Diterbitkan oleh: BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR) I S S N : 1412-2588 Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai sebagai medium tukar pikiran, informasi dan penelitian ilmiah antar para pemerhati masalah pendidikan. Penanggung Jawab Dr. Jhan Brinsen Purba Pemimpin Redaksi Dr. BP. Sitepu, M.A. Sekretaris Redaksi Rosmawati Situmorang Dewan Editor Dr. BP. Sitepu, M.A. Ir. Budyanto Lestyana, M.Si Dra. Mulyani Dr. Theresia K. Brahim Dra. Vitriyani P., M.Pd. Alamat Redaksi : Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470 Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968 E-mail : [email protected] Jurnal Pendidikan Penabur No. 05/ IV /Desember 2005 i Pedoman Penulisan Naskah untuk Jurnal Pendidikan Penabur Naskah ditulis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut: 1. Naskah merupakan laporan penelitian, opini, info, dan resensi buku yang berhubungan dengan bidang pendidikan serta disajikan dalam bentuk bahasa ilmiah populer. 2. Naskah merupakan karya asli dari penulis dan belum pernah dipublikasikan atau sedang dikirimkan ke media lain. 3. Naskah diketik pada kertas A4 dengan margin/batas atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm dan batas kiri 4 cm dari tepi kertas. Menggunakan program MS Word dengan jenis huruf Tahoma 10 point/ spasi ganda. 4. Panjang naskah hasil penelitian + 3000 kata, sedangkan untuk opini, info, serta resensi buku + 1500 kata. 5. Judul harus singkat, jelas dan tidak lebih dari 10 kata. 6. Format penulisan adalah : Judul, nama penulis, abstrak, isi artikel, dan daftar pustaka. 7. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata. 8. Ilustrasi (grafik, tabel dan foto) harus disajikan dengan jelas. Tulisan pada ilustrasi menggunakan huruf yang sama pada isi naskah dengan besar huruf tidak lebih kecil dari 6 point. 8. Naskah dikirim dalam bentuk disket dan hasil print out ke Redaksi Jurnal Pendidikan Penabur, Jalan Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lantai 5. Jakarta Barat - 11470 atau melalui e-mail: [email protected] 9. Naskah disertai dengan daftar riwayat hidup yang memuat latar belakang pendidikan, pekerjaan dan karya ilmiah lain yang pernah ditulis. 10. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan. Naskah yang tidak dimuat tidak dikembalikan. 11. Redaksi berhak mengedit naskah yang dimuat tanpa mengubah isi naskah. 12. Isi Jurnal Pendidikan Penabur tidak mencerminkan pendapat atau kebijakan BPK PENABUR Jurnal Pendidikan Penabur No. 05/ IV/ Desember 2005 Jurnal Pendidikan Penabur Nomor 05/IV/ Desember 2005 ISSN: 1412-2588 Halaman i-ii Daftar Isi Pengantar Redaksi iii-iv Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Petrus Trimantara, S.Pd. 1-14 Mengajarkan Mata Pelajaran Kewarganegaraan Materi Kebijakan Publik dengan Metode Portofolio Tampilan (Show Case) P. Slamet Widodo 15-28 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika Piping Sugiharti, S.Pd. 29-42 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK Endang Kusumaningsih 43-62 Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc. 63-71 Love, Care and Share Sebuah Tinjauan Praktis dari Persfektif Iman Kristen Djudjun Djaenudin Supriadi, S.Th. 72-80 Menjawab Tema HUT Ke -55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR (BPK PENABUR) Biretni Sumiwi, B.A. 81-91 Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak- Anak Jalanan Priska Ivena, Ira Yulianti, Livie Tamariska 92-99 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 i Berbagi Kasih dan Peduli Kepada Sesama Jeffry Kurniawan, Steffi Agatha, Ricky Kurniawan 100-107 Manajemen Pemasaran Sekolah Sebagai Salah Satu Kunci Keberhasilan Persaingan Sekolah Henry Sumurung Octavian, SE., M.M. 108-117 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah dalam Meningkatkan 118-127 Outcomes Peserta Didik Muksin Wijaya, M.Pd., M.M. Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini Melalui Music and Movement (Gerak dan Lagu) Elisabeth Marsaulina Matondang 128-136 Isu-isu Mutakhir Pendidikan Drs. Hotben Situmorang, M.B.A. Ir. Budyanto Lestyana, M.Si. 137-143 Resensi Buku: Pendidikan Alat Perlawanan, Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire Judha Semal Irianto Sinulingga, S.Th. 144-147 Profil BPK PENABUR Tasikmalaya Juniart Fransiskus Samosir 148-154 Keterangan Mengenai Penulis 155-158 ii Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV / Desember 2005 Pengantar Redaksi alam bulan Juli 2005 yang lalu BPK PENABUR memperingati ulang tahunnya yang ke 55 dengan tema Love, Care, and Share (Kasih, Peduli dan Berbagi). Tema tersebut sangat relevan dengan penyelenggaraan pendidikan dalam arti umum dan dalam kegiatan pembelajaran dalam arti khusus. Profesionalisme seorang guru akan terlihat dari sikap dan perilakunya dalam berhadapan, bergaul, dan membelajarkan peserta didiknya. Keberhasilan guru dalam mendidik juga ditentukan oleh perilakunya dalam saling berbagi ilmu pengetahuan dengan peserta didiknya dalam suasana penuh kasih dan penuh perhatian. Agar dapat melaksanakan tugas itu dengan baik, guru perlu secara terus menerus meningkatkan pengetahuannya secara mandiri atau melalui jalur pendidikan formal. Dalam rangkaian kegiatan memperingati ulang tahun yang ke-55, BPK PENABUR menyelenggarakan Lomba Karya Tulis di kalangan guru, karyawan, dan siswa. Lomba yang bersifat ilmiah dan sekaligus merupakan wadah unjuk kemampuan intelektual ini tentu terkait dengan upaya meningkatkan profesionalisme di bidang masing-masing sehingga tidak terlena dan hanyut dalam kegiatan rutinitas semata. Jumlah peserta lomba yang mencapai 162 orang ini menunjukkan motivasi yang dapat dibanggakan serta memunculkan potensi-potensi yang patut dihargai dan perlu dikembangkan pada masa yang akan datang. Jurnal Pendidikan Penabur edisi Desember 2005 ini terbit dengan mengangkat sejumlah naskah hasil Lomba yang dianggap mengandung gagasan-gagasan atau pengalaman yang pantas dibagi kepada orang lain. Untuk kepentingan penerbitan Jurnal ini, maka untuk beberapa naskah dilakukan penyuntingan tanpa mengubah keaslian gagasan serta gaya penyajian penulisnya. Walaupun naskah-naskah yang dimuat dalam edisi ini bervariasi dari jenjang (TK sampai SLTA) namun belum cukup mewakili untuk menggambarkan keadaan mutu guru, karyawan, dan siswa sekolah BPK PENABUR secara keseluruhan. Diyakini masih banyak guru, karyawan, dan siswa BPK PENABUR yang dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik, tetapi oleh karena berbagai hal tidak dapat berperan serta dalam Lomba tersebut. Diharapkan dengan penerbitan sejumlah naskah yang berasal dari D Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 i lingkungan BPK PENABUR kiranya mendorong semua warga BPK PENABUR, khususnya para guru, untuk lebih saling berbagi pengetahuan secara ilmiah melalui Jurnal ini. Salah satu cara menghasilkan karya ilmiah ialah melalui penelitian. Selama ini ada anggapan bahwa penelitian yang dianggap berbobot adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rumus-rumus statistik yang rumit. Anggapan tersebut dapat menjadi penghalang bagi mereka yang tidak terbiasa menggunakan statistik. Bahkan tidak jarang terjadi, penelitian itu dianggap “menakutkan” dan “menjemukan” karena harus menggunakan sekumpulan teori dan data kuantitatif dengan pengolahan secara statistik. Padahal dalam kehidupan sehari-hari, pengetahuan yang benar dapat juga dibangun dari pengalaman nyata sehari-hari yang kemudian disimpulkan secara induktif. Oleh karena itu dalam edisi ini dimuat tulisan yang menguraikan Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori Dalam Penelitian Kualitatif oleh Prof. Yusufhadi Miarso MSc. Isi tulisan ini mengungkap paradigma penelitian lebih bervariasi dan peneliti atau calon peneliti dapat memilih paradigma yang lebih sesuai untuk masalah yang akan diteliti. Penelitian Tindakan (Action Research) nampaknya sangat sesuai untuk guru dalam menemukan pemecahan masalah aktual belajar dan membelajarkan. Sungguhpun hasil dan kebermanfaatan penelitian tindakan dibatasi oleh ruang dan waktu, penelitian ini dapat menjadi pemantik kreativitas guru untuk lebih inovatif dalam memecahkan masalah-masalah belajar dan membelajarkan. Edisi ini memuat satu contoh penelitian tindakan, Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik Bagi Musisi GMAHK, oleh Endang Kusumaningsih. Tulisan ini yang mengacu pada hasil penelitian untuk Program S2, hendaknya dapat menggugah guru untuk melakukan penelitian yang sejenis sehingga peningkatan mutu proses dan hasil belajar dan membelajarkan dapat ditingkatkan secara terus menerus. Jenis penelitian ini juga menunjukkan bahwa catatan harian guru dapat dirangkai dan ditata secara ilmiah sehingga berbentuk kajian atau penelitian ilmiah. Seperti terbitan sebelumnya, Edisi ini juga tetap memuat rubrik resensi buku, profil sekolah BPK PENABUR, serta informasi-informasi mutakhir (current issues) yang diharapkan bermanfaat bagi warga BPK PENABUR pada umumnya, para guru pada khususnya. Mudah-mudahan tahun 2006 yang akan datang Jurnal ini dapat terbit dengan memuat lebih banyak naskah dari para guru BPK PENABUR. Undang-Undang tentang Guru yang baru saja diundangkan dan berkaitan langsung dengan kehidupan dan prosesi guru, dapat menggugah para guru mengkritisi isinya dan membagi pendapat melalui Jurnal ini. Redaksi ii Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV / Desember 2005 Penelitian Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Petrus Trimantara,S.Pd.*) Abstrak etode sugesti-imajinasi merupakan sebuah teknik dalam pembelajaran menulis dengan media lagu. Pada prinsipnya, metode ini digunakan dengan cara memberi sugesti untuk merangsang daya imajinasi siswa. Kegiatan pembelajaran dengan metode ini dibagi dalam tiga tahap, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) evaluasi. Ketiga tahap tersebut merupakan kegiatan yang ditempuh oleh guru dan siswa pada saat sebelum, selama, dan sesudah pembelajaran. Penerapan metode ini dalam pembelajaran menulis deskripsi dapat meningkatkan keberhasilan pembelajaran. Elemen-elemen keterampilan berbahasa yang mengalami peningkatan cukup signifikan adalah (1) penguasaan kosakata,(2) pemahaman konsep-konsep dan teknik menulis, (3) keterampilan menggali pengalaman hidup atau mengingat kembali fakta-fakta yang pernah mereka temui, mengorganisasikannya, dan memberikan tanggapan dalam bentuk simbol-simbol verbal, dan (4) kemampuan membuat variasi kalimat. M Kata kunci: Media, metode, sugesti, imajinasi, stimulus, dan respons Abstract Imagination-suggestion method is a technique in writing lesson by using a song. Basically, this method is used by giving suggestions to stimulate the student’s imagination. The learning activities are divided into three stages:(1) planning, (2) activities, and (3) evaluating. The three stages in the activities are done by teacher and students before, during, and after learning process. The application of this method in teaching descriptive writing can improve the success of instruction. The language skills which can be significantly improved through this method include (1) vocabulary mastery, (2) the understanding of the concepts and writing techniques, (3) the skills of analizing life experience *) Guru SMAK 2 BPK PENABUR Bandung, Juara III Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR Kategori Guru SMP/SLTA Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 1 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu or remembering and organizing the facts, and giving the responds in the verbal symbols, and (4) the ability to make sentence variations. Pendahuluan Menulis merupakan satu keterampilan berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan penguasaan keterampilan menulis, diharapkan siswa dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan yang dimilikinya setelah menjalani proses pembelajaran dalam berbagai jenis tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi. Asumsinya, pengungkapan tersebut merupakan manifestasi peresapan, pemahaman, dan tanggapan siswa terhadap berbagai hal yang diperolehnya dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, segala informasi, ilmu pengetahuan, dan berbagai kecakapan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran tidak akan sekadar menjadi hafalan yang mudah dilupakan sesaat setelah siswa menjalani tes. Dilihat dari segi pragmatiknya, keterampilan menulis dibutuhkan di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Meskipun demikian, pembelajaran menulis telah lama menjadi satu masalah dalam sistem pembelajaran bahasa Indonesia. Beberapa faktor yang oleh kebanyakan pengajar dianggap memberikan andil terhadap tidak tercapainya tujuan pembelajaran menulis adalah 1) rendahnya tingkat penguasaan kosa kata sebagai akibat rendahnya minat baca, 2) kurangnya penguasaan keterampilan mikrobahasa, seperti penggunaan tanda bahasa, kaidah-kaidah penulisan, penggunaan kelompok kata, penyusunan klausa dan kalimat dengan struktur yang benar, sampai penyusunan paragraf, 3) kesulitan menemukan metode pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa, serta 4) ketiadaan atau keterbatasan media pembelajaran menulis yang efektif. Semua permasalahan tersebut akhirnya menjadi seperti benang kusut yang sulit diuraikan. Dibutuhkan sistem pembelajaran bahasa Indonesia yang benar-benar bisa mengakumulasi semua permasalahan itu dan sekaligus menemukan solusi yang menyeluruh dan mengakar pada permasalahan yang ada. Adanya ketentuan mengenai jenis dan jumlah buku yang harus dibaca siswa pada setiap semester, pembuatan sistem penilaian yang akurat bagi pencapaian standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia, uji ilmiah dan pelatihan penggunaan berbagai metode pembelajaran bahasa Indonesia, serta tawaran alternatif media pembelajaran bahasa Indonesia dapat menjadi solusi bagi berbagai masalah pembelajaran bahasa Indonesia. Mengenai tawaran alternatif media pembelajaran bahasa Indonesia, lagu dapat dieksploitasi untuk membantu peningkatan kemampuan menulis. Dengan metode sugesti-imajinasi, lagu tidak hanya digunakan untuk menciptakan 2 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu suasana yang nyaman tetapi juga memberikan sugesti yang merangsang berkembangnya imajinasi siswa. Metode Sugesti-Imajinasi Pada prinsipnya, metode sugesti-imajinasi adalah metode pembelajaran menulis dengan cara memberikan sugesti lewat lagu untuk merangsang imajinasi siswa. Dalam hal ini, lagu digunakan sebagai pencipta suasana sugestif, stimulus, dan sekaligus menjadi jembatan bagi siswa untuk membayangkan atau menciptakan gambaran dan kejadian berdasarkan tema lagu. Respons yang diharapkan muncul dari para siswa berupa kemampuan melihat gambaran-gambaran kejadian tersebut dengan imajinasi-imajinasi dan logika yang dimiliki lalu mengungkapkan kembali dengan menggunakan simbol-simbol verbal. Sebagaimana diungkapkan oleh Bobbi De Porter dan Mike Hernacki dalam bukunya yang berjudul Quantum Learning, menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika) dan tak satupun belahan otak itu bekerja secara sempurna tanpa adanya rangsangan atau dorongan dari bagian yang lain. Penggunaan metode sugesti-imajinasi dapat mengoptimalkan kerja belahan otak kanan sehingga para siswa dapat mengembangkan imajinasinya secara leluasa. Efek positif dari optimalisasi kerja belahan otak kanan adalah rangsangan atau dorongan bagi kerja belahan otak kiri sehingga pada saat yang bersamaan para siswa juga dapat mengembangkan logikanya. Keseimbangan kinerja otak kanan dan kiri ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam perolehan informasi, pengorganisasian informasi, pembuatan outline, dan akhirnya menuliskan informasi tersebut dalam bentuk tulisan atau karangan yang baik. Penerapan Metode Sugesti-Imajinasi Penggunaan metode sugesti-imajinasi dalam pembelajaran menulis dibagi menjadi tiga tahap utama. Ketiga tahap tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan yang ditempuh oleh guru dan siswa pada saat sebelum, selama, dan sesudah pembelajaran. Ketiga tahap yang dimaksud adalah 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, dan 3) evaluasi. Pada tahap perencanaan, ada tiga kegiatan prapembelajaran yang harus dilakukan guru. Pertama, penelaahan materi pembelajaran. Kedua, pemilihan lagu sebagai media pembelajaran. Ketiga, penyusunan ancangan pembelajaran. Penelaahan materi pembelajaran perlu dilakukan agar guru benar-benar menguasai materi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran di kelas. Penguasaan teknik-teknik menulis, pemilihan tema, dan prioritas jenis tulisan atau karangan yang akan dibelajarkan menjadi poin-poin yang harus dicapai dalam kegiatan ini. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 3 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Penguasaan materi pembelajaran oleh guru tidak menjamin tercapainya tujuan pembelajaran. Lagu sebagai media juga sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran tersebut. Pada kegiatan ini, guru harus benar-benar dapat memilih lagu yang tidak hanya sesuai dengan tema dan materi pembelajaran tetapi juga sesuai dengan “selera” dan minat para siswa. Lagu yang sesuai dengan tema dan materi pembelajaran tetapi tidak menarik bagi para siswa hanya akan menciptakan suasana yang tidak menyenangkan dan bahkan merusak suasana hati para siswa. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip metode sugesti-imajinasi yang menghendaki terciptanya suasana nyaman dan menyenangkan sehingga para siswa tersugesti dan dapat mengembangkan imajinasi serta logikanya dengan baik. Kegiatan menyusun ancangan pembelajaran merupakan langkah lanjutan yang ditempuh guru untuk memastikan bahwa proses pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat berlangsung dengan baik. Ancangan pembelajaran hendaknya mencakup perumusan materi, tujuan, pendekatan, metode, media, dan evaluasi pembelajaran. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan pada tahap pertama akan diuji pada tahap kedua, yaitu tahap pelaksanaan. Mengacu pada yang telah dilakukan pada tahap pertama, proses pembelajaran menulis dengan metode sugestiimajinasi dibagi menjadi enam langkah. Berikut ini penjabaran mengenai enam langkah tersebut. 1. Pretes Untuk mengukur kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa, terutama yang berkaitan langsung dengan keterampilan menulis, guru wajib memberikan pretes. Soal pretes hendaknya berupa perintah untuk membuat karangan atau tulisan. Jenis dan tema karangan harus disesuaikan dengan materi pembelajaran yang akan dilaksanakan. Di samping itu, pretes ini harus memuat semua aspek yang diperlukan dalam menulis. 2. Penyampaian tujuan pembelajaran Penting artinya bagi siswa untuk mengetahui tujuan pembelajaran yang akan dijalaninya dan kompetensi dasar yang harus dikuasai setelah proses pembelajaran dilaksanakan. Jika diibaratkan orang yang sedang menempuh perjalanan, keyakinan akan arah dan tujuan akan membuat orang tersebut tidak setengah hati dalam menempuh perjalanan tersebut. Demikian halnya dengan para siswa. Dengan mengetahui tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan, diharapkan siswa lebih siap dalam mengikuti proses pembelajaran. 3. Apersepsi 4 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Prinsip utama apersepsi adalah menjelaskan hubungan antara materi yang telah diajarkan dengan materi yang akan diajarkan. Guru dapat memberi ulasan singkat tentang materi pembelajaran kosa kata, kaidahkaidah penulisan atau EYD, penyusunan klausa, pembuatan kalimat, dan penulisan paragraf. Kegiatan ini dapat menggugah kembali ingatan siswa terhadap materi-materi yang diperlukan dan sudah harus dikuasai siswa sebagai syarat dalam pembelajaran menulis. 4. Penjelasan praktik pembelajaran dengan media lagu Guru menjelaskan kepada siswa enam kegiatan yang akan mereka jalani dalam proses pembelajaran. Keenam kegiatan tersebut adalah a) pemutaran lagu, b) penulisan gagasan yang muncul saat menikmati lagu dan sesudahnya, c) pengendapan atau penelaahan dan pengelompokan gagasan, d) penyusunan outline(kerangka karangan), e) penyusunan karangan, dan f) penilaian kelompok. 5. Praktik pembelajaran Guru dan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses ini guru harus dapat menjadi motivator dan fasilitator yang baik. 6. Pascates Siswa menulis sebuah karangan tanpa didahului dengan kegiatan mendengarkan lagu. Jenis dan tema karangan tetap sama dengan materi pembelajaran yang baru saja dilaksanakan. Evaluasi terhadap pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembelajaran menulis dengan metode sugesti-imajinasi menjadi tahap ketiga dari kegiatan pembelajaran tersebut. Dalam tahap ini, guru harus bisa melihat keberhasilan dan kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Di sisi lain, membandingkan hasil pretes dan pascates dengan membuat grafik perolehan nilai dapat menjadi sarana yang cukup efektif untuk melihat persentase pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Selain tiga tahap yang bersifat teknis, pembelajaran menulis dengan metode sugesti-imajinasi juga mensyaratkan beberapa hal yang bersifat normatif. Pertama, guru harus mempunyai pengetahuan yang luas, terutama tentang lagu-lagu yang sedang digemari para siswa. Hal ini akan sangat membantu guru dalam memilih lagu sebagai media. “Tabungan” pengetahuan itu juga dapat mendukung penampilan guru pada saat memberi arahan cara “mengeksploitasi” lagu untuk membangun imajinasi dan memunculkan gagasan-gagasan yang terpendam. Kedua, guru harus mampu mengolah emosi para siswa sehingga mereka benar-benar bisa menikmati lagu, bukan sekadar mendengarkan. Ketiga, guru harus bisa membangun relasi “pertemanan” dengan siswa. Dengan cara inilah, guru membantu para siswa dalam proses pembelajaran tanpa rasa takut, canggung, dan tertekan. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 5 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Penerapan Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis Deskripsi Kelas X SMA Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut dipaparkan sebuah model penggunaan metode sugesti-imajinasi dengan media lagu dalam pembelajaran menulis. Model pembelajaran ini telah dilaksanakan di kelas X SMA dengan jumlah siswa 40 orang. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan mencakup penelaahan materi, pemilihan lagu, dan pembuatan ancangan pembelajaran. Masing-masing kegiatan terkait dengan pembelajaran menulis yang uraiannya adalah sebagai berikut: A. Penelaahan materi 1. Pengertian karangan 2. Jenis-jenis karangan 3. Pengertian karangan deskripsi 4. Langkah-langkah menyusun karangan B. Pemilihan lagu 1. Judul lagu : Yogyakarta 2. Penyanyi : Kla Project 3. Pencipta : Adi/Katon Lagu Yogyakarta sangat sesuai digunakan sebagai media pembelajaran menulis deskripsi dengan tema pariwisata. Deskripsi kota Yogyakarta dalam lagu tersebut dapat dieksploitasi untuk menggugah imajinasi siswa dan membangun opini-opini baru mengenai sebuah kota wisata. Berikut syair lagu, Yogyakarta Pulang ke kotamu Ada setangkup Haru dalam rindu Masih seperti dulu tiap sudut Menyapaku bersahabat Penuh selaksa makna Terhanyut aku akan nostalgia Saat kita sering luangkan waktu Nikmati bersama suasana Jogja Di persimpangan langkahku terhenti Ramai kaki lima, menjajakan Sajian khas berselera orang Duduk bersila 6 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Musisi jalanan mulai beraksi Seiring laraku kehilanganmu Merintih sendiri, ditelan deru Kotamu Walau kini kau t’lah tiada, tak kembali Namun kotamu hadirkan Senyummu abadi Izinkanlah aku untuk slalu Pulang lagi bila hati mulai sepi Tanpa terobati C. Ancangan Pembelajaran 1. Materi pembelajaran a. Karangan adalah wacana tulis yang memiliki sebuah tema atau masalah dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Wacana tulis tersebut berupa artikel, berita, cerita, laporan, dan sebagainya. b. Ada lima jenis karangan, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. c. Karangan deskripsi adalah tulisan yang bertujuan menggambarkan atau melukiskan sesuatu. Tulisan deskripsi bisa berupa karya fiksi atau nonfiksi. d. Langkah-langkah menyusun karangan deskripsi 1) Menentukan tema atau topik Dalam karangan nonfiksi topik pada umumnya menjadi judul karangan karena topik merupakan pokok pikiran yang menjiwai seluruh karangan. Pengambilan topik sebagai judul harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan jenis karangan. 2) Memahami tujuan karangan Tujuan yang hendak dicapai menentukan arah, isi, dan jenis karangan. Karena karangan deskri psi bertujuan menggambarkan atau melukiskan sesuatu, arah dan isi karangan hendaknya bisa membawa pembaca pada sasaran tersebut. 3) Mengumpulan bahan Bahan penulisan karangan deskripsi bisa diperoleh melalui kegiatan mengamati, berimajinasi, atau menggali pengalaman. 4) Menelaah bahan Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 7 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Telaah bahan meliputi kegiatan menilai, membandingkan, memilih, dan mengolah bahan sehingga susunan dan alur penelaahannya baik. 5) Menyusun kerangka karangan Kerangka karangan adalah susunan pikiran utama yang telah diorganisasikan dan direalisasikan dalam kalimat-kalimat utama. Kerangka karangan terdiri atas tiga bagian, yaitu pembukaan, isi, dan penutup. 6) Mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan yang utuh dan padu. 2. Tujuan pembelajaran a. Tujuan umum Siswa dapat menulis secara efektif dan efisien berbagai jenis karangan dalam berbagai konteks. b. Kompetensi dasar 1) Siswa dapat menunjukkan karakteristik karangan deskripsi. 2) Siswa dapat mendaftar topik-topik yang dapat dikembangkan menjadi karangan deskripsi. 3) Siswa dapat menyusun paragraf deskripsi tentang benda, manusia atau suatu keadaan berdasarkan pengamatan, pendengaran, dan imajinasi. 4) Siswa dapat menyusun karangan deskripsi berdasarkan tema atau topik tertentu. 5) Siswa dapat menyunting karangan deskripsi yang ditulis temannya. c. Pendekatan Pendekatan yang akan digunakan dalam pembelajaran adalah pendekatan keterampilan proses dengan mengutamakan keaktifan dari pihak siswa. d. Metode Metode sugesti-imajinasi dilaksanakan secara “luwes” sesuai dengan kondisi dan keadaan siswa di setiap kelasnya. e. Media Lagu akan digunakan sebagai media dalam pembelajaran dengan metode sugesti-imajinasi. Adapun lagu yang dinilai sesuai dengan pembelajaran menulis deskripsi yang bertemakan pariwisata adalah lagu Yogyakarta. Kutipan syair lagu ini dapat dibagikan kepada siswa. f. Evaluasi 8 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Buatlah sebuah karangan deskripsi dengan ketentuan sebagai berikut: Tema : pariwisata Sifat : nonfiksi Panjang karangan minimal 150 kata Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tahap Pelaksanaan Kegiatan pembelajaran dengan metode sugesti-imajinasi dalam pembelajaran menulis dilakukan mengacu pada perencanaan pembelajaran yang sebelumnya telah disusun. Atas dasar perencanaan itu maka kegiatan guru dan siswa terlihat dalam tabel berikut: Tabel Kegiatan Guru dan Siswa No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Guru Siswa Memberikan soal pretes. Menjelaskan tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar yang hendak dicapai. Menjelaskan hubungan materi yang telah dibelajarkan dengan materi yang akan dibelajarkan. Menjelaskan praktik pembelajaran dengan media lagu. Membagikan kutipan syair lagu Menyampaikan beberapa hal penting tentang cara mengeksploitasi lagu dan mengolah emosi siswa. Memutar lagu 8. Tanya-jawab tentang cara menelaah dan mengelompokkan gagasan yang dicatat 9. Tanya-jawab tentang cara menyusun kerangkamenyusun karangan yang baik 10. Membantu siswa yang mengalami kesulitan 11. Mengawasi dan memotivasi siswa 12. Memberikan soal pascates Mengerjakan soal pretes. Menyimak Menyimak Menyimak Membaca syair lagu. Menyimak Menikmati lagu dan menulis gagasan yang muncul. Tanya-jawab cara menelaah dan mengelompokkan gagasan yang dicatat. Tanya-jawab cara kerangka karangan yang baik. Menyusun karangan deskripsi dengan tema pariwisata. Menyunting karangan deskripsi yang disusun teman Mengerjakan soal pascates Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 9 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa merupakan proses pembelajaran yang berkesinambungan dan padu. Kegiatan guru dan siswa saling mendukung dan mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran. Ketidakberhasilan suatu kegiatan berarti berpengaruh bagi ketidakberhasilan kegiatan yang lain. Ketidakberhasilan dalam proses pembelajaran itu pada akhirnya akan bermuara pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Sebab itu, guru harus bisa menjadi moderator, motivator, dan fasilitator yang baik dalam kegiatan pembelajaran dengan metode sugesti-imajinasi. Sebagai moderator, guru hendaknya mampu memandu siswa sehingga setiap kegiatan pembelajaran dapat mencapai sasarannya. Kemampuan untuk memotivasi siswa sangat dibutuhkan terutama untuk membangkitkan minat siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan metode sugesti-imajinasi dan media lagu. Kesiapan dan kesediaan guru untuk menjadi fasilitator menjadi kunci penentu keberhasilan kegiatan pembelajaran menulis dengan metode sugesti-imajinasi. Pemahaman dan pendekatan intern dengan siswa membuka peluang besar bagi terciptanya kegiatan pembelajaran yang sinergis. Evaluasi Evaluasi pada hakekatnya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, mulai dari pretes pada awal pembelajaran dan pascates pada akhir pembelajaran. Hasil evaluasi dalam contoh penerapan metode sugesti-imajinasi dalam Menulis Deskripsi kelas X SMA terlihat seperti dalam tabel berikut: Tabel Evaluasi Proses Pembelajaran No Respon Siswa % 1. 2. Mengerjakan soal tes Bertanya tentang tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar yang akan dicapai. 3. Bertanya tentang hubungan materi yang telah dibelajarkan dengan materi yang akan dibelajarkan. 68 Bertanya tentang praktik pembelajaran dengan media lagu. 65 4. 5. Mengaku menyukai lagu yang dipilih sebagai media pembelajaran. 6. Bertanya tentang lagu yang dipilih sebagai media. 7. Aktif menuliskan gagasan yang muncul saat menikmati lagu dan sesudahnya. 8. Aktif dalam kegiatan tanya jawab. 9. Membuat telaah dan pengelompokkan gagasan. 100 75 85 78 100 80 100 10. Menyusun kerangka karangan. 100 11. Menyusun karangan deskripsi. 100 12. Mengerjakan soal pascates. 100 10 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Catatan: Jumlah siswa yang merespons X 100 % Jumlah siswa Persentase = Total respons : 0 – 50% 60 – 69% 70 – 79% 80 –100% : Kurang : Cukup : Baik : Sangat Baik Analisis hasil evaluasi ditampilkan dalam bentuk grafik batang, maka terlihat seperti berikut: Grafik Perolehan Pretes dan Pascates Grafik perolehan nilai pretes dan pascates memberikan gambaran tingkat keberhasilan penerapan metode sugesti-imajinasi secara umum. Analisis mendetail terhadap hasil pretes dan pascates mengidentifikasi elemen-elemen keterampilan berbahasa yang mengalami peningkatan cukup signifikan setelah penerapan metode sugesti-imajinasi tersebut. Secara rinci, berikut ini Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 11 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu persentase peningkatan elemen-elemen keterampilan berbahasa yang dimaksud. a. Hampir semua siswa mengalami peningkatan penguasaan kosakata. b. Lebih dari 75 persen siswa menjadi lebih mampu menyusun kalimat dengan pola yang benar. c. Sekitar 70 persen siswa mampu menulis karangan dengan gaya penulisan yang jauh lebih baik. d. Setelah pembelajaran dengan metode sugesti-imajinasi, 90 persen siswa dapat menulis karangan deskripsi dengan baik. Ada empat faktor yang memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pembelajaran menulis dengan metode sugesti-imajinasi. Pertama, pemilihan lagu yang bersyair puitis membantu para siswa memperoleh model dalam pembelajaran kosakata. Pengembangan kosakata yang dimaksud di sini mengandung pengertian lebih dari sekadar penambahan kosakata baru, tetapi lebih pada penempatan konsep-konsep baru dalam tatanan yang lebih baik atau ke dalam susunan-susunan tambahan (Tarigan,1985: 22). Kedua, pemberian apersepsi tentang keterampilan mikrobahasa yang dilanjutkan dengan pembelajaran menulis menggunakan metode sugestiimajinasi dapat diserap dan dipahami dengan lebih baik oleh para siswa. Situasi emosional yang terolah membantu keberhasilan komunikasi dan interaksi guru dengan siswa. Keberhasilan komunikasi tersebut tercermin pada meningkatnya kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep dan teknik menulis yang disampaikan guru. Ketiga, sugesti yang diberikan melalui pemutaran lagu merangsang dan mengkondisikan siswa sedemikian rupa sehingga siswa dapat memberikan respons spontan yang bersifat positif. Dalam hal ini, respons yang diharapkan muncul dari para siswa berupa kemampuan menggali pengalaman hidup atau mengingat kembali fakta-fakta yang pernah mereka temui, mengorganisasikannya, dan memberikan tanggapan berupa ide-ide atau konsep-konsep baru mengenai pengalaman atau fakta-fakta tertentu. Metode sugesti-imajinasi memungkinkan proses ini dapat berlangsung dengan baik sehingga para siswa memiliki cukup bahan untuk menulis sebuah karangan deskripsi. Keempat, peningkatan penguasaan kosakata, pemahaman konsep-konsep dan teknik menulis, serta imajinasi yang terbangun baik berkorelasi dengan peningkatan kemampuan siswa dalam membuat variasi kalimat. Kemampuan membuat variasi kalimat itulah yang menjadi tolok ukur kemampuan siswa dalam menemukan gaya penulisan yang baik. 12 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu Selain empat faktor yang menjadikan metode sugesti-imajinasi efektif diterapkan dalam pembelajaran menulis, analisis hasil pretes dan pascates juga mengidentifikasi adanya kelemahan-kelemahan dari metode sugestiimajinasi. Pertama, penggunaan metode sugesti-imajinasi tidak cukup efektif bagi kelompok siswa dengan tingkat keterampilan menyimak yang rendah. Stimulus yang disampaikan secara lisan menghendaki adanya keterampilan menyimak yang baik. Dengan demikian, komunikasi yang terjalin bisa diarahkan menuju target yang hendak dicapai, yaitu sugesti untuk membangun imajinasi siswa. Kedua, metode ini sulit digunakan bila siswa cenderung pasif. Metode sugesti-imajinasi mensyaratkan adanya keaktifan dari pihak siswa. Siswa harus aktif menerima stimulus dan memberikan respons dalam bentuk simbolsimbol verbal. Kedua faktor inilah yang menyebabkan 4 siswa (10%) yang digambarkan pada tabel tidak memperoleh hasil yang optimal. Mereka hanya memperoleh sedikit peningkatan penguasaan kosakata. Evaluasi proses pembelajaran menguatkan asumsi tersebut. Siswa yang tidak berhasil dalam pembelajaran menulis dengan metode sugesti-imajinasi merupakan kelompok siswa yang tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Tes menyimak yang dilaksanakan sebelum pelaksanaan remedial menunjukkan bahwa keterampilan siswa tersebut berada di bawah rata-rata siswa kelas itu. Untuk siswa dengan keterampilan menyimak rendah, pembelajaran menulis dengan metode sugesti-imajinasi dapat dikombinasikan dengan pemberian pertanyaan-pertanyaan pemandu. Pertanyaan-pertanyaan pemandu itu harus berkaitan langsung dengan topik karangan. Tujuannya, untuk membantu siswa dalam menggali pengalaman hidup, mengorganisasikannya, dan akhirnya memberikan respons. Proses tersebut tidak dapat mereka jalani hanya dengan stimulus-stimulus sugesti secara lisan. Penutup Berdasarkan analisis proses dan hasil penerapan metode sugesti-imajinasi dalam pembelajaran menulis diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Pertama, lagu dapat menjadi media yang efektif dalam pembelajaran menulis. Efektivitas lagu sebagai media dimaksimalkan dengan prinsip link and match (hubungan dan kesesuaian). Kedua, imajinasi memberikan kontribusi yang cukup besar pada keberhasilan pembelajaran menulis. Imajinasi yang terbangun baik membantu siswa dalam menggali pengalaman hidup, mengorganisasikannya, dan memberikan respons dalam bentuk simbol-simbol verbal yang baik. Ketiga, sugesti dapat digunakan untuk merangsang perkembangan imajinasi siswa. Lagu yang digunakan sebagai media pembelajaran menulis Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 13 Metode Sugesti-Imajinasi dalam Pembelajaran Menulis dengan Media Lagu dieksploitasi untuk memberikan sugesti kepada siswa. Cara pembelajaran inilah yang disebut dengan metode sugesti-imajinasi. Keempat, metode sugesti-imajinasi dapat meningkatkan keberhasilan pembelajaran menulis pada sekelompok siswa dengan tingkat keterampilan menyimak yang baik dan siswa yang aktif. Keterampilan menyimak yang baik dan keaktifan siswa menjadi prasyarat dalam penerapan metode sugestiimajinasi. Agar metode sugesti-imajinasi ini dapat berhasil dengan baik disarankan sebagai berikut Pertama, karena peran pentingnya, pembelajaran menulis hendaknya selalu menggunakan media. Pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan materi, metode, dan kondisi para siswa. Kedua, Pengembangan imajinasi hendaknya mendapat porsi yang cukup dalam pembelajaran bahasa dan sastra. Imajinasi yang merupakan daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan gambaran-gambaran akan sangat membantu siswa dalam menentukan pilihan-pilihan hidup dan mengantisipasi setiap masalah yang akan mereka hadapi di masa depan. Daftar Pustaka Citrobroto, R.I. Suhartin. (1981). Teknik belajar yang efektif. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. De Porter, Bobbi and Mike Hernacki. (1999). Quantum learning: Unleashing the genius in you, atau Quantum learning: Membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan, terjemahan Alwiyah Abdurrahman. Bandung: Kaifa. Ginting,Vera. “Penguatan Membaca, fasilitas sekolah dan keterampilan dasar membaca serta minat baca murid”. Artikel dalam Jurnal Pendidikan Penabur, No.04/IV/Juli 2005. Keraf, Gorys. (1994). Komposisi: Sebuah pengantar kemahiran bahasa. Flores: Nusa Indah. Ali, Lukman, dkk. (1990). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rahman, H. (2005). “ Eksploitasi potensi gambar dalam meningkatkan kemampuan menulis kalimat”. Bandung: Ikatan Alumni FPBS dan Prodi Pengajaran Bahasa Indonesia Program Pascasarjana UPI (makalah, tidak diterbitkan). Svantesson, Ingemar. (1994). Learning maps and memory skill: Powerful techniques to help you make better use of your brain, atau Learning maps and memory skill: Teknik-teknik andal untuk memaksimalkan kinerja otak anda, terjemahan Bambang Prajoko. Jakarta: Gramedia. Tarigan, Henry Guntur. (1985). Pengajaran kosakata. Bandung: Angkasa. 14 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Penelitian Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Mengajarkan Mata Pelajaran Kewarganegaraan Materi Kebijakan Publik dengan Metode Portofolio Tampilan (Show Case) P. Slamet Widodo*) Abstrak odel Pembelajaran Berbasis Portofolio memberi keragaman sumber belajar, dan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih sumber belajar yang sesuai sebagai landasan untuk menyusun fenomena yang terjadi dalam masyarakat (publik). Hal ini seirama dengan salah satu prinsip dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, yakni berpusat pada siswa sebagai pembangun pengetahuan. Artinya upaya untuk memandirikan peserta didik dalam belajar, berkolaborasi, membantu teman, mengadakan pengamatan, penilaian diri untuk sebuah refleksi akan mendorong mereka membangun pengetahuannya sendiri. Dengan metode ini siswa memperoleh pengalaman langsung. Peran guru adalah sebagai fasilitator belajar. M Kata Kunci : Guru, metode portofolio, kemauan dan kreativitas Abstract Fortfolio-Based Instructional Model provides various learning resources and gives the students an ample opportunity to select the appropriate resources in constructing the phenomena in public life. This model meets the requirements of Competency-Based Curriculum which emphasizes the students active role in building their knowledge. Employing this model enables the students to obtain direct experience under the guides of the teacher as a facilitator. Pendahuluan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diberlakukan pemerintah dan diperkenalkan kepada dunia pendidikan masih dipandang sebagai “makhluk” yang baru dan asing, rumit serta membingungkan. Kesan seperti itulah yang kurang lebih masuk ke benak para pendidik. Selain materi pelajaran yang *) Guru SMP BPK PENABUR Tasikmalaya, Juara II Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR Kategori Guru SMP/SLTA Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 15 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan baru, administrasi yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya, persoalan yang paling membuat para pendidik pusing tujuh keliling adalah penggunaan metode pembelajaran. Metode pembelajaran sebagai salah satu cara menyampaikan materi merupakan salah satu komponen, cara dan strategi yang paling penting dari seluruh proses kegiatan belajar mengajar (KBM) agar siswa menjadi tertarik dan senang dengan materi sehingga akhirnya materi yang disampaikan mudah dicerna dan dipraktikkan oleh anak didik. Bahwa KBK membutuhkan kreativitas guru, adalah sesuatu yang mutlak. Dalam KBK guru tidak bisa lagi mengandalkan metode konvensional seperti ceramah, mencatat apalagi mendikte anak didik. Konsekuensinya, guru harus lebih kreatif memilih metode dalam setiap pokok materi yang akan diajarkan kepada anak didik. Di samping itu guru juga dituntut untuk mencari bahan ajar yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian metode pembelajaran yang bagaimana dan yang sesuai untuk mata pelajaran kewarganegaraan? Dalam pembelajaran Kewarganegaraan terdapat berbagai metode yang biasa diterapkan seperti ceramah, tugas, diskusi kelompok. Akan tetapi pengalaman selama ini menunjukkan bahwa metode-metode yang dipakai itu kurang dapat mencapai tujuan pembelajaran Kewarganegaraan secara maksimal. Hasil belajar siswa cenderung bersifat kognitif teoritis yang tidak berkembang. Sedangkan mata pelajaran kewarganegaran bertujuan akhir untuk membentuk warga negara yang baik (good citizenship) yang mengerti dan memahami akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Selanjutnya menerapkan/mengamalkan apa yang sudah dipahaminya dalam bentuk partisipasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai seorang guru yang mengajarkan mata pel ajaran Kewarganegaraan, penulis ingin memaparkan sekaligus membagikan pengalaman penulis dalam mengajar dengan sebuah metode Portofolio Tampilan untuk materi Kebijakan Publik bagi siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Metode ini sudah penulis terapkan dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Kewarganegaraan kelas VII di tempat penulis mengajar yakni SMP BPK PENABUR Tasikmalaya. Mengingat metode ini membutuhkan waktu dan persiapan yang lama, maka metode ini penulis terapkan pada setiap akhir semester atau akhir tahun pelajaran. Metode Portofolio Tampilan Model pembelajaran berbasis portofolio adalah sebuah metode yang memperkenalkan suatu teori belajar konstruktivisme. Pada prinsipnya metode ini menggambarkan bahwa si pelajar membentuk atau membangun 16 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungannya. Metode portofolio tampilan sebenarnya sebuah metode pembelajaran yang berbasis metode portofolio. Prinsip paling esensial yang dapat diturunkan dari metode konstruktivisme ini bahwa dalam merancang suatu pembelajaran siswa memperoleh banyak pengetahuan dari luar sekolah (kelas). Penerapan metode konstruktivisme dalam pembelajaran berarti menempatkan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program pembelajaran. Sebagai contoh isu atau masalah yang muncul yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat digunakan sebagai dasar pembahasan, diskusi, dan investigasi kegiatan di dalam atau di luar kelas. Model pembelajaran berbasis portofolio memungkinkan siswa untuk: 1. Berlatih memadukan konsep yang diberikan guru atau buku sumber dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Mempunyai kesempatan dan kebebasan mencari informasi di luar kelas secara langsung melalui berbagai macam media. 3. Memiliki kemampuan dalam memutuskan sesuatu bersama teman sesuai dengan kemampuan yang berkaitan dengan topik yang dipelajari. 4. Membuat alternatif untuk mengatasi masalah/objek yang dikaji. 5. Berlatih merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Langkah-langkah Membuat Portofolio Tampilan Portofolio sebagai Proses Belajar Mengajar (PBM) selalu diawali dengan sebuah isu/masalah yang memerlukan pemecahan masalah (problem solving). Hasil dari kajian para siswa disajikan dalam bentuk portofolio tampilan yang dituangkan dalam sebuah panel berbentuk persegi panjang dengan ukuran kurang lebih 100 X 50 cm yang berasal dari kardus/papan/sterofom. Tampilan ini dimungkinkan untuk dipasang di depan kelas ketika kasus tersebut ditampilkan (show case) di depan kelas atau publik. Setiap portofolio yang dikerjakan oleh siswa secara berkelompok memuat bahan-bahan yang menggambarkan hasil kerja siswa secara sistematis. Tampilan portofolio yang dihasilkan merupakan proses berpikir siswa secara utuh yang didukung oleh data yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebuah portofolio tampilan yang dikerjakan secara berkelompok dibuat melalui langkah-langkah sebagai berikut: Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 17 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Langkah I: Membagi Kelompok dan Menjelaskan Tugas Tiap Kelompok Pada langkah pertama ini guru menjelaskan terlebih dahulu yang dimaksud portofolio tampilan. Bila memungkinkan guru menunjukkan contoh portofolio tampilan yang sudah jadi. Kemudian kelas dibagi menjadi empat kelompok. Setelah itu guru menjelaskan tugas yang akan dikerjakan oleh setiap kelompok. Secara terperinci tugas setiap kelompok dapat dijelaskan seperti berikut ini: Kelompok 1: Portofolio tampilan kelompok satu akan memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Bagaimana seriusnya masalah yang ada di masyarakat/sekolah. 