BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Keperawatan 1. Pengertian Manajemen Keperawatan Manajemen merupakan suatu perkenalan dan perencanaan, mengorganisasikan, memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan. Memperkirakan dan merencanakan berarti mempertimbangkan masa depan dan menyusun rencana aktivitas. Mengorganisasikan berarti mengembangkan struktur ganda yaitu materi dan manusia, dari suatu usaha. Memimpin berarti mengikat menyatukan dan menyelaraskan segala bentuk aktivitas dan usaha. Mengendalikan berarti memperhatikan bahwa segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan peraturanperaturan yang telah ditetapkan dan tuntutan yang ada (Triwibowo, 2013). Manajemen didefinisikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Disini Kepala Instalasi dituntut untuk merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperwatan yang seefektif dan se-efisien mungkin bagi individu, keluarga dan masyarakat (Sumiyati, 2006). Manajemen keperawatan secara singkat diartikan sebagai proses pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman kepada pasien/keluarga serta masyarakat (Gillies, 1985). Manajemen keperawatan merupakan suatu proses yang dilaksanakan sesuai dengan pendekatan sistem terbuka. Oleh karena itu, manajemen keperawatan terdiri atas beberapa komponen yang tiap-tiap komponen saling berinteraksi. 7 8 Pada umumnya suatu sistem dicirikan oleh lima elemen, yaitu input, proses, output, kontrol dan mekanisme umpan-balik (Arwani, 2005). 2. Fungsi Manajemen Keperawatan Fungsi manajemen keperawatan adalah memudahkan perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan yang holistik sehingga seluruh kebutuhan klien di rumah sakit terpenuhi. Terdapat lima elemen dalam manajemen keperawatan berdasarkan fungsinya yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), staffing (kepegawaian), directing (pengarahan) dan controlling (pengendalian/evaluasi) (Rosyidi, 2013). a. Planning (Perencanaan) 1) Defenisi Planning (perencanaan) adalah sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi, sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk mencapainya. Tanpa ada fungsi perencanaan, tidak akan ada kejelasan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh staf untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui fungsi perencanaan akan dapat ditetapkan tugastugas pokok staf dan dengan tugas-tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman supervisi dan menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf untuk menjalankan tugas-tugasnya (Triwibowo, 2013). Fungsi perencanaan merupakan suatu penjabaran dari tujuan yang ingin dicapai, perencanaan sangat penting untuk melakukan tindakan. Didalam proses keperawatan perencanaan membantu perawat dalam menentukan tindakan yang tepat bagi klien dan menjamin bahwa klien akan menerima pelayanan keperawatan yang mereka butuhkan dan sesuai dengan konsep dasar keperawatan (Rosyidi, 2013). 9 2) Tujuan Perencanaan Menurut Rosyidi (2013), ada beberapa tujuan sebuah perencanaan, yaitu : (a) untuk menimbulkan keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuan, (b) agar penggunaan personel dan fasilitas yang tersedia efektif, (c) membantu dalam koping terhadap situasi kritis, (d) efektif dalam hal biaya, (e) membantu menurunkan elemen perubahan, karena perencanaan berdasarkan masa lalu dan akan datang dan (f) dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan untuk perubahan. 3) Manfaat Perencanaan Manfaat perencanaan dalam suatu manajemen ada beberapa, yaitu : (a) membantu proses manajemen dalam menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan lingkungan, (b) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas, (c) membantu penetapan tanggung jawab lebih tepat, (d) memberikan cara pemberian perintah yang tepat untuk pelaksanaan, (e) memudahkan koordinasi, (f) membuat tujuan lebih khusus, lebih terperinci dan lebih mudah dipahami, (g) meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti dan (h) menghemat waktu dan dana (Rosyidi, 2013). 4) Unsur-unsur Perencanaan Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan adalah : (a) meramalkan (forecasting), (b) menetapkan tujuan (establishing objectives), (c) menyusun jadwal pelaksanaan (scheduling), (d) menyusun anggaran (budgeting), (e) mengembangkan prosedur dan (f) menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and establishing policy) (Suarli, 2010). 5) Fungsi Perencanaan dalam manajemen keperawatan Terdapat tiga fungsi perencanaan, yaitu perencanaan yang berfungsi sebagai arahan, perencanaan meminimalkan dampak dari perubahan, 10 perencanaan menetapkan standar dalam pengawasan kualitas (Simamora, 2012). Adapun tiga fungsi perencanaan dalam manajemen keperawatan, yaitu : a) Perencanaan sebagai pengarah Perencanaan akan menghasilkan upaya untuk meraih sesuatu dengan cara yang terkoordinasi. Perencanaan mencakup fungsi pengarahan dari apa yang harus dicapai oleh organisasi. Pada dasarnya, segala sesuatu di dunia ini akan mengalami perubahan. Perubahan sering kali sesuai dengan apa yang kita perkirakan, namun tidak jarang pula malah di luar perkiraan kita, sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi perusahaan. Ketidakpastian inilah yang diminimalkan melalui kegiatan perencanaan. Dengan adanya perencanaan, ketidakpastian yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang dapat diantisipasi jauh-jauh hari (Simamora, 2012). b) Perencanaan sebagai minimalisasi pemborosan sumber daya Perencanaan juga berfungsi sebagai minimalisasi pemborosan sumber daya keperawatan yang digunakan. Jika perencanaan dilakukan dengan baik, jumlah sumber daya yang diperlukan, dengan cara bagaimana penggunaannya, dan untuk penggunaan apa saja dengan lebih baik dipersiapkan sebelum kegiatan dijalankan. Dengan demikian, pemborosan terkait dengan penggunaan sumber daya yang dimiliki layanan keperawatan dapat diminimalkan sehingga tingkat efisiensi dari layanan keperawatan menjadi meningkat (Simamora, 2012). c) Perencanaan sebagai penetapan standar dalam pengawasan kualitas Perencanaan berfungsi sebagai penetapan standar kualitas yang harus dicapai oleh institusi layanan keperawatan dan diawasi pelaksanaannya dalam fungsi pengawasan manajemen. Dalam perencanaan, institusi layanan keperawatan menentukan tujuan dan rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pengawasan, keperawatan membandingkan 11 antara tujuan yang ingin dicapai dan realisasi di lapangan, membandingkan antara standar yang ingin dicapai dan realisasi dilapangan, mengevaluasi penyimpangan yang mungkin terjadi, hingga mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk memperbaiki kinerja keperawatan. Dengan pengertian tersebut, perencanaan berfungsi sebagai penetapan standar kualitas yang ingin dicapai oleh keperawatan (Simamora, 2012). b. Organizing (Pengorganisasian) 1) Defenisi Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan, mengelompokkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang seseorang, pendelegasian wewenang dalam rangka mencapai tujuan. Fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan semua kegiatan yang beraspek personil, finansial, material dan tata cara dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rosyidi, 2013). Pengorganisasian merupakan fungsi kedua yang penting dilaksanakan oleh setiap unit kerja sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berdaya guna dan berhasil guna. Pengorganisasian merupakan pengelompokan yang terdiri dari beberapa aktivitas dengan sasaran mencapai tujuan yang telah ditentukan masing-masing kelompoknya untuk melakukan koordinasi yang tepat dengan unit lain secara horizontal dan vertikal untuk mencapai tujuan organisasi sebagai organisasi yang komplek, maka pelayanan keperawatan harus mengorganisasikan aktivitasnya melalui kelompokkelompok sehingga tujuan pelayanan keperawatan akan tercapai (Triwibowo, 2013). Ruang rawat merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh semua tim kesehatan dimana 12 semua tenaga termasuk perawat bertanggungjawab dalam penyelesaian masalah kesehatan klien. Pengorganisasian pelayanan keperawatan secara optimal akan menentukan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan pengorganisasian manajemen keperawatan meliputi struktur organisasi ruang rawat, pengelompokkan kegiatan (metode pengawasan), koordinasi kegiatan dan evaluasi kegiatan kelompok kerja (Triwibowo, 2013). 2) Struktur Organisasi Struktur organisasi ruang rawat terdiri dari struktur bentuk dan bagan. Berbagai bentuk struktur, bentuk dan bagan dapat digunakan tergantung pada besarnya organisasi dan tujuan yang ingin dicapai. Ruang rawat sebagai wadah dan pusat kegiatan pelayanan keperawatan perlu memiliki struktur organisasi tetapi ruang rawat tidak termasuk dalam struktur organisasi rumah sakit. Oleh karena itu, direktur rumah sakit perlu menerbitkan surat keputusan yang mengatur struktur organisasi ruang rawat (Triwibowo, 2013). Berdasarkan surat keputusan direktur tersebut dibuat struktur organisasi ruang rawat untuk menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Dapat juga dilihat posisi tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab serta tanggung gugat. Bentuk organisasi dapat pula disesuaikan dengan pengelompokkan kegiatan atau sistem penugasan yang digunakan (Triwibowo, 2013). 3) Manfaat pengorganisasiaan Ada beberapa manfaat pengorganisasian dalam manajemen keperawatan, yaitu : (a) pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok, (b) hubungan organisatoris antara orang-orang didalam organisasi tersebut melalui kegiatan yang dilakukannya, (c) pendelegasian wewenang dan (d) pemanfaatan staff dan fasilitas fisik (Rosyidi, 2013). 13 4) Tahapan dalam pengorganisasian Tahapan-tahapan dalam sebuah pengorganisasian adalah: (a) tujuan organisasi harus dipahami staf, tugas ini sudah teruang dalam fungsi manajemen, (b) membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan pokok untuk mencapai tujuan, (c) menggolongkan kegiatan pokok ke dalam satuan-satuan kegiatan yang praktis, (d) menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilakukan oleh staf dan menyediakan fasilitas yang diperlukan, (e) penugasan personil yang tepat dalam melaksanakan tugas dan (f) mendelegasikan wewenang (Rosyidi, 2013). 5) Ciri-ciri Organisasi Lima hal yang menjadi ciri-ciri organisasi adalah : (a) terdiri atas sekelompok orang, (b) ada kegiatan-kegiatan yang berbeda tapi saling berkaitan, (c) tiap anggota mempunyai suumbangan usaha, (d) adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan dan (e) adanya suatu tujuan ( Suarli, 2010). 