum akan lebih
baik karena adanya standar profesi dan pengelolaan yang berkualitas.
Informasi Konferensi, Seminar
dan Penelitian Pendidikan
Perhatian dunia internasional terhadap pendidikan cukup besar terlihat dari
berbagai agenda konferensi, seminar, dan penelitian yang diselenggarakan
diberbagai negara dalam tahun 2006.
138
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IIV/ Desember 2005
Isu-Isu Pendidikan Mutakhir
Tema konferensi pendidikan di tahun 2006 berfokus pada peningkatan
efektifitas pembelajaran, pengembangan kreatifitas, dan pembelajaran seumur
hidup. Ketiga hal di atas sebenarnya permasalahan lama yang didalami dengan
pendekatan dan wawasan baru yang berkembang pada bidang teknologi
informasi, psikologi, dan kaitannya dengan fungsi kerja otak.
Pemerintah Indonesia juga menyadari pentingnya peningkatan kualitas
belajar mengajar. Sedangkan komponen utama dalam kualitas belajar
mengajar adalah kualitas guru. Oleh karena itu perhatian pemerintah dalam
meningkatkan sumber daya manusia khususnya dunia pendidikan diwujudkan
dengan mengedepankan fundasi hukum yang sebelumnya tidak ada. Adanya
standard kompetensi dan sertifikasi profesi guru yang dimuat dalam UndangUndang Guru dan Dosen akan memperkuat keberadaan professi guru sejalan
dengan perbaikan kesejahteraan SDM-nya
January 2006
4-6
North of England Education Conference 2006 (NEEC). Themes: Learn,
Create, Every Child Matters. Conference venue: The Sage, Gateshead.
Conference url: http://www.neec2006.org.uk Conference organisers:
Gateshead Council. Organiser’s address: Gateshead Council, Civic Centre,
Regent Street, Gateshead NE 8 1HH. Organi ser’s url: http://
www.gateshead.gov.uk
Notes: Come and be inspired at The UK’s biggest education conference. The
theme is LEARN:CREATE and you will hear keynote speeches from
internationally renowned figures, Education ministers and key players in
educational thinking. Put the date in your diary - come and enjoy the conference
and take home new ideas from England’s vibrant North East. Visit
www.neec2006.org.uk to book your pl ace. Emai l enquiries:
[email protected] Telephone enquiries: 0191 433 3801
5-7
Hands up for Science Education: ASE Annual Conference. Themes:
science education. Conference venue: University of Reading. Conference url:
http://www.ase.org.uk/htm/conferences/ annual_conference_2006/
venue_dates_2006.php Conference organisers: Association for Science
Education. Organisers address:The Association for Science Education, College
Lane, Hatfield, Herts AL1 9AA. Organisers url: www.ase.org.uk Email
enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 01707 283000
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
139
Isu-Isu Pendidikan Mutakhir
6-9
4th Annual Hawaii International Conference on Education. Themes:
Education. Conference venue: Renaissance Ilikai Waikiki Hotel, Honolulu.
Conference url: http://www.hiceducation.org Conference organisers: Hawaii
International Conferences. Organiser’s address: Hawaii International
Conferences, PO Box 75036, Honolulu, HI 96836. Organiser’s url: http://
www.hiceducation.org Notes: Deadline for submissions: August 18, 2005.
Reduced rate registration fees before October 20, 2005. All areas/topics of
education are welcome. Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 808-949-1455 Fax enquiries: 808-947-2420
March 2006
9-10
The International Conference on Early Childhood Education. Themes:
The future of early childhood education from a strategic, political and scientific
perspective. Conference venue: Musis Sacrum, Arnhem, Netherlands.
Conference url: http://conference.cito.com Conference organisers: Cito b.v.
Organiser’s address: Business Development P.O. 1034 6801 MG Arnhem,
Netherlands. Organiser’s url: http://www.cito.com Notes: Early Bird discount
before December 1, 2005. For program, speakers and registration procedures
check the conference website Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: +31-26-352 1490
May 2006
2-3
1st Pedagogical Research in Higher Education (PRHE) Conference
‘Pedagogical Research: Enhancing Student Success’. Themes: Teaching
for success, student learning, scholarship of teaching and learning. Conference
venue: Liverpool City Centre Marriott Hotel, Liverpool. Conference url: http:/
/hopelive.hope.ac.uk/PRHE/ Conference organisers: Professor Lin Norton.
Organiser’s address: Education Deanery Liverpool Hope University Hope Park
Liverpool L16 9 JD Organiser’s url: Notes: Deadline for submission of abstracts
30 November 05 Conference papers to be available in PRIME (Pedagogical
Research IN Maximising Education), journal published by Liverpool Hope
University All who attend the conference will receive a free copy of PRIME
after the event Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries:
0151-291-3643
140
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IIV/ Desember 2005
25-27
Citizenship Education: Europe and the World. Themes: Citizesnhip global and European; teacher education; learning. Conference venue:
University of Riga, Latvia Conference url: http://cice.londonmet.ac.uk/
details.htm Conference organisers: CiCe Erasmus Thematic Network (Children’s
Identity and Citizenship in Europe). Organiser’s address: Alistair Ross IPSE,
London Metropolitan University, 166-220 Holloway Road, London N7 8DB, UK.
Organiser’s url: http;//cice.londonmet.ac.uk Notes: A Research Student
Conference will be linkled to this, starting 24 May, same venue (some
bursaries). Deadline for proposals 16 January 2006 Edited proceedings will
be published and circulated Email enquiries: [email protected] Telephone
enquiries: (+44) (0) 207 133 4029 Fax enquiries: (+44+) (0) 207 133 4219
June 2006
11-14
Enhancing Academic Development Practice. ICED 2006. Themes:
educational development, academic development, faculty development
Conference venue: Sheffield Hallam University Conference url: http://
iced2006.shu.ac.uk Conference organisers: International Consortium for
Educational Development. Organiser’s address: Conference Secretariat,
Sheffield Hallam University, City Campus, Sheffield S1 1WB. Organisers url:
http://iced2006.shu.ac.uk/organising_commitee.html Notes: Notes: Deadline
for submissions 20th January 2006. Registration opens 1st February 2006.
Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 0114 225
5338/5336 Fax enquiries: 0114 225 5337
13-16
Lifelong Learning Conference 2006. Themes: Lifelong Learning: Partners,
Pathways and Pedagogies Conference venue: Rydges Capricorn International
Resort Conference url: http://lifelonglearning.cqu.edu.au/2006/index.php
Conference organisers: Central Queensland University. Organiser’s address:
Lifelong Learning Conference Secretariat, Central Queensland University
Library, Building 10, CQ Mail Centre, Rockhampton Qld Australia 4702.
Organiser’s url: http://www.library.cqu.edu.au Notes: Deadline for submission
of abstracts 30th September. Registration closes on June 13, 2006. Early Bird
rates until 22 April 2006 Keynote speakers are Professor Michael Dureau,
Associate Professor Andre Grace, Associate Professor Peter Kell,and Professor
Diana Laurillard. Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: Phone: 61 (0)7 4930 6310 Fax enquiries: Fax: 61 (0)7
4930 6436
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
141
Isu-Isu Pendidikan Mutakhir
14-16
Leading Innovation in Global Education & Training. Themes: Innovation
in Training Practices / Achieving Excellence in Global Business Education.
Conference venue: Lisbon Marriott Hotel, Lisbon, Portugal. Conference url:
www.edineb.net Conference organisers: EDiNEB Network. Organiser’s
address: EDiNEB Network Att. Mrs. Ellen Nelissen PO Box 616 - 6200 MD
Maastricht - Netherlands Organiser’s url: www.edineb.net Notes: Deadline
for abstract submission is January 31, 2006. The first 50 submitting authors
of an abstract will receive one free copy of a volume out of the EDiNEB book
series. You can submit your abstract online. Selected papers will be published
in a special issue in one of our partner journals. Email enquiries:
[email protected] Telephone enquiries: ++31 43 3883770 Fax
enquiries: ++31 43 3884801
27-29
PLAT2006: Third Biennial Psychology Learning and Teaching
Conference Themes: Psychology Learning and Teaching. Conference venue:
York St John Coll ege, York, UK. Conference url: http://
www.psychology.heacademy.ac.uk/plat2006 Conference organisers: The
Higher Education Academy Psychology Network. Organiser’s address:
Department of Psychology, University of York, York YO10 5DD UK. Organiser’s
url: http://www.psychology.heacademy.ac.uk/ Notes: Deadline for submission
of abstracts: 09 January 2006. Bursaries and early registration discounts
available. Email enquiries: [email protected] Telephone
enquiries: +44 (0) 1904 433138 Fax enquiries: +44 (0) 1904 433181
July 2006
2-7
ICOTS 7: 7th International Conference on Teaching Statistics. Themes:
Working Cooperatively in Statistics Education. Conference venue: Salvador
(Bahia) Brazil. Conference url: http://www.maths.otago.ac.nz/icots7
Conference organisers: International Association for Statistical Education.
Organiser’s address: Carmen Batanero, Facultad de Educacion, Campus de
Cartuja, Granada Spain. Organiser’s url: http://www.ugr.es/local/batanero
Notes:Abstracts for papers to be submitted by 1 April 2005. Email enquiries:
[email protected] Telephone enquiries: 34958243950 Fax enquiries:
34958246359
6-8
International Conference on Information Communication Technologies
in Education 2006. Themes: technology in education. Conference venue:
142
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IIV/ Desember 2005
University of the Aegean, Rhodes. Conference url: http://www.icicte.com
Conference organisers: University College of the Fraser Valley ; University of
the Aegean, Rhodes. Organiser’s address: UCFV, 33844 King Road, Abbotsford,
BC V2S 7M8 Canada./University of the Aegean, Rhodes, Demokratias Str. 1,
85100 Rhodes, Greece. Organiser’s url: http://www.ucfv.ca;http://
www.rhodes.aegean.gr/. Notes: Deadlines for submission of proposals January
15 2006 to Sherri Anderson at [email protected] . Early registration
deadline May 15. Graduate student paper prize of 1000 euros. All papers
published in conference proceedings. Selected papers to be published in
Campus-Wide Information Systems (UK). Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: +30 693 694 99 66
September 2006
11-12
The First International IPed Conference 2006: ‘Pedagogic Research
& Academic Identities’. Themes: How does engagement in pedagogic
research influence academic identities? scenario, work & research-based
learning, e-learning, academic writing, evaluation. Conference venue: Coventry
University Techno Centre. Conference url: http://home.ched.coventry.ac.uk/
iped/events/ conference06.htm Conference organisers: The iPed Research
Network, Coventry University. Organiser’s address: iPed c/o Centre for Higher
Education Development, Coventry University, Priory Street, Coventry CV1 5FB.
Organiser’s url: http://home.ched.coventry.ac.uk/iped/ Notes: Shortly the
conference organiser’s URL will change to http://www.coventry.ac.uk/iped Deadline for submission of abstracts: 1 February 2006. Please submit a 200
word abstract for a paper presentation or workshop for one of the conference
themes using the electronic form on our conference website. If the conference
URL above has ceased to work, use http://www.coventry.ac.uk/iped/events/
conference06. htm Email enquiries: [email protected] Telephone
enquiries: 024 7688 7599 Fax enquiries: 024 7688 7599
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
143
Resensi
Pendidikan Alat Perlawanan, Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire
Resensi Buku
Judul Buku : Pendidikan Alat Perlawanan, Teori
Pendidikan Radikal Paulo Freire
Penulis
: Siti Murtiningsih
Penerbit
: Resist Book - Yogyakarta
Cetakan
: I, Oktober 2004
Tebal/Ukuran: 128 halaman/14,5 x 21 cm
Oleh
: Judha Semal Irianto Sinulingga, S.Th.*)
Pendidikan Dialogis
arya dan pemikiran Paulo Freire merupakan sumbangan yang sangat
berarti bagi dunia pendidikan. Dengan latar belakang kemiskinan yang
terdapat pada masyarakat Brazilia bagian Timur Laut di mana ia hidup,
Paulo Freire berhasil membongkar praktik-praktik pendidikan yang
menurutnya tidak menempatkan manusia sebagai manusia. Usaha Freire pada
dasarnya ingin membangkitkan kesadaran masyarakat untuk berjuang melawan
status quo kekuasaan dengan berperan aktif mengubah realitas yang ada ke
arah yang lebih manusiawi, seperti semangat yang tercermin dalam judul
buku ini: “Pendidikan alat perlawanan”.