2. Seberapa luas dampak yang ditimbulkan atas masalah tersebut. 3. Adakah silang pendapat (pro dan kontra) berkenaan dengan masalah tersebut. 4. Siapakah orang atau lembaga yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. 5. Apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga untuk mengatasi masalah tersebut. Penyajian masalah yang akan ditampilkan dapat berupa grafik, peta, pendapat tokoh, tabel/statistik dan illustrasi lain yang berasal dari sumber cetakan atau media lain. Hasil pekerjaan kelompok yang telah diketik rapi ditayangkan pada sebuah panel pertama. Kelompok 2: Portofolio tampilan kelompok dua akan memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Pendapat publik tentang masalah yang akan dijadikan kebijakan. 2. Kebijakan publik yang diambil atas masalah yang dipilih/ditentukan bersama. 3. Data-data dari responden/publik baik yang mendukung maupun menolak kebijakan publik. 4. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh responden/publik atas kebijakan yang diambil. Penyajian data, alasan, dapat ditampilkan dalam sebuah panel yang berasal dari kardus atau sterofom berbentuk segi empat. Penyajian data dapat berupa ulasan/pendapat, grafik, tabel yang telah diketik dan disusun rapi. Kelompok 3: Portofolio tampilan kelompok tiga akan memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Kebijakan yang diusulkan oleh kelompok yang telah mendapatkan kesepakatan dan dukungan kelas dan diyakini akan mengatasi masalah. 2. Keuntungan dan kerugian atas kebijakan yang diusulkan. 18 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan 3. Alasan mengapa kebijakan tersebut tidak melanggar undang-undang/ peraturan yang berlaku. 4. Pihak mana yang bertanggung jawab untuk menjalankan kebijakan yang diusulkan beserta alasannya. Penyajian kebijakan yang diusulkan tersebut ditampilkan pada sebuah panel. Kebijakan tersebut dapat didukung oleh grafik, peta, pendapat tokoh, tabel/statistik dan illustrasi lain yang berasal dari sumber cetakan atau media lain. Hasil pekerjaan kelompok yang telah diketik rapi ditayangkan pada sebuah panel pertama. Kelompok 4: Portofolio tampilan kelompok empat akan memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Penjelasan tertulis tentang rencana pelaksanaan dari kebijakan publik yang telah diambil. 2. Identifikasi kelompok yang mungkin akan menentang rencana tindakan yang diusulkan. 3. Rencana tindakan atas kebijakan yang diusulkan. 4. Identifikasi sumber-sumber informasi yang mendukung rencana tindakan dari pakar, tokoh, profesional. Hasil pekerjaan kelompok empat yang berupa rencana tersebut disusun secara rapi dan menarik kemudian ditempel pada panel. Tampilan kelompok empat ini diharapkan mampu menggambarkan tentang rencana kebijakan publik yang akan diambil. Oleh karena itu tampilan bisa didukung dengan kutipan pendapat tokoh, peta, grafik yang tertata rapi. Portofolio kelompok menjadi portofolio paling penting mengingat hasil kebijakan yang direncanakan dan diambil dipaparkan dalam bentuk rencana. Kelompok ini pula yang nantinya bisa meyakinkan kelas/publik atas kebijakan yang diambil. Langkah II: Menentukan Bersama Masalah yang Akan Dikaji Prinsip utama metode pembelajaran berbasis portofolio adalah ingin memperkenalkan suatu teori belajar konstruktivisme, yang pada prinsipnya menggambarkan bahwa si pelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu metode ini sangat cocok bila diterapkan di sekolah-sekolah yang dekat dengan lingkungan dan situasi sosial (masyarakat, gereja, desa, RT/ RW). Prinsip yang paling esensial yakni mengajak siswa memperoleh banyak pengetahuan dari luar sekolah (kelas). Dengan demikian berarti menempatkan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program pembelajaran. Oleh karena itu dalam menentukan masalah yang akan dikaji bersama siswa diajak untuk menemukan masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat tempat Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 19 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan mereka hidup dan berkembang. Masyarakat dalam arti bisa masyarakat di lingkungan siswa tinggal, masyarakat sekitar sekolah, gereja maupun masyarakat sekolah itu sendiri. Masalah ini yang nanti akan digunakan sebagai dasar pembahasan, diskusi, dan investigasi kegiatan di dalam atau di luar kelas. Pada langkah menentukan masalah yang akan dikaji guru bisa memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mengusulkan satu masalah. Bila dalam satu kelas terdiri dari empat kelompok, maka akan muncul empat masalah. Setiap kelompok yang mengusulkan masalah harus menyertakan argumentasinya. Dari empat masalah tersebut guru mengajak siswa untuk memilih satu masalah yang paling memungkinkan untuk dikaji. Bila secara musyawarah mufakat tidak dicapai kesepakatan, maka bisa ditentukan lewat pengambilan suara. Dalam hal ini, siswa diajak untuk belajar demokratis sekaligus menghargai pendapat kelompok lain serta menghormati keputusan yang telah diambil bersama. Langkah III: Menyusun Pertanyaan dan Menentukan Narasumber Pada langkah ketiga ini kelas menyusun pertanyaan yang akan digunakan oleh semua kelompok dalam mencari data dan merencanakan nara sumber yang akan diwawancarai. Pertanyaan disusun bersama-sama agar ada kesinambungan. Pada tahap ini guru sangat berperanan dalam mengarahkan siswa agar tidak keluar dari permasalahan utama. Yang perlu diperhatikan bahwa pertanyaan harus mengacu pada pekerjaan yang akan dikerjakan masing-masing kelompok seperti telah dijelaskan pada langkah pertama. Setelah pertanyaan dan nara sumber ditentukan, maka para siswa secara berkelompok merencanakan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Ketua kelompok berperanan membagi tugas kepada anggota kelompoknya. Langkah IV: Membuat Portofolio Tampilan Pada langkah keempat ini, guru meminta siswa bekerja secara berkelompok. Guru mengingatkan kembali pekerjaan yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok. Penting untuk dijelaskan bahwa setiap kelompok mempunyai tugas yang berbeda, namun saling berkaitan. Tugas keempat kelompok tersebut adalah: Kelompok 1 bertugas : menjelaskan masalah yang dikaji Kelompok 2 bertugas : menjelaskan keinginan publik Kelompok 3 bertugas : menjelaskan usulan kebijakan yang diambil Kelompok 4 bertugas : membuat rencana tindakan berkaitan dengan kebijakan yang diusulkan 20 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Langkah V: Penyajian Portofolio Tampilan Penyajian portofolio tampilan dilaksanakan setelah setiap kelompok kelas menyelesaikan portofolio tampilan. Penyajian portofolio tampilan ini bisa dilaksanakan pada akhir semester satu atau semester dua tergantung dari situasi dan kondisi sekolah. Penyajian diikuti oleh kelas yang membuat portofolio atau perwakilan kelas yang lain dengan dipandu oleh seorang guru pembimbing dan beberapa guru lain sebagai Dewan Juri. Setiap kelompok secara berurutan mulai dari kelompok satu memaparkan hasil kerjanya. Pada tahap penyajian ini baik para pendengar maupun guru sebagai Dewan Juri bisa mengajukan beberapa pertanyaan untuk menguji sejauh mana kemampuan siswa menguasai masalah yang telah dikaji. Contoh Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio Tampilan Materi Kebijakan Publik: Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya Membaca dan membayangkan sebuah metode untuk diterapkan dalam praktik mengajar bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh karena itu penulis mencoba memberikan gambaran proses penerapan metode portofolio tampilan mata pelajaran Kewarganegaraan kelas VII semester satu yakni materi Kebijakan Publik dengan masalah yakni “Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”. Penulis memaparkan langkah-langkah metode portofolio tampilan dengan harapan mampu memberikan gambaran secara jelas. Langkah I: Membagi Kelompok dan Menjelaskan Tugas Tiap Kelompok Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok. Proses pembagian kelompok didahului dengan penunjukan 4 siswa yang prestasinya menonjol di kelas dan mampu mengatur teman-temannya untuk menjadi ketua kelompok. Selanjutnya guru menjelaskan tugas yang akan dilakukan oleh setiap kelompok. Tugas kelompok 1 adalah menjelaskan masalah yang akan dikaji yakni perlunya kantin sekolah ditertibkan. Kelompok 2 bertugas mengkaji apa keinginan publik (siswa, orangtua, guru, yayasan) terhadap kantin yang dicita-citakan. Sedangkan usulan-usulan yang akan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan dibahas oleh kelompok 3. Sementara itu kelompok 4 bertugas merencanakan tindakan yang akan dilakukan bila kantin akan ditertibkan. Setiap kelompok harus memiliki lembar petunjuk yang berisi perincian tugas tiap kelompok. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 21 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Langkah II: Menentukan Bersama Masalah yang Ingin Dikaji Prinsip utama metode pembelajaran berbasis portofolio adalah ingin memperkenalkan suatu teori belajar konstruktivisme, yang pada prinsipnya menggambarkan bahwa si pelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu metode ini sangat cocok bila diterapkan di sekolah-sekolah yang dekat dengan lingkungan dan situasi sosial (masyarakat, gereja, desa, RT/ RW). Prinsip yang paling esensial yakni mengajak siswa memperoleh banyak pengetahuan dari luar sekolah (kelas). Dengan demikian berarti menempatkan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program pembelajaran. Oleh karena itu dalam menentukan masalah yang akan dikaji bersama siswa diajak untuk menemukan masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat dimana mereka hidup dan berkembang. Masyarakat dalam arti bisa masyarakat di lingkungan siswa tinggal, masyarakat sekitar sekolah, gereja maupun masyarakat sekolah itu sendiri. Masalah ini yang nanti akan digunakan sebagai dasar pembahasan, diskusi, dan investigasi kegiatan di dalam atau di luar kelas. Pada langkah menentukan masalah yang akan dikaji guru bisa memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mengusulkan satu masalah. Bila dalam satu kelas terdiri dari empat kelompok, maka akan muncul empat masalah. Setiap kelompok yang mengusulkan masalah harus menyertakan argumentasinya. Dari empat masalah tersebut guru mengajak siswa untuk memilih satu masalah yang paling memungkinkan untuk dikaji. Bila secara musyawarah mufakat tidak dicapai kesepakatan, maka bisa ditentukan lewat pengambilan suara. Dalam hal ini, siswa diajak untuk belajar demokratis sekaligus menghargai pendapat kelompok lain serta menghormati keputusan yang telah diambil bersama. Langkah III: Menyusun Pertanyaan dan Menentukan Nara Sumber Pada langkah ketiga ini kelas menyusun pertanyaan yang akan digunakan oleh semua kelompok dalam mencari data dan merencanakan nara sumber yang akan diwawancarai. Pertanyaan disusun bersama-sama agar ada kesinambungan. Pada tahap ini guru sangat berperanan dalam mengarahkan siswa agar tidak keluar dari permasalahan utama. Yang perlu diperhatikan bahwa pertanyaan harus mengacu pada pekerjaan yang akan dikerjakan masing-masing kelompok seperti telah dijelaskan pada langkah pertama. 22 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Setelah pertanyaan dan nara sumber ditentukan, maka para siswa secara berkelompok merencanakan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Ketua kelompok berperanan membagi tugas kepada anggota kelompoknya. Langkah IV: Membuat Portofolio Tampilan Pada langkah keempat ini, guru meminta siswa bekerja secara berkelompok. Guru mengingatkan kembali pekerjaan yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok. Penting untuk dijelaskan bahwa setiap kelompok mempunyai tugas yang berbeda, namun saling berkaitan. Tugas keempat kelompok tersebut adalah: Kelompok 1 bertugas : menjelaskan masalah yang dikaji Kelompok 2 bertugas : menjelaskan keinginan publik Kelompok 3 bertugas : menjelaskan usulan kebijakan yang diambil Kelompok 4 bertugas : membuat rencana tindakan berkaitan dengan kebijakan yang diusulkan Langkah V: Penyajian Portofolio Tampilan Penyajian portofolio tampilan dilaksanakan setelah setiap kelompok kelas menyelesaikan portofolio tampilan. Penyajian portofolio tampilan ini bisa dilaksanakan pada akhir semester satu atau semester dua tergantung dari situasi dan kondisi sekolah. Penyajian diikuti oleh kelas yang membuat portofolio atau perwakilan kelas yang lain dengan dipandu oleh seorang guru pembimbing dan beberapa guru lain sebagai Dewan Yuri. Setiap kelompok secara berurutan mulai dari kelompok satu memaparkan hasil kerjanya. Pada tahap penyajian ini baik para pendengar maupun guru sebagai Dewan Yuri bisa mengajukan beberapa pertanyaan untuk menguji sejauh mana kemampuan siswa menguasai masalah yang telah dikaji. Contoh Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio Tampilan Materi Kebijakan Publik: Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya Membaca dan membayangkan sebuah metode untuk diterapkan dalam praktik mengajar bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh karena itu penulis mencoba memberikan gambaran proses penerapan metode portofolio tampilan mata pelajaran Kewarganegaraan kelas VII semester satu yakni materi Kebijakan Publik dengan masalah yakni “Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”. Penulis memaparkan langkah-langkah metode portofolio tampilan dengan harapan mampu memberikan gambaran secara jelas. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 23 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Langkah I: Membagi Kelompok dan Menjelaskan Tugas Tiap Kelompok Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok. Proses pembagian kelompok didahului dengan penunjukan 4 siswa yang prestasinya menonjol di kelas dan mampu mengatur teman-temannya untuk menjadi ketua kelompok. Selanjutnya guru menjelaskan tugas yang akan dilakukan oleh setiap kelompok. Tugas kelompok 1 adalah menjelaskan masalah yang akan dikaji yakni perlunya kantin sekolah ditertibkan. Kelompok 2 bertugas mengkaji apa keinginan publik (siswa, orangtua, guru, yayasan) terhadap kantin yang dicita-citakan. Sedangkan usulan-usulan yang akan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan dibahas oleh kelompok 3. Sementara itu kelompok 4 bertugas merencanakan tindakan yang akan dilakukan bila kantin akan ditertibkan. Setiap kelompok harus memiliki lembar petunjuk yang berisi perincian tugas tiap kelompok. Langkah II: Menentukan Bersama Masalah yang Ingin Dikaji Guru bersama siswa mendata permasalahan. Setiap kelompok diberikan keleluasaan untuk menyampaikan usulan masalah. Setiap kelompok yang mengusulkan masalah harus menyertakan alasan secara masuk akal. Muncul empat masalah yang diajukan oleh kelompok yakni: Penertiban Pedagang K-5, Mengelola Sampah di Kota Tasikmalaya, Korupsi yang Merajalela dan Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Dari beberapa masalah yang diusulkan, guru bersama siswa menyepakati satu masalah untuk dikaji bersama. Setelah melalui perundingan yang ramai dan berdebat dengan alasan-alasan mereka masing-masing maka keempat kelompok sepakat bahwa masalah yang akan dikaji dalam portofolio yakni: “Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”. Langkah III: Menyusun Pertanyaan dan Menentukan Nara Sumber Dengan bimbingan guru siswa berdiskusi menyusun daftar pertanyaan (kuesioner) dan menentukan nara sumber untuk mengkaji masalah “Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”. Pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan harus berkaitan dengan masalah yang akan dikaji oleh setiap kelompok. Oleh karena itu setiap kelompok menyusun pertanyaan yang sesuai dengan tugas kelompoknya masing-masing. Berikut ini adalah contoh kuesioner yang dibuat oleh kelompok 2 yang membahas keinginan publik dalam rangka mencari data tentang kebijakan publik masalah “Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”. Narasumber yang dimintai pendapat antara lain guru, orangtua, siswa, dan karyawan. 24 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Kuesioner Penyusunan Kebijakan Publik Penertiban Kantin di Kompleks SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya Nama Responden : ………………………………………………………………… Profesi : Guru – Siswa – Karyawan – OrangTua *) Pewawancara : …………………………………………………………………. 1. Setujukah Anda bila kantin di kompleks sekolah ditertibkan/dibenahi? setuju tidak setuju Jika tidak setuju sebutkan alasannya: (langsung ke pertanyaan no. 5) ________________________________________________________ 2. Jika dibenahi apa saja yang perlu ditertibkan? pedagang tempat jenis makanan kebersihan Alasan lain:______________________________________________ 3. Apa alasan utama perlunya ditambah pedagang? pedagang masih sedikit agar ada persaingan yang sehat harga makanan yang mahal siswa dapat terlayani Alasan lain: _______________________________________________ 4. Apa saja jenis makanan yang perlu ditambah? mie ayam ayam goreng batagor gado-gado __________ _________ 5. Bagaimana cara pemungutan retribusi (sewa) bagi para pedagang? kontrak setiap satu tahun kontrak tiap satu semester dipungut tiap hari sistem lelang 6. Siapakah sebaiknya yang mengelola kantin sekolah? yayasan tim independent sekolah masing-masing koperasi sekolah 7. Kalau kantin di komplek sekolah sudah memadai apakah siswa boleh jajan di luar kompleks? boleh tidak boleh Setelah daftar kuesioner selesai disusun dan diperiksa oleh guru, siswa mengumpulkan informasi dengan menyebarkan angket kuesioner kepada para responden. Responden harus bervariasi terdiri dari siswa SMP dan SMA, guru, Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 25 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan orang tua siswa, karyawan, dan pedagang yang selama ini telah berjualan dikompleks SMP dan SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Langkah IV: Membuat Portofolio Tampilan Proses pembuatan portofolio dalam bentuk tampilan dikerjakan setelah keempat kelompok mendapatkan data dari kuesioner yang telah diedarkan. Setiap kelompok menyediakan sebuah steroform/kardus/tripleks berukuran 100 cm X 50 cm. Kelompok 1 memaparkan tentang masalah yang dikaji yakni Penertiban Kantin di SMP SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Paparan tersebut berisikan keadaan kantin sekarang ini, alasan-alasan kantin perlu ditertibkan, kutipankutipan pendapat dari narasumber tentang kantin sekolah selama ini. Semua hasil penelitian tersebut dituangkan dalam bentuk deskripsi. Bila memungkinkan ditempel photo-photo yang mendukung. Setelah diketik rapi kemudian ditempelkan di steroform. dengan judul “Masalah Kantin di SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”. Kelompok 2 memaparkan mengenai keinginan publik. Gambaran mengenai keinginan publik ini berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner yang telah diedarkan. Paparan ini menggambarkan keinginan publik tentang kantin sekolah. Selain dalam bentuk uraian, siswa memaparkan dengan menggunakan grafik, photo, atau diagram. Semua hasil pemaparan yang telah diketik rapi kemudian ditempelkan di steroform dengan judul “Keinginan Publik Terhadap Kantin di SMP-SMA BPK PENABUR Tasikmalaya”. Kelompok 3 memaparkan usulan atas kebijakan yang diambil kepada pihak yang berkepentingan yakni sekolah atau yayasan. Usulan yang dikemukakan oleh kelompok 3 ini didasarkan pada temuan dari kelompok 1 dan 2. Dengan demikian kelompok 3 membuat uraian tentang usulan setelah mengetahui hasil paparan dari kelompok 1 dan 2. Kelompok 4 bertugas memaparkan rencana tindakan berkaitan dengan kebijakan yang diusulkan oleh kelompok 3. Rencana ini harus terperinci, mendetail, dan jelas. Misalnya yang dipaparkan oleh kelompok 4 bisa berupa rencana bentuk dan ukuran kantin, letak kantin, barang-barang yang akan dijual, dan sebagainya. Langkah V: Penyajian Portofolio Tampilan Langkah penyajian portofolio ini dilaksanakan setelah seluruh kelompok selesai melaksanakan tugas. Guru menentukan waktu yang tepat kemudian menghubungi kepala sekolah, pengurus yayasan, dan guru. Agar penyajian ini tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar matapelajaran yang lainmaka 26 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan waktu yang ditentukan oleh para siwa yakni pada akhir semester sesuai dengan prinsip pembuatan portofolio tampilan. Setiap kelompok memaparkan hasil kerja mereka di depan kepala sekolah, pengurus yayasan, para guru, dan para siswa lainnya dipandu oleh guru kewarganegaraan sebagai moderator. Penyajian para siswa diluar dugaan, ternyata bisa memberikan wawasan baru. Hasil Model Pembelajaran Berbasis Portofolio memungkinkan siswa untuk berlatih memadukan konsep yang diperoleh dari penjelasan guru atau dari buku bacaan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu siswa diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas baik informasi yang sifatnya benda, penglihatan (objek langsung, TV/radio/internet) maupun orang/ pakar/tokoh. Dengan model pembelajaran ini pula siswa dilatih untuk berani membuat suatu keputusan (sesuai dengan kemampuannya) yang berkaitan dengan konsep yang dipelajarinya. Siswa juga diberi kesempatan untuk merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Penutup Sebuah metode pembelajaran bagaimanapun baiknya tanpa melalui ketekunan dan perbaikan serta keberanian untuk mencoba tidak akan membawa hasil yang memuaskan. Metode portofolio tampilan yang penulis terapkan belumlah sempurna. Hanya kemauan dan keberanian saja yang melatarbelakangi penulis menampilkan metode ini. Masih banyak kendala yang penulis hadapi seperti keterbatasan wawasan para siswa, data dari nara sumber yang belum berkualitas dan belum memadai, dan cara penyampaian siswa dalam menyajikan hasil yang belum sempurna. Semoga metode pembelajaran yang penulis paparkan ini dapat memberikan wawasan bagi teman-teman guru terutama di lingkungan BPK PENABUR. Daftar Pustaka Arnie Fajar, Dra. (2002). Portofolio dalam pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya ______ Kebijakan kurikulum berbasis kompetensi. (2002). Jakarta: Pusat Kurikulum-Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional ______ Kurikulum berbasis kompetensi mata pelajaran Kewarganegaraan (Citizenship) Sekolah Lanjutan Pertama. (2001). Jakarta: Pusat Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 27 Mengajar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Kurikulum-Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional ______ Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama: Pedoman khusus pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Pengetahuan sosial. (2003). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Mulyasa, E, Dr. M.Pd. (2003). Kurikulum berbasis kompetensi, konsep, karakteristik, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Tim Abdi guru. (2004). Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga 28 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Penelitian Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika Piping Sugiharti, S.Pd.*) Abstrak nak-anak memiliki kecerdasan yang beragam (Multiple Intelligences), dimana kecerdasan dalam bidang angka atau logika ( LogicalMathematical Intelligence) hanyalah merupakan sebagian kecil dari berbagai kecerdasan yang mungkin dimiliki oleh seorang anak. Fisika sebagai salah satu ilmu dalam bidang sains merupakan salah satu mata pelajaran yang biasanya dipelajari melalui pendekatan secara matematis sehingga seringkali ‘ditakuti’ dan cenderung ‘tidak disukai’ anak-anak karena pada umumnya anak-anak- yang memiliki kecerdasan Logical Mathematical sajalah yang ‘menikmati fisika’. Belajar fisika bukan hanya sekedar tahu matematika, tetapi lebih jauh anak didik diharapkan mampu memahami konsep yang terkandung di dalamnya, menuliskannya ke dalam parameter-parameter atau simbol-simbol fisis, memahami permasalahan serta menyelesaikannya secara matematis. Tidak jarang hal inilah yang menyebabkan ketidaksenangan anak didik terhadap mata pelajaran ini menjadi semakin besar. Dalam tulisan ini akan diterapkan sebuah metode mengajar yang kreatif dan aplikatif berdasarkan Multiple Intelligence yang dimiliki anak-anak agar anakanak yang tidak memiliki kecerdasan logis-matematis dapat ikut ‘menikmati fisika’. Metode ini tidak hanya sederhana, tetapi sangat efektif dalam menciptakan kreativitas dan aktivitas anak didik. Dari hasil penerapan metode ini diperoleh kenyataan bahwa kesenangan anak didik terhadap mata pelajaran fisika meningkat. Melalui metode ini pula anak-anak minimal tidak lagi ‘takut’ menghadapi pelajaran fisika karena ternyata fisika pun dapat dipelajari dengan cara-cara yang menyenangkan sesuai dengan talenta yang dimilikinya A Kata kunci : Keragaman kecerdasan, metode mengajar, siswa Abstract Children have multiple intelligence of which logical mathematical is only one of them. Physics is one of the subjects in the field of science using mathematical *) Guru SMP BPK PENABUR Cimahi, Juara I Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR Kategori Guru SMP/SLTA Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 29 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika approach. This approach often makes the children afraid of and reluctant to studying Psysics. They are of the opinion that the students with logical mathematical intelligence will succesfully study the subject. This opinion is definitely not true because Physics is not simply mathematics. This article introduces a method of teaching and learning Psysics which will motivate the children to learn and enjoy the lesson very much. The method developed from multiple intelligence will change the children’s image of Physics as a monster to be a fun. Pendahuluan Fisika menguraikan dan menganalisis struktur dan peristiwa yang terjadi di alam, teknik dan lingkungan di sekitar kita. Menurut Duxes (1996:4) dalam proses tersebut ditemukan sejumlah aturan atau hukum-hukum di alam yang dapat menerangkan gejala alam tersebut secara logis dan rasional. Proses menguraikan dan menganalisis tersebut didasarkan pada penerapan struktur logika sebab akibat (kausalitas). Pada gilirannya proses menguraikan dan menganalisis tersebut bertujuan untuk memahami gejala alam. Maksud memahami di sini adalah dapat menyesuaikan gambaran dalam jiwa manusia dengan pengalaman fisis. Lebih lanjut memahami gejala alam fisika diperlukan untuk perkembangan pembangunan bagi kesejahteraan manusia. Dengan demikian sangat dibutuhkan proses penerusan pemahaman konsep-konsep fisika. Didaktik fisika merupakan wahana dalam upaya meneruskan pengetahuan tentang fisika. Dalam didaktik fisika diuraikan bagaimana cara memahami pengetahuan fisika yang sudah tersusun dalam rumpun ilmu fisika yang kita kenal sekarang. Agar terselenggara proses penerusan pengetahuan fisika diperlukan sejumlah metode ataupun pendekatan yang mampu mengantarkan siswa pada tahap penguasaan konsep-konsep fisika tersebut sehingga pada akhirnya masalah tentang fisika dapat dipecahkan. Menurut Bloom (1979:99) kemampuan pemahaman konsep adalah hal penting dalam kemampuan intelektual yang selalu ditekankan di sekolah dan Perguruan Tinggi. Kemampuan pemahaman konsep suatu materi subjek merupakan hal terpenting dalam pengembangan intelektual. Dalam pembelajaran fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan, baik permasalahan fisika yang ada dalam kehidupan sehari-hari maupun permasalahan fisika dalam bentuk soal-soal fisika di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut. Sangat disayangkan mata pelajaran fisika pada umumnya justru dikenal 30 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran sebagai mata pelajaran yang “ditakuti” dan tidak disukai murid-murid. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar mereka dimana mereka menemukan kenyataan bahwa pelajaran fisika adalah pelajaran ‘berat’ dan serius yang tidak jauh dari persoalan konsep, pemahaman konsep, penyelesaian soal-soal yang rumit melalui pendekatan matematis hingga kegiatan praktikum yang menuntut mereka melakukan segala sesuatunya dengan sangat teliti dan cenderung “membosankan”. Akibatnya tujuan pembelajaran yang diharapkan, menjadi sulit dicapai. Hal ini terlihat dari rendahnya nilai rata-rata mata pelajaran sains (khususnya fisika) dari tahun ke tahun. Mata pelajaran fisika juga menjadi momok bagi para siswa karena hubungannya erat dengan matematika. Kemampuan matematis siswa yang lemah secara otomatis akan mengalami kesulitan dalam memahami fisika, karena sebagian besar penyelesaian soal-soal fisika dilakukan melalui pendekatan secara matematis. Artinya, siswa yang memiliki kecerdasan dalam bidang angka atau logika (Logical-Mathematical Intelligence) saja yang dapat memahami pelajaran fisika dengan baik. Padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang matematika. Melalui tulisan ini akan dijabarkan secara singkat bagaimana penulis sebagai guru mata pelajaran fisika di SMP BPK PENABUR Cimahi menerapkan suatu metode pembelajaran fisika yang didasarkan pada keragaman kecerdasan (Multiple Intelligence) yang dimiliki siswa agar siswa yang tidak memiliki kecerdasan logis matematis dapat mempelajari fisika berdasarkan ragam kecerdasan yang dimilikinya. Sehingga diharapkan semua siswa dapat ikut ‘menikmati’ fisika. Keragaman Kecerdasan dan Metode Membelajarkan Menurut T. Amstrong (2004) dalam bukunya “Kamu Itu Lebih Cerdas Daripada Yang Kamu Duga” (You’re Smarter Than You Think), anak-anak memiliki Multiple Intelligence. Dalam buku tersebut dikatakan sedikitnya ada 8 macam kecerdasan yang salah satu atau beberapa diantaranya dapat dimiliki oleh seorang anak, yaitu: 1. Kecerdasan dalam menggunakan kata-kata (Linguistic Intelligence) 2. Kecerdasan dalam bermusik (Musical Intelligence) 3. Kecerdasan dalam menggunakan logika (Logical-Mathematical Intelligence) 4. Kecerdasan dalam menggunakan gambar (Visual-Spatial Intelligence) 5. Kecerdasan dalam memahami tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence) 6. Kecerdasan dalam memahami sesama (Interpersonal Intelligence) 7. Kecerdasan dalam memahami diri sendiri (Intrapersonal Intelligence) 8. Kecerdasan dalam memahami alam (Naturalist Intelligence) Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 31 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika Dari berbagai macam kecerdasan tersebut, setiap jenis kecerdasan yang ada juga memiliki ciri-ciri tertentu. Dari berbagai macam ciri yang ada pada seorang anak dapat diketahui jenis kecerdasan yang dimiliki oleh anak tersebut. Linguistic Intelligence Menurut buku tersebut, anak dengan kecerdasan linguistic yang menonjol biasanya senang membaca, pandai bercerita, senang menulis cerita atau puisi, senang belajar bahasa asing, mempunyai perbendaharaan kata yang baik, pandai mengeja, suka menulis surat atau e-mail, senang membicarakan ideide dengan teman-temannya, memiliki kemampuan kuat dalam mengingat nama atau fakta, menikmati permainan kata (utak-atik kata, kata-kata tersembunyi, scrabble atau teka-teki silang, bolak-balik kata, plesetan atau pantun) dan senang membaca tentang ide-ide yang menarik minatnya. Kecerdasan dalam bidang ini menuntut kemampuan anak untuk menyimpan berbagai informasi yang berarti yang berkaitan dengan proses berpikirnya. Musical Intelligence Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam bermusik (Musical Intelligence) biasanya senang menyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen musik, mampu membaca not balok/angka, mudah mengingat melodi atau nada, mudah mengenali banyak lagu yang berbeda-beda, mampu mendengar perbedaan antara instrumen yang berbeda-beda yang dimainkan bersama-sama, suka bersenandung/bernyanyi sambil berpikir atau mengerjakan tugas, mudah menangkap irama dalam suara-suara disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya (bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau menghentakkan kaki), senang mengarang/menulis lagu-lagu atau rap-nya sendiri dan mudah mengingat fakta-fakta dengan mengarang lagu untuk fakta-fakta tersebut. Logical Mathematical Intelligence Seseorang dengan Logical-Mathematical Intelligence yang tinggi biasanya memiliki ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan, mudah mengerjakan matematika dalam benaknya, suka memecahkan misteri, senang menghitung, suka membuat perkiraan, menerka jumlah (seperti menerka jumlah uang logam dalam sebuah wadah), mudah mengingat angkaangka serta skor-skor (skor sepak bola, skor games, berapa tingginya gedung tertinggi di dunia, dll), menikmati permainan yang menggunakan strategi seperti catur atau games strategi, memperhatikan antara perbuatan dan akibatnya (yang dikenal dengan sebab-akibat), senang menghabiskan waktu dengan mengerjakan kuis asah otak atau teka-teki logika, senang menemukan 32 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran cara kerja komputer, senang mengelola informasi kedalam tabel atau grafik dan mereka mampu menggunakan komputer lebih dari sekedar bermain games. Visual-Spatial Inteligence Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam menggunakan gambar biasanya lebih mengingat wajah ketimbang nama, suka menggambarkan ideidenya atau membuat sketsa untuk membantunya menyelesaikan masalah, berpikir dalam bentuk gambar-gambar serta mudah melihat berbagai objek dalam benaknya, dia juga senang membangun atau mendirikan sesuatu, senang membongkar pasang, senang bekerja dengan bahan-bahan seni seperti kertas, cat, spidol atau crayon, senang menonton film atau video, senang bermain video games, memperhatikan gaya berpakaian, gaya rambut, model mobil, motor atau hal sehari-hari lainnya, senang membaca atau menggambar peta hanya untuk bersenang-senang, senang melihat foto-foto/ gambar-gambar serta membicarakannya, senang melihat pola-pola dunia disekelilingnya, senang mencorat-coret, menggambar segala sesuatu dengan sangat detail dan realistis, mengingat hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk gambar-gambar, belajar dengan mengamati orang-orang yang sedang mengerjakan banyak hal, senang memecahkan teka-teki visual/gambar serta ilusi optik dan suka membangun model-model atau segala hal dalam 3 dimensi. Anak dengan kecerdasan visual biasanya kaya dengan khayalan sehingga cenderung kreatif dan imaginatif. Bodily Kinesthetic Intelligence Anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami tubuh cenderung suka bergerak dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan fisik serta suka bergerak sambil berpikir, mereka juga senang berakting, senang meniru gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga atau berprestasi dalam bidang olahraga tertentu, terampil membuat kerajinan atau membangun model-model, luwes dalam menari, berjoget atau berdansa, senang menggunakan gerakan-gerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal, mempunyai koordinasi serta kesadaran yang baik terhadap tempo dan senang beristirahat. Anak-anak dengan kecerdasan tubuh biasanya lebih mengandalkan kekuatan otot-ototnya. Interpersonal Intelligence Jika seseorang memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya ia suka mengamati sesama, mudah berteman, suka menawarkan bantuan ketika seseorang membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok serta percakapan yang hangat dan mengasyikkan, senang membantu sesamanya Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 33 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika yang sedang bertikai agar berdamai, percaya diri ketika bertemu dengan orang baru, suka mengatur kegiatan-kegiatan bagi dirinya sendiri dan temantemannya, mudah menerka bagaimana perasaan sesamanya hanya dengan mengamati mereka, mengetahui bagaimana cara membuat sesamanya bersemangat untuk bekerja sama atau bagaimana agar mereka mau terlibat dalam hal-hal yang diminatinya, lebih suka bekerja dan belajar bersama ketimbang sendirian, senang meyakinkan orang tentang sudut pandangnya terhadap sesuatu, mementingkan soal keadilan serta benar-salah dan senang bersukarela untuk menolong sesama. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu berinteraksi dengan baik dan memiliki empati yang besar terhadap teman-temannya. Intrapersonal Intelligence Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri biasanya lebih suka bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka menetapkan serta meraih sasaran-sasarannya sendiri, menjunjung tinggi kepercayaan-kepercayaannya seandainya pun kepercayaannya itu tidak populer. Ia tidak terlalu mengkhawatirkan apa kata orang dibandingkan dengan kebanyakan orang lainnya. Ia juga mengetahui bagaimana perasaannya dan mengapa demikian dan seringkali ia menghabiskan waktu hanya untuk merenungkan dalam-dalam tentang hal-hal yang penting baginya. Anak dengan kecerdasan intrapersonal biasanya sadar betul akan bidang yang menjadi kemahirannya dan bidang dimana dia tidak terlalu mahir. Ia senang membuat catatan harian atau membuat jurnal harian, senang menuliskan ide-idenya, kenangan-kenangannya, perasaan-perasaannya atau sejarah pribadinya. Anak seperti ini biasanya sadar betul akan siapa dirinya dan ia sangat senang memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti. Naturalist Intelligence Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka binatang, pandai bercocok tanam dan merawat kebun di rumah atau di lingkungannya, peduli tentang alam serta lingkungan, senang ke taman, kebun binatang atau menikmati keindahan di aquarium. Selain itu ia juga senang berkemah atau mendaki gunung di alam bebas, senang memperhatikan alam dimanapun dia berada, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang berbeda-beda, senang memelihara binatang, mempunyai ingatan yang kuat tentang detail tempat-tempat yang pernah dia kunjungi serta nama-nama hewan, tanaman, orang dan berbagai hal lainnya, banyak bertanya tentang orang, tempat dan hal yang dia lihat di lingkungan atau di alam sehingga dia bisa lebih memahaminya. Ia mampu memahami serta mengurus dirinya sendiri 34 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran di situasi atau tempat yang baru dan berbeda. Ia juga sangat memperhatikan lingkungan di sekitarnya (di sekolah atau di rumah). Anak ini biasanya senang mencari tahu tentang sesuatu kemudian mengelompokkannya ke dalam kategori tertentu, misalnya senang mengamati burung, bebatuan atau mencatat jenis mobil yang berbeda-beda. Anak dengan kecerdasan ini biasanya tahu persis kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Dari berbagai penjelasan yang didapat dari buku inilah penulis memahami bahwa anak-anak memiliki Multiple Intelligence dimana kecerdasan dalam bidang angka atau logika hanyalah merupakan sebagian kecil dari berbagai macam kecerdasan yang mungkin dimiliki oleh seorang anak. Dalam buku tersebut juga dikatakan bahwa test IQ bukanlah satu-satunya ukuran kecerdasan anak, karena test IQ hanya menekankan pada kecerdasan logikamatematika dan bahasa. Model Pembelajaran Fisika Melalui Permainan Berbekal dari pemahaman yang diuraikan di muka maka penulis terinspirasi untuk membuat model pengajaran fisika yang kreatif dan aplikatif berdasarkan keragaman kecerdasan yang dimiliki anak agar anak-anak yang tidak memiliki kecerdasan dalam bidang angka/logika juga dapat ikut menikmati fisika sesuai dengan jenis kecerdasan yang dimilikinya. Misalnya anak-anak yang memiliki kecerdasan dalam menggunakan kata-kata (Linguistic Intelligence) dapat mempelajari fisika dengan pantun, puisi dan lain-lain. Anak-anak yang memiliki kecerdasan dalam bidang musik (Musical Intelligence) juga dapat mempelajari fisika dengan mengarang lagu-lagu untuk mengingat fakta-fakta dalam fisika. Anak-anak yang memiliki kecerdasan dalam menggunakan gambar (VisualSpatial Intelligence) dapat mempelajari fisika dengan membuat komik/cerita bergambar, lukisan dan lain-lain. Anak-anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence) dapat mempelajari fisika melalui drama dan tari-tarian. Selain itu menurut Bahrudin, seorang guru sebuah sekolah alternatif di Salatiga Jawa Tengah, ukuran keberhasilan pendidikan pertama-tama adalah bila anak bisa belajar dengan senang. Bila sekolah tidak bisa memberikan rasa nyaman maka keberhasilan anak untuk belajar sudah berkurang sampai 50%. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dibangun berdasarkan kegembiraan murid dan guru. (Kompas, Rabu 23 Maret 2005). Multiple Intelligence pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emotional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Celakanya, pola pemikiran tradisional dalam pendidikan acapkali lebih menekankan pada kemampuan logika-matematika dan bahasa. Padahal, setiap orang memiliki cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 35 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika dihadapinya. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. (Handy Susanto,2005). Berdasarkan berbagai kenyataan itulah maka penulis sebagai guru mata pelajaran fisika pada SMP BPK PENABUR Cimahi mencoba menerapkan metode mengajar yang kreatif dan aplikatif yang mungkin tidak didapatkan dalam teori-teori belajar yang ada selama ini. Metode yang penulis terapkan di sini adalah metode pengajaran fisika melalui permainan sesuai dengan ragam kecerdasan yang dimiliki oleh para siswa. Dalam metode ini siswa dibagi menjadi 4 kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 6 – 8 orang dan kepada tiap-tiap kelompok diberikan kebebasan untuk menuangkan ide-idenya. Ke empat kelompok tersebut memilih kegiatan membuat: 1) Teka Teki Silang (TTS) dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan fisika, 2) pantun tentang fisika, 3) mengganti syair lagu kesukaan mereka dengan konsepkonsep fisika dan 4) sebuah drama singkat tanpa kata untuk menjelaskan suatu konsep fisika. Dan agar ‘permainan’ menjadi lebih menarik maka diberikan aturan-aturan dan penilaian-penilaian dalam setiap jenis ‘permainan’ yang dilakukan. Kelompok yang membuat TTS biasanya membuat kolom-kolom TTS-nya pada sebuah kertas karton besar yang kemudian ditempel di papan tulis dan pertanyaan-pertanyaan dibagikan kepada kelompok-kelompok lainnya. Kemudian kelompok-kelompok yang lain diberikan kesempatan untuk mengisi kolom-kolom tersebut secara bergiliran. Untuk setiap pertanyaan yang dijawab benar akan memperoleh nilai 100 dan jika salah dikurangi 50. Kelompok yang menjawab salah akan kehilangan giliran menjawab sebanyak 1 kali. Contoh TTS: 36 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Mendatar: 2. Suatu tarikan atau dorongan 4. Kelengkungan permukaan zat cair 5. Satuan intensitas cahaya 7. Alat ukur kelajuan 8. Penurunan tekanan udara secara tiba-tiba Menurun: 1. Merupakan ukuran banyaknya materi yang dikandung dalam suatu benda 3. Kata lain dari energi 3a. Satuan internasional untuk suhu 8. Satuan energi 9. Kemampuan untuk melakukan usaha 10. Orang yang menemukan tekanan atmosfer Kelompok yang membuat pantun biasanya membuat beberapa buah pantun yang berisi konsep-konsep fisika dan mengandung pertanyaaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh kelompok-kelompok yang lainnya. Seperti halnya TTS pertanyaan-pertanyaan yang dijawab benar akan memperoleh nilai 100 dan jika salah dikurangi 50. Contoh pantun: Gadis cantik idaman teruna Wajah menarik bercahaya Kalau adik bijaksana Alat apa pengukur gaya Kelompok yang membuat puisi atau lagu-lagu biasanya memperoleh penilaian khusus atas kreativitasnya tersebut. Satu cerita menarik yang penulis dapatkan disini adalah bahwa ada seorang siswa yang selama ini hampir selalu mendapat nilai buruk dalam fisika ternyata mampu membuat puisi dan mengubah sebuah syair lagu dengan konsep fisika hanya dalam waktu kurang dari 2 x 45 menit bahkan membacakan dan menyanyikannya sendiri dengan penuh penghayatan! Sungguh luar biasa! Contoh Puisi: Guru Pintar Usahamu sangat berharga Energimu benar-benar nyata Ukuran otakmu melebihi guru fisika yang terkenal Gayamu Seperti Bunda-ku Meskipun tekanan udara silih berganti Engkau masih bisa tinggal di bumi ini Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 37 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika Berapa m/s engkau berjalan kaki dari rumah ke sekolah Jujur saja dunia ini masih berputar Engkau-pun juga seperti Manometer yang berjalan Tolong jangan engkau mengurangi energimu Engkau-pun jangan menghilangkan usahamu Sebab usahamu dapat membiayai daya pikiranku yang belum pernah tersimpan Meskipun atmosfir ada Waktu detik demi detik berjalan Selamat menjalankan pekerjaanmu Karena engkau adalah guru fisikaku Contoh Lagu: Slow^Fast; #=8; Indonesian; Copy@= Cobalah untuk setia, song by: Krisdayanti Beban dari titik tumpu Intro: Pada zamannya tuas telah digunakan oleh banyak ilmuwan Lain untuk memudahkan melakukan suatu pekerjaan Tetapi archimedes-lah yang pertama kali Mendemonstrasikan secara matematis Reff. Bahwa mulai perbandingan antara kuasa-Nya Diberikan dan beban yang dinaikkan sama Dengan kebalikan dari nilai perbandingan Antar jarak kuasa dan beban dari titik tumpu Archimedes bahkan dengan bangga Menyatakan bahwa seandainya Ia dapat berdiri Di suatu tempat yang jaraknya cukup Reff. ... Kemudian kelompok yang membuat drama singkat tanpa kata biasanya menerangkan suatu konsep sederhana tentang fisika dan kelompok-kelompok lainnya memberikan kesimpulan tentang maksud dari drama tersebut dalam selembar kertas. Penilaian tertinggi diberikan kepada kelompok yang pendapatnya paling mendekati kebenaran dari konsep yang disajikan. Penilaian dilakukan oleh kelompok yang bersangkutan dan dibantu oleh guru apabila memang diperlukan. Contoh drama singkat yang pernah dilakukan antara lain: penjelasan tentang konsep perpindahan kalor secara konduksi, sifatsifat bayangan yang dibentuk oleh sebuah cermin datar, resultan gaya-gaya segaris dan sejajar, konsep gaya tarik/gaya tolak pada magnet, rotasi planetplanet, penerapan hukum Pascal pada pompa sepeda dan lain-lain. 38 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Dalam drama singkat yang menjelaskan proses perpindahan kalor secara konduksi ada 4 – 5 orang siswa yang berdiri berjajar dan berperan sebagai partikel-partikel logam. Kemudian seorang siswa lainnya berperan sebagai ‘api’ yang memberikan ‘panas’nya (panas digantikan oleh sebuah bola berwarna kuning) pada siswa yang berada paling dekat dengan api kemudian siswa tersebut memberikan bola itu secara estafet melalui siswa yang berada di sebelahnya hingga sampai di ujung kemudian diberikan pada siswa terakhir yang berperan sebagai ‘pengamat’. Dalam adegan tersebut terjadi hal-hal menarik ketika siswa yang bertugas sebagai pengamat yang memegang bola kuning tersebut berakting seolah-olah kepanasan. Suasana menjadi riuh dengan sorak sorai dan applaus dari siswa yang lainnya. Dalam drama singkat yang menjelaskan tentang sifat-sifat bayangan pada cermin datar ada seorang siswa yang berperan sebagai benda dan siswa lainnya berperan sebagai bayangan. Dua orang siswa lainnya memegang sebuah plastik transparan besar yang diumpamakan sebagai cermin datar. Hal yang diamati adalah bahwa jarak bayangan = jarak benda ke cermin, tinggi bayangan = tinggi benda dan bayangan bertukaran sisi-sisinya dengan benda. Yang menarik adalah ketika siswa yang berperan sebagai benda mendekati cermin ternyata siswa yang berperan sebagai bayangan malah bergerak mundur/menjauhi cermin. Hal ini tentu saja membuat sebagian siswa spontan tertawa dan mengatakan bahwa hal tersebut salah. Disinilah guru berperan sebagai sumber informasi yang dapat membantu meluruskan kesalahan-kesalahan yang mungkin saja dilakukan. Tetapi dengan metode ini siswa belajar menemukan sendiri masalahnya sekaligus memecahkannya. Banyak sekali hal-hal menarik yang terjadi dalam proses pembelajaran seperti ini. Antusiasme siswa sangat besar dan semua siswa terlihat sangat menikmati pelajaran ini. Memang dalam metode ini, siswa yang memegang peranan penuh dalam kelas. Mereka yang memilih dan merancang konsep materi dan soal yang akan dibahas dan mereka pula yang memberikan penilaian-penilaian. Hal ini sesuai dengan kurikulum yang sedang digunakan saat ini yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dimana dalam kurikulum ini siswa yang menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Satu hal yang menjadi kendala adalah metode ini tidak dapat digunakan dalam setiap jam pelajaran fisika karena bagaimanapun siswa harus mendapatkan pemahaman dan konsep-konsep terlebih dahulu dari guru yang bersangkutan agar tidak terjadi kesalahan konsep dan penyimpangan dari tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Hal lain yang menjadi kendala adalah adanya keterbatasan waktu yang ada sementara materi pelajaran Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 39 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika yang harus diberikan sedemikian banyaknya. Akan tetapi paling tidak dengan adanya metode ini guru dapat memberikan pengalaman belajar yang lain kepada para siswanya sehingga mereka tidak lagi menganggap bahwa pelajaran fisika adalah pelajaran yang membosankan sekaligus menakutkan. Hasil dan Diskusi Proses pembelajaran fisika yang didasarkan pada teori Multiple Intelligence mampu mengubah pola pengajaran tradisional (ceramah) menjadi sebuah pengalaman belajar yang menyenangkan. Dalam hal ini guru harus memiliki kepekaan untuk melihat semua hal yang ada dalam lingkungan disekitarnya yang dapat digunakan untuk menunjang proses belajar mengajar. Siswa ditarik keluar dari paradigma lama yang menekankan pada teori semata. Siswa diajak untuk melihat bahwa teori yang mereka terima dapat mereka temui dan bahkan dapat mereka aplikasikan dalam kehidupan nyata sehingga mereka memperoleh kesan yang mendalam. Dari hasil pengalaman yang penulis dapatkan melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam proses pembelajaran fisika khususnya, ada beberapa keunggulan yang penulis rasakan, diantaranya adalah: 1. Aktivitas pengajaran yang disesuaikan dengan ragam kecerdasan yang dimiliki oleh siswa sedikit banyak telah memunculkan semangat belajar dan rasa percaya diri pada setiap siswa. Siswa digali kreativitasnya agar mereka dapat mempelajari fisika sesuai dengan talenta yang ada pada mereka, misalnya melalui lagu, pantun, puisi, drama dan lain-lain. 2. Melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam pembelajaran fisika telah menggugurkan anggapan bahwa pelajaran fisika itu sulit dan tidak menyenangkan. Karena melalui teori ini guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mempelajari fisika sesuai dengan ragam kecerdasan yang dimilikinya. 3. Melalui teori Multiple intelligence ini pula siswa belajar untuk lebih menggali potensi yang ada pada dirinya dan dapat lebih menghargai talenta yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Selain itu siswa juga belajar untuk menghargai kelebihan dan kekurangan masing-masing, misalnya siswa yang biasanya dianggap bodoh karena selalu mendapat nilai buruk dalam pelajaran fisika ternyata mampu membuat puisi dan menggubah syair lagu dengan konsep-konsep fisika dengan sangat indah. 4. Metode ini juga sangat efektif karena mampu meningkatkan aktivitas dan kreatifitas siswa dalam bentuk interaksi baik antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa lainnya. Bahkan interaksi ini lebih didominasi oleh interaksi antara siswa dengan siswa sedangkan guru hanya bersifat sebagai moderator saja. Tanya jawab antar siswa berjalan 40 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran dengan sangat baik dan setiap penilaian yang diberikan oleh guru maupun siswa lainnya mampu memacu dirinya untuk lebih menggali konsep-konsep materi yang diajarkan sehingga menghasilkan rasa keingintahuan dan percaya diri yang tinggi. 5. Lebih jauh lagi, melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam pembelajaran fisika diharapkan siswa dapat melihat kenyataan bahwa mereka itu “unik”. Tuhan menciptakan jutaan bahkan milyaran manusia dengan keunikan tersendiri. Mereka juga dapat melihat bahwa Tuhan sudah menyediakan laboratorium terbesar bagi mereka berupa alam semesta sehingga dengan kesadaran seperti ini maka kecerdasan spriritual (SQ) mereka juga akan ikut tergali. Oleh karena itu secara keseluruhan metode ini mampu menciptakan rasa belajar fisika yang menyenangkan yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan minat dan motivasi siswa pada pelajaran fisika. Indikator terakhir yang diharapkan tentu saja adalah adanya peningkatan nilai rata-rata kelulusan pada mata pelajaran sains umumnya, dan fisika khususnya. Selain berbagai kelebihan, ada juga beberapa kelemahan/kendala yang penulis temukan dalam menerapkan teori ini, di antaranya adalah: 1. Sedikitnya waktu pembelajaran yang tersedia sedangkan materi yang harus diajarkan sangat banyak. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikatakan bahwa guru memiliki kewenangan untuk memilih materimateri esensial yang akan diajarkan kepada siswanya, sedangkan kenyataannya adalah masih adanya tes bagi siswa (ujian nasional dan ujian sekolah contohnya), dengan soal-soal yang notabene bukan berasal dari guru yang bersangkutan. Sedang pemahaman tentang materi mana yang dianggap esensial dan materi mana yang kurang esensial bagi setiap guru bisa saja berbeda-beda. Akhirnya, mau tidak mau guru harus mengajarkan semua materi yang ada dalam buku paket. 2. Penerapan teori Multiple Intelligence dalam proses pembelajaran fisika membuat siswa tidak hanya duduk “manis” mendengarkan ceramah dari guru. Siswa diberi keleluasaan untuk mencari tempat dimana mereka akan belajar. Jadi proses belajar mengajar tidak selalu dilakukan di dalam kelas tetapi bisa di lapangan, ruang laboratorium atau perpustakaan. Adakalanya ketika siswa berada dilapangan untuk mempraktekkan sesuatu, hal tersebut ikut memancing keingintahuan siswa yang sedang belajar di kelas lain sehingga guru-guru yang lain (mungkin) merasa terganggu. 3. Penerapan teori Multiple Intelligence dalam ruang kelas juga memungkinkan terjadinya diskusi hangat dalam kelas. Adakalanya siswa berteriak atau bertepuk tangan untuk mengungkapkan kegembiraannya ketika mereka mampu memecahkan suatu masalah. Hal ini juga dapat menggangu konsentrasi guru dan siswa yang berada di kelas lain. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 41 Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika 4. Adanya keengganan dari para guru untuk mengubah paradigma lama dalam pendidikan. Kebanyakan guru sudah merasa nyaman dengan metode ceramah sehingga mereka enggan untuk mencoba hal-hal yang baru karena dianggap merepotkan. Kesimpulan dan Saran Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Metode pengajaran fisika yang kreatif dan aplikatif berdasarkan penerapan teori Multiple Intelligence ternyata dapat meningkatkan aktivitas dan rasa senang para siswa terhadap mata pelajaran fisika oleh karena di dalamnya ternyata diterapkan cara-cara belajar fisika yang menarik dan sangat menyenangkan sesuai dengan kecerdasan yang mereka miliki. 2. Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan waktu mengajar yang tersedia (mengingat waktu yang tersedia cukup singkat) maka pada setiap akhir pelajaran hendaknya guru memberitahukan kepada para siswanya materi apa saja yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya sehingga para siswa dapat mempelajarinya terlebih dahulu di rumah agar ketika guru mengajar siswa sudah siap. 3. Sebagai salah satu ujung tombak dalam dunia pendidikan kiranya para guru selalu berusaha untuk memberikan pengabdian yang terbaik bagi para siswa khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Salah satu cara sederhana yang dapat diterapkan adalah dengan menciptakan metode pengajaran yang kreatif dan aplikatif sehingga mampu meningkatkan minat dan kreativitas siswa-siswanya. Semoga dengan adanya tulisan ini dapat memberikan sedikit masukan bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia umumnya dan BPK PENABUR khususnya. Daftar Pustaka Amstrong, T. (2004). Kamu itu lebih cerdas daripada yang kamu duga (You’re smarter than you think). Batam Centre: Interaksara Dahar, Ratna Wilis, Prof. Dr. M.Sc,. (1996).Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga Duxes, Herbert. (1996). Kompedium didaktik fisika. Bandung: Remaja Rosdakarya ———— (2002)Kamus besar bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Depdikbud Kompas, Rabu 23 Maret 2005, hal. 9, kol. 1 Prasodjo, Budi dkk. (2003). Teori dan aplikasi fisika 1. Bogor: Yudhistira Prasodjo, Budi dkk. (2003). Teori dan aplikasi fisika 2. Bogor: Yudhistira Prasodjo, Budi dkk. (2003). Teori dan aplikasi fisika 3. Bogor: Yudhistira Susanto, Handy, S.Psi : Penerapan multiple intelligences dalam sistem pembelajaran, Jurnal Pendidikan Penabur, Jakarta, 2005 42 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Penelitian Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK Endang Kusumaningsih*) Abstrak enelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan para musisi gereja sebagai konduktor dan pianis yang memandu Jemaat saat menyanyikan lagu Jemaat dalam kebaktian melalui pembelajaran musik. Penelitian dilakukan di Jakarta yang melibatkan para musisi Jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh (GMAHK) di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilakukan dalam siklus, yang masingmasing terdiri dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Jumlah partisipan dalam penelitian ini, siklus kesatu 50 peserta, siklus kedua 12 peserta dan siklus ketiga 50 peserta. Pelajaran yang diberikan pada pelatihan ini adalah: Standar Musik Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh, Landasan Musik GMAHK, Teknik Vokal, Teknik Kondukting, Pengetahuan Dasar Bagi Pianis Pengiring Lagu Jemaat, Pengantar Praktis Membaca Notasi Balok dan Ansambel. Tujuan penelitian ini tercapai setelah tiga siklus yang ditunjukkan dengan ciriciri antara lain: (a) Konduktor sanggup menyanyikan lagu-lagu jemaat dan melakukan aba-abanya dengan benar, (b) Pianis sanggup memainkan lagulagu jemaat dan mengiringi dengan benar, (c) Konduktor dengan pianis dapat bekerjasama dengan baik pasa saat memandu jemaat menyanyi. P Kata Kunci: Peningkatan profesionalisme, pembelajaran musik, musisi gereja Abstract The main objective of this research is to develop the profesionalism of the church musicians t of the Sevent-Day Adventist Church in Jakarta. This is an action research which is done in three cycles, each of which consists of planning, acting, observing, and reflecting. The research participants consist of 50 musicians for the first and 12 musicians for the second and 50 musicians for the third cycle. The learning materials consist of: The standart music of *) Dosen Jurusan Musik Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 43 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK SDA church, the SDA church hymn, vocal technique, conducting technique, basics of accompanying pianist for church song, basics of musical notation and ensemble. The objectives of the research were achieved after the implementation of the third cycle. The indicators of achievement are: (a) the conductors are able to sing and conduct correctly, (b) the pianist are able to perform properly as expected and, (c) the conductors and the pianist show harmonious cooperation in guiding the church congregation to sing. Latar Belakang Penelitian dilaksanakan pada para konduktor dan pianis Jemaat gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, pada tahun 2001 hingga tahun 2003. Para konduktor dan pianis jemaat yang dimaksud di sini adalah para musisi yang ditugaskan untuk memandu saat jemaat menyanyikan lagu-lagu di dalam kebaktian. Di saat pemanduan terjadi konduktor memberi aba-aba sambil menyanyi di depan mikrofon agar terdengar oleh seluruh jemaat, sementara pianis mengiring. Dalam wilayah DKI dan sekitarnya terdapat 90 gereja masehi Advent Hari Ke Tujuh (GMAHK). Namun tidak semua gereja memiliki konduktor dan pianis. Berdasarkan hasil pra-observasi yang dilakukan oleh peneliti dan beberapa kolaborator yang terlibat di dalam pelatihan selama tahun 2000 di gerejagereja saat kebaktian, terdapat kenyataan sebagai berikut: 1. Banyak lagu-lagu yang dinyanyikan salah dari melodinya, ritmenya, temponya, prasering dan ekspresinya oleh jemaat maupun konduktor yang pada umumnya kurang memiliki pengetahuan notasi, harga nada, tempo, dinamika, prasering dan ekspresi lagu. 2. Pemberian aba-aba kurang tepat dan kadang-kadang ada konduktor yang suaranya sumbang atau cempreng sehingga menggangu. 3. Ada konduktor yang menyanyikan lagu dengan di improvisasi seperti layaknya penyanyi yang menyanyi lagu-lagu hiburan sehingga mengakibatkan suasana tidak khusuk. 4. Para pianis yang kurang menguasai teknik permainan dan memainkan melodi, ritme, tempo, prasering yang salah dari lagu-lagu yang sedang dimainkan. Memainkan intro lagu tidak mantap sehingga membingungkan konduktor dan jemaat yang akan menyanyi. Kadang-kadang membuat variasi iringan yang dinilai kurang sesuai. Salah satunya membuat variasi seperti untuk lagu hiburan, atau gaya iringan yang tidak sesuai dengan karakter lagu. Contoh: lagu yang berkarakter khidmat dibuat gaya iringan seperti lagu mars. 44 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK 5. Kerjasama antara konduktor dan pianis tidak kompak sehingga menimbulkan kekacauan. Melihat kondisi tersebut, peneliti dan kolaborator berusaha mencari solusi agar para konduktor dan pianis memiliki peningkatan kemampuan sehubungan dengan tugas mereka dalam pelayanan musik pada saat kebaktian. Ada beberapa pertanyaan permasalahan yang muncul di dalam praobservasi yaitu, 1. Mengapa para konduktor dan pianis jemaat tersebut tidak menguasai melodi, ritme, prasering, ekspresi dari lagu-lagu jemaat yang sering dinyanyikan? 2. Mengapa para konduktor tidak dapat menyanyi dan memberi aba-aba dengan benar? 3. Mengapa para pianis kurang dapat bermain dan mengiringi dengan benar? 4. Mengapa para konduktor dan pianis kurang dapat bekerja sama? 5. Mengapa cara bekerja konduktor dan pianis kurang menghayati kekhusukan dan suasana sakral nyanyian? Keadaan tersebut di atas disadari oleh para pimpinan GMAHK. Pada akhirnya pimpinan Departemen Musik dari organisasi GMAHK se DKI dan sekitarnya merencanakan pelatihan bagi para konduktor dan pianis dengan menugaskan peneliti untuk mengkordinasikan pelatihan tersebut. Masalah Untuk menjadi konduktor dan pianis pengiring lagu jemaat GMAHK perlu mengetahui hal-hal sebagai berikut: 1. Untuk konduktor a. Memiliki vokal yang cukup baik untuk dapat menyanyi dengan baik. b. Memiliki kemampuan memberi aba-aba dengan benar. c. Memiliki pengetahuan tentang notasi musik. d. Memiliki pengetahuan tentang lagu-lagu jemaat sehubungan dengan melodinya, ritmenya, temponya, biramanya, dan ekspresinya. e. Memiliki pengetahuan tentang cara bekerja sama, dengan pianis. f. Memiliki pengetahuan tentang prinsip bermusik Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh. 2. Untuk pianis a. Memiliki kemampuan teknik permainan piano yang baik. b. Memiliki kemampuan mengiringi dengan baik. c. Memiliki pengetahuan tentang notasi musik. d. Memiliki pengetahuan tentang lagu jemaat sehubungan dengan melodinya, ritmenya, temponya, biramanya, dan ekspresinya. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 45 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK e. Memiliki pengetahuan tentang cara bekerja sama dengan konduktor. f. Memiliki pengetahuan tentang prinsip bermusik Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh. Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang di atas maka rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah: “Bagaimana meningkatkan kemampuan para konduktor dan pianis GMAHK agar dapat memandu nyanyian Jemaat di saat kebaktian dengan benar?” Alasan Melakukan Penelitian Tindakan Proses pelatihan yang dijalankan perlu diteliti karena jemaat selama ini merasa kekhusukan ibadatnya terganggu oleh tidak tertibnya penampilan lagu di dalam gereja. Gejala ini perlu diperbaiki melalui penelitian kaji tindak. Penelitian tindakan ini dilaksanakan sebagai usaha peningkatan kemampuan para musisi jemaat yang perlu dilakukan melalui siklus-siklus, yang akhirnya menghasilkan model pembelajaran seperti apa yang digunakan untuk meningkatkan para musisi tersebut. Penelitian ini akan melibatkan para kolaborator yang secara kebetulan adalah para musisi senior berpengalaman di kalangan GMAHK dan para partisipan yaitu pimpinan organisasi dan gereja setempat yang memiliki tanggungjawab pada liturgi gereja termasuk musik. Dengan demikian penelitian kaji tindak dengan pengamatan melalui siklus-siklus yang memiliki tahap-tahap seperti planing, implementasi, observasi dan refleksi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pembelajaran musik bagi musisi GMAHK. Kerangka Teori Dalam upaya membuat desain pembelajaran pada pelatihan ini, peneliti membuat sebuah kerangka teori dari teori-teori sebagai berikut: 1. Hakikat Musik Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh Melalui pendapat Pythagoras (filsup dan ahli matematika), Boethius (ahli musik abad pertengahan), Yehudi Menuhin (Violis terkemuka), Bennett Reimer (pendidik musik), Teguh Wartono (pendidik musik), Donald P. Hustad (ahli musik Kristiani), John Sheperd dan Peter Wieke (musikolog), Dieter Mack (komposer), dan Ellen G. White (rohaniwan GMAHK) dihasilkan sebuah rangkuman tentang hakikat musik yang berbunyi sebagai berikut: 46 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK “Musik adalah hasil pengembangan kesadaran manusia atas bunyi yang memiliki elemen-elemen melodi, ritme, dinamik, warna bunyi, bentuk tekstur dan ekspresi yang menjadi budaya manusia itu sendiri yang memiliki fungsi di dalam dimensi spiritual maupun phisikal dan menjadi satu alat yang efektif dalam mengajarkan kebenaran serta merupakan alat komunikasi dengan Tuhan.” Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh memiliki misi yaitu 1) Menunggu kedatangan Kristus yang kedua kali, 2) Meninggikan hukum Allah termasuk hari Sabat (Hari Ke Tujuh), 3) Evangelisasi, 4) Doktrin. Liturgi gereja MAHK adalah pelayanan yang melibatkan kata, gerak musik dan suasana dalam menjalankan misi yang tersebut di atas. Sementara itu Ellen G. White juga berkata bahwa musik di dalam GMAHK adalah musik untuk memuliakan nama Tuhan dan memenangkan jiwa-jiwa yang dilakukan dalam kekudusan. Hakikat musik GMAHK adalah bunyi yang memiliki elemen-elemen melodi, ritme, dinamika, warna bunyi, tekstur, dan ekspresi yang mendukung visimisi GMAHK yaitu menunggu kedatangan Kristus yang kedua kali, meninggikan hukum Allah termasuk hari Sabat, evangelisasi dan doktrin. 2. Hakikat kecerdasan Melalui pendapat-pendapat Gardner, Seashore, Tatarunis, Bersom, dan Forcucci dapat disimpulkan bahwa: Kecerdasan musik adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan kegiatan musik dengan memiliki kepekaan akan unsur-unsur yang terkait yaitu kepekaan melodi, ritme, harmoni, bentuk, dinamik, irama, dan ekspresi, disertai pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang mendukung. Sesuai dengan teori belajar dari Bloom, maka dalam penelitian ini kecerdasan musik para musisi gereja tersebut akan dibentuk melalui 3 aspek yaitu: a. Aspek kognitif : Dalam membentuk pemahaman dan dapat menerapkan pengetahuan yang diajarkan. b. Aspek psikomotor : Dalam membentuk keterampilan untuk menyanyi, mengaba-aba, mengiringi, dan beransambel. c. Aspek afektif : Dalam membentuk penghayatan musik serta membangkitkan motivasi belajar bagi peserta. 3. Hakikat Model Pelatihan Melalui pendapat Good, Travers, Harre dan Snelbecker untuk hakikat model serta davis dan Werthor untuk hakikat pelatihan dapat disimpulkan Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 47 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK bahwa sehubungan dengan kepentingan penelitian ini hakekatnya adalah sebagai berikut: Model sebagai sebuah prosedur yang dalam hal ini adalah prosedur pembelajaran yang menggambarkan langkah, kegiatan dan strategi pembelajaran yang dilakukan selama melatih para musisi. 4. Hakikat motivasi Melalui pendapat-pendapat dari Sherif, Gagne, Shield, Bredemeir dan Gredler dihasilkan sebuah rangkuman tentang hakekat motivasi yang berbunyi sebagai berikut: Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya rangsangan dari dalam maupun luar sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan suatu tindakan. Dalam rangka meningkatkan profesionalisme para musisi GMAHK melalui pembelajaran musik perlu adanya usaha dalam membangun motivasi agar memiliki semangat saat mengikuti pelatihan. Kerangka Berpikir Berdasarkan definisi dan pengertian beserta kerangka teori, maka peningkatan profesionalisme melalui pembelajaran musik bagi musisi GMAHK adalah kegiatan belajar mengajar bersifat pelatihan bagi konduktor dan pianis dengan meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan pemahaman mereka tentang musik yang didasari oleh dasar kepercayaan GMAHK, agar mereka layak untuk memandu jemaat dalam menyanyikan lagu pada kebaktian. Kemampuan musik yang diberikan adalah kemampuan yang bersifat individu seperti teknik vokal yang membelajarkan bagaimana menyanyi dengan benar, teknik kondukting yang membelajarkan bagaimana mengaba-aba dengan benar, pengetahuan dasar bagi pianis pengiring lagu jemaat yang membelajarkan bagaimana bermain piano dan mengiringi dengan benar, pemahaman lagu jemaat yang membelajarkan sisi musikal lagu-lagu. Yang membelajarkan tulisan musik melalui not balok dan notasi serta kelompok yaitu ansambel. Agar menghayati musik yang dipelajari mereka diberikan apa yang menjadi prinsip dan landasan dalam musik untuk kebaktian di GMAHK. Agar para peserta memiliki motivasi dan semangat dalam mengikuti pelatihan, dibuat model pembelajaran dan menentukan strateginya. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan terhadap pelatihan musisi GMAHK wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya mulai tahun 2001 hingga 2003. pelatihan yang diadakan sebanyak tiga siklus ini diikuti oleh peserta yang berbeda dari gereja-gereja 48 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK yang tersebar di DKI Jakarta dan sekitarnya. Pada siklus satu, pelatihan diikuti oleh 50 peserta dan pada siklus dua 16 orang, sedangkan siklus tiga ada 50 orang. Pelatihan ini melibatkan 9 orang kolaborator yang bertugas mengajar serta mengadakan pemantuan secara bergiliran. Penelitian tindakan dilaksanakan sebagai usaha peningkatan kemampuan para musisi jemaat melalui siklus-siklus yang akhirnya akan menghasilkan model pembelajaran Dengan demikian penelitian kaji tindak dengan pengamatan melalui siklus-siklus yang memiliki tahap-tahap seperti planning, implementasi, observasi, dan refleksi merupakan wadah dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut, khususnya dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 1. Teknik Pengumpulan Data: Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Melakukan observasi Yang melakukan adalah peneliti dengan dibantu oleh beberapa kolaborator untuk mengamati proses pelatihan berupa lembar pengamatan yang sudah dengan rinci menampilkan aspek-aspek dari proses yang harus diamati, dan tinggal membubuhkan tanda cek. Selain itu juga mengamati kendala-kendala dan akibat-akibat yang terjadi. Bagi peneliti selain mengamati proses pembelajaran, juga mengamati kinerja kolaborator dalam menyajikan materi pembelajaran. Proses pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, dan juga setelah pembelajaran berlangsung dengna menghadiri gereja-gereja, dan menyaksikan saat konduktor dan pianis memandu jemaat menyanyi. Dari hasil observasi diadakan diskusi antara peneliti dan kolaborator dan hasilnya dijadikan acuan untuk rencana berikutnya. b. Melakukan interviu Dilakukan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang belum di dapat dari observasi. Wawancara dilakukan kepada kolaborator, pimpinan jemaat dari gereja yang bersangkutan dan pimpinan organisasi penyelenggara. c. Menyebar kuesioner Dilakukan kepada peserta pelatihan. d. Menjalankan tes Tes dipakai untuk mengukur kemajuan peserta pada akhir pertemuan berbentuk tes teori dan praktek. e. Dokumen Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber berbentuk tulisan dengan tujuan mendapatkan tambahan data tentang hal-hal Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 49 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK yang sedang dibahas. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah silabus, kepustakaan, dan strategi pembelajaran yang dilaksanakan. 2. Analisis Data Peneliti melaksanakan analisis dari data yang didapat dalam proses meningkatkan profesionalisme para musisi gereja MAHK. Sesuai dengan apa yang dikemukan oleh Mills maka prosedur analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: a. Dilakukan penjabaran dari kajian pustaka tentang peristiwa atau halhal yang sering muncul. b. Data dari hasil observasi dan wawancara dicatat dan diolah untuk diidentifikasikan pola yang muncul. c. Data mentah yang diperoleh dimasukkan ke dalam matrik data. d. Dalam menginterpretasikan, menggunakan kategorisasi dengan membubuhkan kode untuk memudahkan interpretasi data. Analisis data tersebut di atas terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data dan (3) penarikan kesimpulan. 3. Validasi Untuk memperoleh keabsahan data penelitian digunakan tiga teknik pemeriksaan data yaitu (1) perpanjangan keikutsertaan, (2) triangulasi dan, (3) audit trail. Manfaat Penelitian 1. Secara Praktis a. Bagi musisi jemaat: Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme para musisi jemaat untuk dapat memimpin dan mengiringi nyanyian ibadat dengan benar. b. Bagi kolaborator: Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan model pelatihan bagi musisi-musisi jemaat. c. Bagi pihak pengelola (Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh Konferens DKI dan sekitarnya): Hasil penelitian ini menjadi bahan masukan penetapan kebijakan yang perlu dimiliki oleh Komisi Pendidikan dan Pelatihan Musik yang berada di bawah naungan Gereja Masehi Hari Ke Tujuh Konferens DKI. 2. Secara Teoritis : Dapat dijadikan acuan dalam melakukan lebih lanjut dalam penelitian sejenis. Selain itu dapat memperkaya teori yang sudah ada. 50 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK Pembahasan Hasil Penelitian Siklus I: Prosedur pembelajaran secara keseluruhan Tahap I : Konduktor + pianis disatukan: 1. Standar Musik GMAHK (teori). 2. Pengetahuan Dasar Bagi Pianis (teori). 3. Pembelajaran terpadu : Vokal, pemahaman lagu, pengetahuan dasar bagi pianis (praktek). 4. Ansambel 5. Evaluasi Tahap II : Konduktor + pianis dipisah 1. Konduktor : Mempelajari notasi balok 2. Pianis : Mempelajari Pengetahuan Dasar Bagi Pianis. Tahap III : 1. Konduktor belajar kondukting. 2. Pianis melanjutkan dari tahap II. 3. Konduktor + Piais : Ansambel. 4. Pemahaman lagu jemaat (teori). 5. Evaluasi : test teori + praktek. 6. Praktek memandu jemaat di gereja. Prosedur pembelajaran dari setiap mata pelajaran A. Langkah : sesuai urutan materi. B. Kegiatan: 1. Teori. 2. Praktek individu dan kelompok. C. Strategi pembelajaran : Ada strategi pembelajaran disemua pelajaran. D. Media : Gambar-gambar, contoh dari kaset, alat musik (piano, keyboard). Siklus II: Prosedur pembelajaran secara keseluruhan Tahap I : Konduktor + pianis disatukan: 1. Standar Musik GMAHK (teori). 2. Pembelajaran terpadu : Vokal, pemahaman lagu, pengetahuan dasar bagi pianis pengiring, pemahamaman lagu GMAHK, menurut visi-misi dan musikalitas, notasi balok, ansambel. 3. Evaluasi. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 51 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK Tahap II : Pembelajaran terpadu dari 6 pelajaran di Gereja masing-masing, satu pelajaran terpisah yaitu pelajaran notasi balok. Evaluasi : Tes teori + praktek. Prosedur pembelajaran dari setiap mata pelajaran A. Langkah : 1. Enam pelajaran sesuai urutan silabus. 2. Satu pelajaran, urutannya disesuaikan dengan urutan lagu di kebaktian yaitu pemahalam lagu jemaat. B. Kegiatan: 1. Lebih ditekankan pada praktek. 2. Individu dan kelompok. C. Strategi pembelajaran : Ada perubahan strategi khususnya untuk praktek. D. Metode : Ceramah, peragaan, praktek. E. Media : Gambar, contoh dari kaset, piano, keyboard. Siklus III: Prosedur pembelajaran secara keseluruhan Tahap I : 1. Konduktor + pianis : Standar Musik GMAHK 2. Konduktor : Vokal + pemahaman lagu. 3. Pianis : Pengetahuan Dasar Bagi Pianis + Pemahaman lagu. 4. Konduktor + pianis : Ansambel + paduan suara. 5. Evaluasi : Tes praktek. Tahap II : 1. Konduktor : Membaca notasi, teknik kondukting. 2. Pianis : Pengetahuan dasar untuk Pianis. 3. Konduktor + pianis : Ansambel + paduan suara. 4. Konduktor + pianis : Latihan di gereja masing-masing (pembelajaran terpadu). 5. Evaluasi : Tes praktek dan teori. Prosedur pembelajaran dari setiap mata pelajaran A. Langkah : 1. Enam pelajaran sesesuai urutan silabus. 2. Satu pelajaran urutannya dirubah, yaitu pemahaman lagu jemaat, yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan lagu, dan urutan lagi di kebaktikan B. Kegiatan: 1. Kegiatan teori + praktek. 2. Praktek individu dan kelompok. 52 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK C. Strategi pembelajaran : Ada perubahan strategi pembelajaran yang disesuaikan untuk solusi masalah dan memantapkan pembelajaran, serta merangsang motivasi belajar pada pelajaran-pelajaran praktek khususnya. D. Metode : Ceramah, peragaan, praktek dan tanya jawab. E. Media : Gambar-gambar, musik dari kaset, piano, keyboard. Ciri-Ciri Peserta yang Sudah Memahami Pembelajaran dan Terampil serta Memiliki Motivasi 1. Bagi Konduktor a. Aspek Kognitif 1) Dengan kemampuannya menjawab soal tes teori. Nilai mereka antara 70 hingga 100. 2) Terkesan memahami pengetahuan yang disampaikan melalui kegiatan prakteknya, yaitu sewaktu menyanyi membuat aba-aba dan waktu ansambel. 3) Dapat menterjemahkan lagu dari not balok ke angka. b. Aspek Psikomotor 1) Sewaktu menyanyi suaranya baik, bulat, kata-katanya jelas, ketinggian nadanya tepat. Melodi, ritme, tempo lagu juga tepat. Prasering lagu sesuai alur melodi dan tekanan iramanya. 2) Sewaktu membuat aba-aba, posisi tubuhnya dan tangannya benar. Gerakannya, pola hitungan, ictus , pengawalan dan pengakhiran lagu jelas. Demikian juga dengan perlambatan atau percepatan dan tanda dinamika yang mudah terlihat temponya stabil. 3) Sewaktu bermain bersama dengan pianis ia dapat menyesuaikan diri dengan temponya dan tekanan iramanya. c. Aspek Afektif 1) Peserta dapat menyanyikan lagu sesuai karakter dan jenis lagunya. Memiliki ekspresi hikmat, melodius, riang, semangat saat menyanyikan lagu-lagu jemaat dengan ekspresi-ekspresi tersebut. 2) Terlihat semangat dan senang saat mengikuti pelatihan dan melakukan praktek menyanyi ataupun membuat aba-aba. 2. Bagi Pianis a. Aspek Kognitif 1) Dengan kemampuannya menjawab soal tes teori. Nilai mereka antara 70 hingga 100. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 53 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK 2) Terkesan memahami pengetahuan yang disampaikan melalui kegiatan prakteknya, yaitu sewaktu bermain piano dan ansambel. b. Aspek Psikomotor 1) Sewaktu bermain piano, teknik permainannya baik. Not-notnya, akord-akordnya, basnya dimainkan dengan tekanan jari yang benar. Demikian juga dengan pedal dapat mengeluarkan efek bunyi yang sesuai. Melodi, ritme, tempo lagu juga tepat. Prasering lagu sesuai alur melodi dan tekanan iramanya. 2) Sewaktu membuat iringan, pola iringannya sesuai dengan prasering, tekanan irama dan karakter serta tempo lagunya. 3) Sewaktu mengiringi konduktor menyanyi ia dapat mengikuti tempo, irama, dan ekspresi yang dibawakan. Demikian juga saat mengiringi konduktor dalam membuat aba-aba. Namun demikian ia juga membuat kontrol tempo agar tidak makin cepat atau lambat. c. Aspek Afektif 1) Peserta dapat memainkan lagu sesuai karakter dan jenis lagunya. Memiliki ekspresi hikmat, melodius, riang, semangat saat memainkan lagu-lagu jemaat di piano yang memiliki ekspresiekspresi tersebut di atas. 2) Terlihat semangat dan senang saat mengikuti pelatihan saat berpraktek. 3) Selalu hadir selama pelatihan pada hari Sabtu dan Minggu dan selalu melakukan tugas-tugas yang diberikan. Kesimpulan Disimpulkan bahwa setelah siklus ketiga kriteria keberhasilan tercapai. Dengan demikian maka model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan para konduktor dan pianis jemaat GMAHK adalah model pembelajaran siklus ketiga yang memiliki prosedur sebagai berikut: 1. Pada tahap pertama konduktor dan pianis disatukan untuk mempelajari standar musik GMAHK, dan Landasan Musik GMAHK. Kemudian kelas dipisah di mana konduktor mempelajari teknik vokal yang dipadukan dengan pemahaman lagu GMAHK, dan para pianis mempelajari pengetahuan dasar bagi pianis pengiring lagu jemaat GMAHK yang dipadukan dengan pemahaman lagu GMAHK. Konduktor dan pianis dipersatukan kembali di setiap akhir pertemuan di kelas ansambel, dan paduan suara Di akhir tahap pertama diadakan evaluasi berupa tes praktek menyanyi sambil diiringi piano. 2. Pada tahap kedua konduktor mempelajari notasi balok yang dilanjutkan dengan teknik kondukting, sementara pianis masih melanjutkan 54 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK pembelajaran pengetahuan dasar bagi pianis pengiring lagu jemaat. Di akhir pertemuan mereka berlatih ansambel dan paduan suara. Setelah para konduktor mempelajari teknik kondukting, pelatihan juga diadakan pada hari Sabtu di gereja masing-masing, di mana semua pelajaran dipadukan dalam bentuk praktek, kecuali latihan notasi balok. Di sini para musisi berlatih pada saat sebelum dan sesudah kebaktian, dalam mempersiapkan memandu jemaat menyanyi. Di akhir tahap dua diadakan evaluasi dalam bentuk tes praktek dan teori. 3. Langkah-langkah dalam pembentukan pemahaman dan keterampilan dari tujuh pembelajaran sesuai urutan materi silabus, kecuali pembelajaran pemahaman lagu jemaat yang dirubah di mana urutan lagu-lagu yang dipelajari disesuaikan dengan tingkat kesulitan awal pembiramaan lagu dan tekanan birama lagu. 4. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan teori (40%) dan praktek (60%) secara individu maupun kelompok melalui metode ceramah, tanya-jawab, peragaan dan praktek, dengan menggunakan media pembelajaran berupa OHP, LCD, keyboard, kaset, piano akustik dan piano elektrik. Kegiatan pembelajaran diadakan pada hari Minggu untuk semua peserta dari semua gereja yang mengikuti pelatihan, dan hari Sabtu untuk masingmasing peserta di gereja dalam mengintensifkan praktek individu dan latihan memandu jemaat. Di setiap pertemuan selalu diawali dan ditutup dengan kebaktian singkat. Di pertengahan dan akhir kegiatan diadakan tes. Dengan demikian maka keseluruhan pertemuan berjumlah 12 kali pertemuan dalam waktu yang lebih singkat yaitu dua bulan, karena dalam satu minggu diadakan pelatihan dua kali. Dalam usaha memecahkan permasalahan yang terjadi sebelumnya, memantapkan apa yang telah dihasilkan, serta merangsang motivasi peserta untuk belajar ada strategi yang dilakukan yaitu: 1. Untuk pembelajaran standar musik dan landasan lagu GMAHK, pada akhir pembelajaran kolaborator meminta peserta untuk menyimpulkan intisari pelajaran dan menyebutkan hal-hal penting yang patut menjadi perhatian utama. Untuk pembelajaran Landasan Lagu GMAHK, peserta diminta untuk membuat intisari pelajaran serta dilatih menyebutkan jenis-jenis lagu jemaat yang disebut oleh kolaborator, agar peserta dapat menyimpulkan karakter dari lagu tersebut. 2. Untuk pembelajaran pengantar teoritis dari teknik vokal, teknik kondukting dan pengetahuan dasar bagi pianis pengiring lagu jemaat disampaikan secara ringkas dan singkat di awal pembelajaran tersebut, agar lebih banyak waktu untuk praktek. 3. Kelas dipisah setelah pembelajaran standar musik dan landasan musik GMAHK agar peserta lebih intensif dan terfokus mempelajari bidang mereka masing-masing. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 55 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK 4. Dalam mempelajari lagu-lagu urutannya difokuskan pada tingkatan kesukaran pengawalan birama dan tekanan irama untuk memantapkan rasa irama dan pengawalan birama. 5. Sebelum mempelajari lagu, peserta diminta mengidentifikasi ciri-ciri musikal dari lagu yang akan dilatih agar tidak mudah lupa dan selalu teliti. 6. Peserta diminta memperhatikan dan mengomentari penampilan temannya agar perhatian mereka terfokus serta teliti dalam membawakan lagu. 7. Saat sedang mempelajari lagu melalui teknik vokal, konduktor diminta dengan seksama mendengarkan ketinggian nada dari melodinya dengan tujuan agar selalu berhati-hati dan teliti saat menyanyikan melodi dengan ketinggian nada yang pasti. 8. Untuk lebih memantapkan pemahaman dan keterampilan para peserta, latihan dilakukan berulang-ulang dengan perlahan sampai peserta menguasai. 9. Para peserta diminta melatih di rumah lagu-lagu yang sudah dipelajari dipelatihan serta melatih lagu-lagu yang akan dilatih di pertemuan mendatang. 10. Lagu-lagu yang dilatih tidak hanya yang bermasalah, tetapi juga lagulagu kebaktian yang sedang dinyanyikan di gereja pada masa itu, khususnya yang memiliki prinsip yang sama dengan lagu-lagu yang bermasalah. 11. Untuk lebih meningkatkan kemampuan setiap individu, kegiatan berpraktek memandu jemaat menyanyi juga diadakan di gereja masing-masing melalui latihan intensif sebelum dan sesudahnya. 12. Kegiatan pelatihan di hari Minggu dan Sabtu beriringan setelah pertemuan keempat, tidak seperti siklus sebelumnya. 13. Diadakan latihan paduan suara yang melibatkan seluruh peserta setiap setelah pelatihan selesai sebagai kegiatan tambahan yang mengandung unsur pembelajaran teknik vokal, kondukting, iringan piano dan ansambel. 14. Latihan menterjemahkan lagu-lagu yang sedang dibahas dari notasi balok ke notasi angka melalui tuntunan langsung. Fokus pemantauan tindakan pada siklus ini adalah: 1. Irama lagu pada lagu-lagu berbirama ganda dan pengawalannya khususnya yang bertekanan lemah saat dinyanyikan, dimainkan dan dilakukan aba-aba. 2. Ketinggian nada dari melodi pada lagu-lagu yang sedang dinyanyikan oleh konduktor. 3. Pemahaman tentang karakter, jenis dan kategori lagu melalui permainan piano dan nyanyian. 56 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK 4. Penerapan keterampilan dan pengetahuan pada lagu-lagu yang tidak dilatih dipelatihan, pada saat memandu jemaat menyanyi. 5. Ketelitian peserta di dalam mengidentifikasi lagu. 6. Pemanduan jemaat menyanyi. Model pembelajaran siklus ketiga merupakan perbaikan dari model pembelajaran siklus kedua yang masih memiliki kendala dalam pembiramaan ganda, aba-aba untuk pengawalan lagu bertekanan lemah, kurang teliti dan lupa, kurang tepat dalam menyanyikan ketinggian nada, pemahaman visimisi gereja yang melandasi lagu kurang, dan gereja yang turut pelatihan hanya sedikit. Model pembelajaran siklus kedua merupakan perbaikan dari model pembelajaran siklus kesatu yang masih memiliki kendala dalam hal kurang dapat menerapkan apa yang didapat dari pelatihan pada saat menyanyikan, memainkan dan membuat aba-aba dari lagu-lagu jemaat khususnya lagu berbirama ganda, dan pengawalan lagu bertekanan lemah, tidak teliti dan lupa, fasilitas yang kurang memadai dan penggunaan waktu yang kurang efektif yang mengakibatkan kegiatan-kegiatan penting terhambat sehingga pembinaan keterampilan kurang optimal. Pada pembelajaran siklus ketiga masih ada sedikit kelemahan yaitu masalah fasilitas. Fasilitas berupa ruang dan peralatan yang digunakan pada siklus ketiga masih sama dengan siklus-siklus sebelumnya. Hal ini yang masih menjadi kendala di siklus ketiga: Kurangnya ruang untuk belajar, kurangnya jumlah piano dan pengajar menyebabkan kurang optimalnya pembelajaran khususnya untuk pianis. Namun kendala-kendala yang lain tidak ada. Memang masih ada kolaborator yang tidak puas dengan hasil pelatihannya yaitu teknik kondukting, namun peneliti menganggap hal ini merupakan suatu hal yang wajar saja, bahwa di dalam menyelenggarakan sesuatu selalu saja masih belum sempurna. Oleh karena kendala-kendala sangat sedikit, maka data dianggap sudah jenuh sehingga penelitian dihentikan. Hasil belajar para peserta yang didapat dari tes teori dan praktek, menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan dari para peserta, dibanding sebelumnya. Implikasi Penelitian ini memiliki implikasi bahwa melalui pelatihan yang intensif dengan memberikan 8 mata pelajaran yang memuat pengetahuan dan keterampilan dengan kegiatan yang diadakan secara bersama-sama dan pelatihan individu di gereja memberikan pengetahuan dan keterampilan yang merata bagi konduktor dan pianis lagu jemaat GMAHK di seluruh wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa bukan hanya pengetahuan Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 57 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK dan keterampilan untuk memandu jemaat menyanyi saja yang ditingkatkan tetapi juga wawasan dan kesadaran akan mutu musik yang baik yang merangsang motivasi mereka untuk mempelajari musik lebih mendalam melalui pelatihan lanjutan. Pemisahan kelas sejak awal bagi konduktor dan pianis setelah mengikuti pelajaran standar musik dan landasan musik GMAHK, membuat mereka lebih intensif dalam mempelajari bidang mereka masing-masing, sehingga saat bertemu di kelas ansambel, mereka sudah lancar dan materi ansambel langsung dapat disampaikan. Kelas ansambel yang diadakan sejak awal hingga akhir tatap muka memberikan kelancaran mereka dalam bermain bersama dan bekerja sama. Urutan pengelompokan lagu-lagu yang dipelajari dengan memfokuskan kategori pengawalan birama memberikan kelancaran bagi mereka untuk gerakan pendahuluan awal lagu yang bertekanan kuat maupun bertekanan lemah. Dengan mengidentifikasi ciri-ciri musikal lagu dan pemberian komentar pada sesama peserta saat berpraktek, memberikan ketelitian dan kewaspadaan terhadap lagu-lagu yang mereka mainkan dan nyanyikan. Kegiatan paduan suara sebagai kegiatan ekstra-kurikuler meningkatkan motivasi mereka untuk selalu hadir pada pelatihan di mana mereka secara intensif berlatih. Bagi konduktor kegiatan vokalisi yang diadakan di setiap latihan paduan suara, pembelajaran teknik vokal dan pelatihan di gereja memberikan kelancaran teknik vokalnya. Demikian juga dengan latihan mendengar ketinggian nada dari lagu-lagu yang dinyanyikan, memberikan latihan untuk menyanyikan nada-nada yang benar dari melodi lagu yang sedang dinyanyikannya. Latihan menerjemahkan lagu dari notasi balok ke not angka lalu membaca dan menyanyikan juga membuat mereka lebih teliti, akan notasi lagu-lagu. Solusi yang digunakan untuk kelancaran penguasaan materi-materi praktek bagi peserta dengan mengulang-ulang materi tersebut dengan contoh, peragaan, dan juga menugaskan peserta untuk melatih di rumah menyebabkan para peserta dapat menguasai lagu-lagu yang harus dipelajari. Saran Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukkan oleh para pelatih konduktor dan pianis di gereja-gereja, dan juga acuan bagi panitia penyelenggara apabila hendak mengadakan siklus berikutnya. Disarankan agar : (1) Para kolaborator yang dianggap juga pelatih para konduktor dan pianis di gereja-gereja dapat melanjutkan hasil penelitian yang selama ini diterapkan. 