Ringkasan Kreatif untuk Kampanye di Pulau Kaledupa, Taman Nasional Wakatobi Pernyataan Masalah : Isu Konservasi Ancaman utama di kawasan Taman Nasional Wakatobi, khususnya di Pulau Kaledupa adalah penangkapan ikan berlebihan (overfishing). Sehingga menyebabkan menurunnya kondisi sumberdaya ikan. Penurunan kondisi sumberdaya ikan tersebut berupa : Hilangnya / sulitnya dijumpai beberapa jenis ikan Ukuran (berat dan panjang) ikan semakin kecil/menurun Selain itu lokasi untuk menangkap ikan pun semakin jauh, yang berdampak pada meningkatnya biaya operasional para nelayan. Kondisi ini sudah dirasakan para nelayan dan masyarakat pada umumnya sejak 10 (sepuluh) tahun yang lalu sampai sekarang. Penyebab dari overfishing ini diantaranya adalah semakin efektifnya alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan dalam mencari ikan dan masih adanya nelayan yang mencari ikan pada wilayah larang tangkap (Zona Perlindungan Bahari dan Zona Pariwisata) yang ada dalam Zonasi TN.Wakatobi. Motivasi para nelayan menggunakan alat tangkap yang lebih efektif dan melakukan penangkapan ikan di Wilayah Larang Tangkap adalah untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang hanya bersumber dari laut. Aktifitas mencari ikan sebagian besar dilakukan oleh nelayan lokal Yang dimaksud dengan nelayan lokal disini adalah nelayan yang berasal dari Pulau Kaledupa daratan dan sekitarnya serta masyarakat Bajo yang telah lama tinggal di wilayah perairan di sekitar Pulau Kaledupa (Desa Samabahari dan Desa Mantigola). Alat tangkap yang mereka gunakan biasanya berupa sero, bubu, pancing dan jaring. Jika tingkat kepatuhan nelayan pada aturan yang ada pada Wilayah Larang Tangkap terus menurun, maka kondisi sumber daya perikanan di Pulau Kaledupa akan terus menurun dan mengancam ketahanan pangan penduduk Kaledupa. Khalayak sasaran Dalam satu kali trip mencari ikan, para nelayan biasanya menggunakan alat tangkap berbagai jenis (bubu, pancing dan jaring). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas waktu selama mencari ikan. Bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap berupa sero dan bubu, biasanya beraktifitas mulai Pukul 05.00 Pagi sampai Pukul 10.00 Siang. Sedangkan nelayan yang menggunakan jaring, biasanya mulai beraktifitas pada 10.00 siang sampai Pukul 15.00 Sore. Sedangkan nelayan yang menggunakan pancing mulai beraktifitas menjelang malam hari yaitu Pukul 18.00 sampai pada Pukul 03.00 Pagi. Target tangkapan utama nelayan sebagian besar adalah Ikan Demersal. Dikalangan masyarakat Pulau Kaledupa Ikan Demersal lebih dikenal dengan sebutan Ikan Karang / Ikan Dasar. Yang kemudian hasil tangkapan tersebut dijual/dipasarkan di desa dan Pasar Kecamatan. Selain mencari ikan, sebagian nelayan juga memiliki aktifitas sebagai petani rumput laut dan pekebun. Hasil kebun yang mereka olah utamanya adalah kelapa, yang diolah menjadi minyak kelapa dan kopra. Sebagian besar nelayan memiliki jenjang pendidikan tertinggi tingkat Sekolah Dasar / Sekolah Rakyat. Media informasi yang paling sering diakses oleh para nelayan adalah Televisi. Sumber informasi terpercaya bagi para nelayan berkaitan dengan isu lingkungan, khususnya pengaturan wilayah perairan dengan sistem Zonasi dan kondisi perikanan saat ini ada 3 (tiga), yaitu : Jagawana / Polisi Kehutanan TN.Wakatobi Kepala Desa FORKANI (Forum Kahedupa Toundani) Secara kelembagaan, para nelayan di Pulau Kaledupa terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu : Nelayan yang tidak berkelompok Nelayan yang berkelompok tingkat desa Nelayan yang berkelompok tingkat pulau Tindakan yang diinginkan Nelayan lokal menangkap ikan di zona pemanfaatan lokal dan Zona Pemanfaatan Umum Nelayan lokal bersedia melakukan pengawasan dan teguran pada nelayan yang masih melakukan penangkapan di Wilayah Larang Tangkap Secara perlahan para nelayan yang masih melakukan penangkapan ikan di Wilayah Larang Tangkap, bersedia berpindah lokasi penangkapan pada Zona Pemanfaatan Lokal dan Zona Pemanfaatan Umum. Halangan-halangan untuk bertindak Tidak adanya tanda/marka pada Kawasan Larang Tangkap Bagi Nelayan yang masih melakukan penangkapan ikan di Kawasan Larang Tangkap bersedia memindahkan lokasi penangkapan pada Zona Pemanfaatan Lokal Nelayan yang aktif melakukan pengawasan dan peneguran pada pelanggar wilayah larang tangkap merasa khawatir akan munculnya konflik sosial dikarenakan sikapnya dalam melarang aktifitas penangkapan ikan di Wilayah Larang Tangkap Pertukaran Manfaat - - Dukungan - Citra - - - Celah - Unsur – unsur kreatif Materi Kampanye - Mendapatkan subsidi BBM dalam mencari ikan bagi nelayan yang bersedia terlibat dalam tim pengawasan masyarakat Strata social di masyarakat meningkat, dikarenakan masuk dalam tim pengawasan Mendapatakan pengetahuan dan pengalaman baru melalui berbagai pelatihan yang dilakukan oleh TNW dan mitra-mitranya terkait pengelolaan kawasan konservasi. Patroli bersama pihak berwenang yaitu Polisi Kehutanan TN.Wakatobi, Pospol, dan Koramil Dalam hal regulasi, pengawasan masyarakat memiliki landasan hukum yang kuat yaitu UU No.5 tahun 1990 tentang KSDAHE dan UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Menjadi tokoh yang disegani di komunitasnya terkait kepeduliannya terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan Memiliki kontribusi nyata dalam upaya pemulihan kondisi sumberdaya perikanan yang merupakan hajat hidup orang banyak Rasa bangga menjadi bagian penting dalam proses perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik Nelayan merupakan komunitas yang sering berkumpul di para-para pinggir pantai Menjadikan radio sebagai sumber informasi pada malam hari, khususnya pada saat mereka mencari ikan Menyukai acara joget dan kegiatan-kegiatan yang bersifat hiburan masal - Logo lembaga yang terlibat dalam Program Pride Campaign (RARE, WWF, TN.Wakatobi) dan Mitra Lokal (FORKANI, Pemerintah Daerah, dan Yayasan Alam Mitra). Slogan, “Mencari Lebih Dekat, Menjual Lebih Cepat” - Pertemuan masyarakat Video Partisipatif Pelatihan Kebijakan dan Hukum Pelatihan Marine Protected Area Program Radio - Program Sekolah Lembar Fakta Lembar Dakwah T-Shirt Pin Poster