Pendidikan sebenarnya dapat dipahami sebagai rangkaian usaha
pembaharuan. Pendidikan pada hakikatnya tidak mengenal akhir karena
kualitas kehidupan manusia terus meningkat. Persoalan pendidikan bukanlah
terutama pada target pengetahuan yang ditetapkan, melainkan pada
bagaimana orang dapat berinteraksi/berdialog dengan situasi dan kondisi
jamannya.
Paulo Freire mengembangkan pemahamannya tentang pendidikan dari
pandangan mendasarnya yang banyak dikritik orang, yaitu bahwa dunia hanya
terbagi atas 2 kelompok: kelompok penindas (oppressor) dan kelompok
tertindas (oppressed). Setiap orang pastilah menjadi bagian dari salah satu
kelompok, entah dia si penindas ataukah si tertindas. Dalam kerangka
pemahaman ini, praktik belajar-mengajar yang banyak terjadi sebelumnya
dapat dipandang sebagai pendidikan yang menindas karena hanya melakukan
proses “satu arah” dari guru kepada murid. Paradigma yang mengandalkan
hafalan ini berwatak pasif, tidak menyulut keberanian, penalaran dan
kreativitas, padahal nalar dan kreativitas inilah yang dibutuhkan oleh rakyat
tertindas untuk melawan.
Freire berpendapat bahwa dalam pendidikan, peserta didik tidak boleh
dipahami sebagai obyek tersendiri yang harus digarap dan diisi oleh pendidik.
K
*) Staf Bagian Layanan Siswa BPK PENABUR Jakarta
144
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV/ Desember 2005
Dalam istilah Freire, sistem pendidikan seperti itu disebut sebagai Sistem
Bank (Banking Education), di mana peserta didik adalah tabungan dan pendidik
sebagai penabung. Pandangan tentang pendidikan semacam ini pada
praktiknya cenderung bersifat otoriter dan menghalangi kesadaran peserta
didik untuk berkembang. Aktivitas pendidikan kemudian berbelok menjadi
tindakan-tindakan menundukkan peserta didik terhadap nilai-nilai dan norma
budaya yang ada di masyarakat, dimana pendidik berperan sebagai agennya.
Sebagai ganti sistem di atas, Freire menawarkan sistem hadap-masalah
(Problem-posing Education). Di dalam sistem ini, Freire menekankan metode
pendidikan yang disebut “pendidikan dialogis” di mana terdapat suatu dinamika
dialektik antara pendidik dengan peserta didik. Penekanannya adalah pada
kesadaran pendidik dan peserta didik mengenai kemampuan dan keberanian
menghadapi realitas secara kritis dan bertindak mengubah dunia secara kreatif.
Dengan demikian, pendidikan harus berorientasi mengarahkan manusia pada
pengenalan akan realitas diri dan dunianya dengan melibatkan dua unsur,
yakni pengajar dan pelajar di satu pihak sebagai subyek yang sadar (cognitif)
dan realitas dunia di pihak lain sebagai obyek yang tersadari (cognizable). Di
sini, pendidik tidak hanya berfungsi sebagai fasilitator bagi tumbuhnya
perkembangan kesadaran peserta didik, namun sekaligus menjadi seorang
rekan yang melibatkan dirinya sambil merangsang daya pemikiran kritis
peserta didik.
Butir-butir pemahaman yang membangun filsafat pendidikan Freire oleh
Murtiningsih dijelaskan sebagai berikut: Manusia tidak hanya berada di dunia,
tetapi juga berinteraksi dengan dunia di mana ia berada. Di dalam situasi
keberadaannya tersebut, manusia harus memiliki kesadaran kritis yang
diarahkan pada realitas sehingga terjadi suatu interaksi ketika manusia
menanyai, menguji dan menjelajahi realitas tersebut. Hal yang paling bernilai
bagi manusia adalah menjadi manusia seutuhnya yang dicapai melalui proses
pembebasan, atau dalam istilah Freire disebut “konsientisasi”.
Secara sederhana, konsientisasi dapat dipahami sebagai proses menjadi
manusia yang lebih penuh atau suatu proses perkembangan kesadaran menuju
terbentuknya manusia-manusia baru yang akan menciptakan dunia baru. Tugas
manusia di dunia bukanlah untuk beradaptasi, tetapi untuk mengubahnya
secara kreatif.
Walaupun kesan perlawanan yang revolusioner sangat kental dalam
tulisan-tulisannya, Freire tidak pernah setuju dengan pemberlakuan kekerasan.
Ia mendambakan sebuah revolusi yang damai. Untuk memahami sepenuhnya
pemikiran Paulo Freire, seseorang memang tidak cukup hanya membaca saja.
Tetapi lebih dari itu, orang harus masuk ke dalam pengalaman di mana ia
berinteraksi dengan dunia dimana ia berada. Dalam penerapannya terhadap
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV/ Desember 2005
145
Pendidikan Alat Perlawanan, Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire
kurikulum, Freire mengusulkan kurikulum yang bertolak dari realitas konkret
peserta didik dan yang muatannya mampu menumbuhkan kesadaran kritis.
Artinya kurikulum dapat mendorong perkembangan pola pikir dan kemampuan
refleksi peserta didik. Kurikulum ini mengutamakan pengalaman dan
menekankan pada aspek-aspek personal tertentu (oleh karena itu disebut
juga dengan experience-centered curriculum).