58 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK (2) Para pelatih yang bersangkutan dapat menularkan pengalaman yang diperoleh di peroleh kepada rekan sejawat. (3) Para pelatih dapat mengembangkan kreativitasnya dalam mengajar sehingga lebih, pelaksanaan pembelajaran lebih bervariasi dan tidak monoton. (4) Para peserta agar tetap mengingat apa yang telah dilatih dipelatihan dan menerapkan di setiap kesempatan kebaktian. (5) Bagi pihak penyelenggara dapat menyediakan beberapa ruangan di tambah dua atau tiga piano serta tambahan dua atau tiga orang kolaborator yang mengajar piano. Karena di kelas piano, memerlukan lebih banyak ruang, piano dan pengajar karena penanganannya lebih individu, untuk pelatihan yang akan datang. (6) Penelitian ini baru mengungkapkan sebagian kecil permasalahan yang ada di dalam dunia pendidikan musik umumnya, dan dunia pendidikan musik rohani gereja khususnya. Masih banyak yang belum terungkap di dunia pendidikan musik rohani yang tentunya menjadi peluang untuk dilaksanakan penelitian berkelanjutan di masa yang akan datang. (7) Siklus penelitian masih dapat dilanjutkan lagi menjadi siklus empat. Diskusi Penerapan prosedur pembelajaran di siklus ketiga merupakan model pembelajaran yang memberikan pemahaman dan keterampilan secara berjenjang. Pemahaman secara berjenjang dimulai dengan pemahaman akan doktrin gereja yang melandasi prinsip musik, bagaimana bermusik dan sikap musisi. Dalam hal ini jelas bahwa sebelum memiliki pemahaman akan ilmu musiknya, musisi harus mengetahui prinsip doktrin agama. Baru setelah itu diberi kepahaman dan keterampilan berjenjang ilmu musiknya yang dimulai dengan pembelajaran yang bersifat individu yang dilanjutkan dengan kelompok. Namun di samping itu ada pembelajaran terpadu dari beberapa pelajaran. Untuk konduktor, pembelajaran yang bersifat individu dimulai dengan teknik vokal yang membelajarkan cara menyanyi dengan baik dan benar, baru kemudian dilanjutkan dengan keterampilan membaca notasi dan diakhiri dengan keterampilan melakukan aba-aba. Sedangkan untuk pianis, pembelajaran yang bersifat individu adalah pengetahuan dasar bagi pianis pengiring lagu jemaat yang membelajarkan bagaimana memainkan dan mengiringi lagu jemaat. Semua kegiatan praktek ini dipadukan dengan pemahaman lagu-lagu jemaat. Dengan pembinaan yang bersifat individu terlebih dahulu diharapkan mereka sudah memiliki persiapan yang baik saat di kelas ansambel yang melibatkan kerjasama yang kuat yang sangat memerlukan kemampuan individu. Penerapan peningkatan kemampuan Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 59 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK dengan menggunakan jenjang dapat dipandang sebagai suatu usaha dalam memberikan pemahaman dan keterampilan secara bertahap yang akan memperkokoh kemampuan itu sendiri. Kegiatan pembelajaran yang diadakan secara bersama-sama di hari Minggu memungkinkan pemerataan pendidikan, dan pembelajaran yang diadakan di gereja masing-masing memungkinkan peserta berpraktek secara langsung dalam kegiatan kebaktian dan mematangkan keterampilan secara individu melalui pembelajaran terpadu. Metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode ceramah, tanya jawab peragaan dan praktek merupakan metode yang ideal digunakan untuk pelatihan, karena menanamkan pemahaman dan keterampilan. Langkah-langkah pembelajaran menuruti urutan materi dalam silabus setiap pelajaran yang disusun sesuai standar yang baku, memberikan jaminan bahwa peserta mendapatkan materi pembelajaran beserta urutan yang tepat. Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam pemecahan masalah memantapkan apa yang dicapai dan merangsang motivasi belajar peserta merupakan hal-hal yang dapat dibuktikan memberikan solusi pada permasalahan yang ada. Dari hasil tes teori dan praktek terbukti bahwa dengan menggunakan prosedur pembelajaran tersebut peserta pelatihan siklus ketiga ini memiliki hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan peserta pelatihan siklus sebelumnya. Pemahaman berjenjang dan terpadu di dalam pendidikan musik bukan sesuatu hal yang baru. Urut-urutan materi silabus yang digunakan dalam pelatihan ini memiliki standar yang baku, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan metode serta media yang digunakan biasa dilakukan dalam kegiatan pembelajaran musik. Hanya saja prosedur serta strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Model pembelajaran yang dilakukan pada pelatihan di sini merupakan model yang digunakan dalam mengusahakan pemerataan pendidikan musik di lingkungan Gereja Masehi Advent yang terdiri dari lebih 90 gereja yang memiliki permasalahan yang sama. Tidak semua gereja memiliki konduktor dan pianis, dan yang mengikuti pelatihan ini baru 20 sampai 25 gereja di setiap siklus. Hal ini disebabkan berbagai alasan seperti jarak tempat pelatihan terlalu jauh, tidak ada biaya, dan ada kesibukan lain. Ciri khas model pembelajaran di sini adalah: 1. Peserta harus mengetahui prinsip musik GMAHK yang dilandasi oleh doktrin gereja terlebih dahulu. 2. Untuk pemerataan pengetahuan dan keterampilan serta memperkokoh pemahaman serta keterampilan diadakan pelatihan bersama dengan pembelajaran berjenjang untuk keterampilan individu dan pembelajaran terpadu untuk keterampilan bersama saat terlibat kerjasama. 60 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK 3. Untuk mematangkan keterampilan diadakan pelatihan di gereja masingmasing dengan pembelajaran terpadu sambil berpraktek memandu jemaat. 4. Diadakan tes di pertengahan serta akhir pelatihan. 5. Peserta diberi tugas yang harus dilatih di rumah. Permas al ahan bagi ko nduktor dan piani s jemaat s erta kekurangpengetahuan anggota jemaat dalam menyanyikan lagu-lagu jemaat tidak saja terjadi di lingkungan GMAHK saja tetapi juga di denominasi yang lain. Hal ini dapat diketahui oleh peneliti, karena secara kebetulan peneliti sempat berkunjung ke gereja-gereja tersebut dan melihat permasalahan yang sama apalagi dalam lingkungan gereja protestan hampir memiliki lagu-lagu yang sama dan kesalahan yang sama dengan GMAHK. Demikian juga kondisi musisinya dapat dikatakan memiliki kemampuan dan kondisi kurang lebih sama. Sejauh ini sepengetahuan peneliti gereja-gereja tersebut belum mengoptimalkan kegiatan pelatihan bagi musisinya. Sebuah institusi Kristen bergengsi pernah mengadakan pelatihan kilat selama 3 hari bagi konduktor dan pianis jemaat. Kegiatan pembelajaran tidak memberikan keterampilan secara individuil, namun dilakukan bersama-sama mempelajari lagu-lagu jemaat yang bermasalah dengan petunjuk, contoh kemudian diperagakan bersama dengan gerak aba-aba yang sederhana sambil diiringi piano oleh salah seorang kolaborator. Tidak ada pembelajaran teori seperti prinsip-prinsip bermusik, landasan lagu seperti pada pelatihan di GMAHK. Model pembelajaran yang baru berjalan dilingkungan GMAHK belum pernah dilaksanakan ditempat yang lain. Dengan pembahasan di atas peneliti berpendapat bahwa model pembelajaran yang sudah diberlakukan dilingkungan GMAHK dapat diberlakukan di gereja-gereja luar lingkungan GMAHK khususnya bila ingin mengadakan pemerataan pendidikan, kokohnya keterampilan dan benar-benar menghayati prinsip dasar yang melandasi musik gereja itu sendiri. Daftar Pustaka ______ (1985). Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia Anderson, Rin W & Krathwohl David R, .(2001). A Taxonomi for Learning, Teaching and Assessing. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Gardner, Howard. (1999). Intelligence reframed, New York: Basic Book Gardner, Howard. The seven types of intelligence. Http/www.awopnet.com/ ed/TAG/7 Inteligences, htm Greenwood, Davydd J. (1999). Introduction to action research, London: Sage Publication Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 61 Peningkatan Profesionalisme Melalui Pembelajaran Musik bagi Musisi GMAHK Hooper, Wayne and Edward E. White. (1988) Companion to the seventh day adventist hymnal, Washington: Review and Herald Publishing Association Mangkuprawiro, Syafri. (2002). Manajemen sumber daya manusia strategik. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Miarso, Yusufhadi. (1985). Suatu model teknologi pendidikan untuk pemerataan kesempatan pendidikan di Indonesia. Disertasi, IKIP Malang Mills, Geoffrey E. (2000). Action research a guide for the teacher research. New Jersey: Merriel, an Imprint of Prentice Hall Musik, Komite.(2000) Penuntun Musik GMAHK Konferens DKI dan Sekitarnya, Jakarta: Konferens DKI GMAHK Moleong, Lexy J. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Richey, Rita. (1986).The Theorical and conceptual bases of instructional design, New York: Nicholas Publishing Company 62 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Opini Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc.*) Abstrak ikotomi penelitian kuantitatif dan kualitatif yang selama ini digunakan kurang tepat karena dalam penelitian tertentu kedua pendekatan ini dipergunakan secara bersama-sama. Dilihat dari pendekatan, penggolongan yang lebih sesuai ialah pendekatan positivistik, postpositivistik atau fenomenologik dan hermeneuistik. Pendekatan pertama yang berakar pada ilmu-ilmu eksakta menemukan kebenaran untuk tujuan generalisasi. Pendekatan kedua dan ketiga yang berakar pada ilmu sosial dan antropologi menemukan kebenaran tidak untuk keperluan generalisasi. Untuk penelitian di bidang sosial, seharusnya pendekatan fenomenologik atau hermeneustik yang diterapkan. Pendekatan postpositivistik masih berkembang dengan perspektif ideologi baru seperti seperti pasca modernis, paradigma kritis, penedekatan feminis, dan pendekatan konstruktivis yang perlu dikaji lebih lanjut. D Kata kunci: Paradigma penelitian, kebenaran, kuantitatif, kualitatif, positivistik, pascapositivistk, hermeneustik Abstract As both quantitative and qualitative approaches can be employed in a research simultaneously , the dichotomy of these two approaches should be reconsidered. The research approaches can be classified as positivistic and post positivistic or phenomenological and hermeneuitic approaches. The first approach based on the pure science is mostly used for findings to be generalized. The second and the third based on the sociology and anthropology are not intended for a generalization. The researchers in social studies should employ more phenomenological or hermeneuitic approaches. The post positivistic is still developing such as postmodernism, critical paradigm, feminist approaches, and constructivism which need more studies. *) Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 63 Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif Pendahuluan Sebenarnya penulis kurang sependapat dengan dikotomi penelitian kuantitatif dengan kualitatif, sebab ke duanya saling mengisi. Hampir semua penelitian sosial merupakan kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif, oleh karena itu, sesuai dengan pendapat Newman dan Benz (1998:9-10) ke dua metodologi tersebut merupakan continuum interaktif. Ke dua pendekatan tersebut memang dapat dibedakan karena latar belakang filsafatnya dapat dibedakan; pendekatan kuantitatif digunakan bila seseorang memulainya dengan teori atau hipotesis dan berusaha membuktikan kebenarannya, sedangkan pendekatan kualitatif bila seseorang berusaha menafsirkan realitas dan berusaha membangun teori berdasarkan apa yang dialami. Dikotomi yang lebih tepat adalah antara postivistik dan pascapostivistik atau fenomenologik. Pendekatan postivistik berakar pada ilmu-ilmu eksakta dan karena itu dapat juga disebut pula dengan studi statistik. Dalam penelitian ini dipersyaratkan adanya variabel yang dikontrol, pengacakan sampel, pengujian validitas dan realibilitas instrumen, dan ditujukan untuk menggeneralisasi sampel ke dalam populasi. Termasuk dalam kategori penelitian ini adalah eksperimen, kuasi-eksperimen, survai, desain pretestpostest, korelasi dan lain-lain (Campbell dan Stanley, 1963). Pendekatan pascapostivistik/fenomenologik berakar pada tradisi dalam sosiologi dan antropologi yang bertujuan untuk memahami suatu gejala seperti apa adanya tanpa harus mengontrol variabel dan tidak berusaha menggeneralisasi gejala tersebut dalam gejala-gejala yang lain. Termasuk dalam penelitian ini adalah etnografi, studi kasus, studi naturalistic, sejarah, biografi, teori membumi (grounded theory), dan studi deskriptif (Creswell, 1998; Denzin dan Lincoln, 2003; Merriam, 1998). Landasan Berpikir Semua penelitian pada hakekatnya merupakan usaha mengungkap kebenaran. Kebenaran ini dapat dibedakan dalam empat lapis. Lapis paling dasar adalah kebenaran inderawi yang diperoleh melalui pancaindera kita dan dapat dilakukan oleh siapa saja; lapis di atasnya adalah kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui kegiatan sistematik, logis, dan etis oleh mereka yang terpelajar. Pada lapis di atasnya lagi adalah kebenaran falsafati yang diperoleh melalui kontemplasi mendalam oleh orang yang sangat terpelajar dan hasilnya diterima serta dipakai sebagai rujukan oleh masyarakat luas. Sedangkan pada lapis kebenaran tertinggi adalah kebenaran religi yang diperoleh dari Yang Maha Pencipta melalui wahyu kepada para nabi serta diikuti oleh mereka yang meyakininya. 64 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif Kebenaran falsafati dan religi dianggap sebagi kebenaran mutlak. Kepada kita hanya ada dua pilihan: ambil atau tinggalkan (take it or leave it); kalau kita mengambilnya atau menganutnya maka kita harus mengerjakan semua perintah atau ajarannya. Namun justru karena perkembangan dalam falsafah dan agama itu sendiri, serta perkembangan budaya dan akal manusia, maka kita mulai mempertanyakan apakah memang kebenaran mutlak itu mengharuskan adanya kesatuan pengertian dalam segala hal mengenai hidup, kehidupan, dan bahkan alam semesta ini seragam? Mulailah berkembang berbagai mazhab atau aliran dalam bidang falsafah dan agama dengan memberikan penafsiran terhadap apa yang telah diperintahkan secara tertulis. Kalau kebenaran falsafati dan religi saja memungkinkan adanya tafsir yang menimbulkan mazhab atau aliran tersendiri, apalagi dalam memperoleh kebenaran ilmiah. Kita semua dilahirkan aebagai mahluk yang unik, masingmasing di antara kita berbeda. Kalau penampakan kita saja dapat dibedabedakan, seperti misalnya sidik jari dan DNA, apalagi yang kasatmata yang ada dalam otak dan hati kita masing-masing. Suatu gejala atau peristiwa yang sama, dapat diberi arti yang lain oleh orang yang berlainan. Timbul pula pertanyaan apakah gejala yang kita amati di sekitar kita yang didasarkan pada akal sehat (common sense) dapat pula dipertimbangkan sebagai kebenaran yang dapat diterima secara ilmiah. Seringkali kita ragu-ragu untuk menentukan apakah pikiran sehat (common sence) dapat dikategorikan sebagai salah satu inkuiri ilmiah (scientific atau disciplined inquiry), yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Meskipun semua penelitian ilmiah, apakah itu eksperimen, korelasional, studi kasus, evaluasi, histori, biografi, riset tindakan, riset kebijakan dan lainlain, merupakan usaha investigatif untuk menemukan kebenaran tentang dunia, namun ada perbedaan yang mendasar tentang dunia tersebut. Ada dua ujung kubu yang berbeda penafsirannya tentang dunia. Pada satu kubu yang sumbernya dapat ditelusuri pada sekitar 400 tahun SM dengan dipelopori oleh Plato (paham idealis), berpendapat bahwa penginderean manusia merupakan sesuatu yang tidak dapat dipercaya (reliable) untuk dijadikan sumber pengetahuan. Dunia dianggap mengandung gagasan dan nilai-nilai abadi dan obyektif, yang dapat dipahami melalui pikiran. Penganut paham ini juga berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan ciri-ciri yang sudah ditentukan (predetermined). Aristoteles, seorang murid Plato, mempunyai pendapat yang berbeda mengenai cara memperoleh pengetahuan dan kebenaran. Aristoteles (paham realis) berpendapat bahwa dunia berjalan atas dasar hukum alam yang tetap, yang dapat ditemukan dengan melalui observasi dan pemikiran. Kebenaran diperoleh melalui penggunaan logika formal dan operasi matematikal atau statistik. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 65 Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif Pada kubu yang berseberangan terdapat paham empiris, yang antara lain dipelopori oleh Francis Bacon dan John Locke. Penganut paham ini berpendapat bahwa pertimbangan manusia (human judgment) merupakan kunci untuk mentransformasikan data mentah menjadi penegetahuan. Data empirik yang diperoleh melalui penginderaan mengenai dunia, adalah cara yang terpenting untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan. Kedua kubu pendapat tersebut ditengahi oleh Emanuel Kant dalam buku The Critique of Pure Reason dengan paham rasionalisnya, yang berpendapat bahwa pengetahuan dapat dibangun baik melalui proses induktif dari pengalaman, maupun dengan proses deduktif menggunakan penalaran. Semua pengetahuan yang dibangun melalui pendekatan deduktif didasarkan pada logika formal dan matematik, harus dapat diuji dan dibuktikan secara empirik. (Eichelberger, 1989:2-3). Eichelberger selanjutnya membedakan tiga paradigma filsafat yang melandasi metodologi pengetahuan, yaitu: positivistik, fenomenologik, dan hermeneutik (1989:4-8). Penganut filsafat positivistik berpendapat bahwa keberadaan sesuatu merupakan besaran yang dapat diukur. Peneliti adalah pengamat yang objectif atas peristiwa yang terjadi di dunia. Mereka percaya bahwa variabel yang mereka teliti, merupakan suatu yang telah ada di dunia. Hubungan antara variabel yang mereka temukan, telah ada sebelumnya untuk dapat diungkap. Pengetahuan merupakan pernyataan atas fakta atau keyakinan yang dapat diuji secara empirik. Variabel dan pengetahuan tentang manusia, dapat dinyatakan dalam istilah fisika seperti halnya dalam pengetahuan eksakta. Misalnya peran Kepala Sekolah dapat dijabarkan meliputi variabel kemampuan komunikasi, kepemimpinan, dan hubungan antar personal. Tradisi positivistik ini menggunakan landasan berpikir:”kalau sesuatu itu ada, maka sesuatu itu mengandung besaran yang dapat diukur.” (Eichelberger, h.4). Banyak di antara kita menganggap bahwa pernyataan itu masuk akal, sebab kalau kita tidak dapat mengukur dengan tepat, bagaimana kita dapat mengetahui hubungan dengan variabel lain. Para positivis berpendapat bahwa penelitian adalah pengamat obyektif atas peristiwa yang ada di alam semesta, di mana peneliti tersebut tidak mempunyai pengaruh atau dampak terhadap peristiwa tersebut. Teori penguatan (reinforcement theory) oleh Skinner misalnya, merupakan rampatan dari percobaan laboratorik dengan merpati. Peneliti memberikan berbagai macam rangsangan kepada burung merpati yang dikurung, dan reaksi burung itu dicatat dan diulang hingga diperoleh atau terjadi peristiwa yang berlaku secara tetap. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, lahirlah kemudian teori yang mendasari dikembangkannya pengajaran terprogram, antar lain dalam bentuk “mesin pengajaran” (teaching machine), 66 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif Para penganut positivistik yang setia memandang pengetahuan sebagai pernyataan mengenai keyakinan atau fakta yang dapat diuji secara empirik, dapat dikonfirmasi atau dapat ditolak. Variabel mengenai ciri manusia, seperti misalnya kemampuan berbahasa, dapat dinyatakan dalam bentuk istilah fisik yang dapat dihitung sebagaimana halnya dalam ilmu alam. Kemampuan membaca misalnya ditunjukkan dengan indikator perbendaharaan kata, gramatika, ejaan, dan pemahaman. Indikator ini kemudian dijabarkan secara kuantitatif dalam serangkaian instrumen yang hasilnya dapat dinyatakan dengan angka. Demikian pula motivasi belajar misalnya dijabarkan dalam indikator operasional keinginan, ketekunan, usaha, persaingan dan sebagainya. Indikator operasional ini dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian instrumen yang dapat dikuantifikasikan. Oleh karena itu pendekatan positivistik ini seringkali juga dikenal sebagai paradigma kuantitatif kerena semua datanya perlu ditransfer dalam bentuk angka yang dapat dihitung. Pendekatan positivistik ini telah begitu dominan ibarat tabir yang menutupi berbagai upaya yang memperoleh kebenaran dengan melalui cara lain. Yang lebih parah bahkan dibuat pedoman untuk melakukan penelitian dengan format yang standar termasuk harus adanya hipotesis dan pengujian atasnya. Pembakuan seperti ini mungkin dilakukan untuk mempermudah pengelolaan, tetapi juga dicurigai bahwa para pengambil keputusan yang menetapkan pedoman tersebut tidak peduli (ignorance) dengan berbagai pendekatan atau paradigma baru dalam memperoleh kebenaran ilmiah. Filsafat fenomenologik pertama kali dikembangkan oleh seorang matematikawan Jerman Edmund Husserl (1850-1938). Menurut Husserl seperti dikutip Creswell (1998:52) filsafat fenomenologik berupaya untuk memahami makna yang sesungguhnya atas suatu pengalaman dan menekankan pada kesadaran yang disengaja (intentionallity of consciousness) atas pengalaman, karena pengalaman mengandung penampilan ke luar dan kesadaran di dalam, yang berbasis pada ingatan, gambaran dan makna. Filsafat fenomenologik menganggap bahwa pengalaman bukanlah merupakan suatu dunia eksternal yang bersifat objektif. Pengalaman bukan sekedar lama waktu seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, melainkan pelajaran yang diperoleh dalam rentangan waktu tertentu. Seorang dosen yang telah memberi kuliah selama 15 tahun dapat berarti mempunyai pengalaman setahun diulang 14 kali, jadi bukan berpengalaman 15 tahun. Untuk memahami pengalaman itu digunakan pemikiran, perasaan, tanggapan, dan berbagai ungkapan psikologis atau mental lain. Gejala yang diamati dari suatu pengalaman perlu dibandingkan dengan pengalaman lain agar hal-hal yang esensial dari berbagai pengalaman itu dapat dipahami. Hal-hal yang esensial tersebut selanjutnya perlu digabungkan dengan hasil pengalaman lain, sehingga dapat diidentifikasi kesamaan yang bersifat hakiki. Keberadaan manusia memang bersifat unik, Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 67 Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif karena adanya ciri-ciri khas yang melekat pada diri manusia itu sendiri-sendiri. Namun dari berbagai keunikan tersebut dapat disimpulkan adanya kebenaran yang berlaku umum. Paradigma fenomenologik ini justru menggunakan akal sehat (common sense) yang oleh penganut positivistik dianggap tidak/kurang ilmiah. Akal sehat ini mengandung makna yang diberikan seseorang dalam menghadapi pengalaman dan kehidupannnya sehari-hari. Jadi tidak semata-mata didasarkan pada data atau informasi yang diperoleh melalui penginderaan. Dalam paradigma ini suatu kebenaran ilmiah tidak dimulai dengan adanya sejumlah teori yang mendasari, namun secara induktif mengakumulasikan pengalaman khusus menjadi umum, atau yang konkrit menjadi abstrak, dan bahkan kemudian bahkan mengukuhkan pengalaman itu menjadi teori (teori membumi = grounded theory) yang bersifat holistik (meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan pengalaman yang bersangkutan). Kebenaran ilmiah menurut paradigma ini tidak bersifat nomotetik melainkan bersifat ideografik, yaitu mengungkap secara naratif dengan memberikan uraian rinci mengenai hakekat suatu objek atau konsep. Kebenaran itu juga bersifat unik dan hanya dapat ditransfer bila kondisi dan situasinya sama atau tidak berbeda. Kebenaran ini sarat dengan nilai (value loaded). Filsafat hermeneutik dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dilthey (Bleicher, 2003: 17; Eichelberger, 1998: 7), dalam usaha mencari kebenaran dengan menafsirkan makna atas gejala yang ada. Sejarawan akan menafsirkan legenda, artefak atau berbagai naskah kuno berdasarkan perspektif terkini. Seorang ahli tafsir agama akan berusaha menelaah ayat-ayat dari kitab suci dan memberikan makna berdasarkan kondisi yang berkembang sekarang. Sedangkan seorang ahli hukum akan menafsirkan pasal dan ayat dalam kitab hukum dan jurisprudensi dengan mempertimbangkan azas keadilan dan/atau manfaat. Interprestasi atau penafsiran tersebut berlangsung dalam suatu konteks tradisi. Implikasinya adalah bahwa ilmuwan sosial atau interpretator harus telah memiliki pra-pemahaman atas objek ketika ia mengkaji objek tersebut, sehingga tidak mungkin untuk memulai dengan sebuah pemikiran netral (Bleicher, 2003: ix). Pengkajian atas objek itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, mendalam, teliti dan tepat agar dapat diterima oleh orang lain yang melakukan pengkajian yang sama, dan kemudian dapat digabungkan menjadi bangunan pengetahuan. Pendekatan hermeneutik ini pada awalnya banyak digunakan oleh para agamawan, sejarawan dan ahli hukum. Mereka ini menafsikan apa yang ada dalam naskah (kitab suci, artefak atau kitab undang-undang) sesuai masalah yang dihadapinya dengan membangun argumentasi sendiri. Paradigma hermeneutik, meskipun dapat dikatakan satu kategori dengan paradigma 68 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif fenomenologik, mempunyai sejumlah ketentuan yang berbeda. Kebenaran ilmiah dalam paradigma ini tidak analitik maupun holistik, melainkan sintetik yaitu memadukan pendapat yang berlawanan (tesis dan antitesis). Kebenaran dinyatakan dalam bentuk interpretatik, yaitu penafsiran yang didasarkan pada keyakinan tertentu. Pendekatan yang dilakukan tidak berupa deduktif atau induktif, melainkan sinkretik, yaitu menggunakan berbagai pandangan dan praktek. Seorang pengacara dalam membela kliennya, tidak hanya menafsirkan hukum dari aspek legal saja (secara deduktif membangun kesimpulan dari kasus), melainkan berusaha memasukkan aspek moral, sosial dan politik, sehingga diharapkan dapat menjadi suatu keputusan jurisprudensi tersendiri. Data dan informasi yang dikumpulkan tidak dari latar laboratorik maupun empirik, melainkan dengan cara empatik yaitu data yang diperoleh dengan membangun kepedulian dengan adanya getaran yang bermakna. Kebenaran diperoleh melalui penafsiran yang tidak memihak, meskipun dilandasi oleh prasangka dan adanya pengetahuan awal. Setiap pengacara akan bertolak dari azas praduga tidak bersalah sebagai suatu kebenaran. Dia berlindung dibalik azas ini tanpa “kelihatan” memihak kepada klien yang dibelanya. Kebenaran yang diusahakan adalah kebenaran yang dapat diterima oleh mereka yang berkepentingan. Kebenaran ini tidak bersifat bebas nilai. Sintesis atas berbagai landasan epistemologik guna memperoleh pengetahuan atau kebenaran ilmiah dapat digambarkan sebagai berikut: Positivistik Analitik Nomotetik Dedukatif Laboratorik Pembuktian dengan logika Kebenaran universal Bebas nilai Fenomenologik Holistik Ideografik Induktif Empirik Pengukuhan pengalaman Kebenaran bersifat unik Tidak bebas nilai Hermeneutik Sintetik Interpretatik Sinkretik Empatik Penafsiran tak memihak Kebenaran yang diterima Tidak bebas nilai Para ilmuwan dalam bidang eksakta (kimia, fisika, biologi dsb.) cenderung menggunakan posisi ontologik logical positivism, yang memandang dunia sebagai telah tertata secara objektif, dan karena itu usaha espistemologik untuk memperoleh kebenaran adalah dengan metode objektif dengan hasil yang dapat digeneralisasikan. Pendapat para ilmuwan eksakta ini memang telah mengakar dan sangat populer, sehingga banyak ilmuwan sosial yang mengikutinya dengan membuta. Para ilmuwan sosial yang peduli, seyogyanya berbeda dengan mereka yang ada dalam posisi logical positivism, yaitu dengan mengambil posisi ontologik hermeneutik (hermeneutics) atau fenomenologik (phenomenologycs) dengan titik tolak bahwa dunia itu bersifat subjektif, dan karena itu diperlukan usaha epistemologik dengan menafsirkan dunia yang Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 69 Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif subjektif tersebut. Dunia, menurut penganut aliran ini, tidak terorganisasikan secara objektif sesuai dengan prakonsepsi sebagian orang, dan karena itu diperlukan berbagai cara alternatif untuk memahaminya. (Greenwwod & Levin, 1998: 68). Kebenaran pascapositivistik ini masih belum lengkap, karena akhir-akhir ini telah berkembang perspektif ideologis baru, atau masih adanya tabir yang perlu diungkapkan lagi. Perspektif ideologis baru itu meliputi paradigma pasca modernis (postmodernism), paradigma kritis (critical paradigm), pendekatan feminis (feminist approaches), dan pendekatan konstruktivis. Paradigma baru ini pada dasarnya menganggap bahwa perkembangan ilmu tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Seperti halnya pada paradigma pasca positivistik, kebenaran dalam paradigma baru ini bersifat unik dan menekankan pada manusia sebagai mahluk yang mampu membangun pengetahuan sendiri yang tidak terlepas dari lingkungannya. Paradigma baru ini masih perlu dikaji dan dipelajari lebih dalam lagi untuk dapat disajikan. Posisi Teori Pendekatan pascapositivistik cenderung menggunakan teori secara bervariasi. Kebanyakan menggunakan teori sebagai “jendela” untuk mengamati gejala yang ada, dan berdasarkan data empirik dari lapangan yang berhasil dikumpulkan, dianalisis dan disintesiskan dalam bentuk teori sebagai teori yang membumi. Dengan kata lain, tidak berusaha untuk membuktikan teori. Pendekatan ini senantiasa memandang manusia sebagai mahkluk yang unik, oleh karena itu dalam penelitian untuk memecahkan masalah belajar misalnya, penelitian ini cenderung menggunakan landasan teori belajar konstruktivis. Teori ini secara ringkas menyatakan bahwa setiap orang membangun pengetahuan, sikap atau keterampilan berdasarkan pengalaman, pengetahuan yang telah ada sebelumnya, serta keserasian dalam lingkungannya. Jadi bersifat subjektif. Namun kalau apa yang dibangunnya itu dapat diterima oleh lingkungannya, maka terjadilah gejala yang dikenal dengan intersubjektivitas. Pendekatan positivistik pada dasarnya menggunakan teori dalam merumuskan hipotesis dan pertanyaan penelitian, dan kemudian berusaha membuktikannya. Teori dianggap sebagai penjelasan dan peramalan ilmiah (scientific explanation and prediction). Teori didefinisikan sebagai “a set of interrelated constructs (variables), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining natural phenomena” (Creswell, 2003:120). 70 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Landasan Berpikir dan Pengembangan Teori dalam Penelitian Kualitatif Kesimpulan Penelitian kualitatif atau pascapostivistik perlu mendapat perhatian lebih besar dari para ilmuwan sosial, atau mereka yang bermaksud untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan keberadaan manusia sebagai mahluk yang unik. Kebenaran mengenai mahluk ini dapat diungkapkan dengan berbagai pendekatan baik kuantitatif maupun kualitatif, namun disarankan agar azas aksiologis dalam memperoleh kebenaran itu lebih diutamakan daripada kecanggihan kebenaran matematis. Masih banyak yang harus kita pelajari dan laksanakan dalam penelitian pascapositivistik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah adanya iklim keterbukaan, dukungan moral dan kebijakan, dan keinginan untuk mencari kebenaran dengan cara yang lebih manusiawi, agar pendekatan penelitian ini dapat dikembangkan sebagai perkembangan paradigma penelitian. Daftar Pustaka Creswell, John W. (1998). Qualitative inquiry and research design: Choosing among the five traditions. London: Sage Publications ——-- Research Design. (2003). Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. Second edition. London: Sage Publications Denzin, Norman K. & Yvonna S. Lincoln. (eds.) (1994). Handbook of qualitative research, London: Sage Publications Eichelberger, Tony R. (1989). Disciplined inquiry: Understanding and doing educational research. New York: Longman Inc. Merriem, Sharan B. (1998). Qualitative research and case study applications in education. San Franscisco: Jossey-Bass Publishers Newman, Isadore and Benz, Carolyn R. (1998). Qualitative-quantitative research methodology. Exploring the interactive continuum. Souther Illinois University Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 71 OpiniCare and Share Love, Love, Care and Share* Sebuah Tinjauan Praktis dari Perspektif Iman Kristen Djudjun Djaenudin Supriadi, S.Th*) Abstrak emiskinan yang dialami oleh rakyat Indonesia baik karena kenaikan BBM ataupun sebab-sebab lainnya mengakibatkan meningkatnya tindak kekerasan dalam masyarakat. Kekerasan yang dilakukan seolah-olah membenarkan anggapan bahwa perasaan orang seakan-akan menumpul, kurang ada rasa peka, rasa kasih, peduli satu pada yang lain. Untuk mengatasi kekerasan bahkan perasaan tertekan dari sebagian rakyat, maka menurut penulis perlu ditanamkan kepada seluruh bangsa Indonesia, teristimewa seluruh keluarga BPK PENABUR sebuah pendidikan dan sikap peduli: Love, Care and Share. Penulis mencoba menawarkan bagaimana Love, Care and Share diimpelmentasikan dilihat dari perspektif iman Kristen. K Kata kunci : Love, care dan share Abstract The poverty in Indonesia is caused by an amount of reasons including the increasing price of oil that creates various violence in the community. A lot of people believe the violence as an evidence of blunted emphathy, love, and care. To solve the problem the writer thinks it is necessary to conduct the education with the spirit and practise of love, care and share in the nation wide, particularly within BPK PENABUR it self. Love, care, and share are develoved Christian value. Pendahuluan Pada bulan April 2005 pemerintah Indonesia menaikan harga BBM. Walaupun beberapa ahli mengatakan tidak ada korelasi langsung antara kenaikan BBM itu dengan pertambahan jumlah rakyat miskin, Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan data cukup mengejutkan bahwa semula badan ini menunjukan jumlah rakyat miskin adalah 36 juta. Setelah dilakukan cek lapangan dan *) Kepala Bidang Kerohanian BPK PENABUR Jakarta 72 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Love, Care and Share klarifikasi, ternyata jumlahnya lebih dari 50 juta1, bahkan dengan jumlah yang tidak mempunyai KTP2 maka rakyat miskin ini berjumlah 60 juta. Jumlah ini menurut penulis makin bertambah ketika pemerintah menaikkan kembali BBM pertanggal 1 Oktober 2005 karena kenaikan yang dialami berakibat secara langsung atau tidak langsung kepada kenaikan barang, inflasi3 sehingga makin menyulitkan dan mengecilkan daya beli rakyat yang pada akhirnya jumlah rakyat miskin bertambah banyak. Kemiskinan yang menyebabkan kesulitan yang dialami oleh rakyat akan mengakibatkan masyarakat cenderung untuk makin menjadi individualis dan egois. Orang mengejar kepentingannya sendiri, dengan cara halal maupun tidak halal, tanpa peduli bahwa akan ada orang/kelompok agama/kelompok suku/masyarakat/negara yang menderita atau dirugikan karena perbuatannya. Kemiskinan dan akibat-akibat ditimbulkannya juga dapat meningkatkan tindak kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tampak tidak hanya di layar TV, tetapi telah merasuk dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya perampokan nasabah bank atau perkelahian pelajar dengan menggunakan berbagai alat terjadi bukan hanya antar orang dengan siapa mereka ada perkara, melainkan juga dengan orang yang sama sekali mereka tidak kenal. Perasaan orang seakan-akan telah menumpul; kurang ada rasa peka, rasa kasihan dan rasa kasih satu pada yang lain. Perlunya Penekanan Love, Care and Share Untuk mengatasi kekerasan bahkan perasaan tertekan dari sebahagian rakyat kita maka menurut penulis perlu ditanamkan kepada seluruh keluarga BPK PENABUR sebuah program pendidikan Love, care and share. Progam ini bukan hanya meningkatkan kognisi dan psikomotor, tetapi terutama yang mengembangkan afeksi seluruh keluarga BPK PENABUR. Program tersebut dapat menumbuhkan perhatian, motivasi dan sikap yang memperbaiki hubungan antar manusia dan menajamkan kembali perasaan untuk saling mengasihi dan saling mempedulikan. Love, Care and Share adalah kebutuhan emosional dan psikologis yang essensial. Kalau kebutuhan ini tidak dipenuhi, manusia tidak dapat hidup berarti, sejahtera dan bahagia. Bahkan seorang bayi akan mati merana jika tidak menerima kasih sayang dan kehangatan dari sesama manusia, meskipun kebutuhan fisiknya dipenuhi. Kekurangan Love, Care and Share waktu anak masih kecil, akan membawa akibat yang menetap. Seorang anak yang pada masa kecilnya dididik dengan keras dan kejam serta menerima sedikit kasih dan kehangatan, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang beringas, yang tidak mengenal rasa peduli dan kasihan kepada orang lain, seperti tampak pada sejarah Hitler4 . Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 73 Love, Care and Share Love, Care and Share adalah hukum yang terutama dari semua hukum, seperti dinyatakan oleh Tuhan Yesus dalam Injil Matius yang berbunyi: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22 : 37-39 dan Markus 12: 30-31) Maksud disebutkannya segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan ialah agar kita mengasihi Allah dengan segenap diri kita sebagai kesatuan dari tubuh, jiwa roh, akal budi, perasaan dan kemauan kita. Hidup kita sepenuhnya harus diarahkan dan patuh kepada perintah Allah; sehingga Allah yang menjadi Raja dalam hidup kita dan kehendakNya yang berlaku di dalam hidup kita. Melaksanakan hukum ini membawa konsekuensi bahwa kita harus mengasihi sesama dan disinilah Love, Share and Care terjadi. Kita mengasihi karena Tuhan Yesus telah mengasihi kita terlebih dahulu. Karena kasihNya Ia telah memberikan seluruh diriNya untuk menebus kita. Sebab itu, kita diminta untuk mengasihi sesama manusia (bdk Yoh 13:39). Sesama manusia tidak terbatas pada keluarga, teman, tetangga, orang sesuku, seagama, sebangsa, tetapi juga musuh kita dan orang-orang yang tidak kita kenal, yang ditempatkan Tuhan dalam jalan hidup kita, bahkan termasuk orang-orang lain pun di seluruh dunia. Semua manusia adalah bersaudara karena semua orang adalah anak-anak Allah.5 Bisa saja kita kurang menyukai tetangga kita, namun jika kita percaya bahwa Allah memelihara kita dan juga tetangga kita, dan bahwa Tuhan datang untuk tetangga maupun untuk kita, maka kita harus mengasihi dia; kalau tidak, kita akan menghina Tuhan yang mengasihi dia. Maka satu-satunya cara seorang membuktikan bahwa ia mengasihi Allah ialah dengan menunjukkan kasihnya kepada sesamanya,sama seperti ia mengasihi dirinya sendiri.6 Bagaimana Kita mengajarkan Love, Care and Share Sebelum kita mengajarkan Love, Care and Share menurut penulis kita harus terlebih dahulu mengerti apa yang dimaksudkan dengan Love (Cinta, Kasih), Care (Kepedulian), and Share (membagi, memperhatikan). Oleh karena itu dalam bagian ini penulis berturut-turut menerangkan apa yang dimaksud dengan Love, Care and Share. Arti Sayang/ Cinta/ Mengasihi Kalau kita mengatakan : “saya sayang/saya cinta/saya mengasihi”, pada umumnya yang dimaksud adalah dua hal : 1. Kita menghargai orang yang kita cintai, dalam arti kita merasa senang bila berada dekat orang tersebut, dan kita membayangkan dan berpikir 74 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Love, Care and Share tentang dia, bilamana ia jauh. Kita senang pada penampilannya, perkataannya dan perbuatannya. 2. Kita menempatkan diri dalam perasaan orang tersebut (empati). Kita merasa gembira dengan kegembiraannya dan merasa susah dengan kesusahannya. Kita bersikap ramah dan mau menolong dia mencapai tujuannya serta berusaha melindunginya dari bahaya7. Kita peka dan peduli akan apa yang dialami orang yang kita sayangi. Sayang/ cinta/ kasih pada dasarnya terbentuk dari rasa peduli akan orang tersebut. Kalau tidak ada rasa peduli, mustahil ada rasa sayang. Tetapi cinta kasih lebih dalam dan lebih lebar dari pada rasa peduli/empati. Dalam cinta/kasih ada perasaan senang yang mendalam pada orang tersebut dan orang yang mencintai akan melakukan sesuatu untuk yang dicintainya bukan sebagai beban, tetapi dengan perasaan gembira. Sikap sayang dapat dilatih dan ditumbuhkan pada diri kita dengan cara antara lain sebagai berikut : 2.1. Mengajarkan perilaku sayang. Banyak orang perlu secara terstruktur belajar bagaimana bersikap sayang. Seringkali mereka tidak menyadari betapa mudah orang terluka, baik secara fisik maupun secara emosional. Orang juga perlu diajari bagaimana mengutarakan perasaan sayang baik secara fisik, maupun dengan kata-kata. 2.2. Memberi penguatan positif (reinforce) pada perbuatan sayang. Banyak kasus dimana ada orang yang perlu diingatkan untuk memberi pujian, untuk memeluk dan menciumnya, saat ia menunjukkan sikap sayang. Amat sering kita hanya memperhatikan ketika seseorang melakukan hal yang tidak baik dan tidak memperhatikan saat mereka melakukan hal yang baik. Karena setiap orang merindukan perhatian, maka sikap ini justru akan mendorong seseorang untuk lebih sering berbuat yang tidak baik, demi mendapat perhatian itu. Karena itu, nyatakan penghargaan dan sayang. Jika kita melakukan hal ini maka orang akan mulai peduli kepada orang lain walaupun masih dalam tarap yang sangat sederhana yaitu mulai dari perasaan. Untuk membantu seseorang peduli pada orang lain, yang pertama dibutuhkan adalah keterangan/informasi tentang apa yang telah dialami orang yang akan dibantu itu, karena kepedulian timbul kalau orang mengetahui apa yang dialami seseorang. Orang tidak dapat menempatkan diri dalam perasaan orang lain (empati dengan orang lain), kalau ia tidak mempunyai informasi tentang keadaan orang tersebut. Selanjutnya, ia akan lebih mudah menempatkan diri dalam keadaan orang tersebut, kalau ia juga mengerti mengapa orang tersebut mengalami hal itu. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 75 Love, Care and Share Sebelum kita lebih jauh membicarakan tentang care (kepedulian), kita harus telah mengerti tentang arti sayang. Yang sangat penting juga menurut penulis adalah bagaimana membangun rasa sayang. Oleh karena itu penulis menguraikan tentang bagaimana membangun rasa sayang Membangun Rasa Sayang Apa yang menyebabkan kita sayang? Kita sayang pada orang/ binatang/ benda, karena orang/ binatang/ benda tersebut memberi rasa senang kepada kita. Rasa senang itu dapat dibangun melalui: 1. Dengan membantu/ melayani/ melakukan hal-hal untuk orang lain akan tumbuh rasa sayang dalam hati orang yang membantu. We love those whom we serve. 2. Karena merasa disayang, seorang dapat menyayangi orang lain. We learn to love by being loved.8 Salah satu cara terbaik bagi kita untuk memperkuat kesediaan seseorang untuk menyayangi orang lain, adalah untuk membuat ia merasa disayang. Seseorang yang merasa disayang oleh orang lain cenderung akan menyayangi orang lain pula. Menumbuhkan Kepedulian Kepada Orang Lain Kepedulian adalah kesanggupan untuk peka terhadap kebutuhan orang lain dan kesanggupan untuk turut merasakan perasaan orang lain serta menempatkan diri dalam keadaan orang lain (empati). Rasa peduli adalah ibarat batu bata untuk bangunan yang bernama kasih. Tanpa adanya kepedulian tidak mungkin terdapat rasa kasih pada seseorang Peka yang dibicarakan di sini bukan dalam arti sifat orang yang perhatiannya tertuju ke dalam kepada dirinya (self-centered) sehingga mudah tersinggung perasaannya, melainkan sifat orang yang perhatiannya tertuju ke luar kepada orang lain, yang mudah merasa iba kepada orang lain (extracentered sensitivity).9 Kepekaan dan kepedulian membuat orang melihat ke luar dari dirinya, dan menyelami perasaan dan kebutuhan orang lain, lalu menanggapi dan melakukan perbuatan yang diperlukan untuk orang lain dan dunia di sekelilingnya. Sebaliknya kesombongan, keserakahan dan iri hati membuat orang hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri dan tidak peduli apakah orang lain dirugikan atau dilukai, baik secara fisik maupun emosional. Kepekaan dan kepedulian adalah nilai yang sangat penting dipunyai seseorang. Pada nilai ini terkait banyak nilai-nilai lainnya antara lain : kedisiplinan, kejujuran, kerendahan hati, cinta kasih, keramahan, kebaikan 76 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Love, Care and Share hati, kebijaksanaan dan sebagainya. Kebahagiaan yang dialami seseorang sebagian besar adalah hasil dari kepekaan dan kepedulian orang tersebut terhadap perasaan, kesempatan dan kebutuhan orang lain dan dunia di sekitarnya Kunci yang paling penting dalam mengajar seseorang agar mempunyai kepekaan dan kepedulian ialah: sikap orang yang tidak cepat menyerah, tekun dan berusaha terus, serta tidak mengharapkan hasil dalam waktu singkat. Di samping itu, hal lain yang perlu disadari adalah, ini yang paling sukar, kepekaan dan kepedulian harus dimulai dari diri kita sendiri. Kalau kita mau orang lain bersikap peka dan peduli, kita pun harus bersikap demikian, jangan hanya kita menuntutnya dari orang lain. Seringkali sebagai pribadi kita tidak bisa/ mau menempatkan diri di tempat orang lain berada. Di mata mereka, kita barangkali orang yang kadang-kadang tidak peduli, tidak toleran, kuatir, marah, cerewet dan menjengkelkan. Agar kita tidak bersikap demikian maka kita perlu mempunyai kesanggupan untuk merasakan perasaan orang lain lewat simpati dan empati yang kita tampakkan. Secara umum orang mengatakan empati adalah kesanggupan untuk turut merasakan apa yang dirasakan orang lain dan kesanggupan untuk menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Empati membuat kita dapat turut merasa senang dengan kesenangan orang lain, turut merasa sakit dengan penderitaan orang lain dan turut berduka dengan kedukaan orang lain. Rasa empati dekat sekali hubungannya dengan rasa belas kasihan. Karena orang empati dengan orang lain, maka ia dapat merasa belas kasihan pada orang lain. Dari rasa belas kasihan dapat tumbuh rasa peduli yang dalam. Rasa peduli yang dalam hal ini kemudian tampak ketika kita merasakan apa yang dirasakan orang lain, kita ingin melakukan sesuatu untuk orang tersebut. Hubungan antara empati dan kesediaan berbuat baik (altruisme), telah dicatat oleh banyak hasil penyelidikan psikolog : Empati yang tinggi memperbesar kesediaan untuk menolong, untuk berbagi dan berkorban demi kesejahteraan orang lain. Salah satu cara untuk menumbuhkan empati adalah dengan menceritakan apa dan mengapa perasaan orang. Empati dapat ditumbuhkan dengan menceritakan apa dan mengapa seseorang mengalami sesuatu. Seorang akan lebih mudah turut merasakan dengan orang lain kalau orang itu mempunyai informasi tentang apa yang dirasakan orang tersebut. (What the person feels). Selanjutnya orang akan lebih bersedia untuk empati kalau ia mengerti mengapa orang itu merasa seperti yang dirasakannya. (Why he feels as he does). Informasi yang paling efektif untuk membangkitkan empati adalah informasi mengenai apa yang sedang diperjuangkan orang itu dan apa perjuangannya untuk mencapai tujuannya. