BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang aspek-aspek apa yang mendasari pelaksanaan penelitian. Bab satu berisi mengenai latar belakang untuk melakukan penelitian, identifikasi masalah yang terjadi selama pengamatan, survei, dan wawancara, pertanyaan penelitian untuk menjawab tujuan penelitian dan manfaat, dan terakhir, state of the art sebagai acuan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini era globalisasi ditandai dengan perubahan – perubahan pesat pada kondisi perekonomian secara keseluruhan, hal ini telah menimbulkan suatu tuntutan yang harus dipenuhi oleh para pelaku ekonomi maupun industri. Salah satu tuntutan yang harus dipenuhi oleh seluruh pelaku ekonomi dan industri adalah dalam hal sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan salah satu faktor utama dalam kemajuan ekonomi, bagaimana para pelaku ekonomi dan industri dapat menciptakan dan meningkatkan SDM yang berkualitas dan memiliki ketrampilan serta daya saing agar dapat bersaing dalam persaingan global. SDM merupakan salah satu faktor yang memiliki peran penting didalam organisasi, karena SDM dapat menentukan apakah sebuah organisasi berhasil atau tidak. Apapun jenis organisasi, bentuk, struktur dan tujuannya, organisasi dibentuk berdasarkan berbagai visi yang memiliki kesamaan dan dalam pelaksanaan misinya, dikelola dan dijalankan oleh manusia. Jadi, sumber daya manusia merupakan faktor penentu dan utama dalam semua kegiatan institusi maupun bisnis untuk menentukan apakah tujuan organisasi tersebut dapat tercapai atau tidak hal ini terjadi di seluruh dunia bukan hanya di Indonesia. Berdasarkan data mengenai kualitas SDM di Indonesia yang diperoleh dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (2014), menyebutkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, menempati peringkat 108 dari 187 negara diseluruh dunia, peringka ini dibawah Singapura (9), Brunei (30), Malaysia (62) dan Thailand (89), peringkat ini membuat Indonesia masuk pada kategori menengah. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Indonesia mengalami kemajuan yang sangat baik dalam segi pertumbuhan ekonomi, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata- 1 2 rata sebesar 5% – 6% pada periode 2009 – 2014, Indonesia menjadi negara dengan tingkat pertumbahan ekonomi tertinggi ke dua setelah China menurut http://www.bbc.co.uk. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun tidak disertai dengan meningkatnya kualitas SDM Indonesia. Dari data Badan Pusat Statistik (2014) jumlah penduduk Indonesia yang bekerja sebesar 1,7 juta penduduk, jumlah ini berkurang sebanyak sekitar 10 ribu penduduk dibandingkan tahun 2013. Kondisi ini sangat tidak relevan dengan pertumbuhan ekonomi yang terus naik, sementara jumlah penduduk yang bekerja malah terus menurun, dan indeks pembangunan manusia Indonesia berada di bawah nilai rata-rata negara di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik. Dengan kondisi yang ada seperti data diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia tidak sebanding dengan kuantitas Sumber Daya Manusia yang ada Indonesia. Dalam dunia bisnis yang kompetitif seperti saat ini, organisasi mempunyai tantangan bukan hanya dalam meningkatkan produktivitas, tetapi juga dalam menghadapi tekanan dalam pengaturan sumber daya manusia (SDM) yang efisien dan efektif dalam proses perekrutan, pelatihan, dan mempertahankan karyawan terampil. Untuk mendukung hal ini, kebijakan SDM yang efektif menjadi suatu hal yang wajib yang harus diterapkan untuk mencapai goals atau tujuan dari organisasi dan untuk dapat mencapai hal tersebut, diperlukan peran dari manajemen dalam organisasi untuk dapat menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan SDM. Kebijakan SDM harus dapat memuat beberapa dimensi dari perliaku organisasi seperti emotional intelligence dari karyawan, komitmen karyawan, dan organizational citizenship behavior (OCB). Selama dekade tahun terakhir, isitilah emotional intelligence muncul secara global, emotional intelligence sangat berhubngan dengan perilaku organisasi dan psikologi industri dan telah diakui posisinya dalam menentukan keberhasil seseorang dalam