Pada bagian akhir buku ini, Murtiningsih memberikan beberapa catatan
yang perlu diperhatikan. Antara lain, ia mencoba menggarisbawahi
penyelewengan yang dapat muncul dalam penerapan konsep konsientisasi.
Contoh penyelewengan yang terjadi misalnya kegiatan propaganda penyuluhan
dalam kerangka bisnis yang mengatasnamakan konsientisasi (h. 116). Oleh
karena itu, proses konsientisasi yang dimaksud baru dapat terjadi ketika dialog
yang dilakukan diiringi rasa cinta, kerendahan hati, kepercayaan pada orang
lain, pikiran kritis dan harapan.
Berikut ini, patut pula dicatat beberapa kelemahan tulisan Murtiningsih
yaitu:
Pertama, tidak terlalu jelas mengenai penerapan konsep konsientisasi
dalam konteks Indonesia. Pada bab terakhir, sub judul “Relevansi Konsientisasi
bagi Pendidikan di Indonesia” lebih tepat jika diganti dengan “Situasi-Kondisi
Pendidikan dalam konteks Indonesia” karena pada bab tersebut Murtini hanya
memaparkan mengenai apa yang terjadi pada dunia pendidikan di Indonesia
tanpa memberikan sedikit pun saran penerapan teori Freire dalam konteks
Indonesia.
Kedua, sebenarnya sangat jelas kesan bahwa Murtiningsih ingin
menyejajarkan konteks Indonesia dengan konteks yang melatarbelakangi teori
Freire, sehingga dengan demikian teori Freire dapat dikatakan relevan. Namun
kesejajaran tersebut tidak pernah dikemukakan atau dibahas oleh Murtiningsih,
sehingga pembaca tidak pernah mengetahui sejauh mana teori Freire relevan
terhadap konteks Indonesia.
Ketiga, Murtiningsih tidak masuk lebih jauh kepada analisis terhadap
konteks Indonesia, sehingga ia pun tidak mampu mengusulkan tindakan/aksi
yang sebaiknya diambil sebagai langkah awal untuk mengubah ‘realitas’. Tentu
saja ini berbeda dengan semangat yang ada dalam teori Freire, yang pada
dasarnya tidak mau ber-‘teori’, tetapi ingin ber-‘aksi’.
Buku-buku yang memiliki semangat membenahi pendidikan nasional, pada
umumnya memiliki saran konkrit yang dapat dilakukan. Sebagai contoh, buku
Membenahi Pendidikan Nasional karangan Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed.
(diterbitkan pada tahun 2002 oleh PT Rineka Cipta, Jakarta) mengusulkan
“…restrukturisasi pendidikan nasional dengan paradigma-paradigma baru
146
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV/ Desember 2005
menuntut alokasi dan realokasi dana nasional dan lokal yang sepadan dengan
menempatkan sektor pendidikan sebagai prioritas utama.”
Di samping itu, tulisan Prof. Tilaar juga memberikan tempat untuk hal-hal
positif pada konteks Indonesia yang dapat mendukung terciptanya pendidikan
nasional yang lebih baik. Hal ini tidak terdapat pada tulisan Murtiningsih,
sehingga kita tidak memperoleh informasi apakah juga terdapat hal-hal positif
pada konteks Indonesia yang mendukung penerapan teori Freire.
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa tulisan Murtiningsih ini
merupakan kontribusi yang sangat berarti bagi pembaca Indonesia di tengah
langkanya buku-buku yang dihasilkan oleh penulis Indonesia yang membahas
pemikiran-pemikiran dari tokoh besar pendidikan seperti Paulo Freire. Dengan
bahasa yang cukup sederhana, buku ini mampu menjelaskan pokok-pokok
pemikiran dari Paulo Freire, bahkan mampu pula menarik benang merah dari
situasi-konteks serta pemahaman yang melatarbelakangi pemikiran Freire.
Dengan demikian, buku ini pun diharapkan mampu membangkitkan di dalam
diri pembacanya suatu semangat untuk menghadapi realitas dan mengubahnya
ke arah yang lebih baik, seperti semangat yang juga dimiliki oleh Paulo Freire.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV/ Desember 2005
147
Profil BPK PENABUR Tasikmalaya
Profil
Profil BPK PENABUR Tasikmalaya
“ Menggali Potensi yang Terpendam”
Juniart F. Samosir*
Sejarah Singkat
PK PENABUR Tasikmalaya didirikan tanggal 15 Oktober 1953 dengan
membuka kelas Taman Kanak – kanak (TK) sebanyak satu kelas dan
Sekolah Dasar (SD) tiga kelas untuk kelas 1 – 3.
Lokasi TK dan SD tersebut berada di Jln. Veteran No. 51 di samping Gereja
(GKI) bahkan sempat menggunakan ruangan Gereja dan Konsistori. Seiring
dengan berjalannya waktu dan bertambahnya murid TK dan SD, ruangan
belajar yang ada di lokasi tersebut tidak mampu menampung jumlah murid,
sehingga sebagian murid SD menggunakan ruangan / kelas di Jalan Selakaso
No. 65 milik BPPK GKP bekas SD Immanuel.
Dengan perkembangan SD yang begitu pesat Pengurus BPK PENABUR
Tasikmalaya mengajukan anggaran pembelian tanah ke PH BPK PENABUR
dan pada tanggal 15 Februari 1995 dilakukan transaksi pembelian sebidang
tanah seluas 2.242 m2 di Jalan Ibu Apipah. Pembangunan gedung berlantai
tiga dilaksanakan, dan tahun pelajaran 1998/1999 SD resmi menempati gedung
baru. SD meluluskan angkatan pertama tahun 1956 dan orangtua murid
merasakan perlunya kesinambungan pendidikan anaknya dan mendesak
Pengurus BPK PENABUR Tasikmalaya agar mendirikan SMP, maka pada tahun
1957 resmi didirikan SMP Kristen yang berlokasi di Jalan Selakaso No. 63
dengan menyewa tanah dan bangunan milik BPPK GKP.