6) Prinsip-prinsip organisasi Setiap organisasi kemungkinan besar mempunyai prinsip-prinsip, seperti : (a) tujuan yang jelas (clear objective), (b) skala hierarki (the scalar principle), (c) kesatuan komando/perintah (unity of cammand), (d) pelimpahan wewenang (delegation of authority), (e) pertanggungjawaban (responsibility), (f) pembagian kerja (division of works), (g) rentang kendali (span of control), (h) fungsionalisasi (functionalization), (i) pemisahan tugas(task separation), (j) fleksibilitas (flexibility), (k) keseimbangan (balance) dan (l) kepemimpinan (leadership) (Suarli, 2010). c. Staffing (Kepegawaian) 1) Defenisi Staffing (kepegawaian) adalah metodologi pengaturan staff, merupakan proses yang teratur, sistematis, berdasarkan rasional diterapkan untuk 14 menentukan jumlah dan jenis personal suatu organisasi yang dibutuhkan dalam situasi tertentu (Rosyidi, 2013). 2) Fungsi staffing a) Rekrutmen Rekrutmen menurut Simamora (2012) adalah upaya pencarian sejumlah calon karyawan yang memenuhi syarat dalam jumlah tertentu, sehingga dari organisasi dapat menyeleksi orang-orang yang paling tepat mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Selain itu rekrutmen harus dapat memenuhi kebutuhan para calon. Terdapat dua jenis rekrutmen yang dapat dilakukan yaitu rekrutmen interrnal (internal recruitment) dan rekrutmen eksternal (external recruitment atau outsourcing). Rekrutmen internal adalah proses untuk mendapatkan tenaga kerja atau SDM yang dibutuhkan dengan mempertimbangkan tenaga kerja yang sudah ada atau yang sudah dimiliki oleh perusahaan. Tenaga kerja yang ada diberi kesempatan untuk menempati jabatan yang berbeda dari apa yang sedang dijalaninya. Bentuk rekrutmen internal tersebut dapat berupa rotasi atau penempatan tenaga kerja pada tingkatan manajemen yang sama namun berbeda departemen atau bagian, atau dapat juga berupa promosi, yaitu berupa penempatan kerja yang ada ke jabatan yang tingkatan manajemennya lebih tinggi, apakah di bagian atau departemen yang berbeda maupun di bagian atau departemen yang sama (Simamora, 2012). Rekrutmen eksternal, yaitu perusahaan mendapatkan tenaga kerja atau SDM (sumber daya manusia) yang akan ditempatkan pada suatu jabatan tertentu yang diperolehnya dari luar perusahaan, atau sering kali disebut outscoring. Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja ini yaitu dapat melalui iklan di media massa, wawancara di kampus, atau melalui agen penyaluran tenaga kerja 15 tertentu. Sebagai akibatnya, rekrutmen tidak hanya menarik minat seseorang untuk bekerja pada perusahaan (organisasi), melainkan juga memperbesar kemungkinan untuk mempertahankan mereka setelah bekerja (Simamora, 2012). Kegiatan rekrutmen dalam manajemen keperawatan merupakan suatu proses yang dilakukan layanan keperawatan untuk mencari dan menemukan perawat yang dibutuhkan, merupakan aktivitas manajemen kepegawaian. Kegiatan rekrutmen sebagai suatu proses selalu di ikuti dengan seleksi untuk menemukan kesesuain kebutuhan dengan kemampuan pribadi sumber daya manusia keperawatan (Simamora, 2012). Rumah sakit atau pun institusi pelayanan keperawatan perlu memperhatikan, merencanakan dan melakukan rekrutmen dengan sebaik-baiknya. Hal ini dikerenakan kelancaran dan pertumbuhan layanan keperawatan ke arah yang lebih baik bergantung pada input perawat yang ada. Kegiatan ini perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan serius, karena menyangkut kualifikasi yang dipunyai oleh perawat, baik kualifikasi dibidang pengetahuan maupun ketrampilannya. Jadi, rekrutmen merupakan proses mencari dan memikat pelamar kerja sesuai dengan pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang dibutuhkan oleh organisasi (Simamora, 2012). b) Kegiatan Seleksi Seleksi tenaga kerja adalah langkah selanjutkan yang harus dilakukan setelah menetapkan jenis rekrutmen yang akan dilakukan, apak internal maupun eksternal. Paling tidak ada beberapa yang biasanya dilakukan yang terkait dengan proses seleksi, yaitu seleksi administrasi, seleksi kualifikasi dan seleksi sikap dan perilaku. Seleksi administrasi, yaitu berupa proses bagaimana perusahaan melakukan validasi dan verifikasi 16 atas segala persyaratan adminitratif yang dipersyaratkan kepada calon tenaga kerja yang akan di tempatkan pada suatu jabatan tertentu. Seleksi administrasi ini dapat berupa validasi dan verifikasi formulir aplikasi, daftar riwayat hidup, ijazah pendidikan dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan (Simamora, 2012). Langkah berikutnya adalah seleksi kualifikasi, artinya melakukan seleksi atas calon-calon tenaga kerja dari sisi kualifikasinya, yaitu menyangkut kesesuaian calon tenaga kerja tersebut dengan jabatan yang akan ditempatinya. Seleksi ini biasanya dilakukan melalui seleksi tertulis dan seleksi tidak tertulis, seleksi tertulis dapat berupa ujian tertentu yang diberikan terkait dengan hal-hal yang diminta untuk dapat dimiliki oleh calon tenaga kerja (Simamora, 2012). Proses seleksi sebagai proses menduga yang paling baik (best quists) bahwa seorang pelamar akan mampu melaksanakan tugas pekerjaannya dengan baik. Pada seleksi sikap dan perilaku, calon tenaga kerja diuji dari sisi sikap dan perilakunya sebagai pribadi, tenaga kerja, maupun ketika bekerja secara tim. Institusi layanan keperawatan berusaha memperoleh informasi yang memadai mengenai sisi psikologis dari tenaga perawat, kemampuannya untuk bersikap baik dan konsisten dalam pekerjaan, termasuk