pencapaian organisasi, karena emotional intelligence adalah peran yang paling utama untuk menentukan keberhasilan karyawan dibandingan dengan intelectual intelligence (IQ) yang hanya menempati posisi kedua setelah emotional intelligence dalam dunia kerja (Goleman, 2006). Emotional intelligence telah menjadi salah satu topik yang populer dan banyak digunakan untuk diskusi maupun penelitian oleh para akademisi. Goleman (2006) mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi mengacu 3 kepada kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaanya sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, kemampuan untuk mengelola emosi diri sendiri dengan baik agar dapat berhubungan baik dengan orang lain. Sumber Daya Manusia berkualitas yang dibutuhkan oleh setiap perusahaan saat ini ialah orang-orang yang memeliki kecerdasan emosi didalam dirinya, memiliki komitmen terhadap organisasi dan mau memberikan kinerja yang melebihi apa yang diharapkan. Apalagi di dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, di mana tugas makin sering dikerjakan dalam tim, fleksibilitas sangatlah penting. Seorang karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi tempatnya bekerja jelas harus mengetahui visi, misi, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi, karena ketiga hal tersebut adalah sesuatu aspek penting yang menggambarkan tujuan dari organisasi yang wajib diketahui oleh semua karyawan dan karyawan tersebut wajib memberikan kontribusi untuk pencapaian tujuan tersebut. Menurut Kreitner dan Kinicki (2009:166) komitmen organisasi (organizational commitment) adalah cerminan dari tindakan atau perilaku seseorang dalam mengenali sebuah organisasi dan bagaimana mereka terikat dengan tujuan dari organisasi tersebut. Selain komitmen, organisasi juga menginginkan karyawan yang bersedia melakukan tugas yang tidak terdapat di dalam deskripsi pekerjaan mereka. Perilaku ini yang dinamakan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Karyawan yang menunjukkan OCB, memiliki kinerja yang lebih baik dan dapat menerima evaluasi kerja yang lebih (Luthans, 2006). OCB adalah suatu tindakan yang karyawan pilih untuk lakukan, secara spontan dan atas kemauan mereka sendiri, yang sering berada diluar kewajiban yang harus ia lakukan (Zhang, 2011 ), OCB sangat penting bagi dunia organisasi masa kini karena dapat meningkatkan kinerja organisasi, memperlancar interaksi karyawan di dalam organiasasi, dan meningkatkan efisiensi pekerjaan. Dengan demikian secara tidak langsung perilaku tersebut dapat memberikan hasil positif bagi perusahaan, baik untuk tujuan perusahaan maupun untuk kehidupan sosial di dalam perusahaan. PT TÜV Rheinland Indonesia adalah perusahaan yang bergerak pada bidang jasa testing, inspection and certification (TIC) yang paling sukses di Indonesia dan berkantor pusat di Cologne, Jerman. PT TÜV Rheinland Indonesia berdiri pada tahun 1996 dengan nama PT TÜV Internasional Indonesia. Sebelum masuk ke Indonesia, PT TÜV Internasional Indonesia melakukan berbagai riset mengenai 4 kondisi ekonomi, geografis, pemerintahan, serta masyarakat, apakah semua hal itu cocok atau tidak dengan visi dan misi PT TÜV Internasional. Pada awal berdirinya PT TÜV Internasional Indonesia berfokus pada testing komponen-komponen industri otomotif dengan klien pertama PT Astra Indonesia. Seiring dengan perkembangannya PT TÜV Internasional Indonesia berganti nama pada tahun 2010 menjadi PT TÜV Rheinland Indonesia. Saat ini PT TÜV Rheinland Indonesia bisa dibilang telah menjadi perusahaan yang unggul dalam bidang jasa testing, inspection and certification PT TÜV Rheinland Indonesia sendiri telah mendirikan cabang di beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Batam, Bali, Balikpapan, Bandung dan Jogja dengan fokus dibeberapa sektor antara lain product testing, management system, pendidikan, training dan consulting, serta pertanian dan perkebunan. Pada dasarnya PT TÜV Rheinland Indonesia adalah perusahaan yang bergerak pada bidang jasa, yang membutuhkan karyawan yang dapat mewakili nilainilai perusahaan dengan perbuatan yang di lakukan agar dapat mencapai tujaun perusahaan dan memberikan suatu kepuasan