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 77 Love, Care and Share Kesanggupan Untuk Menyatakan Kepedulian dalam Tindakan Nyata Kesanggupan untuk mengobservasi, untuk merasakan dengan orang lain (empati) baru ada gunanya, kalau kesanggupan itu ditindaklanjuti dengan perbuatan nyata. Perbuatan tersebut bukan hanya akan menyenangkan orang yang ditolong, tetapi terutama akan menyenangkan diri si pemberi bantuan tersebut. Yang paling kita ingat dari pengalaman hidup kita ialah kejadian/peristiwa di mana kita telah melakukan sesuatu untuk orang lain. Yang menjadi pertanyaan perbuatan nyata seperti apa (share) yang BPK PENABUR lakukan dalam situasi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan karena beban kehidupan dan kenaikan BBM. Menurut penulis banyak hal yang dapat kita lakukan, salah satunya dalam bentuk program bea siswa untuk saudara-saudara kita yang tidak mampu di luar daerah atau di kantongkantong kemiskinan. Selain hal di atas menurut penulis share (perbuatan nyata) bisa dilakukan dengan menggerakkan keberadaan pendeta sekolah sebagai pendorong/ penggerak utama untuk terwujudnya kegiatan tersebut. Alasan utama penulis mengatakan hal ini karena dalam melakukan tugas (menjadi pendorong love, care and share) pendeta sekolah telah melaksanakan tugas khususnya dalam bidang penggembalaan dan pengembangan falsafah pendidikan seperti diatur dalam tata laksana pelayanaan pendeta sekolah.10 Untuk lebih jelas dari tugas pelayanan tersebut dikatakan demikian: 1. Penggembalaan11 1.1. Pelayanan Pendeta Seko lah terutama mengarah pada penggembalaan, yaitu upaya menerangi persoalan-persoalan kehidupan dari subjek-subjek yang terlibat dalam lingkungan sekolah, dengan Terang Firman Tuhan. 1.2. Dalam rangka penggembalaan itu, Pendeta Sekolah juga memperhatikan segi-segi kesehatan/kesejahteraan dari subjeksubjek yang dilayaninya yaitu siswa dan orang tuanya, guru, karyawan dan pengurus. 1.3. Tugas utama Pendeta Sekolah ini menempatkan ia pada posisi dan fungsi sebagai gembala dalam lingkungan sekolah di mana ia melayani, yang bekerjasama dengan lembaga Bimbingan dan Penyuluhan Siswa. 2. Falsafah Pendidikan Kristen a. Pelayanan Pendeta Sekolah yang lebih luas di lingkungan BPK Jabar dan Sinode GKI Jabar, mencakup tugas mengembangkan Falsafah 78 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Love, Care and Share b. c. Pendidikan Kristen, yaitu upaya memahami pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban essensial sekitar realitas kemanusiaan, keilmuan, keagamaan dan kelembagaan pendidikan, serta upaya menanamkan dan menumbuhkan nafas iman Kristen dalam lingkungan BPK Jabar. Dalam rangka pengembangan Falsafah Pendidikan Kristen itu, Pendeta Sekolah memperhatikan segi-segi makna realitas, makna pengetahuan dan makna kekristenan guna memupuk nilai-nilai kekristenan dalam bangunan Falsafah Pendidikan Kristen tersebut. Tugas filosofis ini menempatkan Pendeta Sekolah pada posisi selaku fungsionaris yang bekerja sama dengan orang-orang dan ahli-ahli lain dalam membangun dan memberlakukan Falsafah Pendidikan Kristen itu. Dari urairan tugas pelayanan pendeta sekolah di bidang penggembalaan dan falsafah pendidikan Kristen yang akan dikembangkan maka kedua tugas pelayanan itu bersinggungan dengan program dan sikap love, share and care. Menurut penulis ketika progam ini dikembangkan secara tidak langsung menerangi persoalan-persoalan kehidupan dari subjek-subjek, memperhatikan segi-segi kesehatan/kesejahteraan dari subjek-subyek (lihat penggembalaan: point 1.1. dan 1.2) dan juga mengembangkan falsafah pendidikan Kristen, yaitu upaya memahami pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban essensial sekitar realitas kemanusiaan, memperhatikan segi-segi makna realitas, makna pengetahuan dan makna kekristenan guna memupuk nilainilai kekristenan. Penutup Love, Care and Share tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi tumbuh karena asuhan, yakni bimbingan dan latihan bahkan adanya program yang disengaja dan berkesinambungan dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata. BPK PENABUR dalam rangka HUT nya yang ke 55 misalnya telah melakukan program kepedulian kepada mereka yang mengalami penderitaan/sakit. Program ini menurut penulis diharapkan tidak boleh hanya bersifat karitatif. Melalui semua kegiatan ini kita akan belajar mengarahkan hidupnya untuk memberikan perasaan senang atau memberikan bantuan yang dibutuhkan, karena terdorong oleh rasa peka dan pedulinya kepada orang tersebut. Ia akan belajar peka terhadap kebutuhan orang lain dan mencoba merasakan perasaan orang lain dan menempatkan diri dalam keadaan orang lain, serta menindak lanjuti dengan perbuatan nyata yang dibutuhkan. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 79 Love, Care and Share Di samping itu ia akan merasa tertusuk hati nuraninya dan merasa bersalah, ketika menyadari bahwa perbuatannya telah melukai seseorang. Ia belajar meminta maaf serta berusaha memperbaiki kesalahan itu. __________ * Tulisan ini berdasarkan artikel Pengantar Pengembangan Kepribadian Siswa Cinta Kasih dan Kepedulian (Stans Ismail M.A) yang dilakukan di BPK PENABUR Jakarta sejak tahun 1996 1 Depkes Meng”cover” rakyat miskin, Pikiran Rakyat, 11 April 2005, http:// pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0405/11/0504.html, diakses pada tanggal 28 Oktober 2005 2 Rakyat yang tidak mempunyai KTP sering diidentikkan dengan rakyat miskin karena secara umum mereka yang tidak mempunyai KTP adalah rakyat yang tidak mempunyai rumah, domisili yang tetap, domisilinya tidak diakui oleh pemerintah mereka menempati tempat-tempat yang ilegal 3 Menekan biaya dengan ‘Agency System’, INVESTIOR, http://www.investor.co.id/ view artikel.html ? seq=2&id=1991&cari=, diakses pada tanggal 31 Oktober 2005 4 B.J. Boland. Tafsiran Lukas II. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1978, hlm 27 - 28 5 M.H. Bolkestein, Kerajaan yang terselubung, ulasan atas injil Markus. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1991, hlm. 248 6 Ibid hlm. 25, 132 7 Linda & Richard Eyre. Teaching your children sensitivity. New York : Fireside 1995, hlm. 20 8 Michael Schulmann & Eva Mekler, Bringing up a moral child. New York : Double Day 1994, hal 75 9 Opcit , Linda & Richard Eyre, hlm.20 10 Lampiran keputusan PMS GKI (SW) JABAR tahun 1986 tentang Tata Laksana Pendeta Sekolah 11 Keputusan PMS GKI (SW) JABAR tahun 1986 tentang Tata Laksana Pendeta Sekolah, sub Pelayanan Sekolah : Penggembalaan, dan Falsafah Pedidikan Kristen 80 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Opini Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR (BPK PENABUR) Biretni Sumiwi, BA.*) Abstrak ulisan ini membahas Tema HUT Ke-55 BPK PENABUR yakni LOVE, CARE and SHARE yang sarat makna dan cukup berarti dalam menghadirkan Citra Allah di sebuah Lembaga Pendidikan Kristen yang usianya sudah lebih dari setengah abad. Tema itu mencerminkan Motto BPK PENABUR serta terkait erat dengan visi dan misi BPK PENABUR. Setelah mengulas makna tema itu, tulisan ini menawarkan beberapa gagasan mewujudkannya dalam praktek dan pengelolaan pendidikan di lingkungan BPK PENABUR dalam menghadapi tantangan masa depan. Tulisan ini menganggap perlu (1) meningkatkan keteladanan dari Pengurus, guru dan karyawan serta (2) membentuk Tim sukses untuk memotori pengejawantahan LOVE, CARE and SHARE ini dikaitkan dengan Visi, Misi serta Motto BPK PENABUR. T Kata kunci: Love, care, share, motto, misi dan visi Abstract This article discusses the theme of The 55th Anniversary of BPK PENABUR, which is LOVE, CARE, and SHARE. The theme contains a lot of value and very powerful in presenting the God’s Image in a Christian education institution such as BPK PENABUR. It is expected that the theme, derived from the vision, mission, and motto of BPK PENABUR, can be well reflected in daily activities. To respond the theme, the writer suggests (1) to strengthen the roles of the board of directors, the teachers, and all supporting staff of BPK PENABUR as models to be followed by others, and (2) to establish a success team to promote the implementation of Love, Care, and Share in the spirit of the vision, mission, and motto of BPK PENABUR. Pendahuluan Pada tanggal 19 Juli 1950 di Jawa Barat dibentuk BADAN PENDIDIKAN TIONGHOA KIE TOK KAUW HWEE KHU H WEE DJAWA BARAT yang selanjutnya *) Staf Bagian Organisasi dan Sistem BPK PENABUR Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 81 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR disebut Badan Pendidikan Kristen Djawa Barat disingkat BPK Djabar. BPK Djabar ini mengemban tugas GKI SW JABAR melayani masyarakat di bidang pendidikan. Dalam perkembangannya kemudian. BPK Djabar ini mengalami perluasan pelayanan bukan hanya di bagian Jawa Barat saja, melainkan juga di Jakarta hingga Lampung, sehingga pada tanggal 21 Maret 1989 nama BPK Djabar diganti menjadi BPK PENABUR. BPK PENABUR telah berkembang dari sebuah yayasan pendidikan kecil menjadi sebuah yayasan pendidikan yang sangat besar. Dalam tahun 2005 ini BPK PENABUR mengelola lebih dari 125 sekolah dari jenjang TK, SD, SMP dan SMTA, tersebar di 16 kota di empat propinsi (Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Lampung) dengan jumlah siswa sekitar 40.000 dan guru sekitar 2.150 didampingi 750 karyawan. Selaras dengan perkembangannya, struktur organisasi BPK PENABUR-pun melakukan penyesuaian. Saat ini struktur organisasi BPK PENABUR terdiri dari lima bidang yaitu Bidang Pendidikan, Bidang Riset dan Pengembangan, Bidang Keuangan, Bidang Kepegawaian serta Bidang Organisasi dan Sistem. Masing-masing bidang saling terkait dan saling melengkapi dalam memandu organisasi sekolah yang berada di 16 kota. Beberapa langkah maju telah mengangkat citra BPK PENABUR antara lain pemberian beasiswa dan dana pensiun kepada karyawan, kerja sama dengan Curtin Technology University Australia . Tahun 2005, telah diputuskan mendirikan Sekolah PENABUR Internasional di Jakarta dan Bandung yang akan dikelola secara khusus dan profesional. Di samping itu kualitas pendidikan secara umum menoreh prestasi yang membanggakan baik di tingkat daerah, nasional serta internasional. Di samping itu Alumni BPK PENABUR-pun tidak ketinggalan, dalam berbagai prestasi di dalam dan di luar negeri. Prestasi yang demikian tidak semata-mata dilandasi oleh kemampuan ilmu yang diperolehnya tetapi juga di dorong oleh semangat keimanan yang ditumbuhkembangkan selama proses pendidikan di lingkungan BPK PENABUR. Pada tanggal 19 Juli 2005 BPK PENABUR memperingati HUT ke-55 dengan tema Love, Care and Share yang sesuai dengan motto BPK PENABUR, Iman, Ilmu dan Pelayanan. Harapan panitia melalui tema tersebut visi dan misi BPK PENABUR dapat terpayungi. Serangkaian kegiatan mewarnai ungkapan syukur atas kasih Allah yang dirasakan merupakan bagian dari sikap yang takut akan Allah dan hidup menurut jalan yang ditunjukkannya. Pertama, Kegiatan Kebaktian Syukur yang berlangsung di seluruh GKI SW Jabar yang jumlahnya sekitar 90 Gereja dengan liturgi khusus. Kedua, Kegiatan Lomba Karya tulis bagi siswa, guru dan karyawan. Ketiga, Kegiatan Peduli Kasih, merupakan salah satu upaya pelayanan untuk mengembangkan semangat peduli dengan memberikan bantuan biaya bagi guru, karyawan, anak yang menderita sakit parah yang mengalami kesulitan untuk biaya berobat. Sebagai puncak acara 82 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR berlangsung kebaktian syukur secara massal di Tennis Indoor Senayan, tanggal 20 Agustus 2005 yang dihadiri tiga ribuan komunitas BPK PENABUR. Pada kebaktian akbar ini hadirin diajak untuk mengucapkan syukur melalui pujipujian dan doa yang dikemas bersama pementasan pagelaran seni dan drama musikal. Pendukung acara yang terdiri dari peserta didik sekitar 400 an orang dengan didampingi sebagian guru. Mereka diberi kesempatan untuk menampilkan potensinya secara optimal khususnya di bidang seni sekaligus bersaksi untuk memuliakan Sang Pencipta BPK PENABUR. Peringatan HUT ke- 55 BPK PENABUR dengan berbagai kegiatannya telah berlalu dan dapat dikatakan berlangsung dengan baik. Akan tetapi tema peringatan itu masih tetap relevan untuk dijadikan prinsip dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan yang menjadi misi utama BPK PENABUR. Tulisan ini mengulas tema Love, Care and Share sebagai wacana dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan dalam upaya mencerdaskan, memartabatkan, dan membudayakan bangsa. Tema ini sarat dengan nilainilai kristiani yang seharusnya tidak akan pernah luntur dalam masyarakat yang semakin cenderung individualistik, komersial dan konsumtif serta mengagung-agungkan hedonisme. Bagaimana pula nilai-nilai dalam tema ini dapat diterapkan dalam melaksanakan misi BPK PENABUR menuju visinya yang sangat mulia dan luhur, menarik untuk dibahas. Makna Love, Care and Share Love, Care and Share tidak bisa hadir secara terpisah/sendiri-sendiri. Ketiganya saling berkaitan yang secara berbarengan/menyeluruh selalu dibangun. Love, Care and Share merupakan warna dasar kristiani yang seharusnya ditumbuhkan di setiap kegiatan baik di Gereja maupun di sekolah. Karena sekolah-sekolah BPK PENABUR milik Gereja. Sekolah dan Gereja itu bermitra. Menurut Dr. Andar Ismail (mantan pengurus BPK PENABUR), mendirikan sekolah memang termasuk fungsi Gereja. Gereja adalah lembaga pendidikan. Kristus berpesan,” Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28 : 20). Secara eksternal Gereja mengajar masyarakat luas dengan cara mendirikan sekolah. Jadi sekolah Kristen adalah perpanjangan tangan Gereja untuk bersaksi dan melayani masyarakat. Fungsi pertama, Sekolah Kristen adalah bersaksi tentang diri dan karya Kristus. Itu jati diri dan ciri khas sekolah Kristen. Fungsi kedua adalah melayani masyarakat dengan mencerdaskan bangsa secara optimal. Love, Care and Share, di sini tidak sekadar tugas dan kewajiban melainkan merupakan bagian dalam kehidupan kita. Hidup akan terasa gersang dan kerdil jika tanpa Love, Care and Share. Itulah juga yang diperbuat oleh Tuhan Yesus, ketika Ia mengajar berkeliling dari kota yang satu ke kota yang lain. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 83 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR Oleh karena itu perlu dipahami secara tepat apa yang tersirat dari tema itu, kata demi kata. Love Love berarti kasih sayang seperti yang tertera dalam Lukas 10 : 27 “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata kasih yang mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri dapat juga diartikan bahwa kalau kita tidak dapat mengasihi diri sendiri berarti kita sulit dapat mengasihi sesama. Oleh karena itu, dalam mengasihi diri sendiri, kita perlu terlebih dahulu menikmati/merasakan kasih sayang yang Tuhan anugerahkan setiap hari, mengandalkan sepenuhnya kekuatan dari Tuhan, lebih dekat kepada Tuhan melalui firman-Nya, menghayati firman-Nya, mengerti rancangan Allah dalam hidupnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hidup dalam kasih itu suka menjadi berkat bagi sesama dan peduli terhadap sesama. Hidup dalam kasih itu tidak mementingkan diri sendiri. Ia peka dan peduli kepada yang lebih lemah. BPK PENABUR merupakan karya Allah. Memahami karya Allah, tidaklah bisa mengandalkan logika saja, tetapi juga iman. Tanda orang beriman adalah mengasihi Allah dan menuruti perintah-perintahNya. Orang Kristen yang hidupnya dalam penebusan Allah, tidak perlu takut dan ragu dalam melangkah. Dalam era globalisasi ini semua insan BPK PENABUR diharapkan dapat maju terus bersama Yesus dalam mengelola BPK PENABUR. Hidup yang mengandalkan kekuatan kasih yang bersumber dari Tuhan akan membuat hidup menjadi dinamis. Love tidak hanya dimiliki dan diterapkan dalam proses pendidikan atau pembelajaran. Love juga perlu terlihat dalam tubuh organisasi dan manajemen BPK PENABUR. Nuansa Love diharapkan terlihat pada hubungan antara pribadi dalam organisasi, antar sesama karyawan, karyawan dengan pengurus serta antar sesama pengurus. Care Care itu pada hakikatnya berarti peduli, memberikan perhatian atau menghiraukan seseorang. Care berarti mengakui, menghargai dan menghormati keberadaan orang lain. Care merupakan salah satu perwujudan dari Love. Love akan gersang tidak bermakna tanpa diwujudkan secara nyata yang antara lain melalui Care. Dengan demikian jiwa atau roh dari Care adalah cinta kasih. Care akan dirasakan sebagai makna sesungguhnya apabila tindakan atau perbuatan itu disertai kasih. 84 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR Dalam proses pendidikan, peserta didik menghendaki perlakuan yang diterimanya dari guru disertai dengan kasih. Emotional Intelligence peserta didik akan tersentuh dan berkembang apabila dia merasakan sentuhan kasih. Wujud Care itu terlihat dari perilaku individu kepada individu lain. Dalam konteks iman Kristen, Care kepada Tuhan diwujudkan dalam perilaku terhadap sesama seperti tertulis dalam 1 Yohanes 4: 20 – 21 Jikalau seorang berkata aku mengasihi Allah dan ia membenci saudaranya maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya. Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya. Dalam proses pembelajaran di sekolah, Care itu diperlihatkan guru kepada peserta didik dengan cara menjadikan mereka sebagai subyek bukan obyek pembelajaran. Segala proses pembelajaran dilakukan untuk pencapaian tujuan dan kepentingan peserta didik serta menanggapi secara edukatif keluhan dan masalah peserta didik baik secara individual maupun secara kelompok. Oleh karena BPK PENABUR merupakan perpanjangan tangan GKI Sw Jabar, maka tepatlah bila Gereja ikut serta secara nyata dalam menumbuhkan Love, Care and Share. BPK PENABUR sudah mengemban tugasnya dengan menunjukkan prestasinya di masyarakat dalam bentuk berbagai keunggulan yang dicapai oleh sekolah-sekolah yang dibinanya. Sungguhpun demikian prestasi yang telah diraih itu masih perlu terus ditingkatkan sehingga benar-benar terjadi keseimbangan antara keunggulan dalam iman, ilmu, dan pelayanan. Dalam konteks keseimbangan inilah diperlukan perhatian, bimbingan dan pembinaan dari Gereja secara terus menerus. Hubungan yang kondusif antara Gereja dengan BPK PENABUR akan lebih memberdayakan sekolah melaksanakan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayan pendidikan di tengah-tengah masyarakat yang serba majemuk. Share Share merupakan kelanjutan dari Love dan Care. Love dan Care memang diperlukan tetapi tidak cukup berhenti di situ. Share atau membagi apa yang dimiliki untuk orang lain. Share menunjukkan bahwa manusia adalah merupakan komunitas umat Allah yang memiliki kesamaan satu sama lain yaitu sama-sama makhluk Tuhan dan memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan Tuhan. Oleh karena itu wajarlah kalau manusia saling membantu dan saling berkorban karena apa yang manusia lakukan terhadap sesamanya berarti melakukannya juga terhadap Tuhan. Share dalam pendidikan, khususnya dalam pembelajaran, guru membagi pengetahuan, ilmu serta berbagai kemampuan yang dimilikinya kepada Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 85 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR peserta didik. Di samping itu guru membagi kasih dan perhatian serta peduli kepada peserta didiknya tanpa perbedaan apapun. Semangat Share dapat ditumbuh kembangkan di kalangan peserta didik oleh sekolah atau guru, sehingga mereka juga peduli dan membagikan apa yang dimilikinya kepada sesama temannya. Love, Care and Share di kalangan peserta didik dapat dipacu oleh sekolah dengan dorongan yang diberikan oleh Gereja. Tidak dapat dipungkiri bahwa keadaan sosial ekonomi siswa yang sebahagian besar merupakan anak dari anggota gereja masih heterogen. Ada yang memiliki kemampuan ekonomi memadai, tetapi masih terdapat banyak yang masih memerlukan uluran tangan dan bantuan untuk dapat hidup layak dan mampu menyekolahkan anak-anaknya. Dalam keadaan yang demikian inilah semangat berbagi itu sangat diperlukan. Kesadaran dan semangat yang demikian tidak dapat timbul dengan sendirinya di kalangan umat, tetapi memerlukan proses penyadaran dari Gereja. Saling berbagi ini yang melandasi subsidi silang yang selama ini telah dilakukan antar sekolah dalam lingkungani BPK PENABUR. Dengan saling berbagi diharapkan di masa depan tidak ada anak jemaat yang tidak diterima di sekolah BPK PENABUR karena alasan ketidakmampuan ekonomi. Prinsip ini diharapkan dihayati dan diterapkan oleh semua sekolah, mulai dari TK sampai SMTA di lingkungan BPK PENABUR. Pada hakekatnya proses pendidikan di sekolah memberi perhatian pembinaan kepada masing-masing anak secara pribadi, bukanlah per kelompok. Pendidikan bukan semata-mata mengisi anak dengan pengetahuan dan pendidikan dikatakan belum berhasil jika siswa secara pribadi tidak mengalami diri dihargai, dicintai, diperhatikan oleh gurunya. Proses pendidikan pada dasarnya mau merangsang/mengangkat potensi-potensi yang ada dalam diri siswa agar berkembang. Kalau sendi-sendi dasar dalam keseharian para pendidik/guru dalam proses belajar-mengajar mengandung azas Love, Care and Share maka dengan sendirinya peserta didik dalam tingkah lakunya juga terbiasa untuk melakukan gaya hidup yang Love, Care and Share. Proses pendidikan Kristen yang unggul baik iman, ilmu dan pelayanan ini membantu peserta didik ada keinginan untuk membuka wawasan peserta didik terhadap dunia. Apalagi sekarang jamannya era globalisasi, yang sudah tidak ada batas-batasnya lagi antar negara. Menghasilkan siswa yang terbuka terhadap dunia, mencintai dan berminat pada dunia. Hal ini merupakan modal bagi BPK PENABUR agar mereka menjadi ilmuwan. Maka melalui ilmu pengetahuan yang disampaikan pendidik membantu siswa mempunyai sikap keterbukaan yang mengarahkan pada sikap positif tidak sempit. Memberi penghargaan kepada peserta didik yang peduli dan peka kepada temannya 86 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR yang lemah. Bagi peserta didik yang mengajari temannya jika belum bisa, mendapat penghargaan khusus berupa tambahan nilai. Orangtua ikut menentukan keberhasilan pendidikan anak. Oleh karena itu keikutsertaan mereka perlu dilihat secara nyata. Mereka hendaknya dapat berperan aktif, bekerja sama dengan pihak sekolah. Sebagai contoh: Sekolah melakukan open house, mengundang orangtua murid untuk menyaksikan kemampuan anaknya saat mempresentasi hasil karyanya. Di sini selain menciptakan komunikasi yang baik juga sekaligus memperkenalkan sesuatu yang baru yang bersifat innovatif. Sekolah dapat juga mengadakan seminar bagi orangtua, misalnya dengan materi tentang bimbingan seks atau dinamika kehidupan remaja masa kini. Ketiga kata kunci dalam tema dinyatakan dalam bahasa Inggris mungkin karena sulit untuk menemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia yang ringkas dan sesuai dengan makna yang dimaksud. Kata Love tidak cukup mewakili makna yang sesungguhnya kalau hanya sekadar diterjemahkan dengan kata mencintai. Love tidak hanya bermakna cinta, Love merupakan perasaan dan tindakan yang lebih luas dari mencintai. Mencinta memang memerlukan pengorbanan tetapi tidak bebas dari tuntutan. Kita mengasihi juga tidak identik dengan Love. Mengasihi merupakan perasaan yang tulus tanpa tuntutan. Namun kata mengasihi tidak seaktif cinta. Karena itu frase mencintai dan mengasihi nampaknya lebih dapat mewakili makna Love. Motto Mengilhami BPK PENABUR Kata iman, ilmu dan pelayanan bukan hal yang baru bagi komunitas BPK PENABUR. Namun dalam kenyataannya Iman, Ilmu dan Pelayanan yang merupakan motto BPK PENABUR seolah-olah hanya “slogan” saja. Isi motto tersebut pada hakikatnya mencerminkan hal-hal berikut. 1. Iman: seluruh kebijakan dan pelaksanaan kegiatan hendaknya dilandaskan pada nilai-nilai spiritualitas menurut teladan Yesus Kristus. Membawa peserta didik tidak saja berilmu, tetapi juga beriman. 2. Ilmu: menjadi pusat pelayanan untuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar menjadi manusia yang unggul dan berguna. 3. Pelayanan: memberikan pelayanan pendidikan dengan perlakuan merata bagi semua peserta didik. Memberikan peluang pengembangan bagi guru/ karyawan dan menghasilkan lulusan yang unggul dalam iman, ilmu dan pelayanan. Ketiga unsur dalam motto itu terintegrasi dalam satu kesatuan yang diikat dengan kasih. Kasih yang dimaksud adalah kasih yang merujuk pada apa yang dimaksudkan oleh Tuhan dengan memberikan contoh. Ia telah Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 87 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR menyatakan kasih-Nya dengan memberikan Anak-Nya yang tunggal sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita, bukan hanya kata-kata belaka tetapi membuktikan dengan perbuatan-Nya yang ajaib, yaitu dengan rela hadir ditengah-tengah pergumulan manusia. Inilah bukti nyata kasih Allah bagi manusia. Allah tidak menuntut sesuatu yang tidak dapat kita pikul. Tetapi Allah menghendaki kita dapat merespons kasih Allah yaitu: mengasihi Dia dan mengasihi sesama. Kasih itu harus nyata, Matius 25: 42 – 45, Jika kita mengasihi sesama kitapun mengasihi Tuhan, bahkan kepada sesama yang menderita yang membutuhkan pertolongan kita. Motto BPK PENABUR dimaksudkan menjadi prinsip kerja semua unsur BPK PENABUR dalam melaksanakan tugasnya di bidang pendidikan. Dengan iman yang kukuh serta ilmu yang dimiliki melakukan pelayanan penuh kasih. Demikian pula sebagai pengurus BPK PENABUR yang merupakan sebagai utusan jemaat, diharapkan memiliki komitmen untuk melayani bukan sekadar rasa tertarik atau karena ambisi pribadi, melainkan karena diutus oleh TUHAN yang empunya BPK PENABUR. Menyadari sebagai utusan, bahwa kita tidak bekerja untuk diri sendiri dan tidak pula bekerja seorang diri, ada Allah yang menuntun dan menyertai kita (Yohanes 5: 36). Dengan demikian patut dipahami bahwa pengurus BPK PENABUR dipercaya oleh TUHAN untuk menghadirkan kesejahteraan bagi banyak orang melalui lembaga pendidikan Kristen ini. Sambil tetap Allah menyertai dan memberikan hikmat dalam menjalankan tugas melayani tersebut. Visi dan Misi BPK PENABUR Visi dan misi merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar untuk pencapaian tujuan. Melalui visi kita dapat melihat suatu gambaran yang jelas apa yang dimiliki BPK PENABUR. Bagaimana bakal jadinya dan apa yang akan dilakukan oleh pengurus.Tanpa visi yang jelas maka akan muncul di permukaan kekacauan, kebingungan, pertentangan dan ketidak jelasan. Sebagai suatu lembaga pendidikan yang dilandasi oleh iman Kristen, BPK PENABUR memiliki visi untuk menjadi Lembaga Pendidikan Kristen yang unggul dalam iman, ilmu dan pelayanan. Visi yang amat mulia dan luhur mengandung nilai-nilai Love, Care and Share. Iman Kristen adalah cinta kasih yang peduli terhadap sesama serta saling berbagi. Dalam konteks pendidikan iman Kristen itu tercermin dalam proses interaksi antara guru dan siswa, antar siswa, antar guru, antar karyawan dan pimpinan. Mengacu pada visi BPK PENABUR maka sangat tepatlah kalau misi yang ditetapkan adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal melalui pendidikan dan pengajaran bermutu berdasarkan nilai-nilai kristiani. 88 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR Ada berbagai jenis dan pengelola lembaga-lembaga pendidikan, tetapi yang membedakan BPK PENABUR dengan yang lainnya adalah nilai-nilai kristiani mewarnai segala kegiatan yang dilakukan termasuk dalam manajemen dan iklim organisasinya. Nilai-nilai kristiani itu mengkristal dan mencair dalam Love, Care and Share. Agar dapat mewujudkan visi dan misi tersebut, pengurus BPK PENABUR serta semua unsur yang ada di dalamnya diharapkan bekerja keras mengupayakan Lembaga Pendidikan Kristen yang berkualitas dalam iman, ilmu pengetahuan dan pelayanan sehingga menghasilkan lulusan yang mandiri, berguna dan siap melayani. Saran Untuk mewujudkan visi BPK PENABUR dengan mengacu secara ajeg terhadap misinya serta dijiwai oleh Love, Care and Share yang menjadi tema HUT ke55 BPK PENABUR, maka hal-hal berikut kiranya perlu mendapat perhatian. 1. Meningkatkan profesionalisme karyawan dan tenaga pendidikan di semua strata tugas dan pekerjaan. 2. Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan tenaga kependidikan berbarengan dengan peningkatan profesionalisme mereka. Jika para pendidik/guru merasa diperhatikan kesejahteraannya, mereka akan semakin termotivasi menerapkan Love, Care and Share dalam melaksanakan pekerjaannya. 3. Mempersiapkan generasi mendatang yang siap berkompetisi dalam era informasi dan globalisasi merupakan tugas dan tanggung jawab orangtua, masyarakat dan Pemerintah. Akan tetapi karena guru mengemban tugas khusus dalam mempersiapkan generasi yang berkualitas di masa yang akan datang, penguasaan mereka terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi perlu terus menerus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan yang ada. Guru juga diharapkan dapat menjadi contoh dan teladan serta menjadi motivator di tengah-tengah masyarakat. Dalam kerangka berpikir yang demikian, BPK PENABUR diharapkan menyusun dan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan baik melalui jalur program bergelar maupun non-bergelar. Dengan dermikian Unit Pendidikan dan Pelatihan (UDIKLAT) BPK PENABUR nampaknya perlu dan mendesak untuk dibentuk dan dikembangkan. 4. Sekolah-sekolah BPK PENABUR perlu menyediakan ajang pamer untuk memajang karya peserta didik. Selain memberi penghargaan kepada peserta didik atas hasil karyanya, ajang pamer ini juga sekaligus dapat memberikan inspirasi dan mendorong peserta didik yang lain untuk berkarya. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 89 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR 5 6 Oleh karena BPK PENABUR adalah bagian dari GKI SW JABAR, perhatian dan pembinaan Gereja perlu ditingkatkan sehingga benar-benar menjadi sekolah-sekolah yang memenuhi harapan jemaat GKI SW Jabar. Rasa tanggungjawab dan rasa memiliki masing-masing Gereja yang terdekat dengan sekolah hendaknya diwujudkan lebih nyata. Hal ini dianggap perlu karena pada dasarnya nilai-nilai etis dan moral serta spiritual keagamaan merupakan penyeimbang terhadap peralatan teknologi modern dalam proses pembelajaran baik formal maupun informal baik di rumah maupun di sekolah. Untuk melaksanakan program – program yang telah disusun dengan baik diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Hal ini dapat dilakukan melalui Tim Sukses. Selain sebagai penggerak dan pengendali pelaksanaan program, Tim Sukses bertugas menghadirkan Love, Care and Share di setiap tugas pelayanan dalam dunia pendidikan dan pengajaran yang bermutu berdasarkan nilai-nilai Kristiani. Tim Sukses dibentuk dengan susunan yang terdiri atas : Pengurus, Pendidik dan Karyawan serta Alumni yang masing-masing saling melengkapi dan dapat bekerja sama. Anggota Tim Sukses diharapkan adalah mereka yang memiliki (1) wawasan yang tertuju kepada Allah, maksudnya seluruh pikiran, perasaan, ucapan dan tindakan i tu hasil dari menghayati Firman Tuhan yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, (2) reputasi yang baik, cerminan kasih Kristus yang menghasilkan sejahtera – dapat dijadikan teladan, (3)penguasaan diri – dewasa dalam iman sehingga aktivitasnya menampilkan nilai-nilai Kristiani, (4) hati yang penuh kasih, (5) keluarga yang sehat rohani, (6) kecakapan mengajar, dan (7) dapat bekerjasama dalam tim, masing-masing dari anggota dapat memunculkan kekuatan magis. Ketujuh persyaratan ini dapat membantu Tim Sukses sebagai penggerak dalam menciptakan suasana keseimbangan antara Love, Care and Share. Dengan demikian sekolah-sekolah BPK PENABUR akan menjadi unggul, sekaligus menyenangkan bagi peserta didik. Penutup BPK PENABUR sudah mengemban tugasnya dengan menunjukkan prestasinya di masyarakat dalam bentuk berbagai keunggulan yang dicapai oleh sekolahsekolah yang dibinanya. Sungguhpun demikian prestasi yang telah diraih itu masih perlu terus ditingkatkan sehingga benar-benar terjadi keseimbangan antara keunggulan dalam iman, ilmu, dan pelayanan. Dalam konteks keseimbangan inilah diperlukan perhatian, bimbingan dan pembinaan dari Gereja secara terus menerus. Hubungan yang kondusif antara Gereja dengan BPK PENABUR akan lebih memberdayakan sekolah melaksanakan tugas dan 90 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Menjawab Tema HUT Ke-55 Badan Pendidikan Kristen PENABUR fungsinya dalam memberikan pelayan pendidikan di tengah-tengah masyarakat yang serba majemuk. Demikian pula menghadirkan Love, Care and Share di setiap tugas pelayanan dalam dunia pendidikan dan pengajaran yang bermutu berdasarkan nilai-nilai kristiani yang perlu diteladani secara langsung oleh Pengurus, Pendidik dan karyawan BPK PENABUR. Daftar Pustaka ______ Buku HUT ke- 55 BPK PENABUR. Tuhan Berkarya “Love, Care and Share” hal. 25 ______ (1985). Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia Khoe Yao Tung. (2002). Simphoni Sedih Pendidikan Nasional. Jakarta. Abdi Tandur Tangyong, Agus F. Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan. MPPK Tilaar, H.A.R. (1998). Beberapa agenda reformasi pendidikan nasional. Magelang: Penerbit Tera Indonesia Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 91 Opini Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan Gerakan Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan Priska Ivena, Ira Yulianti, Livie Tamariska*) Abstrak ulisan ini membahas tentang kehidupan anak jalanan dengan menitikberatkan pada latar belakang kehidupan anak jalanan, permasalahan yang mereka hadapi, dan beberapa alternatif jalan keluar untuk membantu meringankan beban anak-anak jalanan. Latar belakang masalah dan penggambaran mengenai kehidupan anak-anak jalanan diilustrasikan berdasarkan pengamatan penulis di tempat atau lokasi penulis bermukim yakni di Bandung. Ilustrasi awal yang tertuang pada bagian pendahuluan merupakan hasil pengamatan penulis terhadap peristiwa yang benar-benar terjadi di sebuah lokasi di pinggiran kota Bandung, namun penulis menceritakan dengan memberi nama-nama rekaan agar lebih mudah dipahami. Penulis menemukan enam permasalahan yang dihadapi oleh anak– anak jalanan. Permasalahan itu adalah: orang tua anak–anak jalanan umumnya orang yang sangat kekurangan baik secara ekonomi maupun pendidikan; anak-anak jalanan mencari nafkah dalam usia dini; beban hidup anak-anak jalanan terasa berat karena mereka menjadi tumpuan keluarga untuk mencari kebutuhan hidup sehari–hari dengan cara apapun; kebutuhan hidup anak–anak jalanan tidak dapat terpenuhi seperti pakaian yang layak, makanan yang cukup mengandung gizi, tempat tinggal yang sehat atau tidak kotor, lingkungan yang nyaman dan sebagainya; waktu yang dimiliki anak– anak jalanan dihabiskan untuk bekerja mencari uang. Beberapa alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut di atas akan dibahas dalam pemecahan masalah, yakni dengan menggalakan peran teman asuh dan orang tua asuh bagi anak-anak jalanan. T Kata kunci: Gerakan teman asuh, orang tua asuh Abstract This article exposes the life of vagrants particularly about their background, the problems they are facing, and some alternative solutions to their problems. *) Siswa SDK THI BPK PENABUR Bandung, Juara I Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR Kategori Siswa SD 92 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan The information was gathered by direct observation on the daily life of vagrants in the slum areas of Bandung. Based on six problems identified and discussed, the writer proposes a program of friends and parents movement as an alternative solution. Pendahuluan Di bawah sengatan terik matahari siang hari, empat anak yang masih di bawah umur tanpa malu-malu menyanyikan lagu di sebuah perempatan jalan di sudut kota Bandung. Anak-anak ini kira-kira berusia tujuh tahun, lima tahun, empat tahun, dan tiga tahun. Mereka ini merupakan empat bersaudara kakak beradik. Dengan alat musik seadanya mereka berusaha menyelesaikan lagu yang didendangkan, namun sering kali lagu mereka harus terpotong karena lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau. Hal ini berarti bahwa mobil-mobil yang sedang berhenti akan segera pergi melewati perempatan tersebut. Dengan terburu-buru anak yang paling besar menyodorkan gelas plastik bekas botol minuman kepada para penumpang sambil menggendong adiknya yang paling kecil, untuk meminta uang receh dari kantong mereka. Sementara seorang ibu setengah baya duduk, persis di bawah traffic light dengan telapak kaki yang terbalut kain perca yang sudah kumal. Ia tidak menghiraukan panasnya sengatan matahari yang sedang membakarnya serta rasa pedih pada kakinya yang terluka. Ia melihat anak-anaknya yang sedang beraksi dan berharap agar setiap penumpang kendaraan yang sedang berhenti mau membagikan sedikit rezeki kepada anak-anaknya. Mungkin di benak ibu setengah baya ini sudah tak terpikir akan pendidikan dan masa depan anakanaknya, karena untuk menyekolahkan mereka itu tidak akan mungkin karena tidak ada biaya. Jika pada hari itu keempat anaknya berhasil mengumpulkan uang receh yang cukup untuk membeli makanan maka ia sudah bernapas dengan lega dan berharap hari-hari berikutnya akan mengalami hal yang sama. Syukur-syukur uang yang didapatkan hari itu ada sisanya untuk kebutuhan hari berikutnya. Lalu apa yang ada di benak anak-anak itu? Apakah mereka mempunyai cita-cita? Sebetulnya mereka juga merindukan hal-hal yang dialami oleh anak-anak yang berkecukupan, bisa bermain, bersekolah bahkan mereka juga mempunyai cita-cita. Tetapi di balik semua itu mereka mengubur cita-citanya itu dalam-dalam karena kondisi perekonomian keluarganya tidak memungkinkan bagi mereka untuk belajar demi meraih cita-citanya. Harapan tinggallah harapan, tanpa ada jalan ke luar untuk bisa meraihnya. Beban hidup keluarga seakan-akan telah merampas hak anakanak ini untuk berusaha mengembangkan potensinya atau setidaknya bisa mempersiapkan hari depan mereka dengan lebih baik. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 93 Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan Pemandangan tentang kondisi anak jalanan yang sangat menyedihkan ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Bahkan dari hari ke hari jumlah mereka bukannya berkurang tetapi sebaliknya terus bertambah. Mereka berdatangan dari daerah-daerah kantong kemiskinan yang ada di pinggiran kota bahkan ada yang datang dari daerah lain. Sebetulnya pemerintah sudah melakukan tindakan dengan cara menertibkan anak-anak jalanan untuk dibina oleh departemen sosial. Namun karena begitu banyaknya jumlah anak-anak jalanan yang berdatangan secara silih berganti, maka pemerintah tidak mampu lagi untuk memecahkan persoalan ini secara tuntas. Anak-anak jalanan terlahir dari sebuah kondisi keterpurukan perekonomian masyarakat lapisan bawah. Sesungguhnya mereka juga memiliki harapanharapan sebagaimana anak-anak yang orang tuanya berkecukupan. Namun oleh karena keadaan ekonomi yang tidak mendukung maka mereka hanya bisa pasrah dan menjalani kehidupan mereka dengan penuh penderitaan. Agar dapat menyumbangkan gagasan dalam rangka meringankan penderitaan anak-anak jalanan, berikut ini akan disajikan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak jalanan serta alternatif pemecahannya. Penyebab Masalah Setidaknya ada lima faktor penyebab masalah yang dihadapi oleh anak-anak jalanan, yang dapat diperikan seperti berikut: 1. Orang tua anak–anak jalanan umumnya orang yang sangat kekurangan baik secara ekonomi maupun pendidikan 2. Anak-anak jalanan mencari nafkah dalam usia dini 3. Beban hidup anak-anak jalanan terasa berat karena mereka menjadi tumpuan keluarga untuk mencari kebutuhan hidup sehari–hari dengan cara apapun 4. Kebutuhan hidup anak–anak jalanan tidak dapat terpenuhi seperti pakaian yang layak, makanan yang cukup mengandung gizi, tempat tinggal yang sehat atau tidak kotor, lingkungan yang nyaman dan sebagainya 5. Waktu yang dimiliki anak–anak jalanan dihabiskan untuk bekerja mencari uang. Untuk memperjelas permasalahan tersebut di atas berikut ini akan dibahas satu demi satu masalah. Orang tua dari anak-anak jalanan umumnya orang yang sangat kekurangan baik secara ekonomi maupun pendidikan. Orang-orang ini menikah dan memiliki keturunan tanpa perencanaan yang matang. Sehingga pada saat melahirkan anak, mereka tidak mampu mengurus anak-anak mereka dengan perlakuan yang sewajarnya. Ada yang tidak mampu menyekolahkan, ada yang tidak mampu memberikan pakaian layak pakai, bahkan ada yang tidak mampu 94 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan memberikan kebutuhan makanan sehari-hari. Dengan keadaan yang sangat memprihatinkan ini, maka anak-anak mereka tumbuh dengan suasana yang penuh dengan permasalahan. Permasalahan itu antara lain: terpaksa bekerja pada usia dini, tidak memiliki peluang untuk mengenyam pendidikan, tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, kekurangan gizi, kreativitas mereka tidak tersalurkan, dan sebagainya. Masa anak-anak (berkisar tiga tahun hingga dua belas tahun) adalah masa untuk bermain dan belajar, sudah sewajarnya mereka tidak dibebani untuk mencari nafkah. Namun tidak demikian dengan apa yang dialami oleh anak-anak jalanan. Mereka mencari nafkah dalam usia dini, hal ini dikarenakan oleh ketidakmampuan orang tua untuk memenuhi atau mencukupi kebutuhan keluarganya. Jangankan untuk membayar uang sekolah, untuk membeli makanan sehari-hari pun kesulitan. Hal tersebut menyebabkan anak-anak terpaksa membantu orang tua mencari nafkah, baik karena keinginan orang tua maupun keinginan mereka sendiri. Karena mereka tidak bersekolah, maka waktu sehari penuh merupakan waktu yang mutlak milik mereka. Dalam menggunakan waktu yang sangat banyak ini, mereka tidak mempunyai arahan yang baik dari siapapun, akhirnya mereka berusaha menggunakan waktu yang ada untuk mencari uang dengan hal yang mudah, misalnya dengan cara mengamen, membersihkan mobil di perempatan jalan menggunakan kemoceng (yang sebetulnya tidak diharapkan oleh pemilik kendaraan tersebut) untuk sekedar mendapatkan uang receh, atau dengan sengaja menengadahkan tangan minta belas kasihan dari orang-orang yang peduli terhadap mereka. Sebenarnya keberadaan mereka dapat mengganggu kelancaran keamanan dan lalu lintas. Mereka juga dapat menjadi korban kecelakaan lalu lintas, bahkan menjadi korban pelaku tindak kriminalitas. Tidak jarang keberadaan mereka ini disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yakni secara sengaja dikumpulkan oleh orang tertentu untuk dikerahkan di kota-kota besar dengan ancaman kekerasan bagi yang tidak mau melakukan perintahnya. Sehingga permasalahan yang dihadapi oleh anak jalanan ini menjadi bertambah parah dan sangat membahayakan jiwa mereka. Beban hidup anak-anak jalanan terasa berat karena mereka menjadi tumpuan keluarga untuk mencari kebutuhan hidup sehari-hari dengan cara apapun. Dengan demikian mereka telah mengorbankan masa bermain dan belajar demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Mereka menggantikan peran orang tua dalam mencari nafkah bagi keluarga. Karena kewajiban untuk bekerja, akhirnya anak-anak jalanan itu pun harus kehilangan waktu untuk menuntut ilmu dan bermain. Khususnya pada anak-anak yang baru berusia tiga sampai dengan lima tahun , waktu untuk bermain dan belajar masih sangat dibutuhkan. Sebenarnya ada beberapa anak jalanan yang pernah Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 95 Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan merasakan bangku sekolah, tetapi karena faktor ekonomi yang tidak mendukung , akhirnya anak-anak jalanan terpaksa harus memberhentikan masa-masa sekolahnya. Anak-anak jalanan sebenarnya ingin merasakan sebagaimana orang-orang yang dibesarkan dengan kondisi perekonomian yang baik, mereka ingin memiliki orang tua yang berkecukupan, mereka memiliki cita-cita dan juga harapan. Namun keinginan dan harapan itu tinggallah impian semata. Selain waktu belajar dan bermain tidak mereka miliki, kebutuhan hidup anak-anak jalanan tidak dapat terpenuhi seperti pakaian yang layak, makanan yang mengandung cukup gizi, tempat tinggal yang sehat atau tidak kotor, lingkungan yang nyaman, dan sebagainya. Jadi pada umumnya anak-anak jalanan hidup pada keterpurukan dan penderitaan. Banyak hal yang seharusnya dilakukan oleh anak-anak, seperti belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.. Tetapi, karena kewajibannya mencari uang demi kehidupannya maka waktu belajar dan bermain harus digantikan dengan bekerja. Selain itu, keberadaan anak-anak jalanan pun rawan terhadap tindakan kriminal. Ada anak-anak jalanan yang akhirnya mencopet, mencuri, atau menodong dan melakukan berbagai macam tindakan kriminal lainnya. Itu semua mereka lakukan karena keadaan yang memaksa, mungkin pada saat mengamen mereka tidak mendapatkan hasil yang cukup untuk membeli kebutuhan hidup pada hari itu. Dengan demikian mereka mencari jalan keluar untuk mencukupi kebutuhannya dengan tindakan yang melanggar hukum. Waktu yang dimiliki anak-anak jalanan dalam satu hari, nyaris dihabiskan di jalanan untuk bekerja mencari uang. Hal itu menyebabkan mereka menjadi kurang kreatif. Kreativitas anak-anak seharusnya dipupuk dan dikembangkan disebabkan kreativitas merupakan aspek yang sangat penting dalam rangka mencerdaskan anak. Sebagaimana dikatakan oleh Joan Beck bahwa anak yang memiliki kreativitas tinggi pasti memiliki kecerdasan yang tinggi pula (Joan Beck 1994:155). Kurangnya kreativitas anak-anak jalanan tersebut, karena tidak mendapat perhatian orang tua mereka. Waktu yang mereka miliki cenderung dieksplotasi untuk menghasilkan uang. Padahal untuk meningkatkan kreativitas dibutuhkan rangsangan, kesempatan dan latihan. Pemecahan Masalah Anak-anak jalanan biasanya menjadi tulang punggung keluarganya. Ini disebabkan orang tua sudah tidak mampu lagi untuk mencari uang. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain: tidak ada lapangan kerja yang dapat menampung para orang tua anak jalanan, orang tua yang cacat sehingga mengakibatkan orang tua mengandalkan anak-anaknya untuk mencari uang. Sebenarnya bagi anak-anak, mengamen atau melakukan kegiatan apapun di jalan raya merupakan hal yang dapat membahayakan jiwa mereka. Apalagi 96 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan pada anak-anak yang masih tergolong balita. Pada usia itu anak-anak masih membutuhkan pengawasan dan perlindungan dari orang tua. Namun tidak ada jalan lain, mereka harus bekerja supaya terus tetap bertahan hidup. Kadang ada yang mengamen dari pagi buta hingga larut malam. Akhirnya membuat anak-anak harus bermalam di tempat yang tidak layak. Begitu menderitanya anak-anak jalanan ini, lalu apakah ada peluang bagi mereka untuk dapat merasakan kehidupan yang sedikit lebih nyaman? Lalu siapa yang seharusnya tergerak untuk mempedulikan mereka? Seperti telah dikemukakan di depan bahwa anak-anak jalanan sebenarnya ingin sekali hidup bersama orang tua yang berkecukupan. Mereka pun memiliki cita-cita dan harapan yang tinggi sama seperti anak-anak yang berkecukupan seusianya. Jika mereka tidak hidup dalam keadaan yang tidak terpuruk , kreativitas mereka bisa diasah dengan sebaik-baiknya. Dengan permasalahan yang begitu kompleks ini, jalan ke luar apa yang bisa ditempuh? Apa yang bisa dilakukan pihak lain untuk membantu anak jalanan? Gerakan teman asuh dan gerakan orang tua asuh merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk meringankan beban anak-anak jalanan. Teman asuh yang dimaksud di sini adalah anak-anak yang hidup di dalam keluarga berkecukupan dan memiliki kepedulian terhadap penderitaan yang dialami oleh anak-anak jalanan. Teman asuh dapat berasal dari lingkungan sekolah tertentu dan mayarakat di luar sekolah misalnya anak-anak warga gereja tertentu. Gerakan teman asuh di lingkungan sekolah tertentu dapat direncanakan sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. Sebagai contoh, sekolah A memiliki murid seribu orang, sekolah ini dapat membuat program gerakan teman asuh dengan cara penyisihan uang jajan sebesar Rp. 1.000,00 per orang per minggu. Dengan demikian dalam satu bulan sekolah tersebut sudah dapat mengumpulkan dana sebesar Rp. 4.000.000,00. Besaran penyisihan uang jajan ini sangat bergantung kepada kemampuan warga sekolah. Bisa lebih dari nominal seribu rupiah atau bisa kurang dari nominal seribu rupiah. Setelah dana terkumpul, maka dana tersebut dapat segera disalurkan kepada anakanak jalanan yang menjadi target sekolah. Penyerahan dana ini dapat dilakukan secara periodik misalnya setiap tiga bulan, empat bulan, enam bulan, dan sebagainya. Selain pengumpulan uang, dapat juga dilakukan pengumpulan pakaian seragam sekolah layak pakai dan buku-buku pelajaran serta peralatan sekolah yang sudah tidak digunakan oleh pemiliknya. Gerakan teman asuh di lingkungan gereja tertentu juga dapat dilakukan dengan teknis yang tidak jauh berbeda dengan gerakan teman asuh di lingkungan sekolah. Hanya saja dana yang disisihkan mungkin bukan uang jajan, melainkan persembahan khusus yang dialokasikan untuk membantu anak-anak jalanan. Besaran uang yang dipersembahkan mungkin lebih Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 97 Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan progresif, bergantung kepada kemampuan pemberi persembahan. Setelah dana terkumpul, maka dana tersebut dapat segera diserahkan kepada anakanak jalanan yang menjadi target gereja itu. GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh) sudah lama dicanangkan oleh pemerintah. Gerakan ini perlu dipupukkembangkan lagi agar mencapai jumlah yang lebih banyak. Orang tua asuh yang dimaksud di sini adalah keluarga yang berkecukupan dan memiliki kepedulian terhadap anak-anak jalanan dengan cara memberikan bantuan berupa kebutuhan hidup atau biaya sekolah bagi anak-anak jalanan. Gereja merupakan lembaga yang cukup potensial untuk menggerakkan orang tua asuh. Gereja dapat menawarkan kepada keluarga-keluarga mampu untuk menjadi donatur bagi anak-anak jalanan. Apabila tawaran ini sudah mendapatkan respon dari jemaat, pengelola dapat menentukan target anak-anak jalanan yang akan dibantu. Bantuan tersebut dapat berupa biaya sekolah selama satu tahun (pada akhir tahun pelajaran, kesanggupan keluarga tersebut untuk menjadi donatur dapat diperbaharui lagi). Apabila jumlah orang tua asuh lebih banyak, maka langkah untuk menolong para anak jalanan ini semakin dapat membuahkan hasil. Alternatif lain dapat juga dilakukan oleh pihak sekolah. Sekolah-sekolah sebaiknya mengadakan program beasiswa bagi anak-anak jalanan dengan aturan yang lebih khusus. Misalnya dengan cara menjaring anak-anak jalanan yang memiliki prestasi tinggi, kemudian diberikan pelayanan pendidikan tanpa biaya. Selain itu, agar anak-anak jalanan dapat bersekolah perlu peranan pemerintah dalam memperbaiki taraf hidup orang tua dan mengatasi masalah pengangguran yang ada, yaitu dengan cara membuka lapangan kerja baru, mendorong usaha-usaha kecil, memperluas kesempatan swasta untuk berusaha, sehingga para orang tua anak jalanan ini mendapat peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan dapat menyekolahkan anak-anaknya. Gerakan teman asuh dan gerakan orang tua asuh merupakan alternatif yang patut didorong keberadaannya agar anak-anak jalanan dapat ditolong. Langkah-langkah untuk menggerakkan orang tua asuh dan teman asuh ini sangat mungkin dilakukan, asal dengan program yang pasti dan informasi yang jelas. Di sisi lain pemerintah sebaiknya merangkul pihak-pihak yang mampu seperti para pengusaha yang sukses ataupun para pejabat yang memiliki penghasilan tinggi untuk memberikan bantuan kepada anak-anak jalanan secara tepat sasaran dan tepat guna. Semua itu akan tercapai, bila orang-orang yang mampu dengan tulus ikhlas mau ambil bagian membantu mereka. Mari ulurkan tangan bagi anak-anak jalanan, agar mereka bisa menikmati kehidupan yang wajar, terus bersekolah, dan menjadi anak yang siap menyongsong masa depan yang lebih baik. Melalui kedua gerakan ini serta dengan bantuan pemerintah, kelima penyebab masalah yang dihadapi anak-anak jalanan itu akan dapat diatasi. 98 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Gerakan Teman Asuh dan Orang Tua Asuh untuk Membantu Anak-Anak Jalanan Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Anak-anak jalanan terlahir dari sebuah kondisi keterpurukan perekonomian masyarakat lapisan bawah. Sesungguhnya mereka juga memiliki harapanharapan sebagaimana anak-anak yang orang tuanya berkecukupan. Namun oleh karena keadaan ekonomi yang tidak mendukung maka mereka hanya bisa pasrah dan menjalani kehidupan mereka dengan penuh penderitaan. Anak – anak jalanan tumbuh di dalam kondisi keluarga yang sangat tidak menguntungkan, mereka tidak bisa mengenyam pendidikan, tidak bisa menikmati kasih sayang orang tua, tidak bisa menikmati kesehatan yang semestinya, bahkan apa yang mereka makan sangat jauh di bawah standar gizi yang dibutuhkan. Di balik keterpurukan seperti ini sebenarnya anak-anak jalanan juga memiliki harapan dan cita-cita sebagaimana anak–anak pada umumnya, akan tetapi mereka tidak dapat mewujudkan harapan dan cita– cita mereka. Penderitaan anak-anak jalanan ini sudah sepantasnya mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai lapisan masyarakat. Gerakan teman asuh dan orang tua asuh merupakan langkah yang sangat mungkin dilakukan untuk mengurangi penderitaan anak-anak jalanan. Sekolah-sekolah dan lembaga sosial masyarakat seperti gereja, organisasi umat Islam, organisasi umat Hindu, dan organisasi umat Budha, dan sejenisnya merupakan wahana yang cukup potensial untuk melakukan gerakan ini. Saran Gerakan teman asuh dan orang tua asuh dapat berjalan dengan baik apabila para tokoh kunci di lembaga-lembaga tertentu bersedia menaruh perhatian yang lebih serius terhadap hal ini. Para tokoh kunci yang dimaksud misalnya kepala sekolah, guru, pengurus OSIS, dan sebagainya. Sedangkan di lembaga-lembaga di luar sekolah misalnya pendeta, pekerja gereja, para aktivis gereja, pimpinan organisasi dan aktivis umat Islam, Hindu, Budha, dan pimpinan atau aktivis lembaga sejenis lainnya. Untuk itu kami menghimbau kepada para tokoh kunci ini untuk memberikan perhatian yang lebih serius terhadap hal ini. Daftar Pustaka Clyde, M. Narramore, (1985). Liku-liku problema rumah tangga. Bandung: Yayasan Kalam Hidup Beck, Joan. (1994). Meningkatkan kecerdasan anak . Jakarta: Pustaka Delapratasa Dargatz, Jan. (1999). Sederhana menyatakan kasih sayang. Batam: Interaksara Lewis, Paul. (1997). 40 cara mengarahkan anak. Bandung: Yayasan Kalam Hidup Subrata, Hadi Subrata, A. (1997). Mengembangkan kepribadian anak balita. Jakarta: BPK Gunung Mulia Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 99 Berbagi Opini Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama Jeffry Kurniawan, Steffi Agatha, Ricky Kurniawan*) Abstrak langkah indahnya jika dunia ini penuh dengan kasih, peduli dan berbagi dimana setiap orang mempunyai suatu keinginan untuk mencintai dan peduli satu dengan yang lainnya. Berbagi kasih adalah suatu usaha untuk menjalin hubungan sosial dan juga untuk mempererat tali persaudaraan di antara manusia. Berbagi kasih juga adalah wujud kepedulian kita terhadap sesama. Banyak sekali yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan kepedulian. Bentuk kepedulian ini dapat kita lakukan secara langsung maupun tidak langsung. Di dalam berbagi kasih, kita juga tidak perlu memandang ras, suku, agama, golongan sosial, dan sebagainya. Berbagi kasih tidak boleh pandang bulu. A Kata kunci: Berbagi kasih, wujud kepedulian, tidak pandang bulu. Abstract How beautiful it is if this world filled with love, care, and share where every body has a willingness to love and care each other. Sharing affection is an effort to build and maintain good social relation and also to tighten solidarity among human beings. We can do many things to realize it. Sharing love can be done directly or indirectly without discrimination of races, religions, ethnics, culture, social status, etc. Pendahuluan Dewasa ini, tampaknya manusia banyak yang sudah mulai lupa akan panggilan hidupnya. Hal ini dapat terlihat dari semakin sulitnya manusia untuk berbagi kasih dan peduli kepada sesamanya. Padahal, berbagi kasih kepada sesama bukanlah hal yang terlalu sulit dilakukan dan tidak akan mengurangi sesuatu *) Siswa SMA BPK PENABUR Tasikmalaya, Juara I Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR Kategori Siswa SLTA 100 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama apapun dari diri kita sebagai manusia. Sebagai manusia kita seharusnya sadar bahwa kita hadir di dalam dunia bukan untuk diri kita sendiri, tapi untuk orang lain juga. Memang tidak salah apabila seseorang menyayangi dan memanjakan dirinya sendiri. Bahkan Tuhan Yesus dalam Matius 22:39 mengatakan, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Ini artinya bukannya kita tidak boleh mencintai diri sendiri, tetapi kita juga dipanggil untuk mengasihi Allah dan sesama. Sudah selayaknya berkat dan kasih yang kita terima dari Allah kita bagikan juga kepada sesama agar mereka juga turut merasakan kasih dari Allah yang sudah kita terima. Dengan begitu, kita juga sudah mewujudnyatakan rasa syukur kita sebagai makhluk yang telah diselamatkan oleh darah anak-Nya. Lantas, apa yang membuat kita begitu sulit mengasihi dan peduli kepada sesama? Ini semua tidak terlepas dari kepekaan manusia sebagai individu dan juga sudut pandang manusia di dalam memandang sesamanya. Melalui tulisan ini, kita semua diajak untuk mengintropeksi diri kita sendiri, juga untuk menyadari bahwa betapa pentingnya kehadiran manusia yang satu terhadap yang lainnya serta apa saja yang bisa kita lakukan untuk mereka dengan mengingat bahwa kita adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Uraian berikut ini tentang berbagi kasih dan peduli kepada sesama mudahmudahan dapat menjadi bahan refleksi untuk kita. Bagaimana kita dapat menunjukkan sikap peduli kita terhadap sesama. Kita dapat memulai dari diri kita sendiri dan saat ini juga. Kasus I Gara-gara tidak mampu membayar SPP, Miftahul Jannah, yang akrab dipanggil Mita nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Selepas magrib, bocah 13 tahun yang tinggal di Kelurahan Karang Semande, Kecamatan Karang Malang, Balong Panggang, Gresik, itu menggantungkan setagen panjang 395 cm warna putih di lehernya. …. Mengapa Mita bunuh diri? Atun, adik Sami (nenek korban), mengatakan, korban stres dan bingung karena tidak punya uang biaya tur yang akan dilaksanakan sekolahnya. “Kalau tidak bisa bayar, katanya tidak boleh ikut rekreasi dan ambil ijazah,” tuturnya. …. Mita juga sempat marah dan sakit hati ketika emak embahnya berkata bahwa dirinya makan dan tidur tidak membayar. …. Hal tersebut membuat bocah kelas 6 SDN Semande ini sakit hati. Penggalan berita di koran beberapa waktu yang lalu di atas merupakan cerminan dari kondisi sosial di negara kita. Dalam kondisi yang seperti itulah kepedulian kita terhadap sesama sangat dibutuhkan, terutama oleh orangJurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 101 Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama orang kecil seperti Mita. Padahal, jika pada saat itu pihak sekolah memberikan keringanan dalam pembayaran SPP, mungkin peristiwa tersebut tidak akan terjadi. Memang kasus di atas tidak dapat ditimpakan kepada pihak sekolah saja, karena Mita pun sebenarnya tidak menyampaikan kesulitan yang dialaminya pada pihak sekolah. Tetapi, jika sejak dini sekolah lebih peka di dalam memantau keadaan keluarga para siswanya dan memberikan keringanan dalam pembayaran SPP atau pun melalui pemberian beasiswa bagi mereka yang kurang mampu secara ekonomi, Mita mungkin tidak akan berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang seperti itu. Kurangnya kepedulian dan perhatian membuat Mita nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Kadangkala kita memang terlalu asyik dengan apa yang ada pada diri kita sendiri. Persoalan-persoalan pribadi, rutinitas kerja, harta, dan kesenangankesenangan membuat kita lupa bahwa masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan dari kita. Ironis memang jika kita mengingat bahwa sejak kecil kita sudah dikenalkan sebagai makhluk sosial, di mana manusia tidak dapat hidup sendiri dan saling bergantung kepada orang lain. Tapi itulah kenyataannya, bahwa kita sering kali tidak peka terhadap sesama kita. Sekarang ini semakin jarang orang yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu sesamanya. Contoh kecil, sering kali kita bersikap acuh tak acuh terhadap pengemis-pengemis yang cacat fisik yang dapat kita jumpai di depan pusat-pusat perbelanjaan. Padahal, mereka jelas-jelas sudah cacat dan tidak dapat mencari uang dengan cara yang lain, sebenarnya mereka pun terpaksa melakukan hal tersebu. Jika mereka bisa tentu mereka ingin mencari pekerjaan yang lebih layak. Contoh lainnya, mungkin kita seringkali bercekcok dengan tukang reparasi payung untuk mendapatkan harga yang semurahmurahnya dalam memperbaiki payung. Padahal, harga yang kita ributkan itu tidaklah seberapa jika kita bandingkan dengan gaya hidup kita yang mewah di mana kita seringkali membeli barang-barang yang manfaatnya tidaklah seberapa dibandingkan dengan keahlian mereka dalam memperbaiki payung dan manfaat dari payung itu sendiri. Mungkin tidak pernah terpikirkan oleh kita jika pada hari itu, dia tidak menemukan pelanggan lain selain kita maka mungkin dia tidak akan membawa sepeser uang pun. Bisa kita bayangkan betapa berat bebannya untuk memberi nafkah kepada keluarganya dengan penghasilan yang pas-pasan dan tidak menentu dalam setiap harinya. Apakah kita sudah melupakan ajaran sosial yang telah kita terima sejak kecil itu atau apakah kita berpikir bahwa kita hidup semata-mata untuk mencari kepuasan diri dan memenuhi kepentingan diri sendiri? 102 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama Kurangnya Empati Yang jelas salah satu penyebab kurangnya kepedulian dan perhatian manusia terhadap sesamanya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya rasa empati dalam dirinya. Empati lebih dalam dari rasa simpati karena dengan berempati seseorang benar-benar merasakan posisi dan kondisi yang sedang dialami orang lain. Seseorang yang tidak memiliki rasa empati dalam dirinya tidak akan mampu merasakan penderitaan atau kesusahan yang sedang dialami oleh orang lain. Akibatnya, dia tidak akan memiliki rasa belas kasihan bahkan terkesan cuek ketika menyaksikan sesamanya mengalami kesusahan. Dia tidak akan merasa terpanggil untuk memberikan bantuan kepada sesama mereka itu. Kita sebagai manusia dipanggil untuk mengasah rasa empati kita setiap saat dalam kehidupan yang kita jalani sehingga mampu merasakan penderitaan yang dialami oleh orang lain dan dapat berbelas kasihan kepada yang membutuhkan bantuan. Ilustrasi berikut dapat menunjukkan bagaimana sikap empati dapat diwujudkan. Mencoba mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik, itulah yang diinginkan Anif Lesmana (11) seorang siswa kelas enam SD di kota Bandung yang terpaksa harus merangkap sebagai anak jalanan. Ia bersama temantemannya biasa mengamen di perempatan jalan atau menjual koran sepulang sekolah. Anif terpaksa bekerja karena ia sangat ingin membantu orang tuanya. Ayahnya adalah seorang penjual es keliling yang penah menganggur karena sakit sedangkan ibunya belum juga mendapat pekerjaan. Awalnya, ada tetangga yang prihatin dan mengajak kakak Anif, Alvin(14) untuk menjual koran di perempatan jalan. Melihat kakaknya biasa mendapat uang Rp.1.000- Rp.5.000 sehari di jalanan, Anif pun mengikutinya. Waktu ayahnya mengetahui ia berjualan di jalanan, ia sempat dilarang. Tapi karena terpaksa akhirnya ia diperbolehkan. Bagi Anif dan juga anak-anak jalanan lain bekerja merupakan hal yang pasti bisa mengurangi beban orangtua. Jika tidak karena mimpi untuk memiliki masa depan yang cerah, mungkin mereka tidak mengamen. (Kompas, Jumat 30 September 2005). Sikap tetangga Anif dalam kisah di atas menunjukkan sikap empati. Dia merasa prihatin dan turut merasakan kesulitan yang dialami Anif dan keluarganya . Memang, dalam berbagi kasih kepada sesama, kita harus mau turut merasakan apa yang mereka derita. Karena dengan begitu, kita tergerak untuk membantu mereka. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 103 Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama Keegoisan “Paling enak itu jadi orang cueek, nggaaak peduli sama orang lain. Buat apa mikirin orang lain? Cape sendiri… elu jalanin hidup lu sendiri, gue jalanin hidup gue.” Itulah komentar yang belakangan ini sering kita dengar dari mulut manusia. Sikap manusia yang menganggap dirinya paling penting sedangkan kepentingan orang lain adalah nomor dua membuat orang kehilangan kepedulian. Manusia terlalu memikirkan dirinya sendiri dan tidak mau tahu tentang orang lain. Manusia lebih mengutamakan kepuasan dirinya sendiri dengan mencari uang atau menghamburkan uang untuk membeli televisi yang berharga 70 juta misalnya. Padahal, sejak manusia dilahirkan, Tuhan pun sudah mengingatkan bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki keterikatan pada orang lain. Bayangkan apabila ketika ibu kita akan melahirkan kita, di sana tidak ada bidan ataupun dokter yang mendampinginya, apakah ibu kita akan melahirkan dengan lancar? Tentunya, diperlukan orang lain yang dapat membantu ibu kita sehingga dapat melahirkan secara lancar. Manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, kita tidak seharusnya menyepelekan atau cuek terhadap orang lain. Kita harus sadar bahwa kita memerlukan orang lain dan orang lain juga memerlukan kita. Sudah seharusnya kita saling membantu sesama dan mengesampingkan ego-ego kita. Apakah kita akan memilih perbuatan baik atau memenangkan ego kita sendiri?. Konsistensi Malam itu Ani berdoa. “Tuhan, … aku ingin supaya Engkau mencurahkan berkatMu atas diri ku. Ajarlah aku juga untuk melakukan segala yang Kau perintahkan, agar hidupku dapat berkenan di mataMu dan menjadi sumber sukacita serta berkat bagi sesama. Amin.” Pada hari minggu, Ani pergi ke restoran karena sudah memiliki janji dengan temannya. Di tengah jalan dia menyaksikan suatu peristiwa tabrak lari. Sang korban terluka dan tidak dapat bangun karena jatuh dan kakinya keseleo. Sang korban menjadi kebingungan karena di sana tidak ada orang lain. Melihat kenyataan itu, Ani berlari dengan cepat sambil sembunyi-sembunyi karena dia tidak mau direpotkan oleh sang korban. Dia tidak ingin terlambat menemui temannya di restoran. Selain egois, kadang-kadang manusia juga munafik. Sebenarnya, kita sudah tahu bahwa sejak kecil kita diajarkan untuk saling mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri sendiri dan kita juga meyakini kebenaran ajaran tersebut. Namun, dalam kenyataannya kita tidak mau melakukan hal itu. Kita lebih tertarik untuk melakukan hal-hal yang memuaskan diri kita sendiri. Mungkin, sering kita mengucapkan perintah untuk saling mengasihi sesama 104 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama ini, tapi hal itu diucapkan hanya oleh mulut saja tidak dengan hati dan perbuatan. Dalam hal ini, manusia dingatkan untuk konsisten bahwa apa yang telah kita yakini dan ucapkan haruslah nyata dalam tindakan. Berbicara tentang konsistensi, kita diingatkan pada cerita tentang orangorang Farisi dalam Alkitab. Mereka melakukan sesuatu bukan karena didorong oleh panggilan hati yang jernih, melainkan sekadar sebagai kewajiban keagamaan. Bahkan lebih lanjut mereka melakukan banyak hal supaya perbuatannya itu dilihat orang. Di sini terlihat ketidakkonsistenan antara yang diyakini dengan yang dilakukan. Minimal, terjadi pembelokan tujuan. Puasa yang seharusnya dilakukan sebagai bagian dari hubungan yang khusus dengan Allah, kini dijadikan sarana pameran kesalehan. Ini jelas suatu sikap tidak konsisten. Mereka mengajarkan Firman Allah tetapi tidak melakukannya. Mereka suka sekali menjadi guru namun tidak mau menjadi teladan. Seharusnya apa yang diyakini harus terlihat dalam semua tingkah laku, dan dilakukan dengan motivasi yang benar. Perintah Tuhan untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri adalah imperatif kategoris dimana perintah ini mutlak dilakukan untuk menjamin suatu kondisi yang baik. Janganlah kita menjadi orang yang tidak konsisten karena jika demikian kita telah mengambil langkah menuju kemunafikan. Kasus II Ada orang Yahudi yang dirampok penyamun sehingga mengalami luka-luka. Kemudian lewatlat seorang Imam, tetapi dia diam saja. Dia hanya lewat tanpa peduli apa yang terjadi. Lalu, beberapa saat kemudian lewat pula seorang Lewi (pembantu imam). Namun, ia juga tidak melakukan apa pun. Ia hanya lewat dan membiarkan orang Yahudi itu. Akhirnya lewatlah seorang Samaria. Berbeda dengan dua orang sebelumnya, hati orang Samaria ini tergerak oleh belas kasihan, ia bersihkan luka orang Yahudi itu dengan minyak dan anggur (suatu benda yang sangat berharga pada saat itu), memberi tumpangan di kudanya dan mengantarnya ke sebuah penginapan. Ia juga meninggalkan biaya perawatan bagi orang Yahudi yang tak dikenalnya itu, bahkan ia berjanji akan kembali untuk melunasi kekurangannya. Siapakah Sesama Manusia itu? Itulah sepenggal kisah orang Samaria yang baik hati. Dalam kisah tersebut Imam dan orang Lewi tidak mau menolongnya. Mungkin mereka sedang terburu-buru atau mereka tidak mau dinajiskan oleh darah orang yang terluka itu, karena dapat mengganggu pelayanan dan tugas mereka di tempat ibadah. Namun yang jelas, kepekaan mereka terhadap penderitaan manusia dan kasih Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 105 Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama pada sesama kalah oleh orang Samaria yang mau berkorban bagi orang yang memusuhi dan membencinya. Pada zaman itu, orang Samaria kerapkali dilecehkan, dijauhi dan dimusuhi oleh orang Yahudi. Dari ketiga orang yang lewat dalam cerita di atas, siapakah yang menjadi sesama bagi orang lain dan menganggap orang lain adalah sesamanya? Kisah tentang orang Samaria tersebut telah menjawab pertanyaan dari subjudul di atas. Sesama manusia adalah orang-orang yang ada di sekitar kita tanpa membedakan muka, suku, budaya, agama, ras,dan lain lain. Orang Samaria dalam cerita di atas telah menunjukan kasih yang luar biasa. Kasih yang mengatasi segala permusuhan, perbedaan dan kebencian. Begitu juga kita sebagai manusia, hendaklah kita meneladani orang Samaria tersebut. Kita harus peduli dan mengasihi orang-orang di sekitar kita tanpa harus melihat dulu latar belakang orang yang ditolong, mukanya, ataupun agamanya. Seringkali kita tidak mau peduli dengan orang lain karena kita menganggap mereka berbeda dengan kita atau karena mereka lebih rendah derajatnya daripada kita sehingga kita tidak layak bergaul dengan mereka. Tetapi sekali lagi kita telah diingatkan bahwa kita harus menjadi sesama bagi siapa pun dan harus menjadikan siapa pun sebagai sesama kita. Kesimpulan dan Saran Kasus seperti Mita dapat dihindari jika kita semua lebih peduli dan lebih menaruh perhatian terhadap Mita. Hal ini menuntut kemurahan dari hati kita sebagai manusia. Murah hati adalah rela memberi sesuatu kepada orang lain dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan. Namun, pemberian yang tulus tersebut harus mempertimbangkan ketepatan waktu, bentuk dan manfaat bagi orang yang menerima, serta ketetapan motivasi bagi sang pemberi. Jadi, dalam bermurah hati, kita harus ingat bahwa bantuan yang kita berikan harus : 1. Tepat waktu. Bantuan kita tidak diulur-ulur atau ditunda. 2. Tepat bentuk. Misalnya, bagi orang yang kelaparan, tentu tidak tepat apabila kita memberi bantuan berupa “membacakan Alkitab dan mendoakannya” tanpa berbuat sesuatu untuk mengurangi kelaparannya. 3. Tepat manfaat. Apakah yang kita berikan sesuai dengan kebutuhan atau tidak bagi si penerima. Penyakit terbesar di dunia Barat pada zaman ini bukanlah TBC atau Lepra, melainkan timbulnya perasaan tidak dibutuhkan oleh orang lain, tidak dicintai, atau tidak dipedulikan. Kita dapat menyembuhkan penyakit fisik dengan obatobatan tetapi satu-satunya penyembuhan bagi kesepian, keputusasaan, dan hilangnya harapan adalah cinta…. ada kelaparan akan cinta….(A Simple Parh; hal.49). Kira-kira itulah yang ingin Ibu Teresa katakan pada dunia. Dalam hidupnya, Ibu Teresa bersama dengan Tarekat yang ia dirikan sendiri, 106 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama Missionaris Cinta Kasih, telah melakukan pekerjaan besar. Ia tanpa banyak bicara dan dengan efektif telah membantu 123 negara yang dilanda penderitaan dan kekurangan yang begitu mengerikan. Hal itu bisa kita lihat dari rumah-rumah dan pusat-pusat yang beliau dirikan yang sekarang mencakup tempat bernaung bagi para tunawisma dan klinik-klinik AIDS. Hidupnya ia persembahkan untuk melayani orang-orang yang tersisih dan terbuang dari masyarakat. Dari pengalaman hidup Ibu Teresa itu, kita dapat mempelajari banyak hal. Namun, pada intinya kita dipanggil untuk berbagi cinta kasih dengan sesama. Mungkin, kita tidak dapat menjadi seperti Ibu Teresa yang berkeliling dunia untuk menjamah mereka yang membutuhkan perhatian, tetapi kita dapat memulainya dari perkara-perkara kecil, dimulai dari teman-teman sepergaulan kita, masyarakat di lingkungan kita tinggal, teman sekolah, dan sebagainya. Banyak sekali yang dapat kita lakukan untuk mereka. Misalnya saja, menjadi tempat curhat teman-teman kita, memberi perhatian terhadap teman-teman kita, ikut memberi subsidi teman kita yang tidak mampu membayar SPP, menyumbang korban bencana alam melalui kotak peduli kasih yang diedarkan di sekolah ataupun tempat-tempat lainnya atau bahkan menjadi relawan ke daerah bencana untuk memberi bantuan tenaga dalam melayani mereka yang terkena bencana. Jika sejak dini kita mampu memperhatikan mereka yang ada di sekitar kita dan berbagi kasih dengan mereka, maka akan tercipta suatu kondisi yang damai dan mudah-mudahan tidak akan terulang lagi peristiwa yang menimpa Mita. Inilah panggilan saat ini. Kita dipanggil untuk mengasah empati kita, membuang keegoisan kita, tidak munafik, dan murah hati. Satu pertanyaan yang patut dijawab dan memerlukan kekonsistenan adalah, “Maukah kita menjadi Ibu Teresa lain yang mau berbagi cinta kasih dan peduli pada sesama kita?” Daftar Pustaka Purnama, Danny. (2003). Murah hati: Gimana caranya?. Dalam Teens for christ (edisi November-Desember). Jakarta. www.jawapos.com. www.kompas.com Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 107 Opini Manajemen Pemasaran Sekolah Manajemen Pemasaran Sekolah sebagai Salah Satu Kunci Keberhasilan Persaingan Sekolah Henry Sumurung Octavian, SE., M.M.*) Abstrak aat ini istilah efektif dan efisien merupakan istilah yang sering digunakan sehubungan dengan pola persaingan yang semakin ketat. Tidak terkecuali dunia pendidikan termasuk sekolah merasakan tuntutan kondisi lingkungan tersebut. Banyak perubahan yang harus dilakukan khususnya menyangkut pola-pola manajemen sekolah selama ini. Sebagai organisasi nirlaba maka sekolah seharusnya berusaha melakukan terobosan akibat berkurang atau bahkan hilangnya insentif yang diterima lembaga pendidikan. Sekolah sebagai lembaga penyedia jasa pendidikan perlu belajar dan memiliki inisiatif untuk semakin meningkatkan kepuasan pelanggan karena pendidikan merupakan proses yang sirkuler yang saling mempengaruhi dan berkelanjutan. Inisiatif sekolah dimulai dari mencari tahu (riset pasar) kondisi pasar pendidikan. Dari berbagai macam segmen yang ada di pasar, selanjutnya sekolah menetapkan strategi pemasaran yang sesuai dengan pasar sasaran. Dalam pemetaan pasar yang tersegmen, penyedia jasa pendidikan (sekolah) akan secara fokus menetapkan atribut-atribut kepentingan sesuai dengan karakteristik segmen yang dipilih. Lebih dari itu gap keseimbangan antara jumlah penyelenggara sekolah dan jumlah siswa akan semakin kecil akibat sekolah secara komprehensif mengukur sumber daya dan kondisi pasar. S Kata kunci: Manajemen sekolah, manajemen pemasaran, strategi pengelolaan, atribut pendidikan, pasar pendidikan, segmen, target pasar, riset pasar Abstract Nowdays the terms of ’effective’ and ‘efficient’ are more often used in relation to tight competition patterns. Such as a competition also occurs in the education world. Schools are demanded to improve management system, *) Kepala SMA BPK PENABUR Bogor, Juara III Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR Kategori Karyawan 108 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Manajemen Pemasaran Sekolah teaching and learning process in order to be able to sustain, develop, and compete. As a non profit institution, schools are expected to make some breakthroughs and innovations to satisfy their consumers. The writer discusses some ideas how to improve school management to maximize the attainment of its educational objectives. Pendahuluan Dalam kondisi krisis multidimensi yang berkepanjangan, pendidikan telah menarik perhatian berbagai pihak setelah bergeser menjadi salah satu pos pengeluaran yang semakin besar dan memberatkan di sebahagaian besar anggota masyarakat. Tingginya biaya pendidikan merupakan konsekuensi dari meningkatnya biaya dan ditambah lagi dengan berkurangnya kemampuan para penyandang dana pendidikan. Pendidikan yang ‘mahal’ akan semakin menjadi relatif ketika kita melihat dari sudut pandang yang berbeda. Apabila pendidikan dianggap sebagai suatu bentuk investasi yang akan memberikan suatu benefit di masa mendatang maka tidak akan terjadi penempatan biaya pendidikan dalam skala prioritas terakhir atau berada di bawah pengeluaran-pengeluaran yang konsumtif. Perspektif inilah yang harus terus diupayakan menjadi sepandang agar tidak terjadi gap pendekatan bagi solusi masalah-masalah seputar pendidikan. Komunikasi yang sering sumbang harus disamakan, paling tidak untuk membuka forum diskusi yang lebih terarah bagi semua pihak yang berkepentingan di dunia pendidikan. Bermunculannya sekolah-sekolah baru menimbulkan fenomena dalam dunia kependidikan. Bentuk dan pendekatan pendidikan semakin berkembang dan kompleks. Tidak hanya pemain-pemain lama yang mengembangkan sekolah yang sudah ada namun juga dari pelaku usaha non kependidikan dan bahkan penyelenggara pendidikan dari luar negeri. Secara objektif, masyarakat semakin sulit menentukan pilihan lembaga pendidikan formal/sekolah yang akan digunakan. Sehubungan dengan kurikulum berbasis kompetensi, maka pendekatan satu arah guru-siswa akan semakin dikurangi. Metode-metode partisipatif berdasarkan kompetensi akan semakin digunakan. Peserta didik akan semakin mendapat perhatian secara pribadi. Dengan semakin ditambahkannya fiturfitur pengajaran tersebut, maka biaya operasional secara rasional akan bertambah. Hal yang logis ketika kualitas suatu produk/layanan ditingkatkan maka akan meningkatkan biaya. Di lain pihak pengelolaan suatu lembaga menuju organisasai yang efektif dan efisien merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi tersebut. Tidak terkecuali lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut menjadi Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 109 Manajemen Pemasaran Sekolah organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memerlukan suatu sistem pengelolaan yang profesional. Sekolah formal sebagai organisasi nirlaba telah banyak mengalami redefenisi dalam hal bagaimana seharusnya sekolah dapat tetap beroperasi dalam iklim hypercompetitive. Visi dan Misi sekolah dengan pendekatan situsional akan seringkali disalahartikan oleh masyarakat. Dari paparan kondisi pendidikan di atas, maka pengelolaan sekolah memainkan peranan yang penting dan menentukan keberlangsungan serta perkembangan sekolah itu dimasa yang akan datang. Bagaimana sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan dikelola serta strategi yang bagaimana diperlukan perlu dibahas lebih lanjut. Manajemen Sekolah Sebagai salah satu salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, sekolah sudah selayaknya memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal ini tidak terlepas dari seberapa baik sekolah itu dikelola. Apabila sekolah dianalogikan sebagai mesin produksi, maka kualitas output akan relevan sekali dengan kualitas mesin tersebut. Pengelolaan Pendidikan bermutu tidak terlepas dari fungsi-fungsi manajemen secara umum yaitu: Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pengarahan (Directing) dan Pengendalian (Controlling). Fungsifungsi manajerial tersebut hendaknya dilakukan oleh setiap pengelola sekolah secara efektif dan efisien, dimana pimpinan (kepala sekolah) secara khusus merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya sekolah yaitu: SDM, siswa, metode, sarana prasarana dan pasar. Manajemen sekolah berbasis kualitas (Quality Education) merupakan dasar efektifitas dari segala keberhasilan program-program sekolah. Pendidikan yang bermutu merupakan standar kesesuain tampilan (performance) terhadap atribut-atribut yang dianggap penting oleh para pelanggan/pengguna jasa pendidikan. Atribut-atribut mutu tersebut hendaknya diketahui oleh penyelenggara sekolah sehingga dalam operasionalisasi kegiatan dapat mengacu pada kepentingan mutu pelanggan. Kegiatan pendidikan di sekolah sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa (service) memiliki bentuk proses yang sirkuler bukan linier atau sekedar jual beli. Dalam sistem pendidikan, sekolah hendaknya dapat memberikan inisiatif peran yang dapat memancing peran positif komponen sisitem pendidikan lainnya seperti tergambar sebagai berikut: 110 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Manajemen Pemasaran Sekolah Gambar 1 Proses Sirkuler Pendidikan Keterangan: A : Lembaga Pendidikan/ Sekolah B : Jasa Kependidikan C : Pelanggan Primer (Peserta Didik) D : Pelanggan Tersier (Dunia Usaha, Lembaga Studi Lanjutan) E : Pelanggan Sekunder (Orangtua, Masyarakat, Pemerintah) : Proses Pelayanan : Proses saling melayani : Produk yang lansung ke dunia usaha Sumber: Tampubolon, 2005 Sekolah dalam kaitannya dalam industri jasa kependidikan menghasilkan produk-produk yang dapat dikategorikan sebagai (Tampubolon, 2005): (1) produk sepenuhnya yaitu jasa/ pelayanan kependidikan dan (2) produk parsial adalah lulusan. Produk-produk pendidikan sekolah terdiri dari jasa: kurikuler, penelitian, pengembangan kehidupan bermasyarakat, ekstrakurikuler dan administrasi. Kelima produk inilah yang merupakan wilayah kendali penuh sekolah dan merupakan tolok ukur pelayanan sekolah oleh komponen pendidikan lainnya. Strategi Pengelolaan Sekolah Masyarakat mengharapkan sekolah dapat memberikan penyediaan pelayanan pendidikan secara maksimal. Harapan yang besar pada sekolah memerlukan energi yang besar. Untuk itu diperlukan banyak dukungan dari berbagai pihak. Di negara-negara maju, perlakuan khusus kepada lembaga yang Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 111 Manajemen Pemasaran Sekolah menyelenggarakan pendidikan umum sudah sangat kondusif. Tentunya tidak terlepas dari kemampuan pemerintahnya. Sekolah dalam menjalankan kegiatan pendidikan sangat tergantung kepada tiga jenis sumber pemasukan keuangan, yaitu: (1) pemilik organisasi, (2) masyarakat pengguna dan (3) pihak ketiga. Masalah yang sering timbul adalah bagaimana jaminan ketersediaan dana tersebut secara jelas dan kontinyu, tanpa mengganggu kelangsungan kegiatan operasional sekolah. Masalah lain yang dapat timbul adalah ketika para penyandang dana memiliki kepentingan yang berbeda Adalah sangat penting untuk sekolah mencari sumber-sumber dana yang tidak memiliki kepentingan yang saling berbenturan. Tentunya sangat adil ketika visi dan misi sekolah diawali dari tujuan lembaga pembentuknya (pemerintah atau yayasan). Dalam kondisi tertentu, sekolah-sekolah yang mempunyai keterbatasan sumber daya yang dimiliki, maka strategi alliances merupakan jawaban dalam meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan. Stategi alliance merupakan bentuk kerjasama dengan lembaga lain yang paling aman dijalankan dibandingkan metode kerjasama lainnya (piggybacking dan merger), ketika identitas organisasi tersebut masih terjaga. Hal ini sangat logis ketika kompetensi dan kolaborasi antar lembaga pendidikan akan menjadi semakin dinamis, maka untuk materi-materi tertentu (seperti ketrampilan dan seni), sekolah dapat bekerjasama dengan mitra yang kompeten. Sebagai contoh untuk penyediaan pendidikan ketrampilan komputer bisa menggandeng lembaga pendidikan komputer yang sudah ada. Namun perlu diperhatikan bahwa strategi ini memiliki konsekuensi terpengaruhnya imej sekolah oleh lembaga mitra. Untuk itu diperlukan penetapan mitra yang memiliki visi dan misi yang sejalan serta reputasi yang baik. Pola persaingan antar sekolah dapat disikapi sebagai suatu iklim yang kondusif dalam pertumbuhan penyelenggaraan pendidikan. Isu-isu komersialisasi pendidikan merupakan konsekuensi logis dari tidak meratanya pasar yang terlayani oleh sekolah yang ada. Timbulnya sekolah favorit adalah akibat atribut-atribut sekolah yang secara panca indra tertangkap sebagai sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Atribut-aribut sekolah antara lain visi dan misi, sarana prasarana fisik, reputasi pendidik, prestasi siswa dan lulusan. Di lain pihak perlu pengelompokan pasar pengguna jasa pendidikan yang luas ke dalam beberapa segmen. Sekolah dapat lebih menajamkan strategi pengelolaan sehubungan dengan pasar yang menjadi segemennya. Akan lebih baik sekolah menjadi yang terbaik di kelasnya. 112 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Manajemen Pemasaran Sekolah Manajemen Pemasaran Sekolah Kotler mendefinisikan Pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Dengan demikian pemasaran produk dan jasa, termasuk sekolah akan terkait kepada konsep: permintaan, produk, nilai dan kepuasan pelanggan. Konsep produk dalam dunia pendidikan terbagi atas jasa kependidikan dan lulusan. Jasa kependidikan sendiri terbagi atas jasa: kurikuler, penelitian, pengembangan kehidupan bermasyarakat, ekstrakurikuler dan administrasi. Bentuk produk-produk tersebut hendaknya sejalan dengan permintaan pasar atau keinginan pasar yang diikuti oleh kemampuan dan kesediaan dalam membeli jasa kependidikan. Sekolah hendaknya dapat berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Selain itu juga perlu mencermati pergeseran konsep ‘keuntungan pelanggan’ menuju ‘nilai’ (value) dari jasa yang terhantar. Sekolah mahal tidak menjadi masalah sepanjang manfaat yang dirasakan siswa melebihi biaya yang dikeluarkan. Dan sebaliknya sekolah murah bukan jaminan akan diserbu calon siswa apabila dirasan nilainya rendah. Langkah-langkah kegiatan dalam mengelola pemasaran sekolah yaitu: 1. Identifikasi pasar Tahapan pertama dalam pemasaran sekolah adalah mengidentifikasi dan menganalisis pasar. Dalam tahapan ini perlu dilakukan suatu penelitian/ riset pasar untuk mengetahui kondisi dan ekspektasi pasar termasuk atribut-atribut pendidikan yang menjadi kepentingan konsumen pendidikan. Termasuk dalam tahapan ini adalah pemetan dari sekolah lain. 2. Segmentasi pasar dan Positioning Penentuan target pasar merupakan langkah selanjutnya dalam pengelolaan masalah pemasaran sekolah. Dalam pasar yang sangat beragam karakternya, perlu ditentukan atribut-atribut apa yang menjadi kepentingan utama bagi pengguna pedidikan. Secara umum pasar dapat dipilah berdasarkan karakteristik demografi, geografi, psikografi maupun perilaku. Dengan demikian sekolah akan lebih mudah menentukan strategi pemasaran sehubungan dengan karakteristik dan kebutuhan pasar. Setelah kita mengetahui karakter pasar, maka kita akan menentukan bagian pasar mana yang akan kita layani. Tentunya secara ekonomis, melayani pasar yang besar akan membawa sekolah masuk ke dalam skala operasi yang baik. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 113 Manajemen Pemasaran Sekolah 3. Diferensiasi Produk Melakukan diferensiasi merupakan cara yang efektif dalam mencari perhatian pasar. Dari banyaknya sekolah yang ada, orangtua siswa akan kesulitan untuk memilih sekolah anaknya dikarenakan atribut-atribut kepentingan antar sekolah semakin standar. Sekolah hendaknya dapat memberikan tekanan yang berbeda dari sekolah lainnya dalam bentuk-bentuk kemasan yang menarik seperti logo dan slogan. Fasilitas internet mungkin akan menjadi standar, namun jaminan internet yang aman dan bersih akan menarik perhatian orangtua . Melakukan pembedaan secara mudah dapat pula dilakukan melalui bentukbentuk tampilan fisik yang tertangkap panca indra yang memberikan kesan baik, seperti pemakaian seragam yang menarik, gedung sekolah yang bersih atau stiker sekolah. 4. Komunikasi pemasaran Akhirnya pengelola sekolah hendaknya dapat mengkomunikasikan pesanpesan pemasaran sekolah yang diharapkan pasar. Sekolah sebagai lembaga ilmiah akan lebih elegan apabila bentuk-bentuk komunikasi disajikan dalam bentuk/ format ilmiah, seperti menyelenggarakan kompetisi bidang studi, forum ilmiah/ seminar dan yang paling efektif adalah publikasi prestasi oleh media independen seperti berita dalam media massa. Komunikasi yang sengaja dilakukan sekolah dalam bentuk promosi atau bahkan iklan sekalipun perlu menjadi pertimbangan. Bentuk dan materi pesan agar dapat dikemas secara elegan namun menarik perhatian agar sekolah tetap dalam imej sekolah sebagai pembentuk karakter dan nilai yang baik. Publikasi yang sering terlupakan namun memiliki pengaruh yang kuat adalah promosi “mouth to mouth”. Alumni yang sukses dapat membagi pengalaman (testimony) atau bukti keberhasilan sekolah. Dengan langkah-langkah kegiatan tersebut diatas seperti tertuang dalam gambar 2, maka sekolah dapat mencapai keseimbangan/ ekuilibrium dalam operasionalisasi pengajaran dalam kondisi memperebutkan ‘kue’ dari banyak penyelenggara sekolah. Dengan demikian masalah sekolah yang kekurangan murid tidak terjadi lagi. Organisasi pendidikan hendaknya memiliki sistem pengelolaan/manajemen yang dapat memaksimalkan atribut-atribut yang dianggap pasar sebagai atribut yang penting dalam sebuah institusi pendidikan. Sehingga konsep pemasaran pedidikan yang berwawasan jasa/produk pelayanan akan berkembang menjadi konsep pemasaran pendidikan yang berorientasi pasar bahkan berwawasan masyarakat (society). 114 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Manajemen Pemasaran Sekolah Visi Misi Sekolah Strategi Pegololaan Sekolah Pesaing Riset Pasar Konsumen Pendidikan Strategi Pemasaran Sekolah Gambar 2. Konsep Pemikiran Pengelolaan Pemasaran Sekolah Langkah strategi selanjutnya adalah bagaimana pelayanan sekolah dapat terlihat sebagai apa yang diharapkan konsumen. Kesenjangan yang sering terjadi adalah adanya perbedaan persepsi kualitas maupun atribut jasa pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap organisasi jasa, termasuk sekolah, didapati beberapa ciri-ciri organisasi jasa yang baik yaitu memiliki (Kotler, 2000): 1. Konsep strategis yang memiliki fokus kepada konsumen. 2. Komitmen kualitas dari manajemen puncak. 3. Penetapan standar yang tinggi. 