kesiapannya untuk bekerja secara tim. Seleksi sikap dan perilaku ini dapat dilakukan secara tertulis maupun melalui wawancara (Simamora, 2012). Sistem seleksi berdasarkan kompetensi menurut Simamora (2012) biasanya dititik beratkan pada cara penyaringan yang dapat digunakan untuk memilih secara cepat dan efisien sejumlah calon kuat dari sekelompok besar pelamar. Penilaian tenaga perawat baru untuk menampilkan tantangan khusus, seperti menyaring banyak pelamar 17 dalam waktu singkat dan memisahkan pelamar yang baru lulus sekolah, yang tidak mempunyai pengalaman kerja, sebagai dasar penilaian. c) Penempatan kerja Adaptasi merupakan hal yang alamiah untuk dlakukan oleh tenaga keperawatan di temapat layanan keperawatan. Oleh karena itu, perlu memastikan bahwa perawat yang baru direkrut telah siap bergabung, tidak saja dilihat dari sisi kualifikasinya, akan tetapi dari kesiapannya untuk bekerja secara tim. Oleh karena itu, biasanya dilakukan semacam program pelatihan orientasi (orientation training) yang bertujuan untuk mengadaptasikan perawat dengan lingkungan pelayanan keperawatan (Simamora, 2012). Beberapa instansi besar mencoba mengantisipasi proses adaptasi ini dengan membuat departemen atau posisi khusus yang dinamakan sebagai management trainee. Di bagian ini, tenaga kerja yang baru direkrut tidak langsung diposisikan pada suatu jabatan tertentu, akan tetapi ditempatkan di bagian management trainee tersebut. Mereka yang ditempatkan di bagian ini akan dilatih oleh instansi untuk ditempatkan di berbagai departemen yang berbeda-beda menurut periode tertentu yang bertujuan, selain memberikan proses internalisasi kepada tenaga kerja dengan perusahaan, juga untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat kesiapan tenaga kerja pada bagian tertentu di tempat pekerjaan (Simamora, 2012). Memulai karier baru di tempat baru biasanya menumbuhkan semangat dan gairah yang meluap-luap. Pada minggu awal selalu saja ada ketakutan dan kecemasan bila perawat baru, gagal melaui masa kritis. Bahkan tidak sedikit dari perawat baru yang melakukan beberapa kesalahan yang membuat pekerjaan tampak konyol. Sebagai perawat yang baru pertama kali memasuki dunia pekerjaan tidak perlu terlalu 18 khawatir. Semua perawata baru pasti akan melakukan kesalahan. Justru bila ia tidak melakukan kesalahan, ia bukan lagi perawat yang baru (Simamora, 2012). d. Directing (Pengarahan) Fungsi manajemen ini lebih menekankan bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya manusia (manusia dan yang bukan manusia) untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Untuk menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia dalam organisasi, peranan kepemimpinan, motivasi staf, kerjasama dan komunikasi antar staf merupakan hal pokok yang perlu mendapat perhatian para manajer organisasi (Simamora, 2012). Seorang manajer yang ingin berhasil menggerakkan karyawannya agar lebih produktif, harus memahami dan menerapkan ilmu psikologi, ilmu komunikasi, kepemimpinan dan sosiologi. Manajer harus menunjukkan pada stafnya bahwa ia mempunyai tekad untuk mencapai kemajuan dan peka terhadap lingkungannya. Ia harus mempunyai kemamupan bekerja sama dengan orang lain secara harmonis (Simamora, 2012). Kepemimpinan adalah penggunaan proses komunikasi untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan dalam suatu kegiatan yang unik dan tertentu. Di dalam kepemimpinan selalu melibatkan semua elemen dalam sistem pelayanan kesehatan dan yang mempengaruhi elemen tersebut adalah seorang pemimpin (Rosyidi, 2013). Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan kemampuan dan keterampilan seorang perawat dalam mempengaruhi perawat lain di bawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. 19 Setiap perawat mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namun keterampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat ditingkatkan (Simamora, 2012). Kepala bidang keperawatan adalah manajer keperawatan yang berperan sebagai top manajer dalam pelayanan asuhan keperawatan, yang menggunakan proses manajemen untuk mencapai tujuan keperawatan yang talah ditentukan melalui orang lain. Seorang pimpinan keperawatan perlu memiliki keterampilan kepemimpinan, sehingga efektif dalam mengelola pelayanan dan asuhan keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmuu pengetahuan dan teknologi dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (Simamora, 2012). Dalam menjalankan fungsi manajerial pimpinan keperawatan harus mamapu membawakan dirinya untuk menjalin hubungan yang effektif dan terapeutik dengan atasan, staf dan tim kesehatan lainnya dan mampu mempengaruhi orang lain agar mau bertindak melakukan kegiatan sesuai dengan rencana. Hubungan yang efektif dan serasi dapat dilakukan oleh pimpinan apabila pimpinan mempunyai keterampilan berkomunikasi yang efektif dan dapat memotivasi bawahan sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja para perawat (Simamora, 2012). Pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah salah satu jenis pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh rumah sakit untuk melayani kebutuhan masyarakat khususnya dalam bidang keperawatan yang diorganisasi melalui pelayanan rawat inap. Seluruh kegiatan pelayanan keperawatan di rumah sakit diselenggarakan selama 24 jam sehari secara berkesinambungan. Kegiatan tersebut diatur dan diorganisasi oleh seorang perawat yang bertindak sebagai kepala bidang keperawatan di rumah sakit (Simamora, 2012). 