kepada para konsumen. Dengan mobilitas yang tinggi dari para karyawannya yang mayoritas adalah auditor, engineer, dan trainer, mereka memiliki mobilitas yang sangat tinggi dalam pekerjaan karena sering berpindah-pindah tempat tidak hanya di kantor saja seperti karyawan lainya, mereka juga memiliki deadline yang sangat padat dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainya, dan komitmen serta tuntutan dari perusahaan untuk memberikan yang terbaik untuk para konsumen. Untuk menunjukkan hal tersebut sangat dibutuhkan suatu emotional intelligence yang harus dipunyai oleh para karyawan agar dapat bekerja dengan baik dan dapat memanfaatkan kecerdasan emosi yang dimiliki oleh para karywan tersebut yang nantinya diharapkan dapat menumbuhkan komitmen serta perilaku OCB di dalam diri karyawan diperusahaan. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan deskripsi pekerjaan, wawancara, dan melihat kondisi lingkungan kerja pada PT TÜV Rheinland Indonesia, penulis memutuskan untuk melakukkan penelitian mengenai emotinal intelligence yang dipunyai oleh masing-masing individu karyawan. Penulis melakukan penelitian selama 4(empat) hari di perusahaan untuk mengamati kondisi kerja karyawan dan melakukan wawancara dengan 5 beberapa karyawan serta HRD diperusahaan. Berdasarkan pengamatan penulis dan informasi yang diberikan oleh HRD perusahaan dapat disimpulkan bahwa mayoritas dari para karyawan didalam perusahaan masih bekerja secara berkubu atau berkelompok, sesuai dengan kesamaan yang mereka punyai antar karyawan, kemudian para karyawan juga sering menunda pekerjaan yang mereka miliki dan sering keluar ruangan pada jam kerja. Mayoritas dari karyawan juga masih sering tidak dapat mengendalikan emosi yang mereka miliki jika terjadi suatu masalah dalam pekerjaan, dan rata-rata dari karyawan tidak mengetahui visi, misi dan apa nilai dari perusahaan. Para karyawan juga merasa kesempatan untuk berkembang didalam perusahan ini sangat sulit, karena menurut karyawan yang saya wawancarai training dan development yang diberikan oleh perusahaan masih tidak menyeluruh hanya diberikan ke beberapa karyawan saja. Kemudian, penulis juga melakukan survei dengan menyebarkan kuesioner pre-test untuk mendukung dan menerapkan hasil penelitian yang telah ada sebelumnya, penulis menyebarkan kepada 30% sampel dari populasi karyawan pada perusahaan. Kuesioner tersebut bersifat open question, sehingga para karyawan dapat menjawab pertanyaan secara jelas, dan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesinoner berkaitan dengan dimensi-dimensi dalam emotional intelligence, komitmen organisasi, dan organizational citizenship behavior. Dari hasil survei yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan berdasarkan dengan perhitungan frekuensi (f / n x 100 %), bahwa sebanyak 73,9% karyawan mengatakan mereka belum menjalankan nilai-nilai perusahaan pada realitas pekerjaan sehari-hari dengan alasan karena kurangnya penjelasan mengenai visi dan misi, serta nilai-nilai dari perusahaan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan, PT TUV Rheinland Indonesia sama dengan PT TUV Internasional memiliki nilai yang mereka biasa sebut dengan CRIIO yaitu competence, reliability, incorruptibility, independence and openness. Sebagai suatu perusahaan jasa mereka ingin menunjukkan nilai-nilai yang perusahaan melalui para karyawan yang di miliki, perusahaan mengharapkan setiap karyawan dapat mewakili nilai-nilai perusahaan pada diri mereka agar dapat memberikan yang terbaik kepada para konsumen. Tetapi, pada kenyataanya sebanyak 53.30% masih banyak karyawan yang kurang memahami mengenai visi, misi, dan nilai-nilai perushaan. Hasil pre-test ini juga didukung dengan pengamatan penulis saat datang keperusahaan, banyak karyawan yang lupa atau tidak mengetahui 6 tentang visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan saat akan menjawab kuesioner yang diajukan oleh penulis sehingga ada beberapa dari mereka mencari jawaban tersebut melalui website perusahaan. Pada variabel emotional intelligence, pre-test yang dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 60% karyawan memiliki self awareness yang rendah. Self awareness menurut Goleman (2006) adalah suatu kemampuan dari seorang karyawan untuk memahami diri mereka sendiri dan tetap sadar terhadap emosi yang muncul dari dalam diri, termasuk tetap mempertahankam cara individu tersebut dalam merespon sebuah situasi tertentu dan orang-orang tertentu. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh HRD perusahaan bahwa banyak karyawan yang sulit unutk mengendalikan emosi yang mereka miliki jika terjadi suatu masalah dalam pekerjaan. Kemudian, pada variabel komitmen organisasi hasil dari pre-test yang dilakukan menunjukan bahwa sebanyak 73.30% karyawan memiliki nilai yang rendah pada dimensi komitmen organisasi yaitu komitmen normative. Para karyawan di perusahaan ini rata-rata mengerjakan sebuah pekerjaan hanya atas dasar tanggung jawab karyawan terhadap perusahaan, bukan karena memang karyawan menginginkan dan mencintai pekerjaan yang mereka lakukan. Pada dasarnya setiap pekerjaan yang kita lakukan harus kita sukai dan senangi terlebih dahulu untuk melakukanya, jika kita sudah senang pasti akan timbul sebuah rasa keinginan dan kewajiban untuk melakukanya bukan semata-mata kita mengerjakanya karna sebuah kewajiban atau tuntutan agar dapat menerima kompensasi setelahnya. Pada variabel organizational citizenship behavior, sebanyak 66,6% karyawan memiliki nilai conscientiouness yang rendah. Hal ini berdasarkan dari hasil pre-test yang mengatakan bahwa rata-rata karyawan didalam perusahaan hanya mengerjakan pekerjaan yang menjadi tugas mereka dan ada didalam job desc yang diberikan, ratarata dari karyawan juga tidak mau untuk mengerjakan suatau pekerjaan diluar apa yang menjadi tugas mereka dikarenakan bahwa perusahaan tidak akan memberikan kompensasi lebih atas pekerjaan ekstra yang mereka lakukan. Sebanyak 52% dari karyawan juga memiliki nilai sportmanship yang rendah, pada dasarnya karyawan didalam perusahaan tidak dapat mentolelir keadaan atau kondisi yang tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan pada perusahaan. Mereka menginginkan suatu kondisi yang kondusif pada lingkungan kerja mereka, karena mereka bekerja untuk 7 perusahaan dan mereka mengharapkan perusahaan dapat memberikan kondisi lingkungan yang baik agar dapat menunjang kinerja para karyawan. Dari penjelasan dari hasil observasi, survey dan wawancara yang dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa karyawan PT TÜV Rheinland Indonesia menunjukan hasil yang mendukung penelitian sebelumnya dan sesuai dengan topik penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Dengan demikian, penelitian ini akan mencoba untuk menganalisis sejauh mana emotional intelligence dapat memberikan pengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan, serta dampaknya terhadap sikap organizational citizenship behavior yang dimiliki oleh karywan. Dengan melakukan analisis ini, mudah-mudahan akan membantu untuk perusahaan dalam menciptakan kondisi lingkungan kerja yang kondusif sehingga dapat meningkatkan kinerja para karywan didalam perusahaan. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah dan kenyataan-kenyataan di atas, maka melalui penelitian ini penulis ingin membuat pertanyaan dalam penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh Emotional Intelligence (X) terhadap Komitmen Organisasi (Y) pada PT TÜV Rheinland Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh Emotional Intelligence (X) terhadap Organizational Citizenship Behavior (Z) pada PT TÜV Rheinland Indonesia? 3. Apakah terdapat pengaruh Komitmen Organisasi (Y) terhadap Organizational Citizenship Behavior (Z) pada PT TÜV Rheinland Indonesia? 4. Apakah terdapat pengaruh Emotional Intelligence (X) terhadap Organizational Citizenship Behavior (Z) melalui Komitmen Organisasi (Y) pada PT TÜV Rheinland Indonesia? 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mengacu pada topik manajemen sumber daya, untuk melihat pengaruh emotional intelligence, komitmen organisasi, dan OCB. Kemudian objek dari penelitian ini adalah 102 karyawan pada PT TÜV Rheinland Indonesia yang berada di Jakarta, dan data dari hasil penetilian ini dianalisis dengan metode path analaysis menggunakan bantuan program SPSS 22.0. 