Kemudian pada tahun 1976 diputuskan untuk mendirikan SMA Kristen
untuk menampung anak – anak lulusan SMP Kristen di lokasi yang sama dan
masuk siang. Upaya agar siswa SMAK masuk pagi baru terealisasikan pada
tahun 1980, dengan persetujuan BPPK GKP untuk mendirikan bangunan
sebanyak empat ruang kelas di sebelah gedung SMPK.
Peresmian penggunaan bangunan ini dilakukan pada tanggal 3 Mei 1981.
Dengan bertambahnya siswa SMAK maka pada tanggal 1 Juli 1988 bangunan
lama dibuat bertingkat (2 lantai).
B
*) Kepala SMA BPK PENABUR Tasikmalaya
148
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Profil BPK PENABUR Tasikmalaya
Gambaran Umum Sekolah per Jenjang
No
Jenjang
1.
TK
Fasilitas Pendukung
Perlu Pembenahan
- Letak sekolah mudah dijangkau.
- Lingkungan sekolah aman dari tindak kejahatan dan narkoba.
- Gedung baru dengan pengatur
ruangan yang baik.
- Memiliki tenaga edukatif qualifield
- Terakreditasi sebagai TK terbaik
ke-2 Tasikmalaya Tahun 2002
- Memperluas tempat
bermain
- Melengkapi alat peraga
dan alat bantu pengajaran
- Peningkatan kualitas
SDM
2.
SD
- Fasilitas kelas, lab. komputer
lengkap.
- Halaman luas memungkinkan
peserta didik melakukan aktivitas .
dengan leluasa
- Tempat parkir luas.
- Aula dapat difungsikan sebagai
ruang kebaktian, olahraga, atau
pertemuan.
- Memiliki trampolin (peralatan
impor untuk senam).
- Dekat kolam renang (± 50 m)
- Dekat sawah, sehingga setiap hari
peserta didik menghirup udara
segar, dan memungkinkan kegiatan dilaksanakan di luar kelas.
- Orangtua murid mendapat informasi program kegiatan satu
tahun pelajaran di awal tahun pelajaran dan mengadakan pertemu an secara berkala
- Menciptakan lingkungan
sekolah yang sehat
- Peningkatan kualitas
SDM.
3.
SMP
- Lokasi mudah dijangkau.
- Unggul dalam IPTEK, internet
online 24 jam dan prog.lainnya
- Memiliki lab. komputer.
- Bangunan sekolah agar
lebih representatif.
- Agar memiliki lab. IPA
mandiri (kimia, fisika,
biologi) dan bahasa.
4.
SMA
- Lokasi mudah dijangkau.
- Bangunan kelas baik.
- Terakreditasi oleh BAS Propinsi
dengan peringkat A.
- Penambahan ruang
belajar.
- Agar memiliki Lab. IPA
mandiri (Kimia, Fisika,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
149
Profil BPK PENABUR Tasikmalaya
No
Jenjang
4.
SMA
Fasilitas Pendukung
Perlu Pembenahan
- Alumni banyak yang berhasil di
Perguruan Tinggi dengan prestasi
yang membanggakan.
- Belum ada sekolah pesaing yang
sejenis (ciri khas Kristen).
- Guru - guru dengan latar belakang
S1 sesuai bidangnya.
Biologi) dan bahasa
- Pengadaan aula
- Memperluas ruang perpustakaan
- Peningkatan kualitas SDM
Perkembangan Jumlah Siswa Tiga Tahun Terakhir
Tahun
2003/2004
2004/2005
2005/2006
TK
128
118
127
SD
SMP
SMA
Total
324
312
307
197
189
189
294
307
280
943
926
903
Perkembangan Jumlah Guru Tiga Tahun Terakhir
Tahun
TK
SD
SMP
SMA
2003/2004
2004/2005
2005/2006
10
10
10
17
19
19
20
16
16
18
23
25
Beberapa penyebab berkurangnya jumlah siswa sekolah BPK PENABUR di
Tasikmalaya:
a. Keberhasilan program Keluarga Berencana.
b. Mobilitas penduduk antar kota.
c.
Kompetisi dengan sekolah sejenis yang makin ketat. Untuk itu perlu
menyusun dan melaksanakan program pengembangan sekolah
150
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Profil BPK PENABUR Tasikmalaya
Prestasi Siswa TKK, SD, SMP dan SMA Tiga Tahun Terakhir
No
Jenjang
Prestasi
1.
TK
-
Juara I Lomba mewarnai se - Priangan Timur
Juara I Kontes Fotogenik sasikmalaya
Juara II Lomba Busana Merah Putih Tasikmalaya
Juara I Lomba Busana Daerah Tasikmalaya
Juara II Lomba Busana Daerah Tasikmalaya
2.
SD
-
Juara Umum II Telkomnet - Instan Clik - Day
Juara I Cerdas Cermat MIPA Tasikmalaya
Juara II Lomba Sekolah Sehat Tasikmalaya
Juara Umum Renang antar Club tingkat SD Tasikmalaya
Juara I Olimpiade Matematika tingkat Kecamatan
Juara III Lomba Fun Science tingkat Propinsi
Juara III English Quis Contest Tasikmalaya
3.