4. Sistem untuk memonitor kinerja jasa. 5. Sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan. 6. Memuaskan karyawan sama dengan pelanggan Untuk mencapai ciri-ciri tersebut di atas, kita sepatutnya mengetahui parameter-parameter apa saja yang akan menjadi kekuatan dalam organisasi jasa. Setidaknya ada lima determinan kualitas jasa (Parasuraman, 1985) yaitu: keandalan, responsif, keyakinan, empati dan wujud. Keandalan merupakan kemamampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. Dalam setiap realisasi pelayanan sekolah hendaknya sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Dan selanjutnya bagaimana dengan kondisi pelayanan yang ada dapat membantu keberhasilan proses belajar mengajar. Responsif merupakan kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Kecepatan waktu juga harus diikuti oleh ketepatan waktu sehingga kualitas pelayanan tidak dikorbankan. Penanggung jawab kegiatan, guru dan juga guru piket merupakan ujung tombak dalam merespon orangtua siswa. Mereka hendaknya dapat menjawab setiap pertanyaan dan paling tidak dapat menjadi ‘pendengar yang baik’ ketika keluhan muncul. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 115 Manajemen Pemasaran Sekolah Keyakinan merupakan pengetahuan dan kompetensi guru dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. Keyakinan pasar yang timbul merupakan suatu reputasi sekolah yang dibangun dalam kurun waktu tertentu dan yang utama merupakan cerminan dari kulitas guru. Untuk itu diperlukan strategi pendekatan pemasaran internal yaitu bagaimana pemilik sekolah dapat memberikan peningkatan kemampuan/ kompetensi guru serta memotivasi guru agar dapat semakin yakin akan organisasinya. Empati merupakan syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. Pada prinsipnya setiap manusia senang apabila diperhatikan orang lain. Hal ini dapat menjadi dasar perlakuan sekolah untuk memperhatikan setiap perkembangan siswanya. Pengelolaan administrasi, termasuk basisdata, yang baik dapat memudahkan pendekatan ini. Berujud merupakan penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil dan media komunikasi. Umumnya jasa pendidikan akan semakin terlihat baik ketika fasilitas fisik tersedia secara lengkap dan baik. Untuk menambahkan kewujudan dari jasa pelayanan dapat dilakukan dengan mewujudkan yang tidak berwujud. Imej sekolah dapat ditimbulkan dengan menempatkan simbol-simbol yang sifatnya dapat menterjemahkan konsep ke dalam tangkapan panca indra, sebagai contoh untuk mengesankan guru sekolah yang berkualitas maka ijasah pendidikan guru tersebut bisa dipajang. Dengan melakukan unsur-unsur kualitas pelayan jasa, maka sekolah dalam memberikan pelayanan pendidikan akan menjadi unggul dan pada akhirnya akan memudahkan pemasar untuk mengkomunikasikan kekuatan sekolah. Sehingga dalam mengantarkan pesan visi dan misi sekolah, masyarakat dapat menangkap lebih cepat, mudah dan paham. Tidak akan terjadi gap cara pandang dan komunikasi karena fakta lebih berbicara keras dari sekedar katakata. Ketika setiap komponen (stake holder) dalam sistem pendidikan telah memahami kearah mana sekolah menuju, maka gap antara permintaan dan penawaran pengguna pendidikan akan semakin kecil. Sekolah akan lebih memfokuskan pasar sasaran yang sesuai dengan misinya dengan tetap mempertimbangkan kelayakan untuk dapat tetap beroperasi dan berkembang. Kesimpulan Penyelenggara pendidikan dituntut semakin profesional dalam mengelola sekolah. Tidak saja menghadapi iklim persaingan yang semakin sengit namun juga tuntutan pasar yang semakin kritis dan rasional. Diperlukan suatu penelitian pasar yang sistematis sehingga sekolah dapat membuat strategi pemasaran 116 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Manajemen Pemasaran Sekolah sekolah dengan melihat kondisi persaingan lembaga pendidikan dan pasar pendidikan. Arah pengelolaan pemasaran sekolah adalah mencapai kepuasan pelanggan. Upaya komunikasi pemasaran akan menekankan pada atribut yang dipentingkan oleh segmen yang dituju. Dengan pengalaman pelanggan yang puas, maka akan dapat menjadi media yang cukup efektif dan obyektif. Sekolah berbasis kualitas akan menjadi dasar yang kuat dalam pemasaran produk pendidikan. Determinan kualitas jasa yang perlu dilakukan oleh sekolah yaitu: keandalan, responsif, keyakinan, empati dan wujud. Pendidikan yang merupakan proses yang sirkuler akan menempatkan pengelolaan pemasaran sekolah kepada langkah berkelanjutan yang saling mendukung. Dengan demikian diharapkan sekolah tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan siswa dengan diketahuinya kondisi pasar pendidikan. Daftar Pustaka Arief, Rachman dan Tim Konsultan Proyek Peningkatan Mutu SMU Paket-2. 2000. Panduan pelatihan untuk pengembangan sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Johan, Rita. (2004). Berbagai masalah pendidikan di Indonesia, Tabloid PENABUR Jakarta. No. 4 Thn II Edisi April – Juni 2004 Kotler, Philip. (2000). Marketing management, 10th edition. Upper Saddle River: Prentice Hall, Inc. Parasuraman, A, Valarie A. Zeithaml, Leonard L. Berry. (1985). Journal of marketing: A conceptual model of service quality and its implication for future Reseach Tampubolon, Daulat P. (2005). Pendidikan bermutu untuk semua. Makalah Seminar: Meningkakan Mutu Pendidikan Indonesia, 12 Mei 3005. Jakarta: IBII Tung, Khoe Yao. (2002). Simponi sedih pendidikan nasional. Jakarta: Abdi Tandur Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 117 Opini Kepemimpinan Transformasional di Sekolah Kepemimpinan Transformasional di Sekolah dalam Meningkatkan Outcomes Peserta Didik Muksin Wijaya , M.Pd.,M.M.*) Abstrak anyak gaya kepemimpinan yang dapat kita implementasikan dalam suatu organi sasi . Salah satunya adalah kepemi mpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau seluruh organisasi untuk mencapai performa yang semakin tinggi. Tulisan ini menunjukkan alternatif kerangka implementasi kepemimpinan transformasional di sekolah yang dapat meningkatkan hasil (outcomes) para peserta didiknya (keterampilan-kompetensi akademik dan keterampilan-kompetensi non akademik) yang seharusnya secara utuh dapat dimiliki peserta didik sebagai hasil dari suatu proses pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Diharapkan outcomes tersebut dapat menjadi bekal hidup mereka di masa mendatang yang semakin menuntut dan berkembang dengan cepat. B Kata kunci: Kepemimpinan, transformasional, kepemimpinan-transformasional Abstract There are clearly many styles of leadership that can be implemented in organization, such as transformational leadership. Transformational leadership brings ourselves changes within the people who involved in and or a whole of the organization to achieve higher level in performance. This paper shows an alternative framework of transformational leadership implementation in school that can improve students’ outcomes (the academic competencies-skills and non academic competencies-skills). These learning outcomes should be acquired completely by every student as the results of the education process and the learning activities. Hopefully the outcomes provide what the students need for their future life. *) Kepala Bidang Pembinaan dan Program Pendidikan BPK PENABUR Bandung 118 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah Pendahuluan Dewasa ini perkembangan manajemen dan kepemimpinan dalam suatu organisasi apapun merupakan hal penting dan perlu mendapatkan perhatian. Tanpa adanya suatu manajemen dan kepemimpinan yang baik dan aspiratif, upaya perubahan dan optimalisasi pencapaian kinerja dan tujuan organisasi akan sulit dicapai dan mungkin saja tidak menghasilkan apapun. Lalu akan muncul berbagai pertanyaan, antara lain: Apakah “Manajemen” dan “Kepemimpinan” itu?. Apa perbedaan kedua hal tersebut?. Pertanyaanpertanyaan tersebut sudah sering ditanyakan dan kerap kali juga sudah dijawab dengan berbagai pendekatan, baik dari pendekatan praktis maupun dari pendekatan teoritis empiris organisasional. Sudah banyak pakar dan praktisi manajemen dan organisasi memberikan batasan-batasan, baik secara umum maupun secara spesifik mengenai perbedaan manajemen dan kepemimpinan yang selanjutnya kita baca dalam pengertian seorang manajer dan seorang pemimpin. Dari berbagai batasan yang diberikan terdapat suatu benang merah bahwa perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan bersumber dari masalah motivasi yang dapat mendorong serta menggerakkan orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk melakukan atau mengikuti acuan dan perintah yang diberikan. Seorang manajer definitif memiliki bawahan (subordinates) dan secara posisional otoritas mereka menerima power jabatan yang diberikan secara formal. Gaya manajemen yang biasa digunakan adalah transaksional yang lebih mengarah pada stabilitas pekerjaan, pengelolaan pekerjaan, objektivitas, kontrol, peraturan-peraturan. Gaya ini akan terlihat pada saat seorang manajer meminta bawahannya melakukan sesuatu dan orientasi para bawahan memiliki tendensi kepada pertimbangan sejumlah nominal uang (upah atau gaji) yang akan diterima setelah melakukan pekerjaan tersebut. Seorang pemimpin tidak memiliki bawahan, tetapi ia memiliki para pengikut (followers) yang biasanya mengikuti pemimpin ini atas kesadaran masing-masing. Seorang pemimpin kerap mendapatkan power-nya secara tidak formal, antara lain dapat berasal dari karisma personalitas diri, yang membuat para pengikut merasa terinspirasi untuk mengikuti dan menjadikannya sebagai pemimpin. Gaya manajemen yang terjadi biasanya adalah transformasional yang mengarah pada perubahan dinamis, tantangan, visioner, perasaan-hati, nilai, motivasional, serta inovasi. Manajemen dan kepemimpinan merupakan dua unsur yang sangat menentukan dalam keberlangsungan dan perkembangan organisasi termasuk organisasi pendidikan. Dalam era yang penuh dinamika serta perubahan yang cepat seperti sekarang ini, manajemen dan kepemimpinan yang peka terhadap perubahan amat diperlukan dalam memberdayakan semua potensi yang Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 119 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah dimiliki. Manajemen dan kepemimpinan yang demikian diperlukan dalam mendorong organisasi untuk terus belajar dan tanggap terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi serta semakin berusaha dalam meningkatkan performa organisasinya. Dalam bidang pendidikan dan persekolahan, kepemimpinan perlu diformulasikan kembali agar tujuan pendidikan dan pembelajaran dapat dicapai lebih optimal agar berdampak signifikan terhadap hasil (outcomes) para siswanya. Pemahaman hasil (outcomes) dalam tulisan ini adalah sejumlah keterampilan dan kompetensi akademik maupun non akademik yang seharusnya dimiliki siswa secara utuh sebagai hasil proses pendidikan dan pembelajaran. Keterampilan dan kompetensi yang dikuasai siswa diharapkan dapat menjadi bekal hidup mereka di masa mendatang yang sarat dengan berbagai tuntutan serta perkembangannya. Tulisan ini menunjukkan kepemimpinan transformasional sebagai salah satu alternatif bentuk kepemimpinan untuk meningkatkan hasil (outcomes) para s iswa dan juga kinerja sekol ah. Agar benar-benar dapat diimplementasikan di tataran teknis operasional, alternatif kerangka dasar bentuk kepemimpinan di sekolah dalam tulisan singkat ini perlu disinkronisasikan dengan situasi dan kondisi serta sumberdaya yang terdapat di sekolah. Kepemimpinan dan Fungsi Kepemimpinan Dalam pengertian umum, kepemimpinan menunjukkan proses kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi atau mengendalikan pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui suatu karya, seperti buku, lukisan dan sebagainya, atau melalui kontak personal secara tatap muka. Faktor penting dalam kepemimpinan, yakni dalam mempengaruhi atau mengendalikan pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain adalah tujuan dan rencana. Namun bukan berarti bahwa kepemimpinan selalu merupakan kegiatan yang direncanakan dan dilakukan dengan sengaja, seringkali juga kepemimpinan berlangsung secara spontan. Fungsi kepemimpinan secara praktis beserta gaya kepemimpinannya akan berbeda menurut situasi di mana pemimpin itu melakukan kegiatannya, namun fungsi utama dari kepemimpinan terletak pada perwakilan kelompok yang dipimpinnya, dalam pengertian bahwa kepemimpinan harus dapat mewakili fungsi administratif eksekutif yang meliputi koordinasi dan integrasi atas berbagai aktivitas dalam kelompok atau orang-orang yang terlibat di dalam kepemimpinan tersebut. 120 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah Gaya-Gaya Kepemimpinan Dalam kepemimpinan terdapat bermacam-macam gaya kepemimpinan dengan masing-masing keterbatasan dan kelebihannya. Berikut beberapa gaya kepemimpinan yang kerap kita lihat atau alami saat ini : a. Kedi ktatoran, gaya kepemimpinan kediktatoran cenderung mempertahankan diri atas kekuasaan dan kewenangannya dalam pembuatan keputusan. b. Demokrasi relatif, gaya kepemimpinan ini lebih lunak dari gaya kediktatoran, dan kepemimpinan ini berusaha memastikan bahwa kelompoknya mendapatkan informasi memadai dan berpartisipasi dalam tujuan tim sebagai satu entitas. c. Kemitraan, gaya kepemimpinan ini mengaburkan batas antara pemimpin dan para anggotanya, dengan suatu kesejajaran dan berbagi tanggung jawab d. Transformasional, gaya kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat dan/atau bagi seluruh organisasi untuk mencapai kinerja yang semakin tinggi. Kepemimpinan Transformasional Asumsi yang mendasari kepemimpinan transformasional adalah bahwa setiap orang akan mengikuti seseorang yang dapat memberikan mereka inspirasi, mempunyai visi yang jelas , serta cara dan energi yang baik untuk mencapai sesuatu tujuan baik yang besar. Bekerja sama dengan seorang pemimpin transformasional dapat memberikan suatu pengalaman yang berharga, karena pemimpin transformasional biasanya akan selalu memberikan semangat dan energi positif terhadap segala hal dan pekerjaan tanpa kita menyadarinya. Pemimpin transformasional akan memulai segala sesuatu dengan visi, yang merupakan suatu pandangan dan harapan kedepan yang akan dicapai bersama dengan memadukan semua kekuatan, kemampuan dan keberadaan para pengikutnya. Mungkin saja bahwa sebuah visi ini dikembangkan oleh para pemimpin itu sendiri atau visi tersebut memang sudah ada secara kelembagaan yang sudah dibuat dirumuskan oleh para pendahulu sebelumnya dan memang masih sahih dan selaras dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan pada saat sekarang. Pemimpin transformasional pada dasarnya memiliki totalitas perhatian dan selalu berusaha membantu dan mendukung keberhasilan para pengikutnya. Tentu saja semua perhatian dan totalitas yang diberikan pemimpin transformasional tidak akan berarti tanpa adanya komitmen bersama dari masing-masing pribadi pengikut. Setiap peluang yang ada akan diperhatikan dan digunakan untuk mengembangkan visi bersama dalam mencapai sesuatu yang terbaik. Dalam membangun pengikut, pemimpin transformasional sangat berhati-hati demi Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 121 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah terbentuknya suatu saling percaya dan terbentuknya integritas personal dan kelompok. Sering pula terjadi bahwa dalam kepemimpinan transformasional visi merupakan identitas dari pemimpin dan atau identitas dari kelompok itu sendiri. Pemimpin transformasional sangat memahami berbagai strategi baru yang efektif untuk mencapai suatu tujuan yang besar. Mungkin saja tidak dalam bentuk petunjuk-petunjuk teknis yang tersurat. Sebetulnya hal tersebut sudah dapat kita pahami melalui visi yang ada serta dalam suatu proses penemuan dan pengembangan dari pemimpin dan kelompok itu sendiri. Dengan kesadaran bahwa di dalam proses penemuan dan pengembangan mungkin saja terjadi kendala atau kegagalan. Namun setiap kendala atau kegagalan itu hendaknya dijadikan suatu pelajaran untuk menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai suatu tujuan yang besar tersebut. Memang cukup sukar untuk kita dapat memahami kepemimpinan transformasional dalam pengertian yang sedalam-dalamnya. Sudah banyak para praktisi umum ataupun praktisi pendidikan, maupun praktisi organisasional yang memberikan definisinya, antara lain: “transformational leadership as a process where leader and followers engage in a mutual process of raising one another to hinger levels of morality and motivation (Burns, 1978)”. Kepemimpinan transformasional menurut Burns merupakan suatu proses dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama saling meningkatkan dan mengembangkan moralitas dan motivasinya. Definisi yang diungkapkan oleh Bass (1990) lebih melihat bagaimana pemimpin transformasional dapat memberikan dampak atau pengaruh kepada para pengikutnya sehingga terbentuk rasa percaya, rasa kagum dan rasa segan. Dengan bahasa sederhana, kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan dan dipahami sebagai kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh organisasi untuk mencapai performa yang semakin tinggi. Selain memberikan definisi, Bass (1990) juga mengarisbawahi beberapa hal mengenai bagaimana seorang pemimpin transformasional dapat mentransformasi para pengikutnya dan bagaimana kepemimpinan transformasional itu dapat terjadi, yaitu dengan: 1. Meningkatkan kesadaran atas pentingnya suatu tugas pekerjaan dan nilai dari tugas pekerjaan tersebut 2. Menekankan kepada pengembangan tim atau pencapaian tujuan organisasi dari pada hanya sekedar kepentingan masing-masing pribadi 3. Mengutamakan kebutuhan-kebutuhan dari tingkatan kebutuhan yang paling tinggi Ada 4 hal yang perlu dilakukan agar kepemimpinan transformasional dapat terlaksana, yaitu : 122 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah Pertama, mengidealisasikan pengaruh dengan standar etika dan moral yang cukup tinggi dengan tetap mengembangkan dan memelihara rasa percaya diantara pimpinan dan pengikutnya sebagai landasannya. Kedua, inspirasi yang menumbuhkan motivasi seperti tantangan dalam tugas dan pekerjaan. Ketiga, stimulasi intelektual dengan tujuan untuk menumbuhkan kreativitas, terutama kreativitas di dalam memecahkan masalah dan mencapai suatu tujuan bersama yang besar Keempat, pertimbangan individual dengan menyadari bahwa setiap pengikutnya memiliki keberadaan dan karakteristik yang unik yang berdampak pula pada perbedaan perlakuan ketika melakukan coaching, karena pada hakikatnya setiap individu membutuhkan aktualisasi diri, penghargaan diri dan pemenuhan berbagai keinginan pribadi. Pendekatan ini selain berdampak positif pada pertumbuhan individu dan optimalisasi pencapaian hasil, juga akan berdampak pula pada pembentukan generasi kepemimpinan selanjutnya. Di dalam suatu organisasi yang sehat, masalah regenerasi kepemimpinan adalah hal penting lainnya yang juga perlu kita pikirkan dan kita antisipasi. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional Paradigma baru dari kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh prinsip untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang sinergis sebagaimana di bawah ini (Erik Rees : 2001) : 1. Simplifikasi, keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu saja transformasional yang dapat menjawab “Kemana kita akan melangkah?” menjadi hal pertama yang penting untuk kita implementasikan. 2. Motivasi, kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita lakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu sinergitas di dalam organisasi, berarti seharusnya dia dapat pula mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada setiap pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi mereka pula untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal memberikan usulan ataupun mengambil keputusan dalam pemecahan masalah, sehingga hal ini pula akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri. 3. Fasilitasi, dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 123 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah 4. 5. 6. 7. kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada semakin bertambahnya modal intektual dari setiap orang yang terlibat di dalamnya. Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus sigap merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang sudah dibangun. Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab. Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif. Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta komitmen. Bagaimana ketujuh prinsip kepemimpinan transformasional itu bersinergi satu dengan lain secara utuh, dapat digambarkan sebagai berikut: Simplifikasi Motivasi Fasilitasi Tekad Kepemimpinan Transformasional Inovasi Siap Siaga Mobilitas Tujuh Prinsip Kepemimpinan Transformasional 124 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah Implementasi Sebagaimana yang sudah diuraikan di atas, bahwa kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh organisasi untuk mencapai performa yang semakin tinggi. Organisasi yang dimaksudkan dalam pemahaman tersebut dapat dalam skala makro, meso, atau mikro. Ini berarti bahwa kepemimpinan trasnformasional dapat diterapkan di organisasi yang berskala nasional, wilayah, lokal, dan lebih mikro adalah sekolah dan kelas. Dalam skala mikro dengan contoh sekolah atau kelas, maka kepala sekolah atau guru adalah pemimpin transformasional. Pemimpin transformasional harus dapat berperan banyak di dalam menstimulasi orang-orang yang terlibat agar menjadi lebih kreatif dan inovatif, di samping dia juga merupakan seorang pendengar yang baik. Implementasi kepemimpinan transformasional bagi sekolah seyogianya diarahkan pada pencapaian hasil (outcomes) peserta didiknya secara optimal, dalam pengertian bahwa dengan kepemimpinan transformasional itu, ketrampilan dan kompetensi peserta didik yang menjadi suatu tujuan pendidikan dan pemelajaran yang sudah ditentukan dapat dicapai dengan lebih optimal dan ketrampilan serta kompetensi-kompetensi itu betul-betul dikuasai oleh peserta didik dan dapat menjadi bekal hidup mereka di masa datang. Oleh sebab itu implementasi kepemimpinan transformasional di sekolah akan dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep kepemimpinan transformasional dipersepsikan dan diterima oleh setiap orang yang terlibat di dalam sekolah tersebut? (misal: guru, karyawan, siswa, dll) 2. Apa yang mereka harapkan dari suatu kepemimpinan dalam arti luas dan kepemimpinan transformasional dalam arti sempit? 3. Hasil (outcomes ) siswa yang bagaimana yang diharapkan oleh para guru dan oleh siswa itu sendiri , baik dalam hal akademik maupun non akademik? 4. Faktor-faktor apa sajakah yang memberikan kontribusi signifikan pada usaha pencapaian target hasil (outcomes ) tersebut? Apabila kita sudah dapat menjawab pertanyaan mendasar di atas, maka dapatlah hal-hal penting tersebut dipadukan dan diselaraskan secara terarah pada beberapa hal utama yang membuat kepemimpinan transformasional itu dapat terjadi sebagai yang sudah dibahas di atas yaitu : 1) meningkatkan kesadaran atas pentingnya suatu tugas pekerjaan dan nilai dari tugas pekerjaan tersebut, 2) menekankan pada pengembangan tim dan pencapaian tujuan sekolah, 3) mengutamakan kebutuhan dari tingkatan yang paling tinggi/ besar. Dukungan secara individual di semua tingkatan (guru, siswa) pun perlu Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 125 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah dilakukan termasuk di dalamnya dukungan moral dan apresiasi atas suatu hasil kerja individual yang baik. Di samping itu perlu ditumbuhkan budaya sekolah berupa suasana saling hormat antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru, dan dengan pihak lainnya. Kemauan untuk berubah atas suatu pemahaman dan paradigma perlu didorong, yaitu dengan menumbuhkan tingkat partisipatif dalam pengambilan keputusan, pendelegasian, dan mendorong para guru untuk dapat mengambil keputusan sesuai lingkup tugas dan batasan kewenangannya. Lebih lanjut, visi dan tujuan dikembangkan berdasarkan suatu kesepakatan bersama untuk membangun komunitas sekolah yang terarah dalam mencapai tujuan dengan tidak lupa memperhatikan harapan kinerja, yaitu dengan memberikan ekspektasi yang tinggi bagi para guru dan para siswa dan dorong mereka untuk menjadi efektif dan inovatif. Sekolah sebagai sebagai suatu organisasi yang terus belajar, dalam pengertian dinamis, dan tanggap terhadap perkembangan keilmuan yang terjadi, perlu secara terus menerus diberikan stimuli intelektualitas. Stimuli intelektualitas dapat dilakukan antara lain dengan cara mendorong setiap orang yang terlibat untuk merefleksikan apa yang akan mereka capai dan bagaimana mereka melakukannya, dan memfasilitasi setiap peluang belajar yang ada dan setiap usaha mereka untuk mempraktekan apa yang sudah mereka pelajari tersebut. Hal ini akan menumbuhkan rasa keterlibatan dan kontribusi atas suatu nilai yg dipegang bersama. Lebih teknis kita dapat mulai mengimplementasikan hal tersebut di atas antara lain dalam hal: 1. Cara guru dalam mengajar yang mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir analisis (analytic thinking) dan mendiskusikan hasil dan harapannya bersama para siswa 2. Variasi di dalam aktivitas belajar siswa 3. Organisasi kelas yang baik 4. Menumbuhkan rasa percaya diri siswa, terutama dalam hal : a. Meraih keberhasilan, misalnya lulus dengan hasil yang optimal; b. Cara belajar dan pemahaman pelajaran; c. Memberikan respon, bertanya dan berpendapat 5. Kegiatan ekstrakurikuler 6. Kedisplinan siswa, terutama dalam pengelolaan waktu belajarnya 7. Orientasi sekolah untuk memberikan bekal hidup di masa datang. Hal ini erat sekali kaitannya antara akademik outcomes dan non-akademik outcomes yang ditargetkan sekolah. 126 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Kepemimpinan Transformasional di Sekolah Kesimpulan Saat ini perkembangan manajeman dan kepemimpinan dalam suatu organisasi hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian. Manajemen dan kepemimpinan perlu terus menerus dikembangkan dan disesuaikan untuk keberlangsungan dan perkembangan organisasi itu sendiri. Sekolah sebagai sebagai suatu organisasi yang terus belajar, dalam pengertian dinamis, dan tanggap terhadap perkembangan keilmuan yang terjadi saat ini, semakin membutuhkan kepemimpinan yang lebih dapat menjawab tantangan, membawa pembaharuan, dan lebih aspiratif terhadap perubahan yang terjadi. Kepemimpinan di sekolah dilakukan baik oleh Kepala Sekolah maupun oleh guru di kelas. Kepemimpinan transformasional merupakan suatu alternatif kepemimpinan yang dapat diterapkan di sekolah dalam upaya pencapaian outcomes peserta didik secara lebih optimal. Outcomes yang dimaksudkan adalah sejumlah keterampilan, kompetensi baik akademik maupun non akademik yang dimiliki peserta didik secara utuh sebagai hasil dari suatu proses pendidikan dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Implementasi kepemimpinan transformasional di sekolah pada dasarnya perlu diselaraskan dan dilakukan sinkronisasi dengan situasi dan kondisi serta sumberdaya yang lebih spesifik yang terdapat di masing-masing sekolah. Daftar Pustaka Bass, B.M . (1985). Leadership and performance beyond expectation, New York: Free Press. Burns, J.M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row Erik , R. (2001). Leadership Articles. Gersick, C.J.G. & Hackman, J.R. (1990). Habitual routines in task-performing teams. Organizational Behavior and Human Decision Processes Hickman, G. (1993). Toward transformistic organizations: A conceptual framework Osterman, K. (2000). Students’ need for belonging in the school community, review of educational research Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 127 Penelitian Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini Melalui Music and Movement (Gerak dan Lagu) Elisabeth Marsaulina Matondang*) Abstrak emampuan seseorang dalam menggunakan bahasa Inggris sangatlah dibutuhkan seiring dengan kemajuan sebuah negara. Karenanya pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional mulai diperkenalkan sedini mungkin kepada anak didik di Indonesia saat ini. Mengingat bahasa Inggris merupakan bahasa asing di Indonesia, tentunya proses pembelajarannya memerlukan pendekatan yang tepat dan efektif. Keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang guru dalam menyajikan proses kegiatan belajar mengajar yang menarik dan menyenangkan bagi anak. Sejalan dengan keberadaan seorang anak yang senang menyanyi dan bergerak maka gerak dan lagu adalah salah satu pendekatan yang sangat tepat jika digunakan sebagai sarana dalam menyajikan proses pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini. Menyajikan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi anak dengan tidak meninggalkan kaidah berbahasa Inggris yang baik dan benar, melalui gerak dan lagu akan memotivasi anak untuk lebih senang mempelajari bahasa Inggris. Dengan menyanyi anak menjadi senang dan lebih mudah dalam memahami materi ajar yang disampaikan. Kemampuan guru dalam memilih lagu dan menciptakan gerakan yang sesuai dengan usia perkembangan anak akan berdampak pula terhadap berhasilnya proses pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini. K Kata kunci : Gerak dan lagu, minat, anak Abstract Due to the development of a country, people’s ability in using English language is badly needed. Therefore in Indonesia, learning English as an international language is introduced to a child at the early age. Considering that English is *) Guru TKK Kota Modern BPK PENABUR Tangerang, Juara I Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR, Kategori Guru TKK/SD 128 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak a foreign language in Indonesia, an appropriate and effective approach is needed To make learning English succesful and joyful, the writer introduces music and movement method for young children. This method takes into account the characteristics of young children who enjoy singing and moving their bodies. It is believed this method will encourage and motivate the children to learn and use English. Pendahuluan Periode paling sensitif terhadap bahasa dalam kehidupan seseorang adalah antara umur nol sampai delapan tahun. Segala macam aspek dalam berbahasa harus diperkenalkan kepada anak sebelum masa sensitif ini berakhir. Pada periode sensitif ini sangat penting diperkenalkan cara berbahasa yang baik dan benar, karena keahlian ini sangat berguna untuk berkomunikasi dengan lingkungannya (Maria Montessori,1991). Berdasarkan teori tersebut, adalah tepat jika Bahasa Inggris mulai diperkenalkan kepada anak sedini mungkin. Mengingat Bahasa Inggris merupakan bahasa asing di Indonesia, maka proses pembelajarannya harus dilakukan secara bertahap. Pemilihan materi yang sesuai dengan usia anak dan situasi belajar yang menyenangkan haruslah menjadi perhatian utama dalam berhasilnya suatu proses pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran Bahasa Inggris pada anak usia dini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : 1. Guru yang berkualitas, guru yang dapat menghidupkan proses kegiatan belajar mengajar. 2. Sumber dan fasilitas pembelajaran yang memadai dan memenuhi syarat (adekuat). 3. Kurikulum yang baik, sederhana, dan menarik (atraktif). Di sisi lain perlu dipahami bahwa usia dini adalah usia bermain. Setiap anak adalah pribadi yang unik dan dunia bermain serta bernyanyi merupakan kegiatan yang serius namun mengasyikan bagi mereka. Maka pendekatan yang tepat perlu diciptakan oleh seorang pendidik agar proses pembelajaran Bahasa Inggris lebih menarik dan menyenangkan tanpa meninggalkan kaidahkaidah bahasa yang benar. Pendekatan yang digunakan hendaknya sejalan dengan tujuan pengenalan bahasa pada umummnya. Tujuan tersebut ialah supaya anak dapat memahami cara berbahasa yang baik dan benar, berani mengungkapakan ide atau pendapatnya dan dapat berkomunikasi dengan lingkungannya. Dalam pembelajaran Bahasa Inggris banyak metode dan teknik yang dapat digunakan, diantaranya melalui: a. Story Telling (Bercerita) b. Role Play (Bermain Peran) Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 129 Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini Art and Crafts (Seni dan Kerajinan Tangan) Games (Permainan), Show and Tell, Music and Movement (Gerak dan Lagu) dimana termasuk di dalamnya ï€ Singing (Nyanyian) ï€ Chants and Rhymes (Nyanyian Pendek dan Sajak), dan sebagainya. Metode dan teknik yang hendak digunakan sebaiknya dipilih dan disesuaikan dengan kemampuan yang ingin dicapai. Profesionalisme seorang pendidik di dalam mengembangkan dan memanfaatkan metode dan teknik tersebut sangatlah dibutuhkan agar proses belajar mengajar dapat berjalan lebih baik. Berdasarkan pengamatan penulis, ternyata Music and Movement adalah metode yang sangat berhasil jika digunakan dalam proses belajar Bahasa Inggris khususnya bagi anak usia dini. Karena pada hakekatnya Music (Musik) adalah seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Dan ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu. Jadi musik ataupun lagu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan dapat digunakan sebagai sarana dalam sebuah proses pembelajaran. Sedangkan Movement yang berarti gerakan, berasal dari kata dasar gerak. Dan ‘gerak’ memiliki makna, suatu peralihan tempat (adanya aktifitas) yang dilakukan setelah ada dorongan (batin/perasaan). Aktifitas gerakan dapat timbul setelah seseorang mendengarkan lagu/nyanyian. Berdasarkan pengertian tersebut diatas penulis menggunakan istilah ‘gerak dan lagu’ untuk mengartikan Music and Movement. Menggunakan Music and Movement sebagai pendekatan dalam proses pembelajaran bahasa Inggris dan menyajikannya secara menarik dan menyenangkan dalam sebuah proses kegiatan belajar mengajar, dapat membantu anak untuk lebih senang dan giat belajar serta memudahkan anak untuk memahami suatu materi ajar. Karena dalam melakukan kegiatan belajar anak diajak untuk melakukan dan memperagakan suatu gerakan yang sesuai dengan makna dari lagu yang dinyanyikan. Jadi gerak dan lagu merupakan suatu aktifitas yang sangat menyenangkan bagi anak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menitikberatkan bahasan pada pentingnya Music and Movement digunakan sebagai motivator di dalam proses belajar Bahasa Inggris pada anak usia dini. c. d. e. f. 130 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Alasan Gerak dan Lagu perlu Digunakan dalam Proses Pembelajaran Bahasa Inggris Music and movement memegang peranan penting dalam proses tumbuhkembangnya seorang anak. Musik dapat memperkaya kehidupan rohani dan memberikan keseimbangan hidup bagi anak. Melalui musik, manusia dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan hatinya serta dapat mengendalikan aspek emosionalnya. Adapun nyanyian adalah bagian dari musik. Nyanyian berfungsi sebagai alat untuk mencurahkan pikiran dan perasaan untuk berkomunikasi. Pada hakikatnya nyanyian bagi anak-anak adalah sebagai : 1. Bahasa Emosi, dimana dengan nyanyian anak dapat mengukapkan perasaannya, rasa senang, lucu, kagum, haru. 2. Bahasa Nada, karena nyanyian dapat didengar, dapat dinyanyikan, dan dikomunikasikan. 3. Bahasa Gerak, gerak pada nyanyian tergambar pada birama (gerak/ ketukan yang teratur), pada irama (gerak/ketukan panjang pendek, tidak teratur), dan pada melodi (gerakan tinggi rendah). Dengan demikian bernyanyi merupakan suatu kegiatan yang sangat disukai oleh anak-anak. Secara umum menyanyi bagi anak lebih berfungsi sebagai aktivitas bermain dari pada aktivitas pembelajaran atau penyampaian pesan. Menyanyi dapat memberikan kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan bagi anak sehingga dapat mendorong anak untuk belajar lebih giat (Joyful Learning). Dengan nyanyian seorang anak akan lebih cepat mempelajari, menguasai, dan mempraktikkan suatu materi ajar yang disampaikan oleh pendidik. Selain itu kemampuan anak dalam mendengar (listening), bernyanyi (singing), berkreativitas (creative) dapat dilatih melalui kegiatan ini. Sementara gerakan ( movement) merupakan bahasa tubuh. Anak mengekspresikan perasaannya melalui aktivitas gerakan setelah mendengarkan nyanyian. Anak mempunyai hubungan yang aktif dalam merespon nyanyian. Melalui gerak dan olah tubuhnya akan dapat digambarkan apa yang dirasakan dan dimengerti oleh anak tersebut terhadap musik (nyanyian). Aktifitas gerakan itu sendiri sangat dibutuhkan bagi anak usia dini dalam melatih dan mengembangkan motorik kasar mereka. Jadi bernyanyi untuk anak-anak bukan saja menyuarakan lagu, tapi sekaligus membawakan isi dan makna nyanyian, serta meragakan nyanyian dengan gerak seperti gerak bebas atau gerak tari. Untuk itu alangkah baiknya bila guru dapat memanfaatkan dengan baik Musik and Movement dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 131 Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini Nyanyian yang Baik untuk Anak-Anak Pemilihan sebuah nyanyian (lagu) yang akan disajikan dalam proses pembelajaran haruslah sesuai untuk anak dan dapat menunjang tema ajar yang akan disampaikan. Nyanyian yang baik dan sesuai untuk anak-anak, adalah antara lain: 1. Nyanyian yang dapat membantu pertunbuhan dan perkembangan diri anak (aspek fisik, intelegensi, emosi, social); 2. Nyanyian yang bertolak dari kemampuan yang telah dimiliki anak ; a. isi lagu sesuai dengan dunia anak-anak; b. bahasa yang digunakan sederhana; c. luas wilayah nada s epadan dengan kesanggupan alat suara dan pengucapan anak; dan d. tema lagu, antara lain; mengacu pada kurikulum yang digunakan. Untuk nyanyian (lagu) anak dalam Bahasa Inggris banyak sumber yang dapat kita gunakan sebagai bahan acuan di antaranya dari: 1) The Complete Daily Curriculum for Early Childhood Book (Pam Schiller and Pat Phipps, 2002); 2) The Complete Book of Rhymes, Songs, Poems, Fingerplays, and Chants (Jackie Silberg and Pam Schiller); 3) The Giant Encyclopedia of Circle Time and Group Activities for Children 3 to 6 (Kathy Charner,1996); 4) Where is Thumbkin? (Pam Schiller and Thomas Moore,1993); 5) Creative Ressources for the Early Childhood Classroom (Judy Herr and Ivonne Libby,1995), dll. Selain buku-buku tersebut, dapat juga digunakan berbagai CD/VCD sebagai sumber nyanyian, misalnya: 1) 80 Kidsongs (Together Again Video Production, inc.KidsongsTM and Kidsongs Kid, 2001); 2) Sing and Learn, Children Favourite Songs Series (WorldStar Music Int’l Ltd, 1998); 3) Miss Patty Cake (Integrity Music Just For Kids, 1997); 4) The Donut Man’s (Integrity Music Just For Kids, 1996), dll Meskipun banyak buku sumber maupun CD/VCD yang bisa dipakai, namun faktor yang terpenting adalah kemampuan seorang guru di dalam memilih, menggunakan dan mengembangkan nyanyian yang ada agar nyanyian tersebut dapat disajikan dan dipahami oleh anak secara baik tanpa melupakan kaidah berbahasa Inggris yang baik dan benar. 132 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Cara Menggunakan Music and Movement dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) ? Pembelajaran Bahasa Inggris khususnya pada anak usia dini, lebih menekankan pada pengenalan akan perintah-perintah dasar ( Basic Instructions) dan pengetahuan akan nama-nama benda atau objek yang ada disekitar mereka (Vocabulary). Maka pemanfaatan Music and Movement dalam KBM dapat dilakukan sebagai berikut. Ketika Baru Masuk Kelas Untuk mendapatkan atensi anak sebelum memulai pembelajaran, anak diajak untuk dapat duduk baik dengan hati yang senang (tidak dalam keadaan terpaksa). Hal ini dilakukan dengan mengajak anak menyanyikan lagu sambil menggerakkan anggota badan. Misalnya dengan menyanyikan lagu “Sit Together” (Tune: Where Is Thumbkin?) Sit together, sit together, Look at me, look at me, I am good, I am good, Look at me, look at me. Nyanyian (lagu) ini dapat dinyanyikan dengan posisi anak duduk membentuk lingkaran di lantai, dan bernyanyi dengan gerakan menepuk paha masingmasing. Guru sebagai model haruslah dapat menghidupkan suasana kelas agar anak merasa nyaman dengan lagu dan gerakan yang dinyanyikan bersama. Melalui nyanyian ini anak diharapkan dapat memahami makna dari lagu yang mereka nyanyikan. Sebagai Pembuka (Doa dan Salam) Setiap proses belajar hendaknya diperkenalkan juga kepada anak untuk berdoa dan saling mengucapkan salam. Melalui kegiatan berdoa pendidik dapat mengenalkan dan membina anak agar selalu dekat kepada Tuhan. Sebelum maupun sesudah melakukan aktivitas anak dapat diajak menyanyikan lagu doa, misalnya: lagu “ Morning Prayer” sebelum melakukan kegiatan. Dear Lord, Thank you for today, Thank you for the school, Thank you for the teachers and friends, Help us to learn, help us to listen, In Jesus’ Name. We pray, Amien. Nyanyian ini hendaknya dilakukan dengan posisi anak berdoa. Mengajak anak untuk saling menyapa dengan baik dapat dilakukan dengan menyanyikan, misalnya : lagu “ Hello-hello” Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 133 Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini Hello,hello, hello and how are you? I’m fine, I’m fine, I hope that you are too. Ketika lagu ini dinyanyikan, anak diajak untuk saling melambaikan tangannya sebagai gerakan menyapa. Mengucapkan salam dalam bahasa Inggris (Greeting), dapat juga dikenalkan melalui nyanyian, misalnya: lagu “Good Morning”. (Tune: Where Is Thumbkin?) Good morning, good morning, How are you? How are you? Very well, I thank you. Very well, I thank you. How about you, how about you? Good afternoon, good afternoon, How are you? how are you? Very well, I thank you, Verry well I Thank You, How about you, ? How about You? Nyanyian-nyanyian tersebut hendaknya dapat dinyanyikan pada setiap proses pembelajaran berlangsung, karena penggulangan ( Repetition) sangat diperlukan bagi anak usia dini dalam mempelajari hal yang baru. Sebagai Apersepsi Sebagai pengantar pembelajaran suatu materi ajar, guru dapat menggunakan nyanyian sebagai appersepsinya. Contoh: Ketika mengajar dengan tema wajahku, guru dapat mengajak anak menyanyi antara lain : lagu “Happy Face” (Tune: Head and Shoulders) Eyes, ears, mouth and nose, mouth and nose 2x Show your happy face, smile… and laugh..., Eyes, ears, mouth and nose, mouth and nose. Demikian juga ketika mengajarkan tema-tema ajar lainnya, seperti tema transportasi dapat juga menggunakan lagu misalnya, “The Train”, untuk tema binatang banyak nyanyian yang bisa digunakan, antara lain, “When I Went To The Farm”, “Five Little Speckled Frogs”. Tema tentang keluarga dapat juga diperkenalkan misalnya melalui lagu “Happy Family”, dll. Masih banyak nyanyian (lagu) anak-anak yang dapat dinyanyikan untuk appersepsi ini. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah, nyanyian yang dipilih haruslah sesuai dengan materi ajar yang akan disampaikan dan tingkat perkembangan kejiwaan anak. 134 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Dalam Pembelajaran Inti Pada saat kegiatan belajar mengajar berjalan, guru dapat menyelingi dengan nyanyian, bahkan dalam pembelajaran salah satu aspek bahasa itu sendiri, seperti pelafalan atau pengucapan, nyanyian dapat digunakan sebagai materi ajar. Contoh: Untuk mengajarkan bunyi dari suatu huruf (Phonics Sound), misalnya kita dapat belajar sambil bernyanyi “Letters Sounds” Ants on the apple, a, a, a, Ants on the apple, a, a, a, Ants on the apple, a, a, a, ‘a’ is the sound of ‘A’, Balls are bouncing b, b ,b, Balls are bouncing, b, b, b, Balls are bouncing, b, b, b, b’ is the sound of ‘B’,…..demikian seterusnya. Ketika anak menyanyikan lagu ini, guru dapat sambil menunjukan kartu huruf yang dimaksud. Sehingga diharapkan anak dapat memahami bentuk hurufnya secara visual dan melafalkan bunyinya dengan baik dan benar. Contoh lain dapat dicari dari berbagai sumber yang sudah ada, atau juga diciptakan oleh guru sendiri dengan mempertimbangkan kesesuaian antara situasi dan kondisi serta materi yang akan disampaikan. Nyanyian sebagai materi ajar, di dalam pembelajarannya tidak hanya dinyanyikan tetapi juga dibaca dan dipahami oleh anak. Karenanya materi nyanyian harus disesuaikan dengan usia anak, agar menyanyi menjadi sesuatu kegiatan yang menyenangkan bukan menjadikan beban. Sebagai Penutup Kegiatan Belajar Mengajar Setelah menyelesaikan proses KBM anak diajak untuk merapikan semua perlengkapannya sambil bernyanyi, misalnya dengan lagu “Clean Up Time”. Clean up time! Clean up time! Everything will look just fine, We’ll pick up the things and put them all away, We can use another day. Melalui kegiatan ini anak dapat dilatih untuk mandiri dan mengembangkan rasa tanggung jawab mereka. Untuk mengakhiri proses KBM nyanyian dapat juga digunakan sebagai salam penutup, misalnya lagu: “Good Bye” Good bye, good bye everybody, Good bye, good bye everyboby, Good bye, good bye everybody, See you next time again. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 135 Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Inggris Anak Usia Dini Dengan proses kegiatan belajar mengajar yang menarik dan variatif, tentunya dapat memotivasi anak untuk semakin senang dan menyukai pembelajaran Bahasa Inggris. Kesimpulan Anak usia dini pada dasarnya suka menyanyi dan melakukan aktivitas fisik yang menyenangkan bagi mereka. Music and Movement adalah salah satu metode/teknik yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris pada anak usia dini agar kegiatan belajar mengajar lebih menyenangkan. Melalui nyanyian dan kegiatan pembelajaran yang bervariasi, pendidik dapat menumbuhkan minat anak untuk lebih senang dan giat belajar, bahkan dapat memudahkan anak dalam memahami materi ajar yang disampaikan. Anak dibuat senang, tidak bosan, dan tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran. Metode dan teknik yang baik, menarik dan atraktif bisa bermanfaat atau tidak bagi peserta didik tergantung kepada kemampuan seorang pendidik mengaplikasikannya dalam proses kegiatan belajar mengajar. Jadi pendidik yang professional dan berkualitas yang mampu menggunakan serta mengembangkan suatu metode pembelajaran dengan baik akan sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah proses pembelajaran Bahasa Inggris, khususnya pada anak usia dini. Daftar Pustaka Armstrong, Thomas, Ph.D. (1997). Setiap anak cerdas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Cowell, Nick dan Roy Gardner. (1995). Tehnik mengembangkan guru dan siswa. Jakarta: Grasindo _____ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1994). Petunjuk teknis proses belajar mengajar di taman kanak-kanak, Depdikbud Herr, Judy dan Ivonne Libby. (1995). Creative ressources for the early childhood classroom. Delmar Publisher Lim, Ms.Jane. I can jingle and jangle. Materi workshop pada Educators Confrence 2005, “The Living Classroom”, Sahid Jaya Hotel - March 2005 Montessori, Dr. Maria. (1991). The secret of chidhood. New York: Ballatine Books Montessori, Dr. Maria. (1991). The discovery of the Child. New York: Ballatine Books Pam Schiller dan Pat Phipps. (2002). The complete daily curricullum for early childhood. Gryphon house 136 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Isu Mutakhir Isu-Isu Pendidikan Mutakhir Drs. Hotben Situmorang, M.B.A.*) Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.**) Undang-Undang Tentang Guru-Dosen rofesi guru sepertinya sudah lama dinomorduakan dan negeri ini menuai keterpurukan dalam dunia pendidikan. Menurut data statistik tentang Human Development Index yang dikeluarkan UNDP, Indonesia menempati urutan ke-111 jauh lebih rendah dari Malaysia ( nomor urut ke-59), padahal hingga pada awal tahun 1970-an negara ini menerima bantuan guru dari Indonesia. Untuk memperbaiki kualitas pendidikan, Pemerintah memberikan perhatian khusus dengan merumuskan sebuah Undang-Undang yang mengatur profesi guru dan dosen. Dalam pembahasan rancangan Undang-Undang ini hingga disahkan pada 6 Desember 2005, terbersit keinginan Pemerintah untuk memperbaiki wajah suram nasib guru dari sisi kesejahteraan dan profesionalisme. Jumlah guru di Indonesia saat ini 2,2 juta orang, dan hanya sebagian kecil guru dari sekolah negeri dan sekolah elit yang hidup berkecukupan. Mengandalkan penghasilan dari profesi guru, jauh dari cukup sehingga tidak sedikit guru yang mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal-hal yang terkesan menjadi sorotan utama Undang-Undang ini adalah hak dan kewajiban guru. Pasal 19 tentang tunjangan fungsional guru, walau tidak mencantumkan besaran standar minimal akan tetapi telah menyebutkan tunjangan fungsional sebesar satu kali gaji pokok dari pegawai yang diangkat Pemerintah atau Pemerintah Daerah pada tingkatan, masa kerja dan kualifikasi yang sama. Disamping itu ditambah lagi tunjangan professi dengan besaran yang setidak-tidaknya sama dengan tunjangan fungsional. Dengan demikian penghasilan guru akan lebih baik dibandingkan gaji pegawai lainnya pada tingkatan dan masa kerja yang sama. Guru juga mempunyai hak pembinaan dan pengembangan selama 40 jam setiap tahunnya. Sertifikat kompetensi guru dalam tindak lanjut dari Undang-Undang ini P *) **) Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (2) BPK PENABUR Jakarta Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (1) BPK PENABUR Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 137 Isu-Isu Pendidikan Mutakhir masih menyisakan persoalan sebagaimana disampaikan Mendiknas pada media massa pada saat pengesahan Undang-Undang ini, antara lain kesepahaman akan ukuran uji kompetensi guru. Secara politis organisasi profesi berfungsi memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan pendidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan dan pengabdian masyarakat. Sejak awal gagasan pembuatan RUU Guru dan Dosen dilatarbelakangi oleh komitmen bersama untuk mengangkat martabat guru dalam memajukan pendidikan nasional, dan menjadikan profesi ini menjadi pilihan utama bagi generasi guru berikutnya Implikasi pelaksanaan Undang-Undang ini belum menyatakan secara jelas tentang guru yang diangkat oleh masyarakat (sebutan pada sekolah swasta). Pada dasarnya pembiayaan tunjangan fungsional dan tunjangan professi guru sudah dianggarkan di APBN/APBD dan masyarakat penyelenggara sekolah (swasta) akan mendapat bantuan dari anggaran tersebut. Dengan alokasi anggaran 20 % diharapkan negeri dan swasta akan terlayani. Walau sisi pendanaan yang akan membengkak bagi sekolah swasta dapat teratasi dari subsidi Pemerintah guna membayar tunjangan fungsional dan tunjangan profesi guru, akan tetapi persoalan baru haruslah diantisipasi oleh sekolah swasta. Prasyarat pengakuan professi terletak di tangan pemberi subsidi. Selain masalah administratif sekolah swasta akan menghadapi berbagai aturan pengelolaan pencairan dana. Bagi pengelola sekolah swasta Undang-Undang ini menjadi tantangan dan sekaligus ancaman. Sekolah yang kualifikasi SDM-nya sesuai dengan UU tersebut akan mendapat dukungan Pemerintah, sementara sekolah swasta lain yang SDM-nya tidak memenuhi kriteria akan terabaikan. Tenaga guru profesional yang usianya relatif muda dimungkinkan akan memilih mengabdi di sekolah negeri terkait dengan keamanan jaminan masa depan. Jika pernyataan ini benar maka sekolah swasta hanya akan mendapat guru yang baik jika mampu membayar lebih mahal dari mereka yang yang mengabdi di sekolah negeri. Sebaliknya jika tanggung jawab pendanaan pendidikan terkelola dengan baik oleh Pemerintah maka dikotomi swasta dan negeri akan tereliminasi dan kualitas pendidikan secara umum akan lebih baik karena adanya standar profesi dan pengelolaan yang berkualitas. Informasi Konferensi, Seminar dan Penelitian Pendidikan Perhatian dunia internasional terhadap pendidikan cukup besar terlihat dari berbagai agenda konferensi, seminar, dan penelitian yang diselenggarakan diberbagai negara dalam tahun 2006. 138 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IIV/ Desember 2005 Isu-Isu Pendidikan Mutakhir Tema konferensi pendidikan di tahun 2006 berfokus pada peningkatan efektifitas pembelajaran, pengembangan kreatifitas, dan pembelajaran seumur hidup. Ketiga hal di atas sebenarnya permasalahan lama yang didalami dengan pendekatan dan wawasan baru yang berkembang pada bidang teknologi informasi, psikologi, dan kaitannya dengan fungsi kerja otak. Pemerintah Indonesia juga menyadari pentingnya peningkatan kualitas belajar mengajar. Sedangkan komponen utama dalam kualitas belajar mengajar adalah kualitas guru. Oleh karena itu perhatian pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia khususnya dunia pendidikan diwujudkan dengan mengedepankan fundasi hukum yang sebelumnya tidak ada. Adanya standard kompetensi dan sertifikasi profesi guru yang dimuat dalam UndangUndang Guru dan Dosen akan memperkuat keberadaan professi guru sejalan dengan perbaikan kesejahteraan SDM-nya January 2006 4-6 North of England Education Conference 2006 (NEEC). Themes: Learn, Create, Every Child Matters. Conference venue: The Sage, Gateshead. Conference url: http://www.neec2006.org.uk Conference organisers: Gateshead Council. Organiser’s address: Gateshead Council, Civic Centre, Regent Street, Gateshead NE 8 1HH. Organi ser’s url: http:// www.gateshead.gov.uk Notes: Come and be inspired at The UK’s biggest education conference. The theme is LEARN:CREATE and you will hear keynote speeches from internationally renowned figures, Education ministers and key players in educational thinking. Put the date in your diary - come and enjoy the conference and take home new ideas from England’s vibrant North East. Visit www.neec2006.org.uk to book your pl ace. Emai l enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 0191 433 3801 5-7 Hands up for Science Education: ASE Annual Conference. Themes: science education. Conference venue: University of Reading. Conference url: http://www.ase.org.uk/htm/conferences/ annual_conference_2006/ venue_dates_2006.php Conference organisers: Association for Science Education. Organisers address:The Association for Science Education, College Lane, Hatfield, Herts AL1 9AA. Organisers url: www.ase.org.uk Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 01707 283000 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 139 Isu-Isu Pendidikan Mutakhir 6-9 4th Annual Hawaii International Conference on Education. Themes: Education. Conference venue: Renaissance Ilikai Waikiki Hotel, Honolulu. Conference url: http://www.hiceducation.org Conference organisers: Hawaii International Conferences. Organiser’s address: Hawaii International Conferences, PO Box 75036, Honolulu, HI 96836. Organiser’s url: http:// www.hiceducation.org Notes: Deadline for submissions: August 18, 2005. Reduced rate registration fees before October 20, 2005. All areas/topics of education are welcome. Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 808-949-1455 Fax enquiries: 808-947-2420 March 2006 9-10 The International Conference on Early Childhood Education. Themes: The future of early childhood education from a strategic, political and scientific perspective. Conference venue: Musis Sacrum, Arnhem, Netherlands. Conference url: http://conference.cito.com Conference organisers: Cito b.v. Organiser’s address: Business Development P.O. 1034 6801 MG Arnhem, Netherlands. Organiser’s url: http://www.cito.com Notes: Early Bird discount before December 1, 2005. For program, speakers and registration procedures check the conference website Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: +31-26-352 1490 May 2006 2-3 1st Pedagogical Research in Higher Education (PRHE) Conference ‘Pedagogical Research: Enhancing Student Success’. Themes: Teaching for success, student learning, scholarship of teaching and learning. Conference venue: Liverpool City Centre Marriott Hotel, Liverpool. Conference url: http:/ /hopelive.hope.ac.uk/PRHE/ Conference organisers: Professor Lin Norton. Organiser’s address: Education Deanery Liverpool Hope University Hope Park Liverpool L16 9 JD Organiser’s url: Notes: Deadline for submission of abstracts 30 November 05 Conference papers to be available in PRIME (Pedagogical Research IN Maximising Education), journal published by Liverpool Hope University All who attend the conference will receive a free copy of PRIME after the event Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 0151-291-3643 140 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IIV/ Desember 2005 25-27 Citizenship Education: Europe and the World. Themes: Citizesnhip global and European; teacher education; learning. Conference venue: University of Riga, Latvia Conference url: http://cice.londonmet.ac.uk/ details.htm Conference organisers: CiCe Erasmus Thematic Network (Children’s Identity and Citizenship in Europe). Organiser’s address: Alistair Ross IPSE, London Metropolitan University, 166-220 Holloway Road, London N7 8DB, UK. Organiser’s url: http;//cice.londonmet.ac.uk Notes: A Research Student Conference will be linkled to this, starting 24 May, same venue (some bursaries). Deadline for proposals 16 January 2006 Edited proceedings will be published and circulated Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: (+44) (0) 207 133 4029 Fax enquiries: (+44+) (0) 207 133 4219 June 2006 11-14 Enhancing Academic Development Practice. ICED 2006. Themes: educational development, academic development, faculty development Conference venue: Sheffield Hallam University Conference url: http:// iced2006.shu.ac.uk Conference organisers: International Consortium for Educational Development. Organiser’s address: Conference Secretariat, Sheffield Hallam University, City Campus, Sheffield S1 1WB. Organisers url: http://iced2006.shu.ac.uk/organising_commitee.html Notes: Notes: Deadline for submissions 20th January 2006. Registration opens 1st February 2006. Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 0114 225 5338/5336 Fax enquiries: 0114 225 5337 13-16 Lifelong Learning Conference 2006. Themes: Lifelong Learning: Partners, Pathways and Pedagogies Conference venue: Rydges Capricorn International Resort Conference url: http://lifelonglearning.cqu.edu.au/2006/index.php Conference organisers: Central Queensland University. Organiser’s address: Lifelong Learning Conference Secretariat, Central Queensland University Library, Building 10, CQ Mail Centre, Rockhampton Qld Australia 4702. Organiser’s url: http://www.library.cqu.edu.au Notes: Deadline for submission of abstracts 30th September. Registration closes on June 13, 2006. Early Bird rates until 22 April 2006 Keynote speakers are Professor Michael Dureau, Associate Professor Andre Grace, Associate Professor Peter Kell,and Professor Diana Laurillard. Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: Phone: 61 (0)7 4930 6310 Fax enquiries: Fax: 61 (0)7 4930 6436 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 141 Isu-Isu Pendidikan Mutakhir 14-16 Leading Innovation in Global Education & Training. Themes: Innovation in Training Practices / Achieving Excellence in Global Business Education. Conference venue: Lisbon Marriott Hotel, Lisbon, Portugal. Conference url: www.edineb.net Conference organisers: EDiNEB Network. Organiser’s address: EDiNEB Network Att. Mrs. Ellen Nelissen PO Box 616 - 6200 MD Maastricht - Netherlands Organiser’s url: www.edineb.net Notes: Deadline for abstract submission is January 31, 2006. The first 50 submitting authors of an abstract will receive one free copy of a volume out of the EDiNEB book series. You can submit your abstract online. Selected papers will be published in a special issue in one of our partner journals. Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: ++31 43 3883770 Fax enquiries: ++31 43 3884801 27-29 PLAT2006: Third Biennial Psychology Learning and Teaching Conference Themes: Psychology Learning and Teaching. Conference venue: York St John Coll ege, York, UK. Conference url: http:// www.psychology.heacademy.ac.uk/plat2006 Conference organisers: The Higher Education Academy Psychology Network. Organiser’s address: Department of Psychology, University of York, York YO10 5DD UK. Organiser’s url: http://www.psychology.heacademy.ac.uk/ Notes: Deadline for submission of abstracts: 09 January 2006. Bursaries and early registration discounts available. Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: +44 (0) 1904 433138 Fax enquiries: +44 (0) 1904 433181 July 2006 2-7 ICOTS 7: 7th International Conference on Teaching Statistics. Themes: Working Cooperatively in Statistics Education. Conference venue: Salvador (Bahia) Brazil. Conference url: http://www.maths.otago.ac.nz/icots7 Conference organisers: International Association for Statistical Education. Organiser’s address: Carmen Batanero, Facultad de Educacion, Campus de Cartuja, Granada Spain. Organiser’s url: http://www.ugr.es/local/batanero Notes:Abstracts for papers to be submitted by 1 April 2005. Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 34958243950 Fax enquiries: 34958246359 6-8 International Conference on Information Communication Technologies in Education 2006. Themes: technology in education. Conference venue: 142 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IIV/ Desember 2005 University of the Aegean, Rhodes. Conference url: http://www.icicte.com Conference organisers: University College of the Fraser Valley ; University of the Aegean, Rhodes. Organiser’s address: UCFV, 33844 King Road, Abbotsford, BC V2S 7M8 Canada./University of the Aegean, Rhodes, Demokratias Str. 1, 85100 Rhodes, Greece. Organiser’s url: http://www.ucfv.ca;http:// www.rhodes.aegean.gr/. Notes: Deadlines for submission of proposals January 15 2006 to Sherri Anderson at [email protected] . Early registration deadline May 15. Graduate student paper prize of 1000 euros. All papers published in conference proceedings. Selected papers to be published in Campus-Wide Information Systems (UK). Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: +30 693 694 99 66 September 2006 11-12 The First International IPed Conference 2006: ‘Pedagogic Research & Academic Identities’. Themes: How does engagement in pedagogic research influence academic identities? scenario, work & research-based learning, e-learning, academic writing, evaluation. Conference venue: Coventry University Techno Centre. Conference url: http://home.ched.coventry.ac.uk/ iped/events/ conference06.htm Conference organisers: The iPed Research Network, Coventry University. Organiser’s address: iPed c/o Centre for Higher Education Development, Coventry University, Priory Street, Coventry CV1 5FB. Organiser’s url: http://home.ched.coventry.ac.uk/iped/ Notes: Shortly the conference organiser’s URL will change to http://www.coventry.ac.uk/iped Deadline for submission of abstracts: 1 February 2006. Please submit a 200 word abstract for a paper presentation or workshop for one of the conference themes using the electronic form on our conference website. If the conference URL above has ceased to work, use http://www.coventry.ac.uk/iped/events/ conference06. htm Email enquiries: [email protected] Telephone enquiries: 024 7688 7599 Fax enquiries: 024 7688 7599 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 143 Resensi Pendidikan Alat Perlawanan, Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire Resensi Buku Judul Buku : Pendidikan Alat Perlawanan, Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire Penulis : Siti Murtiningsih Penerbit : Resist Book - Yogyakarta Cetakan : I, Oktober 2004 Tebal/Ukuran: 128 halaman/14,5 x 21 cm Oleh : Judha Semal Irianto Sinulingga, S.Th.*) Pendidikan Dialogis arya dan pemikiran Paulo Freire merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi dunia pendidikan. Dengan latar belakang kemiskinan yang terdapat pada masyarakat Brazilia bagian Timur Laut di mana ia hidup, Paulo Freire berhasil membongkar praktik-praktik pendidikan yang menurutnya tidak menempatkan manusia sebagai manusia. Usaha Freire pada dasarnya ingin membangkitkan kesadaran masyarakat untuk berjuang melawan status quo kekuasaan dengan berperan aktif mengubah realitas yang ada ke arah yang lebih manusiawi, seperti semangat yang tercermin dalam judul buku ini: “Pendidikan alat perlawanan”. Pendidikan sebenarnya dapat dipahami sebagai rangkaian usaha pembaharuan. Pendidikan pada hakikatnya tidak mengenal akhir karena kualitas kehidupan manusia terus meningkat. Persoalan pendidikan bukanlah terutama pada target pengetahuan yang ditetapkan, melainkan pada bagaimana orang dapat berinteraksi/berdialog dengan situasi dan kondisi jamannya. Paulo Freire mengembangkan pemahamannya tentang pendidikan dari pandangan mendasarnya yang banyak dikritik orang, yaitu bahwa dunia hanya terbagi atas 2 kelompok: kelompok penindas (oppressor) dan kelompok tertindas (oppressed). Setiap orang pastilah menjadi bagian dari salah satu kelompok, entah dia si penindas ataukah si tertindas. Dalam kerangka pemahaman ini, praktik belajar-mengajar yang banyak terjadi sebelumnya dapat dipandang sebagai pendidikan yang menindas karena hanya melakukan proses “satu arah” dari guru kepada murid. Paradigma yang mengandalkan hafalan ini berwatak pasif, tidak menyulut keberanian, penalaran dan kreativitas, padahal nalar dan kreativitas inilah yang dibutuhkan oleh rakyat tertindas untuk melawan. Freire berpendapat bahwa dalam pendidikan, peserta didik tidak boleh dipahami sebagai obyek tersendiri yang harus digarap dan diisi oleh pendidik. K *) Staf Bagian Layanan Siswa BPK PENABUR Jakarta 144 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV/ Desember 2005 Dalam istilah Freire, sistem pendidikan seperti itu disebut sebagai Sistem Bank (Banking Education), di mana peserta didik adalah tabungan dan pendidik sebagai penabung. Pandangan tentang pendidikan semacam ini pada praktiknya cenderung bersifat otoriter dan menghalangi kesadaran peserta didik untuk berkembang. Aktivitas pendidikan kemudian berbelok menjadi tindakan-tindakan menundukkan peserta didik terhadap nilai-nilai dan norma budaya yang ada di masyarakat, dimana pendidik berperan sebagai agennya. Sebagai ganti sistem di atas, Freire menawarkan sistem hadap-masalah (Problem-posing Education). Di dalam sistem ini, Freire menekankan metode pendidikan yang disebut “pendidikan dialogis” di mana terdapat suatu dinamika dialektik antara pendidik dengan peserta didik. Penekanannya adalah pada kesadaran pendidik dan peserta didik mengenai kemampuan dan keberanian menghadapi realitas secara kritis dan bertindak mengubah dunia secara kreatif. Dengan demikian, pendidikan harus berorientasi mengarahkan manusia pada pengenalan akan realitas diri dan dunianya dengan melibatkan dua unsur, yakni pengajar dan pelajar di satu pihak sebagai subyek yang sadar (cognitif) dan realitas dunia di pihak lain sebagai obyek yang tersadari (cognizable). Di sini, pendidik tidak hanya berfungsi sebagai fasilitator bagi tumbuhnya perkembangan kesadaran peserta didik, namun sekaligus menjadi seorang rekan yang melibatkan dirinya sambil merangsang daya pemikiran kritis peserta didik. Butir-butir pemahaman yang membangun filsafat pendidikan Freire oleh Murtiningsih dijelaskan sebagai berikut: Manusia tidak hanya berada di dunia, tetapi juga berinteraksi dengan dunia di mana ia berada. Di dalam situasi keberadaannya tersebut, manusia harus memiliki kesadaran kritis yang diarahkan pada realitas sehingga terjadi suatu interaksi ketika manusia menanyai, menguji dan menjelajahi realitas tersebut. Hal yang paling bernilai bagi manusia adalah menjadi manusia seutuhnya yang dicapai melalui proses pembebasan, atau dalam istilah Freire disebut “konsientisasi”. Secara sederhana, konsientisasi dapat dipahami sebagai proses menjadi manusia yang lebih penuh atau suatu proses perkembangan kesadaran menuju terbentuknya manusia-manusia baru yang akan menciptakan dunia baru. Tugas manusia di dunia bukanlah untuk beradaptasi, tetapi untuk mengubahnya secara kreatif. Walaupun kesan perlawanan yang revolusioner sangat kental dalam tulisan-tulisannya, Freire tidak pernah setuju dengan pemberlakuan kekerasan. Ia mendambakan sebuah revolusi yang damai. Untuk memahami sepenuhnya pemikiran Paulo Freire, seseorang memang tidak cukup hanya membaca saja. Tetapi lebih dari itu, orang harus masuk ke dalam pengalaman di mana ia berinteraksi dengan dunia dimana ia berada. Dalam penerapannya terhadap Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV/ Desember 2005 145 Pendidikan Alat Perlawanan, Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire kurikulum, Freire mengusulkan kurikulum yang bertolak dari realitas konkret peserta didik dan yang muatannya mampu menumbuhkan kesadaran kritis. Artinya kurikulum dapat mendorong perkembangan pola pikir dan kemampuan refleksi peserta didik. Kurikulum ini mengutamakan pengalaman dan menekankan pada aspek-aspek personal tertentu (oleh karena itu disebut juga dengan experience-centered curriculum). Pada bagian akhir buku ini, Murtiningsih memberikan beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Antara lain, ia mencoba menggarisbawahi penyelewengan yang dapat muncul dalam penerapan konsep konsientisasi. Contoh penyelewengan yang terjadi misalnya kegiatan propaganda penyuluhan dalam kerangka bisnis yang mengatasnamakan konsientisasi (h. 116). Oleh karena itu, proses konsientisasi yang dimaksud baru dapat terjadi ketika dialog yang dilakukan diiringi rasa cinta, kerendahan hati, kepercayaan pada orang lain, pikiran kritis dan harapan. Berikut ini, patut pula dicatat beberapa kelemahan tulisan Murtiningsih yaitu: Pertama, tidak terlalu jelas mengenai penerapan konsep konsientisasi dalam konteks Indonesia. Pada bab terakhir, sub judul “Relevansi Konsientisasi bagi Pendidikan di Indonesia” lebih tepat jika diganti dengan “Situasi-Kondisi Pendidikan dalam konteks Indonesia” karena pada bab tersebut Murtini hanya memaparkan mengenai apa yang terjadi pada dunia pendidikan di Indonesia tanpa memberikan sedikit pun saran penerapan teori Freire dalam konteks Indonesia. Kedua, sebenarnya sangat jelas kesan bahwa Murtiningsih ingin menyejajarkan konteks Indonesia dengan konteks yang melatarbelakangi teori Freire, sehingga dengan demikian teori Freire dapat dikatakan relevan. Namun kesejajaran tersebut tidak pernah dikemukakan atau dibahas oleh Murtiningsih, sehingga pembaca tidak pernah mengetahui sejauh mana teori Freire relevan terhadap konteks Indonesia. Ketiga, Murtiningsih tidak masuk lebih jauh kepada analisis terhadap konteks Indonesia, sehingga ia pun tidak mampu mengusulkan tindakan/aksi yang sebaiknya diambil sebagai langkah awal untuk mengubah ‘realitas’. Tentu saja ini berbeda dengan semangat yang ada dalam teori Freire, yang pada dasarnya tidak mau ber-‘teori’, tetapi ingin ber-‘aksi’. Buku-buku yang memiliki semangat membenahi pendidikan nasional, pada umumnya memiliki saran konkrit yang dapat dilakukan. Sebagai contoh, buku Membenahi Pendidikan Nasional karangan Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. (diterbitkan pada tahun 2002 oleh PT Rineka Cipta, Jakarta) mengusulkan “…restrukturisasi pendidikan nasional dengan paradigma-paradigma baru 146 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV/ Desember 2005 menuntut alokasi dan realokasi dana nasional dan lokal yang sepadan dengan menempatkan sektor pendidikan sebagai prioritas utama.” Di samping itu, tulisan Prof. Tilaar juga memberikan tempat untuk hal-hal positif pada konteks Indonesia yang dapat mendukung terciptanya pendidikan nasional yang lebih baik. Hal ini tidak terdapat pada tulisan Murtiningsih, sehingga kita tidak memperoleh informasi apakah juga terdapat hal-hal positif pada konteks Indonesia yang mendukung penerapan teori Freire. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa tulisan Murtiningsih ini merupakan kontribusi yang sangat berarti bagi pembaca Indonesia di tengah langkanya buku-buku yang dihasilkan oleh penulis Indonesia yang membahas pemikiran-pemikiran dari tokoh besar pendidikan seperti Paulo Freire. Dengan bahasa yang cukup sederhana, buku ini mampu menjelaskan pokok-pokok pemikiran dari Paulo Freire, bahkan mampu pula menarik benang merah dari situasi-konteks serta pemahaman yang melatarbelakangi pemikiran Freire. Dengan demikian, buku ini pun diharapkan mampu membangkitkan di dalam diri pembacanya suatu semangat untuk menghadapi realitas dan mengubahnya ke arah yang lebih baik, seperti semangat yang juga dimiliki oleh Paulo Freire. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 / Th.IV/ Desember 2005 147 Profil BPK PENABUR Tasikmalaya Profil Profil BPK PENABUR Tasikmalaya “ Menggali Potensi yang Terpendam” Juniart F. Samosir* Sejarah Singkat PK PENABUR Tasikmalaya didirikan tanggal 15 Oktober 1953 dengan membuka kelas Taman Kanak – kanak (TK) sebanyak satu kelas dan Sekolah Dasar (SD) tiga kelas untuk kelas 1 – 3. Lokasi TK dan SD tersebut berada di Jln. Veteran No. 51 di samping Gereja (GKI) bahkan sempat menggunakan ruangan Gereja dan Konsistori. Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya murid TK dan SD, ruangan belajar yang ada di lokasi tersebut tidak mampu menampung jumlah murid, sehingga sebagian murid SD menggunakan ruangan / kelas di Jalan Selakaso No. 65 milik BPPK GKP bekas SD Immanuel. Dengan perkembangan SD yang begitu pesat Pengurus BPK PENABUR Tasikmalaya mengajukan anggaran pembelian tanah ke PH BPK PENABUR dan pada tanggal 15 Februari 1995 dilakukan transaksi pembelian sebidang tanah seluas 2.242 m2 di Jalan Ibu Apipah. Pembangunan gedung berlantai tiga dilaksanakan, dan tahun pelajaran 1998/1999 SD resmi menempati gedung baru. SD meluluskan angkatan pertama tahun 1956 dan orangtua murid merasakan perlunya kesinambungan pendidikan anaknya dan mendesak Pengurus BPK PENABUR Tasikmalaya agar mendirikan SMP, maka pada tahun 1957 resmi didirikan SMP Kristen yang berlokasi di Jalan Selakaso No. 63 dengan menyewa tanah dan bangunan milik BPPK GKP. Kemudian pada tahun 1976 diputuskan untuk mendirikan SMA Kristen untuk menampung anak – anak lulusan SMP Kristen di lokasi yang sama dan masuk siang. Upaya agar siswa SMAK masuk pagi baru terealisasikan pada tahun 1980, dengan persetujuan BPPK GKP untuk mendirikan bangunan sebanyak empat ruang kelas di sebelah gedung SMPK. Peresmian penggunaan bangunan ini dilakukan pada tanggal 3 Mei 1981. Dengan bertambahnya siswa SMAK maka pada tanggal 1 Juli 1988 bangunan lama dibuat bertingkat (2 lantai). B *) Kepala SMA BPK PENABUR Tasikmalaya 148 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Profil BPK PENABUR Tasikmalaya Gambaran Umum Sekolah per Jenjang No Jenjang 1. TK Fasilitas Pendukung Perlu Pembenahan - Letak sekolah mudah dijangkau. - Lingkungan sekolah aman dari tindak kejahatan dan narkoba. - Gedung baru dengan pengatur ruangan yang baik. - Memiliki tenaga edukatif qualifield - Terakreditasi sebagai TK terbaik ke-2 Tasikmalaya Tahun 2002 - Memperluas tempat bermain - Melengkapi alat peraga dan alat bantu pengajaran - Peningkatan kualitas SDM 2. SD - Fasilitas kelas, lab. komputer lengkap. - Halaman luas memungkinkan peserta didik melakukan aktivitas . dengan leluasa - Tempat parkir luas. - Aula dapat difungsikan sebagai ruang kebaktian, olahraga, atau pertemuan. - Memiliki trampolin (peralatan impor untuk senam). - Dekat kolam renang (± 50 m) - Dekat sawah, sehingga setiap hari peserta didik menghirup udara segar, dan memungkinkan kegiatan dilaksanakan di luar kelas. - Orangtua murid mendapat informasi program kegiatan satu tahun pelajaran di awal tahun pelajaran dan mengadakan pertemu an secara berkala - Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat - Peningkatan kualitas SDM. 3. SMP - Lokasi mudah dijangkau. - Unggul dalam IPTEK, internet online 24 jam dan prog.lainnya - Memiliki lab. komputer. - Bangunan sekolah agar lebih representatif. - Agar memiliki lab. IPA mandiri (kimia, fisika, biologi) dan bahasa. 4. SMA - Lokasi mudah dijangkau. - Bangunan kelas baik. - Terakreditasi oleh BAS Propinsi dengan peringkat A. - Penambahan ruang belajar. - Agar memiliki Lab. IPA mandiri (Kimia, Fisika, Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 149 Profil BPK PENABUR Tasikmalaya No Jenjang 4. SMA Fasilitas Pendukung Perlu Pembenahan - Alumni banyak yang berhasil di Perguruan Tinggi dengan prestasi yang membanggakan. - Belum ada sekolah pesaing yang sejenis (ciri khas Kristen). - Guru - guru dengan latar belakang S1 sesuai bidangnya. Biologi) dan bahasa - Pengadaan aula - Memperluas ruang perpustakaan - Peningkatan kualitas SDM Perkembangan Jumlah Siswa Tiga Tahun Terakhir Tahun 2003/2004 2004/2005 2005/2006 TK 128 118 127 SD SMP SMA Total 324 312 307 197 189 189 294 307 280 943 926 903 Perkembangan Jumlah Guru Tiga Tahun Terakhir Tahun TK SD SMP SMA 2003/2004 2004/2005 2005/2006 10 10 10 17 19 19 20 16 16 18 23 25 Beberapa penyebab berkurangnya jumlah siswa sekolah BPK PENABUR di Tasikmalaya: a. Keberhasilan program Keluarga Berencana. b. Mobilitas penduduk antar kota. c. Kompetisi dengan sekolah sejenis yang makin ketat. Untuk itu perlu menyusun dan melaksanakan program pengembangan sekolah 150 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Profil BPK PENABUR Tasikmalaya Prestasi Siswa TKK, SD, SMP dan SMA Tiga Tahun Terakhir No Jenjang Prestasi 1. TK - Juara I Lomba mewarnai se - Priangan Timur Juara I Kontes Fotogenik sasikmalaya Juara II Lomba Busana Merah Putih Tasikmalaya Juara I Lomba Busana Daerah Tasikmalaya Juara II Lomba Busana Daerah Tasikmalaya 2. SD - Juara Umum II Telkomnet - Instan Clik - Day Juara I Cerdas Cermat MIPA Tasikmalaya Juara II Lomba Sekolah Sehat Tasikmalaya Juara Umum Renang antar Club tingkat SD Tasikmalaya Juara I Olimpiade Matematika tingkat Kecamatan Juara III Lomba Fun Science tingkat Propinsi Juara III English Quis Contest Tasikmalaya 3. SMP - - Peringkat 3 besar Nilai Ujian Nasional Tasikmalaya Juara II Putri Invitasi Bola Basket IAPT CUP V SLTP Tasikmalaya/ Ciamis Juara I Invitasi Bola Basket Pelajar Putra antar SLTP Jawa Barat Juara I SMP Putra Kejuaraan Bola Basket SMP-SMU Bumi Siliwangi CUP III Juara Umum Kejuaraan Renang antar Pelajar Tirta Resik Cup I Tasikmalaya/Ciamis/Pangandaran Juara Umum II PORSENI tingkat SLTP Kota Tasikmalaya Juara Lukis terbaik Tasikmalaya Kategori Naturalis Juara III Olimpiade MIPA - FISIKA Tasikmalaya Juara I English Spech - Contest Tasikmalaya Juara I (Perenang terbaik) PORSENI tingkat SMP/MTs Tasikmalaya Juara Umum ke II PORSENI tingkat SMP/MTs Tasikmalaya Juara I (Perenang terbaik) "TIRTA RESIK CUP" Juara II Renang Piala Rektor UPI Bandung Juara II Renang Piala Anajohn UPI Bandung Jawa Barat - Juara I IAPT CUP IV Bola Basket Putra dan Putri Juara Umum Telkomnet Instan - Click Day Juara II Hexos Cup Bola Basket Putra dan Putri - 4. SMA Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 151 Profil BPK PENABUR Tasikmalaya No Jenjang 4. SMA Prestasi - Juara I Porseni Kota Tenis Meja Ganda Putra Juara I Production Bola Basket Putra dan Putri Juara III IAPT CUP V Bola Basket Putra Juara I IAPT CUP VI Bola Basket Putri Medali Emas Renang antar Pelajar Juara III Timbul Cup 2 Bola Basket Putra Juara I UNSIL CUP Bola Basket Putra, juara II Putri Juara I Lomba Lukis Tingkat SLTA Juara I Festival Gitar Pop Juara I Bola Basket Putri "HEXOS CUP" Juara II STUDENT'S DANCE FESTIVAL se-Priangan Timur Juara I Lomba Karya Tulis Kategori SLTA "HUT Ke- 55 BPK PENABUR Juara I Lomba Cepat Tepat Matematika UNSIL CUP Jabar Ketua Yayasan (Pengurus) BPK PENABUR Tasikmalaya No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Nama Masa Jabatan Thio Sioe Tjoan Oey Hong Tjiauw Oey Hong Thay J.Tanuwihardja Pdt.Liem Liong Tjoan J.Tanuwihardja Ekki Widharma Slamet Budisutiono Drs. Rinaldi Sutriana Sulaeman Tatang Drs. Rinaldi Sutriana 1953 – 1955 1956 - 1960 1961 – 1964 1965 – 1967 1967 – 1969 1969 – 1971 1971 – 1984 1984 – 1990 1990 – 1994 1994 – 2002 2002 – 2006 Kepala TK BPK PENABUR Tasikmalaya No 1. 2. 3. 4. 152 Nama Tan Djin Swie Liem Tiam Ek (Efraim Gunata) Drs. Endi Tien Suryatin Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Masa Jabatan 1953 – 1954 1954 – 1973 1974 – 1986 1986–sekarang Profil BPK PENABUR Tasikmalaya Kepala SD BPK PENABUR Tasikmalaya No 1. 2. 3. 4. 5. Nama Masa Jabatan Tan Djin Swie Liem Tiam Ek Drs. Endi Tan Djien Lian (Trilianti Hartani) Drs. Widodo 1953 – 1954 1954 – 1973 1974 – 1989 1989 – 2000 2000 – sekarang Kepala SMP BPK PENABUR Tasikmalaya No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama Masa Jabatan Drs. Darmawan L.S. Sunarto, BSc Sukardi Andyarto Suryana Drs. Christian Suwarno Drs. Endi A.S. Purwanto Drs. Thomas Agung 1974 – 1975 1975 – 1979 1979 – 1982 1982 – 1987 1987 – 1989 1989 – 1996 1996 – 1998 1998–sekarang Kepala SMA BPK PENABUR TASIKMALAYA No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nama Masa Jabatan L.S. Sunarto Direktorium (Ketua: Drs. Rinaldi S) Andyarto Suryana K. Hardja (Mr. Tjan) Drs. Widodo Drs. Christian Suwarno Drs. Juniart F. Samosir 1976 – 1982 1982 – 1983 1983 – 1985 1985 – 1988 1988 – 1991 1991 – 1996 1996–sekarang Beberapa hal yang dapat dikembangkan untuk menjadi sekolah pilihan. a. Meningkatkan kemampuan SDM dari segi pengajaran dan pelayanan sesuai nilai – nilai kristiani. b. Melengkapi sarana prasarana c. Menggali potensi anak semaksimal mungkin melalui pengajaran bermutu Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005 153 Profil BPK PENABUR Tasikmalaya dan memberi kesempatan seluas–luasnya mengikuti lomba atau kejuaraan baik bidang olahraga, seni dan akademik. d. Mencari alternatif pengadaan dana agar setiap kegiatan yang sudah diprogramkan dapat dilaksanakan. e. Memperbanyak kerjasama dengan pihak luar/instansi lain yang saling menguntungkan yang berhubungan dengan pengembangan pengajaran dan menambah wawasan anak didik. f. Sedang direncanakan pembangunan gedung SMP/SMA di Jln. Selakaso no. 63 Tasikmalaya sehingga BPK PENABUR Tasikmalaya menjadi sekolah yang lebih bermutu. Penutup BPK PENABUR Tasikmalaya memiliki prospek menjadi sekolah unggulan. Lokasi yang strategis, juga dengan fasilitas pendukung yang dimiliki merupakan asset yang sangat berarti. Untuk mewujudkan sekolah BPK PENABUR Tasikmalaya sebagai sekolah unggulan, “menggali potensi terpendam” masingmasing personal BPK PENABUR Tasikmalaya saat ini sedang dikembangkan. Selain pengembangan SDM perencanakan pembangunan gedung sekolah jenjang SMP dan SMA kiranya segera terealisasi sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lebih baik. Kiranya Tuhan senantiasa mengarahkan hati, pikiran dan memberi kekuatan pada kita yang sedang berjuang untuk mencapai kesuksesan sekolah sehingga nama Tuhan dipermuliakan. 154 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005 Keterangan Mengenai Penulis Biretni Sumiwi, BA., lahir di Yogyakarta, 10 Juni 1957. Alumni Universitas Kristen Satya Wacana tahun 1980. Sekarang bekerja sebagai Staf Organisasi dan Sistem BPK PENABUR. Ir. Budyanto Lestyana, M.Si., lahir di Semarang 28 Desember 1970, menyelesaikan program S2 dari IPB-Bogor tahun 2000. Menjabat sebagai Kepala Bidang Kurikulum dari tahun 2000-2004. Terlibat berbagai proyek pengembangan kurikulum dan diversifikasi sekolah serta berkecimpung dalam pengembangan KIR. Saat ini sebagai Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan BPK PENABUR Jakarta. Djudjun Djaenuddin Supriadi, STh., lahir di Bandung 29 Desember 196. Lulus dari STT Duta Wacana tahun 1987 dan saat ini sedang menyelesaikan S2 Program M.Min pada STT Jakarta. Menulis beberapa Modul Pengajaran PAK dan pernah sebagai Dosen tidak tetap di UNTAR dan UKRIDA. Sejak 1998sekarang sebagai Kepala Bidang Kerohanian BPK PENABUR Jakarta. Elisabeth Marsaulina Matondang, lahir di Medan, 7 Pebruari 1971. Menyelesaikan program S1 di IKIP PGRI Malang, Jurusan Bahasa Inggris (1995). Pernah mengajar di TK Dian Harapan (1995-1999) dan di Eduplay Montessori (sekarang Sekolah Montessori Kiara Karitas) pada tahun 1999-2001. Saat ini sebagai guru Bahasa Inggris di TKK Kota Modern BPK PENABUR TangerangJakarta. Endang Kusumaningsih, lahir di Jakarta 25 Maret 1953. Menyelesaikan pendidikan S1 untuk Musikologi dan D4 untuk piano dari Jurusan Musik Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta. Lulus S2 untuk Teknologi Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta tahun 2005. Saat ini menjabat sebagai dosen tetap di Jurusan Musik FSP – IKJ, menjadi pembimbing akademik dan Ketua Program Studi S1. Aktif dalam melayani berbagai kegiatan musik rohani Kristiani baik dalam lingkungan GMAHK ataupun luar GMAHK hingga di kegiatan nasional, baik sebagai musisi, pelatih, koordinator musik dan juri. Mulai tahun 2000 hingga kini menjabat sebagai ketua komisi pendidikan dan pelatihan musik GMAHK se-DKI dan anggota Departemen Musik GMAHK seuni Indonesia Kawasan Barat. Henry Sumurung Octavian, SE., MM., lahir di Bogor, 13 Oktober 1973. Lulus sarjana tahun 1999 dari Fakultas Ekonomi UNPAR Bandung. Memiliki Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 /Th.IV/Desember 2005 155 Keterangan Mengenai Penulis pengalaman kerja di bidang media, pemasaran dan trainer. Menjabat sebagai wakil kepala cabang di sebuah perusahaan jasa publik sebelum menyelesaikan pendidikan S2 Program Pendidikan Magister Manajemen IPB Bogor tahun 2004. Sejak tahun ajaran 2004/2005 sebagai Kepala SMA BPK PENABUR Bogor. Drs. Hotben Situmorang, M.B.A., lahir di Toba, Sumatera Utara, 23 April 1961. Menyelesaikan S1 di IKIP Jakarta, Jurusan Pendidikan Fisika (1985). Sambil menyelesaikan S1, guru di SMA Neg. 50 (1982), SMA Neg.31 (19831997) dan ikut mendirikan SMA PGRI 10. Guru dan pejabat Kepala Sekolah Indonesia di Davao Philippines (1987-1994) sekaligus menyelesaikan S2 bidang Business Management di Ateneo de Davao Philippines (1994). Mengikuti Program Mission Studies di Overseas Ministries Study Centre, Connecticut USA (1994/1995). Menjadi konsultan Yakoma PGI dan dosen di UKI (1996). Bekerja di BPK PENABUR sebagai Kepala Bidang Pengembangan (1997). Caretaker Kepala SMK 2 BPK PENABUR ( 1996-2004). Saat ini sebagai Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan BPK PENABUR Jakarta. Ira Yulianti Johan, lahir di Bandung, 14 Juli 1994. Saat ini sekolah di SD Taman Holis Indah BPK PENABUR Bandung. Prestasi: Juara III Lomba Aritmatika Internasional Taiwan (Tingkat 7); Juara III Fotogenik di Hotel Preanger Bandung; Juara I Fotogenik se-Jawa Barat dari Majalah Diba; Juara I Lomba Nyanyi Yayasan Kanker RRI Bandung, Juara I Lomba Nyanyi AFRI (Akademi Fantasi Rohani) di GBI Mutiara. Jeffry Kurniawan, lahir di Bandung, 6 Juni 1988. Saat ini siswa kelas 3 IPA SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Prestasi: Mantan ketua OSIS; Juara I Lomba Cepat Tepat Matematika UNSIL 2005 se Jawa Barat; Juara harapan I Lomba Cepat Tepat Matematika tingkat Priangan Timur tahun 2004; Semifinalis Kompetisi Matematika UNPAR 2005, semifinalis Cerdas Tangkas Matematika UPI tahun 2005; Juara III siswa teladan tingkat kota Tasikmalaya; Finalis Lomba Gitar Clasic/Pop se Priangan Timur. Aktif di Komisi Remaja GKI Tasikmalaya. Judha Semal Irianto Sinulingga, S.Th., lahir di Pematang Siantar tahun 1976. Menghabiskan masa kecil dan remaja di kota Medan. Menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Teologi dari Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta pada tahun 2000, dengan judul skripsi Pemikiran Erich Fromm tentang Kodrat Manusia. Saat ini bekerja sebagai staf pada bagian Layanan Siswa BPK PENABUR. 156 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 /Th.IV/Desember 2005 Juniart Fransiskus Samosir, lahir 9 Juni 1962, lulus Sarjana FMIPA Jurusan Matematika dari IKIP Sanata Dharma Yogyakarta tahun 1986. Mulai tahun 1987 menjadi guru Matematika di SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Aktif juga mengajar di Bimbingan Belajar Ganesa Operation. Sejak tahun 1996 bekerja sebagai Kepala SMA BPK PENABUR Tasikmalaya sampai sekarang. Muksin Wijaya ,M.Pd.,M.M., lahir di Bandung, 25 Juli 1971. Menyelesaikan Program Magister Manajemen di Universitas Katolik Parahyangan Bandung dengan konsentrasi Pengembangan Sumber Daya Manusia, kemudian menyelesaikan Program Magister Pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia dengan konsentrasi Teknologi Pendidikan. Sejak Tahun 1994 mulai menggeluti dunia pendidikan sebagai guru di beberapa SMP dan SMA swasta Kristen-Katolik di Bandung. Saat ini selain sebagai dosen luar biasa di Sekolah Tinggi Informatika dan Manajemen di Bandung juga tenaga tetap kependidikan sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Program Pendidikan BPK PENABUR Bandung. Livie Tamariska, lahir di Bandung, 15 September 1995. Saat ini sekolah di SDK Taman Holis Indah BPK PENABUR Bandung. Prestasi: Karya Terpilih Menggambar ( mendapat sertifikat ) dari ASEAN; Polandia dan Bangladesh; Juara II menyanyi se-Kota Bandung; Juara I Lomba Menyanyi di Gereja Gerakan Pentakosta ( GPP ) Shalom; Juara II Lomba Menggambar di GGP Shalom. Petrus Trimantara, S.Pd., lahir di Klaten, 20 Oktober 1972. Menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Kolese De Britto Yogyakarta (1992) Jurusan Ilmu Biologi (A2). Menyelesaikan S1 di Universitas Sanata Darma Yogyakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (1998). Bekerja di BPK PENABUR Bandung sejak tahun 1998 sebagai gurur Bahasa Indonesia di SMA 2 BPK PENABUR Bandung. Piping Sugiharti, S.Pd, lahir di Karawang, 17 Desember 1973, menyelesaikan S1 Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP BANDUNG tahun 1998. Guru mata pelajaran Fisika di SMP (Plus) Kristen Paulus Bandung Tahun 1997-1998, dandi SMP BPK PENABUR Cimahi Tahun 2001 sampai sekarang dan tahun 2004 disamping sebagai guru Kimia. Priska Ivena, lahir Bandung, 22 Februari 1994. Saat ini sekolah di SDK Taman Holis Indah BPK PENABUR Bandung. Prestasi: Medali perak dari Jepang ( seni lukis ); Medali perak dari Jepang (seni cetak); Juara I lomba menggambar GGP Shalom Semar; Juara I mewarna jenjang TK tahun 2000 dalam rangka HUT ke-50 BPK PENABUR. Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 /Th.IV/Desember 2005 157 Keterangan Mengenai Penulis P. Slamet Widodo, lahir di Bantul, Yogyakarta, 31 Mei 1961. Pendidikan SD dan SMP ditempuh di Bantul. Pendidikan menengah atas diselesaian di Seminari Menengah Mertoyudan Magelang. Memperoleh ijazah S1 bidang Bahasa dan Sastra Indonesia dengan mata kuliah minor Pendidikan Moral Pancasila (PMP) diperoleh di IKIP Sanata Darma Yogyakarta tahun 1986. Usai menyelesaikan S1, langsung mengajar di SMEA Katolik Yos Sudarso Rembang selama satu tahun dan selama dua tahun mengajar di Yayasan Salib Suci di Kuningan Jawa Barat. Sejak tahun 1989 menjadi guru tetap dan membina mata pelajaran Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia di SMP BPK PENABUR Tasikmalaya sampai sekarang. Di sela-sela kesibukan sebagai guru, aktif dalam kegiatan gereja, dan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kewarganegaraan di Tasikmalaya. Ricky Kurniawan, lahir di Tasikmalaya, 7 Juni 1988. Saat ini siswa kelas 3 IPS1 BPK PENABUR Tasikmalaya. Menguasai alat musik drum. Sebagai mantan pengurus OSIS juga menekuni kegiatan basket dan renang. Steffi Agatha, lahir di Tasikmalaya, 9 Agustus 1988. Saat ini siswa kelas 3 IPS1 SMA BPK PENABUR Tasikmalaya. Prestasi: Ketika kelas 2 menduduki peringkat 3 di kelas. Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc., lahir di Pacitan 21 Maret 1934, Guru Besar Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Alumnus FKIP Universitas Airlangga, Surabaya, untuk program S1 dan untuk pendidikan lanjutan dari Syracuse University, N.Y. Amerika Serikat dalam keahlian Audiovisual Communication dengan gelar Master of Science (Education), serta dari IKIP Malang untuk program doktor (1985) di bidang Teknologi Pendidikan. Mengikuti program penyegaran dan seminar internasional di berbagai negara, khususnya di bidang Teknologi Pendidikan. Di samping memilik pengalaman sebagai birokrat dengan berbagai jabatan di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sampai sekarang aktif menulis karya ilmiah dan sebagai guru besar di berbagai perguruan tinggi antara lain di Program Pasca Sarjana UNJ, UNIMED, UNILA,UNMUL, dan UNNES. 158 Jurnal Pendidikan Penabur - No.05 /Th.IV/Desember 2005