8 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh Emotional Intelligence terhadap Komitmen Organisasi pada PT TÜV Rheinland Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh pengaruh Emotional Intelligence terhadap Organizational Citizenship Behavior pada PT TÜV Rheinland Indonesia. 3. Untuk mengetahui pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior pada PT TÜV Rheinland Indonesia. 4. Untuk mengetahui pengaruh Emotional Intelligence terhadap Organizational Citizenship Behavior melalui Komitmen Organisasi pada PT TÜV Rheinland Indonesia. 1.6 Manfaat Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah pada subab 1.2, manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk kontribusi teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang emotional intelligence, komitmen organisasi dan organizational citizenship behavior. 2. Untuk kontribusi praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting sebagai saran dan pertimbangan untuk PT TÜV Rheinland Indonesia untuk memahami arti penting dari emotional intelligence, komitmen organisasi, dan organizational citizenship behavior. Hasil dari peneltian ini juga dapat meningkatkan kinerja para karyawan serta perusahaan akan dapat meningkatkan komitmen para karyawan terhadap perusahaan. 1.7 State of The Art State of the art adalah sebuah perkembangan dari penelitian yang dicapai dapat berupa prosedur, proses, dan ilmu, yang dilakukan pada waktu tertentu dan biasanya sebagai akibat dari sebuah metode yang dilakukan (Ferracane, 2011). 9 Hasil pada penelitian ini menunjukan bahwa emotional intelligence memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi dan organizational citizensip behavior pada PT TÜV Rheinland Indonesia, ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Janis Maria Anthony pada tahun 2013, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang siginfikan antara emotional Iitelligence, komitmen organisasi dan organizational citizenship behavior. Kemudian hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Saman Chehrazi, Mehrdad Hoseini Shakib dan Mohammad Hosein Askari Azad pada tahun 2014, hasil dari penelitian ini mengkonfirmasi bahwa emotional intelligence memiliki hubungan yang positif dengan komitmen organisasi, emotional intelligence memiliki hubungan yang positif dengan OCB, dan komitmen organisasi memiliki hubungan yang positif dengan OCB. Ini menggunakan metode yang berbeda dari kedua penelitian sebelumnya yaitu dengan menggunkan metode ath nalaysis, sedangkan dua penelitian sebelumnya menggunakan metode korelasi pearson dan SEM. Walaupun dengan menggunakan tiga metode yang berbeda pada penelitian, hasil yang didapat dari ketiga penelitian menunjukan hasil yang sama bahwa emotional intelligence memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi dan organizational citizensip behavior. Hal ini mendukung penelitian dan teori sebelumnya yang mengatakan bahwa jika seseorang karyawan memiliki didalam dirinya, mereka mempunyai kesadaran untuk selalu membantu karyawan lain yang memiliki masalah dalam pekeraanya dan sebagian besar dari mereka bersedia untuk melakukan seluruh pekerjaan dengan sepenuh hati. Kedua hal tersebut adalah bagian dari perliku OCB didalam karyawan, karyawan yang telah menjalankan seluruh hal tersebut dapat dikatakan telah memiliki sebuah komitmen terhadap organisasi, karena komitmen organisasi adalah salah satu factor internal pembentuk OCB didalam diri karyawan. Seorang karyawan yang telah memiliki didalam dirinya pasti memiliki komitmen terhadap organisasi, maka dari itu memiliki faktor yang lebih besar dalam pembentukan OCB didalam diri karyawan. Hasil yang didapat dari penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Janis Maria Anthony, yang mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional dalam individu kayawan, semakin besar juga komitmen yang mereka miliki terhadap organisasi dan OCB. Maka dari itu emotional intelligence sangat diperlukan dalam organisasi dalam setiap lini yang 10 dimiliki untuk menimbulkan komitmen seseorang terhadap organisasi tersebut dan juga untuk meningkatkan sikap perilaku OCB didalam diri mereka.