SMP
-
-
Peringkat 3 besar Nilai Ujian Nasional Tasikmalaya
Juara II Putri Invitasi Bola Basket IAPT CUP V SLTP
Tasikmalaya/ Ciamis
Juara I Invitasi Bola Basket Pelajar Putra antar SLTP Jawa
Barat
Juara I SMP Putra Kejuaraan Bola Basket SMP-SMU Bumi
Siliwangi CUP III
Juara Umum Kejuaraan Renang antar Pelajar Tirta
Resik Cup I Tasikmalaya/Ciamis/Pangandaran
Juara Umum II PORSENI tingkat SLTP Kota Tasikmalaya
Juara Lukis terbaik Tasikmalaya Kategori Naturalis
Juara III Olimpiade MIPA - FISIKA Tasikmalaya
Juara I English Spech - Contest Tasikmalaya
Juara I (Perenang terbaik) PORSENI tingkat SMP/MTs
Tasikmalaya
Juara Umum ke II PORSENI tingkat SMP/MTs Tasikmalaya
Juara I (Perenang terbaik) "TIRTA RESIK CUP"
Juara II Renang Piala Rektor UPI Bandung
Juara II Renang Piala Anajohn UPI Bandung Jawa Barat
-
Juara I IAPT CUP IV Bola Basket Putra dan Putri
Juara Umum Telkomnet Instan - Click Day
Juara II Hexos Cup Bola Basket Putra dan Putri
-
4.
SMA
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
151
Profil BPK PENABUR Tasikmalaya
No
Jenjang
4.
SMA
Prestasi
-
Juara I Porseni Kota Tenis Meja Ganda Putra
Juara I Production Bola Basket Putra dan Putri
Juara III IAPT CUP V Bola Basket Putra
Juara I IAPT CUP VI Bola Basket Putri
Medali Emas Renang antar Pelajar
Juara III Timbul Cup 2 Bola Basket Putra
Juara I UNSIL CUP Bola Basket Putra, juara II Putri
Juara I Lomba Lukis Tingkat SLTA
Juara I Festival Gitar Pop
Juara I Bola Basket Putri "HEXOS CUP"
Juara II STUDENT'S DANCE FESTIVAL se-Priangan Timur
Juara I Lomba Karya Tulis Kategori SLTA "HUT Ke- 55 BPK
PENABUR
Juara I Lomba Cepat Tepat Matematika UNSIL CUP Jabar
Ketua Yayasan (Pengurus) BPK PENABUR Tasikmalaya
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Nama
Masa Jabatan
Thio Sioe Tjoan
Oey Hong Tjiauw
Oey Hong Thay
J.Tanuwihardja
Pdt.Liem Liong Tjoan
J.Tanuwihardja
Ekki Widharma
Slamet Budisutiono
Drs. Rinaldi Sutriana
Sulaeman Tatang
Drs. Rinaldi Sutriana
1953 – 1955
1956 - 1960
1961 – 1964
1965 – 1967
1967 – 1969
1969 – 1971
1971 – 1984
1984 – 1990
1990 – 1994
1994 – 2002
2002 – 2006
Kepala TK BPK PENABUR Tasikmalaya
No
1.
2.
3.
4.
152
Nama
Tan Djin Swie
Liem Tiam Ek (Efraim Gunata)
Drs. Endi
Tien Suryatin
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Masa Jabatan
1953 – 1954
1954 – 1973
1974 – 1986
1986–sekarang
Profil BPK PENABUR Tasikmalaya
Kepala SD BPK PENABUR Tasikmalaya
No
1.
2.
3.
4.
5.
Nama
Masa Jabatan
Tan Djin Swie
Liem Tiam Ek
Drs. Endi
Tan Djien Lian (Trilianti Hartani)
Drs. Widodo
1953 – 1954
1954 – 1973
1974 – 1989
1989 – 2000
2000 – sekarang
Kepala SMP BPK PENABUR Tasikmalaya
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nama
Masa Jabatan
Drs. Darmawan
L.S. Sunarto, BSc
Sukardi
Andyarto Suryana
Drs. Christian Suwarno
Drs. Endi
A.S. Purwanto
Drs. Thomas Agung
1974 – 1975
1975 – 1979
1979 – 1982
1982 – 1987
1987 – 1989
1989 – 1996
1996 – 1998
1998–sekarang
Kepala SMA BPK PENABUR TASIKMALAYA
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nama
Masa Jabatan
L.S. Sunarto
Direktorium (Ketua: Drs. Rinaldi S)
Andyarto Suryana
K. Hardja (Mr. Tjan)
Drs. Widodo
Drs. Christian Suwarno
Drs. Juniart F. Samosir
1976 – 1982
1982 – 1983
1983 – 1985
1985 – 1988
1988 – 1991
1991 – 1996
1996–sekarang
Beberapa hal yang dapat dikembangkan untuk menjadi sekolah pilihan.
a. Meningkatkan kemampuan SDM dari segi pengajaran dan pelayanan sesuai
nilai – nilai kristiani.
b. Melengkapi sarana prasarana
c. Menggali potensi anak semaksimal mungkin melalui pengajaran bermutu
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
153
Profil BPK PENABUR Tasikmalaya
dan memberi kesempatan seluas–luasnya mengikuti lomba atau kejuaraan
baik bidang olahraga, seni dan akademik.
d. Mencari alternatif pengadaan dana agar setiap kegiatan yang sudah
diprogramkan dapat dilaksanakan.
e. Memperbanyak kerjasama dengan pihak luar/instansi lain yang saling
menguntungkan yang berhubungan dengan pengembangan pengajaran
dan menambah wawasan anak didik.
f. Sedang direncanakan pembangunan gedung SMP/SMA di Jln. Selakaso
no. 63 Tasikmalaya sehingga BPK PENABUR Tasikmalaya menjadi
sekolah yang lebih bermutu.
Penutup
BPK PENABUR Tasikmalaya memiliki prospek menjadi sekolah unggulan. Lokasi
yang strategis, juga dengan fasilitas pendukung yang dimiliki merupakan
asset yang sangat berarti. Untuk mewujudkan sekolah BPK PENABUR
Tasikmalaya sebagai sekolah unggulan, “menggali potensi terpendam” masingmasing personal BPK PENABUR Tasikmalaya saat ini sedang dikembangkan.
Selain pengembangan SDM perencanakan pembangunan gedung sekolah
jenjang SMP dan SMA kiranya segera terealisasi sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan dengan lebih baik.
Kiranya Tuhan senantiasa mengarahkan hati, pikiran dan memberi kekuatan
pada kita yang sedang berjuang untuk mencapai kesuksesan sekolah sehingga
nama Tuhan dipermuliakan.