20 e. Controlling (Pengawasan) Controlling adalah proses pemeriksaan apakah segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang ditetapkan, yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi. Melalui fungsi pengawasan, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf (Rosyidi, 2013 & Simamora, 2012). Adapun tugas seorang manajer keperawatan dalam menjalankan dan mengembangkan fungsi pengawasan manajerial perlu memperhatikan beberapa prinsip pengawasan, yaitu : (1) pengawasan yang akan dilakukan oleh pimpinan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya mudah diukur, (2) fungsi pengawsan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi dan (3) standar untuk kerja (standard of performance) harus dijelaskan kepada semua staf karena kinerja staf akan terus dinilai oleh pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk memberi reward kepada mereka yang dianggap mampu bekerja (Simamora, 2012). B. Manajemen Logistik Perencanaan dan Pengadaan 1. Pengertian Logistik Pada dasarnya, kegiatan logistik sama tuanya dengan peradaban manusia, tetapi istilah logistik itu sendiri relatif baru. Istilah logistik paling banyak dikenal di kalangan militer sehingga sukses tidaknya suatu pertempuran ditentukan oleh kemampuan dalam memberikan dukungan logistik untuk operasi militer. Terlebih lagi untuk operasi yang lebih banyak anggota pasukan yang menggunakan peralatan, bahan makanan, bahan bakar, mesin termasuk suku cadangnya. Istilah logistik sudah dikenal di masyarakat, terutama melalui lembaga atau instansi rumah sakit yang mempunyai urusan tentang itu (Arwani, 2005). 21 Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan/atau seni serta proses mengenai perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material atau alat-alat. Oleh karena itu, logistik merupakan bagian dari instansi yang tugasnya menyediakan bahan atau barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional instalansi tersebut dalam jumlah, kualitas dan pada waktunya yang tepat (sesuai dengan kebutuhan), dan dengan harga serendah mungkin (Arwani, 2005). Pengadaan peralatan dilakukan atas dasar permintaan dari bagian fungsional atau pengguna peralatan, atas dasar : 1) jumlah pasien yang dirujuk ke rumah sakit lain akibat ketidakmampuan peralatan yang ada; 2) jumlah tenaga yang tersedia baik dari kemampuan maupun kapasitas; 3) tempat (fasilitas gedung). Namun demikian belum dilakukan studi kelayakan kebutuhan peralatan sebelumnya. Permintaan pengguna tersebut langsung ditujukan ke Direktur Rumah Sakit (Angkasawati, 2005). Untuk menindak lanjuti pemintaan tersebut dilakukan rapat paripurna rumah sakit dan dilakukan ranking prioritas terhadap tren penyakit di wilayah rumah sakit dan rumah sakit kompetitor. Selanjutnya Direktur menerbitkan surat keputusan untuk panitia pengadaan dan penerima peralatan sebagaimana perundang-undangan yang berlaku (Angkasawati, 2005). 2. Tujuan Logistik Tujuan logistik dibedakan dari tujuan operasional, tujuan keuangan, dan tujuan pengamanan. Tujuan operasional dari logistik adalah agar tersedia barang dan bahan-bahan dalam jumlah yang tepat dengan mutu yang memadai. Tujuan keuangan difokuskan pada upaya agar operasional kegiatan dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya. Sedangkan tujuan pengamanan diarahkan agar persediaan materi tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar (Arwani, 2005). 22 Tugas kegiatan logistik meliputi mengadakan penelitian, inventarisasi atau stock control, penyimpanan dan terkait dengan kegiatan pengembangan produksi dan operasional, keuangan, akuntansi manajemen serta penjualan distribusi atau informasi. Pengadaan barang logistik harus ada perencanaan yang baik dalam menentukan kebutuhan, baik mengenai saatnya maupun jumlah suatu barang attau bahan yang diperlukan atau harus tersedia (just in time inventory). Barang yang sudah tersedia dijaga agar mutunya, kecukupan jumlahnya, dan keamanan dan penyimpanannya tetap baik (Arwani, 2005). Ada lima komponen yang penting dalam membentuk sistem logistik, yaitu struktur lokasi fasilitas, transportasi, persediaan, komunikasi, dan penanganan/penyimpanan. Dalam konteks ini, tanggungjawab utama manajer adalah merencanakan dan mengelola sistem operasi yang mampu mencapai sasaran yang tepat. Tanggung jawab manajemen logistik diartikan sebagai tanggungjawab manajerial untuk mendesain dan mengurus suatu sistem, mengawasi arus, dan menyimpan secara strategis material, suku cadang dan barang jadi agar diperoleh manfaat yang maksimum bagi perusahaan atau instansi (Arwani, 2005). 3. Fungsi Manajemen Logistik Menurut Aditama (2000), fungsi manajemen logistik terdiri dari perencanaan dan penentuan kebutuhan, penganggaran, penyimpanan dan penyaluran, pemeliharaan, penghapusan dan pengendalian. Fungsi logistik dalam perencanaan dan penentuan kebutuhan mencakup aktivitas dalam menetapkan sasaran, pedoman, dan pengukuran penyelengggaraan bidang logistik. Fungsi dalam merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar sesuai dengan standar yang berlaku merupakan fungsi kedua logistik yang berkaitan dengan penganggaran. Fungsi berikutnya adalah penyimpanan dan penyaluran. Fungsi ini meliputi penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran perlengkapan ke instansi pelaksana. 