154
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Keterangan Mengenai Penulis
Biretni Sumiwi, BA., lahir di Yogyakarta, 10 Juni 1957. Alumni Universitas
Kristen Satya Wacana tahun 1980. Sekarang bekerja sebagai Staf Organisasi
dan Sistem BPK PENABUR.
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si., lahir di Semarang 28 Desember 1970,
menyelesaikan program S2 dari IPB-Bogor tahun 2000. Menjabat sebagai
Kepala Bidang Kurikulum dari tahun 2000-2004. Terlibat berbagai proyek
pengembangan kurikulum dan diversifikasi sekolah serta berkecimpung dalam
pengembangan KIR. Saat ini sebagai Kepala Pengkajian dan Pengembangan
Pendidikan BPK PENABUR Jakarta.
Djudjun Djaenuddin Supriadi, STh., lahir di Bandung 29 Desember 196.
Lulus dari STT Duta Wacana tahun 1987 dan saat ini sedang menyelesaikan
S2 Program M.Min pada STT Jakarta. Menulis beberapa Modul Pengajaran
PAK dan pernah sebagai Dosen tidak tetap di UNTAR dan UKRIDA. Sejak 1998sekarang sebagai Kepala Bidang Kerohanian BPK PENABUR Jakarta.
Elisabeth Marsaulina Matondang, lahir di Medan, 7 Pebruari 1971.
Menyelesaikan program S1 di IKIP PGRI Malang, Jurusan Bahasa Inggris (1995).
Pernah mengajar di TK Dian Harapan (1995-1999) dan di Eduplay Montessori
(sekarang Sekolah Montessori Kiara Karitas) pada tahun 1999-2001. Saat ini
sebagai guru Bahasa Inggris di TKK Kota Modern BPK PENABUR TangerangJakarta.
Endang Kusumaningsih, lahir di Jakarta 25 Maret 1953. Menyelesaikan
pendidikan S1 untuk Musikologi dan D4 untuk piano dari Jurusan Musik Fakultas
Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta. Lulus S2 untuk Teknologi Pendidikan
dari Universitas Negeri Jakarta tahun 2005. Saat ini menjabat sebagai dosen
tetap di Jurusan Musik FSP – IKJ, menjadi pembimbing akademik dan Ketua
Program Studi S1. Aktif dalam melayani berbagai kegiatan musik rohani
Kristiani baik dalam lingkungan GMAHK ataupun luar GMAHK hingga di kegiatan
nasional, baik sebagai musisi, pelatih, koordinator musik dan juri. Mulai tahun
2000 hingga kini menjabat sebagai ketua komisi pendidikan dan pelatihan
musik GMAHK se-DKI dan anggota Departemen Musik GMAHK seuni Indonesia
Kawasan Barat.
Henry Sumurung Octavian, SE., MM., lahir di Bogor, 13 Oktober 1973.
Lulus sarjana tahun 1999 dari Fakultas Ekonomi UNPAR Bandung. Memiliki
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 /Th.IV/Desember 2005
155
Keterangan Mengenai Penulis
pengalaman kerja di bidang media, pemasaran dan trainer. Menjabat sebagai
wakil kepala cabang di sebuah perusahaan jasa publik sebelum menyelesaikan
pendidikan S2 Program Pendidikan Magister Manajemen IPB Bogor tahun 2004.
Sejak tahun ajaran 2004/2005 sebagai Kepala SMA BPK PENABUR Bogor.
Drs. Hotben Situmorang, M.B.A., lahir di Toba, Sumatera Utara, 23 April
1961. Menyelesaikan S1 di IKIP Jakarta, Jurusan Pendidikan Fisika (1985).
Sambil menyelesaikan S1, guru di SMA Neg. 50 (1982), SMA Neg.31 (19831997) dan ikut mendirikan SMA PGRI 10. Guru dan pejabat Kepala Sekolah
Indonesia di Davao Philippines (1987-1994) sekaligus menyelesaikan S2 bidang
Business Management di Ateneo de Davao Philippines (1994). Mengikuti Program Mission Studies di Overseas Ministries Study Centre, Connecticut USA
(1994/1995). Menjadi konsultan Yakoma PGI dan dosen di UKI (1996). Bekerja
di BPK PENABUR sebagai Kepala Bidang Pengembangan (1997). Caretaker
Kepala SMK 2 BPK PENABUR ( 1996-2004). Saat ini sebagai Kepala Pengkajian
dan Pengembangan Pendidikan BPK PENABUR Jakarta.
Ira Yulianti Johan, lahir di Bandung, 14 Juli 1994. Saat ini sekolah di SD
Taman Holis Indah BPK PENABUR Bandung. Prestasi: Juara III Lomba Aritmatika
Internasional Taiwan (Tingkat 7); Juara III Fotogenik di Hotel Preanger Bandung;
Juara I Fotogenik se-Jawa Barat dari Majalah Diba; Juara I Lomba Nyanyi
Yayasan Kanker RRI Bandung, Juara I Lomba Nyanyi AFRI (Akademi Fantasi
Rohani) di GBI Mutiara.
Jeffry Kurniawan, lahir di Bandung, 6 Juni 1988. Saat ini siswa kelas 3 IPA
SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Prestasi: Mantan ketua OSIS; Juara I Lomba
Cepat Tepat Matematika UNSIL 2005 se Jawa Barat; Juara harapan I Lomba
Cepat Tepat Matematika tingkat Priangan Timur tahun 2004; Semifinalis
Kompetisi Matematika UNPAR 2005, semifinalis Cerdas Tangkas Matematika
UPI tahun 2005; Juara III siswa teladan tingkat kota Tasikmalaya; Finalis
Lomba Gitar Clasic/Pop se Priangan Timur. Aktif di Komisi Remaja GKI
Tasikmalaya.
Judha Semal Irianto Sinulingga, S.Th., lahir di Pematang Siantar tahun
1976. Menghabiskan masa kecil dan remaja di kota Medan. Menyelesaikan
pendidikan S1 Jurusan Teologi dari Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
pada tahun 2000, dengan judul skripsi Pemikiran Erich Fromm tentang Kodrat
Manusia. Saat ini bekerja sebagai staf pada bagian Layanan Siswa BPK
PENABUR.
156
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 /Th.IV/Desember 2005
Juniart Fransiskus Samosir, lahir 9 Juni 1962, lulus Sarjana FMIPA Jurusan
Matematika dari IKIP Sanata Dharma Yogyakarta tahun 1986. Mulai tahun
1987 menjadi guru Matematika di SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Aktif juga
mengajar di Bimbingan Belajar Ganesa Operation. Sejak tahun 1996 bekerja
sebagai Kepala SMA BPK PENABUR Tasikmalaya sampai sekarang.
Muksin Wijaya ,M.Pd.,M.M., lahir di Bandung, 25 Juli 1971. Menyelesaikan
Program Magister Manajemen di Universitas Katolik Parahyangan Bandung
dengan konsentrasi Pengembangan Sumber Daya Manusia, kemudian
menyelesaikan Program Magister Pendidikan di Universitas Pendidikan
Indonesia dengan konsentrasi Teknologi Pendidikan. Sejak Tahun 1994 mulai
menggeluti dunia pendidikan sebagai guru di beberapa SMP dan SMA swasta
Kristen-Katolik di Bandung. Saat ini selain sebagai dosen luar biasa di Sekolah
Tinggi Informatika dan Manajemen di Bandung juga tenaga tetap kependidikan
sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Program Pendidikan BPK PENABUR
Bandung.
Livie Tamariska, lahir di Bandung, 15 September 1995. Saat ini sekolah di
SDK Taman Holis Indah BPK PENABUR Bandung. Prestasi: Karya Terpilih
Menggambar ( mendapat sertifikat ) dari ASEAN; Polandia dan Bangladesh;
Juara II menyanyi se-Kota Bandung; Juara I Lomba Menyanyi di Gereja Gerakan
Pentakosta ( GPP ) Shalom; Juara II Lomba Menggambar di GGP Shalom.
Petrus Trimantara, S.Pd., lahir di Klaten, 20 Oktober 1972. Menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMA Kolese De Britto Yogyakarta (1992) Jurusan
Ilmu Biologi (A2). Menyelesaikan S1 di Universitas Sanata Darma Yogyakarta
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (1998). Bekerja di BPK
PENABUR Bandung sejak tahun 1998 sebagai gurur Bahasa Indonesia di
SMA 2 BPK PENABUR Bandung.
Piping Sugiharti, S.Pd, lahir di Karawang, 17 Desember 1973, menyelesaikan
S1 Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP BANDUNG tahun 1998. Guru mata
pelajaran Fisika di SMP (Plus) Kristen Paulus Bandung Tahun 1997-1998, dandi
SMP BPK PENABUR Cimahi Tahun 2001 sampai sekarang dan tahun 2004
disamping sebagai guru Kimia.
Priska Ivena, lahir Bandung, 22 Februari 1994. Saat ini sekolah di SDK
Taman Holis Indah BPK PENABUR Bandung. Prestasi: Medali perak dari Jepang
( seni lukis ); Medali perak dari Jepang (seni cetak); Juara I lomba menggambar
GGP Shalom Semar; Juara I mewarna jenjang TK tahun 2000 dalam rangka
HUT ke-50 BPK PENABUR.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 /Th.IV/Desember 2005
157
Keterangan Mengenai Penulis
P. Slamet Widodo, lahir di Bantul, Yogyakarta, 31 Mei 1961. Pendidikan SD
dan SMP ditempuh di Bantul. Pendidikan menengah atas diselesaian di
Seminari Menengah Mertoyudan Magelang. Memperoleh ijazah S1 bidang
Bahasa dan Sastra Indonesia dengan mata kuliah minor Pendidikan Moral
Pancasila (PMP) diperoleh di IKIP Sanata Darma Yogyakarta tahun 1986. Usai
menyelesaikan S1, langsung mengajar di SMEA Katolik Yos Sudarso Rembang
selama satu tahun dan selama dua tahun mengajar di Yayasan Salib Suci di
Kuningan Jawa Barat. Sejak tahun 1989 menjadi guru tetap dan membina
mata pelajaran Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia di SMP BPK PENABUR
Tasikmalaya sampai sekarang. Di sela-sela kesibukan sebagai guru, aktif dalam
kegiatan gereja, dan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Kewarganegaraan di Tasikmalaya.
Ricky Kurniawan, lahir di Tasikmalaya, 7 Juni 1988. Saat ini siswa kelas 3
IPS1 BPK PENABUR Tasikmalaya. Menguasai alat musik drum. Sebagai mantan
pengurus OSIS juga menekuni kegiatan basket dan renang.
Steffi Agatha, lahir di Tasikmalaya, 9 Agustus 1988. Saat ini siswa kelas 3
IPS1 SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Prestasi: Ketika kelas 2 menduduki
peringkat 3 di kelas.
Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc., lahir di Pacitan 21 Maret 1934, Guru
Besar Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Alumnus FKIP
Universitas Airlangga, Surabaya, untuk program S1 dan untuk pendidikan
lanjutan dari Syracuse University, N.Y. Amerika Serikat dalam keahlian
Audiovisual Communication dengan gelar Master of Science (Education), serta
dari IKIP Malang untuk program doktor (1985) di bidang Teknologi Pendidikan.
Mengikuti program penyegaran dan seminar internasional di berbagai negara,
khususnya di bidang Teknologi Pendidikan. Di samping memilik pengalaman
sebagai birokrat dengan berbagai jabatan di lingkungan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, sampai sekarang aktif menulis karya ilmiah dan
sebagai guru besar di berbagai perguruan tinggi antara lain di Program Pasca
Sarjana UNJ, UNIMED, UNILA,UNMUL, dan UNNES.
158
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 /Th.IV/Desember 2005
Download