23 Fungsi lainnya adalah pemeliharaan, yaitu proses untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan hasil guna bagi barang-barang inventaris. Fungsi penghapusan berupa kegiatan dan pembebasan barang dari pertanggungjawaban yang berlaku dan fungsi terakhir yaitu pengendalian, merupakan fungsi inti dari pengelolaan perlengkapan atau logistik melalui usaha pemantauan dan pengamanan keseluruhan pengelolaan logistik (Aditama, 2000). 4. Manajemen Logistik Di Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu kesatuan usaha yang melakukan kegiatan produksi. Kegiatan produksi rumah sakit berupa jasa, sehingga yang dimaksud dengan kegiatan logistik di sini hanya menyangkut manajemen persediaan bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam rangka produksi jasa tersebut dan bukannya manajemen pendistribusian barang dan jasa (Arwani, 2005). Persediaan di rumah sakit dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu persediaan farmasi, persediaan bahan makanan, dan persediaan barang-barang logistik. Pengelompokan persediaan ini memerlukan pengelolaan yang berbeda. a. Persediaan barang farmasi Persediaan barang farmasi pada umumnya membutuhkan biaya rutin yang besar, yang meliputi persediaan obat menyangkut kecepatan konsumsi obatobatan dan tinggi rrendahnya kebutuhan persediaan bahan kimia yang diperlukan untuk kegiatan operasional pada unit produksi farmasi, laboratorium, dan lain-lain; persediaan gas medik yang dibutuhkan untuk pelayanan pesien dikamar bedah, ICU, CCU, dan ICCU serta yang lainnya; juga persediaan peralatan kesehatan yang dirancang bagi kegiatan perawatan dan kedokteran yang dapat dikelompokkan sebagai barang habis pakai dan barang tahan lama atau peralatan elektronik dan non-elektronik. 24 b. Persediaan bahan makanan Persediaan ini umumnya tidak dikelola dengan masa penyimpanan yang lama seperti halnya hotel-hotel besar. Persediaan bahan makanan ini menyangkut daging atau ikan, sayur mayur, buah-buahan, bahan kering, dan minuman. c. Persediaan barang logistik Persediaan barang logistik dapat dikelompokkan dalam bahan tekstil (kain, bahan jahit, dan lain-lain), bahan teknik (bahan bangunan, bahan listrik, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan rumah tangga, peralatan kantor, dan barang-barang listrik serta alat tulis kantor (ATK) (Arwani, 2005). Pengadaan adalah segala kegiatan dan usaha untuk mempertahankan sediaan dalam batas-batas efisiensi, dan untuk menambah serta memenuhi persediaan (Inventory update). Fungsi dasar dari pengadaan adalah meningkatkan laba. Dalam kegiatan logistik ini sering terjadi konflik antar tingkat persediaan dan manajemen keuangan yang cenderung menghendaki persediaan yang rendah (Arwani, 2005). Sebaliknya, unit pemakai menghendaki penumpukan dalam jumlah besar agar tidak terjadi gangguan kelancaran produksi atau pelayanan. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan pengadaan termasuk rencana anggaran dan diperlukan informasi dari penyimpanan, pengendalian, pengawasan dan penghapusan. Perencanaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan kelebihan atau kekurangan persediaan. Pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian, pemberian (hibah), dan penukaran pembuatan serta perbaikan. Pada umumnya, fungsi pengadaan ini yang paling menonjol adalah pembelian (Arwani, 2005). Manajemen pembelian memiliki beberapa tujuan, yaitu: (a) untuk menunjang pelayanan rumah sakit dengan barang yang tersedia dalam jumlah yang memadai menurut standar, (b) agar kegiatan membeli dapat dilakukan secara kompetitif dan bijaksana, (c) menjaga investasi dalam persediaan seminimal mungkin dan 25 menghindari kerusakan persediaan, (d) mengembangkan alternatif pemasok yang terpercaya, (e) mengembangkan hubungan yang positif dengan pemasok dan (f) mengintegrasikan secara maksimal dengan unit-unit lain yang terkait (Arwani, 2005). Manajemen pembelian juga dikenal istilah EOQ (Economic Order Quantity) yaitu kuantitas pemesanan secara yang ekonomik. Konsep ini bertujuan mendapatkan keseimbangan antara biaya pemeliharaan persediaan dengan biaya pemesanan. Semakin besar rata-rata pesanan, akan semakin besar pula rata-rata persediaan sehingga semakin besar biaya pemeliharaan per tahunnya. Semakin besar kuantitas pesanan, semakin dikit pula periode pemesanan sehingga semakin rendah total biaya pemesanannya. Rumus EOQ ini akan menemukan kuantitas pesanan yang tepat dengan total biaya, gabungan pemesanan, dan pemeliharaan yang paling rendah untuk volume penjualan tertentu (Arwani, 2005). 5. Manajemen Penggudangan Pengelolaan penyimpanan persediaan memerlukan kegiatan perencanaan dan pelatihan pegawai, perencanaan ruang-ruang penyimpanan, prosedur kerja penyimpanan, perencanaan barang dan tindakan pengamanan atau keselamatan. Dalam hal ini, diperlukan suatu tempat yang kemudian dikenal dengan gudang. Setiap gudang paling tidak memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai penerimaan barang, penyimpanan barang dan pengeluaran barang (Arwani, 2005). Untuk menjadi ruang yang efisien, ketiga fungsi tersebut harus berjalan dengan baik. Gudang sebagai fungsi penerimaan barang harus mampu sebagai tempat penyaringan utama sebelum barang berpindah tangan. Mutu barang yang akan dipakai akan ditentukan di dalam fungsi pertama, demikian pula dengan spesifikasi barang. Oleh karena itu, fungsi ini perlu dilayani oleh orang-orang yang benar menguasai pengetahuan tentang spesifikasi dan orang yang memiliki ketelitian dalam jumlah (Arwani, 2005). 26 Terkait dengan fungsi pertama adalah prosedur penerimaan barang dan administrasi. Prosedur penerimaan barang mencakup kegiatan berupa pengecekan barang yang diterima baik secara kuantitas maupun kualitas, pembongkaran dan pemeriksaan barang, penyelesaian receiving report, serta pengiriman barang pemesanan (Arwani, 2005). Dalam hal penerimaan barang, penerima barang bertanggung jawab atas tiga verifikasi, yaitu barang yang diterima merupakan barang yang sesuai dengan pesanan, jumlah barang yang diterima sesuai dengan pesanan dan mutu barang harus sesuai dengan mutu standar yang sudah ditetapkan. Hal yang harus diperhatikan dalam masalah penyelesaian receiving report, yaitu memeriksa laporan atau jenis, jumlah dan kondisi barang yang diterima dengan formulir khusus (Arwani, 2005). Terkait dengan pengiriman barang pemesanan, penerima harus bertanggung jawab dalam meneruskan barang yang dipesan ke pihak yang bersangkutan. Kegiatan lain yang terkait dengan fungsi penerimaan barang adalah masalah administrasi. Dalam konteks ini, barang yang diterima selain mengalami pemeriksaan, juga harus dipastikan pemasukannya ke dalam sistem akuntansi persediaan (Arwani, 2005). Fungsi kedua dari manajemen penggudangan adalah fungsi penyimpanan barang. Jenis-jenis kegiatan yang terkait dengan fungsi ini, yaitu identifikasi barang persediaan, macam-macam gudang, proses penyimpanan dan alat penyimpan barang. Secara umum identifikasi persediaan dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu arbitary (memberikann nomor-nomor sesuai dengan urutan masuknya barang ke dalam inventory), simbolik (menggunakan kode-kode numerik atas dasar interrelasi antar barang), dan gambar teknik (Identifikasi barang sesuai dengan gambar teknik) (Arwani, 2005). 27 Fungsi ketiga dari penyimpanan barang adalah fungsi pengiriman barang atau distribusi barang. Fungsi ini dimulai dengan gudang menerima barang. Bon barang (issue ship) dapat berupa bon untuk pesanan tertentu, dapat pula berupa bills of material yang harus dipenuhi sesuai dengan schedule yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam distribusi manajemen logsitik rumah sakit tidak serumit manajemen distribusi pada prosedur barang jadi. Fungsi distribusi diatur dalam prosedur tetap permintaan barang (Arwani, 2005). Tabel 2.1 PENERAPAN KEGIATAN LOGISTIK DI BANGSAL SESUAI ANALISIS ABC PADA RUANGAN DENGAN KAPASITAS 41 TEMPAT TIDUR Kelompok A a. Oksigen b. Tensimeter c. Air viva d. Suction e. Senter f. Nasopharynx Tube g. Mesin EKG (Arwani, 2005) Kelompok B a. Termometer b. Spatel lidah c. Gunting d. Pinset e. Baskom mandi f. Pot/pasu surungan g. Urinal h. Korentang Kelompok C a. Kirbat es b. Buli-buli panas c. Bengkok/piala ginjal d. Mayo Tube e. Irigator f. Pot sputum g. Glukometer h. Syringe pump i. Alat ukur TB/BB 28 Tabel 2.2 STANDAR MINIMAL ALAT KESEHATAN RUANGAN RAWAT INAP DENGAN 41 TEMAP TIDUR No. A. KELOMPOK A 1 2 3 4 5 6 7 B. KELOMPOK B 1 2 3 4 5 6 7 8 C. KELOMPOK C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 (Arwani, 2005) Nama Barang Standar Minimal Oksigen Tensimeter Air viva Suction Senter Nasopharynx Tube Mesin EKG 1:2 1:8 1 buah tiap ruangan 1 : 10 1 : 20 1:4 1 buah tiap ruangan Termometer Spatel lidah Gunting Pinset Baskom mandi Pot/pasu surungan Urinal Korentang 1:1 1 : 10 Kirbat es Buli-buli panas Bengkok/piala ginjal Mayo tube Irigator Pot sputum Glukometer Syringe pump Alat ukur TB/BB 1:5 1 : 10 1:4 1:8 1 : 20 1:8 1 : 20 1 : 20 1 buah tiap ruangan 1 : 10 1 : 10 2:1 1:4 1:1 1 : 10 Tabel 2.3 STANDAR PERALATAN KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN 1. Alat keperawatan di ruang kebidanan dengan kapasitas persalinan 10 orang per hari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 NAMA BARANG Partus set Hecting set Set perdarahan post partum Alat vakum Alat forsep Alat kuret Alat resusitasi ibu dan bayi Set infus Alat perawatan bayi baru lahir Bengkok RASIO 70%xpersalinan/hari 50%xpersalinan/hari 30%xpersalinan/hari 1 set 1 set 2 set 2 set 6 set 1 set 1:4 29 2. Alat keperawatan dan kebidanan di ruang rawat inap dengan kapasitas 30 orang pasien No 1 2 3 4 5 6 NAMA BARANG Tensimeter Stetoskop Timbangan BB/TB Set Irigator Sterilisator Tabung oksigen dan flow meter 7 Slym zuiker (suction) 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 VC set Gunting verban Korentang Bak instrumen besar Bak instrumen sedang Bak instrumen kecil Blas spuit Gleserin spuit Bengkok Pispot Urinal Set angkat jahitan Set ganti balutan Termometer Standar infus Eskap Masker oksigen 25 Nasal kateter 26 Hammer reflect RASIO PASIEN ALAT 2/ruangan 2/ruangan 1/ruangan 2/ruangan 1/ruangan 2/ruangan (ruang bedah 3/ruangan, ruang peny. Dalam 6/ruangan) 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 2/ruangan 1 : 1/2 1 : 1/2 1 : 1/2 5/ruangan (ruang bedah 1 : 1/3) 5/ruangan (ruang bedah 1 :1) 1:1 1:¼ 2/ruangan (ruang bedah 3/ruangan, ruang peny. Dalam 6/ruangan) 2/ruangan (ruang bedah 3/ruangan, ruang peny. Dalam 6/ruangan) 1/ruangan 30 3. Alat tenun NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 NAMA BARANG Gurita Gordyn Kimono/baju pasien Sprei besar Manset dewasa Manset anak Mitela/topi Penutup sprei Piyama Selimut wol Selimut biasa Selimut anak Sprei kecil Sarung bantul Sarung guling Sarung kasur Sarung buli-buli panas Sarung eskap Sarung windring Sarung tabung oksigen Taplak meja pasien Taplak meja teras Vitrase Tutup alat Steek laken Handuk Waslap Barak skort Gurita dewasa Handuk fontanin Lap piring Lap kerja Masker Popok bayi Baju bayi Duk Duk bolong 1 : 1 1/3 1:2 1:5 1:5 1:1¼ 1 : 1 1/3 1 : 1 1/3 1:5 1:5 1:1 1:5 1:6-8 1:6–8 1:6 1:3 1:1 1:¼ 1:¼ 1 : 1/10 1 : 1/3 1:3 1:3 1:2 1:2 1:6–8 1:3 1:5 1 : 1/2 1 : 1/2 1 : 1/5 1 : 1/4 1 : 1/2 1 : 1/2 1 : 15 1:8 1 : 1/3 1 : 1/3 RASIO 31 4. Alat rumah tangga NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 NAMA BARANG Kursi roda Commod Lemari obat emergensi Light cast Meja pasien Over bad table Standar infus Standar waskom double Waskom mandi Lampu sorot Lampu senter Lampu kunci duplikat Nampan Tempat tidur fungsional Tempat tidur biasa Troly obat Troly balut Troly pispot Troly suntik Timbangan BB/TB Timbangan bayi Dorongan oksigen Piring makan Piring kudapan Gelas Tatakan dan tutup gelas Sendok Garpu Kran air Baki Tempat sampah pasien Tempat sampah besar tertutup (Arwani, 2005) RASIO 2-3/ruangan 1/ruangan 1/ruangan 1/ruangan 1:1 1:1 2-3/ruangan 4-6/ruangan 8-12/ruangan 1/ruangan 1-2/ruangan 1/ruangan 2-3/ruangan 1:1 1:½ 1/ruangan 1/ruangan 1/ruangan 1/ruangan 1/ruangan 1/ruangan 1/ruangan 1:1 1:1 1:2 1:2 1:2 1:2 1:1 5/ruangan 1:1 4/ruangan C. Standar Operasional Prosedur Keperawatan 1. Pengertian standar operasional prosedur Istilah SOP merupakan istilah yang tidak asing lagi bagi sebagian kalangan masyarakat kita saat ini. Istilah SOP sangat sering digunakan di kalangan birokrasi pemerintahan, kalangan profesional, maupun kalangan industriawan dan pengusaha meskipun dengan penyebutan yang berbeda-beda, seperti: Protap (prosedur tetap) biasa dipakai di kalangan kemiliteran, kepolisian dan birokrasi, SPO (standar prosedur operasi) biasa dipakai di kalangan perkebunan, SBO 32 (standar operasional baku) biasa dipakai di kalangan industri, SOP (standar operasional prosedur) biasa dipakai di kalangan pendidikan (Insani, 2010). Bila dirunut dari asal katanya, istilah SOP berasal dari bahasa Inggris yaitu SOP yang merupakan kepanjangan dari Standard Operating Procedures atau Standing Operating Procedures tetapi umumnya di Indonesia istilah SOP merujuk pada istilah SOPs sebagai Standard Operating Procedures. Istilah SOP merujuk pada pengertian mengenai sebuah prosedur operasi standar yang merupakan serangkaian instruksi yang bersifat membatasi prosedur operasi tanpa kehilangan keefektivitasannya (Insani, 2010). Standar operasional prosedur adalah suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Setyarini, 2012). 2. Tujuan Standar Operasional Prosedur Adapun tujuan SOP adalah : (a) agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja, (b) agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi, (c) memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait, (d) melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya dan (e) untuk menghindari kegagalan /kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi (Setyarini, 2012). 3. SOP dalam Keperawatan Praktik keperawatan pada dasarnya adalah memberikan asuhan keperawatan, yaitu mulai dari melaksanakan pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosis keperawatan, menyusun perencanaan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan (termasuk tindakan medik yang dapat dilakukan oleh 33 perawat) sampai evaluasi terhadap hasil tindakan dan akhirnya mendokumentasikan hasil keperawatan sebagaimana tercantum dalam standard operational procedure (SOP). Perawat dituntut untuk mempunyai tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal bagi masyarakat (Soeroso, 2003). Di Indonesia kecenderungan penggunaan sarana dan alat kesehatan di rumah sakit meningkat pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena provider ingin memberikan pelayanan prima (kualitas, merata dan terjangkau) yang secara tidak langsung menjadi daya tarik konsumen. Dari pihak konsumen sendiri terdapat tuntutan untuk mendapatkan pelayanan yang memuaskan dengan mutu yang tinggi. Perkembangan teknologi yang pesat, terutama perkembangan sarana dan alat kesehatan, mengakibatkan meningkatnya biaya investasi yang harus dikeluarkan oleh rumah sakit untuk memenuhi tuntutan konsumen dan peningkatan mutu pelayanan (Angkasawati, 2005). Peningkatan pemanfaatan sarana dan alat kesehatan memberikan dampak pada segi pembiayaan yang menjadi beban rumah sakit dan konsumen. Pembiayaan tersebut meliputi pembiayaan untuk pemeliharaan dan operasional yang tidak sedikit. Untuk itu diperlukan pertimbangan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan sarana dan alat kesehatan agar biaya yang ditanggung rumah sakit serta biaya yang dikenakan kepada konsumen tidak terlalu membebani (Angkasawati, 2005). D. Kerangka Konsep Skema Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Manajemen keperawatan : Pengadaan alat Variabel Dependen Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Sesuai Standar Operasional Prosedur 34 E. Hipotesa Penelitian Ha : Ada hubungan manajemen keperawatan : pengadaan alat terhadap pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai standar operasional prosedur di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2014.